Upload
hadid-iskandar-harahap
View
17
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fistula renocolic
Citation preview
ABSTRAK
Fistula Renocolic adalah kejadian klinis yang langka. Di masa lalu, insiden tersebut tinggi
disebabkan karena infeksi, terutama tuberkulosis dan komplikasi batu ginjal, yang secara
bertahap berkurang dengan adanya kemajuan dalam bidang terapi antimikroba dan manajemen
batu yang lebih baik. Insiden fistula renocolic, khususnya iatrogenik, telah muncul kembali
karena operasi ginjal minimal invasif dan penggunaan percutaneous nephrostomy rutin untuk
berbagai alasan. Kami melaporkan sebuah kasus pria berusia lima tahun yang datang ke ruang
gawat darurat dengan pionefrosis lithiasic kiri dimana percutaneous nephrostomy dilakukan.
Pada follow up dari pyelography antegrade didapatkan diagnosis hydronephrotic ginjal kiri
dengan batu di pelvis ginjal dengan fistula pada kolon desenden. Computer tomography dengan
kontras mengungkapkan non exctreting ginjal dengan usus retrorenal dan percutaneous
nephrostomy tube melewati kolon desenden. Diagnosis akhir yaitu percutaneous nephrostomy
renocolic fistula with non excreting left kidney ditegakkan dan dilakukan tindakan ligasi saluran
fistula dan nephrectomy. Pemulihan pasien berjalan lancar dan hasil histopatologi menunjukkan
pielonefritis kronis.
Kata kunci : Fistula renocolic, kolon retrorenal, percutaneous nephrostomy.
Fistula antara saluran kemih bagian atas dan sistem gastrointestinal sangat jarang
ditemukan. Hanya 100 kasus yang pernah dilaporkan dalam literatur dunia sampai sekarang.1
Diantara semua fistula antara saluran kemih dan saluran usus, fistula renocolic berjumlah kurang
dari 1,0%, sebagian besarnya adalah fistula colovesical. Sebagian besar fistula renocolic adalah
iatrogenik, akibat dari pemasangan percutaneous nephrostomy (PCN) tube, meskipun trauma,
tertelan benda asing, keganasan (terutama usus besar, kolon dan transitional cell cancer), proses
peradangan (biasanya akibat batu, infeksi, atau penyakit divertikular) dan tuberkulosis (TBC)
terutama di bagian dunia kita sesekali mungkin terimplikasi.1-3 Kami menjelaskan kasus fistula
renocolic kiri yang terjadi akibat PCN untuk lithiasic pyonephrosis. Diagnosis dikonfirmasi oleh
pyelography antegrade dan dilakukan nephrectomy dan ligasi dari saluran fistula.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berumur lima puluh lima tahun datang ke unit gawat darurat dengan nyeri
pinggang kiri yang hilang timbul selama satu tahun terakhir, demam disertai menggigil dan
kekakuan, dan episode muntah berulang selama 7 hari. Investigasi mengungkapkan hemoglobin
rendah, leukositosis dan kadar kreatinin serum 459 mikro mol/L dan ultrasonografi (USG)
menunjukkan left sided multiple nephrolithiasis dengan fitur sugestif pionefrosis. Diagnosis
lithiasic pyonephrosis ditegakkan dan pasien diberikan antibiotik intravena diikuti dengan
pemasangan PCN tube pada di sisi kiri dan mengeluarkan 250 ml frank pus. Keadaan pasien
membaik secara dramatis dan dipulangkan dari rumah sakit dengan rencana untuk follow up
setelah satu bulan.
Pengulangan USG menunjukkan pyelolithiasis kiri dengan PCN tube in situ dengan ketebalan
korteks 8 mm. Intravenous urography (IVU) mengkonfirmasi ekskresi normal dari ginjal kanan
namun ginjal kiri ternyata non ekskresi. Antegrade pyelography menunjukkan hydronephrotic
left kidney dengan batu pada pelvis ginjal dengan fistula pada kolon desendens. Kontras yang
disuntikkan melalui PCN tube itu bebas masuk dan membuat opac foto pada kolon desenden
(Gambar 1). Contrast enhanced computer tomography (CECT) menunjukkan kolon retrorenal
dengan PCN tube melewati kolon desenden (Gambar 2). Sebagian dari kolon, di antara ginjal
dan kulit, tertusuk sewaktu pemasangtan PCN, tetapi tidak timbul gejala pada pasien. Diagnosis
akhir pyelolithiasis kiri pada post PCN fistula renocolic ditegakkan dan direncanakan untuk
eksplorasi setelah persiapan usus yang sesuai. Saluran antara kolon desenden dan ginjal kiri
dibuat, saluran fistula diligasi dan nephrectomy dilakukan. Pemulihan pasien berjalan lancar dan
hasil histopatologi menunjukkan pielonefritis kronis.
PEMBAHASAN
Fistula renocolic bukan lesi yang sering dilaporkan. Hippocrates dihargai karena menemukan
kasus pertama yang dilaporkan pada 460 SM. Lesi ini mulai lebih sering ditemukan pada
pertengahan 1800-an akibat TB ginjal, tapi segera berkurang dengan kemajuan dalam terapi
antituberkular dan antimikroba.3 Dengan munculnya operasi ginjal minimal invasif, pemasangan
PCN tube rutin dan ablasi dengan frekuensi radio untuk tumor ginjal,4 kejadian fistula renocolic,
khususnya fistula renocolic iatrogenik, telah meningkat. Terlepas dari peningkatan tersebut,
fenomena ini masih cukup langka. Plak dalam jangka waktu yang lama yang mengarah pada
obstruksi dan pembentukan abses,5 xanthogranulomatous pyelonephritis (XGP),2 cedera
traumatic pada ginjal dan usus,6 dan keganasan semuanya telah diamati dapat menyebabkan
fistula renocolic. Tetapi tetap saja penyebab fistula yang paling umum adalah iatrogenik, seperti
dalam kasus kami.
Ginjal adalah struktur retroperitoneal yang berpasangan dan dipisahkan dari sistem enterik oleh
peritoneum, fasia gerota, dan lemak perirenal. Fistula renocolic cenderung terjadi bila struktur
ini dilemahkan atau tidak ada. Segmen kolon retroperitoneal biasanya anterior bagi ginjal,
membuat segmen usus ini rentan terhadap pembentukan fistula dalam ginjal. Pada sekitar 1,0%
dari kasus, bahkan usus besar bertempat lebih posterior dan mungkin berisi komponen retrorenal.
Hadar et al7 melaporkan temuan kolon retrorenal pada 0,6% dari kasus, setelah mempelajari
hubungan anatomi kolon terhadap ginjal. Anomali anatomi ini lebih umum terjadi pada bagian
kiri dari kanan dan terlihat lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria dan temuan tersebut
didukung oleh berbagai penelitian lain.2,8,9 Dalam kasus kami, kolon pada sisi kiri berada di
posisi retrorenal dan secara tidak sengaja tertusukan sewaktu pemasangan PCN.
Fistula renocolic didiagnosis baik dengan bantuan pencitraan ginjal atau pencitraan kolon. Arah
aliran yang lebih dominan cenderung dari saluran kemih ke usus besar, dan pencitraan ginjal
cenderung paling sering dapat mengungkap lesi. Sebuah IVU dapat membantu untuk
mengidentifikasi fistula, tetapi dalam kondisi kronis, seringkali ginjal kurang dapat berfungsi,
sehingga membatasi kemampuan diagnostik. Dalam kasus kami juga, IVU juga tidak dapat
menemukan fistel, tetapi mengkonfirmasi bahwa ginjal kontralateral berfungsi normal. Temuan
dari pyelogram antegrade atau retrograde sering membantu menegakkan diagnosis dan
menentukan lokasi yang tepat dari fistula dalam saluran kemih atas. Retrograde pyelogram,
kadang-kadang gagal membedakan fistula proksimal dari plak ureter proksimal yang
terobstruksi, yang menghalangi lewatnya kontras ke sistem pengumpulan proksimal dimana
koneksi fistula berada. Gambar-gambar CT-scan adalah yang mungkin paling membantu untuk
membedakan patologi dasar dari fistula renocolic, seperti kolon retrorenal, XGP atau abses.
Pilihan terapi untuk fistula renocolic sebagian besar tergantung pada etiologi fistula dan segmen
usus yang terlibat. Jika fistula renocolic disebabkan oleh cedera iatrogenik pada usus selama
pemasangan percutaneous nephrostomy, dirasakan secara dini oleh pasien dan pasien tidak
menampilkan tanda-tanda peritonitis, tindakan yang dapat diterima adalah untuk menarik
kembali percutaneous tube sehingga dapat tetap mendrainase pelvis ginjal tanpa menjaga
sambungan fistula dengan usus besar. Jika peritonitis terjadi, eksplorasi bedah sebaiknya segera
dilakukan. Jika pasien stabil dan diidentifikasi kemudian, reseksi elektif dari fistula setelah
dilakukan persiapan mekanik dan antibiotik pada usus lebih sering menjadi pilihan.
Untuk menyimpulkan, fistula renocolic iatrogenik adalah kejadian klinis yang langka yang
kembali muncul karena operasi ginjal minimal invasif dan posisi kolon yang retrorenal pada
sejumlah besar penduduk.