30
I. PENDAHULUAN Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu dari tiga penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. 1 Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsia merupakan suatu peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada ibu hamil primigravida. Jika timbul pada ibu hamil multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya. 1 1

Fitriani Indah (HDK) Fix

  • Upload
    cimmang

  • View
    16

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fitriani Indah (HDK) Fix

Citation preview

Page 1: Fitriani Indah (HDK) Fix

I. PENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan

salah satu dari tiga penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga

banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun

2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah

diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-

kawan (2003) melaporkan bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan

dengan kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari

komplikasi-komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.1

Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade,

hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi

masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsia merupakan suatu

peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada

kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan

paling sering terjadi pada ibu hamil primigravida. Jika timbul pada ibu hamil

multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes

mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi dalam Kehamilan

Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan.1,3

Sedangkan yang dimaksud dengan eklamsia adalah preeklamsia yang disertai

dengan kejang dan atau koma.2

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20

minggu, atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20

minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.2

Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik

1

Page 2: Fitriani Indah (HDK) Fix

disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.2

Hipertensi gestasional (diseut juga transient hypertension) adalah hipertensi

yang timbul pada kehamilan tanpa di sertai proteinuria dan hipertensi menghilang

setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi

tanpa proteinuria.2

Menurut The National High Blood Pressure Education Program

(NHBPEP) Working Group (2000), ia dibagi ke 4 tipe :

1. Gestational hipertensi

2. Preeklamsia dan ekamsia

3. Superimposed pada hipertensi kronik

4. Hipertensi kronik.1,4

Penjelasan Diagnosis hipertensi pada kehamilan:

Gestational Hipertensi

Sistolik TD 140 atau diastolik TD 90 mmHg untuk pertama kalinya selama

kehamilan

Tidak ada proteinuria

TD kembali normal sebelum 12 minggu postpartum

Diagnosis Akhir setelah postpartum

Mungkin memiliki tanda-tanda lain atau gejala preeklamsia, misalnya,

epigastrium ketidaknyamanan atau trombositopenia.

Preeklamsia :

Kriteria minimum

TD 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu

Proteinuria 300 mg / 24 jam atau 1 dipstick.

Kemungkinan terjadi preeklamsia berat dan disertai HELLP sindrom

TD 160/110 mmHg

Proteinuria 2,0 g / 24 jam atau 2 dipstick

Serum kreatinin 1,2 mg / dL kecuali diketahui sebelumnya ditinggikan

Trombosit 100.000 /µL

Mikroangiopati hemolisis - meningkat LDH

Peningkatan transaminase serum tingkat - ALT atau AST

Sakit kepala persisten atau gangguan otak atau visual lainnya

2

Page 3: Fitriani Indah (HDK) Fix

Nyeri epigastrium Persistent

Eklampsia :

Kejang yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain pada wanita dengan

preeklamsia.

Superimposed Preeklamsia Pada Hipertensi Kronis :

Baru - onset proteinuria 300 mg / 24 jam pada wanita hipertensi tetapi tidak

ada proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu

Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau trombosit

<100.000 /µL pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum

kehamilan 20 minggu

Hipertensi kronis :

TD 140/90 mm Hg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia

kehamilan 20 minggu tidak disebabkan penyakit trofoblas gestasional atau

Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan

terus-menerus setelah 12 minggu postpartum.1

Menurut The International Society for the Study of Hypertension in

Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :

1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan, atau

pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuri.

Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)

Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)

Hipertensi gestasional dengan proteinuria (preeklamsia)

2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal

kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)

Hipertensi kronis (tanpa proteinuria)

Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)

Hipertensi kronis dengn superimposed

Preeklamsia (proteinuria)

3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria

4. Eklampsia.3

2.2 Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi dalam Kehamilan

3

Page 4: Fitriani Indah (HDK) Fix

Diagnosis dini harus ditegakkan bila diharapkan menurun angka

morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Walaupun terjadinya preeklamsia sukar

dicegah, tetapi berat dan terjadinya eklamsia biasanya dapat dihindari dengan

mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara tepat.1

Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff

setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada

posisi berbaring dapat mengganggu pekururan sehingga terjadi pengukuran yang

lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang

5-10 menit.4

Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat

140/90 mmHg atau lebih besar. Kriteria yang lalu mengemukakan bahwa

peningkatan tambahan tekanan diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg

digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur

di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan

karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan

untuk mengalami efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan,

tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan

diastolik pada ibu hamil primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-

kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria

diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang

normotensi.1,2

2.2.1 Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah

mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama

kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga

transient hypertensio dan tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu

postpartum. Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama trisemester akhir

hal ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah

ditemukan.1,4,7

Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu1 : 

TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.

4

Page 5: Fitriani Indah (HDK) Fix

Tidak ada proteinuria.

TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.

Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri

epigastrium atau trombositopenia.

Abnormalitas Ringan Berat

Tekanan darah diastolic < 100 mmHg ≥ 110 mmHg

Tekanan darah sistolik < 160 mmHg ≥160 mmHg

Proteinuria ≤2+ ≥3+

Sakit kepala Tidak ada Ada

Nyeri perut bagian atas Tidak ada Ada

Oliguria Tidak ada Ada

Kejang (eklamsi) Tidak ada Ada

Serum Kreatinin Normal Meningkat

Trombositopeni Tidak ada Ada

Peningkatan enzim hati Minimal Nyata

Hambatan pertumbuhan

janinTidak ada Nyata

Oedem paru Tidak ada Ada

Tabel 2.2.1. Indikator Keparahan hipertensi Gestational

2.2.2 Preeklamsia

Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985)

menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya

proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24

jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick)

secara persisten.1,8

Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsia adalah

hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang

abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan

kepastian diagnosis preeklamsia Selain itu, pemantauan secara terus-menerus

5

Page 6: Fitriani Indah (HDK) Fix

gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan

kepastian tersebut.1,8

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat

nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang meregangkan kapsul Glissoni.

Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang

tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.1

Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsia yang memburuk,

dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta

hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti

adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia,

hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang

berat.1

Kriteria diagnosis pada preeklamsia terdiri dari : 

Kriteria minimal, yaitu : 

TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.

Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.

Kemungkinan terjadinya preeklamsia berat dan HELLP sindrom

TD 160/110 mmHg.

Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.

Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah

meningkat.

Trombosit <100.000/mm3. 

Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).

Peningkatan ALT atau AST.

Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.

Nyeri epigastrium p ersisten.1

Sindroma HELLP adalah preeklamsia-eklamsia disertai timbulnya

hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.

H: Hemolysis

EL: Elevated liver Enzyme

LP: Low Platelets Count

6

Page 7: Fitriani Indah (HDK) Fix

Diagnosis

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,

mual,muntah (semua ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)

Adanya tanda dan gejala preeklamsia

Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST,

dan bilirubin indirek.

Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,

LDH

Trombositopenia

Trombosit ≤ 150.000/ml

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas

abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklamsia, harus

dipertimbangkan sindrom HELLP.2

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi

Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi

dengan nama “Klasifikasi Mississippi”

Klas 1 : Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas 2 : Kadar trombosit : > 50.000/ml ≤ 100.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas 3: Kadar trombosit : > 100.000/ml ≤ 150.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.2

KLasifikasi Tennessee

Benar atau lengkap

Platelet < 100.000

AST > 70 IU/l

LDH > 600 IU/l

Parsial atau tidak lengkap

Preeklasia berat dengan salah satu dari berikut: ELLP , HEL , EL , LPKeterangan:

7

Page 8: Fitriani Indah (HDK) Fix

ELLP : tidak ada hemolisis

HELnda : tidak adanya trombosit rendah

EL : fungsi hati yang tinggi

LP : trombosit rendah

II.2.3 Eklamsia

Eklamsia merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang

disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama hanya dengan preeklamsia,

eklamsia dapat timbul pada antepartum, intrapartum, dan postpartum. Eklamsia

postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah

persalinan.

Pada penderita preeklamsia yang akan kejang, umumnya memberi

gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda

prodoma akan terjadinya kejang. Preeklamsia yang disertai dengan tanda-tanda

prodoma ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.2

II.2.4 Superimposed Preeclampsia

Diagnosis Superimposed preeclampsia sulit, apabila hipertensi kronik

disertai kelainan ginjal dengan proteinuria. Tanda-tanda superimposed

preeclampsia pada hipertensi kronik adalah : adanya proteinuria, gejala-gejala

neurologic, nyeri kepala hebat, gangguan virus, edema patologik yang menyeluh

(anasarka), oliguria, edema paru. Kelainan laboratorium berupa kenaikan serum

kreatinin, trombositopenia, kenaikan transaminase hepar.2

Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :

Poteinuria 300 mg / 24 jam pada wanita hipertensi tetapi tidak ada proteinuria

sebelum kehamilan 20 minggu

Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau trombosit

<100.000 /µL pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum

kehamilan 20 minggu.1

II.2.5 Hipertensi Kronis

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan

sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi

8

Page 9: Fitriani Indah (HDK) Fix

sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan

tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

sebelum umur kehamilan 20 minggu.2

Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :

TD 140/90 mm Hg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia

kehamilan 20 minggu tidak disebabkan penyakit trofoblas gestasional atau

Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan

terus-menerus setelah 12 minggu postpartum.1

II.3Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui

dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi

dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap

mutlak benar. Teori-teori sekarang banyak dianut adalah:

Teori kelainan vaskularisasi Plasenta

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Teori adaptasi kardiovaskular genetik

Teori defisiensi gizi

Teori inflamasi.2

II.4 Pencegahan

Beragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan terhadap

terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi terhadap

strategi-strategi ini, tidak ada satupun yang terbukti efektif secara klinis.1

2.4.1 Pilihan obat anti hipertensi

Jenis-jenis obat yang dipergunakan dalam penanganan hipertensi dalam

kehamilan :

1. Hidralazine

Merupakan obat pilihan, golongan vasodilator arteri secara langsung

yang dapat menyebabkan takikardi dan meningkatkan cardiac output akibat

hasil respon simpatis sekunder yang dimediasi oleh baroreseptor. Efek

9

Page 10: Fitriani Indah (HDK) Fix

meningkatkan cardiac output penting karena dapat meningkatkan aliran

darah uterus. Hidralazin dimetabolisme oleh hepar.1,5,6,8

Hidralazine diberikan dengan cara intravena ketika tekanan diastol

mencapai 110 mmHg atau lebih atau tekanan sistolik mencapai lebih dari

160 mmHg. Dosis hidralazine adalah 5-10 mg setiap interval 15-20 menit

sampai tercapai hasil yang memuaskan, yaitu tekanan darah diastol turun

sampai 90-100 mmHg tetapi tidak terdapat penurunan perfusi plasenta. Efek

puncak tercapai dalam 30-60 menit dan lama kerja 4-6 jam. Efek samping

seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan angina. Hidralazine telah terbukti

dapat menurunkan angka kejadian perdarahan serebral dan efektif dalam

menurunkan tekanan darah dalam 95% kasus preeklamsia.1,8

2. Labetalol

Labetalol merupakan penghambat beta non selektif dan penghambat α1-

adrenergik post sinaps yang tersedia dalam bentuk oral maupun intra vena.15

Labetalol diberikan secara intravena, merupakan pemblok µ1 dan non

selektif β, dan digunakan juga untuk mengobati hipertensi akut pada

kehamilan. Pada sebuah penelitian yang membandingkan labetalol dengan

hidralazine menunjukkan bahwa labetalol menurunkan tekanan darah lebih

cepat dan efek takikardi minimal, tetapi hidralazine menurunkan tekanan

arteri rata-rata lebih efektif. Protokol pemberian adalah 10 mg intravena.

Jika tekanan darah belum turun dalam 10 menit, maka diberikan 20 mg

labetalol. Kemudian 10 menit berikutnya 40 mg, selanjutnya 80 mg,

pemberian diteruskan sampai dosis maksimal kumulatif mencapai 300 mg

atau tekanan darah sudah terkontrol. Onset kerja adalah 5 menit, efek

puncak 10-20 menit, dan durasi kerja 45 menit-6 jam. Pemberian labetalol

secara intra vena tidak mempengaruhi aliran darah uteroplasenter.

Pengalaman membuktikan bahwa labetalol dapat ditoleransi baik oleh ibu

maupun janin. Menurut NHBPEP, pemberian labetalol tidak melebihi 220

mg tiap episode pengobatan.1,8

3. Obat anti hipertensi lain

NHBPEP merekomendasikan nifedipin (Ca channel blocker). Obat ini

10

Page 11: Fitriani Indah (HDK) Fix

menginhibisi influk transmembran ion kalsium dari ECS ke sitoplasma

kemudian memblok eksitasi dan kontraksi coupling di jaringan otot polos

dan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan resistensi perifer. Obat ini

mempunyai efek tokolitik minimal. Dosis 10 mg oral dan diulang tiap 30

menit bila perlu. Nifedipin merupakan vasodilator arteriol yang kuat

sehingga memiliki masalah utama hipotensi. Pemberian nifedipin secara sub

lingual, menurut penelitian yang dilakukan oleh Mabie dan kawan-kawan,

menunjukkan bahwa dapat terjadi penurunan tekanan darah yang cepat

sehingga dapat menyebabkan hipotensi. Karena alasan ini, nifedipin tidak

digunakan pada pasien dengan IUGR atau denyut jantung janin abnormal.

Walaupun nifedipin tampak lebih potensial, obat ini masih memerlukan

penelitian lebih lanjut untuk digunakan dalam kehamilan.1,5,7,8

4. Metil dopa

Merupakan agonis α-adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat anti

hipertensi yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu.

Obat ini menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan

pada laju jantung dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah

dengan menstimulasi reseptor sentral α-2 lewat α-metil norefinefrin yang

merupakan bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi

sebagai penghambat α-2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika

metil dopa digunakan sendiri, sering terjadi retensi cairan dan efek anti

hipertensi yang berkurang. Oleh karena itu, metil dopa biasanya

dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien yang tidak hamil.

Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari. Puncak

plasma terjadi 2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek

maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi

lewat ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sedasi dan

hipotensi postural. Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat

menyebabkan anemia hemolitik dan merupakan indikasi untuk

memberhentikan obat ini.1,5,8,10

5. Klonidin

Merupakan agonis α-adrenergik lainnya. Terapi biasanya dimulai dengan

11

Page 12: Fitriani Indah (HDK) Fix

dosis 0.1 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan secara incremental 0.1-0.2

mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Tekanan darah menurun 30-60 mmHg. Efek

maksimal 2-4 jam dan lama kerja 6-8 jam. Aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus dapat terjaga, tetapi cardiac output menurun namun tetap

berespon terhadap latihan fisik. Efek samping adalah xerostomia dan sedasi.

Penghentian klonidin dapat menyebabkan krisis hipertensi yang dapat

diatasi dengan pemberian kembali klonidin. Sampai sekarang belum ada

penelitian besar yang mempelajari klonidin seperti metil dopa.10

6. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan korida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi

penurunan curah jantung dan tekanan darah, selain mekanisme tersebut ,

beberapa diuretic juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah

efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang

intersisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya

menghambat influx kalsium.10

7. Penghambat ACE

Obat ini menginduksi vasodilatasi dengan menginhibisi enzim yang

mengkonversi angiotensi 1 menjadi angiotensin 2 (vasokonstriktor poten),

tanpa penurunan curah jantung. Sebagai tambahan, obat ini juga

meningkatkan sintesis prostaglandin vasodilatasi dan menurunkan inaktivasi

bradikinin (vasodilator poten). Contoh obat ini seperti captopril, enalapril,

dam lisinopril.10

2.4.2 Pemberian obat anti kejang

- Obat anti kejang adalah:

MgSO4

Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang:

o Diasepam

o Fenitoin

Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsi telah banyak dicoba pada

12

Page 13: Fitriani Indah (HDK) Fix

penderita eklampsia

Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin

sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat untuk jaringan

otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin

sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian

intravena 50 mg/menit.2

Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian

fenitoin di beberapa rumah sakit di dunia masih sedikit. Pemberian magnesium

sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Terhadap enam uji

klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia. Obat antikejang yang banyak

dipakai di indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O) magnesium sulfat

menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf

dengan menghambat transmisi neuromuscular.2

Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada

pemberian magnesium, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran

rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inbibition antara ion tubuh dan ion

magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat dapat menghambat

kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini masih menjadi pilihan

pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara

pemberian magnesium sulfat.2

Cara pemberian:

Magnesium sulfat regimen

Loading dose initial dose

4 gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 100 cc) selama 30 menit

Maintenance dose

Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4

o Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi introksikasi yaitu kalsium

glukonas 10 % =1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit

o Refleks patella (+) kuat

o Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.

13

Page 14: Fitriani Indah (HDK) Fix

Magnesium sulfat dihentikan bila:

o Ada tanda-tanda introksikasi

o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

Dosis terapeutik dan tokis MgSO4

o Dosis terapeutik 4 – 7 mEq/liter 4,8 -8,4 mg/dl

o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl

o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl

o Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan

50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flusher (rasa panas)

- Bila terjadi refraktek terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat

berikut: tiopental sodium, sodium amorbarbital, diazepam, atau fenitoin

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah

jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai yaitu memperberat

hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin

Pemberian antihipertensi.

Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off)

tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi

Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan

MAP ≥ 126 mmHg.

Penatalaksanaan Pasca salin

Beberapa bagian terapi tidak perlu dilanjutkan setelah persalinan. Karena

25% konvulsi sering terjadi postpartum, pasien dengan preeklamsi tetap

melanjutkan magnesium sulfat sampai 24 jam setelah persalinan. Fenobarbital

120 mg/hari kadang-kadang digunakan pada pasien dengan hipertensi persisten

dimana diuresis spontan postpartum tidak terjadi atau hiperreflek menetap 24

jam pemberian magnesium sulfat. Bila tekanan diastol tetap konstan diatas 100

mmHg selama 24 jam postpartum, beberapa obat anti hipertensi harus diberikan

seperti diuretik, Ca channel blocker, ACE inhibitor, Central alpha agonist, atau

beta bloker. Setelah follow-up 1 minggu, pemberian terapi anti hipertensi dapat

14

Page 15: Fitriani Indah (HDK) Fix

dievaluasi kembali.1

Prioritas utama penatalaksanaan eklamsi adalah mencegah kerusakan

maternal dan menjaga fungsi respirasi dan kardiovaskular. Selama atau segera

setalah episode konvulsi akut, terapi suportif harus diberikan untuk mencegah

kerusakan serius maternal dan aspirasi. Penjagaan jalan nafas dilakukan dengan

penyangga lidah yang dimasukkan diantara gigi dan diberikan oksigenisasi

maternal. Untuk meminimalisasikan risiko aspirasi, pasien harus berbaring

dengan posisi dekubitus lateral. Muntah dan sekresi oral harus dihisap bila

diperlukan. Selama terjadi konvulsi, hipoventilasi dan asidosis respiratoar sering

terjadi. Walaupun konvulsi pertama hanya berlangsung selama beberapa menit,

penting untuk menjaga oksigenisasi dengan pemberian oksigen lewat face mask

dengan atau tanpa reservoir sebesar 8-10 L/menit. Setelah konvulsi berhenti,

pasien mulai bernafas kembali dan oksigenisasi menjadi masalah lagi.

Hipoksemia maternal dan asidosis dapat terjadi pada pasien yang mengalami

konvulsi berulang, pneumonia aspirasi, edema pulmonal, atau kombinasi faktor-

faktor ini. Ada kebijakan untuk menggunakan transcutaneus pulse oxymetri

untuk monitor oksigenasi pada semua pasien eklamsi. Bila hasil pulse oksimetri

abnormal (saturasi oksigen < 92%), maka perlu dilakukan analisis gas darah. Hal

yang selanjutnya diperlukan untuk mencegah terjadinya konvulsi berulang

adalah pemberian magnesium sulfat sesuai regimen yang telah tersedia di

masing-masing rumah sakit. Sekitar 10% wanita eklamsi akan mengalami

konvulsi ke dua setelah menerima magnesium sulfat. Langkah selanjutnya dalam

penanganan eklamsi adalah menurunkan tekanan darah dalam batas aman, tetapi

pada saat yang sama menghindari terjadinya hipotensi. Tujuan objektif dalam

terapi hipertensi berat adalah menghindari kehilangan autoregulasi serebral dan

untuk mencegah gagal jantung kongestif tanpa mengganggu perfusi serebral atau

membahayakan aliran darah uteroplasenter yang sudah tereduksi pada wanita

dengan eklamsi. Ada kebijakan untuk menjaga tekanan sistolik sebesar 140-160

mmHg dan tekanan diastolik sebesar 90-110 mmHg. Hal ini dapat dilakukan

dengan pemberian hidralazin atau labetalol (20—40m g IV) setiap 15 menit.

Bila diperlukan, nifedipin 10-20 mg oral setiap 30 menit sampai dosis maksimal

50 mg dalam satu jam. 1,2,4

15

Page 16: Fitriani Indah (HDK) Fix

Hipoksemia maternal dan hiperkarbia dapat menyebabkan perubahan

denyut jantung janin dan aktivitas rahim selama dan segara setelah konvulsi.

Perubahan denyut jantung janin meliputi bradikardi, deselerasi lambat transien,

penurunan beat-to-beat variabilitas, dan takikardi kompensasi. Perubahan

aktivitas uterus meliputi peningkatan frekuensi dan tonus. Hal ini biasanya

membaik secara spontan dalam 3-10 menit setelah terminasi konvulsi dan

koreksi hipoksemia maternal. Bagaimanapun juga, penting untuk tidak

melakukan persalinan pada keadaan ibu yang tidak stabila, bahkan bila terjadi

fetal distres. Setelah konvulsi dapat diatasi, tekanan darah sudah dikoreksi, dan

hipoksia sudah diatasi, persalinan dapat dimulai. Pasien ini tidak perlu buru-buru

dilakukan seksio, terutama bila kondisi maternal tidak stabil. Lebih baik bagi

janin untuk bertahan dalam uterus untuk perbaikan hipoksia dan hiperkarbia

akibat konvulsi maternal. Namun, bila bradikardi dan/atau deselerasi lambat

berulang menetap lebih dari 10-15 menit setelah segala usaha resusitasi,

diagnosis solusio plasenta harus ditegakkan. Adanya eklamsi bukan indikasi

untuk dilakukan seksio. Keputusan untuk mengadakan seksio harus berdasarkan

usia janin, kondisi janin, dan skor bishop. Direkomendasikan untuk mengadakan

seksio pada wanita yang mengalami eklamsi sebelum usia kehamilan 30 minggu

yang tidak dalam fase pembukaan dan skor bishop kurang dari 5. Pasien yang

mengalami ruptur membran atau pembukaan diperbolehkan untuk menjalani

persalinan per vaginam bila tidak terdapat komplikasi obstetrik. Anestesi rasa

nyeri maternal selama pembukaan dan persalinan dapat dengan anestesi epidural

yang direkomendasikan pada wanita dengan preeklamsi berat. Untuk persalinan

dengan seksio, regional anestesi seperti epidural, spinal, atau teknik kombinasi

dapat dipergunakan. Anestesi regional dikontraindikasikan bila terdapat

koagulopati atau trombositopeni berat (< 50.000 mm3). Pada wanita dengan

eklamsi, anestesi umum meningkatkan risiko aspirasi dan gagal intubasi karena

edema jalan nafas dan peningkatan tekanan darah sistemik (transient reflex

hypertension) dan serebral selama intubasi.

Setelah persalinan, pasien eklamsi harus diobservasi ketat terhadap tanda

vital, intake-otput cairan, dan gejala selama 48 jam. Wanita ini biasanya

menerima cairan IV yang banyak selama fase pembukaan, persalinan, dan post

16

Page 17: Fitriani Indah (HDK) Fix

partum. Sebagai tambahan, selama post partum terjadi pergeseran cairan

ekstraselular sehingga terjadi peningkatan volume cairan intravaskular.

Hasilnya, wanita dengan eklamsi, terutama dengan gangguan fungsi ginjal,

solusio plasenta, hipertensi kronis, memiliki risiko terjadinya edema pulmonal.

Magnesium perenteral harus dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan

dan/atau selama 24 jam setelah konvulsi terakhir. Jika pasien mengalami oliguria

(< 100 mL/4 jam), pemberian infus dan dosis magnesium sulfat harus dikurangi.

Setelah persalinan terjadi, agen anti hipertensi oral seperti labetalol atau

nifedipine dapat digunakan untuk menjaga tekanan sistolik di bawah 155 mmHg

dan tekanan diastolik di bawah 105 mmHg. Rekomendasi labetalol oral adalah

200 mg setiap 8 jam (dosis max 2400 mg/hari) dan rekomendasi dosis nifedipine

10 mg oral setiap 6 jam (dosis max 120 mg/hari).

III. KESIMPULAN

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP

(2000) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu hipertensi gestasional, preeklamsi- eklamsi,

17

Page 18: Fitriani Indah (HDK) Fix

preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis, dan hipertensi kronis.

Faktor risiko pada preeklamsia dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor

risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.

Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi

trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan

plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau

inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh genetik.

Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan

utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-

100 mmHg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive

Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York:

18

Page 19: Fitriani Indah (HDK) Fix

McGraw-Hill, 2010 : 706-747

2. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,

Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

3. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics &

Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234

4. Carson M, Hypertension and Pregnancy, 25/5/2015, diakses tanggal 27 Maret 2015,

dari http ://emedicine.medscape.com/article/261435overview#aw2aab6c11

5. Health Service Executive, The Diagnosis And Management Of Pre-Eclampsia And

Eclampsia Clinical Practice Guideline, September 2013, Institute Of Obstetricians

And Gynaecologists, Royal College Of Physicians Of Ireland

6. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforth’s

Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-`10, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy W,

penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2008: 258-275

7. Chandiramani M, Management Of Hypertension & Preeclampsia In Pregnancy,

May/June 2007, Trends in Urology Gynaecology & Sexual Health, dari http :

//www.tugsh.com

8. Magee L.A, Pels A, Helewa M, Diagnosis, Evaluation, and Management of the

Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. May 2014, dari J Obstet

Gynaecol Can 2014;36(5):416–438

9. WHO Recommendations for Prevention and Treatment Of Pre-Eclampsia and

Eclampsia, WHO Handbook for guideline development. Geneva, World Health

Organization, 2010

10. Nafrialdi, Antihipertensi. dalam Farmakologi dan Terapi edisi ke-5.Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

Hal:341-360

19