16
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA “Studi Kasus Tentang Ilmu Pertanian dan Etika Pancasila” Disusun Oleh: Kelas J Kelompok 10: Falia Nanda Nur Alifah 125040201111304 Desy Indah Luvitasari 125040201111305 Yessy Andriana Tobing 125040201111306 Dosen: Mohamad Anas, M. Phil

fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

agroekoteknologi

Citation preview

Page 1: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“Studi Kasus Tentang Ilmu Pertanian dan Etika Pancasila”

Disusun Oleh:

Kelas J Kelompok 10:

Falia Nanda Nur Alifah 125040201111304

Desy Indah Luvitasari 125040201111305

Yessy Andriana Tobing 125040201111306

Dosen: Mohamad Anas, M. Phil

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila itu dapat dikatakan dengan ilmu pengetahuan, karena Pancasila adalah sebagai

ideologi bangsa Indonesia.  Ideologi itu diambil dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dimasyarakat

yang dilakukan secara turun menurun, Sehingga untuk generasi-generasi muda  yang hidup

setelah kemerdekaan harus belajar tentang maksud-maksud yang terkandung dalam Pancasila itu

sendiri dan juga mengamalkannya di dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga dalam menjalankan kehidupan di negara Indonesia ini bisa tertib dan

menjunnjung tinggi hak asasi. Isi-isi didalam Pancasila berisi tentang hal-hal yang berhubungan

dengan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan-nya

yang telah menjadi kebiasaan yang ada dimasyarakat Indonesia sejak dahulu. 

Oleh karena itu, pemerintah wajib memasukan ideologi ini untuk dipelajari dan dihayati

di jenjang SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, sehingga ideologi Indonesia tetap bertahan

dalam kehidupan yang dinamis ini.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pancasila sebagai ideologi pengembangan ilmu

2. Mengetahui Tanggung jawab sosial moral akademisi/ilmuan

3. Mengetahui Strategi pengembangan ilmu dalam konteks Indonesia berbasis nilai

ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan

4. Mengetahui Ilmu pertanian dan etika pancasila

Page 3: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pancasila Sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi

Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada kehidupan

manusia, maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara serta taktik yang tepat, baik,

dan benar agar pengembangan ilmu serta teknologi dapat memberikan manfaat dalam

mensejahterakan dan memartabatkan manusia. Dalam mempertimbangkan sebuah strategi

secara imperatif, kita meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian dasar, nilai menggambarkan Pancasila

sebagai suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila

sebagai dasar nilai, mengandung dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dimensi

ontologis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang

tidak mengenal titik henti atau ”an unfinished journey”.

Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses, dan produk. Dimensi

epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur

kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan

ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu, ilmuwan dituntut

memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, sehingga diperlukan suatu situasi

kondusif baik struktural maupun kultural.

Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila yaitu:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Melengkapi ilmu pengetahuan dalam menciptakan perimbangan antara yang

rasional dan irasional serta antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia

dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada

fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok,

lapisan tertentu.

Page 4: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

3. Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila

yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem.

Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan

individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.

4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan, dan

teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan

penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara

perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan

Aristoteles, yaitu keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif.

Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan

masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan

semua. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya

kreativitas dan inovasi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada

nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan

kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa

fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri

seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang

pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya

yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.

2.2 Tanggung Jawab Sosial Moral Akademisi/Ilmuan

Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi maupun kepentingan

masyarakat dan akan membawa pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai.

Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuwan secara individual, namun juga ikut

bertanggung jawab agar produk keilmuwannya sampai dan dapat dimanfaatkan masyarakat.

Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyamkat dalam bahasa

yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif

yang benar, untung dan rugi, serta baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat

Page 5: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

dimungkinkan. Dengan kemampuan pengetahuannya, seorang ilmuwan harus dapat

mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.

Dalam hal ini berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoteric harus

berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu, ilmuwan bukan saja

mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisny,a namun juga integritas kepribadiannya.

Seorang ilmuwan pada hakikamya adalah manusia biasa yang berpikir dengan teratur dan

tidak menolak serta menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Di sinilah

kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Kelebihan seorang

ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia mempunyai

tanggung jawab sosial. Dia harus dapat berbicara kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui

bahwa berpikir mereka keliru dan apa yang membuat mereka keliru serta yang lebih penting lagi

adalah apa yang harus dibayar untuk kekeliruan tersebut.

Di bidang etika, tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi,

namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat objektif, terbuka

menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar,

dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya

sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.

Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atas penemuannya

dipergunakan untuk menindas bangsa lain, meskipun yang mempergunakan bangsanya sendiri.

Sejarah telah mencatat bahwa para ilmuwan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahnya

yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan. Pengetahuan merupakan

kekuasaan. Kekuasaan yang dapat digunakan untuk kemasalahan manusia atau sebaliknya, dapat

pula disalahgunakan. Untuk itulah tanggung jawab ilmuwan haruslah "dipupuk" dan berada pada

tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral.

2.3 Strategi Pengembangan Ilmu Dalam Konteks Indonesia Berbasis Nilai Ketuhanan,

Kemanusiaan, Persatuan, Persatuan, Permusyawaratan, dan Keadilan

Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil

kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak.

Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa

dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika). Tujuan yang esensial dari

IPTEK adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga IPTEK pada hakekatnya tidak bebas

Page 6: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

nilai, namun terikat oleh nilai. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus

didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap sila Pancasila

merupakan kesatuan sistematis yang dapat mengatur sistem etika dalam pengembangan IPTEK.

1. Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila ini mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, menciptakan, serta

menyeimbangkan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.

Berdasarkan sila ini, IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan,

dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya, apakah merugikan

manusia dengan sekitarnya.

2. Sila 2: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi

kesejahteraan umat manusia, bukan kesombongan, bukan untuk kecongkakkan, dan

keserakahan manusia, tetapi diabdikan untuk meningkatkan harkat dan martabat

manusia. Selain itu, manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersifat beradab.

Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.

3. Sila 3: Persatuan Indonesia

IPTEK diarahkan demi kesejahteraan umat manusia, termasuk bangsa Indonesia.

Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran

bangsa, serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.

4. Sila 4: Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam

Permusyawaratan Perwakilan

IPTEK dikembangkan secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan memiliki kebebasan

untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu, juga harus menghargai serta menghormati

kebebasan orang lain dan memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang,

maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya.

5. Sila 5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengkomplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan

keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam

hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan

manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan

alam lingkungannya.

Page 7: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB III

PEMBAHASAN

Kami melakukan wawancara dengan dua orang koresponden mengenai materi ini yaitu

hubungan antara ilmu pertanian dengan etika pancasila. Pertanyaan yang kami susun yaitu:

1. Apakah anda sudah mendapatkan Pendidikan Pancasila selama ini?

2. Menurut anda, sistem penerapan mata kuliah ini di UB bagaimana? Apakah sudah

efektif atau bagaimana?

3. Menurut anda, apakah Pancasila dapat dijadikan sebagai ideologi pengembangan

ilmu?

4. Menurut anda, apa hubungan antara ilmu pertanian dengan etika Pancasila?

5. Menurut anda, apakah petani-petani di Indonesia, khususnya bagian pelosok desa,

sudah mengerti tentang pentingnya Pancasila ini?

Menurut jawaban dari dua koresponden, sudah mendapatkan Pendidikan Pancasila

sebanyak dua kali, yaitu saat Sekolah Dasar dan saat kuliah. Dalam keefektifan penyapaian

materi, menurut kedua responden masih belum efektif dikarenakan hanya sebatas teori,

bukannya praktek. Padahal dari SD sudah ada tentang Pendidikan Pancasila, tapi dirasakan

sampai sekarang hasilnya masih nihil. Sehingga untuk pemahaman tentang pendidikan ini masih

jauh lebih rendah. Pancasila itu sendiri menurut kedua responden dapat dijadikan sebagai

ideologi pengembangan ilmu karena sifat dari Pancasila itu sendiri adalah dinamis, artinya dapat

mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, Pancasila dapat membangun karakter bangsa

sehingga walaupun manusia itu berilmu, tetapi masih rendah hati dan tidak sombong.

Antara ilmu pertanian dengan etika Pancasila sangat berhubungan. Tetapi hal ini ternyata

masih tidak dimengerti oleh masyarakat, terlebih lagi salah satu dari koresponden kami

mengatakan tidak ada hubungan antara keduanya. Etika Pancasila ini dapat membangun karakter

bangsa sehingga mahasiswa-mahasiswa pertanian yang telah lulus ini tidak hanya mendapatkan

ilmu tentang pertanian saja, tetapi juga dapat bermoral dan beretika. Tetapi ternyata di bagian

pelosok-pelosok desa tidak banyak petani yang mengerti akan etika Pancasila ini.

Kegiatan penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang

menjadi profesi. Karena itu, setiap penyuluh perlu memegang teguh Etika Penyuluhan. Meskipun

Page 8: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

demikian, pelaksanaan penyuluhan pertanian belum sungguh-sungguh dilaksanakan secara

profesional. Hal ini terlihat pada:

1. Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek

teknis budidaya pertanian, sedangkan aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan,

dan hak-hak politik petani relatif tidak tersentuh.

2. Transfer inovasi yang dilakukan penyuluh lebih lamban dibandingkan dengan

kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM,

media massa, dan stakeholder yang lain.

3. Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional yang disandangnya lebih rendah

dibandingkan harapannya untuk memperoleh kesempatan menyandang jabatan

struktural.

4. Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan pengumpulan credit point daripada mutu

layanannya kepada masyarakat

5. Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh yang dikemukakan oleh masyarakat

petani dan stakeholder yang lain.

Kenyataan-kenyataan seperti itu sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan

pertanian di Indonesia, sehingga pada Kongres Penyuluhan Pertanian ke-I pada tahun 1986,

disepakati untuk merumuskan Etika Penyuluhan yang seharusnya dijadikan acuan perilaku

penyuluh. Pengertian tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau

ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat

merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi kelompok tertentu yang

memilikinya. Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk

membangkitkan kesadaran dalam beriktikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar, akan

berakibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok

yang lainnya (Muhamad, 1987).

Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi mengingatkan bahwa penyuluh harus mampu

berperilaku agar masyarakat selalu memberikan dukungan yang tulus ikhlas terhadap

kepentingan nasional. Tentang hal ini, Padmanegara (1987) mengemukakan beberapa perilaku

yang perlu ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (pertanian):

1. Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan

Yang Maha Esa, jujur, dan disiplin.

Page 9: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

2. Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan

masyarakatnya, menghormati petani dan keluarganya (apapun keadaan dan status

sosial ekonominya), serta menghormati sesama penyuluh.

3. Perilaku yang menunjukkan penampilannyaa sebagai penyuluh yang andal, yaitu

berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk

melaksanakan pekerjaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan

berkemampuan untuk bekerja secara teratur.

4. Perilaku yang mencerminkan dinamika yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja

yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskaan diri, serta selalu berusaha meningkatkan

kemampuannya.

Page 10: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB IV

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ilmu

pertanian dengan etika Pancasila. Karena dengan adanya etika ini, maka akan menyadarkan

masyarakat akan nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika Pancasila, sehingga dapat

membuat mereka untuk selalu beritikad baik. Selain itu, ternyata kegiatan penyuluhan yang

masih ada kini masih kurang berpegang teguh pada etika Pancasila. Hal ini dikarenakan

kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis budidaya

pertanian, transfer inovasi yang dilakukan penyuluh lebih lamban dibandingkan dengan

kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada masyarakat, kebanggaan penyuluh terhadap jabatan

fungsional yang disandangnya lebih rendah dibandingkan harapannya untuk memperoleh

kesempatan menyandang jabatan struktural, kinerja penyuluh yang lebih mementingkan

pengumpulan credit point daripada mutu layanannya kepada masyarakat, persepsi yang rendah

terhadap kinerja penyuluh yang dikemukakan oleh masyarakat petani dan stakeholder yang lain.

Maka dari itu, pada tahun 1986 saat Kongres Penyuluhan Pertanian ke-I, disepakati untuk

merumuskan Etika Penyuluhan.

Page 11: fixMAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Roeslan. 1979. Pengembangan Pancasila di Indonesia. Yayasan Idayu: Jakarta

Iriyanto, Ws. 2009. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu. Pascasarjana: Semarang

Kunto, Wibisono. 1985. Arti Perkembangan Menurut Positivisme. Gadjah Mada Press:

Yogyakarta

Sutardjo, 1992, Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tarsito,

Bandung.

T. Yacob, 1993, Manusia, Ilmu dan Teknologi, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM,

Yogyakarta

Van, Melsen. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. Kanisius: Yogyakarta

Van, Peursen. 1987. Susunan Ilmu Pengetahuan. Kanisius: Yogyakarta