27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum) 2.1.1 Deskripsi Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum) Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik flora (dunia tumbuhan) maupun fauna (dunia hewan). Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati diperkirakan sekitar 40.000 jenis tumbuh- tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan bermanfaat dalam bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, bahan industri dan bahan obat-obatan. Bahan alami yang digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan tanaman rempah yang dapat ditemukan di Indonesia dan dimanfaatkan dalam industri rokok, makanan dan obat-obatan (Sidabutar, 2016). Tanaman cengkeh dapat menghasilkan limbah seperti pada bagian batang dan terutama daunnya. Bagian daun cengkeh tersebut hanya dibiarkan jatuh bertebaran dan berserakan sampai membusuk. Tanaman Cengkeh yang ditemukan di kawasan timur Indonesia misalnya di Sulawesi Utara. Tanaman ini termasuk dalam famili Myrtaceae yang ditemukan di dataran rendah dengan ketinggian 200-900 m di atas permukaan laut. Tinggi dari tanaman cengkeh dapat mencapai 5-10 m. Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang khas karena semua bagian pohon mengandung minyak atsiri mulai dari akar, batang, daun sampai bunga (Rorong, 2008).

flora fauna (dunia hewan). Indonesia memiliki sebagai ...eprints.umm.ac.id/36807/3/jiptummpp-gdl-uswatunhas-50175-3-babii.pdffauna (dunia hewan). Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman

  • Upload
    lemien

  • View
    240

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum)

2.1.1 Deskripsi Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah,

baik flora (dunia tumbuhan) maupun fauna (dunia hewan). Indonesia memiliki

kekayaan keanekaragaman hayati diperkirakan sekitar 40.000 jenis tumbuh-

tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan bermanfaat dalam bidang pertanian, perkebunan,

kehutanan, bahan industri dan bahan obat-obatan. Bahan alami yang digunakan

sebagai bahan obat-obatan seperti tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh (Syzigium

aromaticum) merupakan tanaman rempah yang dapat ditemukan di Indonesia dan

dimanfaatkan dalam industri rokok, makanan dan obat-obatan (Sidabutar, 2016).

Tanaman cengkeh dapat menghasilkan limbah seperti pada bagian batang dan

terutama daunnya. Bagian daun cengkeh tersebut hanya dibiarkan jatuh bertebaran

dan berserakan sampai membusuk.

Tanaman Cengkeh yang ditemukan di kawasan timur Indonesia misalnya

di Sulawesi Utara. Tanaman ini termasuk dalam famili Myrtaceae yang ditemukan

di dataran rendah dengan ketinggian 200-900 m di atas permukaan laut. Tinggi

dari tanaman cengkeh dapat mencapai 5-10 m. Tanaman cengkeh mempunyai

sifat yang khas karena semua bagian pohon mengandung minyak atsiri mulai dari

akar, batang, daun sampai bunga (Rorong, 2008).

9

Gambar 2.1 Tanaman Cengkeh (Syzigium aromaticum)

(Sumber: Pribadi, 2017)

2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Daun Cengkeh

Menurut Tjitrosoepomo (2005) Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum)

dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Maglionopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzigium

Spesies : Syzigium aromaticum

Daun cengkeh mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dengan daun

tanaman yang lain. Daunnya kaku, berwarna hijau atau hijau kemerahan, daun

yang masih muda berwarna kuning kehijauan bercampur dengan warna kemerah-

merahan dan mengilap, berbentuk elips yang ujungnya runcing sedangkan sebelah

10

bawah berwarna hijau suram. Daun tunggal dan duduk berhadapan. Simpul ketiak

daun cabang pertama tumbuh tunas-tunas yang menjadi cabang kedua, begitu pula

selanjutnya sehingga tumbuh ranting-ranting (Najiyanti & Danarti, 2003).

Gambar 2.2: Morfologi Daun Cengkeh

(Sumber: Pribadi, 2017)

2.1.3 Kandungan Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Daun cengkeh mengandung komponen fenolik yang tinggi yaitu senyawa

eugenol 70-80% senyawa ini bersifat antioksidan. Eugenol mempunyai sifat

sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiseptik dan antispasmodik

(Nurdjannah, 2004). Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang

terkandung dalam minyak atsiri cengkeh. Eugenol mengandung senyawa aktif

seperti saponin, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri (Rorong, 2008). Daun

cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1-4%, yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat. Menurut Talahatu (2015) pemisahan kandungan kimia dari bunga

cengkeh, tangkai cengkeh dan daun cengkeh yang menunjukkan bahwa bunga

cengkeh dan daun cengkeh mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida,

11

tannin dan minyak atsiri sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin,

tannin, alkaloid, glikosida, flavonoid dan minyak atsiri.

2.1.4 Manfaat Daun Cengkeh

Pemanfaatan tanaman cengkeh di Sulawesi Utara sebagian besar hanya

mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya dianggap sebagai

limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung suatu komponen minyak atsiri

dan komponen fenolik yang selama ini kurang dimanfaatkan secara maksimal

(Rorong, 2008). Komponen fenolik merupakan antioksidan alami yang

bermanfaat bagi manusia, antioksidan merupakan senyawa penting dalam

menjaga kesehatan tubuh yang terbukti sebagai pelidung melawan efek bahaya

radikal bebas dan diketahui pula mampu menurunkan resiko kanker, obat sakit

gigi, penyakit jantung coroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi,

penyakit neurodegeneratif, dan produk aroma terapi (Lumingkewas dkk., 2014).

2.2 Tinjauan Tentang Kulit Manusia

2.2.1 Anatomi Kulit Manusia

Menurut Kalangi (2013) kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis

dan dermis. Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ectoderm,

sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm.

Bagian bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis,

yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak.

12

Gambar 2.3: Struktur Kulit (Sumber: Kalangi, 2013)

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang menyelimuti permukaan

tubuh manusia terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk.

Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah

maupun limfa oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler

pada lapisan dermis. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu stratum basal, stratum

spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum (Setiawan,

2013).

Dermis adalah lapisan jaringan ikat bagian bawah lapisan yang mengikat

epidermis dengan struktur yang ada dibawahnya. Dermis terdiri atas stratum

papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat

antaranya saling menjalin. Sel-sel dermis memiliki jumlah sel dalam dermis relatif

sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak,

sedikit makrofag dan sel mast (Sloane, 2003).

Hipodermis adalah Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis

disebut hipodermis. Hipodermis berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat

13

kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan

beberapa di antaranya menyatu dengan dermis (Kalangi, 2013).

2.2.2 Fungsi Kulit Manusia

Menurut Sloane (2003) ada beberapa fungsi kulit sebagai berikut:

1. Kulit berfungsi mengekskresikan keringat, sebagai pelindung terhadap

kerusakan fisik, penyinaran, serangan kuman, penguapan, sebagai organ

penerima rangsang (reseptor), serta pengatur suhu tubuh.

2. Pembuluh darah dan kelenjar keringat dalam kulit berfungsi untuk

mempertahankan dan mengatur suhu tubuh.

3. Zat berlemak, air dan ion-ion, seperti Na+

diekskresikan melalui kelenjar-

kelenjar pada kulit.

4. Sebagai metabolisme dengan bantuan radiasi sinar matahari atau sinar

ultraviolet, proses sintesis vitamin D yang penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan tulang.

5. Semua stimulus dari lingkungan diterima oleh kulit melalui sejumlah reseptor

khusus yang mendeteksi sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan,

tekanan dan nyeri.

Sedangkan menurut Putri (2015) kulit berperan sangat penting dalam

kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air serta

elektrolit, termoregulasi dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan luar

termasuk mikroorganisme.

14

2.3 Luka Sayat

2.3.1 Pengertian Luka Sayat

Luka sayat adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh yang .

ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Kulit berperan sangat

penting dalam kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air

serta elektrolit, termoregulasi dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan

luar termasuk mikroorganisme. Oleh karena itu, sangat penting untuk

mengembalikan integritasnya sesegera mungkin (Putri, 2015).

Menurut Pongsipulung (2012) ketika luka timbul, beberapa efek akan

muncul diantaranya hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres

simpatis, pendarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian

sel.

2.3.2 Klasifikasi Luka Sayat

Menurut Kartika (2015) luka bisa diklasifikasikan berdasarkan sifat,

proses penyembuhan, dan lama penyembuhan. Berdasarkan sifat yaitu: abrasi,

kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi: superfisial, yang

melibatkan epidermis, partial thickness yang melibatkan (lapisan epidermis dan

dermis) dan full thickness yang melibatkan (epidermis, dermis, lapisan lemak,

fascia, dan bahkan sampai ke tulang). Berdasarkan proses penyembuhan, dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. Penyembuhan primer (healing by primary intention)

15

Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan

yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka berlangsung

dari internal ke ekternal.

2. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)

Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan bentukan jaringan

granulasi di dasar luka dan sekitarnya.

3. Delayed primary healing (tertiary healing)

Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi, diperlukan

penutupan luka secara manual.

Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan kronis.

Luka dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka

kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka

lebih dari 4-6 minggu.

Berdasarkan derajat luka dibagi menjadi tiga menurut Sari (2007) yaitu :

1. Stadium I : Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan epidermis misalnya

lecet.

2. Stadium II: Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan epidermis hingga

lapisan dermis bagian atas.

3. Stadium III: Hilangnya atau rusaknya kulit dari lapisan dermis bagian bawah

hingga lapisan subkutis.

4. Stadium IV: Hilangnya atau rusaknya seluruh lapisan kulit hingga otot dan

tulang.

16

2.3.3 Mekanisme Terjadinya Luka Sayat

Mekanisme terjadinya luka diantaranya oleh karena faktor kesengajaan

dan tidak disengaja. Luka disengaja merupakan luka akibat terapi seperti luka

yang diakibatkan oleh adanya tindakan medis sebagai contoh insisi bedah, tusukan

jarum kebagian tubuh. Insisi biasanya dilakukan dengan teknik aseptik untuk

meminimalkan peluang terjadinya infeksi. Luka tidak disengaja merupakan luka

yang terjadi tanpa diharapkan biasanya disebabkan karena cedera traumatik

seperti luka akibat pisau, dan benda tajam lainnya. Luka terjadi pada kondisi yang

tidak steril (Ruswanti, 2014).

2.3.4 Mekanisme Penyembuhan Luka Sayat

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis

karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling

berkesinambungan. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah

kolagen yang terletak di samping sel epitel (Rahmawati, 2014). Tubuh yang sehat

mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.

Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dari benda

asing dan perkembangan awal seluler merupakan bagian dari proses

penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,

walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses

penyembuhan yang mencangkup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan

preparat antibiotik topikal serta pembalutan (Smeltzer, 2001).

Penyembuhan luka secara fisiologis terbagi kedalam tiga fase, yakni fase

respon inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Penyembuhan luka berawal dari fase

17

inflamasi yang terjadi pada hari ke-0 sampai 5, respon segera setelah terjadinya

luka atau pembekuan darah dan untuk mencegah kehilangan darah yang mana

daerah luka tampak merah serta sedikit bengkak. Fase inflamasi ditandai dengan

adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada

jaringan kulit. Ada dua proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hematom

(penghentian pendarahan) dan fagositosis (makrofag menelan mikroorganisme

dan sel debris). Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi (Wijaya,

2014).

Gambar 2.4: Fase Inflamasi (Sumber: Saroja, 2012)

Epidermis

Trombosit

Fibroblast

Kulit berwarna

kemerahan (eritema)

Darah

Bengkak (edema)

Makrofag

Permukaan

Kulit Luka

Neutrofil

18

Fase berikutnya adalah fase proliferasi atau epitelisasi yang berlangsung

dari hari ke-3 sampai 14, disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan

jaringan granulasi, luka tampak merah segar, dan mengkilat. Jaringan granulasi

terdiri dari kombinasi fibroblast, sel inflamasi, pembuluh darah baru, fibrionektin,

dan asam hialuronat acid. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan

penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Epitelisasi terjadi pada 48 jam

pertama pada luka insisi (Kartika, 2015).

Gambar 2.5: Fase Proliferasi (Sumber: Saroja, 2012)

Tahap yang terakhir berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun

yaitu tahap maturasi. Tahap ini membentuk kolagen baru yang mengubah bentuk

Epidermis

Luka

Macrophage

Neutrofil

Permukaan

Kulit

Fibroblast

Trombosit

Epitelisasi

Kulit

Granulasi

19

luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut (scar

tissue) terbentuk sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya dan

pengurangan bertahap aktivitas seluler andvaskulerisasi jaringan yang mengalami

perbaikan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang banyak untuk memperkuat

jaringan parut (Morison, 2004).

Gambar 2.6: Fase Maturasi (Sumber: Saroja, 2012)

2.3.5 Masalah yang Terjadi pada Proses Penyembuhan Luka Sayat

Adapun masalah yang terjadi dalam proses penyembuhan luka sebagai

berikut:

1. Eritema dan Edema

Eritema dan edema merupakan proses perbaikan jaringan, terjadi dari

pengontrolan darah (homeostasis), mengirim darah, dan sel karena yang

Epidermis

Jaringan

Parut

Pembuluh

Darah

Warna Kulit

Normal

Luka

Kering

Scar Kulit Baru

Fibroblast

Kolagen Kolagen

Luka agak

kering

20

mengalami cedera, selama proses homeostasis, pembuluh darah yang cedera akan

mengalami kontraksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan pendarahan,

jaringan yang rusak dan sel mast, mensekresi histamin yang akan menyebabkan

vasodilatasi kapiler disekitarnya dan mengeluarkan serum sel darah putih kedalam

jaringan yang rusak sehingga menyebabkan edema dan eritema. Eritema adalah

bercak kemerahan pada kulit yang disebabkan karena pelebaran pembuluh darah

kapiler yang reversible (Djuanda, 2007).

2. Nekrosis Jaringan

Nekrosis jaringan merupakan hasil akhir perubahan-perubahan morfologis

akibat kerja degradatif progresif enzim yang mengidentifikasikan kematian sel ini

dapat mengenai kelompok sel atau bagian struktur suatu organ (Nugrahaningsih &

Yuniastuti, 2014).

3. Granulasi

Jaringan granulasi adalah pertumbuhan pembuluh darah kecil dan jaringan

ikat untuk mengisi luka-luka dengan ketebalan penuh. Jaringan dikatakan sehat

jika berwarna merah terang, seperti warna merah pada daging sapi, berkilat, dan

bergranular dengan tampilan seperti beludru. Suplai vaskuler yang buruk tampak

sebagai warna merah muda pucat atau merah kehitaman hingga buram (Djuanda,

2007). Granulasi merupakan pembentukan jaringan pada dasar luka menjelang

proses penyembuhan, jadi semakin banyak granulasi yang timbul maka luka

semakin membaik.

21

4. Luka Kering

Pada fase penyembuhan luka kering merupakan hal yang sangat biasa,

karena terjadi peningkatan valkulerisasi kelenjar lebasea, sekresi berkurang dan

keringat juga berkurang. Jadi, luka kering merupakan tanda-tanda luka sudah

mulai sembuh (Aldi, 2014).

5. Jaringan Parut

Jaringan parut adalah jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein

terkoagulasi yang dapat bersifat progresif. Penyembuhan luka jaringan akut,

hidrofi parut akan timbul bila kulit tidak dilengketkan kepada struktur yang ada di

bawahnya. Bila penekanan dilakukan pada jaringan baru yang sehat, parut bisa

dicegah. Jika disimpulkan bahwa penyembuhan luka yang sempurna apabila

jaringan minimal (Mawarti & Ghofar, 2014).

2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sayat

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, yaitu:

1. Umur

Anak-anak maupun dewasa proses penyembuhannya lebih cepat daripada

orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati

dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Price & Wilson, 2001).

2. Nutrisi

Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya

vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatnya

epitelisasi dan seng (Zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Nutrisi

seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan

22

parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malanutrisi menyebabkan

berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka (Kartika,

2015).

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

Infeksi juga menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat

penyembuhan luka (Al Ansori, 2014).

4. Kadar Albumin Darah

Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar

dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah.

5. Suplai Oksigen dan Vaskulerisasi

Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparative, seperti proliferasi

sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesa kolagen.

6. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) berpengaruh besar dalam proses penyembuhan

luka. Kita semua tahu bahwa salah satu tanda penyakit DM adalah tingginya kadar

gula dalam darah atau dalam dunia medis sering disebut dengan hiperglikemia.

Hiperglikemia menghambat leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan

terhadap infeksi. Jika mengalami luka akan sulit sembuh karena diabetes

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi

(Puspitasari, 2011).

7. Status imunologi atau kekebalan tubuh

23

Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses penyembuhan luka tidak

hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk

proses regenerasi sel (Kartika, 2015).

8. Obat-obatan

Jenis obat-obatan untuk penyembuhan luka dapat dilakukan dengan

berbagai macam jenis obat, salah satunya adalah penggunaan obat tradisional.

Penggunaan pengobatan obat tradisional secara tradisional semakin disukai karena

pada umumnya kurang menimbulkan efek samping seperti halnya pada obat-

obatan dari bahan kimia (Ruswanti, 2014).

2.3.7 Mekanisme Penyembuhan Luka dengan Menggunakan Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Sayat

Daun cengkeh mampu mengobati luka luar karena mengandung komponen

fenolik yang tinggi yaitu senyawa eugenol 70-80% senyawa ini bersifat

antioksidan. Eugenol mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal,

karminatif, antiseptik dan antispasmodik (Nurdjannah, 2004). Senyawa eugenol

merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri cengkeh.

Eugenol mengandung senyawa aktif seperti saponin, flavonoid, tannin, dan

minyak atsiri (Rorong, 2008). Saponin yang berguna memicu pembentukan

kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka yaitu struktur protein

yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Ruswanti, 2014). Flavonoid

merupakan senyawa polifenol yang memiliki fungsi sebagai senyawa antibakteri

dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang

mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol

24

yang dapat bersifat koagulator protein (Wijaya, 2014). Flavonoid bersifat anti

inflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi

rasa sakit, bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka. Tannin bersifat

antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena

leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat diaktifkan. Minyak atsiri berguna

mempercepat penggumpalan darah melalui proses penbentukan protein fenol

menyebabkan presipitasi pada kulit yang terluka (Ruswanti, 2014).

2.4 Ekstraksi

2.4.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi

dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).

Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut

polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk simplisia

diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya (Harbone,

1996). Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari

bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang

diinginkan larut (Voight, 1994).

2.4.2 Jenis-jenis Metode Ekstraksi

Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

25

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan

pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction

Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan

bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi

serbuk sampel di tempatkan dalam wadah ultrasonik dan ultrasound (Mukhriani,

2014).

3. Perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian

bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan

menetes perlahan pada bagian bawah (Darwis, 2010).

4. Soxhlet

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung

selulosa dapat digunakan kertas saring yang ditempatkan di atas labu dan di

bawah kondensor. Pelarut yang sesuai di masukkan ke dalam labu dan suhu

pemanas yang diatur di bawah suhu reflux (Mukhriani, 2014).

5. Reflux dan Destilasi Uap

26

Pada metode reflux sampel di masukkan bersama pelarut ke dalam labu

yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik

didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu (Mukhriani, 2014). Destilasi

uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi

minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap) (Harbone, 1996).

2.5 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

2.5.1 Deskripsi Tikus Putih

Tikus Putih (Rattus norvegicus) termasuk binatang pengerat yang

merugikan dan termasuk hama terhadap tanaman petani, selain menjadi hama

yang merugikan, hewan ini juga membahayakan kehidupan manusia dengan

membawa penyakit, hewan ini dapat menularkan penyakit seperti wabah pes dan

leptospirosis. Hewan ini hidup bergerombol dalam sebuah lubang. Satu gerombol

dapat mencapai 200 ekor, tikus ini mempunyai indera pembau yang sangat tajam.

Perkembangbiakan tikus sangat luar biasa. Sekali beranak tikus dapat

menghasilkan sampai 15 ekor, tetapi rata-rata 9 ekor. Tikus yang paling terkenal

adalah tikus berwarna coklat yang menjadi hama bagi usaha-usaha pertanian dan

pangan yang di simpan di gudang. Tetapi, ada tikus yang menguntungkan dan

sering dimanfaatkan manusia tikus itu adalah tikus albino (tikus putih) banyak

digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium.

Tikus putih (Rattus norvegicus) yang digunakan untuk percobaan

laboratorium yang dikenal ada tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long

Evans dan Wistar. Tikus galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena

27

ditemukan oleh seorang ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley.

Penamaan galur ini, dia mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri

pertamanya yaitu Sprague dan namanya sendiri menjadi Sprague Dawley (Akbar,

2010).

2.5.2 Klasifikasi Tikus Putih

Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Akbar (2010):

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Classis : Mammalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Sub familia : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2.5.3 Morfologi Tikus Putih

Ukuran tubuh tikus putih (Rattus norvegicus) yang lebih besar dari pada

mencit membuat (Rattus norvegicus) lebih disukai untuk berbagai penelitian.

Berbeda dengan hewan laboratorium lainnya tikus putih (Rattus norvegicus) tidak

pernah muntah. Lambung tikus putih (Rattus norvegicus) terdiri dari dua bagian,

yaitu nonglandular dan glandular dan small intentine yang terdiri dari duodenum,

jejunum, dan ileum. Pada umur 2 bulan berat badan dapat mencapai 200-300

gram. Tikus putih (Rattus norvegicus) tergolong hewan yang mudah dipegang

serta penurut.

28

Gambar 2.7: Tikus Putih (Rattus norvegicus)

(Sumber: Pribadi, 2017)

Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan

uji penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang

lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih

juga memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih

panjang dibandingkan badannya (Akbar, 2010).

2.6 Leaflet

2.6.1 Pengertian Leaflet

Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat, agar

terlihat menarik leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dengan

menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, dan mudah dipahami. Leaflet

sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat membimbing siswa

untuk menguasai satu atau lebih kompetensi dasar (Murni, 2010). Leaflet berisi

tulisan cetak tentang suatu masalah khusus untuk menyampaikan informasi

penguat pesan yang ingin disampaikan (Roshan, 2012).

29

Leaflet sebagai bahan ajar harus disusun secara sistematis dengan

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, hal ini untuk menarik minat baca

dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Penyusunan leaflet sebagai bahan ajar

perlu dipertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Subtansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi

pokok yang harus dikuasai oleh siswa

2. Materi memberikan informasi secara jelas dan lengkap tentang hal-hal yang

penting sebagai informasi

3. Padat pengetahuan

4. Kebenaran materi dapat dipertanggungjawabkan

5. Kalimat yang disajikan singkat dan jelas

6. Menarik siswa untuk membacanya baik penampilan maupun isi materinya

Penyusunan sebuah leaflet sebagai bahan ajar yang baik, menurut Setyono

(2005) leaflet paling tidak memuat antara lain:

1. Judul diturunkan dari kompetensi dasar atau materi pokok sesuai dengan

besar kecilnya materi.

2. Kompetensi dasar atau materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari

kurikulum terbaru.

3. Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik, memperlihatkan

penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman

pembacanya.

4. Tugas berupa membaca buku tertentu yang terkait dengan materi belajar

untuk dibuat resumenya dan diberikan secara individu atau kelompok.

30

5. Penilaian dapat dilakukan terhadap hasil karya dari tugas yang diberikan.

6. Menggunakan sumber belajar misalnya buku, majalah dan internet.

2.6.2 Ciri-ciri Leaflet

Ciri-ciri Leaflet jika dilihat dari bentuknya berupa selembaran kertas

ukuran kecil yang tercetak, dilipat, tulisan terdiri 200-400 huruf dengan tulisan

cetak biasanya juga diselingi gambar-gambar dan ukuran 20-30 cm. isi pesannya

berupa pesan sebagai informasi. Leaflet harus bisa dibaca sekali pandang

(Muakhir, 2012). Tersusun secara sistematis, sederhana, singkat dan mencakup

penggunaan warna, gambar, bahasa dan ukuran font yang sesuai.

2.6.3 Manfaat Leaflet

Menurut Setyono (2005) bahan ajar leaflet diharapkan dapat menarik

minat baca siswa untuk membaca sumber belajar sehingga dapat meningkatkan

hasil belajar. Bahan ajar leaflet dapat menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan, meningkatkan minat baca siswa membaca sumber belajar, dan

membuat siswa lebih aktif belajar sehingga leaflet pun dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Siswa memperoleh pengetahuan dari membaca leaflet dan saling

berdiskusi dengan teman kelompoknya, sehingga memungkinkan adanya aktivitas

saling bertukar informasi yang bersifat menambah pengetahuan (Arief, 2008).

2.6.4 Kelebihan dan kekurangan Leaflet

Menurut Arsyad (2003), leaflet memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan leaflet antara lain:

1. Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing

31

2. Materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi

kebutuhan siswa, baik yang cepat maupun yang lambat membaca dan

memahami.

3. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak yang dikemas sedimikian

rupa dapat menambah daya tarik serta dapat memperlancar pemahaman

informasi yang disajikan.

4. Leaflet efektif untuk pesan singkat, sederhana dan murah. Siswa dapat belajar

mandiri pengguna dapat melihat isinya pada saat santai.

Kelemahan leaflet adalah sebagai berikut:

1. Leaflet tidak dapat menampilkan gerak dalam bahan ajar

2. Biaya percetakan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi, gambar, atau

foto yang berwarna

3. Proses percetakan sering kali memakan waktu lama

2.7 Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian terdahulu oleh Oktiarni, dkk (2012) yang membahas

tentang pengobatan tradisional dalam penyembuhan luka salah satunya adalah

family myrtaceae pada tanaman jambu biji (Psidium guajava Linn.) dengan judul

pengujian ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) terhadap

penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus), daun jambu biji berkhasiat

sebagai obat yang dimanfaatkan sebagai antiinflamasi, hemostatik dan

astringensia. Senyawa kimia yang terdapat pada daun jambu biji seperti tannin,

saponin dan flavonoid. Hasil skrining fitokimianya terkandung polifenol dimana

32

fibroblast mensintesis kolagen dan dua subtansi dasar yaitu vitamin B dan C.

Kedua subtansi dasar ini membentuk lapisan untuk memperbaiki luka sehingga

semua luka tertutup atau sembuh. Pada daun jambu biji juga terdapat zat yang

dapat membantu pembentukan kolagen yaitu saponin, diduga senyawa saponin ini

turut membantu dalam pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan

dalam proses penyembuhan luka. Selain senyawa-senyawa aktif tersebut terdapat

juga flavanoid. Flavanoid yang terkandung dalam daun jambu biji memiliki efek

antiinflamasi, dimana berfungsi sebagai anti radang dan mampu mencegah

kekakuan dan nyeri. Flavanoid juga berfungsi sebagai antioksidan sehingga

mampu menghambat zat yang bersifat racun. Senyawa-senyawa aktif yang

terkandung dalam daun jambu biji inilah yang diduga mampu untuk membantu

dalam proses penyembuhan luka bakar, terlebih jambu biji ini telah dikenal luas

sebagai antibakteri yang sangat mungkin untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang timbul saat proses penyembuhan. Tannin mempunyai daya

antiseptik yaitu mencegah kerusakan yang disebabkan bakteri atau jamur pada

fase inflamasi dan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka. Hasil

penelitian disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji dengan variasi konsentrasi

1%, 3%, 5% dan 7% memiliki efek penyembuhan terhadap luka bakar pada

mencit. Penyembuhan luka paling cepat terjadi pada konsentrasi 1% dibandingkan

dengan 3%, 5% dan 7% karena konsentrasi bahan aktif juga merupakan faktor

penting dalam penyembuhan luka bakar.

33

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.8: Kerangka Konsep

Obat Alami: Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) mempunyai

senyawa antibakteri yang dapat

mempercepat penyembuhan

luka.

Kandungan Flavonoid berfungsi sebagai

anti inflamasi sehingga dapat

mengurangi peradangan

Tannin berfungsi sebagai

antibakteri yang kuat

Saponin berfungsi membentuk

kolagen salah satu protein yang

berperan dalam penyembuhan

luka

Minyak atsiri berfungsi

mempercepat penggumpalan

darah

Proses penyembuhan luka

Luka Sayat Sayatan mengenai lapisan

kulit epidermis, dermis,

subkutis

Diskontinuitas jaringan,

pembuluh darah rusak,

penghentian aliran darah

dan pembengkakan luka.

Obat Medis/modern:

povidone iondine,

betadine, bioplacenton,

carboxy methyl

cellulose, dan ceomycin

culfat.

Luka Sayat Sembuh

Fase Inflamasi terjadi akumulasi leukosit dengan mengamati adanya eritema dan edema

Fase Poliferasi terjadi pembentukan fibroblast oleh kolagen dengan mengamati adanya

granulasi

Fase Maturasi atau remodeling terjadi kontraksi luka dan pematangan terbentuk jaringan parut

sehingga yang diamati yaitu jaringan parut dan luka kering

Obat Medis Obat Alami

Luka Sayat

Ciri-ciri: Tepi luka berupa garis lurus

Beraturan (Putri, 2015)

LE A F L E T

Dimanfaatkan sebagai bahan ajar biologi dalam bentuk leaflet

34

2.9 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat di rumuskan

hipotesis sebagai berikut :

1. Ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) efektif dalam mempercepat

penyembuhkan luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegius).

2. Pemberian konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) 20%

yang paling efektif dalam mempercepat penyembuhan luka sayat pada tikus

putih (Rattus norvegius).

3. Hasil penelitian dapat dikembangkan menjadi sumber belajar biologi SMA

kelas XI semester 1.