32
Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A SK BAN PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 - 2004 Skripsi Oleh Jessica Vidichristia 2015330150 Bandung 2019

Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

Universitas Katolik Parahyangan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Terakreditasi A

SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat

Dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 - 2004

Skripsi

Oleh

Jessica Vidichristia

2015330150

Bandung

2019

Page 2: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

Universitas Katolik Parahyangan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Terakreditasi A

SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat

Dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 – 2004

Skripsi

Oleh

Jessica Vidichristia

2015330150

Pembimbing

Giandi Kartasasmita, S.IP., M.A.

Bandung

2019

Page 3: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim
Page 4: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim
Page 5: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

i

Abstrak

Nama : Jessica Vidichristia

NPM : 2015330150

Judul : Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat dalam Rezim

Perdagangan Tahun 1948 - 2004

Kebijakan perdagangan Amerika Serikat selalu mengalami perubahan. Setelah

Perang Dunia ke-2, Amerika Serikat menerapkan perjanjian perdagangan bilateral

namun, pelaksanaannya tidak berhasil sehingga Amerika Serikat mendorong sistem

perdagangan yang lebih liberal melalui Piagam ITO. Kongres Amerika Serikat

enggan meratifikasi Piagam ITO karena bersifat terlalu liberal. Presiden Amerika

Serikat akhirnya menerima GATT sebagai peraturan sementara dalam perdagangan

internasional. GATT berhasil menjadi sarana diskusi berbagai masalah ekonomi

internasional melalui tujuh Putaran. Amerika Serikat yang mendapatkan pengaruh

dari perusahaan domestiknya berhasil mendorong terbentuknya WTO melalui

agendanya yaitu, perdagangan jasa, HKI, dan sistem penyelesaian sengketa yang

lebih ketat pada Putaran Uruguay. Amerika Serikat mampu mendorong

terbentuknya WTO dengan mendapatkan dukungan dari perusahaan multi-

nasionalnya namun, Amerika Serikat lebih memilih perjanjian perdagangan

bilateral sejak awal tahun 2000. Penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut perubahan

kebijakan perdagangan internasional Amerika Serikat menggunakan konsep

Strategic Relational Approach dari Brighi dan Hill. Penelitian ini menemukan

bahwa komunitas perusahaan jasa dan obat memiliki pengaruh yang kuat terhadap

perubahan kebijakan perdagangan internasional Amerika Serikat.

Kata kunci: rezim perdagangan, kebijakan perdagangan, Amerika Serikat

Page 6: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

ii

Abstract

Name : Jessica Vidichristia

Student Number : 2015330150

Title : Up and Down of United States’s Participation Towards

Trade Regime in 1948-2004

United States of America's trade policy changes overtime. After the World War II,

the United States pushed bilateral trade agreement with unsuccessful

implementation. The United states encouraged more liberal trade system through

the creation of International Trade Organization (ITO), however The United States

Congress declined to ratify the ITO Charter because of its overly liberal nature. In

the end, The United States President accepted the General Agreement on Tariff and

Trade (GATT) as temporary arrangement for international trade. For seven

rounds, GATT had managed to become arena for discussing various International

economic arrangements and disputes. By pushing several agendas such as trade in

services, intellectual property rights, and more stringent disputes settlement

systems on the Uruguay round, The United States backed by its multinational

companies, has successfully encourage the formation of WTO. Yet since the early

2000, The United States has pursued the establishment of Bilateral Investment

Treaties with its trade partners. The United States policy in trade regimes will

continue to experience further assessment process due the changes in actors, ideas,

and contexts. This mini thesis examines the changes of The United States

international economic policies from the perspective of Brighi and Hill’s Strategic

Relational Approach. The research found that national economic services and

pharmaceutical group(s) CSI and IPC had a very strong influence to The Unites

States changing policies in international economy.

Key words: trade regime, trade policy, United States, multilateralism

Page 7: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

iii

Kata Pengantar

Penelitian ini menjelaskan mengenai bagaimana keikutsertaan Amerika

Serikat mengalami fluktuasi dalam rezim perdagangan yang dicerminkan melalui

kebijakan Amerika Serikat. Fluktuasi keikutsertaan Amerika Serikat terbagi

menjadi tiga momentum utama yaitu, perubahan kebijakan Amerika Serikat dari

bilateralisme ke International Trade Organization (ITO), perubahan kebijakan

Amerika Serikat dari GATT ke World Trade Organization (WTO), dan perubahan

kebijakan Amerika Serikat dari multilateralisme ke bilateralisme.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis pun mengucapkan

terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, baik itu berupa bantuan

materi ataupun moral. Kritik dan masukan untuk memperbaiki tulisan ini sangat

diharapkan oleh penulis.

Bandung, 13 Agustus 2019

Penulis

Page 8: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

iv

Daftar Isi

Abstrak .................................................................................................................... i

Abstract .................................................................................................................. ii

Kata Pengantar .................................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................................... iv

Daftar Tabel ......................................................................................................... vi

Daftar Skema ....................................................................................................... vii

1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 6

1.2.1. Pembatasan Masalah ............................................................................. 8

1.2.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 8

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 9

1.3.1. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9

1.3.2. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 9

1.4. Kajian Pustaka ........................................................................................... 9

1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 14

1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 20

1.6.1 Metode Penelitian ................................................................................ 20

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 20

1.7. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 21

2. AMERIKA SERIKAT DAN REZIM PERDAGANGAN ........................... 22

2.1. Definisi Rezim Perdagangan ................................................................... 22

2.2. Kepentingan Amerika Serikat dalam Pembentukan Rezim

Perdagangan .................................................................................................... 24

2.3. Amerika Serikat dan Pembentukan ITO .............................................. 27

2.3.1. Amerika Serikat dan Keengganan untuk Meratifikasi Piagam ITO ... 29

2.4. Amerika Serikat dan Pembentukan WTO ............................................ 31

2.4.1. GATS sebagai Agenda Amerika Serikat dalam Putaran Uruguay ..... 35

Page 9: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

v

2.4.2. TRIPS sebagai Agenda Amerika Serikat dalam Putaran Uruguay ..... 40

2.4.3. DSB sebagai Agenda Amerika Serikat dalam Putaran Uruguay ........ 47

2.5. Amerika Serikat dan Perjanjian Perdagangan Bilateral ..................... 54

3. FLUKTUASI KEIKUTSERTAAN AMERIKA SERIKAT DALAM

REZIM PERDAGANGAN................................................................................. 62

3.1. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari Bilateralisme ke ITO ... 63

3.2. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari GATT ke WTO ............ 67

3.2.1. Ide dan Konteks dari Aktor Non-Negara dalam Perdagangan Jasa .... 68

3.2.2. Ide dan Konteks dari Aktor Non-Negara dalam Perdagangan HKI .... 71

3.2.3. Ide dan Konteks dari Aktor Negara dalam DSB ................................. 73

3.3. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari Multilateralisme ke

Bilateralisme .................................................................................................... 76

4. KESIMPULAN ............................................................................................... 79

Daftar Pustaka .................................................................................................... 82

Lampiran ............................................................................................................. 87

Page 10: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

vi

Daftar Tabel

Tabel 2.1. Negara-Negara yang Melangsungkan Perjanjian Dagang dengan

Amerika Serikat…………………………………………………………………..56

Tabel 2.2. Amerika Serikat Sebagai Penuntut di DSB……………………………60

Tabel 2.3. Amerika Serikat Sebagai yang Dituntut di DSB……………………...61

Page 11: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

vii

Daftar Skema

Skema 1.1. The Influence of National and Multinational Corporations on

American Foreign Relations (Dennis M. Ray, 1972)……………………………17

Skema 1.2. Channels of Corporate Influence (Dennis M. Ray, 1972)…………..18

Skema 1.3. The strategic-relational approach to foreign policy (Brighi 2013)….19

Skema 2.1. Defisit Perdagangan Amerika Serikat Tahun 1960 – 2015…………36

Skema 3.1. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari Bilateralisme ke ITO….63

Skema 3.2. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari GATT ke WTO……….67

Skema 3.3. Perubahan Kebijakan Amerika Serikat dari Multilateralisme ke

Bilateralisme………………………………………………………………….….76

Page 12: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis memaparkan pendahuluan dari penelitian “Fluktuasi

Keikutsertaan Amerika Serikat dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 - 2004”.

1.1. Latar Belakang Masalah

Keterlibatan Amerika Serikat dalam pembentukan rezim perdagangan dunia

bukanlah hal yang baru. Pasca perang dunia II, Amerika menginisasi pembentukan

International Trade Organization (ITO) namun, dalam perjalanannya Amerika

Serikat tidak meratifikasi ITO karena Amerika Serikat melihat bahwa ITO

dipersepsikan sebagai badan yang mengambil economic sovereignity Amerika

Serikat. Terdapat beberapa alasan lain dari Amerika Serikat untuk tidak

meratifikasi ITO diantaranya adalah adanya prioritas untuk membatasi kegiatan

ekspor, membantu pembangunan Eropa melalui Marshall Plan dan mendukung

Korea Selatan dalam Perang Korea1, pada akhirnya ITO pun tidak terbentuk.

Perkembangan yang menarik muncul dikemudian hari, karena adanya

dorongan dari kepentingan domestik, Amerika Serikat mendorong terbentuknya

World Trade Organization (WTO) yang dilanjutkan kembali dengan mendorong

terbentuknya perjanjian perdagangan bilateral (Bilateral Free Trade Agreement).

Perdagangan di periode abad ke-20 memburuk dengan terjadinya global

depression dua dekade setelah Perang Dunia ke-1. Great depression disebabkan

oleh krisis pasar saham tahun 1929 yang mengakibatkat kegagalan lebih dari 9.000

1 A. Lowenfeld, International Economic Law (United States: Oxford University Press, 2008), hal.

28.

Page 13: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

2

bank, hal ini mengakibatkan nasabah kehilangan simpanannya. Depresi juga

menyebabkan ketidakmampuan individu dari semua kelas untuk membeli barang

sehingga jumlah barang yang diproduksi serta tenaga kerja berkurang. Disisi lain

pilihan kebijakan ekonomi Amerika Serikat terhadap Eropa (Smoot-Hawley Tariff),

dan kekeringan yang terjadi di Lembah Mississippi menyebabkan depresi semakin

tinggi karena banyak penduduk Amerika Serikat tidak dapat membayar pajak dan

utang serta harus menjual lahan pertanian mereka tanpa mendapatkan keuntungan2.

Dampak dari great depression adalah munculnya beggar thy neighbor

policy yang merupakan kebijakan ekonomi untuk melindungi industri domestik

sebuah negara. Penerapannya berupa tarif impor yang dinaikkan atau devaluasi

mata uang domestik sehingga kebijakan ini merugikan negara tetangga. Kongres

Amerika Serikat mengesahkan Tariff Act of 1930 atau dikenal juga sebagai Smoot-

Hawley Tariff Act yang merupakan kebijakan proteksionis untuk menaikkan tarif

impor hingga 50% dengan tujuan melindungi industri domestiknya3. Karena semua

negara memberlakukan kebijakan proteksionis, perdagangan internasional terhenti

pada pertengahan tahun 1930 sehingga memperpanjang masa great depression.

Jerman merupakan negara yang terkena dampak dari Smoot-Hawley Tariff

Act. Kekalahan Jerman pada Perang Dunia ke-1 menyebabkan Jerman harus

membayar hutang pampasan perang. Hal ini menyebabkan Jerman mengalami

hiperinflasi terhadap mata uangnya dan menimbulkan situasi domestik yang kacau

2 Herbert Hoover, The Memoirs of Herbert Hoover: The Great Depression 1929-1941 (New York:

The Macmillan Company, 1952), hal. 2-15. 3 " Protectionism in the Interwar Period," Office of The Historian: Department of State: United States

of America, diakses pada 14 September 2018, https://history.state.gov/milestones/1921-

1936/protectionism

Page 14: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

3

di Jerman. Dalam situasi ini Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman yang dipimpin

oleh Adolf Hitler memulai kebijakan nasionalis baru untuk membangun industrinya

kembali. Hitler meningkatkan kapasitas militer, membangun sistem jalan raya

bernama Autobahn, dan mendorong produksi mobil rakyat berlabel Volkswagen4.

Ketika kondisi perekonomian Jerman sudah membaik, tahun 1939 Jerman memicu

Perang Dunia ke-2 dengan menginvasi Polandia.

Pasca Perang Dunia ke-2, negara-negara lain berusaha untuk mencegah

terulangnya perang dunia melalui ranah perdagangan atau dikenal juga sebagai

rezim non-diskriminasi. Dalam penerapannya, rezim non-diskriminasi berbentuk

rezim most-favoured-nation dimana terdapat larangan untuk melakukan

diskriminasi dan ditetapkannya komitmen untuk mengurangi hambatan

perdagangan serta pembukaan akses pasar. Untuk mewujudkan perdamaian dan

kemakmuran melalui rezim non-diskriminasi maka dirasa perlu untuk membentuk

organisasi multilateral yang berfungsi sebagai forum negosiasi dan berperan

sebagai penjaga dari peraturan yang sudah ditetapkan.

Selama Perang Dunia ke-2 masih berlangsung, 730 delegasi dari 44 negara

berusaha untuk membangun kembali sistem perekonomian internasional melalui

United Nations Monetary and Financial Conference atau dikenal juga sebagai

Bretton Woods Conference. Para delegasi menyiapkan sistem aturan, lembaga, dan

prosedur untuk mengatur sistem moneter internasional dari 1 Juli 1944 sehingga 22

4 William H. Rollins, "Whose Landscape? Technology, Fascism, and Environmentalism on the

National Socialist Autobahn," Annals of the Association of American Geographers Vol. 85, No. 3

(September, 1995), hal. 454.

Page 15: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

4

Juli 19445. Perjanjian ini ditandatangani pada 22 Juli 1944 serta menghasilkan

International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and

Development (IBRD). The Bretton Woods Conference of 1944 pun mengakui

perlunya dibentuk lembaga internasional yang sebanding untuk melengkapi IMF

dan IBRD 6.

Ketika Perang Dunia ke-2 berlangsung, Amerika Serikat menyediakan

bantuan militer kepada negara lain melalui the Lend-Lease Act yang disetujui

pelaksanaannya pada 11 Maret 1941. Amerika Serikat membuat perjanjian Lend-

Lease dengan 30 negara selama Perang Dunia ke-2, termasuk Inggris. Melalui

perjanjian Lend-Lease, Amerika Serikat mempromosikan liberalisasi perdagangan

melalui pembentukan rezim perdagangan internasional sebagai imbalan atas

bantuannya kepada Inggris selama Perang Dunia ke-2. Hal ini dibuktikan melalui

Artikel VII (lihat Lampiran 1.1.) dalam perjanjian Lend-Lease yang ditandatangani

oleh kedua negara pada Februari 1942. Amerika Serikat dan Inggris melakukan

diskusi yang tidak resmi antar ahli pada September 1943 mengenai implementasi

Artikel VII dari perjanjian Lend-Lease.7

Dalam proses membentuk lembaga internasional yang sebanding dengan

IMF dan IBRD, Pemerintah Amerika Serikat mengusulkan sebuah dokumen yang

berjudul 'Proposals for Expansion of World Trade and Employment' pada tahun

1945 untuk dipertimbangkan di dalam International Conference on Trade and

5 "The Bretton Woods Conference 1944," U.S. Department of State, diakses pada 5 September

2018, https://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/wwii/98681.htm 6 Peter Van den Bossche dan Werner Zdouc, The Law and Policy of the World Trade Organization

(United Kingdom: Cambridge University Press, 2017), hal. 79. 7 Kenneth J. Vandevelde, The First Bilateral Investment Treaties: U.S. Postwar Friendship,

Commerce, and Navigation Treaties (New York: Oxford University Press, 2017), hal. 112.

Page 16: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

5

Employment8. Proposal tersebut merupakan hasil negosiasi perjanjian Lend-Lease

antara Amerika Serikat dan Inggris serta mengandung code of conduct yang

berhubungan dengan keterlibatan pemerintah di dalam perdagangan internasional

dan pembentukan International Trade Organization (ITO) dan General Agreement

on Tariff and Trade (GATT).

Pada 24 Maret 1948, Final Act dalam Havana Conference sebagai

perwujudan dari Piagam pembentukan ITO ditandatangani oleh 53 negara namun,

dengan alasan yang beragam, Piagam ITO tidak pernah memiliki dampak. Seluruh

negara menunggu Amerika Serikat untuk memulai prosedur ratifikasi ITO namun,

pada kenyataannya Kongres Amerika Serikat menunjukkan antusiasme yang kecil

terhadap ITO9. ITO tidak pernah secara formal ditolak namun, ITO secara perlahan

menghilang dari pembahasan.

Menurut Kongres Amerika Serikat, ITO bukan kepentingan yang mendesak

karena Amerika Serikat masih berfokus terhadap pemberian bantuan kepada Eropa

melalui Marshall Plan dan membantu Korea Selatan dalam Perang Korea10. Akibat

kegagalan atas didirikannya ITO, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)

yang awalnya hanya merupakan suatu perjanjian bersifat sementara, menjadi satu-

satunya instrumen yang menjadi landasan dalam pengaturan tata cara perdagangan

internasional. GATT pada hakikatnya hanya merupakan salah satu bab yang

membahas kebijakan perdagangan dalam Piagam Havana.

8 A. Lowenfeld, International Economic Law (United States: Oxford University Press, 2008), hal.

25. 9 A. Lowenfeld, International Economic Law (United States: Oxford University Press, 2008), hal.

28. 10 Edward S. Kaplan, American Trade Policy 1923 - 1995 (United States of America: Greenwood

Publishing Group, 1996), hal. 53.

Page 17: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

6

1.2. Identifikasi Masalah

Dengan pemikiran yang nasionalistik, Kongres Amerika Serikat menolak

terbentuknya ITO sebagai sebuah badan. Pada awal tahun 1980 di dalam Putaran

Uruguay, Amerika Serikat mendorong terbentuknya badan yang lebih mengikat.

Kedua hal tersebut merupakan keputusan Amerika Serikat yang bertolak belakang

dengan keputusannya di tahun 1948 yang tidak mau meratifikasi terbentunya ITO.

Setelah WTO terbentuk, Amerika Serikat mulai beralih kepada perjanjian

perdagangan bilateral karena Amerika Serikat tidak mampu memaksimalkan

pengaruhnya sebagai negara adikuasa dalam WTO.

Putaran Uruguay adalah negosiasi perdagangan internasional terbesar yang

pernah ada dan berlangsung berdasarkan GATT. Putaran Uruguay dilaksanakan di

Punta del Este, Uruguay pada 20 September 1986 dan secara resmi berakhir di

Marrakesh, Maroko pada 15 April 199411. Putaran Uruguay pun menandai langkah

penting dalam liberalisasi perdagangan dunia. Putaran Uruguay membahas

mengenai pengurangan subtansial dalam tarif pada berbagai barang industri. Dalam

putaran ini jasa dan kekayaan intelektual dimasukkan ke dalam kerangka peraturan

perdagangan multilateral untuk pertama kalinya. Putaran ini juga mengintegrasikan

perdagangan tekstil dan barang-barang hasil pertanian ke dalam sistem

perdagangan multilateral. Aturan GATT pun akan diperkuat dan ditempatkan

sebagai tumpuan institusional yang lebih kuat serempak dengan pembentukan

11 "The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations 1986-1994," Department of Trade and

Industry, diakses pada 7 September 2018,

https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/

272015/2579.pdf

Page 18: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

7

WTO. Putaran Uruguay berusaha untuk meminimalisir akibat dari proteksionisme,

perang dagang serta memperkenalkan cara efektif untuk menyelesaikan sengketa

perdagangan12.

Putaran tersebut menyebabkan terciptanya World Trade Organization

(WTO) dengan GATT yang menjadi bagian integral dari perjanjian WTO.

Terbentuknya WTO tidak terlepas dari pengaruh industri obat di Amerika Serikat

yang mendorong Pemerintah Amerika Serikat untuk memberlakukan hak kekayaan

intelektual yang kuat karena sektor industri tersebut percaya bahwa Amerika

Serikat mengalami kerugian akibat pelanggaran hak kekayaan intelektual yang

dilakukan di berbagai negara terhadap produk-produk Amerika Serikat. Dorongan

lain didapatkan dari sektor jasa keuangan yang meminta dibuatnya perjanjian jasa

bersifat mengikat di tingkat internasional. Akhirnya pada 1 Januari 1995, WTO

terbentuk dibawah Marrakesh Agreement yang ditandatangani oleh 124 negara

pada 15 April 1994 menggantikan GATT.

Seiring berjalannya waktu, Amerika Serikat mulai mendorong pelaksanaan

perjanjian perdagangan bilateral. Ada beberapa alasan untuk mendorong hal

tersebut; Putaran Doha yang stagnan, ketentuan dalam perjanjian dagang bilateral

yang memungkinkan Amerika Serikat meningkatkan tingkat liberalisasi

dibandingkan dengan aturan yang berlaku pada WTO, dan kekalahan Amerika

Serikat dalam Dispute Settlement Body (DSB). Pemerintahan Amerika Serikat yang

dipimpin oleh Presiden Bush mendorong terlaksananya perjanjian perdagangan

12 "The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations 1986-1994," Department of Trade and

Industry, diakses pada 7 September 2018,

https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/

272015/2579.pdf

Page 19: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

8

bilateral pada tahun 2000 sehingga Amerika Serikat memiliki perjanjian dagang

dengan 17 negara (lihat Tabel 2.1.).

Dalam penelitian ini, penulis berfokus terhadap agenda Putaran Uruguay

yang membahas mengenai pembentukan WTO dalam menetapkan seperangkat

aturan dan mewajibkan penandatangan dari WTO untuk memberikan perlindungan

dan penegakan minimum terhadap hak kekayaan intelektual, jasa dan mekanisme

penyelesaian sengketa. Penelitian ini juga membahas alasan dari Amerika Serikat

merubah kebijakannya dari bilateralisme menuju ITO dan akhirnya mendorong

kebijakan bilateralisme kembali melalui bilateral trade agreements meskipun

aturan WTO sudah diberlakukan.

1.2.1. Pembatasan Masalah

Keikutsertaan Amerika Serikat mengalami fluktuasi dalam rezim

perdagangan pada tahun 1948-2004 karena mendapatkan pengaruh dari lembaga

Pemerintahan Amerika Serikat, perusahaan obat, dan perusahaan jasa keuangan.

Penelitian ini terbagi menjadi tiga momentum utama yaitu Amerika Serikat dan

pembentukan International Trade Organization (ITO), Amerika Serikat dan

pembentukan World Trade Organization (WTO), serta Amerika Serikat yang

beralih kepada perjanjian perdagangan bilateral.

1.2.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana proses

fluktuasi keikutsertaan Amerika Serikat dalam rezim perdagangan tahun 1948 -

2004?"

Page 20: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

9

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses fluktuasi keikutsertaan

Amerika Serikat dalam rezim perdagangan pada tahun 1948 - 2004.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan bahan referensi

tambahan bagi para mahasiswa pengkaji ilmu hubungan internasional maupun

peneliti yang membahas keikutsertaan Amerika Serikat dalam rezim perdagangan.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai dokumen

akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi siapa saja yang ingin

mendalami penelitian topik ini

1.4. Kajian Pustaka

Rezim kebijakan berfungsi sebagai kerangka kerja kelembagaan yang

membentuk atau menghambat proses pembuatan kebijakan. Dalam

institusionalisme baru, rezim kebijakan cenderung bertahan lama setelah keadaan

lingkungan berubah. Menurut Jungsoo Kim dalam tulisannya “Institutional

Persistence and Change of the U.S. Trade Policy Regime,” kebijakan perdagangan

Amerika Serikat merupakan kasus yang baik untuk menjelaskan kegigihan dan

perubahan kelembagaan di Amerika Serikat. Rezim kebijakan perdagangan

Amerika Serikat pertama kali muncul ketika kebijakan Smoot-Hawley Act of 1934

mengalami kegagalan sehingga Reciprocal Trade Agreements Act (RTAA) of 1934

pun dibentuk. RTAA melembagakan dua rezim kebijakan perdagangan Amerika

Page 21: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

10

Serikat yaitu, perdagangan bebas yang menjadi prinsip dasar dan mendelegasikan

otoritas pengambilan keputusan kepada lembaga eksekutif13.

Perubahan kelembagaan terjadi kembali ketika krisis tahun 1980 sehingga

Amerika Serikat menetapkan rezim kebijakan perdagangan yang baru yaitu, the

1988 Omnibus Trade and Competitiveness Act (OTCA). OTCA (akan dijelaskan

secara rinci di Bab 2) menunjukkan perubahan kelembagaan kebijakan Amerika

Serikat melalui dua aspek. Aspek yang pertama adalah ideologi kebijakan

mengalami perubahan dari perdagangan bebas kepada penekanan dalam sikap

timbal balik yang agresif (terkandung dalam Super 301 yang ditetapkan sebagai

prinsip dasar baru). Aspek yang kedua adalah perpindahan otoritas pembuat

kebijakan perdagangan luar negeri berpindah dari lembaga eksekutif kepada

lembaga legislatif. Hal ini disebabkan oleh Pemerintahan Amerika Serikat yang

tidak mampu menyelesaikan masalah defisit perdagangan sehingga Kongres

Amerika Serikat pun mengambil alih14.

Super 301 (akan dijelaskan secara rinci di Bab 2) diberlakukan kembali

sebanyak tiga kali dalam Pemerintahan Presiden Clinton, pertama diberlakukan

pada Maret 1994 setelah negosiasi Putaran Uruguay, kedua diberlakukan pada

September 1995 (di tahun yang bertepatan ketika WTO diluncurkan), ketiga

diberlakukan pada Januari 1999 setelah Presiden Clinton terpilih kembali. United

States Trade Representative (USTR) secara teratur menyelidiki kebijakan dan

praktik pemerintah negara lain terkait hak kekayaan intelektual dan menerbitkan

13 Jungsoo Kim, “Institutional Persistence and Change of the U.S. Trade Policy Regime,” Journal

of International and Area Studies Vol. 13, No. 2 (December, 2006), hal. 30. 14 Jungsoo Kim, “Institutional Persistence and Change of the U.S. Trade Policy Regime,” Journal

of International and Area Studies Vol. 13, No. 2 (December, 2006), hal. 30.

Page 22: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

11

laporan Special 301 secara berkala setiap tahun. Mantan duta besar USTR,

Barshevsky, menegaskan bahwa Amerika Serikat bersedia menggunakan tindakan

unilateral seperti Super 301 atau Special 301 kapan pun dibutuhkan meskipun WTO

ada15.

GATT ditandatangani oleh 23 negara pada tahun 1947 dan berubah menjadi

WTO pada tahun 1994. Tujuan dari GATT dibentuk adalah membangun sistem

perdagangan dunia berbasis aturan serta dapat berkembang dari waktu ke waktu.

Sebagian besar dari kedua tujuan tersebut sudah tercapai ketika WTO menjadi

sistem perdagangan berbasis aturan yang diterima dan dihormati oleh 164

anggotanya. Meskipun keberhasilan dari WTO nyata, WTO mengalami stagnansi

pada Putaran Doha sehingga dianggap berada di ambang kegagalan. Selama 15

tahun terakhir, sebagian besar dari negara anggota WTO menurunkan secara besar-

besaran hambatan dalam perdagangan, investasi, dan jasa secara bilateral, regional,

dan unilateral, dan lain-lain kecuali melalui WTO16.

Menurut Richard Baldwin dalam tulisannya “The World Trade

Organization and the Future of Multilateralism,” terdapat dua alasan utama

mengapa performa WTO menurun dan Putaran Doha berada di ambang kegagalan.

Alasan yang pertama, Putaran Uruguay menghasilkan momentum tambahan dalam

perdagangan bebas melalui perluasan fokusnya yaitu, negara-negara yang

bergabung ke dalam WTO bertambah dan luasnya cakupan perjanjian yang

disepakati. Langkah-langkah perluasan tersebut membutuhkan perubahan beberapa

15 Jungsoo Kim, “Institutional Persistence and Change of the U.S. Trade Policy Regime,” Journal

of International and Area Studies Vol. 13, No. 2 (December, 2006), hal. 31. 16 Richard Baldwin, “The World Trade Organization and the Future of Multilateralism,” The

Journal of Economic Perspectives Vol. 30, No. 1 (Winter, 2016), hal. 95.

Page 23: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

12

aturan dan prinsip historis yang sudah menghasilkan momentum menuju

perdagangan bebas sehingga mengubah dan mungkin telah mengakhiri momentum

ekonomi politik dari WTO. Alasan yang kedua, aturan dan prosedur dalam WTO

sudah dirancang sedemikian rupa untuk ekonomi global dimana produk-produk

dihasilkan di dalam negeri lalu dijual ke luar negeri. Peningkatan pesat offshoring17

dari negara-negara maju dalam teknologi kepada negara-negara berkembang telah

menciptakan sistem perdagangan internasional yang baru sehingga arus barang,

jasa, investasi, pelatihan, dan keterampilan yang dulu digunakan di dalam atau di

antara pabrik-pabrik negara maju, sekarang telah menjadi bagian dari perdagangan

internasional. Jenis perdagangan internasional offshoring mengutamakan peraturan

perdagangan dalam tarif, perlindungan investasi dan kekayaan intelektual, langkah-

langkah hukum yang diperketat untuk memastikan arus barang, jasa, investasi, dan

pekerja secara dua arah tidak terhambat18.

Kesuksesan dari WTO memicu kemunculan proposal-proposal untuk

memperluas agenda WTO sehingga beban yang ditanggung oleh WTO pun

berlebih. Analis Steve Charnovitz berargumen bahwa topik permasalahan yang

tidak pantas harus disaring terlebih dahulu sehingga mengurangi beban yang

ditanggung oleh WTO. Dalam tulisannya “Triangulating the World Trade

Organization,” Steve Charnovitz menyarankan penggunaan metode triangulasi

17 Offshoring adalah relokasi proses bisnis dari satu negara ke negara lain. 18 Richard Baldwin, “The World Trade Organization and the Future of Multilateralism,” The

Journal of Economic Perspectives Vol. 30, No. 1 (Winter, 2016), hal. 95.

Page 24: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

13

hukum untuk melihat WTO dari segi relasi diplomasi antar negara, politik dalam

negeri, organisasi internasional19.

Steve Charnovitz memaparkan delapan konsep (atau mungkin teori) untuk

memberikan gambaran misi WTO yang tepat. Empat konsep berada dalam segi

diplomasi antar negara yaitu (1) Cooperative Opennes, (2) Harmonization, (3)

Fairness, dan (4) Risk Reduction. Dalam segi diplomasi antar negara, negara

anggota WTO cenderung bersaing antara satu dengan yang lain serta

melangsungkan kerja sama untuk menambah kontrolnya terhadap sebuah

kompetisi. Dua konsep berada dalam segi politik dalam negeri yaitu, (5) Self-

Restraint, dan (6) Coalition Building. Dalam segi politik dalam negeri, peran

lembaga ekonomi internasional adalah mendamaikan politik dalam negeri dengan

kepentingan dan kewajiban internasional mereka. Dua konsep terakhir berada

dalam segi organisasi internasional yaitu, (7) Trade Functionalism, dan (8)

Comparative Institutionalism. Dalam segi organisasi internasional, ruang lingkup

dan pengoperasian sebuah organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi

tersebut dibentuk. Kedelapan konsep ini memiliki peran ganda yaitu, membantu

mendefinisikan misi WTO dan berfungsi untuk menguji kecocokan isu baru dalam

sistem perdagangan multilateral saat ini. Jika isu baru dapat dibenarkan oleh ketiga

posisi WTO dalam berinteraksi maka isu tersebut layak untuk dibahas dalam

WTO20.

19 Steve Charnovitz, “Triangulation the World Trade Organization,” The American Journal of

International Law Vol. 96, No. 1 (January, 2002), hal. 55. 20 Steve Charnovitz, “Triangulation the World Trade Organization,” The American Journal of

International Law Vol. 96, No. 1 (January, 2002), hal. 55.

Page 25: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

14

1.5 Kerangka Pemikiran

Hubungan Internasional memiliki beragam teori untuk menganalisa

permasalahan internasional maka dari itu, ilmu Hubungan Internasional bersifat

multidisipliner. Teori dalam Hubungan Internasional membuat dunia menjadi lebih

mudah untuk dimengerti karena teori menawarkan pernyataan-pernyataan atau

hipotesis-hipotesis yang berkaitan sehingga dapat menjelaskan permasalahan yang

sedang diamati21.

Studi tentang hubungan internasional adalah studi mengenai interaksi antar

aktor yang melewati batas-batas negara sehingga hubungan internasional terjadi

akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan

manusia dalam masyarakat internasional. Hal ini tidak memungkinkan adanya

suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar22.

Penelitian ini menggunakan konsep dari neoliberalisme yang menyatakan

bahwa kerja sama antar negara-negara berdaulat dan otonomi dapat muncul melalui

pembangunan norma, rezim dan institusi di dalam dunia global yang bersifat

anarkis23. Menurut Robert Keohane dan Joseph Nye, hubungan antar negara

didominasi oleh interdependensi yang kompleks dimana terdapat suatu bentuk

hubungan selain hubungan politik pemerintah atau dikenal juga sebagai hubungan

transnasional24. Interdependensi yang kompleks memberikan gambaran situasi

21 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations World Politics Fifth Edition,

(United States of America: Pearson Education, Inc, 2013), hal. 26. 22 DR. Anak Agung Banyu Perwita & DR. Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 3-4. 23 Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse, International Relations, (United States of America:

PEARSON, 2014), hal. 122. 24 Robert O Keohane and Joseph S. Nye dalam Waheeda Rana, "Theory of Complex

Interdependence: A Comparative Analysis of Realist and Neoliberal Thoughts," International

Page 26: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

15

berbeda dibandingkan dengan gambaran dari konsep realis. Ketika ada tingkat

interdependensi yang tinggi, negara-negara akan membentuk lembaga-lembaga

internasional untuk menangani masalah-masalah umum. Lembaga berfungsi untuk

mempromosikan kerja sama lintas batas internasional dengan memberikan

informasi atau ditetapkannya pengurangan biaya, hal ini dikenal juga sebagai

neoliberalism: institutional liberalism25.

Negara dengan sukarela dapat membentuk institusi antar pemerintah atau

lembaga internasional seperti United Nations atau International Monetary Fund

yang digunakan negara untuk memperoleh collective interest tertentu. Negara juga

akan berusaha membuat pengaturan kelembagaan yang bersifat informal atau

disebut sebagai rezim internasional. Stephen Krasner mendefinisikan rezim

internasional sebagai seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur

pengambilan keputusan dimana aktor memiliki tujuan yang serupa dalam suatu

permasalahan di ranah relasi internasional26.

Di dalam hubungan yang bersifat interdependensi, terdapat peranan aktor

negara dan aktor transnasional yang berinteraksi, baik itu dalam bentuk kerja sama

maupun persaingan. Menurut James Rosenau, transnasionalisme adalah proses

dimana hubungan internasional dibentuk oleh pemerintah yang telah mendapatkan

pengaruh dari hubungan antar individu, kelompok, dan masyarakat yang memiliki

Journal of Business and Social Science Vol.6 No.2 (February 2015): hal. 291, diakses pada 5

September 2018, http://ijbssnet.com/journals/Vol_6_No_2_February_2015/33.pdf , hal.291. 25 Robert Jackson dan Georg Sørensen, Introduction to International Relations Theories and

Approaches, (United Kingdom: Oxford University Press, 2013), hal. 47. 26 Stephen Krasner dalam Tim Dunne, Milja Kurki, Steve Smith, International Relations Theories

Discipline and Diversity, (United Kingdom: Oxford University Press, 2013), hal. 116.

Page 27: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

16

kepentingan27. Aktor-aktor transnasionalisme dapat dibagi kedalam organisasi non-

pemerintah, organisasi non-pemerintah internasional, organisasi pemerintah

internasional, perusahaan multi-nasional, dan media massa.

Di dalam aktivitas politik terdapat negosiasi di ranah internasional, menurut

Putnam hal ini dikenal juga sebagai permainan dua tingkat (two level games)28. Di

tingkat nasional, kelompok domestik mengejar kepentingan mereka dengan cara

menekan pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang menguntungkan, hal ini

didukung oleh politisi yang mencari kekuasaan dengan membangun koalisi di

antara kelompok-kelompok tersebut. Dalam tingkat internasional, pemerintah

nasional berusaha memaksimalkan kemampuan mereka untuk memenuhi tekanan

domestik, pemerintah pun berusaha untuk meminimalkan konsekuensi buruk dari

perkembangan luar negeri. Tak satu pun dari kedua pertandingan tersebut dapat

diabaikan oleh pembuat keputusan pusat, selama negara mereka tetap saling

bergantung, namun berdaulat29. Melalui konsep two level games politik domestik

akan selalu mempengaruhi kebijakan luar negeri dari sebuah negara.

27 James N. Rosenau, The Study of Global Interdependence: Essays on The Transnationalism of

World Affair, (New York: Nichols, 1980), hlm.1. 28 Christopher W. Huges, Lai Yew Meng, Security Studies, (London: Routledge, 2011), hal. 175. 29 Robert D. Putnam, "Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games,"

International Organization, Vol. 42, No. 3. (Summer, 1988): hal. 434.

Page 28: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

17

Skema 1.1. The Influence of National and Multinational Corporations on

American Foreign Relations (Dennis M. Ray, 1972)30

Dennis M. Ray berasumsi bahwa komunitas bisnis Amerika Serikat

memiliki posisi monolitik (suatu kesatuan yang besar dan sukar diubah) terhadap

investasi asing atau kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Terdapat tiga jalan bagi

perusahaan Amerika Serikat untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika

Serikat. Jalan yang pertama adalah melalui kapasitas yang dimiliki perusahaan

untuk mengambil jalur independen di arena internasional melalui investasi luar

negeri, jalan yang kedua adalah melalui pengaruh langsung dan tidak langsung

30 Dennis M. Ray, "Corporations and American Foreign Relations," The Annals of the American

Academy of Political and Social Science vol. 403, hal. 83.

Page 29: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

18

terhadap proses pengambilan keputusan, dan jalan yang ketiga adalah melalui

kapasitas yang dimiliki perusahaan untuk membentuk opini publik sehingga

melegitimasi aksi pemerintahan untuk mendukung kepentingan bisnis31.

Skema 1.2. Channels of Corporate Influence (Dennis M. Ray, 1972)32

Perusahaan pun memiliki kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan luar

negeri melalui cabang eksekutif pemerintahan. Walaupun perusahaan dapat

mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan luar negeri secara langsung

namun perusahaan masih membutuhkan perantara untuk memberikan pengaruh.

Perantara yang memiliki relasi erat dengan pemerintah adalah Kongres atau agensi

pemerintahan sehingga perusahaan cenderung memberikan pengaruhnya kepada

31 Dennis M. Ray, "Corporations and American Foreign Relations," The Annals of the American

Academy of Political and Social Science vol. 403, hal. 83. 32 Dennis M. Ray, "Corporations and American Foreign Relations," The Annals of the American

Academy of Political and Social Science vol. 403, hal. 83.

Page 30: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

19

Kongres atau agensi pemerintahan33. Perusahaan pun dapat memengaruhi

pemerintahan melalui asosiasi perdagangan yang sudah terbentuk.

Skema 1.3. The strategic-relational approach to foreign policy (Brighi 2013)34

Untuk memahami adanya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat

di dalam rezim perdagangan maka penulis menggunakan pendekatan strategic-

relational oleh Elisabetta Brighi dan Christopher Hill. Pendekatan strategic-

relational terhadap kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu aktor,

ide, dan konteks yang melalui sebuah proses politik akan menghasilkan sebuah

pilihan kebijakan tertentu35. Pilihan kebijakan tersebut akan dikaji lebih lanjut dan

disesuaikan dengan variabel yang ada sehingga akan terjadi pengulangan proses

politik. Konteks tidak kurang dan tidak lebih dapat diartikan sebagai situasi yang

berhubungan dengan sebuah kejadian. Koeksistensi dari aktor yang berbeda-beda

serta interaksi dan kepentingan yang beragam menyebabkan kondisi dunia

33 Dennis M. Ray, "Corporations and American Foreign Relations," The Annals of the American

Academy of Political and Social Science vol. 403, hal. 87. 34 Steve Smith, Amelia Hadfield, Tim Dunne, Foreign Policy Theories, Actors, Cases, (United

Kingdom: Oxford University Press, 2016), hal.150. 35 Steve Smith, Amelia Hadfield, Tim Dunne, Foreign Policy Theories, Actors, Cases, (United

Kingdom: Oxford University Press, 2016), hal.150.

Page 31: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

20

internasional yang tidak seimbang. Sedangkan ide adalah kepentingan dari aktor

yang dibawa menjadi kebijakan luar negeri sebuah negara.

1.6. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pengkonstruksian atas realita

sosial dengan memaknakannya, berfokus pada proses interaktif atau kejadian,

melibatkan nilai secara eksplisit, sehingga penelitian cenderung menggunakan

analisis. Metode penelitian ini dirancang untuk menyelidiki permasalahan sosial,

dengan menekankan pada pentingnya pemahaman tentang makna perilaku

manusia, menggunakan laporan yang terperinci dengan menggunakan kata-kata

atau analisa36.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan/

dokumentasi. Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan kepada subjek penelitian37. Dokumen dapat berupa buku-buku

ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-

peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber

tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

36 J. W. Creswell, Qualitatif Inguiry and Research Design, (California: Sage Publications Inc, 1998),

hal. 37. 37 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 70.

Page 32: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat Dalam Rezim

21

1.7. Sistematika Pembahasan

Bab 1: Pendahuluan. Pendahuluan dari penelitian Fluktuasi Keikutsertaan Amerika

Serikat dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 - 2004.

Bab 2: Amerika Serikat dan Rezim Perdagangan. Dalam bab ini penulis

menjelaskan kepentingan Amerika Serikat dalam rezim perdagangan yang dimulai

pada tahun 1948 hingga 2004. Terdapat tiga momentum utama yang dibahas di

dalam bab ini yaitu Amerika Serikat dan pembentukan International Trade

Organization (ITO), Amerika Serikat dan pembentukan World Trade Organization

(WTO), serta Amerika Serikat yang beralih kepada perjanjian perdagangan

bilateral.

Bab 3: Fluktuasi Keikutsertaan Amerika Serikat dalam Rezim Perdagangan. Dalam

bab ini penulis menganalisa perubahan proses fluktuasi keikutsertaan Amerika

Serikat yang dimulai dari bilateralisme ke ITO, perubahan kebijakan Amerika

Serikat dari GATT ke WTO, dan perubahan preferensi Amerika Serikat dari

multilateralisme ke bilateralisme.

Bab 4: Kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian penelitian Fluktuasi Keikutsertaan

Amerika Serikat dalam Rezim Perdagangan Tahun 1948 - 2004.