62
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma, transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004). Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI, 2009). 1 | Page

fraktur tibia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah

Citation preview

Page 1: fraktur tibia

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun

sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma,

transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian

adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak

1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun

2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma

dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien,

30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah

tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004).

Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi

adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden

kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi

disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan data dari rekam medis RS Fatmawati di ruang Orthopedi

periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan

muskuloskeletal, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31

orang (5,59%).

Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur

tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan

11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di

ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta

bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus

diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh meliputi

bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis penyebabnya, apakah ada

1 | P a g e

Page 2: fraktur tibia

kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan lokasi kejadian serta

waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang

optimal (Alexa, 2010).

2 | P a g e

Page 3: fraktur tibia

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. AN

Usia : 18 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Asrama Akmil

Pekerjaan : Capratar

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Masuk Rumah Sakit : 10 Desember 2013 pkl 14.45 WIB

Bangsal : Melati

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 Desember

2013 di bangsal Melati Rumah Sakit Tingkat II Dr. Soedjono, Magelang.

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah sebelah kiri.

Keluhan Tambahan :

Bengkak pada tungkai bawah sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien post terjatuh saat latihan pada tanggal 4 Desember 2013 datang ke

IGD RST dr.Soedjono Magelang tanggal 10 Desember 2013 dengan keluhan

nyeri pada tungkai bawah sebelah kiri. Saat pasien sedang mengikuti latihan

berupa pendakian, pasien terjatuh ke dalam jurang dengan kedalaman sekitar 2

meter, dengan tungkai bawah sebelah kiri sebagai tumpuan. Setelah terjatuh

setiap kali kaki kiri itu digerakkan terasa nyeri. Tidak terdapat luka robek/

3 | P a g e

Page 4: fraktur tibia

terbuka di kaki kiri. Benturan kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-),BAK

dan BAB dbn.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

Riwayat Trauma serupa sebelumnya : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Desember 2013 di ruang Melati.

1. Primary Survey

A : tidak ada gangguan jalan napas

B : RR 19 x/menit

C : TD : 110/70 mmHg, N : 92x/menit, akral hangat, capp refill < 2’

D : GCS 15 (E4M6V5)

E : Suhu 36º C

2. Secondary Survey

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran/GCS : Compos Mentis / 15

Tanda Vital :

4 | P a g e

Page 5: fraktur tibia

o Tekanan Darah : 110/70 mmHg

o Nadi : 92 x/menit

o Suhu : 36°C

o Respirasi : 19 x/menit

A. Status Generalis

1) Kepala

Normochepal, chepal hematome (-)

Mata : Conjunctiva Anemis -/-,Sklera Ikterik -/-,

pupil isokor 3mm/3mm, Refleks Cahaya +/+

Telinga : Discharge (-)

Hidung : Discharge (-)

Leher : pembesaran KGB (-), kaku leher (-)

2) Thoraks (Paru dan Jantung)

Inspeksi : dada simetris, tidak terdapat jejas, ictus cordis tidak

tampak

Palpasi : vocal fremitus kanan & kiri sama, ictus cordis tidak kuat

angkat

Perkusi : sonor, batas jantung normal

Auskultasi : vesikuler (wheezing : -/- , ronkhi : - /-), BJ I II regular.

3) Abdomen

Inspeksi : dinding perut datar normal, tidak terdapat jejas

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Perkusi : timpani

4) Genitalia : dbn

5) Ekstremitas (Superior dan inferior)

Akral Hangat, Capilary refill <2 detik.

5 | P a g e

Page 6: fraktur tibia

B. Status Lokalis

Regio Cruris Sinistra

Look : Tampak region cruris sinistra swelling dan kemerahan.

Tidak tampak deformitas. Vulnus Laceratum (-), Sianosis (–).

Feel : nyeri saat digerakkan (+), nyeri tekan (+),pulsasi a.

dorsalis pedis (+), akral hangat (+), sensasi (+), capp refill (< 2’)

Move : gerakan aktif dan pasif terbatas, nyeri saat digerakkan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Rontgent Cruris Sinistra (AP dan Lateral)

Hasil :

Interpretasi Ro : terdapat diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia

Sinistra 1/3 Proksimal komplit dengan garis fraktur tranvesal serta

aposisi dan alignment baik.

A : Alignment dan Aposisi (alignment dan aposisi os tibia baik)

6 | P a g e

Page 7: fraktur tibia

B : Bone (terdapat diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia Sinistra 1/3

Proksimal komplit dengan garis fraktur tranversal. Pada os fibula baik.

C : Cartilago (cartilago intraartikuler baik)

S : Soft tissue kemungkinan terdapat kerusakan

- Hasil Laboratorium Darah Lengkap pada tanggal 10 Desember 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

WBC 11.9 103/mm3 4 – 10

RBC 4.26 106/mm3 3,5 – 5,5

HB 12 g/dl 11,0 – 15

HCT 34.3 % 36 – 48

PLT 369 103/mm3 150 – 450

PCT 0.41 % 0.10 – 0.20

MCV 80.7 um3 80 – 99

MCH 28.1 pg 26 – 32

MCHC 34.9 g/dl 32 – 36

RDW 12 % 7.4 – 10.4

MPV 11.3 um3 7.4 – 10.4

PDW 8,2 % 10 – 14

Diff Count

Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi

% Lym 13,3 % 20 – 40 # Lym 1,6 103/mm3 0,6 – 4,1

% Mon 6,5 % 1 – 15 # Mon 0,8 103/mm3 0,1 – 1,8

% Gra 80,2 % 50 – 70 # Gra 9,5 103/mm3 2 – 7,8

Albumin : 4.3 g/dL

GDS : 102 mg/dl

E. ASSESSMENT

7 | P a g e

Page 8: fraktur tibia

Closed Fracture 1/3 Diafisis Tibia Proksimal Sinistra (Isolated)

F. PLANNING

Planning Diagnostik

o Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap, BT, CT

Pemeriksaan Rontgent Cruris Sinistra (AP, Lateral)

Planning Terapi

o Simptomatik

o Infus metronidazol 3 x 500 mg

o Paracetamol 3 x 500 mg

o Non Flamin 3 x 1 tab

o Kausal

o Reposisi dan Pemasangan gips

o Suportif

o Infus RL/ D5 20-30 tpm

G. TINDAKAN

Saat tiba di ruang UGD RST Tk. 2 Dr. Soedjono pada hari Selasa tanggal 10

Desember 2013, setelah menjalani pemeriksaan fisik, tidak didapatkan adanya

kegawatdaruratan pada airway, breathing, dan circulation. Dari hasil

pemeriksaan fisik lokalis pada region cruris sinistra, pasien dicurigai

mengalami fraktur di region cruris sinistra, sehingga pertolongan pertama yang

dilakukan di IGD adalah pemasangan bidai untuk stabilisasi dan mengurangi

nyeri, setelah itu pasien menjalani pemeriksaan penunjang, berupa foto rontgen

region cruris sinistra AP dan lateral.

Hasil foto rontgen didapatkan hasil berupa adanya fraktur pada os tibia

sinistra 1/3 proksimal, setelah itu dilaporkan ke dr.Basuki Widodo, Sp.OT, lalu

pada tanggal 11 Desember 2013 dilakukan reposisi dan pemasangan gips di

ruang operasi.

8 | P a g e

Page 9: fraktur tibia

Laporan Operasi

- Posisi supine

- Dilakukan Reposisi (Stabilisasi)

- Pasang LLC (Long Leg Cast)

- Operasi Selesai

Foto Pasien Post Pemasangan Gips

H. FOLLOW-UP

Tanggal 11 Desember 2013 (Pre-Op)

VS : TD 110/90 mmHg; Nadi 84x/menit; Suhu 36,5°C

Kedaan umum : tampak sakit sedang

S : nyeri tungkai kiri bawah (+), pusing (-), sesak (-), mual (-), muntah

(-), BAB/BAK (-)

O :

o St. Generalis :

Thorax : pulmo (SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-), cor (S1>S2)

Abdomen : Soefl, BU +, Hepar dan Lien dbn

o St. Lokalis :

9 | P a g e

Page 10: fraktur tibia

Look

Tampak region cruris sinistra terpasang bidai.

Feel

Terasa nyeri saat digerakkan.Nyeri tekan (+).Teraba lebih

hangat dengan region cruris dextra.Pulsasi a.tibialis posterior

baik.

Move

Pasif movement (+) terbatas, nyeri gerak (+)

Planning Terapi

Simptomatik

o Infus metronidazol 3 x 500 mg

o Paracetamol 3 x 500 mg

o Non Flamin 3 x 1 tab

Kausal

o Reposisi dan Pemasangan gips

Suportif

o Infus RL/ D5 20-30 tpm

Monitoring

Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola

makan, hasil pemeriksaan penunjang, kondisi tungkai

Edukasi

Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya

Minum obat teratur, makanan tinggi protein,cukup istirahat.

Tanggal 12 Desember 2013 (Post-Op Hari ke-1)

VS : TD 130/90 mmHg; Nadi 87x/menit; Suhu 36,4°C

Kedaan umum : tampak sakit sedang

S : pegal pada tungkai kiri bawah (+), pusing (-), sesak (-), mual (-),

muntah (-), BAB/BAK (-)

O :

o St. Generalis :

10 | P a g e

Page 11: fraktur tibia

Thorax : pulmo (SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-), cor (S1>S2)

Abdomen : Soefl, BU +, Hepar dan Lien dbn

o St. Lokalis :

Look

Tampak tungkai kiri dari bagian atas lutut sampai pedis sinistra

terpasang gips.

Feel

Tungkai kiri terasa pegal dan sulit digerakkan karena terpasang

gips.

Move

Pasif movement (+) terbatas.

Planning Terapi

Simptomatik

o Infus metronidazol 3 x 500 mg, jika infus habis terapi diganti

oral semua Ciprofloxacin 2 x 500 mg

o Paracetamol 3 x 500 mg

o Non Flamin 3 x 1 tab

Kausal

o Reposisi dan Pemasangan gips

Suportif

o Infus RL/ D5 20-30 tpm

Monitoring

Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola

makan, kondisi tungkai setelah pemasangan gips

Edukasi

Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya

Minum obat teratur, makanan tinggi protein, vitamin dan

mineral, ,cukup istirahat, mobilisasi dengan bantuan kruk.

11 | P a g e

Page 12: fraktur tibia

Tanggal 13 Desember 2013 (Post-Op Hari ke-2)

VS : TD 120/80 mmHg; Nadi 90x/menit; Suhu 36°C

Kedaan umum : tampak sakit sedang

S : pegal pada tungkai kiri bawah (+), pusing (-), sesak (-), mual (-),

muntah (-), BAB/BAK (-)

O :

o St. Generalis :

Thorax : pulmo (SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-), cor (S1>S2)

Abdomen : Soefl, BU +, Hepar dan Lien dbn

o St. Lokalis :

Look

Tampak tungkai kiri dari bagian atas lutut sampai pedis sinistra

terpasang gips.

Feel

Tungkai kiri terasa pegal dan sulit digerakkan karena perpasang

gips.

Move

Pasif movement (+) terbatas.

Planning Terapi

Simptomatik

o Ciprofloxacin 2 x 500 mg

o Paracetamol 3 x 500 mg

o Non Flamin 3 x 1 tab

Kausal

o Reposisi dan Pemasangan gips

Fisioterapi

o Pasien sudah bisa mobilisasi dengan bantuan 2 kruk

o Pasien tidak bisa berolahraga dan latihan fisik lainnya selama

penggunaan gips.

12 | P a g e

Page 13: fraktur tibia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. FRAKTUR

II. 1. 1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan

fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur

pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma dihantarkan ke daerah yang lebih

jauh dari daerah fraktur. Akibat trauma bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya

dan umur penderita.

II.1.2. Penyebab Fraktur

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila

terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan

lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan

lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada

atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh

tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat

yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya

13 | P a g e

Page 14: fraktur tibia

pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat

menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

II.1.3. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,

pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak.Terjadi pendarahan

dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla.

Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap

hematoma tersebut, dan menggantikannya.

Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel

ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut callus. Callus

kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran

kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan

terjadi perdarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh

darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian

akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya.

Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut

fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut

dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga

tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel

kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan.

Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat

pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya

ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

II.1.4. Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:

a.       Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :

1.      Rotasi pemendekan tulang

2.      Penekanan tulang

b.      Bengkak

Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang

berdekatan dengan fraktur.

14 | P a g e

Page 15: fraktur tibia

c.       Ekimosis dari perdarahan subcutaneous

d.      Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur

e.       Tenderness

f.       Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur di daerah yang berdekatan

g.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan)

h.      Pergerakan abnormal

i.        Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

j.        Krepitasi

II.1.5. Klasifikasi

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a.      Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar.

b.     Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi

menjadi tiga derajat, yaitu :

1.      Derajat I

a)     Luka kurang dari 1 cm

b)     Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk

c)      Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan

d)     Kontaminasi ringan

2.      Derajat II

a)   Laserasi lebih dari 1 cm

b)   Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

c)   Fraktur komuniti sedang

3.      Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:

a.      Fraktur complete, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang.

b.      Fraktur incomplete, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.

15 | P a g e

Page 16: fraktur tibia

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma,

fraktur terbagi menjadi :

1) Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi

4) Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kearah permukaan lain.

5) Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena tarikan atau traksi otot pada

insersi nya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

A. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periostium masih utuh

B. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas :

- Dislokasi ad longitudinem cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

- Dislokasi ad axim( pergeseran yang membentuk sudut)

- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menajauh)

6. Berdasarkan posisi fraktur :

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

16 | P a g e

Page 17: fraktur tibia

7. Fraktur kelelahan : faktur akibat tekanan yang berulang- ulang

8. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu :

Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan

Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman

sindroma kompartemen.

II.1.6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan rontgent : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ luasnya trauma

b. Scan tulang, CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk mengidentifikasi jaringan

lunak

c. Hitung darah lengkap : Hb menurun/ meningkat

d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,

atau cedera

II.1.7. Komplikasi

a.      Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur

antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau

perlukaan kulit.

b.     Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomielitis, emboli, nekrosis, dan

syndrome compartemen.

c.       Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain

stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).

17 | P a g e

Page 18: fraktur tibia

II.2. FRAKTUR TIBIA

II.2.1. Anatomi

Pengetahuan mengenai topografi dan struktur anatomi dari tungkai bawah

merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk rencana operasi atau

penatalaksanaan pada extremitas.tungkai bawah terdiri atas 3 kompartemen.

Gambar 1. Potongan melintang tungkai bawah

A. Kompartemen Anterior

Terdapat 4 otot utama dari kompartemen anterior :

Musculus Tibialis anterior

Musculus Extensor digitorum longus

Musculus Extensor digitorum brevis

Musculus Fibularis (peroneus tertius)

Kompartemen ini berfungsi sebagai dorsoflexor sendi pergelangan kaki dan jari-

jari kaki. Arteri tibialis anterior mendarahi struktur-struktur dalam compartinumentum

anterius. Arteri tibialis anterior dan nervus peroneal masuk ke dalam otot dan normalnya

terlindungi dari cedera. Cabang arteri terminal arteri poplitea lebih kecil, arteri ini akan

berakhir di sendi pergelangan kaki, pertengahan antara kedua maleolus dengan beralih

menjadi arteria dorsalis pedis.

B. Kompartemen Lateral

Kompartmen lateral terdiri dari 2 otot, Perineous Brevis dan Perineous Longus

yang berfungsi untuk plantar fleksor dan evertor dari kaki. Otot tersebut berinsersio dari

bagian proksimal dan tengah dari fibulla maka fibula akan terlindungi dari trauma

18 | P a g e

Page 19: fraktur tibia

langsung. Nervus peroneal berjalan di antara musculus peroneal dan extensor digitorum

longus.

Gambar 2. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak anterior dan lateral

C. Kompartemen Posterior

1. Superficial posterior compartment

Terdiri dari musculus gastrocnemius (gerak articulatio genu dan juga pda

sendi pergelangan kaki), soleus (dibagian 1/3 distal), popliteus (plantar flexi) dan

19 | P a g e

Page 20: fraktur tibia

plantaris (tidak ada fungsi yang signifikan). Kompartmen ini penting untuk

plantar flexi.

2. Deep posterior compartment

Kelompok otot pada kompartmen ini adalah musculus popliteus, flexor

hallucis longus, flexor digitorum longus, tibialis posterior. Mempunyai 2 arteri

besar, arteri peroneal dan tibialis posterior.

Gambar 3. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak posterior

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini

merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal

untuk membentuk articulation genu dan  ke distal terlihat semakin mengecil.

20 | P a g e

Page 21: fraktur tibia

Gambar 4. Anatomi Os Tibia dan Fibula

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi

menyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput

fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang

melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat

condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut plateau tibia lateral dan medial),

yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci

lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas

area intercondylus anterior dan posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia

intercondylus.

Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis

yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis

terdapat insertio m.semimembranosus.

Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan mempunyai

tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis

21 | P a g e

Page 22: fraktur tibia

diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering.

Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang

merupakan tempat lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan

melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus

memberikan tempat perlekatan untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus

tibiae menunjukkan linea oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya

m.soleus.

Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat

permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus, ujung bawah memanjang ke bawah dan

medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis

bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan yang lebar

dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat

pada tibia.

II.2.2. Insiden

Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut

yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka

dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling

sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor.Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-

laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan

olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung

lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait

dengan perubahan hormon.

Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan

11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas

bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.

II.2.3. Etiologi

Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat

yang tertentu.

Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat

trauma ringan.

22 | P a g e

Page 23: fraktur tibia

II.2.4. Patofisiologi

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,

periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan

darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi

didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi

menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang

merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi

fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari

fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan

fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang

melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur.

Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik

untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami

remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast

tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang

sementara.

II.2.5. Mekanisme Cedera

Ada 5 penyebab tersering yang menyebabkan fraktur pada bagian batang

dari tibia, yaitu jatuh, cedera olahraga, trauma langsung, kecelakaan lalu lintas dan

tembakan senjata.

Cedera yang sering terjadi akibat dari cedera torsional atau terpuntir,

biasanya pada pemain ski yaitu dengan trauma berenergi rendah dimana bertumpu

pada kaki dan badannya terputar dan terfiksirpada tumpuan tersebut, biasanya dari

pemeriksaan radiologinya menunjukan hasil fraktur spiral,derajatnya tergantung

dari energi dari trauma tersebut. Pada anak – anak juga sering terdapat cedera

pemuntiran dapat menyebabkan fraktur spiral pada tibia tanpa fraktur fibula.

Fraktur dengan tibia isolated atau fibula yang intak sering pada pemain sepak

bola, mekanisme traumanya adalah dengan cedera dengan kecepatan rendah akibat dari

rotasi paka dari tibia yang akan menyebabkan OTA tipe A1 di 1/3 distal tulang tibia atau

trauma langsung di ‘tackle’ saat bermain. Pada usia berapa saja cedera langsung,

misalnya akibat tendangan, dapat menyebabkan fraktur melintang (transversal) atau

fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat yang terkena.

23 | P a g e

Page 24: fraktur tibia

Cedera berat pada tulang dan jaringan lunak biasanya akibat dari cedera langsung

yang terfokus pada satu area dengan energi yang besar, seperti pada tergilas oleh mesin

industri dan pukulan dengan menggunakan kayu atau tongkat baseball.

Fraktur fibula yang berhubungan dengan fraktur tibia dapat memperlihatkan

derajat trauma pada pada jaringan lunak dan energi yang menyebabkan fraktur pada

bagian itu.

II.2.6. Klasifikasi Fraktur Tibia

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau

persendian pergelangan kaki.

Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur tibia adalah

Lokasi anatomi

Pola fraktur atau pola garis fraktur

Bersamaan dengan cedera fibula

Posisi dan jumlah fragmen

Kerusakan jaringan lunak yang luas

1. Fraktur Kondiler Tibia

Mekanisme trauma

Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis

serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan

antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan

gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari

kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial

memiliki kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat

gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus).

Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa

menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan

osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau

meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama

robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.

Klasifikasi

Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker.

I : Fraktur split kondiler lateral

II : Fraktur split/depresi lateral

24 | P a g e

Page 25: fraktur tibia

III: Depresi kondiler lateral

IV: Fraktur split kondiler medial

V : Fraktur bikondiler

VI: Fraktur kominutif

Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur

tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila

depresi melebihi 4 mm.

Gambar 5. Klasifikasi Fraktur Kondiler Tibia menurut Schatzker

Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Kondiler

Gambaran Klinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri

serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien tidak

dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada proksimal

tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter perlu menentukan adanya

25 | P a g e

Page 26: fraktur tibia

penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular,

ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat.

Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara

seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur

terbuka.

Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.

Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk

pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera, pelebaran

sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress varus atau

valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o.

Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai melalui tes Lachman.

Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut.Robekan

ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler lateral.

Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan meniscus medial.

Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu kondiler.Fraktur kondiler

tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada

sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.

2. Fraktur Diafisis Tibia

Mekanisme trauma

Seperti fraktur pada umumnya, fraktur pada diafisis bisa di klasifikasikan

dengan berbagai cara, secara tradisional pada dokter bedah biasanya membagi

berdasarkan jenis fraktur, terbuka atau fraktur tertutup dan berdasarkan lokasi, bagian

atas, tengah atau 1/3 bawah dari tulang.

Dokter bedah lain berpendapat bahwa prognosis dari fraktur tersebut tergantung

dari keterlibatan fibula, atau dari pergeseran yang terlihat dari foto radiologi

anteroposterior dan lateral. akhir – akhir ini banyak yang mengklasifikasikan fraktur

berdasarkan derajat kerusakan jaringan lunak dan morfologi dari fraktur.

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan

menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3

bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi

otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya

fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

26 | P a g e

Page 27: fraktur tibia

Gambar 7. Fraktur diafisis tibia

Klasifikasi fraktur

Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter

yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur

dalam menjalankan penatalaksanaannya.

Klasifikasi OTA

Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia

berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks.

Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

A. Tipe simple

B. Tipe wedge

C. Tipe kompleks

OTA Tipe A OTA Tipe B

27 | P a g e

Page 28: fraktur tibia

OTA Tipe C

28 | P a g e

Page 29: fraktur tibia

Gambar 8. Klasifikasi Fraktur Diafisis menurut OTA

Group A1 Spiral fractures

A1.1 Intact f ibula

A1.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

A1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group A2 Oblique >30 degrees

A2.1 Intact f ibula

A2.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

A2.3 Tibia and fibula fractures at same level

29 | P a g e

Page 30: fraktur tibia

Group A3 Transverse <30 degrees

A3.1 Intact f ibula

A3.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

A3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B1 Intact spiral wedges fractures

B1.1 Intact f ibula

B1.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

B1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B2 Wedges bending fractures

B2.1 Intact f ibula

B2.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

B2.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B3 Comminuted wedges fracture

B3.1 Intact f ibula

B3.2 Tibia and fibula fractures at diff . level

B3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group C1 Spiral wedges fractures

C1.1 Two intermediate fragments

C1.2 Three intermediate fragments

C1.3 More than three intermediate fragments

30 | P a g e

Page 31: fraktur tibia

Group C2 Segmental fracture

C2.1 One segmental

C2.2 Segmental fragment and addit ional wedges

fragment

C2.3 Two segmental fragment

Group C3 Comminuted fracture

C3.1 Two or three intermediate fragments

C3.2 Limited comminution

C3.3 Extensive comminution

Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan

deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa muncul

di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan perhatian pada

ekstremitas yang mengalami cidera. Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor,

paralysis, paresthesia, pulselessness.

Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle.Dengan

pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada

transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia

dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat

segmental.Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral.CT tidak diperlukan.

Pengobatan

Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan konservatif

dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi. Operasi dilakukan

apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau nonunion yang sangat jarang

ditemukan.

31 | P a g e

Page 32: fraktur tibia

1. Konservatif

Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.

Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada

angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3

minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips

biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada

tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan

mereda atau terjadi union secara fibrosa.

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi

konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif

adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau

pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.

Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan

yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Komplikasi

Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,

delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma

kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis dan

gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan sendi ini biasanya

disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

3. Fraktur Distal Tibia

Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana

talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan

ligamen.Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.

Mekanisme trauma

32 | P a g e

Page 33: fraktur tibia

Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam

beberapa macam trauma.

1. Trauma abduksi

Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat

oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen

bagian medial.

2. Trauma adduksi

Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik

atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya

menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya

trauma.

3. Trauma rotasi eksterna

Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur

pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau

fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai

dengan dislokasi talus.

4. Trauma kompresi vertikal

Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan

dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan

diastesis.

Klasifikasi

Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya

pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan

atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis &

Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari

kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.

33 | P a g e

Page 34: fraktur tibia

Gambar 9. Mekanisme trauma pada fraktur maleolus

Klasifikasi terdiri atas :

• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis

• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis

dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian depan

• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai

fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada

sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duouytren.

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain fraktur

juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

Gambar 10. Klasifikasi menurut Danis-Weber

34 | P a g e

Page 35: fraktur tibia

Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Distal Tibia

Gambaran klinis

Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau

deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada

daerah tulang atau pada ligamen.

II.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :

- Pertolongan pertama

Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan

nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada

anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri

sebelum diangkut dengan ambulans.

- Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka

itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-

alat dalam yang lain.

- Resusitasi

Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,

sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri

berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive, prinsip

pengobatan ada empat (4R), yaitu :

1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)

35 | P a g e

Page 36: fraktur tibia

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,

pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :

- Lokalisasi fraktur

- Bentuk fraktur

- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.

Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin

mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,

deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.

Posisi yang baik adalah :

- Alignment yang sempurna

- Aposisi yang sempurna

3. Retention

Imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Penatalaksanaan pada fraktur tibia tergantung pada:

- Lokasi fraktur

- Displacement (pergeseran)

- Alignment

- Assosiated injury

- Kondisi jaringan lunak sekitarnya

1. Terapi tertutup

Dilakukan pada trauma dengan energi rendah, displace yang minimal, fraktur

tibia yang isolated dapat digunakan ‘long leg cast’ dan progressive weight bearing. Cast

ini dipasang dengan posisi lutut flexi 00 - 50dan mobilisasi weight bearing secepatnya.

Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5 hari untuk untuk manajemen

nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan menggunakan tongkat sampai akhirnya full

weight bearing pada 2-4 minggu.

36 | P a g e

Page 37: fraktur tibia

Terapi dengan bearing cast ini dikontraindikasikan pada fraktur dengan

deformitas berupa shortening dan adanya angulasi, dan angulasinya bertambah setelah di

cast.

2. Reduksi tertutup

Untuk terapi fraktur tibia dengan sedikit atau tanpa pergeseran dapat dilakukan

reduksi tertutup dibawah analgetik atau anastesi. Posisi pasien di meja operasi dengan

kaki tergantung dengan lutut fleksi untuk merelaksasikan otot gastrocnemius dan soleus

dan dapat di traksi dengan gravitasi. Setelah itu kaki dibersihkan untuk mencegah selulitis

lalu dipasang cast.

Setelah cast terpasang, dilakukan xray, bila pergseran fraktur minimal, tidak ada

penyulit pasien diperbolehkan pulang. Pasien dilatih untuk program quadriceps isometric

dan pasien diberitahu cara untuk non weight bearing program dan dianjurkan untuk

check-up 2-4 hari kemudian.

Pada low energy fraktur lebih baik dilanjutkan dengan weight bearing yang lebih

awal, pasien diinstruksikan dengan quadriceps isometrics dan kaki diluruskan ke atas

selama minggu awal.

37 | P a g e

Page 38: fraktur tibia

3. Fiksasi external

Fiksasi external digunakan untuk fraktur terbuka tetapi ada juga yang

mengajurkan untuk fraktur tertutup.Fiksasi internal ini menggunakan titanium atau

stainlees stail. Peran dari external fiksasi ini telah berkembang bukan hanya digunakan

untuk terapi subakut pada fraktur dengan bone loss tetapi hasil yang baik juga terhadap

nonunion fracture, infected nonunion.

External fiksasi di indikasikan pada fraktur tertutup yang tertutup dan fraktur

tertutup dengan komplikasi oleh kompartemen sindrom dan kegagalan sensasi. Telah

dilaporkan dari 250 orang pasien dengan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani

dengan menggunakan fiksasi eksterna dilanjutkan dengan 3-6 minggu weight bearing

dengan long leg cast.

Rehabilitasi:

Untuk fraktur yang stabil 6 minggu pertama, partial weight bearing menggunakan

tongkat, 10 – 15 kg.tetap lakukan exercise dari sendi- sendinya. Selama 6 minggu -3

bulan apabila stabil dan membaik secara kinis dan radiologi maka weight bearingnya

dapat ditambahkan sesuai toleransinya.

38 | P a g e

Page 39: fraktur tibia

4. Fiksasi internal

a. Plat dan screw

Diindikasikan untuk fraktur dengan displace dari intraartikular fraktur dan

fraktur dari metafisis juction dari pergelangan kaki dan tungkai bawah. Malunion dan

nonunion juga merupakan indikasi lain.

Telah dilaporkan 97% fraktur tibia yang tertutup dengan plat mengalami

perbaikan, untuk komplikasi infeksinya kurang dari 1%.

b. Intramedulary nailing

Metode terapi alternatif lain pada fraktur shaft tibia tertutup adalah dengan

intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.

Rehabilitasi:

Menggunakan long leg cast 0 – 6 minggu sampai fraktur union secara klinis.

Partial weight bearing 12 – 25kg pada awal dengan menggunakan tongkat. Range of

motion exercise. Pada minggu ke 6 – minggu ke 12 pada fraktur yang stabil latihan dari

otot gastrocnemius setelah itu dilanjutkan dengan full weight bearing.

II.2.7. Prognosis

Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari

kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini sangat

tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon

tubuh terhadap pengobatan.

39 | P a g e

Page 40: fraktur tibia

II.2.8. Kesimpulan

Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia.Pada

fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan pergelangan kaki.

Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya juga tidak

sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap

diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting.

Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif

maupun non operatif.

40 | P a g e

Page 41: fraktur tibia

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, dimana fraktur tersebut

dibagi menjadi fraktur tertutup dan terbuka.Diagnosis fraktur ditegakkan dengan

melakukan anamnesis secara menyeluruh, disertai dengan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Anamnesa

Pada kasus Sdr. AN, pasien datang dengan post terjatuh, dari hasil anamnesa

didapatkan keluhan nyeri pada kaki kirinya saat digerakkan. Sebelumnya pasien

mengalami trauma, yaitu terjatuh saat menjalani latihan, saat itu pasien sedang mendaki

dan kemudian terperosok ke jurang dengan kedalaman sekitar 2 meter, lalu kaki kiri

pasien sebagai tumpuan saat terjatuh. Pasien terjatuh 6 hari SMRS.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status generalis tidak didapatkan gangguan.

Pada pemeriksaan status lokalis regio cruris sinsitra

Look : Tampak region cruris sinistra swelling dan kemerahan. Tidak

tampak deformitas. Vulnus Laceratum (-), Sianosis (–).

Feel : nyeri saat digerakkan (+), nyeri tekan (+),pulsasi a. dorsalis pedis

(+), akral hangat (+), sensasi (+), capp refill (< 2’)

Move : gerakan aktif dan pasif terbatas, nyeri saat digerakkan

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini dicurigai adanya fraktur regio cruris

sinistra ataupun trauma muskuloskeletal lainnya di regio tersebut. Dari mekanisme

trauma yang terjadi kemungkinan adalah trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur

tipe transversal atau oblik pendek. Untuk memastikan apakah pada pasien ini mengalami

fraktur atau tidak, diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu foto rontgen regio cruris yang

dikeluhkan, yaitu bagian sinistra.

41 | P a g e

Page 42: fraktur tibia

Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil foto rontgen regio cruris sinistra didapatkan adanya terdapat

diskontinuitas tulang (fraktur) os Tibia Sinistra 1/3 Proksimal komplit dengan

garis fraktur tranvesal serta aposisi dan alignment baik.

Assessment

Closed Fracture 1/3 Diafisis Tibia Proksimal Sinistra (Isolated)

Penatalaksanaan

Sesuai dengan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa penatalaksanaan

yang dilakukan pada faktur adalah mempertimbangkan terlebih dahulu terapi

konservatif, apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan terapi konservatif, baru

dipikirkan penatalaksanaan secara operatif.

1. Pada pasien ini pertama-tama dilakukan recognition (Diagnosis dan Penilaian

Fraktur). Pada pasien ini diketahui bahwa terdapat Closed Fracture 1/3 Diafisis

Tibia Proksimal Sinistra (Isolated).

2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)

Pada pasien ini dilakukan closed reduction, karena dari hasil rontgen cruris

sinistra didapatkan bahwa alignment dan aposisi os tibia baik, dengan

pergeseran sedikit os tibia. Closed reduction dilakukan di ruang operasi

dengan menggunakan anestesi dengan tujuan tetap mengutamakan

kenyamanan pasien, agar selama proses reduksi tidak terasa nyeri.

3. Retention

Setelah dilakukan closed reduction dilakukan imobilisasi fraktur, dengan metode

konservatif berupa reduksi fraktur. Pemasangan gips sirkuler untuk immobilisasi,

dipasang sampai diatas lutut.

Pada pasien ini dilakukan pemasangan long leg cast yang berjalan mulai dari

bagian tengah paha sampai metatarsal. LLC ini diindikasikan untuk fraktur tertutup

dan nondisplacement fracture, pasien dengan usia muda sesuai dengan keadaan

sdr.AN. Cast ini dipasang dengan posisi lutut flexi 100-1 50 , fleksi ankle 900 , dan

mobilisasi weight bearing secepatnya.

42 | P a g e

Page 43: fraktur tibia

4. Rehabilitation

Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan aktifitas fungsional

semaksimal mungkin. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5

hari untuk untuk manajemen nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan

menggunakan tongkat sampai akhirnya full weight bearing pada 2-4 minggu.

Pada hari ke-2 post pemasangan LLC pasien sudah berlatih mobilisasi,

yaitu berjalan dengan bantuan dua kruk. Alasan memulai mobilisasi pada hari

ke-2 post pemasangan LLC ini salah satunya adalah cast yang sudah benar-

benar kering.

Untuk evaluasi keadaan fraktur dilakukan monitoring dengan radiografi

berupa foto rontgen untuk mengetahui apakah alignmentnya adekuat, sekitar

6-8 minggu setelah pemasangan cast. Selain itu juga dievaluasi apakah ada

tanda-tanda pemasangan cast yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Karena

pemasangan cast yang terlalu ketat dapat mengakibatkan rasa nyeri, kekakuan

sendi, bahkan kompartemen sindrom.

43 | P a g e

Page 44: fraktur tibia

DAFTAR PUSTAKA

Alexa. Ilmu bedah fraktur terbuka. Available from : www.bedahugm.net/frakturterbuka

Apley, A Graham. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur, Edisi 7. 1995. Jakarta: Widya

Medika

Buckley R., Panaro CDA. General principles of fracture care. Available from :

http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-

Care.htm

Brian K Konowalchu, 2012, tibial shaft fracture,

http://emedicine.medscape.com/article/1249984-overview#a0103 diakses pada

tanggal 02 Juni 2013

Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2004, Analysis of emergency care of trauma

patients with references to the type of injuries, treatment and cost, Departement of

Orthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16, No.1, Jan-Mar,

2010

Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates

Prof. Chaerudin Rasjad MD, PhD. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Kedua. Jakarta.

Rockwood,Green. Fractures in Adults. Vol2. Edisi keempat. United States. Lippincott

Raven,

Sjamsuhidajat R,  Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

Roshan A., Ram S., 2008. The neglected femoral neck fracture in young and adult :

Review of a challenging problem (review), Clinical Medicine & Research Volume

6, Number 1:33-39, Available from: clinmedres.org [Accessed: 2012, 26 Sept

2012]

Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The

McGraw-Hill Companies.

44 | P a g e