Upload
sasmitha-lestary
View
34
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
MIASTENIA GRAVIS
Disusun oleh :
Ni Putu Sasmitha Lestari
St.Noururrifqiyati Juna Putri
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan petunjuk-Nya, kami dapat
menyelesaikan tulisan ini. Tidak lupa kami panjatkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW.
Kami berharap tulisan ini dapat diterima oleh rekan-rekan mahasiswa dan para pengajar,
walaupun kami sadar bahwa tulisan yang kami selesaikan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam tulisan ini. Jika terdapat kata-kata yang
menyinggung rekan-rekan serta pengajar kami haturkan permohonan maaf.
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Mataram, 05 juni 2011
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang menyebut Frambesia tropica dan
dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya
sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam
khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”.
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah
beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun
1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastic dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100
juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah
kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia
melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan
adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas
kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000
sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah
pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus
dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash
Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, kenyataannya sampai saat ini
frambusia masih ditemukan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena metode, organisasi, manajemen
pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini
tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya
frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan
tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas
berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari
penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat
menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat.
Penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak
kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai
otot dan persendian.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Epidemiologi
Selama periode 1990an frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang
terdapat di tiga Negara di Asia Tenggara yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha
yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini
sejak tahun 2004. Sebelumnya penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di sepuluh Negara
bagian dan pada umumnya didapati pada suku – suku di masyarakat.Di Indonesia senyak 4000
kasus tiap tahunnya dilaporkan dari 8 dari 30 propinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang
dilaporkan tiap tahunnya dari 4 propinsi yaitu NTT, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku.
III.2 Definisi
Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan tiga stadium
ialah ulkus atau granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non destruktif yang dini dan destruktif
yang lanjut pada kulit, tulang dan perios.nama lain dari frambusia yaitu patek,puru dan
YAWS.Penyebarannya tidak melalui hubungan seksual,yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit yang sehat. Penyakit ini bertumbuh subur
terutama di daerah beriklim tpopis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang
dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi ligkungan yang buruk,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai. Frambusia umumny menyerang anak – anak berusia di bawah
15 tahun. Rata- rata terjadi antara usia 6-10 tahun.
III.3 Etiologi
Etiologi dari frambusia yatiu Treponema perteneu (CASTELLANI, 1905) tidak dapat dibedakan
secara morfologik dan serologic dengan T.Pallidum penyebab sifilis.
III.4 Imunologi
Pada frambusia yang belum diberi pengobatan terdapat kekebalan terhadap Treponema
yang sama. Kekebalan ini tidak sempurna hingga reinfeksi dan superinfeksi dapat terjadi.
Reinfeksi lebih sering terjadi pada kasus yang tidak mendapat pengobatan,hal ini mempengaruhi
terjadinya kekebalan.Penderita yang secara klinis dan serologic sembuh menunjukkan kekebalan
yang parsial terhadap reinokulasi. Ada tanda terjadinya kekebalan silang antara sifilis dan
frambusia. Penderita frambusia menunjukkan kekebalan parsial terhadap sifilis. Penderita sifilis
sukar ditulari T.pertenue karena mempunyai kekebalan yang lengkap.
III. 5 Histopatologi
Banyak Treponema terdapat di epidermis pada tempat – tempat yang terserang. Pada
stadium I terdapat akantosis dan papilomatosis, epidermis menunjukkan edema dan eksositosis
neutrofil sehingga terjadi mikroabses. Pada dermis terdapat infiltrate yang padat terdiri atas sel
plasma,neutrofil,eosinofil,limfosit,histiosit dan fibroblas. Tidak ada kelainan pada pembuluh
darah ( Pada sifilis justru ada ). Stadium II seperti stadium I. Stadium lanjut seperti sifilis III,
tetapi tanpa kelainan pembuluh darah.
III.6 Gejala Klinis
Gejala klinis dari Frambusia yaitu ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit
berupa kutil (papiloma)pada muka dan anggota gerak,terutama kaki,lesi ini tidak sakit dan
bertahan sampai berminggu – minggu bahkan berbulan – bulan. Lesi kemudian menyebar
membentuk lesi yang khas berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus.Tidak
menyerang jantung, pembuluh darah,otak dan saraf. Treponema perteneu akan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui lesi pada kulit. Penyakit ini dibagi menjadi 3 stadium.
Stadium I,umumnya terjadi pada tungkai bawah tempat yang mudah mendapat trauma.
Masa tunas berkisar 3-6 minggu. Kelainan mulai sebagai papul yang eritematosa, menjadi besar
dan terjadi ulkus dengan dasar papilomatosa. Jaringan granulasi banyak mengeluarkan serum
bercampur darah dengan banyak mengandung treponema. Serum mongering menjadi krusta
berwarna kuning hijau. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional, berkonsistensi keras tidak
nteri, dan tidak terjadi perlunakan. Stadium ini dapat menetap beberapa bulan kemudian sembuh
sendiri dengan meninggalkan sikatrik yang cekung dan atrofik.
Stadium II, dapat timbul stadium I sembuh atau lebih sring terjadi tumpang tindih. Erupsi
yang generalisata timbul pada 3-12 bulan setelah penyakit berlangsung. Kelainannya
berkelompok, tempat predileksi di sekeliling lubang badan, muka dan lipatan – lipatan. Papul –
papul yang miliar menjadi lentikular dan dapat tersusun korimbiform, asinar atau nummular.
Kelainan ini membasah, berkrusta dan banyak mengandung treponema.Pada telapak kaki dapat
terjadi keratoderma hingga jalannya dapat seperti kepiting karena terasa nyeri.Tulang panjang
pada ektremitas atas dan bawah sering terserang,
Stadium lanjut menyerang kulit,tulang dan persendian,sifatnya destruktif. Terdiri atas
nodus,guma,keratoderma pada telapak kaki dan tangan, gangosa, dan goundou.
Nodus : Dapat melunak,pecah menjadi ulkus,dapat sembuh di tengah dan meluas ke perifer.
Guma : Umumnya terdapat pada tungkai. Mulai dengan nodus yang tidak nyeri,keras, dapat
digerakkan terhadap dasarnya, kemudian melunak,memecah dan meninggalkan ulkus yang
curam ( punched out) dapat mendalam sampai ke tulang atau sendi mengakibatkan ankilosis dan
deformitas.
Tulang: berupa periostitis dan osteitis pada tibia,ulna, metatarsal, dan metacarpal. Tibia
berbentuk seperti pedang. Fraktur spontan dapat terjadi bila terbentuk kista di tulang.
Gangosa : Mutilasi ada fosa nasalis, palatum mole hingga membentuk sebuah lubang, suaranya
khas menjadi sengau
Goundou : Eksositosis tulang hidung dan di sekitarnya pada sebelah kanan dan kiri batang
hidung yang membesar.
III.7 Diagnosa
Penyakit ini terdapat di daerah tropic, kelainannya khas dan pemeriksaan laboratorik akan
membantu diagnosis.
III.8 Terapi
Penisilin 2,4 juta unit pada orang dewasa, pada anak di bawah umur 12 tahun diberikan dosis
setengahnya. Bila penderita alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Tetrasiklin
tidak boleh diberikan pada anak kecil.
Cara – cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang
ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut
sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama
lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk
memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang
baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk
mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya
pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau
laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan
terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala
aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang
berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak
untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan
penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan
diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye
pemberantasan di masyarakat. Hendaknya fasilitas
diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang
terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat
laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non
venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal
yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye
pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada
periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati
semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang
kontak dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif
dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan wabah: Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat
di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah: 1)
pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan; 2)
pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan
survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.
D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
E. Tindakan Internasional: Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan.
Daftar Pustaka