22
FUNGSI DAN EFEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT Hukum Sebagai Sosial Kontrol Setiap kelompok masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang seharusnya atau yang diharapkan untuk di lakukan dan apa yang dalam kenyataannya di lakukan. Standar dan nilai- nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku individu. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat seperti pencurian, penzinahan, ketidakmampuan membayar hutang, melukai orang lain, pembunuhan, pencemaran nama baik orang yang baik – baik, dan sebagainya. Semua contoh itu merupakan bentuk tingkah laku menyimpang dan menimbulkan persoalnan di dalam masyarakat yang sederhana maupun masyarakat yang moderen. Didalam situasi yang demikian itu, kelompok ini dihadapkan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistensinya. 1) Fungsi hukum dalam kelompok diatas, yakni menerapkan mekanisme kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah masyarakat yang tidak di kehendaki sehingga hukum mempunyai untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu. Anggota kelompok akan berhasil mengatasi tuntunan yang menujukan kearah penyimpangan, guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh, atau kemungkinan lain hukum gagal dalam melaksanakan tugasnya sehingga kelompok itu hancur, atau cerai-berai, atau

Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

FUNGSI DAN EFEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT

Hukum Sebagai Sosial Kontrol

Setiap kelompok masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang seharusnya atau yang diharapkan untuk di lakukan dan apa yang dalam kenyataannya di lakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku individu. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat seperti pencurian, penzinahan, ketidakmampuan membayar hutang, melukai orang lain, pembunuhan, pencemaran nama baik orang yang baik – baik, dan sebagainya. Semua contoh itu merupakan bentuk tingkah laku menyimpang dan menimbulkan persoalnan di dalam masyarakat yang sederhana maupun masyarakat yang moderen. Didalam situasi yang demikian itu, kelompok ini dihadapkan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistensinya.1)

Fungsi hukum dalam kelompok diatas, yakni menerapkan mekanisme kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah masyarakat yang tidak di kehendaki sehingga hukum mempunyai untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu. Anggota kelompok akan berhasil mengatasi tuntunan yang menujukan kearah penyimpangan, guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh, atau kemungkinan lain hukum gagal dalam melaksanakan tugasnya sehingga kelompok itu hancur, atau cerai-berai, atau puna. Oleh karena itu, hukum tampak mempunyai fungsi rangkap. Dari satu pihak dapat merupakan tindakan yang mungkin menjadi demikian melembaga, yaitu menjadi mantap diantara anggota kelompok masyarakat sehingga hukum muda di pakai untuk mencapai tujuan kelompok, dan kelompok itu menganggap tindakan itu sebagai suatu kewajiban. Dilain pihak merupakan tindakan yang berwujud reaksi kelompok itu terhadap tingkah laku yang menyimpang, dan yang diadakan untuk mengendalikan tingkah laku yang menyimpang itu. Hukum dalam pengertian ini terdiri atas pola tingkah laku yang di manfaatkan oleh kelompok untuk mengembalikan tindakan yang jelas mengganggu usaha-usaha untuk mencapai tujuan kelompok dan yang menyimpang dari cara yang sudah melembaga yang di tujukan untuk mencapai tujuan kelompok. Hukum dalam fungsinya demikian itu, merupakan instrumen pengendalaian sosial,2)

Page 2: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Kelompok masyarakat pada suatu tempat tertentu hancur atau bercerai berai atau punah bukanlah disebabkan oleh hukum gagal. Difungsikan untuk melaksanakan tugasnya, melainkan tugas hukum harus dijalankan untuk menjadi sosial Kontrol dan social engineering di dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebab tugas dan fungsi hukum tidak merupakan tujuan itu sendiri, melainkan maenjadi instrumen yang tidak dapat di gantikan untuk mencapai keseimbangan dalam aktifitas yang di lakukan oleh manusia.

Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat.

Selain hukum sebagai sosial kontrol, juga hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Alat pengubah masyarkat yang di maksud oleh Pound, dianalogikan sebuah suatu proses mekanik. Hal ini terlihat dengan adanya perkembangan industri dan transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran “mengubah” tersebut dipegang oleh hakim melalui “interpretasi” dalam mengadili kasus yang di hadapinya secara “seimbang” (balance). Interpretasi tersebut dapat di lakukan dengan memperhatikan beberapa hal-hal berikut ini:

1. Studi tentang aspek sosial yang aktual dari lembaga hukum2. Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efektif3. Studi tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum.4. Studi tentang metologi hukum5. Sejarah hukum6. Arti penting tentang alasan dan solusi dari kasus induvidual yang pada

angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang abstrak.

Keenam langkah yang perlu di perhatikan oleh hakim atau partisi hukum dalam melakukan “interpretasi” maka perlu di tegaskan bahwa memperhatikan temuan – temuan keadaan sosial masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka akan terlihat adanya nilai atau norma tentang “ hak “ individu yang harus di lindungi, yang semula hanyalah unsur-unsurtersebut kemudian di pegang oleh masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam ( natural law disebut dalam Al-Quran Sunatullah).

Kalau melihat keberadaan hukum pada massa berkembangnya natural law atau hukum alam, maka Pound mengatur agar konsepsi tentang norma dan nilai yang dikemukakan dan disusun dari hasil pelaksanaan interpretasi analog dapat dikembangkan , sehingga dapat dilakukan usaha untuk mengembangkan kedalam

Page 3: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

suatu sistem hukum (Legal System). Leh karena itu, legal System atau sistem hukum yang telah terbentuk itu dapat diaplikasikan kedalam proses (kegiatan) pradilan (sebagaimana yang dikembangakan oleh Austin). Pengadilan dan pembentukan sistem hukum , serta mengaplikasikannya di pengadilan, Oleh Pound mencoba memperlihatkan bagaimana Amerika dalam membentuk sistem Hukum dengan megembangkan sistem Administrasi Peradilan (Administration of Justice), untuk sekaligus juga mengembangkan ilmu hukum, cara yang ditempuh antara lain dengan memperhatikan hal berikut:

1. Pertimbangan peradilan dalam menerapkan suatu keputusan yang adil, hukum yang standar seperti halnya dengan standar memelihara, standar keterbukaan, dan standar tentang kepentingan umum. Kekuatan ahli hukum untuk mempertahankan keputusan yang bersifat umum dengan menerapkan perluasan hukum; penemuan hukum terhadap kasus tertentu yang harus diputuskan ; penetapan hukum yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh individu; metode informasi dari suatu administrasi peradilan untuk peradilan rendah; dan pengadilan Administrasi.

2. Adanya ide dari Austin diatas mengenai proses(kegiatan) peradilan, maka timbul pertanyaan: Apakah Proses peradilan ini termasuk ilmu hukum. Karena secara Kolekti Aktivitas tersebut termasuk peraturan hukum sebagai salah satu sisi dari Proses Social Control, dan aktivitas peradilan itu diarahkan pada penyesuaian hubungan, komponen gagasan yang berlebihan. Menjaga kepentingan dengan membuat garis pemisah yang tegas antara masing-masing keinginan (hak) yang mungkin dapat dipertahankan, sehingga gugatan keinginan yang diajukan dapat memasukan semua pihak.

3. Apabila hukum merupakan suatu Social Control dan sekaligus dapat dijadikan Agent of Social Change, maka hukum memuat prinsip.konsep atau aturan, standar tingkah laku, doktrin, dan etika Profesi, serta semua yang dilakoni oleh “Individu” dalam usaha memasukan kebutuhan dan “kepentingannya”.

Pound menemukan bahwa agar hukum dapat di jadikan sebagai Agen dalam perubahan sosial atau Agent of social change, maka pendapatnya dikuatkan oleh Williams James yang menyatakan di tengah-tengah dunia yang sangat terbatas dengan kebutuhan (kepentingan) manusia yang selalu berkembang, maka dunia tidak akan dapat memuaskan kebutuhan (kepentingan) manusia tersebut. Di sisi terlihat bahwa James mengisyaratkan “hak” individu yang selalu di tuntut untuk dipenuhi demi terwujudnya suatu kepuasan; tidak akan pernah terwujud sepenuhnya, dan akan selalu ada pergeseran-pergeseran antara “hak” individu yang satu dengan “hak”

Page 4: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

individu yang lainnya.untuk itulah dituntut peran peraturan hukum (legal order) untuk “mengarahkan” manusia untuk menyadari “keterbatasan dunia” tersebut, sehingga mereka berusaha untuk membatasi diri dengan mempertimbangkan sendiri tuntutan terhadap pemusaan kepentingan , dan keamana kepentingannya. Tuntutan yang sama juga akan di ajukan oleh individu lain, sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai atau berada dalam keadaan seimbang ( balance).

Selain fungsi hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat (social engineering) berkaitan dengan fungsi dan keberadaan hukum sebagai pengatur dan penggerakan perubahaan masyarakat, maka interpretasi analogi dari Rescoe Pound yang menemukan “hak” yang bagaimanakah yang seharusnya diatur oleh hukum dan “ hak-hak” yang bagaimanakah dapat di tuntut oleh individu dalam hidup masyarakat. Pound mengemukakan bahwa yang merupakan “hak” itu adalah kepentingan atau tuntutan yang diakui, diharuskan, dan dibolehkan secara hukum sehingga tercapai suatu keseimbangan dan terwujudnya apa yang dimaksud dengan ketertiban umum.

Jika diperhatikan, apa yang dimakud dengan hak oleh Pound, akan terlihat adanya kaitan yang erat antara hak dengan Jural Postulates sebagaimana yang dikemukakan oleh Kohler. Dalam hal mewujudkan kepentingan umum diantara pertetangan kepentingan., terutama bagi setiap masyrakat yang terdiri atas kelompok induvidu yang cukup besar, diperlukan suatu kebijakansanaan untuk menyusun dahli-dahli perdamaan ( Postulates Peace), yang dapat melindungi “ hak” Individu, seperti yang di contohkan oleh Pound dengan Dahli-dahli terang-terangan atau masalah Korupsi, dan masalah sosial lainnya, yang dapat menyebabkan ketergantungan keamanan (ketergantungan umum).

Kebijaksanaan untuk meyusun dahli-dahli keamanan yang di maksud, terletak pada kreasi pengadilan , dengan melakukan interpretasi yang selalu memperhatikan perkembangan norma-norma dan nilai-nilai tentang kepentingan di suatu sisi kepentingan individu dan masyarakat, sehingga terwujud suatu keseimangan kepentingan, di suatu sisi kepentingan individu dan masyarakat untuk terpenuhi haknya , disisi lain kepentingan Political institution (maksudnya pemerintah) sebagai lembaga yang terwujud dari kelompok individu, untuk menjaga keamanan umum dari kepentingan sosial dalam kehidupan induvidu manusia yang terwujud dari adanya kehidupan bersama dari suatu induvidu human life. Selanjutnya, uraian Pound tentang interpretation terletak dari adanya temuan norma dan nilai yang telah di lakukan oleh para pemikir dan penulis ilmu pengetahuan tentang hukum, perlu

Page 5: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

diperhatikan oleh para praktisi hukum dengan melakukan apa yang disebutnya interpretasi analog, demi terwujudnya ide hukum, yaitu keseimbangan.

EFEKTIVITAS HUKUM 3)

Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat Indonesia berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan / atau memaksa warga masyrakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum berarti menkaji kaidah hukum yang memenuhi syarat, yaitu berlaku secara Yuridis, Sosiologis, dan Filosofis.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi dalam masyrakta adalah sebagai berikut.

1. Kaidah Hukum

Di dalam teori ilmu hukum, dalap dibedakan antara tiga hal mengenai belakunya hukum dalam sebagai kaidah, yakni sebagai berikut:

a. Kaidah hukum berlaku secara Yuridis, apabila penentuanya di tentukan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya atau terbentuknya atas dasar yang telah di tetapkan.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologi, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya kaidah itu dapat dipaksakan berlaku oleh penguasawa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku secara apa adanya pengakuan dari masyarakat.

c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tinggi.

Kalau di kaji secara mendalam agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harius memenuhi ketiga unsur di atas sebab:

1. Apabila kaidah hukum hanya berlaku secara Yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati.

2. Kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti kekuasaan kaidah itu menjadi aturan pemaksa.

3. Apabila berlaku secara Filosofis kemungkinannya itu hanya merupakan hukum yang di cita-citakan ( ius constituendum)

Page 6: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Dari penjelasaan diatas, tampak betapa rumitnya persoalan efektivitas hukum di Indonesia. Sebab, suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada empat faktor, yaitu:

1. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri2. Petugas yang menegakan atau yang menerapkan hukum3. Sarana dan fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan

kaidah hukum4. Warga masyrakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.

2. Penegak Hukum

Penegak Hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum yang mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Sebab menganut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya didalam pelaksanaan tugas penerapan hukum, pentugas seyogianya harus memiliki suatu pedoman satu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup adalah tugasnya. Didalam penegakan hukum tersebut, kemungkinan petugas penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut:

1. Sampai sejauh mana petugas terkait dengan peraturan yang ada.2. Sampai batas-batas mana petugas berkena memberikan kebijakan.3. Telada macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat.4. Sempai sejauh manakah derejat singkronisasi penugasan yang diberikan

kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas kepada wewenangnya.

Masalah umum diatas, masih dapat bertambag. Untuk sementara ini disebutkan yang menonjol dengan sekedar memberikan contoh sebagai berikut:

1. Di kota Provinsi di Indonesia, misalnya Palu, jarang sekali terlihat diambilnya tidakan pejalan kaki yang seenaknya menyeberang jalan. Kalau terjadi kecelakaan lalu lintas, ada kecendrungan yang sangat kuat, bahwa yang mengemudi kendaraan bermotor yang ditindak. Padahal ada Peraturan yang dikenakan terhadap Pejalan Kaki dalam Pasal 9 dan 10 PP Nomor 38 Tahun 1951. Didalam pasal 108 dari PP yang sama ada ancaman hukumterhadap pelanggar Pasal 9 dan 10 ayat (2), yang untuk undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 diklafikasikan sebagai peristiwa (tindakan) pidana pelanggaran. Entah

Page 7: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

mengapa petugas lalu lintas di wilayah ini hampir-hampir tidak pernah menerapkan ketentuan tersebut. Tetapi lebih cenderung nenerapkan pasal 359 dan 360 KUHP terhadap pengemudi kendaraan bermotor apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tabrakan antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.

2. Ada perkembangan baru soal peradilan di Sulawesi Tengah pada persidangan 22 kasus di Parigi pada tanggal 15 Maret 2003. Pada sidang tersebut hanya dilaksanakn oleh majelis Hakimsekitar setengah hari sebagaimana yang di analisis oleh Palu Justice Watch (PJW). Hasil temuan ini di tindak lanjuti oleh wartawan Radar Sulteng, tempo dan dikutip oleh beberapa wartawan baik lokal maupun nasional. Dari hasil temuan dimaksud, penulis berkesimpulan bahwa kemungkinan besar terjadi penyimpangan hukum acara pidana, sebab adanya pengakuan dalam bentuk keluhan dari salah satu hakim mengenai banyaknya perkara yang harus di diselesaikan dalam Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Palu. Demikian pula pengakuan atas keliruan dan Kekhilafan Jaksa Penuntut Umum.

Berdasarkan keterngan singkat dari dua kasus diatas. Bahwa faktor petugas memainkan perana penting dalam mefungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak Hukum renda maka akan ada masalah. Demikian pula, apabila peraturannya Buruk sedangkan kualitas petugas baik, maka mungkin timbul pula masalah-masalah.

3. Sarana / Fasilitas.

Fasilitas atau saran sangat pentinguntuk mengefektifitaskan suatu aturan tertentu. Ruang lingkup saran yang di maksud, terutama sarana Fisik yang Fungsinya sabagai Faktor Pendukung. Misalnya apabila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin Tik yang Cukup Baik, bagaiman petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejadian. Bagaimana Polisi dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang Profesional. Kalau Peralatan Tersebut sudah ada, maka Faktor pemeliharaannya juga memegang perana yang sangat Penting. Memang sering terjadi, bahwa suatu peraturan sudah di fungsikan padahal fasilitasnya belum bersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar Proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada baiknya bahwa pada Waktu hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi maupun

Page 8: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

pada pemberian Tugas kepada Petugas, difikirkan mengeani fasilitas yang berpatokan kepada:

1. Apa yang sudah ada dipelihara terus agar setiap saat fungsi.2. Apa yang belum ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu

pengadaannya.3. Apa yang kurang perlu dilengkapi4. Apa yang telah rusak di perbaiki atau di ganti, 5. Apa yang macet di lancarkan.6. Apa yang mundur di tingkatkan.

4. Warga Masyarakat.

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. Warga masyarkat yang dimaksud, adalah kesadaranya untuk memenuhisuatu peraturan perundangan-undangan, derejat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan derejat kepatuhan masyarakat kepada Hukum, merupakan salah satu indikator yang berfungsinya Hukum yang sangkutannya. Sebagai contoh dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Derejat keputusan terhdapat peraturan rambu lalu lintas, maka peraturan lalu lints , pasti akan berfungsi yaitu mengatur waktu penyebrangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu, bila rambu lalu lintas warna kuning menyala maka para pengemudi diharapkan Pelan-Pelan. Namun, bila terjadi sebaiknya, yaitu semakin melaju kendaraan yang di kemudikan atau tancap gas maka besar kemungkiannya akan terjadi ketabrakan.

2. Bagi orang islam Indonesia termasuk warga masyrakat Islam yang mendiami Kota Palu tahu dan Paham bahwa UU No. 38 Tahun 1999 mengenai pengelolahan zakat. Undang – undang yang di maksud , lahir dari adanya ajaran islam yang mewajibkan untuk berzakat bagi setiap muslim yang mempunyai penghasilan Profesi sebagai Pegawai Negeri baik sebagai JabatanStruktur maupun sebagai Pejabat Fungsional. Namun demikian, masih ditemukan pegawai negeri sipil, mengeluarkan Zakatnya tanpa melembaga. Artinya orang Islam dimaksud, memberikan Zakatnya Kepada orang yang dianggap berhakmenerimanya. Baik dari peraturan perundang-undangan maupun ajaran islam (Al- Quran Surat At-Taubah Ayat 60) menghendaki bagi orang islam yang mengeluarkan zakat harus melalui Lembaga Amil zakat.

Page 9: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Sebab, salah satu fungsi sosial zakat adalah pemenuh hak bagi delapan Golongan yang berhak menerima Zakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Dari kedua contoh diatas, persoalannya adalah apabila peraturannya baik, sedangkan warga masyarakatnya tidak mematuhinya, faktor apakah yang menyebabkannya?. Apabila peraturan baik serta petugas cukup berwibawa, fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perudangan-undangan?.

Selain masalah-masalah diatas, masih ada persoalan yang lain, yaitu masih adanya suatu asumsi yang menyatakan bahwa semakin besar perana saran pengadilan sosial lainnya ( Agama dan adat Istiadat), semakin kecil perna Hukum. Oleh karena itu hukum tidak bisa dipaksakan pemberlakuannya di dalam segala hal. Karena seyogiyanya kalau masih ada sarana yang lain yang ampuh maka hendaknya hukum dipergunakan pada tingkat yang terakhir bila sarana yang lainnya tidak mampu lagi mengatasi msalah. Namun, untuk mengakhiri pembahasaan ini, perlu diungkapkan hal – hal yang berkaitan dengan kesadaran masyarkat. Yaitu penyuluhan Hukum yang teratuur, pemberian teladan yang baik dari petugas di dalam pematuhan terhadap hukum dan respek terhadap hukum dan pelembagaan yang terencanakan dan terarah.

HUKUM DAN PENYELESAIAN KONFLIK

1. Hukum dan Kekerasaan.

Salah satu sumber utama konflik dan kekerasan di berbagai daerah adalah kondisi penegakan hukum di indonesia yang sangat lemah. Ditambah lagi dengan berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam pengaturan sosial-ekonomi politik, dan pemanfaatan sumber daya alam bahkan kehidupan budaya. Berbagai perasaan ketidakadilan dan ketidakpuasan umum pun berkecambuk dan meledak menjadi teragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan mengerikan.

Penduduk yang mendiami wilayah negara Republik Indonesia harus mengatakan bahwa pelaksanaan hukum dinegeri ini menjadi sumber utama yang menjadikan timbulnya berbagai Konflik dan kekerasan di Indonesia. Proiode Otoratium yang Inter selama Dasarawa pada amsa Orde lama dan Orde Baru telah menghasilkan Sistem hukum represif yang tidak saja di rasakan akibatnya secara langsung oleh masyrakat, tetapi secara tidak langsung telah membentuk kesadaran., Prilaku dan Struktur sosial yang bersendian pada, kekerasan kepada Norma Utama. Kita harus

Page 10: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

mengatakan, hukum kita adalah birografi kekerasan yang dilakukan selama bertahun-tahun.

Melalui berbagai Produk perundang-undnagan maupun praktik hukum oleh Birokrasi, aparat keamanan dan peradilan, dapat diketahui bagaimana kekerasan beroperasi serta memproduksi diri dalam berbagai sikap dan perilaku sosial Mayarakat di Indonesia. Pelaksanaan Hukum di Indonesia telah melembagakan kekerasan dalam berbagai bentuk pengaturan, kebijakan, dan keputusan hukum yang menyebabakan terjadinya ketimpangan sosial ekonomi , diskriminasi, dan perilaku kekerasan sehari-hari.

Derrida dalam Positions (1981) seperti di kutip oleh Aidul Fitriciada Azhari, mengungkapkan jejak kekerasan dalam hukum selalu terlupakan oleh perjalannya waktu dan tersembunyi oleh berbagai fisik tentang moralitas hukum. Akibatnya sering kita tidak mengenali lagi adanya kekerasan yang diproduksi oleh produk hukum dan menganggapnya sebagai sebuah hal yang wajar bahkan tidak jarang menganggapnya sebagai keharusan moral dalam kehidupan masyrakat di Indonesia. Sebagai contoh tindakan penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan dalam berbagai peristiwa main hakim sendiri atau konflik di berbagai daerah justru sering memperoleh dukungan dan pengesahan dari lingkungan masyrakat sekitar. Akibatnya, ketika aparat keamanan mengambil tindakan hukum terhadap perlakuaannya, justru masyarakat memberikan reaksi balik dengan menuntut pembalasan pelakudan menyerang aparat keamanan. Sepertinya kekerasan merupakan keharusan moral yang harus di lakukan untuk menyelesaikan suatu masalah atau konflik. 4)

Keadaan tersebut disebabkan oleh masyarakat Indonesia tertentu mengalami kesulitan untuk mengenal lagi referensi yang beroperasi selama rezim otoratirium telah memberi pengalaman kekerasaan kepada masyarakat Indonesia. Sehingga mereka kehilangan kapasitas, kreatifitas sosial, dan “Imajinasi Hukum” dalam menyelesaikan berbagai konflik yang di hadapinya selain menggunakan cara-cara kekerasan. Apa yang di lakukannya tidak lebih dari reproduksi atas berbagai nilai dan norma yang dikenalinya dari berbagai aturan serta praktik hukum yang dialaminya.

Apa yang terjadi di Sampit, Maluku dan Poso, misalnya merupakan refleksi dari miskinnya kreatifitas sosial dalam menyelesaikan konflik di antara mereka. Sekali pun telah di kenal adanya kearifan tradisional untuk menyelesaikan konflik, seperti perinsip rumah betang pada Suku Dayak atau Pelata Gadong pada Masyarkat Maluku, Sinatuvu Maroso pada masyarakat atau kita semua saudara pada masyarakat Poso, namun kesardaran, Prilaku sosial, serta struktur sosial yang di kenalinya hanya

Page 11: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

menyediakan kekerasaan sebagai cara yang Efektif untuk menyelesaikan Konflik. Model Rekonsilitas, Negoisasi atau mediasi yang umumnya tersedia dalam Khasanah teradisi sebagai bentuk kearifan lokal menjadi tumpul dan tidak di kenali dengan baik sehingga tidak di kenali dengan baik sehingga sulit untuk di praktikan kembali secara utuh.

Perilaku kekerasan justru dihidupkan kembali oleh berbagai aturan dan Praktik hukum nergara yang dikenal kembali pola-pola kekerasaan sebagai cara menyelesaikan Konflik. Aturan hukum yang di sulplai oleh negara telah menghancurkan kekerasaan dan norma-norma masyrakat lokal yang selama bertahun – tahun berhasil mempertahankan tatanan sosial di antara mereka. Sebagai contoh penyeragaman struktur pemerintah desa melalui undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang telah menghancurkan Struktur kepemimpinan Lokal. Kemudian kebijakan birokrasi dalam pengolahan hutan yang memeberikan konsepsi HPH (Hak Penguasahan Hutan) bagi segelintir orang yang tidak saja telah menyebabkan kehancuran lingkunagan alam, tetapi juga menghanjurkan kesadaran kultur yang dimilikinya bertambah lagi dengan berbagai Diskriminasi yang telah di rasakan dalam berbagai kebijakan politik dan pemerintah ( Seperti tersingkirnya “Putra Daerah”) serta penegakaan hukum yang sangat lemah yang telah melahirkan perasaan ketidak adilan yang meluas. Selain itu, akan melahirkan penduduk putra daerah dan penduduk pedatang. Putra daerah di harapkan mendapat Prioritas pada jabatan tertentu. Hal ini, akan memicu konflik sosial di masa akan datang bila tidak diluruskan pelaksanaan Peraturan OTDA di Maksud.

Semuanya itu telah menghilang kapasitas dan Kreativitas sosial yang mereka miliki pada saat harus berhadapan dengan konflik yang setiap saat dapat timbul dalam dalam kehidupan sosial mereka. Mereka hanya mengenal kekerasan sebagai satu-satunya cara yang di suplai dan di lembagakan oleh berbagai aturan dan Praktik hukum negara. Dalam kondidi seperti ini, tidak sepenuhnya dapat salahkan bila mereka menggunakan kekerasan sebagai contoh penyelesaian konflik. Dalam hal ini terjadi bukan hanya karena ketidak percayaan pada hukum dan aparat Huku, tetapi lebih jauh dari itu karena masyarakatmemang tidak melatih untuk mengembangkan kereativitas sosial dan Imajinasi hukum dalam menyelesaikan berbagai konflik yang di hadapinya selain dengan jalan kekerasaan.

Page 12: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Hukum dan Demokrasi

Lain halnya demokrasi menyangkut kesadaran, prilaku dan Struktur social yang relative mapan, maka pembaharuan terhadap terhadap hukum yang harus yang dilakukan oleh bangsa Indonesia akan membutuhkan waktu yang relative lama. Ini masalahnya bukanya hanya menyangkut Produk Hukum berupa perundang-undnagan, kebijakan Administrasi ataupun putusan hakim, tetapi menyangkut pula kesadaran hokum dan stuktur social yang menomangnya. Hal ini berkaitan dengan proses demokrasi yang menyangkut transformasi social yang lebih luas.

Kaitan pokok antara pembaruan hukum dengan demokrasi adalah pemahaman bahwa pembaruan hukum adalah bagian dari proses Institusionalisasi nalai –nilai dari Demokrasi. Masalah yang diharapkan oleh bangsa Indonesia adalah kapasitas dan Kreatifitas masyarakat dalam menyelesaikan Konflik melalui cara- cara Damai dan Demokrasi. Dalam hal ini, pembaharuan hokum harus dilakan untuk melembagakan prosedur demokrasi sebagai pola pengaturan, pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik di tengah masyarakat.

Bangsa Indonesia harus menjadikan hokum sebagai mekanisme bersama yang memungkinkan adanya Partisipasi masyarakat dalam setiap proses. Dalam hal ini, hokum tidak lagi semata-mata di pandang sebagai norma atau aturan belaka, melainkan lebih jauh dari situse bagai mekanisme Pragmatik untuk menyelesaikan konflik secara damai. Oleh karena itu hokum harus terbuka pada kemungkinan adanya Selft-regulation atau Social Agreement baru di tengah masyarakat sebagai cara untuk menghindari kembali kapasitas dan Kreativitas masyarkat dalam mengatur dan menyelesaikan Konflik yang di alaminya secara damai.

Selain itu, pembaruan hokum pun harus di letakan dalam Kontek transformasi social yang lebih luas. Pembaruan hokum bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat Temporal atau actual semata, seperti demi stabilitas produk atau pembaharuan ekonomi , tetapi lebih dari itu di pandang sebagai bagian dari upaya untuk mentransformasikan system social yang timpang dan diskriminatif. Hukum harus di operasikan sebagai stategi unutk membongkar kekerasaan yang tersembunyi di dalam kesadaran dan struktur sosial masyrakat kita serta merekronstruksinya kembali dalam bentuk yang lebih adil dan demokrasi.

Secara normatif, agenda Demokrasi dan Transformasi sosial di sebut, sebenarnya telah di ataur denagan ketenuan perudang-undanga Pasca Orde Bar. Misalnya, peraturan Otonomi daerah baik dalam amademen UUD 1945 maupun dalam Undang-

Page 13: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Undang No. 22 Tahun 1999 atau Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, namun pada tingkat Kebijakan politik sering kali prinsip-prinsip Demokrasi dalam peraturan Otonomi Daerah tidak berhasil di lembagakan sebagai prilaku bersama. Malahan tidak jarang otonomi daerah menjadi pemicu bagi lairnya konflik baru yang menjerumus pada Anarki dan kekerasan dalam sekala dan kualitas yang semakin meninkat. Oleh karena itu pembaruan hukum sekedar Penyusunan Produk Perundang-undangan.

Yang lebih penting dari itu, adalah menjadi bagian dari stategi pelembagaan nilai-nilai dan Prlaku Demokasi yang dalam Prktiknya dapat di lakukan melalui berbagai kebijakan Dan penegak huku yang responsif Terhadap perkembangan masyarakat. Para penegak hukum dan penyelenggara negara pada umumnya harus di dorong untuk mengembangkan secara aktivisme dalam bidang hukum utuk mengambil keputusan dalam weweang yang denmikina berdasaran Prinsip-Prinsip kedilan yang lebih Substansif dan tidak semata-amata terpaku pada pemenuhan aspek Formal- Prosedur belaka. Hal itu akan lebih membantu akselerasi masyrakat dalam melembaga nilai-nilai Domokrasi yang menjadi Esensi penting bagi tegaknya supremasi hukum di suatu negara. Disamping itu juga akan mengakhiri riwayat kekerasanpada negara ini dan meulisnya kembali dalam suatu otobiografi bagi yang lebih beradab.

HUKUM DAN GERAKAN SOSIAL ANTIKORUPSI

Hukum dan Reformasi

Ciri-ciri gerakan reformasi akan adanya suatu pemerintahan yang bersih (clean government) dari korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang efesien, terbuka dan bertanggung jawab kepada Rakyat (Good Governance), didorong oleh semakin penguatnya tuntunan demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, serta partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Kenyataan di dalam kehidupan sehari-hari, keperluan ini bersentuhan dengan rasa keadilan sosial , ekonomi, hukum dan politik. Korupsi hanya menguntungkan segelintir orang kaya, penguasa dan Kroni, tetapi akibatnya harus di pikul oleh seluruh rakyat. Akibat korupsi rakyat harus membayar mahal untuk pelayanan publik yang buru. Karena korupsi terjadi ketidak adilan pengolahan sumber daya alam dan pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi, diskriminasi hukum, demokrasi yang tertunda, serta kehancuran moral yang tidak ternilai harganya.

Page 14: Fungsi Dan Efektivitas Hukum Dalam Masyarakat

Di dalam suatu rezim yang memiliki mesin otoritas yang kuat, sudah harus disadari bahwa pendekatan pemberantasan korupsi secara konversional yang berbasis kepada penegakan hukum dan perbaikan pengawasan melalui institusi kenegaraan, seperti sekarang tengah di tempuh, terbukti sudah tidak efektif lagi. Disinilah rakyat, yang merupakan korban sesungguhnya dari perbuatan yang menyalah gunakan kekuasaan yang harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan pengawasan masal, yang melibatkan perana serta masyarakat di semua lapisan sosial dan profesi.

Saat ini sudah terbuang mitos di dalam kehidupan sosial masyarkat bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi, karena ada anggapan bahwa korupsi telah menjadi kebudayaan Bangsa Indonesia. Mungkin hal itu ada benarnya. Akan tetapi keyakinan itu, mungkin sengaja terus menetrus dipupuk dan di hidupkan oleh mereka yang menginginkan stastus Quo, kalau korupsi itu masalah kebudayaan, apakah benar semua memiliki kesempatan untuk korupsi?, Penulis berasumsi bahwa korupsi itu adalah soal kekuasaan dan kesempatan, atau budaya kekuasaan. Hanya orang yang memiliki kekuasaan, seperti raja, presiden, mentri, gubernur dan seterusnya yang mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi sehingga dapat di katakan bahwa tidak untuk semua orang. Kebiasaan memberi sesama tetangga menmang kebiasaan Bangsa Indonesia. Namun memberi upeti kepada raja harus di lihat sebagai perwujudan kesenjangan kekuasaan, dari suatu keadaan masyarkat yang tertindas. Oleh karena itu korupsi merupakan bentuk dari penyalah gunaan kekuasaan(abuse of power), yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan menimbulkan kerugian umum.

Korupsi tumbuh subur selama Rezim orde baru berkuasa karena di mungkinkan oleh adanya sentralisasi kekusaan ekonomi dan politik di tangan pemerintah (baca:Persiden) yang begitu besar, tanpa adanya akuntabilitas, Kekuasaan yang di miliki Suharto begitu Absolut, lepas dari kendali sosial, Check and Balance dalam sistem politik