47
GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M) DI KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: HERA YATI 08C10104006 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR ACEH BARAT 2013

GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMASTERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR

(P2M) DI KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:HERA YATI08C10104006

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMARACEH BARAT

2013

Page 2: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan

tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan,

berencana, terarah dan terpadu. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah

sarana unit fungsional kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan

dasar kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai fungsi

utama menjalankan upaya pelayanan kesehatan untuk menanggulangi masalah

kesehatan masyarakat, terutama menggerakkan pogram promosi kesehatan,

penanggulangan dan pencegahan penyakit menular (P2M) (Depkes RI, 2004).

Kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan

MPR R.I. No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah

meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling

mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada

upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan

rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Amanat

tersebut dituangkan dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (PROPENAS). Salah satu tujuan khusus dari program

upaya kesehatan yang tercantum dalam Propenas adalah mencegah terjadinya dan

tersebarnya penyakit menular sehingga tidak menjadi masalah kesehatan

Page 3: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

2

masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan (Depkes RI,

2004).

Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada

yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah

lingkungan biologis yang erat hubungannya dengan penyakit menular. Akan tetapi

masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk

negara sedang berkembang, disamping munculnya masalah baru pada negara yang

sudah maju (Nur Nasry, 2009).

Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran

serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Ratminto,

2005).

Di dunia penyakit menular masih belum bisa diatasi ini terlihat dari

beberapa penyakit menular yang terjadi di Dunia seperti ISPA pada tahun 1997

telah menemukan empat juta bayi dan balita di Negara-negara berkembang

meninggal tiap tahunnya (Silalahi, 2004). Begitu juga dengan penyakit Hepatitis

B Menurut WHO (2004) kasusnya terjadi pada 350 juta orang di dunia dan saat

ini 1,7 juta penduduk dunia menderita TBC.

Page 4: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

3

Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai

penyakit menular seperti malaria, TBC, Filariasis, Diare dan sebagainya

(Achmadi, 2005). Terlihat pada tahun 1996 penyakit diare terdapat 2,5 juta kasus

dengan jumlah kematian mencapai 6000 kematian perhari dan satu kematian

perdetik (Yasmar, 2003). Pada tahun 2003 kasus diare 10,7 per 1000 (Depkes RI,

2004). Sedangkan di Nanggroe Aceh Darusalam pada tahun 2006 kejadian diare

terjadi pada balita berjumlah 36,960 balita (Dinkes, NAD, 2007).

Sedangkan penyakit ISPA di Indonesia pada tahun 2003 yang terjadi pada

anak sebesar 664.200 (Silalahi, 2004). Untuk TBC pada tahun 2005 Indonesia

telah berhasil mencapai angka kesembuhan sesuai dengan target global yaitu

sebesar 85% namun pencampaian baru mencapai 67% (Depkes RI, 2007).

Dari data Dinkes Aceh Barat pada tahun 2010 penyakit menular masih terjadi

diantaranya untuk penyakit TBC sebanyak 101 kasus, untuk penyakit kusta telah

ditemukan 32 orang yang menderita, untuk penyakit ISPA ditemukan 193

penderita dari 1.428 kasus, dan untuk penyakit diare kasusnya mencapai 3.667.

Pada Tahun 2011 Jumlah penyakit TBC sebanyak 116 kasus, untuk penyakit kusta

telah ditemukan 22 orang yang menderita, untuk penyakit ISPA ditemukan 118

penderita dari 1.654 kasus, dan untuk penyakit diare kasusnya mencapai 3.339.

Pada Puskesmas Meureubo, pada tahun 2011 total kunjungan pasien penyakit

menular mencapai 3593 kunjungan sedangkan pada tahun 2012 total kunjungan

pasien di puskesmas sebanyak 3434 orang dengan berbagai penyakit untuk

penyakit menular jumlah kunjungan pasien sebanyak 566 orang. Dari data-data

tersebut dapaat disimpulkan bahwa masih tingginya angka penyakit menular,

peran tenaga kesehatan sangatlah penting, dapat dikatakan upaya penanggulangan

Page 5: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

4

belumlah mencapai target sehingga tenaga kesehatan harus lebih aktif dalam

pengambilan kebijakan upaya penanggulangan penyakit menular.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, menjadi dasar bagi peneliti

untuk merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah faktor resiko faktor

resikokinerja puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular (P2M)

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor

resiko kinerja puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular (P2M)

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kemampuan tenaga kesehatan terhadap faktor resiko

kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit menular

(P2M) di Kabupaten Aceh Barat.

2. Untuk mengetahui pengetahuan tenaga kesehatan terhadap faktor resiko

kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit menular

(P2M) di Kabupaten Aceh Barat.

3. Untuk mengetahui motivasi tenaga kesehatan mengenai terhadap faktor

resiko kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit

menular (P2M) di Kabupaten Aceh Barat.

Page 6: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

5

4. Untuk mengetahui kerjasama tenaga kesehatan mengenai terhadap

faktor resiko kinerja tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit

menular (P2M) di Kabupaten Aceh Barat.

5. Untuk mengetahui kebijakan program terhadap faktor resiko kinerja

tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit menular (P2M) di

Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Sebagai bahan kontribusi pemikiran berupa teori-teori dan menambah

ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang efektivitas Puskesmas

terhadap pemberantasan penyakit menular.

2. Sebagai bahan informasi keterkaitan dengan ilmu pengetahuan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan konsep teoritis dengan

realitas sosial.

3. Sebagai bahan untuk menambah kekayaan ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa dan menjadi referensi bagi perpustakaan Universitas Teuku

Umar.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan informasi bagi penulis tentang tingkat kinerja

Puskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).

2. Sebagai bahan informasi untuk Puskesmas terhadap pemberantasan

penyakit menular (P2M) serta langkah – langkah pencegahan terhadap

penyakit menular bagi Masyarakat Kecamatan Meureubo Khususnya.

Page 7: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

6

3. Sebagai bahan tambahan untuk mengetahui tentang tingkat kinerja

Puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular yang bisa

digunakan untuk program pencegahan, pemberantasan, merencanakan

suatu strategi pelayanan kesehatan.

Page 8: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Penyakit

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang

menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang

dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi

dengan seorang dokter. Patologi adalah pelajaran tentang penyakit. Subyek

pengklasifikasian sistematik penyakit disebut nosologi. Badan pengetahuan yang

lebih luas tentang penyakit adalah kedokteran (Hamdani ,2010)

Penyakit Menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit

tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit

atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi,

dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau bin atang pejamu, melalui

vector atau melalui lingkungan (Budi, Santoso. 2008)

2.2 Penyakit menular

2.2.1 Pengertian Penyakit menular dan Jenis-Jenisnya.

Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia.

Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, atau jamur. Beberapa jenis penyakit

yang menular :

Page 9: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

6

Tabel 2.1. Jenis Penyakit MenularNo Jenis Penyakit1 Anthrax2 Batuk rejan (pertusis)3 Cacingan4 Cacar air (varicella)5 Campak6 Demam berdarah7 Diare8 Hepatitis9 Influenza10 Kolera11 Lepra12 Malaria13 Rabies14 Tetanus15 TBC16 Tifus17 Kurap18 Kudis19 Flu burung20 HIV

2.1.2 Epidemiologi Penyakit Menular

Definisi epidemiologi penyakit menular adalah epidemiologi penyakit

terfokus dalam mempelajari distribusi dan determinan penyakit (menular

dan tidak menular dalam populasi.

1. Klasifikasi Penyakit Berdasarkan etiologi (kausa)

a. Penyakit infeksi

b. Penyakit non infeksi

2. Berdasarkan Durasi :

a. Penyakit akut : < 2 minggu

b. Sub akut/Sub kronik

d. Penyakit kronik: > 3 bulan

Page 10: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

7

3. Communicable Diseases-biological agents

Biological agents = microorganisme

a. Virus

b. Bacteria

c. Protozoa

d. Fungus

e. Helminthes

4. Non Communicable Diseases-Non biological Agents

a. Physics

b. Nutrition

c. Chemical

d. dan lain-lainnya

5. Spektrum Penyakit Menular

a. Endemik

b. Epidemik

c. Pandemik

6. Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Penyakit Menular

a. Lebih banyak tanpa gejala klinik yang jelas. Contohnya : tuberculosis

dan poliomyelitis

b. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contohnya: measles dan

varicella.

c. Penyakit menular yang bersifat fatal yang umumnya berakhir dengan

kematian contohnya : rabies dan tetanus neonatorum.

Page 11: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

8

2.1.3. Komponen Proses Kejadian Penyakit Menular

1. Faktor Penyebab Penyakit Menular (AGENT)

Unsur biologis, dari partikel virus sampai organisme multiseluler yang kompleks.

a. Arthropoda (serangga)

b. Helminthes ( Cacing)

c. Protozoa

d. Fungi (jamur)

e. Bakteri

f. Spirochaeta

g. Rickettsia

h. Virus

2. Sifat alami dan karakteristik agent

a. Karakteristik biologik dan kimiawi Morfologi, motilitas, fisiologi,

reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu dan kemampuan hidup pada suhu,

kelembaban, dan kadar oksigen tertentu, tipe dan jumlah toksin yang

dihasilkan, jumlah antigen, dan siklus hidup.

b. Resistance fisik dan kimiawi serta viabilitas terhadap cahaya matahari,

ultraviolet, listrik, sinar x, radium, gelombang sonik dan supersonik,

desikasi, dry heat, moist heat, dingin, pembekuan (freezing), daya tahan

thd air, asam, basa, garam, alkohol, fenol dll.

3. Karakteristik Agent berkaitan dengan Host

a. Infektifitas adalah Kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang

biak. Dapat dianggap bahwa jumlah minimal dari unsur penyebab untuk

menimbulkan infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama.

Page 12: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

9

b. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan, sumber penularan, serta

faktor pejamu seperti umur, sex dll.

c. Infektifitas tinggi : campak. Infektifitas rendah : lepra

d. Patogenesitas. Adalah kemampuan agent untuk menghasilkan penyakit

dgn gejala klinik yang jelas. Dipengaruhi oleh adanya infektivitas. Tapi

bila di rongga peritoneum atau selaput otak, akan serius.

e. Virulensi Adalah nilai proporsi penderita dgn gejala klinis yang berat thd

seluruh penderita dgn gejala klinis yang jelas. Dipengaruhi dosis, cara

masuk/penularan, faktor pejamu dan akan lebih berbahaya bila mengenai

org dewasa daripada anak-anak.

f. Antigenesitas/ Imunogenisitas adalah kemampuan AGENT menstimulasi

HOST untuk menghasilkan kekebalan/imunitas. Dapat berupa kekebalan

humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya. Lebih

dipengaruhi oleh faktor pejamu, dosis dan virulensi infeksi. Campak

dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup.

4. Karakteristik Agent berkaitan dengan Environment

a. Sumber Penularan (reservoir)

1. Unsur penyebab penyakit adl unsur biologis. Butuh tempat ideal

berkembang biak dan bertahan.

2. Reservoir adalah organisme hidup/mati, dimana penyebab penyakit

hidup normal dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia,

binatang, tumbuhan serta lingkungan lainnya.

Page 13: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

10

3. Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena merupakan

komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai

sumber penularan.

b. Manusia sebagai reservoir

1. Lingkaran penularan penyakit yang sangat sederhana, reservoir manusia

serta penularan dari manusia ke manusia.

2. Misalnya ISP oleh virus/bakteri, difteri, pertussis, TBC, influensa, GO,

sipilis, lepra.

3. Penularan penyakit ke pejamu potensial :proses kolonisasi, proses

infeksi terselubung (covert), proses menderita penyakit (overt).

Manusia sebagai reservoir dapat sebagai penderita, juga sebagai

carrier.

c. Manusia sebagai carrier dibagi :

1. Healthy carrier : poliomyelitis, hepatitis B,dll.

2. Incubatory carrier : chicken pox, measles, dll.

3. Convalescent carrier : klpk salmonella, difteri, dll.

4. Chronic carrier : tifus abdominalis, hepatitis B, dll.

d. Manusia sbg reservoir dibagi :

1. Reservoir yang selalu sbg penderita : cacar, TBC, campak, lepra, dll.

2. Reservoir sbg penderita dan carrier : difteri, kolera, tifus abdominalis, dll.

3. Reservoir sbg penderita, tdk dpt menularkan tanpa vektor/pejamu lain :

malaria, filaria, dll.

Page 14: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

11

e. Faktor Pejamu (HOST). Host adalah manusia yang ditumpangi penyakit.

Yang dimaksud faktor pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri

manusia diantaranya :

1. Umur, jenis kelamin, ras

2. Hereditas, perkembangan individu

3. Tingkah laku dan kebiasaan

4. Mekanisme pertahanan tubuh umum maupun spesifik

5. Status gizi

f. Faktor Lingkungan (environment)

1. Lingkungan fisik

2. Lingkungan sosial-ekonomi

3. Lingkungan biologik

2.1.4. Mekanisme Penularan Penyakit

1. Cara unsur penyebab keluar dari pejamu

a. Melalui konjungtiva ; penyakit mata.

b. Melalui saluran napas (droplet) ; karena batuk, bersin, bicara atau udara

pernapasan. Seperti TBC, influensa, difteri, campak, dll.

c. Melalui pencernaan ; lewat ludah, muntah atau tinja. Umpamanya kolera,

tifus abdominalis, kecacingan, dll.

d. Melalui saluran urogenitalia ; hepatitis.

e. Melalui luka ; paa kulit atau mukosa, seperti sifilis, frambusia, dll.

f. Secara mekanik ; seperti suntikan atau gigitan, antara lain malaria,

hepatitis, AIDS, dll.

Page 15: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

12

2. Cara penularan (mode of transmission)

a. Direct transmission

Perpindahan sejumlah unsur penyebab dari reservoir langsung ke pejamu

potensial melalui portal of entry. Direct transmission terbagi empat unsur

penularan diantaranya :

1. Penularan langsung orang ke orang: sifilis, GO, lymphogranuloma

venerum, chlamydia trachomatis, hepatitis B, AIDS, dll.

2. Penularan langsung dari hewan ke orang:kelompok zoonosis.

3. Penularan langsung dari tumbuhan ke orang: penyakit jamur.

4. Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda lain; kontak dgn

benda terkontaminasi. Melalui tanah : ancylostomiasis, trichuris,

dll. Melalui air : schistomiasis.

b. Air borne disease

1. Penularan sebagian besar melalui udara, atau kontak langsung.

2. Terdapat dua bentuk ; droplet nucklei dan dust (debu).

3. Misalnya : TBC, virus smallpox, streptococcus hemoliticus, difteri, dsb.

c. Vehicle borne disease

Melalui benda mati spt makanan, minuman, susu, alat dapur, alat bedah,

mainan, dsb.

1. Water borne disease ; cholera, tifus, hepatitis, dll

2. Food borne disease ; salmonellosis, disentri, dll

3. Milk borne disease ; TBC, enteric fever, infant diare, dll

Page 16: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

13

2.1.5. Aspek Penularan Penyakit Menular

1. Pengantar

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang

kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap

bebagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi

mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit.

2. Tiga kelompok utama penyakit menular

a. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.

b. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat,

walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama.

c. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapi

dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.

3. Tiga sifat utama aspek penularan penyakit dari orang ke orang

a. Waktu Generasi (Generation Time)

Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa

kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan

penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.

Perbedaan masa tunas denga wakru generasi yaitu Masa tunas

ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala

penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala

yang terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur

penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut

Page 17: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

14

untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau

terselubung.

b. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)

Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok

penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab

penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah

tertentu anggota kelompok tersebut.

Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian

wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok

penduduk tertentu. Wabah terjadi karena 2 keadaan :

1. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika

agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah

terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular

yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.

2. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat

tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-

orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex:

Asrama mahasiswa/tentara.

3. Angka Serangan (Attack Rate) Adalah sejumlah kasus yang berkembang

atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota

kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko atau

kerentanan terhadap penyakit tersebut.Formula angak serangan ini adalah

banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan

banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu tertentu. Angka

Page 18: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

15

serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat

keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga,

sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu

dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan

unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.

4. Manifestasi Klinik Secara Umum

1. Spektrum Penyakit Menular

Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai

manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai

keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal

dunia. Akhir dari proses penyakit adalah sembuh, cacat atau meninggal.

Penyembuhan dapat lengkap atau dapat berlangsung jinak (mild) atau

dapat pula dengan gejala sisa yang berat (serve sequele).

2. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis)

Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri

secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak

dapat didiagnosa tanpa cara tertentu seperti test tuberkulin, kultur

tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dll.

Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya infeksi

terselubung dalam masyarakat maka perlu dilakukan pengamatan atau

survai epidemiologis dan tes tertentu pada populasi. Hasil survai ini dapa

digunakauntuk pelaksanaan program, keterangan untuk kepentingan

pendidikan.

Page 19: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

16

5. Gambar Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Dari Tiga Jenis

Penyakit Menular

1). Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung).

Kelompok penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita tanpa

gejala atau hanya gejala ringan saja, tidak tampak pada berbagai

tingkatan, patogenisitas rendah.Contoh, Tuberkulosis, Poliomyelitis,

Hepatitis A.

2). Lebih banyak dengan gejala klinik jelas Kelompok dengan bagian

terselubung kecil, sebagian besar penderuta tampak secara klinis dan

dapat dengan mudah didiagnosa, karena umumnya penderita muncul

dengan gejala klasik. Contoh :Measles, chickenpox

3). Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian Kelompok penyakit

yang menunjukkan proses kejadian yang umumnya berakhir dengan

kelainan atau berakhirnya dengan kematian, Contoh: Rabies

6. Komponen Proses Penyakit Menular

a. Faktor Penyebab Penyakit Menular.

Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat faktor yang

memegang peranan penting :

1. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab penyakit

2. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources

3. Cara penularan khusus melalui mode of transmission.

b. Unsur Penyebab Dikelompokkan Dalam : Kelompok arthropoda (serangga)

seperti scabies, pediculosis, dll.

Page 20: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

17

1. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing

perut.

2. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll.

3. Fungus atau jamur baik uni maupun multiselular.

4. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia.

5. Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana.

c. Sumber Penularan

1. Penderita

2. Pembawa kuman

3. Binatang sakit

4. Tumbuhan/benda

d. Cara Penularan

1. Kontak langsung

2. Melalui udara

3. Melalui makanan atau minuman

4. Melalui vector

e. Interaksi Penyebab dengan Pejamu

1. Infektivitas adalah kemampuan unsur penyebab atau agent untuk

masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam

tubuh pejamu.

2. Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit

dengan gejala klinis yang jelas

Page 21: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

18

3. Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang

berat terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas.

4. Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkan kekebalan

atau imunitas.

2.2. Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan

di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu

wabah penyakit. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan

sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang

bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No.

451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa.

Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak

dikenal

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun

waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih

dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,

tahun).

Page 22: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

19

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat

atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun

sebelumnya.

2.3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

2.3.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai

pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam

bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu

(Azwar, 1996:119).

2.3.2. Program Pokok Puskesmas

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

(comprehensive health care service) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas menjalankan 6 program pokok yaitu :

a. Promosi kesehatan.

b. Kesehatan lingkungan.

c. Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Yang terdiri dari :

1). Program imunisasi

2). Program TB paru dengan kegiatan penemuan penderita TBC

3). Program malaria dengan angka insiden malaria (AMI)

4). Program ISPA dengan frekuensi penemuan dan penaggulangan

pneumonia.

5). Program diare meliputi frekuensi penanggulangan diare

Page 23: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

20

6). Program rabies

7). Program surveilans

8). Pemberantasan P2B2 demam berdarah

d. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB.

e. Perbaikan gizi masyarakat

f. Pelayanan kesehatan/ pengobatan.

Ada beberapa program pengembangan yang dilaksanakan sesuai dengan

kemampuan Puskesmas diantaranya :

a. Kesehatan Mata

b. Kesehatan Jiwa

c. Kesehatan Olahraga

d. UKS/UKGS

e. Kesehatan Lansia

f. Pembinaan pengobatan tradisional

2.4. Efektivitas.

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh

tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai

dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :

“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase

target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.

Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr.

(1986:35) adalah sebagai berikut : “Efektifitas adalah pencapaian target output

yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA)

Page 24: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

21

dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut

efektif”.

Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984)

adalah “Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai

dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa

efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana

target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka

untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1

a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama

dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.

b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1

(satu), maka efektifitas tidak tercapai.

2.5. Kinerja

2.5.1 Pengertian

Kinerja adalah penampilan hasil karya personik baik kuantitas

maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil

karya tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional

maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran dalam

organisasi.

Page 25: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

22

Menurut Gomes (2008) menyatakan kinerja karyawan adalah

ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering

dihubungkan dengan produktivitas.

Ilyass (2001) Istilah kinerja menurut pakar pendidikan Indonesia

didefinisikan adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan

sesuatu, kinerja adalah bagaimana tenaga kerja melakukan segala

sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau peranan

dalam organisasi. Ada dua jenis tugas yang menyangkut unsur-unsur

penting kinerja pekerjaan, yaitu :

a. Tugas fungsional, berkaitan dengan seberapa baik seseorang

pegawai menyelesaikan seluk beluk pekerjaan termasuk temutama

penyelesaian aspek-aspek teknis pekerjaan tersebut.

b. Tugas perilaku, berkaitan dengan seberapa baik pegawai menangani

kegiatan antar personal dalam anggota lain organisasi termasuk

mengatasi konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain

bekerja dalam suattu kelompok dan bekerja secara mandiri.

Menurut Gibson (2007) menyatakan bahwa dalam kinerja (Job

Perfomance) tercakup sejumlah hasil yaitu hasil obyektif dan hasil

perilaku pribadi. Hasil obyektif berupa kuantitas dan kualitas keluaran,

sesuai dengan tugas dan standar masing-masing pemegang pekerjaan.

Hasil perilaku pribadi berupa reaksi terhadap pekerjaan; hadir secara

teratur atau mangkir, tetap bekerja atau berhenti lebih lanjut masalah

fisiologis dan psikologis dapat menjadi konsekuensi kinerja.

Page 26: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

23

Menurut bernadin et al (2000), terdapat 6 (enam) kriteria penting

kinerja, yaitu :

a. Kualitas (Quality)

Tingkatan yang menunjukkan proses atau hasil dari penyelesaian

suatu kegiatan yang mendekati sempurna dan memenuhi tujuan

kegiatan. Aspek kualitas dalam pelayanan persalinan dapat dinilai

beberapa hal seperti: keadaan bayi dan ibu bersalin pasca

melahirkan, keadaan tempat, peralatan dan penampilan bidan di desa.

b. Kuantitas (Quantity)

Sejumlah hasil atau keluaran yang dinyatakan sebagai nilai dolar,

jumlah unit atau jumlah siklus kegiatan. Aspek kuantitas dala

pelayanan persalinan dapat difokuskan pada cakupan persalinan oleh

bidan di desa selama setu tahun terakhir. Jumlah persalinan yang

secara langsung dapat ditangani oleh bidan di desa, baik diwilayah

kerjanya maupun ibu hamil dari desa/daerah lain yang meminta

pertolongan kepadanya.

c. Ketetapan Waktu (Timelines)

Suatu tingkatan dimana kegiatan dapat diselesaikan atau suatu

keluaran dapat dihasilkan pada awal waktu yang diinginkan, serta

memaksimalkan waktu untuk kegiatan yang lain. Dalam pelayanan

persalinan ini aspek ketepatan waktu ditekankan pada ketepatan

pelayanan oleh bidan di desa baik pada saat di rumah maupun ketika

mendapat panggilan ibu hamil.

Page 27: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

24

d. Efektivitas Biaya (Cost Effektiveness)

Tingkatan yang menunjukkan penggunaan sumber daya organisasi

(seperti manusia, dana, teknologi dan material) secara maksimal

untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam

pelayanan persalinan aspek efektivitas biaya lebih ditekankan pada

penggunaan bagan-bahan secara hemat, perawatan peralatan dan

perhitungan biaya serta tarif persalinan.

e. Kebutuhan akan supervise (Need for Supervision)

Suatu aktivitas pengawasan terhadap karyawan bagaimana mereka

dapat menunjukkan fungsi pekerjaan. Aspek supervisi pada

pelayanan persalinan ini dinilai melalui kegiatan pengawasan dan

pengarahan baik dari Kepala Puskesmas maupun seksi Kesehatan Ibu

dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten.

f. Pengaruh hubungan personal (Interpersonal Impact)

Mengembangkan rasa penghargaan diri berbuat baik dan

bekerjasama dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. Adapun

aspek hubungan personal dalam persalinan ini dinilai keadaan

hubungan antar bidan di desa baik didalam wilayah kerja Puskesmas

atau dengan wiliyah Puskesmas lainnya. Hubungan tersebut

diwujudnya dengan saling menolong, saling menghargai dan saling

bekerjasama.

Page 28: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

25

2.5.2 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku dan kinerja dibedakan menjadi tiga variable yaitu

a. Varibel Individu meliputi: kemampuan dan keterampilan, latar belakang

dan demografis.

b. Variabel Organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan

(kompensasi), struktural organisasi dan design pekerjaan (job

description)

c. Variabel Psikologis meliputi: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan

motivasi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja secara umum dibagi

menjadi dua yaitu :

a. Faktor Internal seperti kemampuan, keterampilan, sikap, perilaku,

tanggung jawab, motivasi karyawan.

b. Faktor Eksternal seperti lingkungan kerja, keadaan sumber daya

organisasi, penghargaan, kerjasama antar karyawan, kebijakan

organisasi/perusahaan, pemberian kompensasi dan analisis pekerjaan.

2.5.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Certo (1989) dalam Ilyas (2001), menyatakan penilaian adalah proses

penulusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu, dan menilai

hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem

manajemen.

Page 29: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

26

Evaluasi terhadap kinerja memiliki tujuan yaitu untuk mencapai

kesimpulan evaluatif atau kata putus tentang prestasi kerja dan untuk

mengembangkan karyawan atau tenaga kerja melalui system yang sedang

ditetapkan didalam organisasi tersebut. Program evaluasi prestasi yang

dirancang dan dilakukan dengan baik mengandung dampak positif berupa

dorongan adanya perbaikan, menimbulkan rasa tanggung jawab,

meningkatkan rasa keterikatan terhadap organisasi. Evaluasi dapat

menimbulkan motivasi apabila evaluasi tersebut menimbulkan pemahaman

bagi pegawai tentang hal-hal yang diharapkan mereka. (Gibson, 2007).

Ilyass (2001) menyatakan tujuan penilaian kinerja adalah :

a. Menyediakan suatu dasar untuk pemberian kenaikan gaji/upah

b. Membantu mengidentifikasi pekerja untuk kepentingan promosi,

pemindahan atau pemberhentian

c. Ketetapan didalam teknik menyeleksi agar supaya sesuai kebutuhan

d. Menentukan pelatihan-pelatihan bagi pekerja dan untuk kepentingan

pengembangan.

e. Menyediakan suatu dasar untuk pengurangan pekerja

f. Memperbaiki hubungan komunikasi antar supervisor dan pekerja

Dubrin (2000) menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja, yaitu

a. Membantu para supervisor di dalam mengawasi bawahannya agar

bekerja lebih teliti dan melakukan pekerjaan lebih baik.

b. Memotivisai karyawan melalui umpan balik, bagaimana mereka

bekerja

Page 30: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

27

c. Menyediakan data yang akurat sebagai dasar pembuatan keputusan

tentang kenaikan kompensasi, pemindahan atau pemberhentian.

d. Memperbaiki perkembangan organisasi dengan mengidentifikasi

pekerja melalui perencanaan promosi dan kebutuhan-kebutuhan

pengembangan

e. Membangun sebuah penelitian sebagai dasar membuat keputusan

personalia.

Menurut Gibson (2007) menyatakan bahwa penilaian kinerja

dilakukan terhadap beberapa sasaran, yaitu :

a. Pengenalan faktor-faktor yang telah membantu pihak yang dinilai

(pekerja) untuk mencapai prestasi kerja

b. Pengenalan faktor-faktor yang telah menghindarkan pekerja berhasil

lebih baik atau beberapa faktor yang menghambat prestasi kerja

c. Pengenalan faktor-faktor yang mendukung pekerja di dalam

pencapaian prestasi kerja dan memudahkan pelaksanaan tugas pejabat

penilai atau pihak lain di dalam organisasi.

d. Pengenalan kebutuhan-kebutuhan akan pengembangan prestasi kerja

agar lebih baik dalam fungsi-fungsi yang menentukan.

e. Memperoleh pengertian yang lebih baik tentang pihak yang dinilai

syarat-syarat peran dan situasi dimana dia pekerja dan juga berbagai

harapan dan pengertian penilaian terhadap peningkatan komunikasi

kedua belah pihak.

Cara pengukuran kinerja khususnya tenaga kesehatan adalah

dengan membandingkan keluaran program dengan target normatif yang

Page 31: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

28

telah ditentukan program sebelumnya sesuai dengan wilayah kerja

masing-masing. Sedangkan cara penilaian kinerja tenaga kesehatan

khususnya dengan melihat jenis pekerjaan dan cara penilaianya. Apabila

pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluaran mudah ditentukan,

penilaian kinerja ditekankan pada keluaran. Pekerjaaan yang hasilnya

sulit diidentifikasi seperti jasa pelayanan kesehatan fokus dan penilaian

ditujukan kepada aktivitas atau proses. (Ilyas, 2001).

Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki

atau meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja

dalam upaya peningkatan produktivitas organisasi. Secara khusus

dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap

pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji pendidikan dan

latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk

penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2006).

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 2.1Kerangka Konsep

1. Pengetahuan2. Sikap3. Usia4. Lingkungan5. Pendidikan

PemberantasanPenyakit Menular

Page 32: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat Deskriptif dengan desain Cross

Sectional yang bertujuan untuk menggambarkan faktor resiko kinerja puskesmas

dalam pemberantasan penyakit menular (P2M) Kabupaten Aceh Barat.

(Notoatmodjo, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Meureubo Kabupaten

Aceh Barat yang direncanakan pada bulan Agustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 91 tenaga kesehatan

P2M yang ada di seluruh Puskesmas Kabupaten Aceh Barat.

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini tehnik pengambilan sampel adalah menggunakan

Total Sampling yaitu keseluruhan dari populasi yang berjumlah 91 tenaga

kesehatan P2M (Notoatmodjo 2005).

Page 33: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

31

3.4. Jenis dan sumber data

3.4.1. Data primer

Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan

mengunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari seluruh Puskesmas di Aceh Barat, pada

bagian P2M yang berupa data penyakit-penyakit menular dan juga dari

Dinas Kesehatan Aceh Barat.

3.5. Definisi Operasional

Tabel 3.5 Definisi OperasionalNo Variabel Keterangan

Variabel Independen1 Kemampuan Definisi Skill yang dimiliki

responden dalammelakukan pemberantasanpenyakit menular

Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik

2. KurangSkala ukur Ordinal

2 Pengetahuan Definisi pemahaman respondententang efektivitas kinerjadalam pemberantasanpenyakit menular.

Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik

2. KurangSkala ukur Ordinal

3 Motivasi Definisi Segala sesuatu yangmemicu semangat kerjadalam pemberantasanpenyakit menular.

Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik

2. KurangSkala ukur Ordinal

Page 34: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

32

4 Kerjasama Definisi Interaksi dalam bekerjaantar sesama dalampemberantasan penyakitmenular.

Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik

2. KurangSkala ukur Ordinal

5 Kebijakan program Definisi Penatalaksanaan programpreventif yang dilakukanoleh tenaga kesehatandalam memberantaspenyakit menular

Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik

2. Kurang

Skala ukur Ordinal

3.6 Aspek Pengukuran Variabel

Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam

penelitian ini adalah skala Likert yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke

nilai terendah berdasarkan jawaban responden.

1. Kemampuan

Pertanyaan untuk kemampuan berjumlah 5 pertanyaan dengan skor untuk

jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

adalah 5 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

skor di Rentang sebagai berikut:

5 + 0 = 2,5 = 32

Jadi:

Baik jika skor > 3

Kurang jika skor < 3

Page 35: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

33

2. Pengetahuan

Pertanyaan untuk pengetahuan berjumlah 5 pertanyaan dengan skor untuk

jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

adalah 5 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

skor di Rentang sebagai berikut:

5 + 0 = 2,5 = 32

Jadi:

Baik jika skor > 3

Kurang jika skor < 3

3. Motivasi

Pertanyaan untuk motivasi berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk jawaban

“a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi adalah 4

sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing skor di

Rentang sebagai berikut:

4 + 0 = 22

Jadi:

Baik jika skor > 2

Kurang jika skor < 2

4. Kerjasama

Pertanyaan untuk kerjasama berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk

jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

adalah 4 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

skor di Rentang sebagai berikut:

Page 36: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

34

4 + 0 = 22

Jadi:

Baik jika skor > 2

Kurang jika skor < 2

5. Kebijakan program preventif

Pertanyaan untuk kemampuan berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk

jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

adalah 4 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

skor di Rentang sebagai berikut:

4 + 0 = 22

Jadi:

Baik jika skor > 2

Kurang jika skor < 2

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Pengolahan Data

Menurut Purwanto, (2007) cara pengolahan data terdiri dari:

1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian

kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang

diberikan oleh responden

2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka – angka untuk setiap

hasil jawaban pada kuisioner.

3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabl –variabel penulisan

yang diberikan.

Page 37: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

35

4. Tabulating yaitu pengelompokan nilai responden berdasarkan kategori

yang telah dibuat untuk tiap – tiap variabel dan selanjutnya dimasukan

kedalam tabel distribusi frekuensi.

3.8. Tenik Analisa Data

3.8.1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapat data tentang distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini disajikan dalam

bentuk table distribusi frekuensi.

Pada penelitian ini analisa data dengan statistic univariat akan

digunakan untuk menganalisa:

a. Kemampuan responden dalam pemberantasan penyakit menular;

b. Pengetahuan responden dalam pemberantasan penyakit menular;

c. Motivasi responden dalam pemberantasan penyakit menular

d. Kerjasama responden dalam pemberantasan penyakit menular

e. Kebijakan Program responden dalam pemberantasan penyakit

menular.

Page 38: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum

Kabupaten Aceh Barat setelah pemekaran terletak pada Geografis 040 06’-

040 47’ Lintang Utara dan 950 52’-960 30’ Bujur Timur dengan luas wilayah

2.927.95 Km2 (292.795 Hektar). Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 12 Kecamatan

dan berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya,

3. Sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan

Kabupaten Nagan Raya.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah pendudukan

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 sebanyak 173.558 jiwa, yang terdiri dari laki-

laki 88.090 jiwa dan perempuan 85.468 jiwa yang tersebar di 12 Kecamatan.

4.1.2. Analisis Univariat

1. Kemampuan

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Kemampuan Frekuensi %1 Baik 51 56,02 Kurang 40 44,0

Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

Page 39: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

37

Dari Tabel 4.1. diketahui dari 91 responden berdasarkan kemampuan 56%

baik, sedangkan 44% nya lagi kurang baik.

2. Pengetahuan

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Pengetahuan Frekuensi %1 Baik 50 54,92 Kurang 41 45,1

Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

Dari Tabel 4.2. diketahui dari 91 responden berdasarkan pengetahuan

54,9% baik, sedangkan 45,1% nya lagi kurang baik.

3. Motivasi

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kinerja PuskesmasTerhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Di KebupatenAceh Barat Tahun 2013.

No Motivasi Frekuensi %1 Baik 56 61,52 Kurang 35 38,5

Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

Dari Tabel 4.3. diketahui dari 91 responden berdasarkan motivasi 61,5%

baik, sedangkan 38,5% nya lagi kurang baik.

4. Kerja sama

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja sama KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Kerja sama Frekuensi %1 Baik 50 54,92 Kurang 41 45,1

Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

Page 40: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

38

Dari Tabel 4.4. diketahui dari 91 responden berdasarkan kerja sama

54,9% baik, sedangkan 45,1% nya lagi kurang baik.

5. Kebijakan program

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan program KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.

No Kebijakan program Frekuensi %1 Baik 47 51,62 Kurang 44 48,4

Total 94 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

Dari Tabel 4.5. diketahui dari 91 responden berdasarkan kebijakan

program 51,6% baik, sedangkan 48,4% nya lagi kurang baik.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kemampuan

Asmu’i (2009) mengatakan suatu kinerja dapat dikatakan responsible

apabila mereka mau melaksanakan tugas-tugas secara terbaik dan tidak sekedar

asal-asalan, baik ada yang mengontrol atau tidak dengan mengarahkan segala

macam sumber daya (kemampuan dan kecakapan) secara efektif dan efisien yang

dimilikinya. Selain itu kinerja harus memiliki kemampuan dan kecakapan teknis

atau kompetensi teknis dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab yang

diembannya.

Seperti pada hasil penelitian di Puskesmas Meureubo tentang efektifitas

kinerja tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit menular dimana tenaga

kesehatan yang kemampuannya baik 56% sedangkan yang kurang baik 44%

seharusnya kemampuan tenaga kesehatan harus 100% baik dalam pemberantasan

Page 41: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

39

penyakit menular demi kesejahteraan masyarakat. Belum efektifnya kinerja

dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan.

Yudi (2009) menyebutkan pengalaman kerja pegawai memiliki pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap tingkat produktivitas kerja pegawai. Semakin

tinggi pengalaman kerja maka semakin tinggi pula kinerja pegawai tersebut.

4.2.2. Pengetahuan

Pengetahuan tentang tugas merupakan domain yang sangat penting bagi

setiap perawat untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Pengetahuan yang

baik tentang petugas dan tanggung jawab di dalam suatu organisasi cenderung

akan meningkatkan kualitas pekerjaannya.

Hasil penelitian yang diperoleh dari pengetahuan tenaga kesehatan dalam

pemberantasan penyakit menular baru 54,9% tenaga kesehatan berpengetahuan

baik dari jumlah 94 responden ini dikarenakan 45,1% lagi kurang baik dalam

pengetahuannya diantaranya tenaga kesehatan belum mengerti dengan kuesioner

yang peneliti ajukan sehingga skor yang didapat kurang, yang menunjukkan

tenaga kesehatan berpengetahuan rendah.

Pengaruh variabel pengetahuan terhadap kinerja, sesuai dengan pendapat

Gibson (1988) di dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan pemahaman lisan seseorang pegawai tentang apa yang

dia ketahui dari pengalaman dan proses belajar. apabila tenaga kesehatan memiliki

pengatahuan yang baik, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut

dengan baik, dan demikian sebaliknya.

Page 42: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

40

4.2.3. Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan

kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk

berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc.Cleland (1997)

seperti dikutip oleh Mangkunegara (2001:68), berpendapat bahwa “Ada hubungan

yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi

adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau

tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja)

dengan predikat tepuji.

Pada lokasi penelitian tenaga kesehatan yang motivasinya baik dalam

pemberantasan penyakit menular 61,5% ini dikarenakan tenaga kesehatan sudah

merasa nyaman dengan pekerjaannya, tunjangan dan apresiasi yang diberikan

meningkatkan kinerja dari tenaga kesehatan sedangkan 38,5% nya lagi kurang

baik ini dikarenakan tenaga kesehatan meras jenuh dengan pekerjaannya dan tidak

merasa nyaman dengan teman kerjanya.

4.2.4. Kerjasama

Menurut Gomes (2008) menyatakan kinerja karyawan adalah

ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan

dengan produktivitas.

Hasil penelitian mengenai kinerja tenaga kesehatan dalam berkerjasama

memberantas penyakit menular diketahui bahwa dari 91 responden yang

mampu bekerjasama dengan baik sebanyak 54,9% sedangkan 45,1% nya lagi

Page 43: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

41

kurang baik ini dikarenakan mereka tidak nyaman dan senang bila dilibatkan

dalam bekerja bersama-sama.

Ilyass (2001) Istilah kinerja adalah bagaimana tenaga kerja melakukan

segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau peranan

dalam organisasi. Begitu juga dengan seberapa baik pegawai menangani

kegiatan antar personal dalam anggota lain organisasi termasuk mengatasi

konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain bekerja dalam suattu

kelompok dan bekerja secara mandiri.

4.2.5. Kebijakan Program

Cara pengukuran kinerja khususnya tenaga kesehatan adalah dengan

membandingkan keluaran program dengan target normatif yang telah ditentukan

program sebelumnya sesuai dengan wilayah kerja masing-masing. Sedangkan cara

penilaian kinerja tenaga kesehatan khususnya dengan melihat jenis pekerjaan dan

cara penilaianya. Apabila pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluaran mudah

ditentukan, penilaian kinerja ditekankan pada keluaran. Pekerjaaan yang hasilnya

sulit diidentifikasi seperti jasa pelayanan kesehatan fokus dan penilaian ditujukan

kepada aktivitas atau proses. (Ilyas, 2001).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan program dalam

pemberantasan penyakit menular memiliki 51,6% baik dari 91 responden ini

dikarenakan adanya kegiatan promosi, penuluhan dan program-program dalam

pemberantasan penyakit menular kepada masyarakat sehingga kebijakan program

dalam kinerja pemberantasan penyakit menular sudah cukup baik.

Page 44: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari 91 responden berdasarkan kemampuan 56% baik, sedangkan 44%

nya lagi kurang baik.

2. Dari 91 responden berdasarkan pengetahuan 54,9% baik, sedangkan

45,1% nya lagi kurang baik.

3. Dari 91 responden berdasarkan motivasi 61,5% baik, sedangkan 38,5%

nya lagi kurang baik.

4. Dari 91 responden berdasarkan kerja sama 54,9% baik, sedangkan 45,1%

nya lagi kurang baik.

5. Dari 91 responden berdasarkan kebijakan program 51,6% baik,

sedangkan 48,4% nya lagi kurang baik.

5.2. Saran

1. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Aceh Barat agar dapat mengambil

kebijakan untuk meningkatkan evektifitas pemberantasan penyakit

menular di Aceh Barat.

2. Kepada seluruh Kepala Puskesmas Aceh Barat agar lebih memantau

keefektivitasan kinerja tenaga kesehatan dalam memberantas penyakit

menular, dan merencanakan program-program preventif guna

meningkatkan pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja

puskesmas Meureubo

Page 45: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

43

3. Kepada tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan lagi kinerja dalam

pemberantasan penyakit menular, seperti melakukan program-program

pelaksanaan yang telah ditetapkan serta mengevaluasi kinerja agar lebih

efektif lagi dimasa yang akan datang.

Page 46: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilaya, Cetakan 1.Kompas Media. Jakarta.

Ariawan, I., 2004 Aplikasi survey cepat. Depkes RI; Jakarta.

Asmu’i, 2009. Pelayanan Satu Atap Satu Strategi. Pustaka Al-Kausar.Jakarta.

Azwar Azrul, 1996. Pengantar epidemiologi. PT Binarupa Aksara, Jakarta.

Depkes RI, 2004. Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta

Budiarto, Eko., 2001. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. EGC.Jakarta.

Budi, Santoso., 2008. Pengantar HKI (Hak Kekayaan intelektual). PustakaMagister. Semarang.

Bustan. MN. ( 2002 ). Pengantar epidemiologi, rineka cipta. Jakarta

Dubrin, j. Andrew. 2000. Fudamentals of Organizational Behaviar andApplied Perspective. Pargamen Press Inc.Germany.

Gibson, 2007. Organisasi dan Prilaku, Struktur dan Proses. Binarupa Aksara.Jakarta.

Gomes, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Hamdani ,2010. Strategi Belajar Mengajar, Pustaka Setia. Bandung

Hariandja, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Grasindo

Ilyas. 2001. Kinerja, Tiori, Penilaian, dan Penelitian, Pusat Kajian EkonomiKesehatan FKM-UI.

Mangkunegara Anwar Prabu, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia.Perusahaan. Bandung.

Noor, Nur Nasry., 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. RiekaCipta; Jakarta.

________, 2009. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rieka Cipta;Jakarta;

Page 47: GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMAS SKRIPSI Olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › BAB I_V.pdf · 5 Campak 6 Demam berdarah 7 Diare 8 Hepatitis 9 Influenza 10 Kolera 11 Lepra

Notoadmodjo. S.,, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan: Edisi Revisi.Rieneka Cipta. Jakarta.

Peraturan Menkes RI No. 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang PedomanPenyelenggaraan istem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa

Purwanto, (2007), Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan.www.Askep.net/pdf/html diakses tanggal 23 juni 2012

Ratminto, 2005. Manajen Pelayanan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Silalahi Rumendang B., 2004. Manajemen Kesehatan. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.

Yasmar, Alfa, 2003. Patogenesis dan Patofiologi Diare. SMF. Jakarta.

Yudi Hartono dan Farida Kusumawati, 2009. Buku Aja Keperawatan Jiwa.Salemba Medika. Jakarta