40
GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011 DGD. DHARMA SANTHI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN

DERAJAT KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE

BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011

DGD. DHARMA SANTHI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 2: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Ida Sang

Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “GAMBARAN PENINGKATAN

HEMATOKRIT DAN DERAJAT KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE

BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011”.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan kepada Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K),

M.Kes atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan

penelitian ini. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada keluarga dan semua

pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian laporan penelitian ini. Akhir kata, semoga laporan penelitian ini

bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat umum dalam

rangka memperluas wawasan yang kita miliki.

Denpasar, 27 Desember 2016

Penulis

Page 3: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

ABSTRAK

GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT KLINIS DEMAM

BERDARAH DENGUE BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011

DBD saat ini termasuk satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi

masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Di Indonesia, epidemi

DBD terjadi setiap tahun dengan kecenderungan insiden dan luas wilayah yang

terkena semakin meningkat. Salah satu kriteria dari WHO untuk dapat

menegakkan diagnosis DBD adalah temuan secara objektif dari kebocoran plasma

yang disebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang ditunjukkan oleh

peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal atau penurunan saat pemulihan,

Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan suatu pengelompokkan sesuai

dengan derajat klinis dari WHO tahun 2011 demi penanganan yang tepat dan

mengetahui prognosis penderita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

korelasi antara jumlah leukosit dan nilai hematokrit terhadap derajat klinis DBD

pada pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan

metode cross sectional dan pengambilan data secara retrospektif. Sampel diambil

dari rekam medis pasien DBD anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar.

Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling. Analisis data

menggunakan analisis deskriptif dan dilanjutkan dengan uji korelasi.

Total sampel diperoleh sebanyak 73 pasien DBD anak. Hasil analisis

dengan uji korelasi diperoleh nilai p dan r pada hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6

berturut-turut adalah (p=0.060; r=0.221), (p=0.446; r=0.091), dan (p=0.084; r= -

0.204).menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai

hematokrit terhadap derajat klinis DBD.

Kata kunci : Gambaran, Hematokrit, Derajat Klinis, DBD, Anak

Page 4: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

ABSTRACT

HEMATOCRIT VALUE AND CLINICAL GRADE ON DENGUE

HEMORRAGHE FEVER UNDER THE CRITERIA OF WHO 2011

DBD is currently included one of several infectious diseases a public

health problem in the world, especially developing countries. In Indonesia, the

epidemic of dengue fever occur every year with the trend of the incident and the

area affected is increasing. One of the criteria of the WHO to be able to make the

diagnosis of dengue is the finding objective of plasma leakage due to increased

vascular permeability shown by the increase in hematocrit> 20% of the normal

value or decrease the time of recovery, after the diagnosis is made, there should be

a grouping in accordance with the degree of clinical from the wHO in 2011 for the

sake of proper handling and determine the prognosis of patients. The purpose of

this study was to determine the correlation between the leukocyte count and

hematocrit value of the degrees of clinical dengue fever in pediatric patients at Dr

Sanglah.

This type of research is observational analytic with cross sectional and

retrospective data collection. Samples were taken from the medical records of

patients DBD children admitted to Sanglah Hospital in Denpasar. Sampling was

done by total sampling. Analyzed using descriptive and continued with

correlation.

Total sample obtained by 73 patients DBD children. The results of the

analysis with correlation test obtained by value p and r on day 4, day 5 and day 6

respectively (p = 0.060; r = 0221), (p = 0.446; r = 0091), and (p = 0084; r = -

0.204) .menunjukkan that there is no significant correlation between the

hematocrit value of the degrees of clinical dengue.

Keywords : Hematocrit, Clinical Grade, DHF, Children

Page 5: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

RINGKASAN

GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT KLINIS DEMAM

BERDARAH DENGUE BERDASARKAN KRITERIA WHO 2011

The World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan infeksi virus

dengue sebagai masalah kesehatan internasional karena luasnya distribusi geografi

virus tersebut. Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau dapat

menyebabkan demam yang tidak khas (sindrom viral), Demam Dengue (DD),

Demam Berdarah Dengue (DBD), termasuk Sindrom Syok Dengue (SSD). Saat

ini, DBD menempati urutan ke delapan sebagai penyebab kesakitan di negara

kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

Untuk dapat menegakkan diagnosis DBD terdapat kriteria tersendiri dari

WHO berdasarkan manifestasi klinis yang khas pada DBD. Kriteria untuk

diagnosis klinis menurut WHO pada tahun 2011 adalah adanya (1) demam akut

selama dua hingga tujuh hari, (2) manifestasi perdarahan yang ditunjukkan oleh

salah satu dari : hasil tes tourniquet positif, petechiae, ecchymosis atau purpura,

perdarahan mukosa, saluran pencernaan, pada lokasi injeksi atau lokasi lainnya,

(3) trombositopenia yaitu saat hitung trombosit menunjukkan hasil < 100.000

sel/mm3,

(4) serta temuan secara objektif dari kebocoran plasma yang disebabkan

peningkatan permeabilitas vaskuler yang ditunjukkan oleh hal berikut:

peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal atau penurunan saat pemulihan,

atau terdapat bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites, atau

hipoproteinemia/albuminemia. Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan

suatu pengelompokkan sesuai dengan derajat klinis dari WHO tahun 2011 demi

penanganan yang tepat dan mengetahui prognosis penderita.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat pasien DBD anak

sebanyak 73 orang dengan rincian 39 pasien perempuan (53.4%), dan 34 pasien

laki-laki (46.6%). Distribusi pasien DBD anak di RSUP Sanglah Denpasar

berdasarkan derajat klinisnya didapatkan pasien DBD derajat I sebanyak 36 orang

(49.3%), derajat II sebanyak 10 orang (13.7%), derajat III sebanyak 13 orang

(17.8%), dan derajat IV sebanyak 14 orang (19.2%). Hasil analisis dengan uji

korelasi Spearman didapatkan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai

hematokrit terhadap derajat klinis DBD dengan nilai p dan r pada hari ke-4, hari

ke-5, dan hari ke-6 berturut-turut adalah (p=0.060; r=0.221), (p=0.446; r=0.091),

dan (p=0.084; r= - 0.204).

Page 6: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM. ................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

ABSTRAK................................................................................................................. .............. iii

ABSTRACT............................................................................................................... .............. iv

RINGKASAN............................................................................................................ ............... v

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................. 4

2.1 Demam Berdarah Dengue ...................................................................................... 4

2.2 Pemeriksaan Darah Lengkap ............................................................................... 11

2.3 Penelitian Sejenis ................................................................................................. 14

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP.. .................................. 16

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................................ 16

3.2 Kerangka Konsep ................................................................................................. 17

BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................................... 18

4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................................... 18

4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................................ 18

4.2.1 Populasi Penelitian ...................................................................................... 18

4.2.2 Sampel Penelitian........................................................................................ 18

4.2.3 Cara Pengambilan Sampel .......................................................................... 19

4.3 Variabel Penelitian ............................................................................................... 19

4.3.1 Klasifikasi Variabel .................................................................................... 19

Page 7: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

4.3.2 Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 20

4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 21

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 21

4.5.1 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 21

4.5.2 Waktu Penelitian ......................................................................................... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... ............. 22

5.1 Gambaran Nilai Hematokrit Pada penderita DBD Anak ...................................... 22

5.1.1 Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis .............................................................. 23

5.1.2 Korelasi Antara Nilai Hematokrit dan Derajat Klinis DBD ....................... 24

5.2 Pembahasan ........................................................................................................... 26

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. .............. 29

6.1 Kesimpulan.............................................................................................. ............. 29

6.2 Saran........................................................................................................ .............. 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30

Page 8: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

The World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan infeksi virus

dengue sebagai masalah kesehatan internasional karena luasnya distribusi geografi

virus tersebut (Dewi, Wirawati, 2013). Infeksi virus dengue disebabkan oleh

infeksi virus dari spesies Flaviviridae, yaitu genus Flavivirus dengan serotipe

DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypi dan Aedes albopictus (Wati, 2009; Sari dan Aryati, 2011).

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau dapat menyebabkan demam

yang tidak khas (sindrom viral), Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue

(DBD), termasuk Sindrom Syok Dengue (SSD). Infeksi oleh satu serotipe

memberi ketahanan seumur hidup pada jenis serotipe tersebut namun hanya

pertahanan sementara pada jenis serotipe lainnya. Manifestasi klinis bergantung

pada strain virus dan faktor yang ada pada host seperti usia dan status imun

(WHO, 2011).

DBD saat ini termasuk satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi

masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Saat ini, DBD

menempati urutan ke delapan sebagai penyebab kesakitan di negara kawasan Asia

Tenggara dan Pasifik Barat. Angka kematian akibat penyakit ini di Asia

Page 9: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

diperkirakan 0,5% - 3,5% . Di Indonesia, epidemi DBD terjadi setiap tahun

dengan kecenderungan insiden dan luas wilayah yang terkena semakin meningkat

(Dewi, Wirawati, 2013). Dimulai pada kasus pertama yang ditemukan di Surabaya

dan Jakarta pada tahun 1968, kemudian dari tahun ke tahun jumlah kasus

cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga

akhirnya DBD tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 1994. Bulan

Januari hingga pertengahan Desember 2014 tercatat penderita DBD di 34 provinsi

di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia (Yasa,

Putra, dkk., 2012). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

yang dikutip dari Profil Kesehatan 2014, Provinsi Bali menempati urutan keempat

tertinggi DBD setelah tiga provinsi lainnya yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Barat,

dan Kalimantan Timur, dengan angka insiden pada tahun 2014 mencapai 201,2

per 100.000 penduduk, dengan angka tertinggi terjadi Kota Denpasar yaitu 1.837

kasus, menyusul Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung

sebanyak 1.770 kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak 1.721 kasus.

Meningkatnya angka insiden tahun 2014 disebabkan karena terjadi perubahan

iklim, pembukaan pemukiman baru, mobilisasi penduduk, standar diagnosis yang

belum seragam, dan belum adanya pemilahan kasus antara diagnosis DD dan

DBD (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).

Untuk dapat menegakkan diagnosis DBD terdapat kriteria tersendiri dari

WHO berdasarkan manifestasi klinis yang khas pada DBD. Kriteria untuk

diagnosis klinis menurut WHO pada tahun 2011 adalah adanya (1) demam akut

selama dua hingga tujuh hari, (2) manifestasi perdarahan yang ditunjukkan oleh

salah satu dari : hasil tes tourniquet positif, petechiae, ecchymosis atau purpura,

perdarahan mukosa, saluran pencernaan, pada lokasi injeksi atau lokasi lainnya,

(3) trombositopenia yaitu saat hitung trombosit menunjukkan hasil < 100.000

sel/mm3,

(4) serta temuan secara objektif dari kebocoran plasma yang disebabkan

peningkatan permeabilitas vaskuler yang ditunjukkan oleh hal berikut :

peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal atau penurunan saat pemulihan,

atau terdapat bukti kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites, atau

Page 10: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

hipoproteinemia/albuminemia. Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan

suatu pengelompokkan sesuai dengan derajat klinis dari WHO tahun 2011 demi

penanganan yang tepat dan mengetahui prognosis penderita. Kondisi DBD dan

Sindrom Syok Dengue (SSD) dapat dikategorikan menjadi empat derajat klinis

berdasarkan manifestasi yang timbul serta hasil laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapatkan yaitu:

1. Bagaimanakah gambaran nilai hematokrit Demam Berdarah Dengue

pada pasien anak di RSUP. Sanglah Denpasar?

2. Bagaimanakah gambaran derajat klinis Demam Berdarah Dengue

pada pasien anak di RSUP. Sanglah Denpasar?

3. Apakah terdapat korelasi antara nilai hematokrit terhadap derajat

klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP. Sanglah

Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran nilai hematokrit Demam Berdarah

Dengue pada pasien anak di RSUP. Sanglah Denpasar

2. Untuk mengetahui derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada

pasien anak di RSUP. Sanglah Denpasar

3. Untuk mengetahui korelasi antara nilai hematokrit terhadap derajat

klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP. Sanglah

Denpasar

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

(1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi tenaga atau instansi

kesehatan mengenai gambaran hasil pemeriksaan hematokrit pada pasien

DBD yang nantinya diharapkan bermanfaat dalam diagnosis dan manajemen.

Page 11: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

(2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang menunjang

baik oleh masyarakat maupun pelajar, khususnya mengenai pemeriksaan

laboratorium pada pasien dengan DBD.

(3) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar oleh peneliti dalam melakukan

penelitian lebih lanjut.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Infeksi dengue merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk. Karena virus yang menginfeksi bernama virus dengue, maka infeksinya

disebut infeksi dengue (Sari, Aryati, 2011). Infeksi ini terjadi secara akut dengan

atau tanpa manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok berujung

kematian (Sukohar, 2014). Jika manusia terinfeksi virus dengue, dapat

menimbulkan infeksi simtomatik yaitu undifferentiated fever, demam dengue

(DD) dan demam berdarah dengue (DBD), dimana DBD dibagi lagi menjadi

empat derajat, dimana derajat tiga dan empat merupakan sindrom syok dengue

atau SSD (Sastri, Lestari, 2016).

2.1.2 Epidemiologi

DBD memiliki insiden 50-100 juta yang dilaporkan di lebih dari 100

negara. Sekitar dua setengah milyar orang hidup di negara endemis virus dengue

(Bhaskar, Sowmya, dkk., 2015). Negara-negara di Asia Tenggara sebagian besar

merupakan negara endemis virus dengue. Hingga saat ini, DBD menempati urutan

ke delapan sebagai penyebab kesakitan di negara kawasan Asia Tenggara dan

Page 12: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Pasifik Barat, dengan angka kematian diperkirakan 0,5%-3,5% (Dewi, Wirawati,

2013).

Di Indonesia, kasus pertama DBD ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada

tahun 1968, tetapi konfirmasi analisis baru diperoleh tahun 1970 (Yasa, Putra,

dkk., 2012). Sejak saat itu penyakit DBD terus menyebar ke seluruh tanah air. Di

Jakarta, kasus DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1969, kemudian tahun

1972 DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta. Epidemi

pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972, yaitu di Sumatera Barat dan

Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara, juga Bali. Saat ini DBD sudah endemis

di banyak kota besar bahkan sejak tahun 1975 penyakit itu telah berjangkit di

daerah pedesaan (Nopianto, 2012). Tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia

kecuali Timor-Timur telah terjangkit DBD, dan mencapai puncaknya pada tahun

1988 dengan incidence rate mencapai 13,45% per 100.000 penduduk (Sukohar,

2014). Kemudian seluruh provinsi di Indonesia terinfeksi dengue pada tahun

1994. Bulan Januari hingga pertengahan Desember 2014 tercatat penderita DBD

di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya

meninggal dunia (Yasa, Putra, dkk., 2012).

Provinsi Bali menempati urutan ke empat tertinggi DBD setelah DKI

Jakarta, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Angka insidennya pada tahun

2014 mencapai 201,2 per 100.000 penduduk, dengan rincian di Kota Denpasar

terdapat 1.837 kasus, Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten

Badung sebanyak 1.770 kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak 1.721 kasus

(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).

2.1.3 Etiologi

Etiologi DBD sendiri adalah virus dengue yang terdiri atas 4 serotipe,

yaitu (Sari, Aryati, 2011):

(1) Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

(2) Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

(3) Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather.

(4) Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.

Page 13: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Keempat serotipe virus tersebut termasuk dalam grup B Arthropod borne

viruses atau arboviruses (Sukohar, 2014). Nyamuk Aedes aegypti merupakan

vektor utama virus dengue. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes

scutellaris juga diketahui dapat menjadi vektor virus dengue. Virus dengue

termasuk genus Flavivirus, famili Flaviridae. Flavivirus merupakan virus

berdiameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat

molekul 4×106 (Yasa, Putra, dkk., 2012). Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, dimana DEN-1 dan DEN-2 pertama kali ditemukan

di Port Sudan tahun 1986 (Bashir, Mohammed, dkk., 2015). Di Indonesia,

keempat virus tersebut pernah ditemukan, yang terbanyak adalah DEN-2 dan

DEN-3. Baik penelitian di Indonesia maupun di Port Sudan, tipe DEN-3 yang

dominan menyebabkan kasus berat yang mewabah atau outbreak (Sukohar, 2014).

2.1.4 Patogenesis

Teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

heterolog sekunder (the secondary heterologous infection hypothesis atau the

sequential infection hypothesis). Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan

menderita DBD apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue

yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar di antara 6 bulan - 5

tahun (Nopianto, 2012).

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotesis infeksi sekunder

dirumuskan oleh Suvatte melalui gambar berikut ini (Sukohar, 2014).

Page 14: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Infeksi dengue ada dua jenis, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

Infeksi primer merupakan infeksi pertama kali yang dialami oleh pasien yang

disebabkan oleh virus dengue. Sedangkan infeksi sekunder merupakan infeksi

berulang yang dialami oleh satu pasien yang sama, yang hanya bisa terjadi apabila

virus dengue yang menginfeksi pada kali berikutnya memiliki serotipe yang

berbeda dengan yang menginfeksi pertama kali. Akibat infeksi sekunder pada

seorang pasien dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari dapat menyebabkan proliferasi

dan transformasi sel-sel imun limfosit dengan menghasilkan antibodi IgG anti

dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue mengakibatkan bertambahnya jumlah

virus. Ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang

selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

antivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada

penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada

30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara

adekuat akan menimbulkan perdarahan saluran cerna yang hebat, anoksia

jaringan, asidosis metabolik dan kematian (Sukohar, 2014).

Page 15: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis berupa penurunan

jumlah trombosit yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai

trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada

masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen

dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.

Trombositopenia diinduksi oleh kompleks antigen-antibodi yang menyebabkan

agregasi trombosit, kemudian trombosit dihancurkan oleh Retikulum Endoplasma

Kasar (Rough Endoplasmic Reticulum/RES). Trombositopenia dapat

mengakibatkan perdarahan masif pada DBD.

Kelainan sistem koagulasi, juga menyebabkan perdarahan pada DBD.

Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.

Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan

diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu,

juga oleh aktivasi sistem koagulasi. Hal ini berdampak pada penurunan faktor

pembekuan, yang dapat pula menyebabkan perdarahan masif. Berikut ini gambar

patogenesis DBD yang menyebabkan perdarahan (Sukohar, 2014).

Gambar 2.2 Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD

2.1.5 Manifestasi klinis

Page 16: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Segala macam infeksi dengue, termasuk DBD terdiri atas tiga fase, yaitu:

(1) Fase demam (febrile phase), berlangsung selama 2-7 hari (Ruslianti,

Chairulfatah, dkk., 2013). Gejala yang timbul berupa demam, eritema pada

kulit, nyeri seluruh tubuh termasuk nyeri otot (myalgia) dan nyeri sendi

(arthralgia), disertai gejala sakit kepala (Sari, Aryati, 2011). Pada

beberapa kasus ditemukan injeksi faring, konjungtiva, anoreksia, mual

serta muntah. Pada fase ini dapat ditemukan manifestasi perdarahan ringan

seperti petechiae dan perdarahan mukosa. Perdarahan gastrointestinal

jarang sekali ditemukan. Hepatomegali dapat ditemukan beberapa hari

setelah demam terjadi. Fase ini diikuti penurunan suhu yang tiba-tiba

menjadi normal atau subnormal (Rahadian, 2012).

(2) Fase kritis (critical phase), terjadi pada hari 3–7 yang ditandai dengan

penurunan suhu tubuh menjadi 37,5oC – 38

oC (Rahadian, 2012). Segera

setelah penurunan suhu yang cepat, dapat terjadi 2 kemungkinan, yaitu

kekacauan sirkulasi dalam berbagai derajat akibat kebocoran plasma, dapat

juga terjadi perbaikan klinis yang cepat apabila tidak disertai komplikasi

(Ruslianti, Chairulfatah, dkk., 2013). Menurut WHO 2009, pada fase ini

biasanya terdapat warning sign, dengan gejala dan tanda nyeri abdomen,

muntah terus-menerus, perdarahan mukosa, akumulasi cairan secara klinis,

lethargy dan lemah, serta hepatomegali atau pembesaran hati >2 cm

(Sastri, Lestari, 2016). Jika warning sign tidak ditangani, dapat menjadi

komplikasi yaitu berupa syok akibat kebocoran plasma, perdarahan hebat,

dan gangguan berat fungsi organ seperti hati, susunan saraf, ginjal, atau

disfungsi miokardium (Ranjit, Kissoon, 2011). Kebocoran vaskular dapat

menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemik, yang disebut SSD

(Ruslianti, Chairulfatah, dkk., 2013).

(3) Fase konvalesen, disebut juga fase penyembuhan (recovery phase).

Apabila fase kritis dapat terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari

ruangan ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam

setelahnya. Proses tersebut membuat keadaan umum penderita semakin

Page 17: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

membaik, ditandai dengan berkurangnya gangguan saluran cerna nafsu

makan yang pulih, hemodinamik stabil & diuresis yang membaik

(Rahadian, 2012).

2.1.6 Diagnosis

Menurut WHO 2009, diagnosis infeksi dengue ditegakkan jika terdapat

demam dengan paling tidak 2 dari kriteria berikut yaitu (Sastri, Lestari, 2016):

1. Penurunan nafsu makan

2. Mual dan muntah

3. Bintik-bintik merah sebagai manifestasi perdarahan bawah kulit

(petechiae, ecchymosis, atau purpura)

4. Sakit dan nyeri pada sendi (arthralgia) serta otot (myalgia)

5. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl)

6. Leukopenia

7. Tes tourniquet positif.

Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lengkap, maka kemungkinan

ditemukan tanda-tanda perdarahan di tempat lain, seperti perdarahan mukosa

(tersering epistaksis dan perdarahan gusi), juga hematemesis atau melena. Jika

sudah parah, didapatkan juga nilai Hct meningkat ≥ 20% dari kadar normal

menurut usia dan jenis kelamin, serta didapatkan tanda kebocoran plasma seperti

efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia (Rahadian, 2012).

Klasifikasi derajat penyakit DBD menurut WHO (Rahadian, 2012):

(1) Derajat I, demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji torniquet.

(2) Derajat II, seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

(3) Derajat III, didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.

(4) Derajat IV, syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur.

Page 18: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

2.1.7 Manajemen

Tidak ada terapi spesifik untuk DBD. Hal terpenting untuk manajemen

adalah mempertahankan terapi suportif, dengan perhatian khusus dan manajemen

cairan. Rehidrasi oral biasanya cukup untuk pasien dengan sedikit atau tanpa

permeabilitas kapiler. Acetaminophen (parasetamol) bisa digunakan untuk

menurunkan demam, aspirin dan obat anti-inflamasi non steroid merupakan

kontraindikasi (Simmons, 2010).

Pengobatan penderita DBD bersifat simptomatik dan suportif yaitu

(Rahadian, 2012):

(1) Tirah baring.

(2) Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter

dalam 24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah

garam.

(3) Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) bila

perlu, 1 sendok makan setiap 3-5 menit.

(4) Medikamentosa yang bersifat simtomatis.

a. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak,

inguinal.

b. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.

c. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.

Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan (Simmons, 2010):

(1) Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan

diatasi.

(2) Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernafasan tiap

jam, serta kadar Hb dan Hct tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya 24

jam.

2.1.8 Pencegahan

WHO mengeluarkan beberapa cara untuk mencegah DBD, antara lain

(Simmons, 2010):

(1) Manajemen lingkungan

Page 19: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

a. Modifikasi lingkungan, meliputi pengubahan fisik habitat larva jangka

panjang.

b. Manipulasi lingkungan, meliputi pengubahan sementara habitat vektor

melalui pemusnahan tempat perkembangbiakan nyamuk.

c. Perubahan perilaku untuk mengurangi kontak vektor dengan manusia.

(2) Kontrol biologis

Pengendalian vektor menggunakan preparat biologis jarang dilakukan.

Pengendalian ini dilakukan untuk membasmi vektor pada tahap larva. Kontrol

biologis dapat dilakukan dengan: (Simmons, 2010)

a. Menggunakan ikan pemakan larva nyamuk, seperti Gambusia affinis dan

Poecilia reticulate maupun Copepoda predator seperti Cyclopoidea.

b. Menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis serotipe H-14 yang efektif

untuk spesies Aedes aegypti dan Aedes stephensi. Keunggulan penggunaan

bakteri adalah tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan

organisme bukan sasaran. Namun, kelemahan cara ini harus dilakukan

secara berulang dan tidak efektif untuk spesies non target.

(3) Manajemen secara kimiawi

Penggunaan bahan kimia sangat berperan dalam manajemen ini, namun

harus dipertimbangkan untung ruginya. Contohnya insektisida. Apabila digunakan

berdasarkan target, waktu, takaran, dan cakupan yang tepat maka akan mampu

mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan

organisme lainnya. Namun, jika digunakan jangka panjang dapat menyebabkan

resistensi vektor. (Simmons, 2010)

Cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:

a. Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion atau fenthion),

berguna mengurangi penularan sampai batas tertentu. Pengasapan kurang

memberikan hasil yang efektif karena hanya membunuh nyamuk dewasa.

(Simmons, 2010)

b. Memberikan bubuk abate pada tempat penampungan air. Hal ini berguna

untuk membunuh larva di tempat berair yang jarang dibersihkan, misalnya

Page 20: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

kaleng bekas, bak mandi, ember, dan lainnya. Bubuk Temephos ditaburkan

sebanyak 1 gram untuk 10 liter air, atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter

air. Metode ini dilakukan tiap 2-3 bulan sekali (Simmons, 2010)

Cara yang lebih efektif adalah dengan mengkombinasikan cara diatas yang

dikenal dengan 3M Plus yaitu, menguras dan menyikat tempat penampungan air

minimal seminggu sekali, menutup setelah menggunakan tempat penampungan

air, serta menimbun barang bekas untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk.

Tindakan plus yang dapat dilakukan adalah menggunakan kelambu saat tidur,

memasang kasa, menggunakan obat nyamuk oles (repellant), memeriksa jentik

nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan lingkungan juga

budaya (Rahadian, 2012).

2.2 Pemeriksaan Darah Lengkap

2.2.1 Pemeriksaan hemoglobin

Hemoglobin (Hb)dapat diperiksan menggunakan empat metode, yaitu

metode colorimetric, gasometric, chemical, dan specific gravity. (Kawthalkar,

2010)

(1) Metode colorimetric

a. Metode Visual

Tallqvist Chart

Darah diteteskan pada selembar kertas absorben, lalu warna yang

dihasilkan dicocokkan dengan warna pada chart. (Kawthalkar, 2010)

Sahli’s Acid Hematin Method

Pada metode ini, darah dicampur dengan larutan asam. Hb

tersebut berubah sifat menjadi asam yang warnanya coklat, disebut

hematin, yang kemudian dilarutkan ke dalam air sampai warna coklat

sesuai dengan warna standar pada gelas. Kadar Hb dapat dibaca

langsung dari skalanya. (Kawthalkar, 2010)

WHO Hemoglobin Color Scale

Pertama, darah diteteskan pada strip kertas kromatografi.

Kemudian dilanjutkan dengan membandingkan perkembangan warna

Page 21: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

dengan skala warna standar yang direkomendasi WHO tersebut.

(Kawthalkar, 2010)

b. Metode photoelectric

Terdiri dari beberapa metode yaitu cyanmethemoglobin, oxyhemoglobin

dan alkalin hematin. (Kawthalkar, 2010)

(2) Metode Gasometric

Kapasitas darah mengangkut oksigen diukur dengan Van Slyke. Kadar

hemoglobin diperoleh dari rumusan berikut ini, yaitu 1 gram Hb mengangkut

oksigen sebanyak 1,34 ml. (Kawthalkar, 2010)

(3) Metode Chemical

Metode ini digunakan untuk mengukur kadar iron. Rumusannya yaitu

kadar 100 gram Hb mengandung 374 mg iron. (Kawthalkar, 2010)

(4) Metode Specific Gravity (Kawthalkar, 2010)

Adapun jumlah Hb normal yaitu: (Kawthalkar, 2010)

a. Baru lahir (full term) : 13,6-19,6 gm/dl

b. Bayi 2-6 bulan : 9,5-14,0 gm/dl

c. Anak-anak 6 bulan-6 tahun: 11,0-14,0 gm/dl

d. Anak-anak 6-12 tahun : 11,5-15,5 gm/dl

e. Perempuan dewasa (hamil) : 11,0-14,0 gm/dl

f. Perempuan dewasa (tidak hamil) : 12,0-15,0 gm/dl

g. Laki-laki dewasa : 13,0-17,0 gm/dl

Pada fase awal (tanpa syok), kadar Hb biasanya normal atau sedikit

menurun. Namun, seiring meningkatnya hemokonsentrasi, kadar Hb juga naik.

Hal ini dijelaskan oleh teori kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas

vaskular yang merupakan manifestasi klinis DBD/SSD. Kebocoran protein dan

masuknya cairan ke dalam ruangan ekstravaskular mengakibatkan keadaan

hemokonsentrasi, yaitu peningkatan Hb danHct (Patandianan, dkk., 2013).

2.2.2 Pemeriksaan leukosit

(1) Metode manual atau mikroskopik

Page 22: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Sampel darah dicampur diluents, agar eritrosit menjadi lisis dan inti sel

leukosit terwarnai. Leukosit dihitung di bawah mikroskop dengan

hemocytometer counting chamber (Kawthalkar, 2010)

a. Metode Automated (Kawthalkar, 2010)

Adapun jumlah leukosit normal yaitu: (Kawthalkar, 2010)

a. Baru lahir : 10.000-26.000/µl

b. 1 tahun : 6000-16.000/µl

c. 6-12 tahun : 5000-13.000/µl

d. Dewasa : 4000-11.000/µl

e. Hamil : hingga 15.000/µl

Hasil pemeriksaan leukosit pada pasien dengan infeksi virus dengue

menunjukkan penurunan (leukopenia) pada fase awal yang beberapa hari

kemudian dapat kembali normal. Mendekati fase akhir penyakit (fase kritis), akan

terjadi penurunan jumlah total leukosit bersamaan dengan penurunan sel

polimorfonuklear (Patandianan, dkk., 2013)

3.2.3 Pemeriksaan trombosit

Pada pasien DBD hampir selalu terjadi penurunan trombosit

(trombositopenia). Jumlah normal trombosit berkisar 150.000-400.000.

Penurunan jumlah trombosit biasanya ditemukan antara hari ke-3-8 dan dapat

berlanjut hingga <100.000. Pemeriksaan trombosit ada beberapa metode sebagai

berikut.

(1) Metode hitung sel manual.

Keuntungan metode ini adalah dapat dikerjakan di laboratorium tanpa aliran

listrik dan karena harga alat hitung otomatis cukup mahal (Rahayu, 2016).

(2) Metode langsung.

a. Larutan Rees Ecker.

Darah diteteskan dengan larutan yang terdiri atas BCB (Brilliant

Cresyl Blue), sehingga trombosit akan terwarnai terang kebiruan tanpa

perlu melisiskan eritrosit (Rahayu, 2016)

b. Larutan ammonium oksalat 1%.

Page 23: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

Darah diencerkan dengan ammonium oksalat 1% yang mampu

melisiskan eritrosit, kemudian trombosit dihitung dengan hemositometer

dibantu mikroskop fase kontras. Lebih akurat daripada penggunaan

formol sitrat untuk melisiskan eritrosit (Rahayu, 2016)

(3) Metode tidak langsung

Awalnya, darah kapiler pada ujung jari dicampur dengan magnesium

sulfat 14%, kemudian dibuat SADT dan dilakukan pengecatan Giemsa.

Jumlah trombosit dihitung dalam 1000 keping eritrosit (Rahayu, 2016)

2.2.4 Pemeriksaan hematokrit (Hct)

Nilai hematokrit adalah besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya di

dalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam %. Meningkatnya nilai hematokrit di

atas 20% adalah tanda hemokonsentrasi dan mengawali syok pada pasien. Nilai

hematokrit harus dipantau minimal setiap 24 jam untuk pasien DBD dan setiap 3

hingga 4 jam pada pasien SSD. Peningkatan kecil dapat terjadi akibat demam

tinggi, anoreksia dan muntah. Peningkatan hematokrit terjadi pada semua kasus

DBD, khususnya pada kasus syok (WHO, 2011). Pada DBD, biasanya terjadi

peningkatan Hct hingga >20% atau nilai Hct >3,5 kali dari nilai Hb. Peningkatan

kadar Hct merupakan petunjuk adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan

bocornya plasma (Kawthalkar, 2010). Beberapa penyakit lain yang dapat

mempengaruhi peningkatan nilai hematokrit diantaranya adalah dehidrasi, diare

berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, Transcient Ischemic Attack (TIA),

eklampsia, trauma, pembedahan, luka bakar (Sutedjo, 2007).

Ada dua metode untuk mengecek kadar Hct, yaitu: (Kawthalkar, 2010)

(1) Metode Makro

Darah utuh dengan antikoagulasi disentrifugasi pada tabung Wintrobe

untuk memadatkan eritrosit, oleh karena itu disebut juga metode Wintrobe.

Volume eritrosit yang dipadatkan bisa secara langsung dibaca dari tabung.

(Kawthalkar, 2010)

Page 24: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

(2) Metode Mikro

Darah utuh dengan antikoagulasi disentrifugasi pada tabung kapiler untuk

memadatkan eritrosit. Sentrifugasi dilakukan pada special microhematocrit

centrifuge. Pembacaan menggunakan microhematocrit reader, penggaris atau

arithmetic graph paper (Kawthalkar, 2010).

Adapun kadar Hct normal yaitu: (Kawthalkar, 2010)

a. Baru lahir : 44-60%

b. Anak-anak 2-6 bulan : 32-42%

c. Anak-anak 6 bulan-6 tahun : 36-42%

d. Anak-anak 6- 12 tahun : 37-46%

e. Perempuan dewasa (hamil) : 36-42%

f. Perempuan dewasa (tidak hamil) : 38-45%

g. Laki-laki dewasa : 40-50%

Page 25: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

25

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut

yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Terdapat empat serotipe virus dengue

yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Virus ini ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypi dan Aedes albopictus. Virus dengue di dalam tubuh

manusia akan bereaksi sebagai antigen dan menimbulkan terbentuknya kompleks

antigen-antibodi. Kompleks antigen-antibodi ini akan menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma. Akibatnya adalah terjadi

peningkatan nilai hematokrit.

Diagnosis DBD dapat ditegakkan menggunakan kriteria WHO 2011

berdasarkan manifestasi yang khas pada DBD. Selanjutnya dilakukan pengelompokan

sesuai dengan derajat klinis dari WHO tahun 2011 yang dibagi menjadi empat derajat

klinis yaitu derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV. Pembagian ini dilakukan

berdasarkan manifestasi yang timbul dan hasil laboratorium. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui gambaran peningkatan hematokrit dan korelasi antara nilai

hematokrit terhadap derajat klinis DBD menurut kriteria WHO 2011 pada pasien

anak di RSUP. Sanglah Denpasar.

Page 26: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

26

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Infeksi dengue

Reaksi virus sebagai antigen

Peningkatan

permeabilitas kapiler

Antibodi dalam tubuh

Derajat klinis infeksi dengue

Derajat I

Derajat II

Derajat III

Derajat IV

Kompleks antigen-antibodi

Peningkatan hematokrit

Pemeriksaan nilai

hematokrit

Page 27: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

27

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross-sectional,

non-eksperimental. Dalam penelitian ini data diambil secara retrospektif. Adapun

data yang diambil merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu hasil

pemeriksaan darah lengkap (hematokrit) juga rekam medis yang berisikan data

manifesitasi klinis yang dialami pasien DBD selama menjalani rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penelitian dilakukan pada periode 1 Maret

2015 – 29 Februari 2016 bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien DBD anak.

b. Populasi Terjangkau

Pasien DBD anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada periode 1

Maret 2015 – 29 Februari 2016.

4.2.2 Sampel Penelitian

Pasien DBD anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada periode 1

Maret 2015 – 29 Februari 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) Pasien yang didiagnosis DBD menurut kriteria WHO 2011

2) Usia pasien 0-15 tahun

3) Pasien melakukan pemeriksaan darah lengkap yang mencakup pemeriksaan

hematokrit

4) Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar antara 1 Maret 2015 – 29 Februari

2016

Page 28: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

28

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1) Catatan rekam medis pasien DBD yang tidak lengkap

2) Pasien yang dalam riwayat pengobatan mengonsumsi obat-obat yang dapat

mendepresi sumsum tulang

3) Pasien yang memiliki riwayat penyakit kelainan darah

4) Pasien dengan penyakit yang mempengaruhi hasil pemeriksaan leukosit

seperti tifus abdominalis, tuberculosis, reaksi hipersensitifitas dan

anafilaksis, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), kegagalan sumsum

tulang, dan splenomegali

5) Pasien dengan kondisi yang mempengaruhi hasil pemeriksaan hematokrit

seperti dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum,

Trascient Ischemic Attack (TIA), trauma, pembedahan, dan luka bakar

4.2.3 Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian akan diambil menggunakan teknik sampling non-

probability dengan menggunakan total sampling yaitu mengambil seluruh sampel.

Dalam penelitian ini sampel diambil dari seluruh pasien DBD anak yang dirawat di

RSUP Sanglah Denpasar pada periode 1 Maret 2015 – 29 Februari 2016 yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Klasifikasi Variabel

a. Variabel Bebas :

Nilai hematokrit pada hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 demam

b. Variabel Tergantung :

Derajat klinis Demam Berdarah Dengue

1) Derajat I

2) Derajat II

3) Derajat III

4) Derajat IV

c. Variabel Terkontrol : umur dan jenis kelamin

Page 29: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

29

Gambar 4.1 Hubungan Antar Variabel

4.3.2 Definisi Operasional Variabel

a. Nilai hematokrit

1) Pengertian

Adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang diukur dalam

ml/dl dari dalam darah secara keseluruhan atau persen, yang didapat

dari data rekam medis pasien DBD di RSUP Sanglah Denpasar. Data

yang digunakan adalah data pada fase kritis yakni hari ke-4 sampai hari

ke-6 demam pada pasien rawat inap. Kadar rujukan normal pada anak

adalah 33 – 38% (Indriasari, 2009).

2) Alat Ukur

Alat yang digunakan dalam pengukuran adalah data dari ADVIA 2120i

atau alat cell dyn ruby.

3) Skala

Skala yang digunakan adalah numerikal rasio

b. Derajat Klinis Demam Berdarah Dengue

1) Pengertian

Derajat klinis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah derajat klinis

berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh WHO tahun 2011. Derajat

klinis diklasifikasikan ke dalam empat derajat :

I. Derajat I : Demam dan manifestasi perdarahan (tes tourniquet

positif) dan adanya bukti kebocoran plasma

II. Derajat II : Sama dengan derajat I disertai perdarahan spontan

Nilai hematokrit

Derajat klinis infeksi dengue :

Derajat I

Derajat II

Derajat III

Derajat IV

Page 30: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

30

III. Derajat III : Sama dengan derajat I atau II disertai gangguan

sirkulasi (nadi lemah), tekanan nadi menyempit < 20 mmHg,

hipotensi

IV. Derajat IV : Sama seperti derajat III disertai profound shock

dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak bisa

diukur

2) Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran adalah rekam medis

pasien usia 0-15 tahun.

3) Skala

Skala yang digunakan adalah kategorik ordinal.

c. Umur dan Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini, data jumlah leukosit, nilai hematokrit, serta derajat

klinis Demam Berdarah Dengue akan dikelompokkan berdasarkan umur dan

jenis kelamin pasien. Adapun umur sampel akan dikelompokkan menjadi lima

kategori yaitu newborn, 6 bulan – 2 tahun, 2 – 6 tahun, 6 – 12 tahun, dan 12 –

15 tahun.

4.4 Instrumen Penelitian

a. Rekam Medis

Catatan dan dokumen pasien DBD anak pada periode 1 Maret 2015 – 29

Februari 2016 yang diambil di RSUP Sanglah Denpasar.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah

Denpasar.

4.5.2 Waktu Penelitian

1) Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Juni 2016.

Page 31: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

31

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Juni 2016 di Instalasi Rekam

Medis Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode 01 Maret 2015 - 29

Februari 2016. Dari nomor rekam medis yang dicatat, didapatkan 386 pasien sampai

batas waktu yang ditentukan. Kemudian dipilih pasien yang memenuhi kriteria

insklusi dan eksklusi, sehingga didapatkan 73 pasien DBD anak di RSUP Sanglah

Denpasar yang kemudian dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dari seluruh sampel

yang didapatkan, 36 pasien berada pada derajat I, 10 pasien berada pada derajat II, 13

pasien berada pada derajat III, dan 14 pasien berada pada derajat IV.

5.1 Gambaran Nilai Hematokrit Pada Penderita DBD Anak

Karakteristik umum sampel penelitian terdiri dari beberapa variabel, yakni jenis

kelamin, umur, dan derajat klinis DBD. Masing-masing variabel dinyatakan dalam

bentuk proporsi.

Tabel 5.1 Analisis Deskriptif Karakteristik Umum Sampel Penelitian

Variabel n (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 34 46,6

Perempuan 39 53,6

Umur

Newborn 4 5,5

6 bulan – 2 tahun 3 4,1

2 – 6 tahun 20 27,4

6 – 12 tahun 25 34,2

12 – 15 tahun 21 28,8

Derajat Klinis DBD

Derajat I 36 49,3

Derajat II 10 13,7

Derajat III 13 17,8

Derajat IV 14 19,2

Page 32: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

32

Tabel 5.2 Nilai Hematokrit Fase Kritis dan Derajat Klinis

Derajat Klinis Mean H4 ± STD Mean H5 ± STD Mean H6 ± STD

I 40,79 ± 4,29 42,98 ± 4,18 42,20 ± 4,64

II 43 ± 5,57 41,99 ± 3,74 40,56 ± 4,58

III 43,77 ± 4,73 39,93 ± 3,39 38,55 ± 5,92

IV 42,94 ± 5,31 45,53 ± 3,50 40,88 ± 5,52

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa rerata nilai hematokrit derajat klinis I

pada hari ke-4 adalah 40,79 ± 4,29 %. Rerata nilai hematokrit pada hari ke-5 adalah

42,98 ± 4,18 %, Rerata nilai hematokrit pada hari ke-6 adalah 42,20 ± 4,64 %. Rerata

nilai hematokrit derajat klinis II pada hari ke -4, 5, dan 6 berturut – turut adalah 43 ±

5,57 %, 41,99 ± 3,74 %, dan 40,56 ± 4,58 %. Rerata nilai hematokrit derajat klinis III

pada hari ke -4, 5, dan 6 berturut – turut adalah 43,77 ± 4,73 %, 39,93 ± 3,39 %, dan

38,55 ± 5,92 %. Rerata nilai hematokrit derajat klinis IV pada hari ke -4, 5, dan 6

berturut – turut adalah 42,94 ± 5,31 %, 45,53 ± 3,50 %, dan 40,88 ± 5,52 %.

5.1.1 Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis Berdasarkan Derajat Klinis DBD

34

36

38

40

42

44

46

48

Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6

Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis Berdasarkan Derajat

Klinis DBD

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

Page 33: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

33

Gambar 5.1 Nilai Hematokrit Pada Fase Kritis Berdasarkan Derajat Klinis

DBD

Berdasarkan gambar 5.1 diketahui bahwa rerata nilai hematokrit hari ke-4

pada derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV berturut-turut adalah 40,79 +

4,290 % ; 42,94 + 5,573 % ; 43,77 + 4,728 %, dan 42,93 + 5,313 %. Rerata nilai

hematokrit hari ke-5 pada derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV berturut-turut

adalah 42,97 + 4,175 % ; 41,99 + 3,735 % ; 39,92 + 3,386 %, dan 45,53 + 3,502 %.

Rerata nilai hematokrit hari ke-6 pada derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV

berturut-turut adalah 42,2 + 4,644 % ; 40,5 + 4,582 % ; 38,5 + 5,923 %, dan 40,8 +

5,517 %.

5.1.2 Korelasi Antara Nilai Hematokrit terhadap Derajat Klinis DBD

Untuk menganalisis korelasi antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis

DBD digunakan data pada fase kritis yakni pada hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6

demam.

Tabel 5.2 Analisis Bivariat Korelasi antara Nilai Hematokrit Hari ke-4 terhadap

Derajat Klinis DBD

Derajat Klinis DBD Nilai hematokrit (%) Uji Kolmogorov-

Smirnov Mean SD Median

I 40,79 4,290 41,05

p=0,200 II 42,94 5,573 44,15

III 43,77 4,728 44,90

IV 42,93 5,313 44,02

Uji korelasi Pearson p=0,060 r=0,221

Sebelumnya telah dilakukan uji normalitas data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan didapatkan nilai p = 0,200 yang berarti bahwa distribusi

data normal untuk variabel nilai hematokrit hari ke-4 sehingga analisis bivariat

menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil analisis dengan uji korelasi Pearson

didapatkan nilai p=0,060 (0,060 > 0,05) yang menandakan bahwa tidak terdapat

Page 34: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

34

korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit hari ke-4 terhadap derajat klinis DBD.

Didapatkan koefisien korelasi r=0,221 yang berarti kekuatan korelasi lemah dengan

arah korelasi positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang

bermakna antara nilai hematokrit hari ke-4 terhadap derajat klinis DBD.

Tabel 5.3 Analisis Bivariat Korelasi antara Nilai Hematokrit Hari ke-5 terhadap

Derajat Klinis DBD

Derajat Klinis DBD Nilai hematokrit (%) Uji Kolmogorov-

Smirnov Mean SD Median

I 42,97 4,175 42,57

p=0,200 II 41,99 3,735 42,67

III 39,92 3,386 40,50

IV 45,53 3,502 45,83

Uji korelasi Pearson p=0,446 r=0,091

Sebelumnya telah dilakukan uji normalitas data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan didapatkan nilai p = 0,200 yang berarti bahwa distribusi

data normal untuk variabel nilai hematokrit hari ke-5 sehingga analisis bivariat

menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil analisis dengan uji korelasi Pearson

didapatkan nilai p=0,446 (0,446 > 0,05) yang menandakan bahwa tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit hari ke-5 terhadap derajat klinis DBD.

Didapatkan koefisien korelasi r=0,091 yang berarti kekuatan korelasi sangat lemah

dengan arah korelasi positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit hari ke-5 terhadap derajat klinis DBD.

Tabel 5.4 Analisis Bivariat Korelasi antara Nilai Hematokrit Hari ke-6 terhadap

Derajat Klinis DBD

Derajat Klinis DBD Nilai hematokrit (%) Uji Kolmogorov-

Smirnov Mean SD Median

I 42,20 4,644 41,43 p=0,000

II 40,55 4,582 41,30

Page 35: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

35

III 38,54 5,923 37,7

IV 40,87 5,517 40,69

Uji korelasi Spearman p=0,084 r= - 0,204

Sebelumnya telah dilakukan uji normalitas data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti bahwa distribusi

data tidak normal untuk variabel nilai hematokrit hari ke-6 sehingga analisis bivariat

menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil analisis dengan uji korelasi Spearman

didapatkan nilai p=0,084 (0,084 > 0,05) yang menandakan bahwa tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit hari ke-6 terhadap derajat klinis DBD.

Didapatkan koefisien korelasi r= - 0,204 yang berarti kekuatan korelasi lemah dengan

arah korelasi negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang

bermakna antara nilai hematokrit hari ke-6 terhadap derajat klinis DBD

5.2 Pembahasan

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan kondisi hemokonsentrasi yang

selalu dijumpai pada pasien DBD, dan merupakan indikator yang peka akan

terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematorkit > 20%

mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma

(Hadinegoro, 2006).

Dalam penelitian ini didapatkan rerata nilai hematokrit hari ke-4, hari-5, dan

hari ke-6 berturut-turut adalah 42,02 + 4,821 % ; 42,78 + 4,171 %, dan 41,07 + 5,127

%. Kadar rujukan normal pada anak adalah 33 – 38% (Indriasari, 2009) sehingga

dapat dikatakan telah terjadi peningkatan nilai hematokrit diatas kadar rujukan

normal.

Berdasarkan uji korelasi Pearson yang dilakukan untuk menganalisis korelasi

antara nilai hematokrit hari ke-4 terhadap derajat klinis DBD didapatkan nilai

p=0,060 dan koefisien korelasi r=0,221 yang berarti tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara nilai hematokrit pada hari ke-4 terhadap derajat klinis DBD.

Berdasarkan uji korelasi Pearson yang dilakukan untuk menganalisis korelasi antara

Page 36: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

36

nilai hematokrit hari ke-5 terhadap derajat klinis DBD didapatkan nilai p=0,446 dan

koefisien korelasi r=0,091 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara nilai hematokrit pada hari ke-5 terhadap derajat klinis DBD. Berdasarkan uji

korelasi Spearman yang dilakukan untuk menganalisis korelasi antara nilai

hematokrit hari ke-6 terhadap derajat klinis DBD didapatkan nilai p=0,084 dan

koefisien korelasi r= - 0,204 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara nilai hematokrit pada hari ke-6 terhadap derajat klinis DBD. Jadi berdasarkan

analisis bivariat yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara nilai hematokrit terhadap derajat klinis DBD.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiati

tahun 2005, Soejoso dan Atmaji tahun 1998, serta Nurhayati tahun 2004

menggunakan sampel pasien DBD anak yang menunjukkan bahwa kadar hematokrit

nampak signifikan berhubungan dengan SSD. Dalam penelitian tersebut kadar

hematokrit yang dimaksud adalah kadar hematokrit pada saat terjadinya puncak

penyakit saja atau pengukuran kadar hematokrit puncak. Begitupula dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Riswan pada tahun 2008 dan Margaret pada tahun

2009 di Semarang yang mengungkapkan bahwa nilai hematokrit memiliki hubungan

yang bermakna meskipun hubungannya lemah. Sesuai dengan perjalanan penyakit

DBD, pada fase kritis yakni hari ke-4 sampai hari ke-6 demam akan terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit

(WHO, 2009). Namun dalam penelitian ini didapatkan hasil yang tidak signifikan

kemungkinan karena faktor proporsi sampel yang tidak merata untuk masing-masing

derajat klinis DBD. Terbatasnya jumlah pasien DBD anak derajat berat dapat

mempengaruhi validitas hasil penelitian. Selain itu, pada penelitian ini digunakan

data nilai hematokrit pada fase kritis yakni hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 demam.

Pada fase ini pasien DBD anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar sudah

mendapatkan intervensi berupa pemberian cairan untuk memperbaiki kondisi

hemokonsentrasi yang dialami oleh pasien.

Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Bima Valentino di Semarang pada

tahun 2012 menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai

Page 37: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

37

hematokrit dengan derajat klinis DBD dengan nilai p = 0,060 dan r = 0,049. Hal yang

sama juga didapatkan dari penelitian Ihsan Jaya pada tahun 2008 bahwa nilai

hematokrit tidak berhubungan dengan derajat klinis DBD dengan nilai p = 0.592 dan

r = -0.084. Kedua penelitian ini menggunakan hasil pengukuran kadar hematokrit

pada awal perjalanan penyakit serta menggunakan sampel pasien DBD dewasa.

Temuan kedua peneliti tersebut menegaskan bahwa kadar hematokrit awal dan

derajat klinis DBD tidak berhubungan dengan signifikan. Kadar hematokrit awal

tidak berhubungan dengan derajat klinis DBD, sementara kadar hematokrit puncak

berhubungan. Maka peningkatan kadar hematokrit dimungkinkan bukan merupakan

faktor awal yang dominan dalam patogenesis DBD, namun sekadar merupakan

variabel lanjut dalam perjalanan penyakit (Jaya, 2008).

Page 38: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

38

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai hematokrit terhadap

derajat klinis Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSUP Sanglah

Denpasar, dengan nilai p dan r pada hari ke-4 (p=0,060 ; r=0,221), hari ke-5

(p=0,446 ; r=0,091), dan hari ke-6 (p=0,084 ; r= - 0,204).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang

lebih banyak terutama untuk derajat klinis DBD berat (derajat III dan derajat

IV), melakukan analisis yang terpisah untuk sampel laki-laki dan perempuan,

serta menggunakan desain penelitian prospektif untuk meningkatkan validitas

penelitian. Selain itu, diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan data

nilai hematokrit pasien DBD anak pada awal masuk rumah sakit sehinnga

pasien belum mendapatkan intervensi yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian.

Page 39: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

39

DAFTAR PUSTAKA

Sari, S. K. & Aryati. 2011. Diagnosis Jangkitan (Infeksi) Virus Dengue dengan Uji

Cepat (Rapid Test) IgA Anti-Dengue. Indonesian Journal of Clinical Pathology and

Medical Laboratory, 17 (2), 81-85.

Sastri, N.L.P.P. & Lestari, A.A.W. 2016. Gambaran Hasil Pemeriksaan Darah

Lengkap pada Pasien Suspect Infeksi Virus Dengue di Rumah Sakit Surya Husadha

Denpasar Februari-Juli 2014. E-Jurnal Medika Udayana, 7 (5), 1-5.

Dewi, N.L.S.P. & Wirawati, I.A.D. 2013. Role of the Serologic Test for Dengue

Virus Infection. E-Jurnal Medika Udayana, 2 (8), 1-14.

Bhaskar, E., Sowmya, G., Moorthy, S., Sundar, V. 2015. Prevalence, Patterns, and

Factors Associated with Bleeding Tendencies in Dengue. J Infect Dev Ctries, 9 (1),

105-110.

Yasa, I.W.P.S., Putra, G.A.E.T., Rahmawati, A. 2012. Trombositopenia Pada Demam

Berdarah Dengue. MEDICINA, 43:114-21

Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015. Profil Kesehatan 2014. Available from:

www.diskes.baliprov.go.id [Accessed 12 Desember 2016)

A., Sukohar. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula Unila, 2 (2), 1-15.

Bashir, A.B., Mohammed, B.A., Saeed, O.K, Ageep, A.K. 2015. Thrombocytopenia

and Bleeding Manifestations Among Patients With Dengue Virus Infection In Port

Sudan, Red Sea State Of Sudan. J. Infect. Dis. Immun, 7 (2), 7-13.

Ruslianti, V., Chairulfatah, A., Rachmadi, D. 2013. Hubungan Spektrum Klinis

Infeksi Dengue dengan Kadar Seng dan Feritin Serum. Sari Pediatri, 15 (4), 213-219.

S., Ranjit, N., Kissoon. 2011. Dengue hemorrhagic fever and shock syndromes.

Pediatri Crit Care Med, 12:90 –100.

Tambunan, B.A., Aryati, Husada, D. 2010. Nilai Batas Antigen Ns1 Dengue

Kuantitatif Sebagai Prediktor Keparahan Jangkitan/Tularan (Infeksi) Virus Dengue

Anak. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 17 (1), 32-

37.

Nopianto, H. 2012. “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lama Rawat Inap

Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rsup Dr. Kariadi Semarang” (Skripsi).

Semarang: Universitas Diponegoro.

Rahadian, D.H. 2012. “Perbedaan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Tindakan

Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Endemis Dan Non Endemis”

(Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Simmons, C.P. Dengue. In: Cohen J, G William, Powderly, Opal MS, editors.

Infectious Diseases 3rd edition vol. 2. USA : Mosby el sevier; 2010. p. 1253-56.

Page 40: GAMBARAN PENINGKATAN HEMATOKRIT DAN DERAJAT …

40

Bima Valentino. 2012. “Hubungan antara Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dengan

Derajat Klinik Infeksi Dengue” (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Kawthalkar, S.M. 2010. Essentials of Clinical Pathology. India: Jaypee Brothers

Medical Publishers

Patandianan R., Max F.J.M., Firginia M., Arthur E.M. Hubungan Kadar Hemoglobin

dengan Jumlah Trombosit pada Pasien Demam Berdarah Dengue. Journal ebiomedik

[Online] 2013. Accesed from: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebio

medik/article/view/3248 [17 Januari 2014];1(2).