21
Jenis-jenis Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran pada bayi dan anak Proses belajar mendengar pada bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan audilogi. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang- kadang disertai dengan keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan yang diaali dengan keterlambatan bicara (delayed speech). Tabel 1. Tahapan perkembangan bicara Usia Kemampuan Neonatus Menangis (reflex vocalization), mengeluarka suara-suara mendengkur seperti suara burung (cooing), suara seperti berkumur (gurgles). 2-3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling). 4-6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup (vokal), dan huruf mati (konsonan). Suara berupa ocehan yang bermakna (true babbling atau lalling)

Gangguan Pendengaran

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gangguan Pendengaran

Citation preview

Page 1: Gangguan Pendengaran

Jenis-jenis Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada bayi dan anak

Proses belajar mendengar pada bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena

menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi,

neurologi dan audilogi. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang- kadang disertai

dengan keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan yang

diaali dengan keterlambatan bicara (delayed speech).

Tabel 1. Tahapan perkembangan bicara

Usia Kemampuan

Neonatus Menangis (reflex vocalization), mengeluarka suara-suara

mendengkur seperti suara burung (cooing), suara seperti

berkumur (gurgles).

2-3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling).

4-6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup

(vokal), dan huruf mati (konsonan). Suara berupa ocehan yang

bermakna (true babbling atau lalling) seperti “ pa...pa..da..da”

7-11 bulan Dapat menggabungkan kata atau suku kata yang tidak

mengandung arti. Usia 10 bulan mampu meniru suara, mulai

memberi perhatian terhadap nyanyian atau musik.

12-18 bulan Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek,

mengucapkan kata yang memiliki arti, usia 12-14 bulan

mengerti intruksi sederhana, menunjukan bagian tubuh dan

mainannya, usia 18 bulan mampu mengucapkan 6 -10 kata.

Page 2: Gangguan Pendengaran

Tabel 2. Perkiraan adanya gangguan pendengaranpada bayi dan anak

Usia Kemampuan bicara

12 bulan Belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi.

18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti.

24 bulan Pembendaharaan kata kuarang dari 10 kata.

30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata.

Penyebab gangguan pendengaran pada bayi dan anak

Dibedakan menurut saat terjadinya gangguan pendengaran yaitu, masa pranatal,

perinatal dan postnatal.

A. Masa pranatal

Non genetik seperti gangguan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan

kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi jodium). Pada masa kehamilan, periode yang

paling penting adalah trimester pertama sehingga setiap gangguan atau kelainan yang terjadi

pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi bakteri maupun virus

pada ibu hamil seperti Toksoplasmosis, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes dan sifilis

(TORCH) dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi yang akan dilahirkan. Selain hal

tersebut beberapa jenis obat ototoksik dsn terstogenik berpotensi mengganggu proses

organogenesis dan merusak sel-sel rambut koklea seperti neomisisn, gentamisisn,

streptomisin, salisilat, kina,barbiturat. Malformasi struktur anatomi telinga seperti atresia

liang telinga dan aplasia kokleanjuga akan menyebabkan ketulian.

B. Masa perinatal

Page 3: Gangguan Pendengaran

Beberapa keadan bayi saat lahir juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan

pendengaran seperti prematur, berat badan lahir rendah (< 2500 gram), hiperbilirubinemia,

dan asfiksia. Umumnya ketulian yang terjadi akibat faktor pranatal dan perinatal adalah tuli

sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat.

C. Masa postnatal

Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak

(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporaljuga dapat

menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.

Diagnosis

Penegakan diagnosis pada gangguan pendengaran anak ataupun bayi harus dilakukan

secepat mungkin walaupun derajat ketulian yang dialami masih ringan. Pada dasarnya anak

bayi sudah bersiap untuk berkomuniksi dengan dunia luar pada usia 18 bulan, jadi sebelum

usia tersebut bayi harus dipersiapkan untuk mendapatkan pertolongan bila mengalami

gangguan.

Pemeriksaan penunjang untuk anak cukup sulit disbanding dengan dewasa karena

memerlukan ketelitian dan kesabaran. Kebanyakan pemeriksaan butuh konfirmasi ulang dan

pemeriksaan tambahan. Selain itu pemeriksa juga harus memiliki pengetahuan yang cukup

untuk mengetahui tahap perkembangan anak yang disesuaikan dengan tahap motoriknya.

1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan respon

yang di dasari (voluntintary ressponse). Metoda ini dapat mengetahui seluruh sistim auditorik

termasuk pusat kognitif yang lebih tinggi, pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap

usia perkembangan bayi. Namun setiap pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi.

Page 4: Gangguan Pendengaran

Pemeriksaan dilakukan diruangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak lebih 60

dB), idealnya pada ruangan kedap suara (sound proof room). Sebagai sumber bunyi

sederhana dapat menggunakan tepukan tangan , bola plastik berisi pasir, remasan kertas

minyak, bel, trompet karet dan mainan yang mempunyai frekwensi bunyi tinggi (squaker

toy). Dinilai kemampuan anaka dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut

seperti menoleh kearah bunyi, mengejapkan mata, melebarkan mata, mengerutkan wajah,

berhenti menyusu, denyut jantung meningkat dan refleks moro.

2. Timpanometri

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpano

metri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah), merupakan

petunjuk gangguan pendengaran konduktif. Melalui probe tone ( sumbat liang telinga) yang

di pasangpada liang telingauntuk mengetehai tekanan di liang telinga berdasarkan energi

suara yang dipantulkan kembali oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau pada bayi

berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekwensi 226 Hz, khusus pada bayi yang

berusia dibawah 6 bulan tidak menggunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi

resonansi pada liang telinga. Sehingga harus digunakan probe tone frekwensi tinggi (668,

678 atau 1000 Hz) Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu;

a. Tipe A (normal)

b. Tipe AD (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)

c. Tipe AS (kekakuan rangkaian tulsng pendengran)

d. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)

e. Tipe C (gangguan fungsi tuba eustachius)

Page 5: Gangguan Pendengaran

Gambar 1. Timpanogram

3. Audiometri nada murni

Pemeriksaan menggunakan audiometer, dapat dilakukan pana anak yang berusia lebih

dari 4 tahun yang kooperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu

bunyi yang teridiri dari 1 frekwensi. Pemeriksaan dilakukan di ruang kedap suara, dengan

menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada frekwensi

125, 250, 500, 1000, 2000,4000 dan 8000 Hz. Hantaran susara melalui tulang (bone

conduction) dengan menggunakan bone vibrator pada prosesus mastoid pada prekwensi

500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang dapat digunakan antara 10 -100 dB (dengan

kelipatan 10), secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intesitas terendah dapat

didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis derajat ketulian.

4. Oto Acoustic Emission (OAE)

Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneus OAE (SPOAE) dan (2) Evoked OAE.

SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus diberikan

stimulus, namun tidak semua orang dengan pendengaran normal mempunyai SPOAE.

EOAE hanya timbul bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1) Transient

Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus

berupa click sedangkan DPOAE stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda

frekwensi dan intensitasnya. Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di

ruangan yang tenang. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai fungsi koklea yang

obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass / lurus dan refer / tidak lurus ), tidak invasif,

mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien utuk program

skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening).

Page 6: Gangguan Pendengaran

5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik,

bersifat obyektif, tidak invasif, dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma. Bera

merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII, pusat-

pusan neural dan traktus didalam batang otak)

Gangguan Pendengaran Pada Remaja

2.5.1 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan

pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka

waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat

ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising

adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85

desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran corti di

telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat corti untuk reseptor bunyi yang

berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat corti

untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz.

Etiologi

Kebiasaan mendengarkan musik

Beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada remaja adalah bising

kronik akibat penggunaan telepon genggam, mendengarkan musik melalui earphone,

perangkat audio dalam mobil maupun musik diskotek dan klub-klub malam.

Page 7: Gangguan Pendengaran

Hal-hal tersebut dapat menyebabkan bising kronik yang dapat mengganggu fungsi

pendengaran. Ambang suara minimal yang dianggap dapat menurunkan fungsi pendengaran

adalah 85 dB dengan paparan lebih dari 8 jam per hari. Intensitas suara yang dihasilkan oleh

earphone dapat mencapai 110 dB. Paparan suara berintensitas 110 dB selama 1 jam per hari

dapat menurunkan fungsi pendengaran.

Musik yang didengar melalui earphone dalam telinga memiliki intensitas bising lebih

besar daripada intensitas bising musik yang didengar tanpa menggunakan earphone dengan

volume yang sama karena jarak sumber suara lebih dekat. Selain itu, earphone dalam telinga

tidak sepenuhnya mencegah masuknya suara-suara bising dari lingkungan sekitar sehingga

penggunanya mempunyai kecenderungan untuk mendengarkan musik dengan volume cukup

besar. Hal tersebut menimbulkan efek trauma lebih besar terhadap reseptor suara di organ

corti.

Bising kronik biasanya menyebabkan kerusakan organ corti di telinga dalam dan

menyebabkan gangguan pendengaran untuk frekuensi tinggi. Bising kronik dapat pula

menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi rendah dan sedang seperti pada frekuensi

tinggi. Pada bising kronik akan terjadi kerusakan stereosilia yang berfungsi sebagai reseptor

suara. Kerusakan reseptor tersebut menyebabkan gangguan persepsi suara, baik yang

dihantarkan melalui tulang maupun melalui udara. Oleh sebab itu pada audiogram akan

ditemukan peningkatan ambang dengar pada hantaran tulang maupun hantaran udara.

Gangguan pendengaran yang terjadi dapat membaik apabila penyebab tersebut

dihentikan.

Kebisingan Pusat Perbelanjaan (Mall)

Page 8: Gangguan Pendengaran

Tingkat kebisingan pada pusat perbelanjaan berkisar 64,3 dB sampai dengan 86 dB.

Tingkat kebisingan tersebut melebihi tingkat kebisingan yang seharusnya yaitu 65 dB untuk

sebuah tempat atau daerah perdagangan.

Berdasarkan hasil penelitian, pengunjung terbanyak di pusat perbelanjaan berusia 17-

23 tahun. Sumber suara bising di pusat perbelanjaan berasal dari berbagai intensitas suara

yang ada di dalam mall itu sendiri maupun kebisingan dari banyaknya kendaraan yang datang

ke pusat perbelanjaan tersebut (suara klakson, suara mesin mobil).

Gejala Klinik

Kurang pendengaran disertai tinitus (berdenging di telinga) atau tidak. Bila sudah

cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila

sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti. Secara klinis pajanan bising

pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar

sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent

threshold shift).

1. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan

intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada

saraf telinga yang terpajan bising.

2. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan

ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan

dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan

hari.

Page 9: Gangguan Pendengaran

3. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan

ambang dengar menetap akibat pajangan bising dengan intensitas sangat tinggi

berlangsung singkat (explosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan

pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ corti, sel-sel rambut, stria

vaskularis dll.

Patologi

Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam.

Lesinya sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, ruptur membran, perubahan stereosilis

dan organal subseluler. Bising juga menimbulkan efek pada sel ganglion, saraf, membran

tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pasa observasi kerusakan organ corti dengan

mikroskop elektron ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang

paling peka di telinga dalam.

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada

intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan intensitas bunyi 120

dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan

beberapa tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel

penyangga, pembuluh darah dan serat aferen.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik

dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.

Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bidang dalam jangka

waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan otoskopik tidak

Page 10: Gangguan Pendengaran

ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif,

Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek.

Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan

tuli sensorineural pada frekuensi di antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering

terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan audiologi

khusus seperti SISI (short increment sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudness

balance), audiometeri Bekesy, audiomteri tulur (speech audiometry), hasil menunjukkan

adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang patognomonik untuk tuli sensorineural

koklea.

Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar

belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang

ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicraan. Keadaan ini disebut

sebagai cocktail party deafness.

Apabila seorang yang tuli mengatakan lebuh mudah berkomunikasi di tempat sunyi

atau tenang, maka orang tersebut menderita tuli sensorineural koklea.

Penatalaksanaan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung

Page 11: Gangguan Pendengaran

telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan

pelindung kepala (helmet).

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap

(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi

dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar atau ABD

(hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai

ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat

menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa

pendengaran dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan,

serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien

mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat

mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan.

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk

pemasangan impian koklea (cochlear implant).

Prognosis

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural kolea yang

sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka

prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya

ketulian.

Pencegahan

Page 12: Gangguan Pendengaran

Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara

meredam sumber bunyi, misalnya yang berasal dari generator dipisah dengan

menempatkannya di sutau ruangan yang dapat meredam bunyi. Jika bising ditimbulkan oleh

alat-alat seperti mesin tenun, mesin pengerolan baja, kilang minyak atau bising yang

ditimbulkan sendiri oleh pekerja seperti di tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut

yang harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan

pelindung kepala. Ketiga alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising yang

berfrekuensi tinggi dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup telinga

memberikan proteksi yang terbaik. Pekerja yang menjadi tuli akibat terpajan bising di

lingkungan kerjanya berhak mendapat santunan. Selain alat pelindung telinga terhadap bising

dapat juga diikuti ketentuan pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85 dB

tanpa menimbulkan ketulian, misalnya dengan menggunakan tabel dibawah ini.

Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja

1999

Lama pajan/hari Intensitas dlm dB

Jam 24 80

16 82

8 85

4 88

2 91

1 94

Page 13: Gangguan Pendengaran

Menit 30 97

15 100

7,50 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

Detik 28,12 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walau sesaat

Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan Program Konservasi

Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja dari

kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja, tujuan lain adalah

mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data-

Page 14: Gangguan Pendengaran

data. Untuk mencapai keberhasilan program konservasi pendengaran, diperlukan

pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan dan keterampilan

pelaksana pemeriksaan audiometrik, kondisi audiometer dan penilaian hasil audiogram.

Tinjauan Pustaka

Suwento R. Diagnosis Dini Ketulian pada bayi dan anak. Kursus Penyegar dan Penambah

Ilmu Kedokteran (KPPIK) FKUI. Evidence Based Medicine in Daily Practice. Jakarta,

Februari 2005

Irwandi R. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. 2007. Di unduh dari http://library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf pada 13 Maret 2011

Harmadji S, Kabulah H. Noise Induced Hearing Loss In Steel Factory Workers. Desember 2004. Diunduh dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/FMI-40-4-04.pdf pada 13 Maret 2011