Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GERAKAN PEREMPUAN DI REPUBLIK ISLAM IRAN
PASCA REVOLUSI 1979
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
M. KAMALUDDIN
106022000910
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ii
GERAKAN PEREMPUAN DI REPUBLIK ISLAM IRAN
PASCA REVOLUSI 1979
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
M. Kamaluddin NIM: 106022000910
Pembimbing
Dr. H. M. Muslih Idris. Lc. MA NIP: 19520603 198603 1 001
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul “GERAKAN PEREMPUAN DI REPUBLIK ISLAM IRAN PASCA REVOLUSI 1979” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Juli 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu ( S 1 ) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta, 12 Juli 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA NIP. 19591222 199103 1 003
Sekretaris Merangkap Anggota
Sholikatus Sa’diyah, M.Pd 19750417 200501 2 007
Anggota
Penguji I
Dr. H. Abd. Chair, MA NIP : 19541231 198303 1 030
Penguji II
Nurhasan, S. Ag, MA NIP. 19690724 199703 1 001
Pembimbing
Dr. H. M. Muslih Idris. Lc. MA NIP: 19520603 198603 1 001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana dalam
jenjang strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Juli 2011
M. Kamaluddin
v
ABSTRAK
M. Kamaluddin
Gerakan Perempuan di Republik Islam Iran Pasca Revolusi 1979
Gerakan perempuan di Republik Islam Iran bisa dibilang lebih maju dibandingkan dengan di negara-negara Islam lainnya, khusunya di Timur Tengah. Meski dari segi kebijakan pemerintah maupun budaya etnis mengalami hambatan, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran banyak tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengungkapkan tentang perkembangan gerakan perempuan di Republik Islam Iran pasca revolusi 1979. Mulai dari perjuangan dan tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah Iran yang adil bagi kaum perempuan Iran.
Pasca kemenangan Revolusi Islam Iran (1979), Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pasca Revolusi Iran terjadi berbagai perubahan peraturan yang secara bertahap mulai direvisi. Sehingga setelah revolusi Iran, pemerintah mulai mencabut larangan perempuan menjadi hakim di Iran.
Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan kebijakan di Iran terhadap perempuan secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkatnya pendidikan dan yang kedua adalah perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak didasari budaya patriarki.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode historis yang bersifat deskriftif analitis. Tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan, di antaranya: Heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis sejarah) dan historiografi (penulisan sejarah). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran perempuan pasca terjadinya revolusi iran, menguraikan peran perempuan dalam bidang politik dan pendidikan pasca revolusi.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT semata
yang telah memberikan rahmat dan inayahNya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada muara ilham, lautan ilmu, yang tidak pernah
larut yakni keharibaan baginda nabi Muhammad saw, serta keluarga, para
sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikutnya. Amin.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak semata-mata berhasil
dengan tenaga dan upayanya sendiri, namun banyak pihak yang telah
berpartisipasi dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril
maupun materil, dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima
kasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Oleh karenanya dalam hal ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan
persetujuan atas judul skripsi ini.
2. Drs. H. M. Ma’ruf Misbah MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah banyak
membantu dalam memproses berjalannya pembuatan skripsi ini.
3. Dr. H. M. Muslih Idris. Lc. MA selaku Dosen Pembimbing yang banyak
sekali membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
vii
4. Seluruh dosen-dosen Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang memberikan
sumbangsih ilmu dan pengalamannya.
5. Kedua orangtuaku dan keluarga di rumah yang telah memberikan perhatian
dan curahan kasih sayangnya yang luar biasa, serta doa yang tulus sehingga
penulis selalu dapat termotivasi dan dapat menyelesaikan penelitian ini.
6. Seluruh kawan-kawan di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam khusunya
angkatan 2006, konsentrasi SPI kawasan Timur Tengah dan kawasan Asia
Tenggara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala bantuan, semangat, kritik, dan saran yang semuanya terangkum dalam
sebuah kenangan indah.
Akhirnya, hanya kepada Allah jualah penulis menyerahkan segalanya,
semoga amal kebaikan yang telah mereka berikan akan mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin ya Robbal ‘alamin.
Ciputat, 21 Juli 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................. i
Lembar Pengesahan ..................................................................................... ii
Lembar Pernyataan ...................................................................................... iv
Abstrak ........................................................................................................ v
Kata Pengantar ............................................................................................. vi
Daftar Isi ...................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8
E. Metode Penelitian ....................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II NEGARA REPUBLIK ISLAM IRAN
A Kondisi Geografis Negara Iran ................................................... 13
B Kondisi Negara Iran Pra Revolusi ............................................... 16
C Gerakan Perempuan di Masa Dinasti Pahlevi ............................. 21
D Revolusi Iran, Kaitannya dengan Jatuhnya Rezim Syah Pahlevi .. 26
ix
BAB III IMAM KHOMEINI DAN REVOLUSI ISLAM IRAN
A. Profil Imam Khomeini ............................................................... 31
B. Peran Imam Khomeini dalam Revolusi Iran ............................... 36
C. Pandangan Imam Khomeini terhadap Perempuan Iran ................ 42
BAB IV GERAKAN PEREMPUAN PASCA REVOLUSI
A. Maraknya Gerakan Perempuan di Iran ......................................... 46
B. Peran Perempuan dalam Revolusi Iran ........................................ 49
C. Peran Perempuan dalam Bidang Politik dan Pendidikan ............. 51
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perempuan adalah kaum yang dihormati dan dimuliakan dalam konsepsi
Islam. Kaum perempuan yang sering dikenal dengan sebutan kaum hawa, secara
kodrati memiliki beberapa kerakteristik, di antaranya dipersepsikan secara fisik
mereka lebih lemah dari pria. Ia memilki perasaan yang lebih lembut dan halus
serta sering kali menggunakan pertimbangan emosi dan perasaan dari pada akal
pikiran memilki lembang kesejukan, kelembutan, dan cinta kasih.
Islam memelihara hak secara penuh dan menjaga kaum perempuan dari
pelecehan kehormatannya dan kehilangan kehormatannya. Islam telah
memuliakannya karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar
masyarakat yang baik, itulah pandangan Islam terhadap perempuan.1
Namun, perempuan juga salah satu makhluk ciptaan Allah yang paling
unik. Sebab, keberadaanya memberikan andil yang sangat besar bagi kehidupan
manusia. Tanpa perempuan, maka tidak ada pemimpin-pemimpin besar dunia.
Tanpa perempuan, tidak akan ada penemuan-penemuan mutakhir untuk
kesejahteraan umat manusia. Selain itu juga, banyak orang-orang besar yang
keberhasilannya disokong oleh sosok wanita (istri) sebut saja nabi Muhammad
saw. Karena itulah, Allah SWT pun secara khusus memberikan satu surah di
dalam al-Quran dengan nama surah An-Nisa (wanita). Penghargaan ini tidak
diberikan kepada laki-laki. Ini menunjukkan betapa mulianya seorang perempuan.
1 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Islam Ibadah Muamalat (Jakarta: Pustaka Imani, 2000), h.403.
2
Terkait dengan hal tersebut, Islam dan al-Qur’an menegaskan bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan memilki kapasitas yang sama baik kapasitas
moral, spiritual, maupun intelektualnya. Prinsip kesetaraan dimaksudkan untuk
membentuk hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, serta
menjadi jembatan bagi perempuan untuk menjadi partner bagi kaum laki-laki dan
bukan lagi hanya sebagai pelayan bagi kaum laki-laki. Asal usul kejadian
perempuan banyak diceritakan dalam kitab-kitab, seperti dalam Taurat, Injil, dan
beberapa penafsiran dalam al-Quran. Tidak heran kalau kaum feminis sering
menyorot kitab suci dalam upaya mengatasi ketimpangan struktur sosial
berdasarkan peran jenis kelamin (jender).2
Kaum perempuan, dalam hal ke-Adaman dan kemanusiaan, menyamai
kaum laki-laki, berkedudukan sama, “dan kaum perempuan mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (QS. Al-Baqarah/2:
228), “dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam” “Kaum
perempuan sesungguhnya saudara kandung kaum laki-laki”.
Maka dari itu Islam sudah menempatkan wanita itu pada tempat yang
sesuai untuk dirinya dalam tiga bidang yang pokok, yaitu:
1). Bidang kemanusian: Islam mengakui bahwa perempuan itu memiliki
kemanusian yang sempurna, sama seperti laki-laki; sedang di kalangan bangsa-
bangsa yang sudah berkebudayaan, sebelum Islam, bidang ini masih diragu-
ragukan, dan malahan ada yang tidak mengakuinya.
2 Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci (Jakarta: Fikahati Aneska,
2000), h.12.
3
2). Bidang sosial: Islam membukakan lapangan belajar untuk perempuan, dan
menetapkan kedudukan sosial yang mulia untuk perempuan itu, dalam bermacam-
macam periode dalam hidupnya, semenjak masa kanak-kanak, kedudukan ini
meningkat setiap perempuan itu meningkat umumnya, dari anak puteri, menjadi
isteri, menjadi ibu, dan pada waktu itu dia sudah tua dan membutuhkan lebih
banyak kasih sayang, penghormatan, dan perlakuan yang lemah lembut.
3). Bidang hak milik: Islam memberikan hak dan mengakui kecakapan yang
sempurna dari perempuan dalam segala tindakannya pada waktu ia telah dewasa;
dan pada waktu dewasanya itu, tidak ditetapkan lagi seorangpun yang akan
mengawasinya, baik ayahnya ataupun suaminya, atau kepala keluarga.3
Dalam fakta yang penulis dapatkan, hampir semua buku sejarah baik
dalam pemikiran, pergerakan politik, keagamaan, sosial, pendidikan, dan
sebagainya yang banyak dimunculkan adalah peranan kaum laki-laki, sedangkan
kaum perempuan kendatipun dalam realitasnya mempunyai peranan yang cukup
signifikan akan tetapi dalam setiap peristiwa sejarah sangat jarang sekali
diungkapkan.
Di seluruh dunia kedudukan kaum perempuan tengah berubah. Di negara
yang satu perubahan itu baru saja dimulai. Di negara yang satu lagi perubahan itu
sudah demikian majunya sehingga hampir dianggap sebagai penghinaan kalau
tidak memberi perhatian khusus kepada peranan perempuan. Maka hal ini
seharusnya tidak perlu. Namun pergerakan-pergerakan perempuan adalah salah
satu dari sekian banyak hal yang sedang tumbuh pada bangsa-bangsa yang baru
3 Musthafa As-Siba’y, Wanita di antara Hukum Islam dan Perundang-undangan (Jakarta: Bulan Bintang 1999), h.48-49.
4
lahir. Satu hal yang pasti ialah bahwa wanita di mana-mana akan memainkan
peranan penting dalam membangun masa depan daripada masa sebelumnya.4
Di Iran perempuan di era rezim Syah Pahlevi5 tertindas dalam berbagai
aspek. Agar bisa masuk ke zona ilmu pengetahuan, kaum perempuan harus
mengabaikan ketakwaan. Di pusat-pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan
seorang Muslimah tidak mudah mempertahankan hijab dan wibawanya. Di
jalanan kota Tehran dan sejumlah kota besar Iran lainnya perempuan sulit untuk
tenang bepergian sambil menjaga keanggunannya sebagai Muslimah, walaupun
misalnya hanya dengan mengenakan kerudung apa adanya. Perempuan Iran saat
itu umumnya dibiarkan bodoh dan tidak memiliki wawasan politik. Akibatnya
mereka tidak berminat untuk ikut memikirkan nasib negara. Mereka bahkan tidak
mengetahui bahwa perempuan bisa ikut berperan dalam menentukan masa depan
negara.
Akan tetapi, Revolusi Islam Iran telah membuyarkan semua asumsi keliru
tentang perempuan. Perempuan Iran telah menjadi prajurit terdepan dalam
revolusi Islam. Revolusi ini jelas tidak mungkin terjadi seandainya kaum
perempuan Iran tidak sejalan dengan revolusi dan tidak menaruh keyakinan
kepadanya. Tanpa kehadiran perempuan, revolusi akan kehilangan separuh
kekuatan revolusionernya. Kemudian, kaum perempuan Iran adalah satu kekuatan
budaya yang sangat berpengaruh di lingkungan keluarga, yaitu pada anak, suami,
saudara-saudara, dan lingkungannya. Kiprah dan perjuangan sejati kaum
perempuanlah yang telah merobohkan pilar-pilar kekuatan rezim Syah Pahlevi.
4 Faruk Zabid, Wanita Dalam Sejarah Islam (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987), h.21.
5 Mohammad Reza Pahlevi ( anak Reza Syah) naik tahta dan menjadi Syah Iran terakhir
5
Ketika gerakan Islam di Iran berubah menjadi revolusi Islam dan kaum
perempuan Iran berada di barisan terdepan sesuai ajaran fitri Islam tentang kaum
perempuan, Imam Khomeini6 ra berkata, "Seandainya kaum perempuan tidak
berpartisipasi dalam kebangkitan ini, revolusi Islam tidak akan berjaya."7
Khomeini sendiri mengakui jasa-jasa kaum perempuan di Iran. Beberapa
saat sebelum rezim Syah Pahlevi tumbang ia berkata pada pers: “penjara-penjara
Syah penuh dengan perempuan-perempuan yang pemberani seperti singa.
Perempuan-perempuan kami ikut berjuang antara lain dengan melakukan
demonstrasi-demonstrasi di jalanan dengan putra, putri, terkadang bayi di
pangkuan tanpa takut tertembak senapan mesin maupun meriam. Kaum
Perempuan giat dalam pertemuan-pertemuan politik di kota-kota di Iran. Mereka
memegang peranan penting sekali dalam revolusi Iran.8
Perempuan dulu sama sekali tidak menaruh kepedulian pada masalah ini.
Dulu tidak ada asumsi bahwa kaum perempuan harus ikut berkiprah dalam
berbagai tanggung jawab sosial dan jabatan publik. Kaum perempuan sendiripun
tidak berasumsi demikian. Namun sekarang kaum perempuan di desa dan daerah-
daerah terpencil sekalipun merasa bahwa mereka adalah pemilik dan pengawal
revolusi Islam. Dari aspek ini perempuan sama sekali tidak berbeda dengan laki-
laki. Perempuan bahkan terkadang terlihat lebih antusias daripada laki-laki dalam
merespons berbagai persoalan sosial dan negara dan menganggapnya sebagai
persoalan mereka.
6 Ayatullah Ruhullah Musawi al-Khomeini adalah seorang tokoh ulama Syiah yang sangat populer di Iran, sekaligus pemimpin Revolusi Islam Iran pada tahun 1979. 7 http://indonesian.index.com 8 Nasir tamara, Revolusi Iran (Jakarta: Sinar Harapan, 1980), h.405.
6
Kaum perempuan Iran pasca revolusi menentang hegemoni proses
interpretasi ortodoks dan berhasil menciptakan perubahan-perubahan dalam
hukum perceraian, memutar balik secara sempurna hak-hak finansial perempuan
setelah perceraian. Selanjutnya, literatur mencoba menjamin situasi-situasi
finansial yang lebih baik bagi perempuan di Iran dalam hubungannya dengan
pemeliharaan terhadap istri selama perkawinan, dan nafaqah.
Dengan mengacu pada sumber-sumber dasar al-Quran dan Sunnah dan
merujuk pada sejumlah interpretasi fiqh yaitu mereka yang menyatakan bahwa
nafaqah tidak teremasuk pengeluaran untuk pengobatan mereka berhasil
membentuk opini yang berlaku. Para perempuan di Iran tidak mengambil bahasa
feminis Barat tetapi menggunakan salah satu pemikiran Syi’ah. Seperti halnya
nafaqah adalah isu-isu yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Perempuan Muslimah Iran juga merupakan isu universal yang berkaitan
dengan hubungan-hubungan antara pria dan perempuan, seperti perkawinan,
perceraian, dan perwalian. Di kalangan “neo islamis”. Perempuan Iran sendiri
berada dalam kelompok/katagori yang khusus.9
Melihat persoalan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh lagi
tentang peran perempuan di Iran pasca revolusi, oleh karenanya, pembahasan
yang akan penulis kaji akan dituangkan dalam skripsi berjudul : Gerakan
Perempuan di Republik Islam Iran Pasca Revolusi 1979.
9 Mai Yamani, Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum dan Sastra (Bandung: Nuansa Yayasan Cendikia, 2002), h.25.
7
B. Batasan Rumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, agar pembahasan tidak melebar maka penulis
batasi pada peran perempuan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
terjadinya revolusi Iran, dan kedudukan perempuan setelah revolusi. Dengan
demikian, permasalah yang dapat penulis jelaskan dapat dibagi ke dalam dua
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran perempuan dalam revolusi Iran.
2. Bagaimana peran perempuan dalam bidang politik dan pendidikan pasca
revolusi Iran.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah dalam rangka menambah
khazanah ilmu pengetahuan, khususnya studi tentang pergerakan perempuan.
Dengan demikian selanjutnya dapat menjadi masukan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan pergerakan perempuan. Dan juga tentunya
penulis mengharapkan manfaat setelah penulisan skripsi ini akan dapat dipahami
secara luas oleh masyarakat dan civitas akademika.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran perempuan dalam revolusi Iran.
2. Untuk mengetahui peran perempuan dalam bidang politik dan pendidikan
pasca revolusi Iran.
8
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “ GERAKAN PEREMPUAN DI
REPUBLIK ISLAM IRAN PASCA REVOLUSI 1979” sumber data yang akan
dipakai merupakan hasil dari studi pustaka, kemudian setelah terkumpulnya data
kemudian diadakan klasifikasi berdasarkan kualitasnya dan yang menunjang
terhadap permasalahan yang akan ditiliti, sehingga dari sekian banyak sumber
yang terkumpul, maka sumber data tersebut yang digunakan penulis dalam
pembuatan skripsi ini adalah: Nasir Tamara “Revolusi Iran” buku ini
mengungkap tentang sejarah negara Iran, kondisi Iran pra dan pasca revolusi,
bagaimana terjadinya revolusi Iran dan peran perempuan dalam revolusi Iran. Dr
Ansia Khaz Ali “Iranian Women After The Islamic Revolution” dalam artikel ini
menerangkan bagaimana Iran di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, peran
perempuan dalam revolusi iran, dan peran perempuan setelah terjadinya revolusi
Islam Iran.
Di samping itu juga, penulis menggunakan buku-buku lain, buku-buku
yang digunakan adalah : Mirza Maulana Ar-Rusydi, Mahmoud Ahmadinejad,
Singa Persia VS Amerika Serikat—Cet I—Jogjakarta: GARASI, 2007. Smith
Alhadar. Iran Tanah Peradaban; Iran The Cradle of Civilization.Cet 1. jakarta
2009. Ali Akbar Velayati. Ensiklopedia Islam & Iran; Dinamika Budaya dan
Peradaban Islam yang Hidup. Jakarta: Mizan Publika, September 2010. Diyah
Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib “Khomeini dan Revolusi Iran” Jakarta
2009. Riza Sihbudi Menyandra Timur Tengah; Kebijakan AS dan Israel atas
negara-negara Muslim. Abdur Rahman Koya “Apa Kata Tokoh Sunni Tentang
9
Imam Khomeini”. Adel El-Gogary “Ahmadinejad The Nuklir Savior of Tehran”
Sang Nuklir Membias Hegemoni AS dan Zionis. Sulaeman Y Dina “Pelangi di
Persia, Menyusuti Eksotisme Iran”. Jane W. Jacqz ,”Iran: Past, Present and
Future”. Don Peretz, The Middle East Today ( Westport, CT: Praeger Publishers,
1994). Eliz Sanasarian, The Women's Right Movement in Iran: Mutiny
Appeasement and Repression from 1900 to Khomeini (USA: Praeger Press,
1982). 100 Great Women, Suara perempuan yang menginspirasi Dunia,
(Yogyakarta: penerbit Jogja Bangkit Publisher/gedung galang press center, 2010).
E. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penelitian sejarah yang bertumpu
kepada kegiatan pokok yaitu: (1) pengumpulan bahan-bahan tercetak (tertulis)
yang relevan. (2) menyingkirkan bahan-bahan yang tidak authentik. Secara lebih
ringkas langkah ini berturut-turut biasa juga diistilahkan dengan: Heuristik, Kritik
atau Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi.10
Maka penelitian dalam penulisan skripsi ini akan dilakukan dengan
tahapan-tahapan berikut:
1) Pengumpulan data
Pada tahap ini penulis mencari literatur/data primer yang diperoleh dari
buku-buku atau artikel-artikel. Untuk melengkapi data primer maka penelitian
terhadap literatur dilengkapi dengan data sekunder, yaitu data/sumber penunjang
literatur primer. Setelah data terhimpun, baik data primer maupun data sekunder,
10 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 44.
10
maka selanjutnya akan diklarifikasikan berdasarkan topik yang sedang dibahas.
Sebelumnya dilakukan pembacaan awal terhadap sumber tersebut.
Sumber yang digunakan tidak hanya berasal dari buku, melainkan juga
artikel-artikel yang diperoleh dari internet. Sumber-sumber tertulis tersebut
ditemukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus, dan milik
pribadi mahasiswa di Ciputat, mengunjungi perpustakaan LIPI, dan juga
mengunjungi Kedubes Iran di Kuningan Jakarta Selatan, selain buku-buku dari
perpustakaan-perpustakaan penulis juga mendownload buku dari internet.
2) Analisa data dan kritik sumber
Setelah klarifikasi data dilakukan tahap selanjutnya adalah melakukan
kritik sumber yakni pembacaan secara kritis terhadap sumber untuk kemudian
dilakukan interpretasi di dalamnya.
Sedangkan analisa data dilakukan secara deskriftif historis. Metode
deskriftif berguna untuk memberikan gambaran obyektif dari materi yang dibahas.
Deskripsi merupakan suatu proses untuk mengungkapkan fakta-fakta tentang apa,
siapa, di mana, kapan, kenapa, dan bagaimana. Analisa data dilakukan dengan
menggunakan pendekatan ilmu sejarah, social, dan politik.
3) Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis
sejarah. Tujuannya agar data yang ada mampu untuk mengungkap permasalahan
yang ada, sehingga diperoleh pemecahannya. Dalam hal ini penulis akan melihat
fakta satu sama lain yang telah ditemukan dari hasil heuristik dan verfikasi.
11
4) Menyusun data menjadi sebuah tulisan
Setelah data-data yang tersedia diproses sedemikian rupa, melalui tahap-
tahap di atas. Maka tahap terakhir adalah menyusun data-data tersebut ke dalam
sebuah tulisan yang utuh.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat berdasarkan sistimatika pendekatan berdasarkan
sejarah (diakronis) yang dibagi dalam lima bab yang diuraikan secara singkat
dengan tujuan untuk memudahkan penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini menguraikan masalah-masalah yang akan diteliti yaitu
berangkat dari suatu kerangka mengapa sesuatu itu dipermasalahkan sehingga
jawabannya akan tercermin melalui penelitian, dari pendahuluan ini yang meliputi
latar belakang masalah, batasan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
tinjauan pustaka, metode penulisan, sistematika penulisan.
Bab II : Negara Republik Islam Iran
Dalam bab ini menguraikan tentang Kondisi Geografis Negara Iran,
Kondisi Iran Pra Revolusi, Gerakan Perempuan di Masa Dinasti Pahlevi dan
Revolusi Iran, kaitannya dengan Jatuhnya Rezim Syah.
Bab III : Imam Khomeini dan Revolusi Iran
Dalam bab ini membahas tentang Profil Imam Khomeini, Peran Imam
Khomeini Dalam Revolusi Iran, dan Pandangan Imam Khomeini terhadap Kaum
Perempuan Iran.
12
Bab IV : Gerakan Perempuan di Iran Pasca Revolusi
Dalam bab ini menguraikan tentang Maraknya Gerakan Perempuan di
Iran, Peran Perempuan dalam Revolusi Iran, dan Peran Perempuan di Bidang
Politik dan Pendidikan Pasca Revolusi.
Bab IV : Penutup
Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan atau jawaban dari
permasalahan yang dibahas dengan seefektif mungkin, agar dapat dipahami secara
keseluruhan.
13
BAB II
NEGARA REPUBLIK ISLAM IRAN
A. Kondisi Geografis Negara Iran
Iran (atau Persia) (bahasa Persia : رانیا ) adalah sebuah negara di Timur
Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Meski di dalam negeri negara ini telah
terkenal sebagai Iran sejak zaman kuno, hingga tahun 1953 Iran masih dipanggil
Persia di dunia Barat. Iran berbatasan dengan Azerbaijan (500 km) dan Armenia
(35 km) di barat laut Kaspia di utara, Turkmenistan (1000 km) di timur laut,
Pakistan (909 km) dan Afganistan (936 km) di timur, Turki ( 500 km) dan Irak
(1.458 km) di barat, dan perairan Teluk Persia dan Teluk Oman di selatan.11
Agama besar terakhir yakni Islam (yang berarti secara literal: penyerahan
diri kepada Allah), Muslim mengimani Tuhan, yang dipandang sebagai satu-
satunya Pencipta, Pemelihara dan Pengatur seluruh alam. Mayoritas orang Iran
menganut mazhab Syi’ah 89%, Sunni 10 %, Kristen, Zoroaster, Yahudi, dan lain-
lain 1%.12 Pemeluk agama minoritas seperti Kristen, Yahudi, dan Zaratustra
memiliki perwakilan sendiri di parlemen dan melaksanakan kebiasaan khusus dan
hukum agama mereka.13
Adapun kondisi ekonomi Iran berdasarkan campuran antara perencanaan
terpusat, kepemilikan negara atas minyak dan badan-badan usaha besar, ekonomi
pedesaan dan badan usaha kecil menengah milik swasta untuk perdagangan dan
11 Mirza Maulana Ar-Rusydi, Mahmoud Ahmadinejad, Singa Persia VS Amerika Serikat (Jogjakarta: Garasi, 2007) h.17-18. 12 Smith Alhadar Iran Tanah Peradaban; Iran The Cradle of Civilization (Jakarta: Kedubes Iran 2009) h.3. 13 Ibid, h.32.
14
jasa. Harga minyak yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir ini
memberikan ruang napas bagi fisikal Iran. Ekonomi Iran sangat tergantung pada
sumber daya alam. Sekitar 85 persen pendapatan ekspor berasal dari minyak dan
gas. Iran memilki sekitar delapan persen cadangan minyak dunia dan hampir
seperlima cadangan gas alam dunia. 14
Republik Islam Iran merupakan sebuah negara pegunungan yang terletak
di Timur Tengah di belahan utara bumi antara 25 derajat dan 40 derajat garis
lintang serta 44 derajat dan 63 derajat garis bujur Greenwich. Bangsa Iran terkenal
dengan kehangatan hati dan keramahannya. Ciri-ciri jasmaninya adalah tinggi
sedang dengan mata dan alis yang hitam. Mata uang Iran adalah ‘rial’ yang sama
dengan seratus ‘dinar’. Ibukotanya Tehran.15
Nama Iran berasal dari bahasa Persia kuno yang berarti “negeri bangsa
Arya.” Nama Iran sudah digunakan sejak era Sassania. Namun hingga tahun 1935,
di negeri-negeri lain yang berbahasa Inggris, negeri ini dikenal dengan nama
Persia, sebuah kata yang diwariskan dari bangsa yunani yang menamai negeri ini
dari salah satu provinsinya yang terpenting, yaitu Pars (kini bernama Fars).
Iran adalah sebuah negara yang berbilang suku dan agama. Etnik
mayoritas ialah etnik Persia (51% dari rakyatnya) dan 70% rakyatnya adalah
bangsa Iran, keturunan orang Arya. Kebanyakan penduduk Iran bertutur dalam
bahasa yang tergolong dalam keluarga bahasa Iran, termasuk bahasa Persia. Iran
pun mempunyai sejarah yang panjang dalam kesenian, musik, puisi, filsafat, dan
ideologi. Kebudayaan Iran telah lama mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan
14 Ensiklopedi Geografi, (Jakarta: Lentera Abadi, 2006), h. 253.
15 Republik Islam Iran Selayang Pandang (Kedutaan besar republik Islam Iran), hal. 17.
15
lain di Timur Tengah dan Asia Tengah. Bahasa Persia merupakan bahasa
intelektual selama milenium kedua Masehi. Kebanyakan hasil tulisan Persia
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab semasa kekhalifahan Islam.16
Pada zaman awal Islam di Persia, kebanyakan karya Persia ditulis dalam
bahasa Arab. Ini menyebabkan banyak tokoh intelektual Persia mulai
menggunakan bahasa Arab dalam tulisan mereka. Salah satu karya ini ialah kitab
Shahnameh hasil tulisan Ferdowsi, sebuah karya mengenai sejarah negara lain.
Kesusasteraan Iran juga tidak kurang hebatnya, sasterawan Iran yang terkenal
ialah Rumi dan Saadi. Mereka merupakan ahli Sufi dan banyak menyumbang
dalam puisi-puisi Sufi.17 Iran juga banyak menyumbang ilmu pengetahuan kepada
peradaban dunia khususnya peradaban Islam dengan ditandai banyaknya
kontribusi para filosof Iran seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizm, ibn Rusd,
dan lain-lainnya.
Iran adalah sebuah negara yang memiliki populasi 64 juta dengan tingkat
pertumbuhan 1,7 persen. Penduduknya mewakili berbagai etnis asal termasuk Par,
Turki (Azerbaijan), Kurd, Lore, Juni (Protestan), Arab, Baluch, dan Turkmen.
Empat puluh satu juta tinggal di daerah pedesaan. tingkat melek huruf di negara
tersebut lebih dari 96 persen dan pendidikan sekolah adalah wajib.18
16 Ali Akbar Velayati, Ensiklopedia Islam & Iran; Dinamika Budaya dan Peradaban Islam yang Hidup (Jakarta: Mizan Publika, September 2010), h. 71. 17 Ibid, h. 109-119 dan 339-343 18 http://rinakarlinarina.blogspot.com/2009
16
B. Kondisi Negara Iran Pra Revolusi
Sebelum tercetus revolusi tahun 1979, Iran berada di bawah kekuasaan
Syah Muhammad Reza Pahlevi yang diktator. Meski Iran merupakan negara
penghasil minyak terbesar nomor tiga di dunia, yang meraup keuntungan 40
miliar dollar lebih tiap tahun dari penjualan minyaknya, akan tetapi rakyatnya
hidup sangat menderita di bawah pemimpin yang diktator dan negara yang disetir
sepenuhnya oleh Amerika Serikat ini. Pemerintah Iran bahkan mempekerjakan 50
ribu orang AS sebagai penasehat, dengan gaji total 4 miliar dollar tiap tahunnya.
Muhammad Reza pun menghadapi tugas berat untuk melaksanakan
penyelenggaraan negara di negeri yang sangat luas ini. Di bawah kekuasaannya ia
mengadakan reformasi kepemilikan tanah dan kampanye melawan buta aksara.
Struktur kekuasaan negeri itu juga diubah secara radikal di bawah program yang
bernama “revolusi putih” (white revolution).19 Gerakan ini merupakan tantangan
bagi para ulama untuk meneruskan misinya. Misi di mana ingin menjadikan
pemerintah Iran harus dipegang oleh para ulama, dan pemerintah harus dijalankan
dan diarahkan sesuai dengan hukum Islam yang berlaku, dan hal ini hanya
mungkin jika dilakukan pengawasan oleh para ulama.
Namun di saat yang sama, rakyatnya hidup dalam keterpurukan
sebagaimana yang digambarkan:
- 70 % rakyat Iran tidak bisa baca-tulis, dan tidak memiliki sarana belajar-
mengajar.
- 80 % rakyat Iran masih kekurangan pelayanan medis. 19 Smith Alhadar, Iran Tanah Peradaban, hal. 25.
17
- 85 % kota dan desa kecil di Iran masih memerlukan jalur transportasi yang
layak serta pengadaan air, listrik, dan perumahan modern.
Dalam White Revolution terkandung enam pokok program revolusi, yaitu
(1) Perbaikan dalam bidang pertanian, dengan reformasi tentang peraturan
pertahanan, (2) Pemberantasan buta huruf, (3), Privatisasi badan usaha milik
negara agar program reformasi pertanian memperoleh dukungan rakyat, dengan
melakukan penjualan saham badan usaha milik negara kepada pribadi, (4)
Emansipasi perempuan dalam pemilu, dengan melakukan perubahan pada sistem
pemilihan bagi kaum perempuan diperbolehkan untuk memilih, (5) Pengembalian
hutan dan ladang kepada rakyat, dan juga memperbolehkan kaum non Muslim
untuk memilki dan mengelola bisnisnya, (6) Peningkatan kesejahteraan bagi kaum
buruh dari hasil pabrik dan kampanye-kampanye yang dilakukan di sekolah milik
negara.
Beberapa poin di atas dinilai berbahaya oleh ulama-ulama yang
mendalami ajaran Islam aliran Syi’ah, misalnya adanya usaha membuat tren
westernisasi dalam kehidupan masyarakat.20 Revolusi putih juga berdampak
dalam penyebaran penduduk. Sebelum revolusi putih, penduduk perkotaan hanya
25%, sisanya tinggal di pedesaan dan pegunungan. Akan tetapai setelah revolusi
putih, kondisi pertanian menjadi hancur. Akibatnya, penduduk pedesaan pindah
ke kota-kota besar. Urbanisasi tidak hanya meresahkan kehidupan masyarakat
perkotaan saja, tetapi juga menjadi pukulan keras bagi pertanian Iran.21
20 Diyah Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib, Khomeini dan Revolusi Iran (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal.25. 21 Ibid, hal. 43.
18
Selain mengadakan White Revolution, Syah juga membentuk suatu tim
agen intelijen bernama SAVAK.22 Setelah berhasil menggulingkan Mohammad
Mosaddiq yang memilki rencana untuk menasionalisasikan industri minyak di
Iran melalui kudeta tanggal 19 agustus 1953, hal ini untuk mendukung rezim
pemerintah Syah untuk mengawasi lawan-lawan politiknya dan gerakan-gerakan
rakyat yang berlawanan dengan arah politiknya.23
Semua teror yang dilakukan Syah Iran dilaksanakan oleh oragnisasi
SAVAK ini, dengan penyanderaan dan eksekusi yang dilakukan terhadap umat
Islam, mahasiswa, seseorang yang tidak menjadi anggota partai tunggal Rastakhiz
Syah, dan khususnya para tokoh agamawan yang menentang pemerintah Syah. Ia
mempunyai penjara Evin yang menakutkan dengan tempat tidur yang ditinggikan
dari semen selebar satu meter, suhu udara yang ekstrem, makanan yang buruk dan
tak cukup, tak ada kesempatan untuk menggerakan badan dan tidak diperbolehkan
sholat berjamaah. Sulit untuk mengetahui berapa jumlah agen SAVAK
sebenarnya secara keseluruhan. Namun paling tidak ada 4000 mata-mata
professional, 50.000 informan, ditambah dengan pembantu lepas dan tidak tetap.24
Sebagian ulama tidak berpartisipasi dalam demonstrasi demokrasi sekuler
1960-62, meskipun beberapa dari mereka telah mengkritik reformasi tagihan
tanah pemerintah serta gagasan hak pilih perempuan. (Perlu diingat bahwa
pemberian hak memilih perempuan adalah salah satu masalah yang telah
22 Singkatan dari Sazman-e Etelaat va Amniyat Keshvar (Organisasi Imformasi dan Keamanan Wilayah) adalah polisi dinas rahasia Iran yang terkuat nomor lima di dunia yang dibentuk pada masa pemerintahan Syah Iran pada 1957 oleh Jenderal bakhtiar dengan bantuan Dinas Rahasia Amerika. (CIA) dan Dinas Rahasia Israel (Mossad) 23 Diyah Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib, Khomeini dab Revolusi Iran, h. 43. 24 Nasir Tamara, Revolusi Iran, h.79-86.
19
menyebabkan konflik antara Musaddiq dan para ulama). Ketika Syah
mengumumkan pada Februari 1963 bahwa perempuan akan diizinkan untuk
memilih, demonstrasi ulama terorganisir dan bazaaris menutup toko mereka di
semua kota besar Iran. Pemerintah menanggapi serangan terhadap Madrasah
Fayziyya (seminari) di Qum, yang segera menjadi pusat oposisi Islam untuk
Syah.25
Pada akhir tahun enam puluhan dan awal tahun tujuh puluhan, muncul
beberapa kelompok oposisi untuk menentang rezim Syah. Terutama Fada’iyan
Marxis dan Islam radikal Mujahidin.26 Akan tetapi pada rentangan dekade 1970-
an, rezim Pahlevi semakin sewenang-wenang dari masa-masa sebelumnya.
Pasukan militer dan polisi rahasia menjadi sosok yang sangat ditakuti dan
sekaligus dibenci lantaran mereka melancarkan penyelidikan, intimidasi,
pemenjaraan, dan pembunuhan terhadap musuh-musuh atau oposisi rezim Syah.
SAVAK mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya-upaya untuk
membungkam para pembangkang, sehingga rezim Syah semakin tergantung
kepadanya.
Situasi yang pincang itu berkelanjutan disebabkan dua faktor utama yaitu
kekejaman SAVAK terhadap orang-orang yang tidak senang terhadap
pemerintahan Iran dan penaggulangan demonstrasi-demonstrasi rakyat di mana-
mana dengan kekuatan militer. Sudah bukan rahasia lagi SAVAK dan militer
didukung oleh penasehat-penasehat AS. Dengan terpilihnya Presiden AS yang
25 Henry Munsen. JR, Islam in Revolution in the Middle East (Vole University Press. New Heven and London), hal. 54-55. 26 Ibid, h. 57.
20
baru, Jimmy Carter pada awal tahun 1977, kondisi tiba-tiba berubah drastis.
Carter yang berasal dari Partai Demokrat ini membuat kejutan untuk dunia. Ia
berpidato di depan rakyat AS tentang HAM dan menyatakan bahwa bangsa AS
telah meminta kepada pemerintah supaya politik AS membela bangsa-bangsa
yang ditindas oleh penguasanya, dan tidak akan menolong seorang penguasa pun
yang menindas rakyatnya, meskipun AS terikat hubungan baik dengan mereka.27
Jika Carter memang jujur ingin mewujudkan janjinya, maka urutan
pertama dari daftar penguasa tadi ditempati oleh Syah Iran, yang ketika itu telah
menandatangani 900 perjanjian dengan AS, baik dalam masalah ekonomi, militer,
maupun politik. Iran salah satu sekutu AS harus menerima kebijakan itu kalau
ingin bantuan AS kepada Iran pada sektor ekonomi dan militer tetap berlanjut.
dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau, rezim Syah harus mengikuti kebijakan
AS karena secara faktual Iran sangat tergantung kepada AS. Maka mulailah Carter
menasehati sahabat lama AS ini, agar memberikan sedikit kebebasan kepada
rakyat Iran. Syah pun menurut, dan rakyat Iran jadi tahu bahwa perubahan politik
Syah tak lain karena tekanan dari ‘tuan’-nya, yaitu AS.
Rakyat Iran segera tergerak untuk melepaskan diri mereka dari
cengkeraman penguasa kejam yang tega berbuat apa saja terhadap rakyatnya
selagi ia mampu, yang sekarang harus patuh kepada pengaruh asing hingga
menampakkan sikap lunak terhadap rakyatnya. Rakyat Iran harus segera
memanfaatkan situasi ini sebelum semuanya berubah dan kembali seperti semula.
Pola aliansi kaum ulama dan cendikiawan di bawah panji-panji Islam 27 Musa al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran (Bandung: al-Ma’rif, 1988), h. 17.
21
dibangkitkan kembali pada akhir 1970 dan menemukan momentum yang tepat
untuk menjadi kekuatan Revolusi mulai 1977 sampai 1979. Isu-isu menyangkut
dominasi asing, pelestarian identitas dan otonomi nasional, konstitualisme dan
kedudukan hukum Islam dalam hal ini, berbeda saat Revolusi Tembakau 1891-92
maupun Revolusi Konstitusional 1905-1911, tidak sekedar partisipasi, tetapi
langsung memimpin Revolusi untuk meggulingkan rezim Syah.
C. Gerakan Perempuan di Masa Dinasti Pahlevi
Sejak awal dekade 1920-an dengan munculnya Syah Pahlevi beberapa
tokoh intelektual, laki-laki dan perempuan tengah berjuang untuk meningkatkan
pendidikan, status sosial, dan hak-hak hukum kaum perempuan. Dalam jumlah
kecil, kaum perempuan mulai memasuki pekerjaan pada sektor pendidikan,
perawat, bahkan bekerja pabrik. Meskipun emansipasi perempuan dari norma-
norma tradisional telah berlangsung, namun dalam hal-hal yang krusial di dalam
perundangan keluarga dan perundangan hak-hak politik hampir tidak ada
perubahan. Praktik perceraian tetap sebagai sesuatu yang mudah bagi laki-laki.
Pengasuhan anak tetap menjadi kewajiban utama pihak perempuan. Poligami dan
perkawinan mut’ah tetap saja diijinkan. Hanya dengan undang-undang
perlindungan keluarga tahun 1967 dan tahun 1975, hak preogratif perempuan
sebagian terlindungi oleh legislasi yang mensyaratkan perceraian harus
disampaikan di pengadilan dan mensyaratkan ijin istri untuk perkawinan
poligami.
22
Banyak batas yang memisahkan pria dan perempuan dalam masyarakat,
siswa laki-laki dan perempuan dipisahkan dalam kelas-kelas pendidikan tinggi,
siswa perempuan dilarang dari 69 berbagai bidang studi, perempuan dilarang dari
beberapa profesi, seperti kelompok peradilan dan bernyanyi, perempuan dilarang
dari disiplin ilmu tertentu di universitas-universitas, seperti teknik dan pertanian.
Sebuah keputusan menolak semua hakim perempuan dan dilarang siswa
perempuan dari sekolah hukum. Perempuan dilarang berpartisipasi dalam
beberapa olahraga dan tidak diizinkan untuk menonton laki-laki dalam
berolahraga.28
Kebijakan Reza Syah memiliki pengaruh yang kecil pada peran
perempuan terhadap sebagian besar dari reformasi adalah kompromi antara ulama
dan modernisasi. Syah tidak siap untuk risiko kemarahan faksi ulama dan agama
Iran dengan benar-benar berangkat dari hukum Islam. Meskipun banyak
perubahan hukum yang dibuat selama era Pahlevi, sebagaimana akan kita lihat
mereka benar-benar membawa sedikit perubahan ke Iran, khususnya perempuan.
Pada tahun 1929 Shah mengeluarkan hukum memaksa Iran untuk mengenakan
pakaian yang lebih Barat.
Reza Syah mengambil hukum ini satu langkah lebih jauh pada tahun 1936,
melarang perempuan dari mengenakan chadur tersebut. Reza Syah
mengimplementasikan rencana pembukaan dengan hati-hati, mengambil beberapa
langkah untuk mempersiapkan masyarakat untuk itu. Meskipun ia telah bermain
28 Ali Akbar Mahdi,. Reconstructing Gender in Post-Revolutionary Iran: Transcending the Revolution Middle Eaast Insight, Vol. XI, No. 5, July-Agustus 1995
23
dengan ide penghapusan chadur sejauh ini hingga tahun 1934, dia menunggu
sampai 1 Februari 1936 untuk melanjutkan rencananya.29
Pendidikan
Di bawah Muhammad Reza Syah kemajuan dalam pendidikan dibuat
untuk seluruh penduduk Iran. Kegiatan ekonomi yang meningkat di Iran
memainkan peran besar dalam peningkatan pendidikan. Dengan meningkatnya
ekonomi pasar kerja terbuka, menciptakan posisi baru yang harus diisi. Pasar ini
yang lebih besar juga menyebabkan meningkatnya kesempatan bagi perempuan
dalam pekerjaan dan pendidikan. Meskipun peningkatan secara keseluruhan
dalam melek huruf bagi perempuan, akan tetapi pendidikan formal masih terbatas.
Kesenjangan antar daerah menunjukkan bahwa pendidikan tidak merata di
kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pada awal tahun 1960-an tingkat
aktivitas perempuan di daerah perkotaan telah mencapai 9 persen menjadi 13
persen pada awal 1970-an. Namun, dalam tingkat melek huruf bagi perempuan
secara umum statistik nasional menunjukkan bahwa 17,5 persen pada 1956-1971,
dan tingkat melek huruf bagi laki-laki 22,2 persen lebih tinggi dari perempuan,
pada tahun 1971 mencapai 25,5 persen bagi kaum perempuan.
Grafik di bawah menunjukkan tingkat melek huruf berdasarkan pada kedua jenis
kelamin, dan lokasi geografis tahun.
29 Don Peretz, The Middle East Today ( Westport, CT: Praeger Publishers, 1994) h. 517.
24
Total Perkotaan Pedesaan
1966-1976 1966-1976 1966-1976
Laki-laki 30.1%-58.9% 61.4%-74.4% 25.4%-43.6%
Perempuan 17.9%-35.5% 38.3%-55.6% 4.3%-17.3%
Perbedaan 12.2%-23.4% 23.1%-18.8% 21.1%-26.3%
Statistik menunjukkan bahwa meskipun ada keuntungan dalam
keaksaraan, masih ada perbedaan yang besar antara daerah pedesaan dan
perkotaan, dan tingkat melek huruf perempuan pada tahun 1976 hanya 35,5
persen.
Di bidang pendidikan khusus pada tahun 1972. Tingkat spesifik aktivitas
pendidikan perempuan adalah sebagai berikut: 2 persen untuk pendidikan dasar,
12 persen untuk pendidikan menengah, dan 49 persen untuk pendidikan tinggi.
Secara keseluruhan, terlepas dari meningkatnya partisipasi perempuan dalam
produksi dan tren di beberapa tahun terakhir menuju tingkat buta huruf berkurang.
Masih ada kesenjangan yang besar dalam tingkat melek huruf laki-laki dan
perempuan, khususnya di daerah pedesaan.30 Pada tahun 1963, perempuan
menerima hak suara. Setelah periode ini, menjelang akhir tahun 1963, 197 total
dari anggota yang dipilih untuk Majlis (Majlis Permusyawaratan Nasional), enam
adalah perempuan. Dan 60 dari total senator, dua adalah perempuan.
30 Jane W. Jacqz , Iran: Past, Present and Future, Library of Congres Cataloging in Publication Data. Held in Persepolis, Iran, In September 1975, h. 207.
25
Politik
Kebijakan Reza Syah terhadap gerakan perempuan mencerminkan
kebutuhannya untuk kontrol Iran. Pada tahun-tahun sebelumnya, dari 1925 ke
1930-an, gerakan perempuan yang didukung berbagai pemerintahan Syah. Tetapi
dengan kontrol negara yang meningkat dan represi polisi, kegiatan kelompok-
kelompok perempuan yang tertindas, dan akhirnya dilarang pada 1930-an
pertengahan. Bahkan saat membatalkan tuntutan semua kelompok perempuan,
Syah terus hadir depan pro-perempuan.
Organisasi wanita yang sedikit lebih independen antara tahun 1941 dan
1952, kelemahan pemerintah Syah Pahlevi diperbolehkan untuk kebebasan lebih
sedikit. Karakterisasi utama bagi pihak perempuan selama periode ini adalah
hubungan mutlak mereka untuk berbagai partai politik. Setiap kelompok memiliki
kesetiaan dengan satu partai tertentu, dan isu-isu perempuan sering memainkan
peran sekunder. Ada kurangnya kesatuan ideologi yang koheren, dan banyak
perselisihan terjadi antara pihak-pihak yang berbeda. Kelompok perempuan mulai
menyerang satu sama lain di sepanjang garis partai mereka.31
Pada tahun 1959 Shah mendirikan Dewan Tinggi Asosiasi Perempuan Iran
yang dimasukkan tujuh belas kelompok perempuan lainnya. Gerakan perempuan
pun menjadi lebih terpusat dan kegiatan mereka menjadi lebih kompatibel dengan
agenda pemerintah. Ashraf Pahlevi, adik Syah, diangkat presiden kehormatan
organisasi.
31 Eliz Sanasarian, The Women's Right Movement in Iran: Mutiny Appeasement and Repression from 1900 to Khomeini (USA: Praeger Press, 1982) h. 73.
26
Debat tentang hak pilih perempuan terus tumbuh. Pada tahun 1959 sebuah
perdebatan besar terjadi pada hak pilih perempuan di Majlis. Pada tahun 1962, di
bawah perdana menteri Assadollah Alam, sebuah dekrit dikeluarkan memberikan
perempuan hak untuk memilih dan untuk menjalankan dalam pemilihan provinsi
dan kota. Namun, di bawah tekanan dari para ulama, keputusan itu ditarik oleh
perdana menteri. Perempuan juga menggelar mogok satu hari oleh organisasi
perempuan profesional di berbagai bidang termasuk guru, pegawai negeri dan
karyawan swasta. Dua hari setelah pemogokan, pemungutan suara tersebut
diambil untuk melihat apakah orang-orang Iran akan mendukung program enam-
titik Shah (Revolusi Putih). Perempuan memberikan suara mereka dalam kotak
suara yang terpisah. Suara perempuan telah menunjukkan dukungan yang luar
biasa bagi dekrit Shah, dan pada 27 Februari 1963 perempuan sekali lagi diberi
hak untuk memilih dan menjalankan untuk kantor.
Pada 17 September 1963 pemilihan terjadi dan enam perempuan terpilih
sebagai wakil Majlis. Majlis, yang terdiri dari enam puluh anggota, berisi dua
wakil perempuan, meskipun tidak dipilih melainkan diangkat oleh Syah. Pada
tahun 1965, seorang wanita diangkat menteri untuk pertama kalinya. Upaya
khusus dibuat oleh pemerintah untuk menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya
bisa memilih, tetapi mereka juga bisa menjadi pejabat terpilih.
D. Revolusi Iran, Kaitannya dengan Jatuhnya Rezim Syah Pahlevi
Tanda-tanda kejatuhan Dinasti Pahlevi mulai terlihat pada awal tahun
1977. Pada saat itu, Presiden AS yang baru dilantik, Jimmy Charter, menjadikan
27
isu hak asasi manusia sebagai arah dalam kebijakan luar negerinya. Pada februari
1977, Syah melepaskan 357 tahanan politik. Sayangnya, kebijakan yang cukup
populer ini tidak diikuti dengan kesungguhan Syah untuk mengungkap segala
penyiksaan dan penindasan yang telah ia lakukan terhadap para lawan politiknya.
Pada sisi lain, isu HAM yang dihembuskan AS, memicu para jurnalis
untuk menuntut kebebasan berpendapat dan pers. Para pengacara juga menuntut
dihapuskannya pengadilan militer yang biasa digunakan untuk mengadili para
narapidana politik. Sebagian kelompok massa lain menggelar demonstrasi untuk
menuntut diakhirinya rezim Syah yang menurut mereka telah melakukan
pelanggaran HAM berat selama berkuasa. Massa demonstran pun bentrok dengan
polisi yang mengakibatkan banyak peserta demonstrasi tertembak aparat.
Kemudian, kelompok pengacara yang berjumlah 120 orang mempublikasikan
kejadian tersebut yang diduga keras didalangi oleh SAVAK.
Di akhir bulan Oktober 1977, di kota Najaf, putra Imam Khomeini,
Mustafa, ditemukan tewas di tempat tidurnya. Pihak pemerintah melarang
dilakukan otopsi terhadap jenazah Mustafa, sehingga siapa pembunuhnya menjadi
misteri.32 Kejadian ini menjadikan para mahasiswa di Qum yang berjumlah 4000
orang melancarkan aksi demonstrasi pada Januari 1978. Demonstrasi yang
dilancarkan para mahasiswa di Qum melawan aksi pembunuhan tanpa sebab yang
dilakukan oleh pasukan SAVAK menjadi pemicu gerakan massa yang lebih
revolusioner. Polisi sekali lagi bertindak represif dengan menembaki para
32 Henry Munsen. JR, Islam in Revolution in the Middle East, h.59.
28
demonstran sehingga memancing gelombang demonstrasi berikutnya yang lebih
besar.
Basis material dari Revolusi Iran terletak pada kemajuan kekuatan-
kekuatan produktif dan perubahan yang telah dilakukan dalam kapitalisme Iran di
seluruh periode sebelumnya. Syah kehilangan dukungan dari segenap kelompok
massa, kaum petani, intelektual, kelas menengah dari berbagai lapisan dan
kelompok yang paling berhawa jahat, tentara. Negara sendiri terguncang oleh
kerasnya pukulan gerakan yang dilancarkan massa. Hari demi hari demonstrasi
terus menerus dan mobilisasi massa yang telah jauh melanggar batas kehidupan
normal. Massa menyerang kedutaan Inggris dan AS sembari membakar ribuan
bendera AS. Boneka patung presiden AS Jimmy Carter dan Syah digantung
ribuan kali menghiasi setiap pojok jalan disetiap kota Iran. Syah menjadi simbol
dari bercokolnya tatanan yang dibenci dan represi SAVAK yang berdarah.
Akibat terjadinya perpecahan dalam tubuh tentara, Syah kehilangan semua
kendali terhadapnya. Dalam kepanikan, setelah ragu pada awalnya, ia melakukan
langkah terakhir untuk tetap memegang kendali kekuasaan, menunjuk Syahpur
Bakhtiar dari Front Nasional sebagai perdana menteri. Akan tetapi manuver
tersebut gagal dan krisis tersebut menjadi lebih parah. Pada tanggal 16 Januari
1979, negara ini dalam keadaan pergolakan revolusioner. Tidak ada harapan yang
tersisa bagi Syah, yang pada akhirnya harus terbang meloloskan diri dengan
pesawat terbang ke Mesir. Sebelum meninggalkan Iran, Syah membentuk Dewan
Negara pada 13 Januari 1979 dengan jumlah anggota sembilan orang.
29
Setelah Dewan Negara dilantik, pada 16 Januari 1979, Mohammad Syah
Reza didampingi istri meninggalkan Iran dengan pesawat pribadi. Syah tampak
pucat dan tegang meninggalkan Iran. Orang-orang kepercayaannya tidak ada satu
pun yang mengantarkan sampai bandara, termasuk ulama yang biasanya
mengantar dengan meletakkan al-Qur’an di atas kepala Syah setiap lawatannya ke
luar negeri. Bahkan, orang kepercayaannya di kalangan militer, seperti Jenderal
Azhari dan Jenderal Oveissyi, Gubernur Militer, telah mendahului meninggalkan
Iran tanpa sepengetahuannya.
Revolusi Iran ketika sampai kepada tingkat suhu yang mendidih, tidak
dapat lagi Syah berikut tentaranya, intelligence, dan persenjataannya yang bernilai
jutaan dollar untuk membendungnya, semula aral melintang dibinasakan dan
akhirnya dapat ditumbangkan, padahal didukung oleh kekuatan 400.000 tentara
yang diperlengkapi dengan persenjataan modern dan intelligence di Timur
Tengah.33 Revolusi rakyat yang telah berkecamuk itu tidak dapat lagi dibendung
oleh kekuatan yang berwenang-wenang, seperti air bah yang ganas
menghancurkan apa saja yang menghalangi arusnya.
Revolusi Iran tersebut mengandung makna atau pengaruh yang bersifat
global. Untuk pertama kalinya di era modern, tokoh-tokoh agama (ulama) mampu
dan berhasil melawan sebuah rezim modern, dan mengambil alih kekuasan
negara. Untuk pertama kalinya implikasi revolusioner Islam, yang sampai
sekarang terpendam dalam masyarakat nasab (keturunan) dan masyarakat
kesukuan, berhasil direalisasikan dalam sebuah masyarakat industrial modern.
33 Musa al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, h.14.
30
Revolusi, tidaklah mesti berasal dari kelompok haluan kiri, melainkan bisa jadi
dari kelompok masyarakat keagamaan; tidak mesti atas nama sosialisme, tetapi
bisa jadi atas nama perjuangan Islam. Peristiwa revolusi Iran telah menggetarkan
pola hubungan antara rezim negara dan gerakan keagamaan dan menyingkirkan
keraguan akan masa depan, tidak hanya masa depan Iran, melainkan juga masa
depan seluruh masyarakat Iran.
31
BAB III
IMAM KHOMEINI DAN REVOLUSI ISLAM IRAN
A. Profil Imam Khomeini
Nama kecilnya Ruhullah (serupa dengan gelar yang diberikan Allah SWT
kepada nabi Isa as (QS.4;171). Nama aslinya adalah Ruhullah Musawi Khomeini
(selanjutnya disebut Imam Khomeini) dilahirkan pada 24 September 1902 atau pada
tanggal 20 Jumadilakhir 1320.34 Tokoh Islam terkenal dari Iran yang telah
menggulingkan rezim Syah Mohammad Reza Pahlevi dan mendirikan Republik
Islam Iran melalui revolusi rakyat yang spektakuler pada Februari 1979.
Penambahan huruf i di belakang namanya, khomeini, menunjukkan bahwa ia
berasal dari kota Arak (Iran bagian tengah) yaitu Khomein.35 Sedangkan kata
Ayatullah atau Ayatullah al-Uzma di depan namanya menunjukkan bahwa ia adalah
seorang ulama terkemuka dalam masyarakat Syi’ah Dua Belas. Ini terlihat jelas
dalam pandangan Imam Khomeini yang menempatkan kaum mullah sebagai
pemegang otoritas tertinggi di bidang politik dan agama. Seperti diketahui, Iran
adalah satu-satunya di mana sekitar 90% dari warganya menganut mazhab Syi’ah. Di
samping itu, Iran juga menjadi satu-satunya negara di dunia ini yang sistem
34 Menurut penaggalan Islam di sebuah kota kecil bernama Khomein 35 Khomein berada di Iran bagian tengah, sekitar 160 kilometer barat daya Qum, sebelah barat laut dari Isfahan dan 40 km sebelah selatan kota Sultanababad, Arak. penduduknya berjumlah sekitar 2000 orang yang terbagi ke dalam 800 keluarga. Khomeini, merupakan kota yang cukup makmur, dengan lalu lintas perdagangan yang terlihat rutin.
32
politiknya dibangun atas dasar ajaran Syi’ah, yang dikenal sebagai Wilayat al-Faqih
(kepemimpinan kaum ulama).36
Kehidupan Keluarga Imam Khomeini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
keagamaan Islam yang kuat. hal ini disebabkan oleh garis keturunan keluarganya
yang berasal dari keluarga Imam Mousa al-Kazim, seorang ulama besar di
Neishapour. Khomeini ditinggalkan orang tuanya sejak bayi. Ibunya bernama
Khanum, dan ayahnya bernama Sayid Mustafa Khomeini, seorang ulama terkemuka
di kota Khomein. Ayahnya dibunuh oleh Dinasti Qajar yang tidak suka melihat
Mustafa Khomeini menentang kekuasaan mereka.
Menginjak masa remaja, Imam Khomeini mampu mengingat beratus versi
dari puisi-puisi yang berbeda-beda, baik puisi yang bertemakan keagamaan maupun
puisi klasik. Di masa itu pula ia dapat membeda-bedakan makna puisi satu dengan
yang lain. Imam Khomeini terkenal sebagai seorang yang amat bersahaja. Meskipun
ia menjadi penguasa tertinggi di Iran, ia hanya menumpang di beberapa kamar yang
terdapat pada husainiyyah (semacam surau di Indonesia) Jamaran, Teheran Utara.
Pakaian sehari-harinya pun tidak lebih baik dari pakaian rakyat biasa. Hal itu dapat
dipahami karena Khomeini adalah seorang zahid yang tidak suka pada kemewahan
duniawi.
Selama masa remajanya ia juga menciptakan puisi-puisi bertema agamis,
politik, dan sosial. Kumpulan puisinya diterbitkan setelah ia wafat, berupa tiga buah
36 Riza Sihbudi, Menyandra Timur Tengah ( Jakarta: Mizan Publika, 2007), h. 67.
33
koleksi The Confidant, The Decaer of love, dan Turning Point dan Divan. Salah satu
puisinya yang terkenal adalah “Mass of The Drunk”.37
Imam Khomeini mengenyam pendidikan dasarnya dari beberapa guru dan
pemuka agama di kotanya. Orang yang paling berjasa memberikan dasar-dasar
pengetahuan agama kepadanya adalah kakak kandungnya sendiri, Ayatullah
Pasandideh. Pada umur 19 tahun, Imam Khomeini melanjutkan pendidikannya di
pusat pendidikan agama atau Hauzah ‘Ilmiyah (istilah bagi pola atau metode
pendidikan agama tradisional di lingkungan masyarakat Syi’ah, baik di Iran maupun
di Irak, yang masih dipertahankan hingga kini) yang terdapat di kota Arak.38
Imam Khomeini mengawali pendidikannya dengan menghafal al-Quran di
maktab yang lokasinya tidak jauh dari rumah Mullah Abul-Qasim. Beliau manjadi
hafiz pada usia tujuh tahun. Berikutnya, beliau belajar bahasa Arab dengan Syaikh
Ja’far, salah seorang sepupu ibunya, dan menimba ilmu lain pertama-tama dari Mirza
Mahmud Iftikhar al-‘Ulama, kemudian paman dari pihak ibunya, Haji Mirza
Muhammad Mahdi. Guru logika pertamanya adalah Mirza Riza Najafi, iparnya
sendiri. Terakhir, di antara instruktur beliau di Khomein yang pantas disebutkan
adalah abang tertua Imam, Murtaza. Dia mengajarkan badi’ dan ma’ani dari kitab Al-
37 Diyah Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib, Khomeini dan Revolusi Iran, h.19. 38 Ensiklopedi Islam 3 KAL-NAH PT. Ichtiar Baru Van Houve Jakarta, h.52-53.
34
Mutawwal karya Najm Al-Din Katib Qazvini dan tata bahasa serta sintaksis dari
kitab-kitab Al-Suyuti.39
Meski selama menempuh pendidikannya Imam Khomeini tidak melakukan
aktivitas politik, tiga aktivitas yang dilakukannya yaitu belajar, mengajar, dan
menulis dilandasi oleh keyakinannya akan bergeraknya aktivitas politik yang
dipimpin oleh para ulama atau tokoh-tokoh agama yang memiliki banyak pengaruh di
Iran. Di bawah kepemimpinannya, Imam Khomeini mempelajari ilmu fikih Islam
bersama-bersama rekan-rekannya yang membantunya dalam menggulingkan Dinasti
Pahlevi. Beberapa di antaranya adalah Ayatullah Mutahhari, Ayatullah Muntaziri dan
beberapa murid yang masih muda, Hujatulislam Muhammad Javad Bahonar dan
Hujatulislam Ali Akbar Hashimi-Rafsanjani.40
Untuk dapat memahami sumbangsih beliau, kita harus mencamkan dua hal.
Pertama, Imam Khomeini berasal dari suatu tradisi Syiah Islam yang sedari dulu
menghindari kekuasaan duniawi, dengan keyakinan bahwa semua kekuasaan politik
tidak sah pada masa kegaiban Imam Kedua Belas. Kedua, Imam Khomeini
menaklukan seorang penguasa Reza Pahlevi, Syah Iran rekaan Barat yang rezimnya
mencapai puncak kekuatan dan menikmati dukungan penuh dan tak terbatas dari
kekuasaan Barat.
39 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini (Depok: Iiman, 2009), h.38. 40 Diyah Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib, Khomeini dan Revolusi Iran, h.12-13.
35
KARYA-KARYANYA
Imam Khomeini adalah penulis produktif, yang meliputi beragam tema Islam.
Karya perdananya adalah Syarh (penjelasan dalam bentuk catatan kaki) kitab Ra’su
Al-Jalut. Kemudian baliau menulis karya filsafat dalam bahasa Arab, yang berjudul
Mishbah Al-Hidayah, pada usia 27 tahun. Dua tahun berikutnya, beliau menulis
Syarh Doa Sahur. Tak lama berselang beliau menulis kitab Syarh 40 Hadits. Di
antara karya-karya awal Imam adalah Syarh kitab Fuquk al-Hikam dan Miftah al-
Ghaib, serta dua risalah berjudul Sirr ash-Shalah (Mi’raj as-Salikin dan Risalah Ath
Thalab wa al-Iradah.
Namun demikian, karya pentingnya yang pertama adalah Kasyful Asrar,
selama awal-awal beliau menjadi guru di sekolah Faiziyah Qom. Selain itu, di antara
karya-karya awalnya terdapat pula kitab Hadist Junud Al-‘Aql wa Al-Jahl, yang
merupakan syarh atas sebuah Hadist di dalam kitab Al-Kafi. Beliau juga menulis
kitab Adab ash-Shalah, yang merupakan karya filosofis-mistis tentang ibadah shalat.
Sementara itu, karya penting pertamanya dalam bidang fiqih adalah Ar-Rasail, yang
terdiri atas dua jilid, memuat isu-isu fiqih seperti ijtihad dan taklid. sedangkan Tahrir
Al-Wasilah merupakan kitab fatwa –fatwa fiqihnya, yang mulai beliau tulis saat
dalam pengasingan di Turki dan selesai saat diasingkan di Irak.
Pendirian Imam Khomeini dalam bukunya itu merupakan sebuah revolusi
dalam pemikiran syiah, yang membuka jalan bagi Revolusi Islam Iran. Beliau
36
menyebut teorinya itu sebagai Wilayat al-Faqih (kepemimpinan kaum ulama). Oleh
karenanya, buku ini kerap disebut juga dengan istilah tersebut. Dia memuat 16 kuliah
Imam di hauzah Najaf, antara 23 Januari hingga 10 Februari 1970, yang berisi
argumennya bahwa fuqaha berkewajiban unuk memimpin, menjaga, mengawasi, dan
berorientasi kepada negara Islam.
Ajaran-ajaran Khomeini dapat dijumpai dalam karya-karyanya. Bukunya yang
berjudul al-Hukumah al-Islamiyah (Pemerintahan Islam) merupakan karyanya yang
paling populer. Dari sini tertuang pandangan-pandangan Khomeini dalam bidang
politik, terutama mengenai ide negara Islam yang berdasarkan prinsip Wilayat al-
Faqih (kepemimpinan kaum ulama).
B. Peran Imam Khomeini Dalam Revolusi Iran
Tidak ada revolusi yang terjadi tanpa suatu kepemimpinan revolusioner.
Dalam situasi revolusioner manapun, pemimpin memainkan peran utama dalam
mengilhami dan memandu perjuangan menuju pemantapan dan terwujudnya
perubahan revolusioner, yang memicu aspirasi massa yang tidak puas, bersifat sentral
bagi generasi yang antusias, dan setia mendukung pergerakan revolusioner.
Kemunculan Imam Khomeini sebagai pemimpin pergerakan revolusioner Islam yang
meyakinkan utamanya bersumber dari karakter pribadi beliau yang unik. Gaya hidup
beliau yang sederhana, serta menghindari segala kemewahan duniawi selalu menjadi
37
bahan cemoohan pendukung rezim pahlevi yang serba berlebihan, rakus, tidak jujur,
otoritarian, dan senang berwewah-mewahan.41
Di masa pemerintahan Syah Iran, Iran mengakui berdirinya negara Zionis,
bersahabat dan mengadakan perjanjian dengannya. Namun sejak munculnya Revolusi
Islam Iran di tahun 1979 yang dipimpin Imam Khomeini, Iran tidak mengakui
berdirinya negara Zionis itu, memusuhi, dan menentangnya. Sepanjang dua model
pemerintahan ini, hubungan-hubungan yang terjadi didominasi peran politik AS di
kawasan Timur Tengah. Syah Iran adalah boneka setia AS. persahabatan dan
perjanjian kerja sama antara Iran dan Israel merupakan gambaran ambisi Syah Iran
Reza Pahlevi yang ingin tetap menjadi kaki tangan AS. Sebaliknnya, Revolusi Islam
Iran merupakan musuh besar AS di kawasan Timur Tengah. Permusuhan Iran
terhadap Israel merupakan konsekuensi logis dari permusuhan dan pertentangan
Revolusi Islam Iran terhadap AS.42
Pada Januari 1963, Syah yang mengumumkan program reformasi berisi enam
poin, yang dijulukinya dengan Revolusi Putih ( White Revolution) yang sudah
diterangkan di bab sebelumnya. Imam Khomeini segera mengatur rapat dengan para
koleganya di Qom guna menekan mereka akan pentingnya menjegal rencana Syah.
akan tetapi Syah tetap saja tidak menunjukan tanda-tanda untuk mundur. Meski
begitu, Imam Khemeini tidak merasa gentar. Malahan beliau menekan ulama Qom
41 Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, h.118-119. 42 Adel El-Gogary, Ahmadinejad The Nuclear Savior of Tehran, Sang Nuklir Membias Hegemoni AS dan Zionis. (Kairo-Damaskus: Daarul Kitab Al-Arabi, 2006), h.158-159.
38
untuk memboikot referendum yang dirancang Syah untuk memperoleh kesan
persetujuan masyarakat atas Revolusi Putihnya. Pada 22 Januari 1963 Imam
Khomeini mengeluarkan deklarasi tegas yang mengecam Syah dan rencananya.
Imam Khomeini tampil sebagai suara anti-pemerintah di antara minoritas
ulama yang menganggap Islam dan Iran tengah terancam bahaya dan kekuasaan
mereka melemah, dan yang mendukung keterlibatan politik kaum ulama. Program
modernisasi Barat yang dijalankan Syah (terutama pembaharuan hukum pertahanan
dan hak suara bagi kaum perempuan) dan ikatan erat Iran dengan AS, Israel dan
perusahaan-perusahaan multinasional, dan hak pilih perempuan yang diberikan
kepada perempuan oleh pemerintah di tahun 1962 dalam menghadapi oposisi para
ulama dipandang sebagai ancaman bagi Islam, kehidupan Muslim dan kemerdekaan
nasional Iran. Dari mimbarnya di Qum, Imam Khomeini menjadi suara oposisi yang
tidak mengenal kompromi melawan kekuasaan mutlak dan pemerintahan atau
pengaruh asing.
Pada 4 November 1964, pasukan tentara mengepung rumah Imam Khomeini
di Qom, kemudian menahan beliau. Imam pun langsung dibawa ke bandara
Mehrabad, Teheran, untuk menjalani hukuman di Turki. Perihal dipilihnya di Turki
karena rezim Syah mempunyai kerja sama di bidang keamanan. Pada tanggal 5
September 1965, Imam Khomeini meninggalkan Turki untuk menuju Najaf di Irak.
Di sana beliau menetap selama tiga belas tahun sebagai pusat tradisional
39
pembelajaran dan penziarahan Syi’ah. Di Najaf Imam Khomeini mengajarkan fiqih di
Madrasah Syaikh Murtaha Anshari.
Perkembangan pergerakan Islam yang tidak terhenti selama pengasingan
Imam Khomeini tidak seharusnya dinisbahkan kepada pengaruh beliau atau kepada
ulama yang berkaitan dengan beliau. Tanda yang paling jelas akan tetap kuatnya
popularitas Imam Khomeini pada pra-revolusi, selain di Qum, muncul pada 1975,
saat berlangsungnya peringatan pemberontakan 15 khurdad. Imam Khomeini
menanggapi kejadian ini dengan sebuah pesan bahwa kejadian di Qum dan kekacauan
di tempat lain adalah tanda bahwa kebebasan dan kemerdekaan dari tangan
imperialisme sudah di depan mata. Revolusi akan pecah sekitar dua setengah tahun
kemudian.
Diawali dengan kematian Haji Sayyid Mustafa Khomeini, yaitu putra dari
Imam Khomeini di Najaf pada 23 oktober 1977 mulailah rantai peristiwa berakhirnya
rezim pahlevi dan terbentuknya Republik Islam. Kemudian muncul protes di Qum,
Taheran, Yazd, Masyhad, Syiraz, dan Tabriz. Imam Khomeini bersikap tenang
mengahadapi musibah itu dan menganjurkan umat Muslim untuk menunjukkan
keberanian dan harapan.
Seiring dengan berkecamuknya berbagai peristiwa yang terjadi di Iran. Imam
Khomeini menyampaikan pesan dan pidato yang sampai ke kampung halamannya,
tidak hanya melalui tulisan, tetapi juga kaset. Imam memuji rakyat yang telah
40
berkorban, mengecam Syah dan menyebutnya sebagai kriminal, dan
menggarisbawahi tanggung jawab pembunuhan dan penekanan kepada AS. Presiden
Jimmy Carter bertamu ke Teheran pada malam tahun baru 1977 dan menyanjung
Syah sebagai orang yang telah menciptakan negara yang stabil di salah satu kawasan
dunia panas dan memberikan dukungan militer dan politiknya kepada Syah. Dengan
kondisi yang seperti ini tampaknya sudah memungkinkan bagi Imam Khomeini untuk
pulang ke Iran dan menuntaskan tahap akhir revolusi.
Akhirnya pada pukul 9.30 pagi, tanggal 1 Februari 1979, pesawat yang
ditumpangi Imam Khomeini mendarat di bandara Mehrabad, Tehran. Setelah itu,
Imam Khomeini langsung menuju Behet-e Zahra, pemakaman para syuhada revolusi.
Walaupun beberapa orang mencegah Imam Khomeini pergi ke sana, namun Imam
Khomeini tetap berketetapan hati pergi ke sana. Begitu banyak manusia yang
memadati jalan-jalan dari bandara hingga Bahest-e Zahra sehingga mobil yang
ditumpangi Imam Khomeini sulit bergerak. Sampai-sampai untuk menuju ke podium
Imam Khomeini harus diangkut dengan helikopter.
Pada 10 Februari 1979, pemerintah mengumumkan keadaan darurat secara
total. Mereka menurunkan seluruh tank dan buldoser ke jalan untuk menumpas
revolusi. Imam Khomeini menggagalkannya dengan berbagai sarana dalam waktu
sangat cepat. Imam Khomeini menyampaikan pidato kepada seluruh rakyat Iran,
“Sesungguhnya pengumuman keadaan darurat yang diumumkan hari ini merupakan
tipu muslihat dan bertentangan dengan syari’at. Oleh karena itu, hendaknya rakyat
41
tidak memerdulikannya selamanya.” selama 24 jam terjadi bentrokan bersenjata
antara rakyat dan tentara yang masih setia kepada rezim Syah.43
Dalam pidatonya di Madrasah yi Fayziyah di Qum, Imam Khomeini
melontarkan kritik mementang otokrasi Syah, korupsi, kepincangan sosial,
ketidakadilan, dominasi asing, pemberian suara bagi perempuan, dan UU
Perlindungan Keluarga, dan kebijakan pemilihan tanah oleh pemerintah. Seruan ini
mendapat sambutan dari rakyat yang tidak puas akan situasi ekonomi dan politik
yang menyengsarakan kehidupan mereka. Lebih-lebih kesadaran agama yang tumbuh
pada bangsa Iran mulai tidak menyukai pemerintah Syah Iran yang sekularistik.44
Di sana, beliau juga mengkritik pemerintahan Bakhtiar yang dicapnya sebagai
kerikil terakhir dari rezim Syah dan beliau mengumumkan niatnya untuk memberikan
tonjokan lansung ke mulut pemerintah Bakhtiar. Kesepakatan yang seperti Imam
janjikan, terwujud pada 5 Februari. Dewan tertinggi militer menarik dukungannya
dari Bakhtiar. Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan kaburnya Bakhtiar keluar
negeri, kekuasaan Syah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya berdiri pemerintahan baru
dengan sistem Republik Islam. Dan pada hari itu juga Imam Khomeini
mengumumkan pemerintahan sementara meminta semua warga Iran yang berusia 16
tahun atau lebih, laki-laki atau perempuan untuk memilih dalam referendum untuk
menerima Republik Islam sebagai bentuk pemerintahan dan konstitusi yang baru.
43 Diyah Rahma Fauziana-Izzudin Irsam Mujib, Khomeini dan Revolusi Iran, h.55-56. 44 Ardison Muhammad “IRAN, Sejarah Persia dan Lompatan Masa Depan Negeri Kaum Mullah (Surabaya: Liris, 2010), h. 89.
42
Tidak ada Revolusi yang bisa dinisbahkan sebagai buah perjuangan satu orang
saja. Tidak pula bisa ditafsirkan bahwa tujuannya hanya berada di ranah ideologis
belaka. Perkembangan ekonomi dan sosial pun membantu menyiapkan landasan bagi
pergerakan revolusioner tahun 1978-1979 tersebut. Tetapi yang tidak bisa dipungkiri
adalah peran sentral Imam Khomeini dan saratnya nilai Islam dalam revolusi yang
beliau pimpin. Di era gelap itulah Revolusi Islam Iran hadir pada tahun 1979 laksana
sorot di kancah dunia. Kepemimpinan Imam Khomeini, tokoh karismatik yang lahir
dari akar Islam yang kuat, mengejutkan paduan suara massa Muslim dunia.
C. Pandangan Imam Khomeini terhadap perempuan Iran
Umat menemukan kepribadian Islam sejati dalam diri Imam. Beliau seolah
melangkah keluar dari halaman-halaman buku sejarah yang mengisahkan kehidupan
para pemimpin bijak secara cemerlang, dengan kesalehan, kesederhanaan
sebagaimana keberanian dan karisma mereka. Imam tampak sebagai mujaddid, peran
khusus beliau tak lain untuk membangkitkan Islam sebagai instrumen keadilan sosial
dan organisasi kolektif ketika Islam seolah direduktif hanya sebatas agama. Tetapi
kurang tepat jika kita membatasi peran beliau hanya sebatas kancah politik belaka.
Imam tidak melupakan aspek sosial dan budaya, karena keduanya bagian dari Islam.
Sebagai contoh tentang perempuan. Sekarang perempuan memegang peran
penting di Republik Islam Iran. Porsi mahasiswi di universitas sangat tinggi. Bahkan
sejumlah fakultas di perguruan tinggi misalnya kedokteran dan pendidikan lebih
banyak diisi oleh perempuan daripada laki-laki. Realitas Republik Islam Iran jauh
43
berbeda dari citra negatif yang ditiup-tiupkan oleh media Barat. Secara otomatis
mereka berasumsi bahwa perempuan yang berbusana pantas tak bebas mengejar
peran yang diinginkannya di tengah masyarakat. Imam memberi penekanan pada
keterlibatan perempuan dalam perjuangan revolusioner Iran. Puluhan ribu Muslimah
ikut dalam perjuangan itu dan jutaan lagi perempuan mencapai keberhasilan di
berbagai bidang bersaksi bahwa Iran Islam bergerak maju untuk mewujudkan potensi
sejati seluruh rakyatnya. 45
Imam Khomeini menyatakan bahwa perempuan juga memainkan peranan
penting dalam kemenangan Revolusi Islam. dan ini adalah salah satu pidato beliau: 46
Pemberontakan kami adalah berhutang budi kepada perempuan. Pria
mengambil contoh dari perempuan ke jalanan. Perempuan mendorong orang
untuk memberontak, dan kadang-kadang bahkan memimpin di jalan.
Perempuan adalah makhluk indah. Dia memiliki sifat lembut, dia kuat, dan
mempunyai kemampuan (Imam Khomeini, 1980/06/05)
Imam Khomeini menegaskan peran konstruktif perempuan dalam pertemuan
dengan mereka ia berkata:
Seorang wanita bukanlah hal, tetapi seorang manusia yang hebat yang
menimbulkan dan peduli untuk masyarakat. Dia merangkul adalah pencipta
manusia. Dia adalah pengasuh manusia, dan sumber orang-orang belas kasih
45 Abdur Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, h. 107 46 Ansia Khaz Ali, Iranian Women After The Islamic Revolution, h. 4-5.
44
dan kebahagiaan. (Dari pidato Imam Khomeini kepada orang-orang untuk
menandai Hari Perempuan, 16/5/1979)
Seminggu khusus dideklarasikan untuk perayaan perempuan, dan hari
kelahiran putri Nabi yaitu Fatima diumumkan sebagai Hari Ibu, untuk mencerminkan
penting diberikan kepada perempuan:
Jika kita ingin mengumumkan hari khusus untuk perempuan, hari yang terbaik
adalah hari ulang tahun a-Zahra (Fatima), karena ia adalah kemuliaan
kenabian dan keluarga Nabi, dan dia adalah matahari yang bersinar di langit
Islam yang mulia. (Pidato Imam Khomeini untuk menandai Hari Perempuan,
6/5/1980)
Imam Khomeini juga mengakui jasa-jasa perempuan di Iran. Beberapa saat
sebelum rezim Pahlevi tumbang ia berkata pada pers: “Penjara-penjara Syah Iran
penuh dengan perempuan-perempuan yang pemberani seperti singa. Perempuan-
perempuan kami ikut berjuang antara lain dengan melakukan demonstrasi-
demonstrasi di jalanan, dengan putra putri, terkadang bayi di pangkuan tanpa takut
tertembak senapan mesin maupun mariam. Perempuan-perempuan giat dalam
pertemuan politik di kota-kota di Iran. Mereka memegang peranan penting sekali
dalam revolusi iran.” Banyak tokoh perempuan Iran dan Islam yang contoh
kepandaian, jasa-jasanya dan keberaniannya menjadi teladan bagi perempuan Iran.
Misalnya Fatima, putri nabi Muhammad; Bibi Shahbanu, putri Dinasti Sasani (Iran)
45
yang menjadi istri Husin; Khadijah, istri pertama nabi Muhammad; Zaynab, salah
seorang putri Ali; Parwin Etessami yang menjadi penyair terbaik Iran awal abad ini.47
Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran ulama yang pergi untuk menemui
Imam Khomeini memintanya untuk memesan perempuan untuk kembali ke rumah
mereka dan tidak pergi keluar untuk pekerjaan asministratif mereka atau ke jalan-
jalan, dan tidak terlibat dalam isu-isu sosial. Imam Khomeini menjawab bahwa sudah
saatnya untuk meninggalkan rumah mereka dan berpartisipasii dalam masyarakat,
serta lingkungan dibersihkan dari semua pembusukan Pahlevi dan penyimpangan
yang disebabkan oleh pemerintah AS. Sementara pandangan ini, Imam Khomeini
juga menegaskan peran perempuan dalam keluarga dan kewajiban mereka untuk
merawat itu. Pendapat dan teori tentang perempuan ini tercermin dalam hukum dan
undang-undang, baik di tingkat yang lebih tinggi di konstitusi dan tingkat yang lebih
rendah dari lokal konsultasi.
47 Nasir tamara, Revolusi Iran, h. 5-6.
46
BAB IV
GERAKAN PEREMPUAN PASCA REVOLUSI
A. Maraknya Gerakan Perempuan di Iran
Munculnya gerakan perempuan di Iran merupakan kelanjutan dari
keterlibatan perempuan dalam berbagai organisasi perempuan. Sebelum abad
kesembilan belas Iran mengalami beberapa perubahan besar sosial-ekonomi. Saat
itu di tengah-tengah Revolusi Konstitusi bahwa masyarakat Iran mengalami upaya
yang diselenggarakan oleh perempuan untuk perubahan kondisi sosial. Penetrasi
kekuatan Eropa ke Iran dan pengaruh kapitalisme Eropa mempercepat disintegrasi
struktur sosial di Iran. Episode yang pertama adalah keterlibatan terorganisasi
perempuan dalam kegiatan politik di Iran pada akhir abad kesembilan belas(1891-
1892).
Beberapa faktor keterlibatan gerakan perempuan di Iran sebelum revolusi,
di antaranya adalah (1) Keterlibatan perempuan dalam melawan Syah, selain
kaum pria, perempuan Iran mempunyai peranan penting dalam penumbangan
Dinasti Syah Pahlevi, di mana para perempuan membawa senapan dan bom
molotov, dan mereka juga berpartisipasi dalam beberapa perkelahian, (2)
Keterlibatan gerakan perempuan dalam kegiatan bawah tanah melawan pasukan
asing, (3) Keterlibatan perempuan dalam pemboikotan impor barang asing,
mereka pun berpartisipasi dalam pembongkaran sebuah bank Rusia, dan
mengumpulkan dana untuk pembentukan Bank Nasional.48 Dalam perjalanan
perjuangan nasional ini, beberapa perempuan tercerahkan menyadari potensinya
48 Sanasarian, The Womens Rights Movement in Iran, h. 24.
47
untuk kegiatan politik yang terorganisir dan menggunakan momentum yang
disediakan oleh revolusi sebagai tempat untuk membawa perempuan menjadi
semakin sadar akan kondisi yang menindasnya. (4) Gerakan perempuan dalam
melawan UU Jilbab, pemberontakan demi memperoleh hak-hak kaum Muslimah
Iran ini dihancurkan secara kejam dengan ratusan pembunuhan, penganiayaan,
dan penyiksaan sebagaimana yang dahulu terjadi selama protes rakyat menentang
kekejaman yang dilakukan Reza Khan, pemula Dinasti Pahlawi yang memaksa
rakyat membuang kerudungnya, padahal dalam undang-undang (catatan
berdasarkan Pasal 638) jilbab/krudung agama dilegalisir untuk perempuan
diisyaratkan dalam Islam.49 Namun kondisi sekarang ini, menurut Dina Y
Sulaeman dalam bukunya menyatakan, banyak perempuan yang berjilbab hanya
dengan kerudung seadanya, menampakkan sebagian rambut dan leher. Model baju
pun semakin ketat dah bahkan bagian lengannya diperpendek. Terutama di
Teheran dan kota-kota besar lainnya.50 (5) Gerakan perempuan menekan Syah
dalam kesejahteraan dan kegiatan pendidikan, dengan adanya Reza Syah berkuasa
di tahun 1920, gerakan ini mulai mengalami kendala dengan munculnya
kediktaktoran baru. Reza Syah tidak memilki toleransi untuk setiap organisasi
independen dan non organisasi. Meskipun ia disukai beberapa perubahan dalam
status perempuan, tetapi secara bertahap dia ditekan organisasi perempuan untuk
menarik politik dan berkonsentrasi pada kesejahteraan dan kegiatan pendidikan
mereka. (6) Gerakan perempuan untuk memanfaatkan investasi ekonomi di Iran.
49 Islamic Parlement of Iran Post-Revolusion Legislations On Women, Familiy and Children. Article 102 of the Islamic Punishment Law on offences against public modesty and morality, h. 8. 50 Sulaeman Y Dina, Pelangi di Persia, Menyusuti Eksotisme Iran, (Depok: Pustaka Iiman, 2007), h. 97.
48
Pengembangan besar pertama bagi perempuan sejak pembentukan Republik Islam
datang, dengan kematian Ayatollah Khomeini dan pemilihan Ali Akbar Hashemi
Rafsanjani sebagai presiden pada tahun 1989. Menyusul berakhirnya perang Iran-
Irak yang menghancurkan (1980-1988), Rafsanjani memimpin selama periode
rekonstruksi ekonomi dan moderasi yang dirancang untuk menstimulasi
perekonomian Iran dan mengembalikan bangsa kepada masyarakat internasional.
Selama periode ini, perempuan memanfaatkan investasi ekonomi yang lebih besar
di lembaga-lembaga negara. Rafsanjani bahkan memerintahkan semua kementrian
dan pemerintahan propinsi membentuk kantor urusan perempuan. (7) Gerakan
perempuan dalam hak-hak dan tanggung jawab perempuan untuk menikmati
keadilan sosial dalam penegakkan hukum tanpa memandang jenis kelamin. Lebih
dari tiga puluh tahun telah berlalu sejak kemenangan Revolusi Islam Iran, namun
masih ada sejumlah pertanyaan dan ambiguitas tentang cara Republik Islam
berurusan dengan masalah hukum kontemporer dan kondisi saat ini, terutama
berkaitan dengan perempuan dan hak-hak perempuan.51 Salah satu di antaranya
adalah hak untuk menikmati keadilan sosial dalam penegakan hukum tanpa
memandang jenis kelamin.52 Hak-hak dan tanggung jawab, seperti hak untuk
kebebasan berpikir, perlindungan dari keberatan terhadap hak untuk menikmati
kesetaraan sosial ketika melaksanakan hukum tanpa pertimbangan jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan).
51 Dr. Ansia Khaz Ali, Iranian Women After The Islamic Revolution, h. 2. 52 The Chapter of Women’s Right and Responsibilities. Section 1/no 6, h. 11.
49
B. Peran Perempaun dalam Revolusi Iran
Perempuan dalam ideologi para pemimpin Republik Islam Iran dan
citranya memainkan peranan penting dalam pecahnya Revolusi Islam. Perempuan
itu sendiri berpartisipasi dalam pemberontakan dan tegas mendukung Revolusi.
Partisipasi perempuan dalam revolusi Iran tahun 1979 adalah historis yang tak
tertandingi. Bersama kaum pria perempuan-perempuan Iran berjasa besar dalam
penumbangan Dinasti Pahlevi.53
Selama 1977-1978, ketika gerakan melawan Syah dibentuk, perempuan
mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam perubahan. Untuk memobilisasi
kekuatan yang kuat melawan Syah, aktivis religious bekerja sama dengan
Ayatulloh Khomeini. Revolusi Iran adalah revolusi populer berdasarkan aspirasi
dan partisipasi dari berbagai kelas sosial penggulingan keditaktoran,
kepemimpinan ulama berhasil memobilisasi bahkan yang paling konservatif
tradisional terhadap penumbangan Syah. Namun, demonstrasi yang mencakup
tidak hanya aktivis perempuan yang sekuler, tetapi juga perempuan religious yang
ikut partisipasi dalam ruang publik.
Sementara itu, tanda-tanda pertama Revolusi mulai muncul pada tahun
1963. Hari demi hari, sampai ke final kemenangan Revolusi pada bulan Februari
1979, muncul tanda-tanda kembalinya kebangkitan sebuah identitas yang
disembunyikan selama periode kekerasan dan kontrol AS atas Iran. Fenomena
perempuan mengenakan jilbab diruang publik dan menyebar merupakan contoh
53 Nasir tamara, Revolusi Iran, hal. 505.
50
bersinarnya bentuk perlawanan. Dalam kata-kata dari 1978 Polisi rahasia Iran
(SAVAK) melaporkan:
"Dalam beberapa kali tren baru telah muncul di kalangan rakyat Iran.
Sejumlah gadis remaja dan perempuan muda ingin mengenakan kerudung
dan jilbab. Fenomena ini terlihat di depan tempat umum dan di jalanan.
Tidak ada keraguan bahwa itu menandakan tren agama baru ".54
Penekanan ini ditimpakan kepada mayoritas rakyat yang berwatak
keagamaan dan berperasaan religius. Penyiksaan, pemenjaraan dan persaingan
terhadap rakyat yang menolak kebijakan pemerintah, di satu sisi dilakukan oleh
organisasi polisi rahasia (SAVAK).55
Perempuan-perempuan telah berjuang secara mati-matian selama revolusi
dan kini mereka harus berjuang terus mencegah usaha-usaha membatasi peranan
mereka. “Kita harus bertempur untuk mendapatkan hak-hak dan perempuan-
perempuan Iran tahu bagaimana caranya. Bila orang-orang (Islam) fanatik coba-
coba membatasi hak-hak perempuan, perempuan Iran akan bertahan
menghadapinya. Apalagi di Iran banyak perempuan terdidik, ada sekitar 500.000
orang guru (pendidik) perempuan di Iran”.
Tidak ada keraguan bahwa perempuan memainkan peran yang sangat
penting dalam kemenangan revolusi Islam dan bahwa mereka menawarkan
dukungan yang tak tertandingi untuk para pemimpin, sebagaimana dinyatakan
54 Revolusi Iran dalam dokumen SAVAK, Vol 1, / 86 55 Republik Islam Iran Selayang Pandang, Kedutaan Besar Republik Islam Iran, h. 9.
51
oleh pemimpin Revolusioner. Ayatollah Khomeini juga kemudian memuji peran
perempuan pelopor dan terkemuka dalam revolusi.
C. Peran Perempuan di Bidang Politik dan Pendidikan
Iran telah menyaksikan perkembangan yang tak terhitung banyaknya
dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, politik dan banyak terkait lainnya sejak
kemenangan Revolusi Islam Iran tiga dekade lalu. Selama periode ini keluarga
dan hak juga mengalami perubahan cukup besar. Keluarga memiliki hak terbesar
terpusat pada hak-hak perempuan dan anak-anak. Akibatnya, perkembangan
tersebut tidak hanya mempertahankan praktik-praktik adat, tetapi juga telah
memodifikasi kebiasaan yang tidak semestinya tertentu untuk membawa hasil
yang lebih positif bagi masyarakat.
Peran perempuan dalam dunia politik dan pendidikan, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Bidang Politik
Untuk ukuran negara-negara berkembang di kawasan Timur Tengah,
sistem yang berlaku di Republik Islam Iran ini bisa dikatakan termasuk relatif
“liberal”. Kendati demikian struktur politik negara ini dilandaskan pada ajaran
Islam mazhab Syi’ah yang cenderung bersifat “teokratis”,56 dalam praktiknya
lembaga-lembaga politik modern mendapatkan tempat yang cukup penting.
56 Riza Sihbudi, Menyandra Timur Tengah, h. 245.
52
Presiden dan parlemen dipilih secara langsung melalui pemilihan umum yang
benar-benar bebas, rahasia, jujur dan adil, dan semua anggota kabinet yang
diangkat presiden terpilih masih harus mendapatkan persetujuan mayoritas
anggota parlemen.
Perang Dunia II membuka halaman lain dalam sejarah gerakan perempuan
di Iran. Kendati demikian banyak berkembang partai politik dan organisasi. Ada
beberapa organisasi perempuan baru muncul saat itu, yang berikut ini adalah
organisasi yang paling berpengaruh: Tashkilaat-e Zanaan-e Iran/Organisasi
Perempuan Iran, Hezb-eZanaan/Partai Perempuan, dan Jamiat-e Zanaan/Liga
Perempuan.
Pada tahun 1959, empat belas organisasi perempuan di bawah payung
Federasi Organisasi perempuan - federasi kemudian berubah menjadi organisasi
baru dan lebih terpusat: Jamiat Ali-kamu Shoraa-kamu-e Zanaan-e Iran (Dewan
Tinggi Perempuan Iran). Pada tahun 1966, yang kedua adalah digantikan oleh
sebuah organisasi baru bernama Saazemaan-e Zanaan-e Iran (Organisasi
Perempuan Iran) sebuah organisasi yang berlangsung sampai akhir rezim Syah
Pahlevi pada tahun 1979.57
Namun pada saat ini parlemen Islam Iran telah meninggalkan tujuh masa
selama tiga puluh tahun terakhir. Pemeriksaan pembuatan hukum karena masa
yang pertama pada tahun 1980 sampai akhir masa 7 tahun 2008 mengungkapkan
sejauh mana kekuasaan legislatif telah berusaha untuk membuat undang-undang
57 Ali Akbar Mahdi, The Iranian Women’s Movement: A Century Long Struggle, h. 432.
53
sepadan dengan situasi yang berlaku di negara tersebut.58 Kegiatan perempuan
untuk memperoleh kursi di parlemen Islam Iran itu memberikan alasan yang tepat
bagi mereka untuk membuktikan kehadiran mereka di legislatif. Sebuah survei
perbandingan jumlah kandidat perempuan yang mencalonkan diri untuk pemilihan
parlemen untuk tujuh jangka waktu di parlemen Islam Iran menunjukan bahwa 90
calon perempuan yang memenuhi syarat untuk kampanye pemilu di masa pertama
naik hampir menjadi 800 an (hampir sepuluh kali lipat) di parlemen.
Adapun tujuh masa pada waktu itu sebagai berikut:
a. Dalam parlemen masa pertama (1980-1984) empat wanita berhasil
memenangkan kampanye pemilu untuk masuk parlemen. Jumlah
anggota parlemen perempuan dalam istilah ini terdiri 6,1% dari jumlah
anggota parlemen.
b. Dalam legislatif masa kedua (1984-1988) empat wanita bisa menang
dalam kampanye pemilu. Sama seperti anggota parlemen perempuan
dalam jangka pertama memperoleh 6,1% dari total kursi. Tingkat
pendidikan mereka berkisar dari sekolah dasar hingga pendidikan
tinggi gelar master.
c. Pada parlemen masa ketiga (1988-1992) empat kursi yang
dimenangkan oleh anggota parlemen perempuan menunjukan 6,1%
dari jumlah kursi. Studi pendidikan mereka mulai dari sekolah dasar
hingga pendidikan tinggi master degree.
58 Islamic Parlement of Iran Post-Revolusion Legislations On Women, Familiy and Children, h. 1.
54
d. Dalam parlemen masa keempat (1992-1996) sembilan perempuan bisa
memenangkan kursi parlemen. Menunjukan 6,3% pada rasio jumlah
wakil deputi. Dalam istilah ini kehadiran perempuan tumbuh sebesar
125%, dibandingkan pada masa jabatan ketiga.
e. Dalam masa kelima (1996-1980) anggota parleman tumbuh menjadi 14
anggota mendaftar 6,5% dengan jumlah deputi. Tingkat pendidikan
mereka berkisar antara PhD dan untuk gelar sarjana.
f. Dalam masa keenam (2000-2004) berkisar 6,5% pada rasio jumlah
deputi. Tingkat pendidikan mereka berkisar dari PhD tertinggi untuk
tingkat sarjana.
g. Dalam masa ketujuh (2004-2008) jumlah anggota parlemen 13
perempuan mendaftar 6,5% pada jumlah deputi. Tingkat pendidikan
mereka antara PhD ke bawah.
Dari keterangan di atas bahwa peran wanita di parleman dalam tiga puluh
tahun terakhir atau setelah terjadinya revolusi Iran mengalami peningkatan, dan
perempuan telah menjadi sebagai penasehat menteri urusan perempuan dalam
empat puluh departemen dan badan pemerintah, dan telah bertindak sebagai
penasehat untuk urusan perempuan di 31 propinsi. Kehadiran perempuan di
parlemen untuk pengenalan yang berkaitan dengan perempuan, keluarga dan
anak-anak.
Sebuah perkembangan baru yaitu partisipasi perempuan muda dalam
gerakan mahasiswa di perguruan tinggi, banyak perempuan yang bergabung
55
dengan organisasi mahasiswa dan mengambil bagian dalam demonstrasi yang
berkaitan dengan peristiwa politik saat itu. Hak untuk berpartisipasi dan dipilih
dalam pemilu parlemen dan pemilihan dewan yang berbeda dan untuk mengambil
bagian dalam perencanaan pemerintah dan menempati posisi manajerial peringkat
tertinggi dengan memperhatikan peraturan.
Di dalam pidatonya Imam Khomeini mengatakan bahwa:
“Perempuan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik, dan bahkan
harus berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Islam adalah agama
politik. Semuanya di dalamnya adalah politik, bahkan praktik agama”.59
Konstitusi Iran juga mengatakan: "Anggota rakyat Iran, baik laki-laki
maupun perempuan, dilindungi sama oleh Undang-Undang dan menikmati semua
hak yang sama kemanusiaan, politik, ekonomi, dan budaya di bawah perlindungan
prinsip-prinsip Islam ". Beberapa hak-hak ini secara khusus ditegaskan dalam
Perjanjian Hak-hak dan tanggung jawab perempuan, seperti hak untuk kebebasan
berpikir, perlindungan dari keberatan terhadap hak untuk menikmati kesetaraan
sosial ketika melaksanakan hukum tanpa pertimbangan jenis kelamin, hak untuk
memperoleh pengetahuan dan hak untuk membentuk partai, berpartisipasi dalam
pemilihan umum dan parlemen (Klausul 3-11 Bagian Satu, dan Klausa 112 dan
115 Bagian Keempat).
Salah satu perempuan yang menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan
untuk saat ini adalah Fatimah Vaez Javadi. Sebagai salah satu dari sembilan wakil
59 Ansia Khaz Ali, Iranian Women After The Islamic Revolution, h.15.
56
presiden. Selain itu, ia juga di angkat menjadi ketua Organisasi Perlindungan
lingkungan. Dokter Geologi yang juga dosen Universitas Shiraz di Iran ini adalah
satu-satunya perempuan dalam kabinet Nejad.60 Lebih dari 2.336 anggota dewan
kota dan desa serta satu pertiga pegawai negeri dan 35 persen jabatan pengelola
pemerintah di seluruh Iran diduduki oleh kaum perempuan. Dengan sistem
republik Islam yang mengijinkan perempuan ikut serta dalam dunia perpolitikan,
Iran mendobrak hegemoni negara-negara timur tengah yang cenderung hanya
menempatkan pria di kursi pemerintahan. Prose demokratisasi telah membuat
pemerintah Iran memberikan aksesibilitas terhadap kaum perempuan yang selama
ini di anggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di
pemerintahan.
Bahkan setelah revolusi, sejumlah besar perempuan memasuki pelayanan
sipil dan pendidikan tinggi, dan pada tahun 1996 empat belas perempuan terpilih
untuk Majelis Permusyawaratan Islam. Pada tahun 2003, hakim perempuan pertama
Iran, Shirin Ebadi , memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian atas upayanya dalam
mempromosikan hak asasi manusia.61 Ia lahir pada 21 juni 1947 di Hamedan. Karir
Shirin Ebadi sebagai seorang pengacara mantan hakim, dan aktivis hak asasi
manusia dan pendiri Pembela Pusat Hak Asasi yang menghantarkannya menerima
Penghargaan Nobel Perdamaian atas usahanya dalam penegakan demokrasi dan
hak asasi, terutama hak-hak perempuan dan anak-anak. Ia merupakan penyandang
gelar doktor dalam bidang hukum perdata dari Universitas teheran pada 1971.
Berbagai posisi jabatan dalam Departemen Kehakiman pernah ia lakoni. Ia pernah 60 Politik Perempuan ala Khatamai. Gatra, 17 September 2005, h. 93.
61 Http://www. Wikipedia. Com
57
menjabat sebagai presiden pengadilan Kota Teheran pada tahun 1975-1979 dan
merupakan perempuan Iran pertama yang mencapai status Ketua Hakim.62
Pada konferensi pers tak lama setelah pengumuman Hadiah Perdamaian,
Shirin Ebadi sendiri secara eksplisit menolak campur tangan asing dalam urusan
negara: "Perjuangan untuk hak asasi manusia dilakukan di Iran oleh rakyat Iran,
dan kami menentang setiap intervensi asing di Iran. Sejak menerima Hadiah
Nobel Ebadi telah kuliah, mengajar dan menerima penghargaan di berbagai
negara, mengeluarkan pernyataan dan membela orang yang dituduh melakukan
kejahatan politik di Iran.
Dalam pidatonya di Forum Dunia Ketiga 2004 ia menyatakan: Perempuan
adalah korban pertama dari kemiskinan. Selain itu, mereka menghadapi
diskriminasi dalam hukum dan dalam praktek di banyak negara di dunia. Kita
harus berjuang melawan budaya patriarki. Perempuan dan laki-laki harus bekerja
bergandengan tangan melawan bahwa kebudayaan yang menyangkal hak-hak
setara bagi perempuan dan laki-laki. Di negara Iran, sikap patriarkal yang lazim:
banyak perempuan adalah lulusan tingkat tinggi, tetapi laki-laki menempati posisi
pengambilan keputusan. Undang-undang diskriminasi terhadap perempuan ini: di
bawah hukum pidana, kehidupan seorang perempuan adalah setengah nilai
seorang pria, nilai hukum dari kesaksian perempuan adalah setengah dari
kesaksian seorang pria.63 Pada tahun itu juga Shirin mengajukan gugatan terhadap
62 100 Great Women, Suara perempuan yang menginspirasi Dunia, (Yogyakarta: penerbit
Jogja Bangkit Publisher/gedung galang press center, 2010) cet 1, h. 144. 63http://www.writespirit.net/inspirational_talks/humanitarian_talks/talks_shirin_ebadi/thir
d_world_forum/index.html
58
Departemen Keuangan AS karena pembatasan yang ia hadapi selama penerbitan
memoarnya di Amerika Serikat.
Gerakan perempuan dalam sejarah Iran modern dan perubahan yang sesuai
pada posisi pemerintah ke arah yang lebih tinggi, membantu menerangi naik dan
turunnya dari tren politik yang lebih luas: reformisme, sekularisme, dan terakhir
pukulan balik konservatif dibuktikan dalam kenaikan dari "neo-konservatif" dan
pada pemilihan Ahmadinejad tahun 2005. Hubungan ini diilustrasikan dengan
mengacu pada tiga titik balik dalam sejarah negara di mana perubahan dalam
gerakan perempuan telah terkait erat dengan peristiwa politik dan kunci ideologi
dalam politik Iran.64
2. Bidang Pendidikan
Di Iran, kaum perempuan selain mempunyai hak untuk ikut pemilihan-
pemilihan umum, mendapat pendidikan dan juga bekerja meskipun gaji mereka
untuk pekerjaan yang sama lebih rendah dari yang diterima kaum laki-laki.65
Mereka tetap mempunyai hak untuk menikmati dukungan yang diperlukan di
bidang pendidikan, akses ke pendidikan tinggi, dan pelatihan teknik dan kejuruan
untuk perempuan dengan cacat fisik dan mental yang proporsional dengan bakat
dan tingkat kecacatan.66 Dan bidang pekerjaan antara perempuan yang tinggal di
kota dan di desa tentu saja berbeda. Di kota-kota perempuan bekerja di bidang
pendidikan, pengacara, sekretaris-sekretaris kantor, pelayanan, kesehatan dan lain 64 http://muftah.org/?p=803 65 Nasir tamara. Revolusi Iran, h. 406. 66 The Charter of Women’ Rights and Responsibilities. In the Islamic Republic Of Iran. H. 19.
59
sebagainya. Gaji mereka lebih besar jika dibandingkan dengan rekan-rekan
sejenis yang bekerja di desa-desa. Di kota juga jumlah yang buta huruf jauh lebih
sedikit.
Kemajuan kaum perempuan Iran dan kelebihan mereka dalam berbagai
kegiatan nasional Iran semakin meningkat, salah satu contohnya adalah
banyaknya prestasi yang diraih oleh perempuan. Sementara dewan kebudayaan
dan sosial perempuan yang dibentuk pemerintah juga berjuang keras agar
diskriminasi terhadap perempuan segera diakhiri khususnya di perguruan tinggi.
Pemerintah juga aktif mengirim perempuan dalam konperensi perempuan
Internasional.67 Di samping mereka sudah mencapai kemajuan dalam pendidikan
yang semakin meningkat, ada juga beberapa faktor yang memudahkan mereka
dalam memasuki dunia pendidikan, salah satunya adalah :
1. Dihapuskannya peraturan pembatasan pemilihan jurusan di tingkat
universitas, pada tahun 1994, 30 persen pegawai pemerintah dan 40 persen
mahasiswa di universitas adalah perempuan.68 Para perempuan yang sebelumnya
tidak dapat mendaftar ke beberapa jurusan di universitas, seperti jurusan hukum,
kedokteran dan teknik karena adanya aturan bahwa jurusan tersebut hanya untuk
pria, saat itu sudah dapat mendaftar ke berbagai jurusan yang sesuai dengan
kehendak mereka. Peluang untuk mencapai prestasi tertinggi bagi perempuan Iran
dalam pendidikan, pemerintah pun membangun universitas khusus bagi kaum
perempuan, seperti Universitas Al-Zahra, dihapuskannya aturan yang 67 Cipto Bambang, Dinamika Politik Iran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) h. 86.
68 John L Esposito dan John Ovoll. Demokrasi di negara-negara Muslim: problem dan prospek. Terjemahan rahmaniastuti. (Bandung: Mizan, 1999) h. 88.
60
mendiskriminasikan kaum perempuan Iran dalam mengenyam pendidikan
tentunya sejalan dengan landasan persamaan derajat antara laki-laki dan
perempuan. Kesempatan dan kemajuan yang tidak dimiliki oleh perempuan
negara-negara lain.
2. Diadakannya pendidikan gratis bagi perempuan, Konstitusi Republik
Islam menjamin penyediaan pendidikan gratis bagi semua orang Iran dan
berkomitmen untuk mengembangkan penyediaan pendidikan tinggi gratis untuk
negara Iran.
3. Adanya pemberantasan buta huruf, pemerintah selain memberikan
pendidikan bagi perempuan telah melaksanakan pemberantasan buta huruf, hal ini
ditujukan bagi mereka yang tidak sempat mengikuti pendidikan pada usia sekolah.
Gerakan ini dipromosikan oleh Imam Khomeini.69 Imam Khomeini
mengumumkan perjuangan selama awal periode revolusioner kemenangan dalam
sebuah pidato, mengatakan: "Buta Huruf laki-laki dan perempuan harus dimulai
pendidikan mereka, dan melek huruf harus mengajar mereka. Pendidikan dan
pembelajaran adalah bentuk-bentuk ibadah yang Allah telah memanggil kita untuk
melakukannya "(Imam Khomeini, 27/12/1980). Pidato ini menerangkan bahwa
kewajiban orang-orang yang melek huruf harus mengajarkan orang-orang yang
buta huruf, supaya pendidikan di Iran lebih maju dari sebelumnya, dan
dikarenakan itu juga bentuk ibadah yang diwajibkan Tuhan kepada hambanya. Ini
tertuang di dalam al-Quran dan dipertegas dalam mukaddimah Konstitusi
Republik Islam Iran.
69 Perjanjian Hak-Hak Perempuan dan Tanggung Jawab, Bagian Ketiga, Pasal 78
61
Selama 25 tahun terakhir, revolusi Islam telah mampu mewujudkan
tingkat yang signifikan. Ia telah mencapai keberhasilan besar dalam perjuagannya
melawan buta huruf. Iran telah mampu meningkatkan tingkat melek huruf untuk
orang-orang yang berusia di atas enam tahun. Tingkat melek huruf pada tahun
1976 (dua tahun sebelum revolusi) adalah 28,7% hingga naik menjadi 85% pada
tahun 2005. Perempuan Iran telah mengambil langkah besar di daerah ini selama
tiga puluh tahun terakhir, yang jelas merupakan bukti perencanaan pendidikan dan
budaya yang sukses setelah revolusi.
Presentase melek huruf laki-laki dan perempuan di daerah perkotaan dan
pedesaan meningkat antara tahun 1986-2006. 70
Tingkat melek huruf bagi mereka yang berusia di atas 6:
1976 – Laki-laki 58,9% - Perempuan 35,5%
1986 - Laki-laki 71,4% - Perempuan 51,9%
70 Ansia Khaz Ali, Iranian Women After The Islamic Revolution, hal . 7.
62
2006 - Laki-laki 88,74% - Perempuan 80,34%
Tingkat melek huruf pemuda (15 - 24 tahun):
1976 - Laki-laki 71,05% - Perempuan 42,67%
1986 - Laki-laki 84,85% - Perempuan 65,52%
2001 - Laki-laki 97,3% - Perempuan 94,1%
2006 - Laki-laki 97,14% - Perempuan 96,13%
Dari table tersebut di atas disimpulkan bahwa adanya peningkatan yang
luar biasa, dengan meningkatnya jumlah guru perempuan, dalam pendidikan
sekunder pun mencapai hasil yang lebih baik. Banyak gadis yang meraih
penghargaan internasional di berbagai kompetisi internasional. Akan tetapi
sesungguhnya, perempuan yang memilih memperjuangkan hak-haknya, baik
untuk memasuki akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan lainnya, pada
saat itulah mereka telah menganut dan menjalankan Islam yang sesungguhnya.
63
Persentase lulusan perempuan di universitas naik dari 28,6% pada tahun
1976 menjadi 50,3% pada tahun 2006 meningkat 75,9%. Terlihat ada penurunan
sebesar 30% dalam persentase laki-laki selama periode yang sama. Persentase
laki-laki dan perempuan kira-kira sama pada tahun 2005. Keberhasilan di bidang
pendidikan, khususnya obat, telah menakjubkan. Pada tahun 1977 jumlah yang
besar untuk dokter di Iran di bandingkan negara-negara tetangga, pada saat
populasinya tidak lebih dari 33 juta. Saat ini populasi memiliki dua kali lipat, dan
negara juga telah menyaksikan kenaikan yang luar biasa dalam jumlah dokter.
Sejumlah dokter perempuan Iran telah membangkitkan inovasi baru dan
mencapai sukses ilmiah yang besar. Misalnya, dunia telah menyaksikan
keberhasilan Dr. Fairouzi dalam mengobati kelumpuhan tulang belakang. Dr.
Fairouzi yang meletakkan dasar-dasar untuk transplantasi sel Schwann untuk
memperbaiki kerusakan tulang belakang. Dan perempuan telah memperoleh 58%
dari pekerjaan mengajar dilembaga pendidikan tinggi nasional dan 60% dari
posisi mengajar di universitas.
64
Persentase perempuan diterima di universitas dan institusi pendidikan
tinggi meningkat dari 32,5% di 1976 dan 59,9% pada tahun 2007 - kenaikan lebih
dari 80%. Persentase antara laki-laki jatuh selama periode yang sama lebih dari
38%.71
Grafik di atas menunjukkan bahwa persentasi perempuan menjadi lebih
besar dari persentase laki-laki di semua akademis di universitas dan lembaga
pendidikan tinggi untuk tahun akademik 2006 - 2007 kecuali bidang studi teknik
dan taknik mesin. Sebanyak 58,6% dari mereka mengaku adalah perempuan.
Universitas tertinggi tingkat penerimaan untuk perempuan sebesar 68,3% di
bidang medis.
Kebijakan medis yang diterapkan oleh negara Islam telah menjadi salah
satu kecukupan diri perempuan dalam spesialisasi yang berkaitan dengan
perempuan, termasuk melahirkan. Perbandingan perempuan untuk laki-laki yang
bekerja di bidang ini meningkat dengan demikian telah terlihat seperti ditunjukkan
oleh statistik.
71 Laporan Berkala
65
Angka untuk spesialis dalam bidang kebidanan dengan jenis kelamin
selama tiga puluh tahun terakhir adalah:
Tahun
Jenis Kelamin Spesialis Pria Spesialis Wanita
1976-1986 84% 16% 1896-1996 7% 93% 1996-2006 2% 98%
Seperti tabel di atas menunjukkan bahwa persentase laki-laki yang bekerja
di spesialis kebidanan telah menurun secara signifikan selama tiga dekade
terakhir. Tingkat laki-laki telah jatuh dari 84% menjadi hanya 2% - penurunan
sebesar 97,6%. Pada saat yang sama, telah terjadi peningkatan dalam persentase
spesialis perempuan yang bekerja di kebidanan. Angka ini telah meningkat dari
16% sampai 98%, peningkatan sebesar 512,5%.72
Pembahasan di atas menunjukan bahwa perempuan terdiri atas satu-
setengah dari total jumlah penduduk, tingkat partisipasi politik mereka, baik
sebagai pemilih dan menengah umum pemegang kantor cukup rendah. Tampak
bahwa tingkat kemajuan perempuan jauh lebih tinggi dalam mencapai pendidikan
daripada berpartisipasi dalam kegiatan politik.73 Ini berarti bahwa tren modernisasi
belum memberikan hubungan langsung antara variabel-variabel pendidikan dan
politik. Akibatnya, upaya yang cukup besar harus dilakukan untuk menyoroti
kepentingan dan partisipasi perempuan dalam urusan politik sementara mereka
dengan cepat mendapatkan tempat yang lebih tinggi di institusi pendidikan.
72 Ansia Khaz Ali, Iranian Women After The Islamic Revolution. h. 12. 73 Jane W. Jacqz , Iran: Past, Present and Future, h.209
66
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari skripsi ini, maka penulis memberikan kesimpulan
bahwa Revolusi Islam Iran telah dibukukan oleh pemimpin revolusi yaitu Imam
Khomeini. Tujuan utama dari Imam Khomeini dalam revolusi Iran adalah sebagai
berikut: Pertama, untuk melindungi kesucian baik laki-laki dan perempuan dan
untuk memperingatkan terhadap orang-orang yang menganggap mereka adalah
obyek seksual; kedua, untuk melindungi keluarga dan untuk memiliki undang-
undang yang memastikan hal ini, serta undang-undang yang melindungi hak-hak
perempuan; dan ketiga, untuk menyeimbangkan kebutuhan perempuan di bidang
politik, sosial dan pendidikan dengan kebutuhan perempuan untuk menjaga peran
penting mereka di dalam keluarga.
Perempuan juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya revolusi
Iran, perempuan sangat berjasa sekali dalam penumbangan rezim Syah Pahlevi.
Perjuangan perempuan dalam revolusi ini untuk mewujudkan hak-hak mereka,
serta meminta diberi kesempatan bekerja di luar rumah. Perempuan juga berjuang
keras agar diskriminasi terhadap mereka juga segera diakhiri khususnya di
perguruan tinggi. Karena setiap individu warga negara laki-laki maupun
perempuan, harus mendapatkan perlindungan yang sama di bawah undang-undang
dan semua hak asasi didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Dalam bidang politik Iran mengijinkan perempuan ikut serta dalam dunia
perpolitikan, Iran mendobrak hegemoni negara Timur Tengah yang cenderung
67
hanya menempatkan pria di kursi pemerintahan. Proses demokratisasi telah
membuat pemerintah Iran memberikan aksebilitas terhadap kaum perempuan
yang selama ini dianggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di
pemerintahan. Anggota dewan kota dan desa serta pegawai negeri dan jabatan
pengelola pemerintah di seluruh Iran diduduki oleh kaum perempuan.
Dalam bidang pendidikan, dengan sistem republik Islam peran perempuan
di Iran semakin baik. Apalagi bila dibandingkan dengan negara tetangganya yang
kebanyakan di bawah pengaruh AS. Kita sekarang dapat melihat prestasi yang
dibuat perempuan di Iran terlepas dari apakah media yang pro atau melawan
pemerintah. Statistik menunjukkan tingginya tingkat pendidikan perempuan di
Iran di segala bidang, khususnya di bidang kedokteran dan seni. Di Iran, laki-laki
dan perempuan belajar bersama di universitas, kecuali sejumlah universitas dan
perguruan tinggi yang untuk perempuan saja. Ada juga hukum yang memberikan
perempuan hak untuk pendidikan dan hak sosial yang signifikan, bahkan lebih
dari pada laki-laki.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. “Metode Penelitian Sejarah” (Jakarta: logos wacana ilmu. 1999
Abrahamian, Ervand “Iran Between Two Revolution” Princeton University Press. 1983
Alhadar. Smith “ Iran Tanah Peradaban; Iran The Cradle of Civilization” Cet 1. jakarta
2009
An Introduction To The Legal System Of The Islamic Republic Of Iran./ International
affaris office of Judiciary.
Ar-Rusydi, Mirza Maulana Mahmoud Ahmadinejad, Singa Persia VS Amerika Serikat—
Cet I—Jogjakarta: GARASI, 2007
As-Siba’y. Musthafa “Wanita di antara hukum Islam dan perundang-undangan”bulan
bintang 1999. Jakarta
Awan, Muhammad “Rencana Nuklir Israel” Membongkar Konspirasi Yahudi
Menghancurkan Dunia Dengan Senjata Nuklir. Penerbit Navila Idea. Cet 1 Jakarta
2010
Bambang Cipto, Dinamika Politik Iran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Esposito L John dan Ovoll John. Demokrasi di negara-negara Muslim: problem dan
prospek. Terjemahan rahmaniastuti. (Bandung: Mizan, 1999)
Ensiklopedi geografi. Jakarta: Lentera Abadi, 2006
69
http://indonesian.index.com
http://rinakarlinarina.blogspot.com/2009
http://www.wikipedia.com
http://www.writespirit.net/inspirational_talks/humanitarian_talks/talks_shirin_ebadi/third
_world_forum/index.html
Islamic Parlement of Iran Post-Revolusion Legislations On Women, Familiy and
Children. Article 102 of The Ilamic punishment Law on offences against public
modesty and morality
Izzudin Irsam Mujib-Diyah Rahma Fauziana “Khomeini dan Revolusi Iran” Cet-1
Jakarta 2009
Ja’far, Muhammad Anas Qosim “Mengembalikan hak-hak politik perempuan. Jakarta:
Azan Gedung Media, 2001
Kedutaan besar republik Islam Iran “Republik Islam Iran Selayang Pandang”
Khaz Ali, Ansia “Iranian Women After The Islamic Revolution”
Muhammad Al-Jamal, Ibrahim, “Fiqh Islam Ibadah Muamalat” (Pustaka Imani, Jakarta)
Moosavi, Sadroddin “The Islamic Revolution of Iran A Sociological Study”. Volume I
Munsen, JR Henry “Islam in Revolution in the Middle East” Vole University Press. New
Heven and London
70
Sanasarian, Eliz, The Women's Right Movement in Iran: Mutiny Appeasement and
Repression from 1900 to Khomeini (USA: Praeger Press, 1982)
Sihbudi, M Riza “Menyandra Timur Tengah” PT Mizan Publika cet 1 2007
Sihbudi, M Riza “Biografi Politik Imam Khomeini” Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama
dan ISMES, 1996
Sulaeman, Y Dina “Pelangi di Persia, Menyusuti Eksotisme Iran” Penerbit Pustaka
Iiman Cet-1 Des 2007
Tamara, Nasir “Revolusi Iran” (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1980)
The Chapter of women’s right and responsibilities. Ratification of the 546th Session
September 21, 2004
Umar, Nasaruddin “Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci” Jakarta
Upton, M Joseph “The History Of Modern Iran an Interpretation” Harvard University
Press 1970
Don Peretz, The Middle East Today Westport, CT: Praeger Publishers, 1994
Velayati, Ali Akbar “Ensiklopedia Islam & Iran; Dinamika Budaya dan Peradaban
Islam yang Hidup” Jakarta: Mizan Publika, September 2010
Yamani, Mai “Feminisme dan Islam”: Perspektif Hukum dan Sastra. Cet 1.2002
Zabid, Faruk “ Wanita dalam sejarah Islam”.cet 1. Jakarta 1987
71
100 Great Women, Suara perempuan yang menginspirasi Dunia, (Yogyakarta: penerbit
Jogja Bangkit Publisher/gedung galang press center, 2010)