Upload
prita-kartika
View
25
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pendahuluan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah yang umumnya dipakai
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk merupakan kondisi kurang
gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan
sehari-hari.1
Gizi buruk merupakan masalah serius yang sering terjadi terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, gizi
buruk dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan
kecerdasan hingga menurunya imunitas anak yang berakibat terhadap berkurangnya
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.2
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga ( kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Masalah gizi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya. Sekarang ini
masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian.3
Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di
wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro.
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan
yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak
1
baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi
buruk.3
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat
badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian
antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia. Ukuran
antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan
alat ukur.3
Secara klinis gizi buruk terdapat dalam tiga tipe yakni kwashiorkor,
marasmus, dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan
pangan yang sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan
terlalu dini, sedangkan kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan
protein. Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal
ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Insidensi Marasmus
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005
dari 241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang
menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia
lima tahun (balita).4
Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa
penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari
2
10 balita menderita gizi kurang. Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak
mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus. Umumnya kondisi ini dialami
masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan serius yang
terjadi di negara-negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta
kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun di negara
berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus. Penderita gizi
buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo
Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal
ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan
penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangundan
serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia.4
3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Konsep Gizi
2.1.1 Hubungan gizi dan proses tumbuh kembang
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.5
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan
fungsi tingkat sel , organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).6
Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi di dalamnya termasuk pula
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.6
Perkembangan anak yang sehat searah (paralel) dengan pertumbuhannya.
Pertumbuhan lebih menekankan pada aspek fisik sedangkan Perkembangan lebih
menekankan pada aspek pematangan fungsi organ, terutama kematangan sistem saraf
pusat.6
4
Konsumsi makanan yang tepat dengan gizi yang seimbang merupakan faktor
utama yang menentukan perkembangan terhadap pertumbuhan berjalan searah sesuai
dengan pertambahan umur anak.6
Berikut ini adalah empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia:
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti
jaringan tubuh yang rusak.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangn air, mineral, dan
cairan tubuh yang lain.
d. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.7
2.1.2 Hubungan Gizi dengan Kesehatan dan Kecerdasan Otak
a) Hubungan Gizi dengan Kesehatan
Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan
dengan gangguan gizi melalui berbagai cara: yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat
juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/muntah-muntah atau
mempengaruhi metabolisme makanan dan banyak cara lain. Gizi kurang menghambat
reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya prevalensi dan beratnya
penyakit infeksi. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerjasama, dan bila
bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk.8
5
Pada anak-anak, penurunan taraf gizi ini selain dari karena kehilangan cairan
tubuh, juga dapat disebabkan karena kebiasaan menghentikan makanan sewaktu sakit
diare atau karena tiadak ada nafsu makan sewaktu sakit. Juga disebabkan karena
gangguan absorbsi makanan selama diare, maupun perpendekan waktu makanan
berada di dalam usus.8
b) Hubungan Gizi dengan kecerdasan
Masalah defisiensi gizi khususnya KKP (kekurangan kalori protein) menjadi
perhatian karena berbagai penelitian menunjukkan adanya efek jangka panjang KKP
ini terhadapa pertumbuhan dan perkembangan otak manusia. Pertumbuhan paling
cepat sel-sel otak terjadi pada bulan ke-3 dan ke-4 kehamilan, dan maksimal
mencapai maksimal pada minggu ke-26. Perbanyakan sel otak akan terhambat atau
terhenti jika pada masa ini zat-zat yang diperlukan tidak tersedia dalam jumlah yang
mencukupi, atau jika ibu hamil menderita gizi buruk. Hasil penelitian menunjukkan
bahw retardasi pertumbuhan otak banyak terkait dengan masukan makanan yang
kurang, terutama kurang energy dan protein, serta defisiensi zat gizi tertentu.8
Pada usia anak 2-3 tahun, disamping masukan energi dan protein, masukan zat-
zat gizi khusus, seperti seng, besi dan vitamin A, perlu mendapat perhatian yang
layak karena ada relevansinya dengan perbanyakan sel tertentu dan bagian dari otak.
Konsekuensinya kelak dapat mengganggu kemampuan anak memecahkan masalah
dan mengingat informasi serta mengurangi daya cipta.
Pada usia dua tahun 50% dari sel-sel otak anak sudah dilengkapi dengan dendrit,
pada usia enam tahun 70%, pada usia 20 tahun 90%, dan sisanya dipenuhi pada usia
6
selanjutnya. Lebih banyak dendrite yang terbentuk, berarti lebih banyak sinapsis
yang berpotensi untuk lebih berkemampuan dalam belajar. Jika pada masa puncak
pembentukan dendrite tidak tersedia cukup zat gizi maka jumlah sinapsis yang
terbentuk akan berkurang, dan pada gilirannya fungsi mental kurang, seperti: daya
ingat kurang, kapasitas belajar kurang, atau ambang sakit rendah.8
2.1.3 Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.6
a. Antropometri
Secara Umum Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi
b. Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan kecukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, ramput dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Status gizi ditentukan melalui tanda
(sign), gejala (symptom) atau riwayat penyakit
c. Biokimia
Penelitian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan laboratoris terhadap
darah, urine, tinja, dan juga jaringan tubuh seperti hati dan otot. Namun,
7
penentuaan keadaan fisiologi seperti ini lebih cocok untuk menentukan
kekurangan gizi ang spesifik
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dari jaringan. 6
Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri
gizi. Dewasa ini dalam pemantauan status gizi balita dan screening status gizi
masyarakat gizi selalu digunakan metode tersebut. 6
2.1.4 Antropometri Gizi
Parameter yang digunakan dalam pengukuran antropometri, menurut antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, ligkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Sementara dalam pelaksanaan sehari-
hari, ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering berpakai, adalah berat badan,
tinggi (panjang) badan, lingkaran kepala, lingkaran lengan atas, dan lipatan kulit.
Berikut ini uraian mengenai parameter tersebut.6,7
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran
tinggi dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
8
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat
laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis
seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Berat badan menggambarkan
jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak
tubuh cenderung menungkat, dan protein otot menurun. Pada orang edema dan
asites terjadi penamabahn caiaran dalam tubuh. Adanya tumor dapat
menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan
gizi. Alat ukur untuk penimbangan anak balita dianjurkan menggunakan dacin.
c. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu
tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umum dapat
dikesampingkan
d. Lingkar Lengan atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-
alat sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal
untuk indeks status gizi.
9
e. Lingkaran Kepala
Ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi pertumbuhan otak dan karena laju-
tumbuh pesatnya pada saat berumur 3 tahun hanya 1 cm dan hanya meningkat 5
cm sampai usia remaja/dewasa maka dapat dikatakan bahwa manfaat
pengukuran lingkaran kepala ini hanya terbatas sampai usia 3 tahun kecuali
untuk kasus tertentu.
f. Lipatan kulit
Ukuran tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan subskapuler merupakan
refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit yang mencerminkan
kecukupan energy. Dalam keadaan defisiensi, lipatan kulit menipis dan
sebaliknya menebal jika masukan energi berlebihan. Tebal lipatan kulit
dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada
kasus obesitas.8
Parameter antropometri merupakan dasar status gizi. Kombinasi antara beberapa
parameter disebut indeks antropometri. Berdasarkan ukuran nilai baku standard
Harvard dan Walanski, penggolongan status gizi menurut indeks antropometri adalah
sebagaimana yang ditunjukkan dalam table berikut:7,8
Keadaan Gizi Menurut Indeks Antropometri
10
Status GiziAmbang Batas Baku Untuk Keadaan Gizi Berdasarkan Indeks
BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB
Gizi Baik > 80% >85% >90% >85% >85%
Gizi Kurang 61-80% 71-85% 81-90% 71-85% 76-85%
Gizi Buruk <60% <70% <80% <70% <75%
Sumber: Puslitbang Gizi (1989) dikutip dari Supariasa (2002)
2.2 MARASMUS
2.2.1 Definisi
The World Health Organization (WHO) mendefinisikan malnutrisi sebagai
ketidakseimbangan selular antara suplai nutrisi dan energy dengan kebutuhan tubuh
terhadapnya untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan perkembangan fungsi
spesifik.9
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dalam waktu yang
cukup lama, yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada <-
3 SD tabel baku WHO-NCHS.10
Gizi buruk (malnutrisi) dapat terjadi sebagai bentuk defisiensi zat gizi tunggal
atau defisiensi bberapa zat gizi. Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah contoh dari
malnutrisi dari energy dan protein.1
2.2.2 Etiologi
11
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1. Masukan makanan yang kurang4
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak;
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
Asupan gizi yang kurang yang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:1
a. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6
bulan anak yang tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat,
baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-
ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral
lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali
anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan
gizi balita karena ketidaktahuan
b. Ketersediaan Pangan di Tingkat Rumah Tangga
12
Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat keluarga dan jika tidak
cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi. Tidak
tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial
ekonomi. Kadang - kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik
maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data
Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik
antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau
akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan
pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang
kekurangan gizi.
c. Pola makan yang salah.
Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan
balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua
mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan
kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI,
manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya
lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan
anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang
meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI,
13
kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan,
mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar
dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu
dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak
daging, telur, santan dan lain-lain) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk
mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup. Interaksi antara ibu
dengan anak berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak yang
mendapatkan perhatian lebih baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu
mendapatkan senyuman, mendapat respon ketika berceloteh dan mendapatkan
makanan yang seimbang, maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan
teman sebayanya yang kurang mendapat perhatian orang tua.
2. Infeksi4
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan4
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,
cystic fibrosis pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus4
14
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap
yang kurang kuat.
5. Gangguan metabolik4
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance.
6. Tumor hypothalamus4
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah
disingkirkan.
7.Urbanisasi4
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang
terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi
berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
2.2.3 Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang factor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukanGopalan
menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
15
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, akan tetapi kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi jika kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan
diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari
cadangan di tubuh.4
2.2.4 Gambaran klinis
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat
mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah
wajah si anak lonjong,berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot
lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak
terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut
hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat
badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi atau susah
buang air, serta penyakit kronik dan Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan
berkurang.11
16
2.2.5 Diagnosis
2.2.5.1 Anamnesis12
Keluhan yang sering ditemuan adalah pertumbuhan yang sangat kurang,
seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Bisa juga
didapatkan keluhan anak kurang/tidak mau makan atau sering menderita sakit yang
berulang.
2.2.5.2 Pemeriksaan Fisik12
a. Penampilan wajah seperti orang tua (old man face), terlihat sangat kurus
b. Perubahan Mental
c. Kulit kering, dingin dan mengendor
d. Rambut kering, tipis dan rontok
e. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
f. Otot atrofi hingga tulang terlihat jelas
g. Sering diare aau konstipasi
h. Kadan terdapat Bradikardi
i. Tekanan darah lebih rendah dibanding anak yang sebaya/seumur
j. Kadang frekuensi nafas menurun
2.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang12
17
a. Darah Lengkap, Urin Lengkap, Feses lengkap, protein
serum(albumin,gloubulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak.
b. Radiologi (Ro Thoraks).
c. EKG
2.2.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,
asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.1
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap:4
1. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan
Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak
200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan
penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori
18
yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari
dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral
yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada
hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A
diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang
perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk
preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg
BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan
1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet. Jenis
makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi.
19
Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan
streptomycin.4
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan pada gizi buruk:1
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar
gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b) Hipotermi
Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan
botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam. Pemantauan penderita
dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan
serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai
pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai
pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan
sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah
kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu
makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan
sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah
menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan
tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan,
pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat
penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.
20
2.2.6 Pencegahan2
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi pada umur 6 tahun ke
atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi lengkap.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
21
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen
feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta
pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah
endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining /
deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk
saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di
posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut
tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan dan
edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif.
Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang
dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka
masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian
edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos
yang salah pada pemberian makan pada anak.
2.2.6 Prognosis
22
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian
karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat
pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya
pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari,
mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat under
nutrition.4
Lebih dari 40% anak-anak yang menderita KKP meninggal. Kematian yang
terjadi biasanya disebabkan oleh:
a. gangguan elektrolit
b. infeksi
c. hipotermia (suhu tubuh yang sangat rendah)
d. kegagalan jantung.
Efek jangka panjang dari malnutrisi pada masa kanak-kanak tidak diketahui.
Jika anak-anak diobati dengan tepat, sistem kekebalan dan hati akan sembuh
sempurna. Tetapi pada beberapa anak, penyerapan zat gizi di usus tetap mengalami
gangguan. Beratnya gangguan mental yang dialami berhubungan dengan lamanya
anak menderita malnutrisi, beratnya malnutrisi dan usia anak pada saat menderita
malnutrisi. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai anak
mencapai usia sekolah dan mungkin lebih.13
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
23
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab
kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas.
Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan
mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah
generasi penerus bangsa.1
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui
pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial
antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab
perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu.
Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan
pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah
pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit
dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.
Kian banyaknya temuan kasus gizi buruk, baik kwashiorkor, maramus
maupun marasmus kwashiorkor menunjukkan bahwa persoalan gizi di Indonesia
belum dapat menorehkan tinta emas. Revitalisasi posyandu dan sosialisasi akan
kesadaran gizi masyarakat tampaknya perlu terus digaungkan agar penapisan
terhadap status gizi dapat berlangsung lebih dini.
25
26