22
BAB I PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampaknya bersifat imunologis. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai di sini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskularisasinya. Istilah glomerulonefritis dipergunakan untuk menunjukkan karakteristik gambaran klinis dan kelainan histopatologis yang terjadi. Kemampuan mengidentifikasi adanya kelainan glomerulus adalah berkat berkembang dan meluasnya penggunaan biopsi ginjal per kutan yang mampu menunjukkan adanya kelainan dini glomerulus serta kemajuan teknik pemeriksaan ultrastruktur dan imunopatologi ginjal sehingga mampu mengidentifikasi lokalisasi kelainan secara akurat. Glomerulonefritis, sebagaimana kelainan dan sindrom lain yang tidak diketahui penyebabnya semula diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis dan laboratoris yang terlihat sejak awal penyakit, perjalanan penyakit, prognosis dan respons pengobatan. Tetapi pada masa kini klasifikasi 1

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan

tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar

glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar

tampaknya bersifat imunologis. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai di sini

adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada

glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,

jaringan interstitial maupun sistem vaskularisasinya. Istilah glomerulonefritis

dipergunakan untuk menunjukkan karakteristik gambaran klinis dan kelainan

histopatologis yang terjadi.

Kemampuan mengidentifikasi adanya kelainan glomerulus adalah berkat

berkembang dan meluasnya penggunaan biopsi ginjal per kutan yang mampu

menunjukkan adanya kelainan dini glomerulus serta kemajuan teknik pemeriksaan

ultrastruktur dan imunopatologi ginjal sehingga mampu mengidentifikasi lokalisasi

kelainan secara akurat.

Glomerulonefritis, sebagaimana kelainan dan sindrom lain yang tidak diketahui

penyebabnya semula diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis dan laboratoris yang

terlihat sejak awal penyakit, perjalanan penyakit, prognosis dan respons pengobatan. Tetapi

pada masa kini klasifikasi glomerulonefritis dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan

patologis serta korelasinya.

Untuk memahami klasifikasi morfologis glomerulonefritis, terlebih dahulu haruslah

dipahami struktur glomerulus yang normal dan terminologi umum yang dipergunakan untuk

menggambarkan morfologi glomerulus dalam keadaan sakit.

1

Page 2: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari

hematuria makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini

merupakan penyebab tersering hematuria makroskopia pada anak, tetapi frekuensinya

menurun selama dekade terakhir. Glomerulonefritis adalah suatu kondisi umum dari

berbagai penyakit ginjal dimana inflamasi glomerulus, yang diperlihatkan dengan adanya

proliferasi sel dan mekanisme imunologik. Umumnya dikenali gambaran klinik

berdasarkan infeksi yang disebabkan kuman streptokokus kelompok A beta hemolitikus.

2.1 ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

Faktor presipitatnya adalah infeksi streptokokus, baik pada saluran nafas atas atau pada

kulit. Pola klinis nefritis yang disebabkan infeksi dari kedua tempat diatas sama tetapi yang

rin membedakannya adalah

1. Tipe Streptokokus yang menyebabkan

2. Epidemiologi

3. Usia

4. Jenis kelamin

5. Insiden musiman

6. Periode laten antara infeksi dan onset nefritis

7. Respon antibodi terhadap infeksi

Hanya serotip tertentu streptokokus grup A beta hemolitikus, yang dikarakterkan

dengan antigen M atau T, yang dapat menyebabkan glomerulonefritis akut post

streptokokus. Tipe paling sering ditemukan pada streptokokus faring dan kulit adalah tipe

M 12 dan 49. Beberapa strain streptokokus yang nefritogenik yang menginfeksi kulit, sulit

di tipekan berdasarkan antigen protein M, tetapi dapat ditipekan berdasarkan aglutinasi

antigen T yaitu antigen T 14.

2

Page 3: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Penyakit ini biasanya terjadi secara sporadik daripada epidemik. Glomerulonefritis akut

yang berhubungan dengan infeksi streptokokus faringeal umumnya terjadi pada iklim

sedang dan dingin. Periode laten antara infeksi ini dengan onset nefritis adalah 9 – 11 hari

dan > 80% menunjukkan adanya kenaikan signifikan dari titer serum anti-streptolysin O.

Rasio pria dan wanita yang terkena adalah 2:1,

meskipun tidak ada perbedaan insiden streptokokus faringeal atau impetigo pada

keduanya.Glomerulonefritis akut yang berhubungan dengan infeksi kulit lebih banyak

terjadi pada iklim panas dan tropis dengan rasio pria dan wanita yang sama. Periode laten

antara onset infeksi kulit dengan onset nefritis adalah 3 minggu. Dan kenaikan titer dari

anti-streptolisin O sekitar 50%. Usia yang terkena adalah pada anak-anak umur 2-6 tahun.

Dalam hubungannya nefritis dengan faringitis atau impetigo, persentase pasien yang

perkembangan nefritis setelah infeksi dengan serotip nefritogenik sekitar 10-15 %.

Terdapat perbedaan dalam respon antibodi terhadap antigen streptokokus berdasarkan

infeksi tenggorokan dan kulit. Konsentrasi serum dari indikator streptokokal yang lain

selain anti-streptolisin O adalah titer antihyaluronidase dan titer anti deoxyribonuclease B

juga sering meningkat pada GNAPS yang disebabkan infeksi kulit dan faring. Sensitifitas

diagnosis dapat ditingkatkan dengan penggunaan test streptomisin, dengan mengukur

aktivasi kombinasi streptolisin, anti-DNase B, antihyaluronidase, dan anti-DNase.

2.2 PATOFISIOLOGI

Kebanyakan bentuk dari glomerulonefritis dimediasi oleh proses imunologi. Pada

GNAPS bukti adanya kompleks imun adalah dengan adanya lokalisasi antigen streptokokal

pada dinding kapiler glomelurus, dan mengaktifasi sistim komplemen, dan inisiasi respon

proliferatif dan inflamasi.

Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh :

1. Aktivasi Plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian

diikuti oleh aktivasi kaskade koplemen.

2. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentk sebelumnya ke dalam glomerulus

3

Page 4: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

3. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan denga molekul

tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus

(jaringan glomerulus normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan

circulating Ab yang terbentuk sebelumnya untuk melawan Ag Streptokokus).

Aktivasi kaskade komplemen yang kemudian menimbulkan kemotatik aktifasi plasma

komplemen 5 ( C5a) dan platelet- derivate mediator inflamatory. Berbagai macam sitokin

dan faktor imunitas seluler yang lain menginisiasi respon inflamasi yang dimanifestasikan

dengan adanya proliferasi sel dan edema dari berkas glomerulus.

Setidaknya terdapat 2 antigen yang diisolasi dari streptokokus, zymogen (prekursor

eksotoksin B) and glyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GADPH), sudah diteliti

sebelumnya dan dipercaya dapat menginisiasi respon imunologik. Fraksi ini mempunyai

afinitas partikel terhadap glomerulus dan sudah didemostrasikan menginduksi respon

antibodi. Hal ini memegang peranan penting dalm aktivasi sejumlah proinflamasi mediator

pathway yang menginfiltrasi sel glomerulus.

Walaupun infeksi streptokokus berhubungan erat dengan GNAPS,mekanisme

kerusakan renal masih belum diketahui jelas. Kejadian saat ini diduga adanya lesi inflamasi

pada glomerulus berhubungan dengan ikatan dari kompleks antigen antibodi streptokokus.

Beberapa peneliti telah mendeteksi antigen streptokokus pada material biopsi ginjal dan

diperoleh lebih awal adanya infeksi; bagaimanapun: hal ini membantu tipe kompleks imun

nefritis dalam memperlihatkan deposit nodular Ig G dan C3 pada membran basal kapiler.

Penemuan C3 pada glomerulus renal biasanya berhubungan dengan penurunan konsentrasi

serum C3 dan komplemen hemolitik total.

Penurunan konsentrasi properdin dan C3 proaktifator dan tidak menetapnya penurunan

pada komponen awal dari komplemen mengindikasikan adanya aktivasi komplemen terjadi

primer melalui jalur alternatif.Pengurangan konsentrasi serum C3 sudah didemonstrasikan

pada 80-92% anak-anak dengan GNAPS. Konsentrasi C4 juga berkurang, tetapi bukan

merupakan penemuan yang menetap.

4

Page 5: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

2.3 PATOLOGI

Glomerulonefritis akut pascastreptokok adalah suatu glomerulonefritis

proliferatif. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terlihat tingkat keparahan dan

intensitas perubahan patologis yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan

pcnyakit. Pada kasus ringan terutama pada pasien dengan penyakit subklinis, kelainan

adalah minimal, biasanya terdiri dari poliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel

yang difus dan disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta pembuntuan

lumen kapiler.

Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus (diffuse

endocapillary exudative proliferative Glomerulonephritis) sering digunakan untuk

menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Membran basal glomerulus pada

umumnya tampak normal, akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai adanya sembab

interstitial yang ringan sampai sedang dengan infiltrasi sel polimorfonuklear, monosit

dan kadang-kadang eosinofil. Pada beberapa kasus berat kadang-kadang terlihat

gambaran bulan sabit dengan gambaran klinis dan histologis yang menyerupai

Glomerulonefritis kresentik progresif cepat (rapidly progressive crescentic

Glomerulonephritis). Jarang dijumpai necrotizing vasculitis pembuluh darah ginjal.

Pada pemeriksaan mikroskop electron terlihat deposit padat elektron dalam

mesangium yang besar dan jelas yang dikenal dengan istilah humps, yang terletak pada

daerah subepitelial yang khas pada pemeriksaan mikroskop imunofluoresen terlihat

endapan IgG granular irregular dan C3 mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal

di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam

kapiler glomerulus didominasi oleh IgG, dan sebagian kecil IgM atau IgA. Pada

umumnya tidak ditemukan C1q dan C4. Pewarnaan fibrin kadang-kadang dijumpai

dalam mesangium.

Lesi histologis yang normal tersebut lama-kelamaan akan menghilang dalam waktu

yang bervariasi. Deposit padat elektron biasanya akan menghilang dalam waktu 1 tahun.

Infiltrasi polimorfonuklear dan poliferasi sel mesangial dan endotel mulai menghilang

dalam waktu 2 sampai 3 bulan tetapi kadang-kadang poliferasi mesangial terutama

ekspansi matriks mesangial dapat menetap dalam beberapa tahun.

5

Page 6: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Banyak pasien datang dengan glomerulonefritis akut dengan gejala yang sedang dan

beberapa diantaranya tidak ada gejala. Pada yang asimtomatis dimana penyakit hanya dapat

diketahui dengan pemeriksaan urin. Pada gejala yang berat terlihat oliguria, edema,

hipertensi, azotemia, proteinuria, hematuria, silinder.

Periode laten bervariasi mulai dari beberapa hari sampai kurang kebih 3 minggu antara

onset streptokokus dan munculnya klinis glomerulonefritis. Periode laten ini lebih jelas

terjadi setelah infeksi faringeal daripada infeksi pioderma, berkisar 10 hari

Dua gejala yang paling umum yaitu edema dan hematuria. Biasanya terlihat secara tiba-

tiba dan berhubungan dengan berbagai macam derajat malaise, letargi, anoreksia, demam,

sakit pada abdomen, dan sakit kepala.

Edema merupakan gejala yang paling sering terjadi dan biasanya terdapat pada daerah

periorbital. Derajat edema terlihat bervariasi tergantung dari berbagai faktor, termasuk

luasnya daerah glomerulus yang terkena, cairan yang dikonsumsi secara oral, dan derajat

hipoalbuminemia serta proteinuria. Gros hematuria terjadi pada onset 30-50% dengan anak

penderita GNAPS yang dihospitalisasi. Urin sering digambarkan berkabut, warna seperti

coca-cola dan teh, atau kuning tua.

Hipertensi merupakan tanda utama ketiga pada GNAPS dan dilaporkan terdapat pada

50-90% anak yang dihospitalisasi. Patogenesis terjadinya hipertensi tidak diketahui, tetapi

kemungkinan disebabkan multifaktorial dan berhubungan dengan kelebihan volume cairan

ekstraseluler. Kenaikan dari tekanan darah bervariasi, tekanan sistolik >200 mmHg dan

diastolik >120 mmHg,tetapi hal tersebut tidak begitu lazim. Hipertensi ensefalopati

dilaporkan kira-kira 5% pada anak yang dihospitalisasi dan merupakan komplikasi awal

yang sangat serius. Pada hipertensi ini biasanya berat dan disertai dengan tanda disfungsi

SSP, depresi sensorium, bingung, gangguan keseimbangan, aphasia, kehilangan memori,

koma, dan konvulsi.

Kongesti sirkulasi terlihat dengan tanda awal: dispnu, orthopnoe, dan batuk. Ronki

sering terdengar.Adnya kongesti dapat dideteksi pada ronsen thorax. Pada pasien dengan

kardiovaskuler yang normal, gagal jantung jarang terjadi. Pucat dapat terjadi dan tidak

dapat dijelaskan seluruhnya oleh karena anemia.

6

Page 7: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Pemeriksaan fisik:

- Edema

- Hipertensi sistolik dan diastolik yang bervariasi

- Pucat

- Pada pemeriksaan paru terdengar ronki

- Takikardi

- Gejala sensorium yang menurun tergantung dari derajat ensefalopati

Penyebab:

Manifestasi klinis secara langsung dipengaruhi oleh respon inflamasi glomerulus dan

derajat beratnya gejala dan tanda klinis :

- Inflamasi glomerulus (edema, proliferasi sel) mengurangi filtrasi glomerulus tanpa

disertai penurunan aliran darah renal

- Pengurangan volume filtrasi glomerulus dan fungsi normal tubulus mengakibatkan

peningkatan reabsorbsi garam dan air, dengan mengakibatkan oliguri dan edema :

1. Edema pertama terkumpul pada daerah yang resistensi jaringan rendah, seperti

pada daerah periorbital

2. Kemudian menjadi menyeluruh pada beberapa pasien yang kehilangan albumin

secara berlebihan sehingga mengakibatkan hipoalbuminemia

Etiologi dari hipertensi disebabkan oleh faktor yang bermacam-macam :

- Peningkatan volume ekstraseluler, tetapi peningkatan tekanan sistemik tidak selalu

kembali ketingkat normal melalui diuresis

- Peningkatan plasma renin diharapkan rendah sehingga mengakibatkan ekspansi

volume ekstraseluler, dan plasma renin dilaporkan rendah, normal, atau meningkat

sedikit

- Kurangnya respon kepada blokade drug induced renin-angiotensin tidak

menunjukkan sistim ini sebagai penyebab primer terjadinya hipertensi

- Berbagai macam sitokin diketahui memiliki efek menekan meningkat dan hal ini

penting dalam menjelaskan etiologi hipertensi

7

Page 8: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan urin :

- Urin yang keluar sering berkurang, pekat dan bersifat asam

- Glukosuria dan protenuria

- Reaksi urin terhadap protein jarang lebih dari 3+ dengan dipstik, sama dengan

kurang dari 2g/m2 secara kuantitatif

- Kurang lebih 2-5% anak dengan GNAPS proteinuria massif

- Hematuria

- Leukosit polimorfonuklear dan sel epitelial renal pada fase awal

- Hialin

- Sel darah merah

Infeksi Streptokokus

- Kultur faring atau kulit dapat +, tetapi titer antibodi streptokokus lebih berguna

- Beberapa tes laboratorium dapat diukur dengan mengukur antibodi terhadap antigen

streptokokus (sep: ASO, anti-DNase B) atau kombinasi antigen (seperti : test

streptozym)

- Apapun test yang digunakan, peningkatan titer antibodi, yang diukur pada interval

2-3 minggu lebih berarti.

Komplemen hemolitik :

- Total komponen hemolitik dan beberapa diantaranya rendah selama GNAPS

- Konsentrasi C3 rendah lebih dari 90% pasien pada 2 minggu pertama sakit.

- Test ini membantu dalam membedakan bentuk post streptokokus dari bentuk lain

post infeksi GNA

- Level C4 sering normal

- Serum level properdin biasanya rendah

- Level komplemen umumnya kembali ke normal pada 6-8 minggu setelah onset

Renal :

- Peningkatan konsentrasi serum kreatinin dan BUN biasanya sedang, walaupun

beberapa walaupun beberapa pasien mempunyai azotemia berat pada onset

8

Page 9: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

- Elektrolit biasanya normal, Hiperkalemia dan asidosis metabolik terdapat pada

pasien dengan fungsi renal yang rusak secara signifikan

Darah:

- Anemia ringan (normositik,normokrom) pada fase awal AGN, tergantung pada

derajat ekspansi volume ekstraseluler

- Berkurangnya eritropoiesis

- Sel darah putih dan tombosit biasanya normal

- Hipoproteinemia dan hiperlipidemia

2.6 DIAGNOSA BANDING

1. Ig A yang berhubungan dengan Glomerulunefritis

Mirip dengan purpura anfilaktoid(Purpura Henoch-Schonlein) yang digambarkan

dengan adanya ruam yang disertai gejala nyeri abdomen atau arthritis dan arthralgia

yang membedakan dengan GNAPS.

Seluruh manifestasi klinis GNAPS sudah dilaporkan pada pasien dengan Nefritis

Purpura Henoch-Schonlein, tetapi hipertensi dan edema yang signifikan tidak umum

ditemukan

Urtikaria atau ruam purpura, keluhan pada abdomen, dan artritis atau arthralgia

sering ditemukan pada Purpura Henoch-Schonlein

Kejadian infeksi streptokus pada penyakit ini kurang dan komplemen C3 normal

2. Penyakit Berger atau Ig A nefropati terdapat episode gross hematuria selama fase

awal penyakit saluran pernafasnan, tidak ada periode laten, hipertensi dan edema

tidak umum.

Episode rekuren gros hematuria, berhubungan dengan penyakit saluran pernafasan,

diikuti dengan mikroskopik hematuria yang persisten, sehingga dugaan kebanyakan

pada penyakit nefropati IgA.

GNAPS biasanya tidak berulang, dan episode kedua jarang terjadi

3. Mesangiocapillary atau membranoproliferatif GN (MPGN) yang identik dengan

GNAPS . Hal yang membedakannya adalah

9

Page 10: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Manifestasi awalnya sering lebih serius pada orang dengan MPGN daripada

nefropati Ig, fungsi renal berkurang secara bermakna (peningkatan yang signifikan

kreatinin serum

Infeksi streptokus pada permulaan tidak ada, walaupun MPGN dilaporkan dengan

jelas adanya infeksi

Pada beberapa kasus, level C3 menurun secara persisten, lewat 6 minggu.

Abnormalitas urin menetap melewati waktu yang diharapkan pada penyembuhan

GNAPS.

4. Cresentic GN adalah keadaan dimana gambaran histologinya proliferatif GN.

Pada orang dengan Cresentic GN, perubahan inflamasi dengan berkas glomerular,

terdapat proliferatif yang bersifat ekstensif dalam kapsul Bowman. Gammbaran

klinik umumnya berat dan penyembuhan lambat.

2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum dimulai dengan melakukan hospitalisasi terhadap anak dengan

GNA. Hospitalisasi diindikasikan pada anak dengan hipertensi yang signifikan atau

kombinasi oliguria, edema menyeluruh, dan peningkatan serum kreatinin atau potasium.

Hipertensi berat atau yang berhubungan dengan gejala disfungsi serebral, harus segera

diberi perhatian atau tindakan.

Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat selama 6-8 minggu untuk

memberi kesempatan ginjal beristirahat. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa

mobilisasi penderita setelah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat

buruk terhadap penyakitnya.

Pemberian penisilin selama fase akut.Pemberian antibiotik ini mengurangi penyebaran

infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin hanya dilakukan selama

10 hari. Dosisnya <12 tahun: 25-50 mg/kgbb/hari, >12 tahun 250-500 mg/kgbb/hari.

Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1g/hari). Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa

10 %.

10

Page 11: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Pada hipertensi yang berat biasanya tiga obat yang efektif diberikan yaitu labetalol (0.5-

2 mg/kg secara IV), diazoksid (1-3 mg/kg secara IV), dan nitroprusid (0.5-2 mcg/kg secara

IV). Hipertensi yang berat tanpa ensefalopati dapat diobati dengan pemberian vasodilator

seperti hidralazin (0.1-0.5 mg/kg) atau nifedipin (0.25-0.5 mg/kg). Dosis dari obat ini dapat

diberikan secara injeksi atau oral dan dapat diulangi setiap 10-20 menit sampai respon yang

sesuai didapat, dan pemberian simultan IV furosemid dengan dosis 2 mg/kg dapat

dipertimbangkan. Edema dan kongesti sirkulasi biasanya dilakukan restriksi cairan,

pemberian furosemid (2mg/kg) secara parenteral.

Bila anuria terus berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus.

2.8 PROGNOSIS

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada epitel

glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal

pcnyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi

normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan

menjadi normal dalam waktu 6 - 8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap

terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang

terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna

sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria

ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada

dewasa kurang baik.

Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sedimen urin yang menetap

(proteinuria, hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di

Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah

prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa

penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara

11

Page 12: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria

mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena

masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra

kapiler dan gagal ginjal kronik.

12

Page 13: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

BAB III

KESIMPULAN

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditandai oleh adanya kelainan klinis

akibat proliferasi dan inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi

Streptococcus beta hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara

infeksi dan kelainan-kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang

peran penting dalam mekanisme terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan

histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simtomatik. Prognosis umumnya

baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka panjang

diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.

13

Page 14: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

DAFTAR PUSTAKA

1. Bergenstein M, Jerry, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Bab 465. Editor

Bahasa Indonesia: Samik Wahab, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 (Nelson Textbook

of Pediatric Editor: Nelson.E, Waldo), hal 1813-1814

2. Sjaifullah Noer, Mohammad, Glomerulonefritis Pascastreptokous. Bab XVI. Buku

Ajar Nefrologi Anak. Penyunting: Husein Alatas, dkk. Hal 345-353

3. Glomerulonefritis Akut, Nefrologi, bab 24. Buku Kuliah 2 Ilmu kesehatan Anak,

oleh : Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, hal 835-834.

4. Travis, Luther. Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Emedicine from web

MD. www.emedicine.com. Download july 17, 2006

5. Sjaifullah Noer, Mohammad, dkk. Glomerulonefritis Pascastreptokous. Bab II.2.

Kompendium Nefrologi Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.

14