Upload
geraldi-ayub-fujiwan-tombe
View
78
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar
tampaknya bersifat imunologis. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai di sini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,
jaringan interstitial maupun sistem vaskularisasinya. Istilah glomerulonefritis
dipergunakan untuk menunjukkan karakteristik gambaran klinis dan kelainan
histopatologis yang terjadi.
Kemampuan mengidentifikasi adanya kelainan glomerulus adalah berkat
berkembang dan meluasnya penggunaan biopsi ginjal per kutan yang mampu
menunjukkan adanya kelainan dini glomerulus serta kemajuan teknik pemeriksaan
ultrastruktur dan imunopatologi ginjal sehingga mampu mengidentifikasi lokalisasi
kelainan secara akurat.
Glomerulonefritis, sebagaimana kelainan dan sindrom lain yang tidak diketahui
penyebabnya semula diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis dan laboratoris yang
terlihat sejak awal penyakit, perjalanan penyakit, prognosis dan respons pengobatan. Tetapi
pada masa kini klasifikasi glomerulonefritis dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan
patologis serta korelasinya.
Untuk memahami klasifikasi morfologis glomerulonefritis, terlebih dahulu haruslah
dipahami struktur glomerulus yang normal dan terminologi umum yang dipergunakan untuk
menggambarkan morfologi glomerulus dalam keadaan sakit.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari
hematuria makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini
merupakan penyebab tersering hematuria makroskopia pada anak, tetapi frekuensinya
menurun selama dekade terakhir. Glomerulonefritis adalah suatu kondisi umum dari
berbagai penyakit ginjal dimana inflamasi glomerulus, yang diperlihatkan dengan adanya
proliferasi sel dan mekanisme imunologik. Umumnya dikenali gambaran klinik
berdasarkan infeksi yang disebabkan kuman streptokokus kelompok A beta hemolitikus.
2.1 ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
Faktor presipitatnya adalah infeksi streptokokus, baik pada saluran nafas atas atau pada
kulit. Pola klinis nefritis yang disebabkan infeksi dari kedua tempat diatas sama tetapi yang
rin membedakannya adalah
1. Tipe Streptokokus yang menyebabkan
2. Epidemiologi
3. Usia
4. Jenis kelamin
5. Insiden musiman
6. Periode laten antara infeksi dan onset nefritis
7. Respon antibodi terhadap infeksi
Hanya serotip tertentu streptokokus grup A beta hemolitikus, yang dikarakterkan
dengan antigen M atau T, yang dapat menyebabkan glomerulonefritis akut post
streptokokus. Tipe paling sering ditemukan pada streptokokus faring dan kulit adalah tipe
M 12 dan 49. Beberapa strain streptokokus yang nefritogenik yang menginfeksi kulit, sulit
di tipekan berdasarkan antigen protein M, tetapi dapat ditipekan berdasarkan aglutinasi
antigen T yaitu antigen T 14.
2
Penyakit ini biasanya terjadi secara sporadik daripada epidemik. Glomerulonefritis akut
yang berhubungan dengan infeksi streptokokus faringeal umumnya terjadi pada iklim
sedang dan dingin. Periode laten antara infeksi ini dengan onset nefritis adalah 9 – 11 hari
dan > 80% menunjukkan adanya kenaikan signifikan dari titer serum anti-streptolysin O.
Rasio pria dan wanita yang terkena adalah 2:1,
meskipun tidak ada perbedaan insiden streptokokus faringeal atau impetigo pada
keduanya.Glomerulonefritis akut yang berhubungan dengan infeksi kulit lebih banyak
terjadi pada iklim panas dan tropis dengan rasio pria dan wanita yang sama. Periode laten
antara onset infeksi kulit dengan onset nefritis adalah 3 minggu. Dan kenaikan titer dari
anti-streptolisin O sekitar 50%. Usia yang terkena adalah pada anak-anak umur 2-6 tahun.
Dalam hubungannya nefritis dengan faringitis atau impetigo, persentase pasien yang
perkembangan nefritis setelah infeksi dengan serotip nefritogenik sekitar 10-15 %.
Terdapat perbedaan dalam respon antibodi terhadap antigen streptokokus berdasarkan
infeksi tenggorokan dan kulit. Konsentrasi serum dari indikator streptokokal yang lain
selain anti-streptolisin O adalah titer antihyaluronidase dan titer anti deoxyribonuclease B
juga sering meningkat pada GNAPS yang disebabkan infeksi kulit dan faring. Sensitifitas
diagnosis dapat ditingkatkan dengan penggunaan test streptomisin, dengan mengukur
aktivasi kombinasi streptolisin, anti-DNase B, antihyaluronidase, dan anti-DNase.
2.2 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan bentuk dari glomerulonefritis dimediasi oleh proses imunologi. Pada
GNAPS bukti adanya kompleks imun adalah dengan adanya lokalisasi antigen streptokokal
pada dinding kapiler glomelurus, dan mengaktifasi sistim komplemen, dan inisiasi respon
proliferatif dan inflamasi.
Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh :
1. Aktivasi Plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian
diikuti oleh aktivasi kaskade koplemen.
2. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentk sebelumnya ke dalam glomerulus
3
3. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan denga molekul
tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus
(jaringan glomerulus normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan
circulating Ab yang terbentuk sebelumnya untuk melawan Ag Streptokokus).
Aktivasi kaskade komplemen yang kemudian menimbulkan kemotatik aktifasi plasma
komplemen 5 ( C5a) dan platelet- derivate mediator inflamatory. Berbagai macam sitokin
dan faktor imunitas seluler yang lain menginisiasi respon inflamasi yang dimanifestasikan
dengan adanya proliferasi sel dan edema dari berkas glomerulus.
Setidaknya terdapat 2 antigen yang diisolasi dari streptokokus, zymogen (prekursor
eksotoksin B) and glyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GADPH), sudah diteliti
sebelumnya dan dipercaya dapat menginisiasi respon imunologik. Fraksi ini mempunyai
afinitas partikel terhadap glomerulus dan sudah didemostrasikan menginduksi respon
antibodi. Hal ini memegang peranan penting dalm aktivasi sejumlah proinflamasi mediator
pathway yang menginfiltrasi sel glomerulus.
Walaupun infeksi streptokokus berhubungan erat dengan GNAPS,mekanisme
kerusakan renal masih belum diketahui jelas. Kejadian saat ini diduga adanya lesi inflamasi
pada glomerulus berhubungan dengan ikatan dari kompleks antigen antibodi streptokokus.
Beberapa peneliti telah mendeteksi antigen streptokokus pada material biopsi ginjal dan
diperoleh lebih awal adanya infeksi; bagaimanapun: hal ini membantu tipe kompleks imun
nefritis dalam memperlihatkan deposit nodular Ig G dan C3 pada membran basal kapiler.
Penemuan C3 pada glomerulus renal biasanya berhubungan dengan penurunan konsentrasi
serum C3 dan komplemen hemolitik total.
Penurunan konsentrasi properdin dan C3 proaktifator dan tidak menetapnya penurunan
pada komponen awal dari komplemen mengindikasikan adanya aktivasi komplemen terjadi
primer melalui jalur alternatif.Pengurangan konsentrasi serum C3 sudah didemonstrasikan
pada 80-92% anak-anak dengan GNAPS. Konsentrasi C4 juga berkurang, tetapi bukan
merupakan penemuan yang menetap.
4
2.3 PATOLOGI
Glomerulonefritis akut pascastreptokok adalah suatu glomerulonefritis
proliferatif. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terlihat tingkat keparahan dan
intensitas perubahan patologis yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan
pcnyakit. Pada kasus ringan terutama pada pasien dengan penyakit subklinis, kelainan
adalah minimal, biasanya terdiri dari poliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel
yang difus dan disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta pembuntuan
lumen kapiler.
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus (diffuse
endocapillary exudative proliferative Glomerulonephritis) sering digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Membran basal glomerulus pada
umumnya tampak normal, akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai adanya sembab
interstitial yang ringan sampai sedang dengan infiltrasi sel polimorfonuklear, monosit
dan kadang-kadang eosinofil. Pada beberapa kasus berat kadang-kadang terlihat
gambaran bulan sabit dengan gambaran klinis dan histologis yang menyerupai
Glomerulonefritis kresentik progresif cepat (rapidly progressive crescentic
Glomerulonephritis). Jarang dijumpai necrotizing vasculitis pembuluh darah ginjal.
Pada pemeriksaan mikroskop electron terlihat deposit padat elektron dalam
mesangium yang besar dan jelas yang dikenal dengan istilah humps, yang terletak pada
daerah subepitelial yang khas pada pemeriksaan mikroskop imunofluoresen terlihat
endapan IgG granular irregular dan C3 mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal
di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam
kapiler glomerulus didominasi oleh IgG, dan sebagian kecil IgM atau IgA. Pada
umumnya tidak ditemukan C1q dan C4. Pewarnaan fibrin kadang-kadang dijumpai
dalam mesangium.
Lesi histologis yang normal tersebut lama-kelamaan akan menghilang dalam waktu
yang bervariasi. Deposit padat elektron biasanya akan menghilang dalam waktu 1 tahun.
Infiltrasi polimorfonuklear dan poliferasi sel mesangial dan endotel mulai menghilang
dalam waktu 2 sampai 3 bulan tetapi kadang-kadang poliferasi mesangial terutama
ekspansi matriks mesangial dapat menetap dalam beberapa tahun.
5
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Banyak pasien datang dengan glomerulonefritis akut dengan gejala yang sedang dan
beberapa diantaranya tidak ada gejala. Pada yang asimtomatis dimana penyakit hanya dapat
diketahui dengan pemeriksaan urin. Pada gejala yang berat terlihat oliguria, edema,
hipertensi, azotemia, proteinuria, hematuria, silinder.
Periode laten bervariasi mulai dari beberapa hari sampai kurang kebih 3 minggu antara
onset streptokokus dan munculnya klinis glomerulonefritis. Periode laten ini lebih jelas
terjadi setelah infeksi faringeal daripada infeksi pioderma, berkisar 10 hari
Dua gejala yang paling umum yaitu edema dan hematuria. Biasanya terlihat secara tiba-
tiba dan berhubungan dengan berbagai macam derajat malaise, letargi, anoreksia, demam,
sakit pada abdomen, dan sakit kepala.
Edema merupakan gejala yang paling sering terjadi dan biasanya terdapat pada daerah
periorbital. Derajat edema terlihat bervariasi tergantung dari berbagai faktor, termasuk
luasnya daerah glomerulus yang terkena, cairan yang dikonsumsi secara oral, dan derajat
hipoalbuminemia serta proteinuria. Gros hematuria terjadi pada onset 30-50% dengan anak
penderita GNAPS yang dihospitalisasi. Urin sering digambarkan berkabut, warna seperti
coca-cola dan teh, atau kuning tua.
Hipertensi merupakan tanda utama ketiga pada GNAPS dan dilaporkan terdapat pada
50-90% anak yang dihospitalisasi. Patogenesis terjadinya hipertensi tidak diketahui, tetapi
kemungkinan disebabkan multifaktorial dan berhubungan dengan kelebihan volume cairan
ekstraseluler. Kenaikan dari tekanan darah bervariasi, tekanan sistolik >200 mmHg dan
diastolik >120 mmHg,tetapi hal tersebut tidak begitu lazim. Hipertensi ensefalopati
dilaporkan kira-kira 5% pada anak yang dihospitalisasi dan merupakan komplikasi awal
yang sangat serius. Pada hipertensi ini biasanya berat dan disertai dengan tanda disfungsi
SSP, depresi sensorium, bingung, gangguan keseimbangan, aphasia, kehilangan memori,
koma, dan konvulsi.
Kongesti sirkulasi terlihat dengan tanda awal: dispnu, orthopnoe, dan batuk. Ronki
sering terdengar.Adnya kongesti dapat dideteksi pada ronsen thorax. Pada pasien dengan
kardiovaskuler yang normal, gagal jantung jarang terjadi. Pucat dapat terjadi dan tidak
dapat dijelaskan seluruhnya oleh karena anemia.
6
Pemeriksaan fisik:
- Edema
- Hipertensi sistolik dan diastolik yang bervariasi
- Pucat
- Pada pemeriksaan paru terdengar ronki
- Takikardi
- Gejala sensorium yang menurun tergantung dari derajat ensefalopati
Penyebab:
Manifestasi klinis secara langsung dipengaruhi oleh respon inflamasi glomerulus dan
derajat beratnya gejala dan tanda klinis :
- Inflamasi glomerulus (edema, proliferasi sel) mengurangi filtrasi glomerulus tanpa
disertai penurunan aliran darah renal
- Pengurangan volume filtrasi glomerulus dan fungsi normal tubulus mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi garam dan air, dengan mengakibatkan oliguri dan edema :
1. Edema pertama terkumpul pada daerah yang resistensi jaringan rendah, seperti
pada daerah periorbital
2. Kemudian menjadi menyeluruh pada beberapa pasien yang kehilangan albumin
secara berlebihan sehingga mengakibatkan hipoalbuminemia
Etiologi dari hipertensi disebabkan oleh faktor yang bermacam-macam :
- Peningkatan volume ekstraseluler, tetapi peningkatan tekanan sistemik tidak selalu
kembali ketingkat normal melalui diuresis
- Peningkatan plasma renin diharapkan rendah sehingga mengakibatkan ekspansi
volume ekstraseluler, dan plasma renin dilaporkan rendah, normal, atau meningkat
sedikit
- Kurangnya respon kepada blokade drug induced renin-angiotensin tidak
menunjukkan sistim ini sebagai penyebab primer terjadinya hipertensi
- Berbagai macam sitokin diketahui memiliki efek menekan meningkat dan hal ini
penting dalam menjelaskan etiologi hipertensi
7
2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan urin :
- Urin yang keluar sering berkurang, pekat dan bersifat asam
- Glukosuria dan protenuria
- Reaksi urin terhadap protein jarang lebih dari 3+ dengan dipstik, sama dengan
kurang dari 2g/m2 secara kuantitatif
- Kurang lebih 2-5% anak dengan GNAPS proteinuria massif
- Hematuria
- Leukosit polimorfonuklear dan sel epitelial renal pada fase awal
- Hialin
- Sel darah merah
Infeksi Streptokokus
- Kultur faring atau kulit dapat +, tetapi titer antibodi streptokokus lebih berguna
- Beberapa tes laboratorium dapat diukur dengan mengukur antibodi terhadap antigen
streptokokus (sep: ASO, anti-DNase B) atau kombinasi antigen (seperti : test
streptozym)
- Apapun test yang digunakan, peningkatan titer antibodi, yang diukur pada interval
2-3 minggu lebih berarti.
Komplemen hemolitik :
- Total komponen hemolitik dan beberapa diantaranya rendah selama GNAPS
- Konsentrasi C3 rendah lebih dari 90% pasien pada 2 minggu pertama sakit.
- Test ini membantu dalam membedakan bentuk post streptokokus dari bentuk lain
post infeksi GNA
- Level C4 sering normal
- Serum level properdin biasanya rendah
- Level komplemen umumnya kembali ke normal pada 6-8 minggu setelah onset
Renal :
- Peningkatan konsentrasi serum kreatinin dan BUN biasanya sedang, walaupun
beberapa walaupun beberapa pasien mempunyai azotemia berat pada onset
8
- Elektrolit biasanya normal, Hiperkalemia dan asidosis metabolik terdapat pada
pasien dengan fungsi renal yang rusak secara signifikan
Darah:
- Anemia ringan (normositik,normokrom) pada fase awal AGN, tergantung pada
derajat ekspansi volume ekstraseluler
- Berkurangnya eritropoiesis
- Sel darah putih dan tombosit biasanya normal
- Hipoproteinemia dan hiperlipidemia
2.6 DIAGNOSA BANDING
1. Ig A yang berhubungan dengan Glomerulunefritis
Mirip dengan purpura anfilaktoid(Purpura Henoch-Schonlein) yang digambarkan
dengan adanya ruam yang disertai gejala nyeri abdomen atau arthritis dan arthralgia
yang membedakan dengan GNAPS.
Seluruh manifestasi klinis GNAPS sudah dilaporkan pada pasien dengan Nefritis
Purpura Henoch-Schonlein, tetapi hipertensi dan edema yang signifikan tidak umum
ditemukan
Urtikaria atau ruam purpura, keluhan pada abdomen, dan artritis atau arthralgia
sering ditemukan pada Purpura Henoch-Schonlein
Kejadian infeksi streptokus pada penyakit ini kurang dan komplemen C3 normal
2. Penyakit Berger atau Ig A nefropati terdapat episode gross hematuria selama fase
awal penyakit saluran pernafasnan, tidak ada periode laten, hipertensi dan edema
tidak umum.
Episode rekuren gros hematuria, berhubungan dengan penyakit saluran pernafasan,
diikuti dengan mikroskopik hematuria yang persisten, sehingga dugaan kebanyakan
pada penyakit nefropati IgA.
GNAPS biasanya tidak berulang, dan episode kedua jarang terjadi
3. Mesangiocapillary atau membranoproliferatif GN (MPGN) yang identik dengan
GNAPS . Hal yang membedakannya adalah
9
Manifestasi awalnya sering lebih serius pada orang dengan MPGN daripada
nefropati Ig, fungsi renal berkurang secara bermakna (peningkatan yang signifikan
kreatinin serum
Infeksi streptokus pada permulaan tidak ada, walaupun MPGN dilaporkan dengan
jelas adanya infeksi
Pada beberapa kasus, level C3 menurun secara persisten, lewat 6 minggu.
Abnormalitas urin menetap melewati waktu yang diharapkan pada penyembuhan
GNAPS.
4. Cresentic GN adalah keadaan dimana gambaran histologinya proliferatif GN.
Pada orang dengan Cresentic GN, perubahan inflamasi dengan berkas glomerular,
terdapat proliferatif yang bersifat ekstensif dalam kapsul Bowman. Gammbaran
klinik umumnya berat dan penyembuhan lambat.
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum dimulai dengan melakukan hospitalisasi terhadap anak dengan
GNA. Hospitalisasi diindikasikan pada anak dengan hipertensi yang signifikan atau
kombinasi oliguria, edema menyeluruh, dan peningkatan serum kreatinin atau potasium.
Hipertensi berat atau yang berhubungan dengan gejala disfungsi serebral, harus segera
diberi perhatian atau tindakan.
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan ginjal beristirahat. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita setelah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap penyakitnya.
Pemberian penisilin selama fase akut.Pemberian antibiotik ini mengurangi penyebaran
infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin hanya dilakukan selama
10 hari. Dosisnya <12 tahun: 25-50 mg/kgbb/hari, >12 tahun 250-500 mg/kgbb/hari.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1g/hari). Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10 %.
10
Pada hipertensi yang berat biasanya tiga obat yang efektif diberikan yaitu labetalol (0.5-
2 mg/kg secara IV), diazoksid (1-3 mg/kg secara IV), dan nitroprusid (0.5-2 mcg/kg secara
IV). Hipertensi yang berat tanpa ensefalopati dapat diobati dengan pemberian vasodilator
seperti hidralazin (0.1-0.5 mg/kg) atau nifedipin (0.25-0.5 mg/kg). Dosis dari obat ini dapat
diberikan secara injeksi atau oral dan dapat diulangi setiap 10-20 menit sampai respon yang
sesuai didapat, dan pemberian simultan IV furosemid dengan dosis 2 mg/kg dapat
dipertimbangkan. Edema dan kongesti sirkulasi biasanya dilakukan restriksi cairan,
pemberian furosemid (2mg/kg) secara parenteral.
Bila anuria terus berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus.
2.8 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
pcnyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 6 - 8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap
terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna
sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria
ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
dewasa kurang baik.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sedimen urin yang menetap
(proteinuria, hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah
prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa
penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara
11
cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria
mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena
masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra
kapiler dan gagal ginjal kronik.
12
BAB III
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditandai oleh adanya kelainan klinis
akibat proliferasi dan inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara
infeksi dan kelainan-kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang
peran penting dalam mekanisme terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan
histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simtomatik. Prognosis umumnya
baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka panjang
diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Bergenstein M, Jerry, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Bab 465. Editor
Bahasa Indonesia: Samik Wahab, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 (Nelson Textbook
of Pediatric Editor: Nelson.E, Waldo), hal 1813-1814
2. Sjaifullah Noer, Mohammad, Glomerulonefritis Pascastreptokous. Bab XVI. Buku
Ajar Nefrologi Anak. Penyunting: Husein Alatas, dkk. Hal 345-353
3. Glomerulonefritis Akut, Nefrologi, bab 24. Buku Kuliah 2 Ilmu kesehatan Anak,
oleh : Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, hal 835-834.
4. Travis, Luther. Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Emedicine from web
MD. www.emedicine.com. Download july 17, 2006
5. Sjaifullah Noer, Mohammad, dkk. Glomerulonefritis Pascastreptokous. Bab II.2.
Kompendium Nefrologi Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
14