Upload
dessy
View
239
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl
Citation preview
Post Streptokokal Glomerulonefritis pada Anak
Dessy Christina Noelik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
Glomerulonefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada glomerulus
yang terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat kuman
Streptococcus. Glomerulonefritis merupakan gambaran klasik sindrom nefritik akut
yaitu onset cepat dari hematuria, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. PSAGN (Post
streptokokal akut glomerulonefritis) paling sering ditemukan pada anak usia 5 sampai
8 tahun, terutama laki-laki. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama
hematuria pada anak. Terapi yang dapat diberikan adalah pemberian antibiotik,
antihipertensi, diuretik, tirah baring, diet rendah protein dan garam. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah antara lain glomerulonefritis kronik, dan ensefalopati hipertensi.
Kata kunci : Glomerulonefritis akut, post streptokokal glomerulonefritis, infeksi
saluran kemih
Abstract
Acute post-streptococcal glomerulonephritis describes inflammation of the glomeruli
that occur after respiratory tract infections and skin infections due to bacteria
streptococcus. Glomerulonephritis is a classic feature of acute nephritic syndrome, a
rapid onset of hematuria, hypertension and kidney insuffisiensi. PSAGN
(Poststreptococcal acute glomerulonephritis) most often found in children of age 5 to
8 years, mainly boys. This disease is one of the main causes of hematuria in children.
Therapies that can be given is the administration of antibiotics, antihypertensives,
diuretics, bed rest, low protein and low salt diet . Complications that can occur are,
among others, chronic glomerulonephritis, and hypertensive encephalopathy.
Keywords : Acute glomerulonephritis, Poststreptococcal glomerulonephritis, urinary
tract infection
Pendahuluan
Ginjal mengatur homeostasis melalui beberapa mekanisme; mengatur cairan
dan keseimbangan elektrolit, ekskresi sisa metabolik melalui filtrasi glomerulus dan
sekresi tubulus, menghasilkan energy (gluconeogenesis), dan produksi hormone
endokrin penting (renin, metabolit vitamin D, eritropoietin). Kelainan ginjal, karena
terganggunya homeostasis, dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
serta menunjukkan manifestasi klinis yang bervariasi . Kelainan ginjal pada anak
mungkin menunjukkan penyakit ginjal intrinsik atau didapat dari kondisi sistemik.)1
Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
(GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif
terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan
laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang
sembuh sempurna. Diperkirakan insiden berkisar 0-28% pasca infeksi streptokokus.
Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus β Hemolyticus group
A tipe nefritogenik. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi
secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda,
antara 5-8 tahun.2 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Glomerulus
yang terdapat pada ginjal berfungsi membuang kelebihan cairan, elektrolit dan limbah
dari aliran darah dan meneruskannya ke dalam urin. Glomerulonefritis merupakan
penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan
tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan
patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak,
kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi. Paling sering infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A. Glomerulonefritis dapat menyerang secara
mendadak dan menyebabkan peradangan kronis secara bertahap.
Anamnesis
a) Riwayat penyakit sekarang : 3
Ditanyakan apakah terdapat hematuria atau urin berwarna gelap seperti teh.
Hal ini disebabkan oleh hemolisis darah merah yang memasuki glomerulus membrane
basal dan melewati sistem tubulus. Bagaimana pola kencing adakah oligouria,
poliuria, dysiuria atau anuria. Pada GNA post streptococcus biasanya terjadi oliguria.
Apakah terdapat edema periorbital yaitu edema diwajah dan kelopak mata
terutama setelah bangun tidur dan perlahan-lahan menghilang. Dapat juga ditemukan
edema generalisata/anasarka akibat gangguan eksresi garan dan air di ginjal. Derajat
edema berbeda bergantung tingkat kerusakan glomerulus. Apakah ada periode laten,
yaitu periode yang terjadi antara infeksi streptokokus dan munculnya gejala akan
GNPSA. Periode laten ini sekitar 1-2 minggu setelah infeksi tenggorokan atau 3-6
minggu setelah infeksi kulit (pyoderma). Apakah Anak tampak lemah, lesu dan pucat.
Apakah ada anorexia serta anak sering mual dan muntah.
b) Riwayat penyakit terdahulu :
Apakah terdapat infeksi streptoccus seperti faringitis, tonsillitis atau pyoderma
sebelum ini. Apakah terdapat trauma ginjal? Apakah terdapat riwayat susah BAK?
c) Riwayat penyakit keluarga : 4,5
Apakah terdapat keluarga terdekat yang menderita penyakit ginjal. Adanya
riwayat ketulian dengan gagal ginjal dalam keluarga terutama pada saudara laki-laki
sangat mungkin sindrom Alport. Apakah terdapat riwayat penyakit darah tinggi.
Pemeriksaan fisik
Lihat tanda-tanda vital apakah terjadi peningkatan tekanan darah dan suhu
dapat meningkat.
Pada inspeksi, perhatikan ada atau tidak pembesaran pada daerah abdomen
dan pinggang, jika ditemui dapat didagnosa sebagai tumor. Perhatikan jika terdapat
trauma seperti luka. Pada penderita GNAPS dapat ditemukan sembap atau udem pada
daerah mata (preorbital) dan dapat juga anasarka.
Saat palpasi lakukan pemeriksaan dengan posisi baring, dapat dilakukan tes
ballottement. Pada GNAPS tes ballottement negative. Tiada nyeri tekan saat palpasi.
Pada perkusi dilakukan tes shifting dullness. Pada GNAPS dengan odem atau asites
pada daerah abdomen tes akan positif.
Auskultasi dapat terdengar suara bising yaitu systolic bruit pada stenosis atau
aneurysma arteri renalis dan pada GNAPS tes negative.5
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut.
Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian
daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua
pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan
glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi
protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 secara kuantitatif luas permukaan tubuh
perhari dan <3+ secara kualitatif. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti
gambaran nefrotik. Leukosit polimorfonuklear dan sel epitel ginjal lazim ada pada
awal penyakit. Silindruria selalu ada dari silinder hialin sampai silinder selular.
Silinder eritrosit dilaporkan pada 60-85% anak yang dirawat PSAGN.3
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan
garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat
tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar
anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin.3
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan
membaik bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan
masa hidup eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses
dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial
glomerulus.3
Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA
harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok
atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak
mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus.
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah
infeksi streptokokus. Kenaikan titerASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak
mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang
meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti
antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya
meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap
antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer
ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya
pada hampir 100% kasus. 4 3
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu
pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3sangat
nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering
meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit
kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG
atau IgG bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan
pembendungan paru.3
Diagnosis
Glomerulonefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada
glomerulus yang terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat
kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan gambaran klasik sindrom nefritik
akut yaitu onset cepat dari hematuria, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. PSAGN
paling sering ditemukan pada anak usia 5-8 tahun, terutama laki-laki. Penyakit ini
merupakan salah satu penyebab utama hematuria pada anak.4
Working diagnosis
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi dapat diduga melalui
urinalisis. Urinalisis menunjukkan adanya hematuria dengan sel darah merah,
proteinuria dan polymorphonuclear leucocytes. Mild normochromic anemia dapat
terjadi akibat daripada hemodilution dan low-grade hemolysis. Selain itu kadar serum
C3 akan menurun pada fasa akut dan kembali normal pada 6-8 minggu selepas onset.
Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan kultur streptococcus yang positif
pada kultur tengorokkan. Disamping itu, peningkatan antibodi titer O dapat
mengkonfirmasi adanya infeksi streptococcus. Secara klinis anak yang diagnosis
GNA post streptococcus akan mengalami gejala syndrome nefritis akut, terdapat
infeksi streptococcus dan juga kadar C3 yang rendah.
Diagnosis Banding
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari
saluran kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi
kandung kemih) sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai
pielonefritis (infeksi ginjal). Gejala dari saluran kemih bawah meliputi buang air kecil
terasa sakit dan sering buang air kecil atau desakan untuk buang air kecil (atau
keduanya), sementara gejala pielonefritis meliputi demam dan nyeri panggul di
samping gejala ISK bawah. Pada orang lanjut usia dan anak kecil, gejalanya bisa jadi
samar atau tidak spesifik. Kuman tersering penyebab kedua tipe tersebut adalah
Escherichia coli, tetapi bakteri lain, virus, maupun jamur dapat menjadi penyebab
meskipun jarang.6
Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-
laki, dengan separuh perempuan mengalami setidaknya satu kali infeksi selama
hidupnya. Kekambuhan juga sering terjadi. Faktor risikonya antara anatomi
perempuan, hubungan seksual, dan riwayat keluarga. Pielonefritis, bila terjadi,
biasanya ditemukan setelah infeksi kandung kemih namun juga dapat diakibatkan
oleh infeksi yang ditularkan melalui darah. Diagnosis pada perempuan muda yang
sehat dapat didasarkan pada gejalanya saja. Pada orang dengan gejala yang samar,
diagnosis mungkin sulit karena bakteri mungkin ditemukan tanpa menyebabkan
infeksi. Pada kasus yang kompleks atau apabila pengobatan gagal, kultur urin
mungkin dapat bermanfaat. Pada orang yang sering mengalami infeksi, antibiotik
dosis rendah dapat dikonsumsi sebagai langkah pencegahan.6
Dalam kasus yang tidak kompleks, infeksi saluran kemih mudah diobati
dengan antibiotik jangka pendek, walaupun resistensi terhadap banyak antibiotik yang
digunakan untuk mengobati kondisi ini cenderung meningkat. Dalam kasus yang
kompleks, antibiotik dalam jangka waktu lebih panjang atau intravena mungkin
diperlukan, dan bila gejala belum membaik dalam dua atau tiga hari, diperlukan
pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Pada perempuan, infeksi saluran kemih adalah
infeksi bakteri yang paling sering ditemukan, yaitu 10% mengalami infeksi saluran
kemih setiap tahun.6
Sindrom Nefrotik Idiopati
Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai
pada masa kanak-kanak. Kelainan histopatologik yang terbanyak pada sindrom
nefrotik idiopatik pada anak adalah kelainan minimal. Sindrom nefropati dapat
menyerang semua umur, tetapi terutama menyerang anak-anak berusia antara 2-6
tahun, anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:3.
Sindroma nefrotik berdasarkan 4 gejala klinik yang khas yaitu:
1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik
Urin terdapat protein ≥ 40 mg/m2lpb/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam, atau
dalam rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/mg, atau dipstik ≥ 2+.
Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang
terbentuk terutama oleh albumin.
2. Hipoalbuminemia
Albumin serum < 2,5 g/dl. Normal, kadar albumin plasma pada anak dengan
gizi baik berkisar 3,6-4,4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan
sembab baru akan terlihat apabila kadar albumin plasma turun dibawah 2,5-3,0
g/dl, sedangkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh dibawah
kadar tersebut.
3. Sembab
4. Hiperlipidemia
Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol
serum > 200mg/dl.
Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disetai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Pada
pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut
dan tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain urinalisis dan bila perlu
biakan urin, protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari, pemeriksaan darah: darah tepi, kadar
albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin, serta klirens klasik atau
dengan rumus Schwartz, titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria
mikroskop persisten. Bila dicurigai lupus eritromatosus sistemik pemeriksaan
dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody),
dan anti-dsDNA.
Pasien yang menunjukan gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai
dengan gejala kelainan minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi
steroid. Indikasi biopsi ginjal, saat onset umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 16
tahun.
Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila:
Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang
menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik).
Tidak ada bukti infeksi streptokokus
Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross
hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu,
proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah
12 bulan.6
Epidemiologi
Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak
dengan faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa
faktor predominan untuk GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling
sering menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah orang dewasa
dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih besar
untuk terkena GNPSA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras dan
genetic tapi, kemungkinan prevalensi meningkat pada anak yang sosial ekonominya
rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.4
Etiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan sering lebih
mengenai anak pria dibanding anak wanita. Timbulnya GNA post streptococcus
didahulu oleh infeksi ekstra renal terutama ditraktus respiratorius bagian atas dan kulit
oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49.
Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu,
merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan sindrom
nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya
antara 8-21 hari.4
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alasan bahwa, timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina , diisolasinya kuman
Streptococcus beta hemolyticus golongan A, meningkatnya titer anti-streptolisin pada
serum penderita. 4
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada
beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:3,4,7
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma
Patofisiologi
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi merupakan penyakit
prototipe dari glomerulonefritis akut akibat infeksi. Adanya periode laten antara
infeksi streptococcus dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus
menunjukkan bahwa proses imunologi memegang peranan penting dalam patogenesis
glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut post streptococcus merupakan salah satu
contoh dari penyakit kompleks imun.
Diduga respons yang berlebihan dari sistim imun penderita akibat stimulus
antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi. Kompleks imun ini kemudian akan beredar dalam darah
dan mengendap pada membran basal glomerulus. Yang kemudian akan mengaktivasi
sistim komplemen yang melepaskan susbtansi yang akan menarik neutrophil yang
kemudian melepaskan enzim lisosom sebagai factor responsif yang dapat merusakkan
glomerulus.4,7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat
ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada
permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan
virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran
dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.3,7
Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya
endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3
dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa
aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan
menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat
adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini
juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injury dan proliferasi dari
sel mesangial.3,7
Mekanisme patofisiologi GNAPS ini masih belum diketahui dengan pasti tapi
dapat disimpulkan GNAPS terjadi akibat : 4
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibody yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis glomerulus.
Akibat daripada mendapnya komplek imun :
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan
hematuria.7
2. Oedem
Mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem
pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat
kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi
retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh
pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air
menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi oedem.4,7,8
3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis
hipertensi ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi
berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat
menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin.
Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi
Manifestasi klinik
Poststreptococcus glomerulonephritis sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun
dan sangat jarang pada usia dibawah 3 tahun. Gejala klinis pada GNAPS dapat
bermacam-macam dan sering asimptomatik. Secara tipikalnya ia diawali dengan
gejala infeksi saluran pernafasan dengan nyeri tenggorokan sebelum timbulnya
sembab atau udem.
Sindrom nefritis akut: gejala yang sering ditemukan yaitu hematuria dimana
urin berwarna gelap kerana mengandung darah. Kelainan pada urin dapat
menetap selama 1 tahun walupun anak sudah dari infeksi.
Terjadi edema ringan yang terbatas disekitar mata, wajah sembab atau dapat
terjadi pada seluruh tubuh merupakan salah satu sindrom nefrotik.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan glomerulonefritis akut pada
hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali.
Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal. Hipertensi sistolik
dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi
biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis
tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau
tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
Terjadi insuffisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia dan acidosis
metabolic : pada masa akut arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang akibat berkurangnya glomerulus filtration rate(GFR).
Ini akan filtrasi garam, ureum dan zat lain berkurang dan sebagai akibat kadar
ureum, kreatenin darah meningkat.
Oliguria dan dapat juga terjadi anuria. GFR yang berkurang, menyebabkan
natrium ion dan air direabsorpsi sehingga dieresis air berkurang.
Gejala- gejala tidak specific seperti malaise, letargi, nyeri perut/ pinggang.
Mual, muntah, tiada nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang pada anak
dengan GNAPS.
Suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. 3,4
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus dalam mempengaruhi penyembuhan
kelainan glomerulus.
1. Medikamentosa
Pemberian antibiotic seperti penisilin pada fase akut. Pemberian
antibiotika ini tidak memperngaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karenan imunitas yang menetap. Secara
teoritisnya seaorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain tapi kemungkinan ini kecil. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Pengobatan terhadap hipertensi :
Pemberian cairan biasanya dikurangi dan diberikan pemberian sedative
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirehat.
- Pada hipertensi ringan (130/80 mmHg) tidak diberikan anti hipertensi.
- Hipertensi sedang (140/q00mmHg) diberi hidralazin dengan dosis 0.1-
0.2 mg/kgBB/kali IM atau 0.75 mg/kgBB/ hari(4 dosis) secara peroral.
Atau nifedipin sublingual 0.25-0.5 mg/kgBB (kemasan 5mg dan 10
mg).
- Hipertensi berat diberi klonidin drip dengan dosis 0.002mg.kgBB/8jam
ditambah dengan 100ml dextrose 5% atau nifedipin sublingual.
- Hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin secara intramuscular. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian lanjutkan dengan reserpin pemberian oral
dengan dosis 0.03mg/kgBB/hari.
Diuretic dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut tetapi akhir-akhir
ini pemberian furosemid (lasix) secara IV dengan dosis 1mg/kgBB/kali
dalam masa 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal
dan filtrasi glomerulus.
Bila anuria berlangsung selama 5-7 hari maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah dengan seberapa cepat dengan cara dialysis peritoneum
atau hemodialysis.
Bila timbul gagal jantung dapat diberikan digitalis, sedativum dan
oksigen.3,4,7
2. Non medikamentosa
Istirahat mutlak atau tirah baring selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan
istirahat mutlak selama 6-8 minggi untuk memberikan kesempatan
kepada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terbaru
menunjukkan bahwa memobilisasi penderita selama 3-4 minggu dari
mulai timbul gejala tidak berakibat buruk pada perjalanan penyakit.
Diet:
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan
rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita
dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan
yang diberikan harus dibatasi.3,4
Komplikasi
Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yag
tidak mendapat pengobatan secara tuntas.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari sebagai akibatnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti gagal ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia dan hiperfosfatemia.
Peritoneum dialisis jika oliguria atau anuria untuk tempoh yang lama tetapi
jarang terjadi pada anak.
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan
edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopne, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.3,4
Pencegahan
Terapi antibiotic sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan
kulit tidak akan menghilangkan risiko glomerulunefritis. Anggota keluarga penderita
dengan glomerulonefritis akut harus dilakukan ujian biakkan untuk streptococcus beta
haemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif.3
Prognosis
Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3 dan tekanan darah
umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normal pada
minggu ke 2. Hematuria mikroskopis dan makroskopis atau gross hematuria dapat
menetap selama 4-6 minggu, serta LED dapat meningkat terus sampai kira-kira 3
bulan. Protein sedikit dalam urin dan dapat menetap untuk beberapa bulan.3,4,7
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih daripada 95% anak dengan
glomerulonefritis akut post streptococcus. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-
30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 2%; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan
penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan
jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Tanda-tanda prognosis memburuk bila terjadi
oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu, penurunan GFR,
hipokomplemenemia menetap, kenaikkan circulating fibrinogen-fibrin complexes dan
kenaikkan konsentrasi fibrin degradation product dalam urin.
Namun jarang fasa akut dapat menjadi sengat berat dan menimbulkan
hialinisasi glomerulus dan insuffisiensi ginjal kronis. Mortalitas pada fase akut dapat
dihindari dengan manajemen yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut.
Kekambuhan sangat jarang terjadi.3
Kesimpulan
Glomerulunefritis akut post streptococcus dimulai dengan infeksi pada
faringitis atau kulit pada anak-anak. Oleh itu, diharapkan orang tua lebih peka
terhadap kesihatan anak mereka dengan segera mendapatkan perawatan jika anak-
anak didapati sering batuk pilek. Selain itu, orang tua harus memastikan anak-anak
mereka diberikan imunisasi yang sempurna untuk mencegah pelbagai infeksi
disamping memastikan tumbuh kembang anak yang baik.
Kejadian GNAPS sudah mulai menurun pada negara maju namun masih terus
berlanjut pada negara yang berkembang. Dengan menjaga kebersihan diri dan
mengamalkan gaya hidup sehat, diharap dapat menurunkan faktor prevalensi GNAPS
pada anak-anak.
Daftar pustaka
1. John DM, Hiren PP. Nelson: textbook of pediatrics. Ed. 18th. Philadelphia: W.B. Saunders; 2007.p.533
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2007. h. 228-43.
3. Cynthia GP, Ellis DA. Glomerulonephritis associated with infections in :
Marcdante KJ. Kliegman RM. Jenson HB. Behrman RE. Nelson textbook of
paediatrics. Ed 19th . Saunders Elsevier; 2011.h.1783-88
4. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak.
Jilid 2. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKU; 2007.h.832-9
5. Gleadle J. At a glance : anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakatrta: Erlangga;
2007.h. 99.
6. Cynthia GP, Ellis DA. Clinical evaluation of the child with hematuria in:
Behrman RE, Vaughan VC. Nelson: textbook of pediatrics.Ed 19th.
Philadelphia: W.B. Saunders; 2011.p. 1906-10. 1778-81
7. Kumar V. Robbins SL. Robbins Basic Pathology. Ed 8th. Saunders Elsevier;
2007.p.542-59
8. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Ed 3rd . Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2008.h.192-3