HAKEKAT MEMBACA

  • Upload
    zacktra

  • View
    393

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

HAKEKAT MEMBACA Pendahuluan Membaca menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat manusia, terlebih pada era informasi dan komunikasi seperti sekarang ini. Membaca juaga merupakan sebuah jembatan bagi siapa saja dan dimana saja yang berkeinginan merih kemajuan dan kesuksesan, baik di lingkungan dunia persekolahan maupun di dunia pekerjaan. Oleh karena itu para pakar sepakat bahwa kemahiran membaca membaca (reading literacy) merupakan conditio sine quanon (prsayarat mutlak) bagi setiap insan yang ingin beroleh kemajuan. Meskipun demikian untuk memperoleh kemahiran membaca yang layak bukanlah perkara yang gampang. Mengapa demikian? Salah satu jawabannya karena faktorfaktor yang melingkupinya sangat kompleks. Atau dengan perkataan lain banyak hal yang mempengaruhi terwujudnya salah satu aspek keterampilan berbahasa tersebut. Apa sesungguhnya peranan membaca dalam kehidupan itu? Apa pengertian dan hakikat membaca itu? Unsur-unsur apa saja yang terlibat dalam setiap kegiatan atau proses membaca itu? Kemudian faktor-faktor apa yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang? Serta bagaimana supaya meningkatkan minat baca kepada para siswa kita. Lewat modul 1 ini kita akan mencoba membongkar seputar persoalan tersebut. Dengan demikian setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas seputar hal-ihwal membaca sebagaimana dikemukakan diatas. Secara lebih rinci yakni Anda diharapkan dapat: 1. menjelaskan peranan, pengertian dan proses membaca, 2. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, 3. menjelaskan upaya meningkatkan minat baca. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mepelajari modul ini Anda disarankan untuk memulai membaca setiap konsep, definisi, uraian dan contoh yang terdapat pada bagian awal setiap kegiatan belajar. Jika anda menemukan kata atau istilah-istilah yang sulit silahkan Anda buka bagian glosarium. Jika Anda telah memahami bagian tersebut, kerjakan bagian latihan dengan penuh kesungguhan. Usahakan anda jangan dulu melihat rambu-rambu jawaban sebelum Anda kerjakan selurun bagian latihan tersebut. Jika Anda belum berhasil menjawab dengan benar semua soal latihan perhatikan baik-baik sekali lagi petunjuk jawaban

latihan. Jika Anda menganggap perlu, silahkan baca kembali konsep, uraian dan contoh sehubungan jawaban latihan ini. Akan tetapi jika Anda telah berhasil menjawab sebagian besar soal latihan tersebut silahkan Anda lanjutkan mengerjakan tes formatif. Dalam mengerjakan tes formatif sebaiknya Anda jawab dahulu semua soal yang ada, baru kemudian Anda mencocokannya dengan kunci jawabannya. Sebelum Anda beralih pada kegiatan belajar selanjutnya Anda harus merasa yakin bahwa Anda telah berhasil memahami seluruh isi kegiatan belajar yang sudah Anda pelajari tersebut serta seluruh latihanlatihannya. Yang perlu Anda catat, bahwa model soal-soal tes formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar akan sama dengan model soal-soal yang terdapat pada ujian akhir semester (UAS) mata kuliah ini. Dengan demikian bila Anda sudah terbiasa mengerjakan tes formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya maka Anda akan mempunyai modal yang cukup besar saat menghadapi UAS nanti. PERANAN, PENGERTIAN DAN PROSES MEMBACA Peranan Membaca Bahwa membaca memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia tampaknya sudah kita pahami bersama. Meskipun demikian untuk memberikan wawasan serta perspektif yang lebih luas kepada Anda mari kita simak cerita berikut ini. Dalam sebuah kesempatan Prof. Leo fay (1980) mantan presiden IRA (International Reading Asociation) pernah meyakinkan para koleganya dengan sebuah kalimat yang berbunyi, To read is to possess a power for transcending whatever physical human can muster. Kemudian Hartoonian salah seorang politikus AS diwawancarai oleh seorang wartawan ihwal apa yang harus dilakukan bangsa Amerika untuk mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di kolong langit ini. Hartoonian menjawab, If me want to be a super power we must have individuals with much higher levels of literacy (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal litearsi (baca-tulis). Berlebihankah ucapan Leo Fay dan Hartoonian tersebut? Sebagian orang boleh jadi akan menganggapnya demikian. Mungkin mereka akan bertanya apa hubungan membaca dengan kedigjayaan suatu bangsa atau kualitas seorang manusia? Namun hika kita kaji masalah tersebut secara

mendalam sesungguhnya ucapan keduanya sangatlah realistis. Mengapa? Sebab bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau erasibernatika seperti sekarang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon alias prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber kekuatannya pada kegiatankegiatan yang bertalian dengan suatu sumber daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar manusia hanya akan berkembang secara maksimal jika ia diasah melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau kegiatan baca tulis. Dengan demikian dalam konteks perekonomian era pasca industri mendatang, di mana sumber daya manusia (human resources) merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca tulis yanglayak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana saja yang memimpin kemajuan dan kejayaan. Tanpa adanya kemahiran tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam (nature resources) yang dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu akan sulit mengangkat derajat bangsa tersebut ke pentas percaturan dunia serta dapat diperhitungkan oleh bagnsa-bangsa lain. Kalau kita rajin membolak-balik buku-buku sejarah mengenai pasang surut perjalanan peradaban bangsa-bangsa di dunia ini sesungguhnya penjelasan Leo Fay serta Hartoonian diatas bukan hal yang luar biasa. Hampir semua fakta sejarah membuktikan bahwasannya tidak ada bangsa manapun di dunia ini yang berhasil mencapai puncak-puncak kebudayaannya yang tidak ditopang oleh budaya literasi masyarakatnya. Contoh yang paling actual mengenai fenomena tersebut yakni bangsa Jepang. Sebelum bangsa Jepang melakukan gerakan Restorasi Meiji, di mana mereka melakukan terjemahan besar-besaran terhadap buku-buku ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengupayakan budaya baca-tulis kepada masyarakatnya pada sekitar paruh abad ke-18, bangsa Jepang hampir tidak pernah memperhitungkan keberadaannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Tetapi setelah mereka melakukan gerakan tersebut dan masyarakat telah memiliki tingkat literasi yang merata hanya dalam tempo kurang dari satu abad bangsa Jepang akhirnya muncul sebagai salah satu kekuatan baru yang sangat diperhitungkan

keberadaannya sekaligus disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Atau sebagian orang menyebutnya Jepang merupakan negara Asia Timur yang menjadi catur (pembicaraan-red) dunia. Ihwal peran literasi sebagai penopang utama kemajuan umat manusia tersebut juga disitir oleh para pakar antropologi budaya. Mereka mengatakan bahwa budaya literasi merupakan sesuatu yang memegang peranan penting dalam merentas kemajuan penghidupan dan ketinggian kebudayaan umat manusia. Oleh karena itu untu mengukur sejauh mana ketinggian peradaban suatu bangsa kita dapat kita dapat melihatnya dari sejauh mana bangsa tersebut pernah mengalami persentuhan dengan aktivitas litersi atau kegiatan baca-tulisnya. Atau tegasnya untuk melihat apakah bangsa itu telah memiliki peradaban yang tinggi, sedang atau primitif kita dapat melihatnya dari aktivitas literasi (baca-tulis) yang dilakukan oleh bangsa tersebut. Semakin tinggi aktivitas literasi suatu bangsa maka secara hipotesis akan semakin tinggi pula tingkat peradaban bangsa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah aktivitas literasinya maka akan semakin rendah pula tingkat peradaban mereka. Roijakers (1980), salah seorang pakar pendidikan, mengaitkan peranan litersi dengan pengembangan karier seseorang. Menurutnya hanya melalui kegiatan berlitersi yang layaklah orang akan dapat mengembangkan diri dalam bidangnya masing-masing secara maksimal serta akan selalu dapat mengikuti perkembangan baru yang terjadi. Dengan perkataan lain kedudukan kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini sesungguhnya serta kesejahteraan penghidupannya. Dalam tulisannya Membaca Cepat Menjawab Tantangan Abad Informasi (1987), Soedarso, menyatakan bahwasanya dengan gencarnya arus informasi seperti sekarang ini tuntutan untuk membaca akan semakin besar pula. Padahal waktu yang tersedia akan semakin terbatas. Oleh karena jika pada jaman ini orang tidak memiliki kemahiran membaca yang layak maka dirinya akan mudah terombang-ambingkan, bahkan akan tergilas oleh arus informasi tersebut. Ahmadsslamet Harjasujana (1988) juga menyinggung ihwal peran kemahiran membaca ini sebagai prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaannya. Secara lengkap beliau berujar, Jika kita memimpikan Nusantara ini sebagai negara kerta raharja, gemah ripah repah rapih, baldatun toyyibatun wa robbun ghafur, maka rakyat Nusantara dituntut untuk menjadi masyarkat yang literal, yakni masyarakat yang menjadikan

aktivitas baca-tulis sebagai bagian dari budaya hidupnya. Mengapa? Karena keterampilan membaca merupakan katalisator atau penghantar yang sangat ampuh untuk mendayagunakan sumberdaya manusia Indoensia yang jumlahnya demikian dahsyat, yang kini belum dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal yang sangat fundamental. Mengapa demikian? Sebab selain semua proses belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan membaca dan menulis juga hanya dengan melalui kegiatan literasi membaca dan menuliskan kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Menurut William D. Baker bahwa 85% kegiatan belajar di perguruan tinggin meliputi membaca. Dengan perkataan lain, kemahiran baca-tulis merupakan batu loncatan bagi kebersilan seorang di sekolah dan dalam kehidupan selanjutnya di masyarakat. Mengomentari betapa pentingnya kaitan antara literasi dengan dunia persekolahan tersebut, secara tamsil Andre Morois, salah seorang sastrawan kondal asal Perancis mengatakan bahwa pada hakekatnya salah satu tugas atau misi penting kehadiran dunia persekolahan dari mulai SD hingga PT/universitas yakni mengantarkan para peserta didiknya agar kelak mereka mampu membuka pintu perpustakaan sendiri alias manusia yang mencetak manusia-manusia yang berkebudayaan literasi (baca-tulis). Dan jika dunia sekolah tidak mampu merealisasikan misi tersebut, ujar Moris, maka proses bersekolah pada dasarnya boleh dianggap sebagai hal yang mubazir atau sia-sia. Ihwal peran mebaca dalam konteks dunia pendidikan ini marilah kita simak salah satu bagian lain dari pidato pengukuhan guru besar Prof. Ahmadslamet Harjasujana: Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan oleh MPR dan kemudian dituangkan dalam GBHN kita itu sesungguhnya hanya akan tercapai jika masyarakat Indoensia telah berliteral. Sebab hanya masyarakat yang memiliki kebudayaan literatlah atau masyarkat yang melek wacana, yang akan sanggup menyerap dan menganalisis, kemudian membuat sintesis dan evaluasi tentang informasi yang tercetak sebelum dirinya mengambil keputusan menurut kemampuan nalar dan intuisinya. Hanya masyarakat yang literatlah yang mampu menjadi masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,

berbudi perkerti luhur, berkepribadian, bekerja keras dan berkualitas, tangguh dan bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohaninya. Kemudian dalam bagian lain dari pidatonya beliau juga menyatakan: Sehubungan hal itu maka program-program pendidikan guru seyogyanya diperpanjang waktunya dan ditingkatkan kualitasnya. Guru yang dapat memberikan bantuan yang tepat dan efektif kepada para siswa yang ditugasi membaca materi untuk bidang studi yang khusus ialahpara guru bidang studi itu sendiri. Oleh karena itu seyogyanya para guru bidang studi perlu membekali diri dengan berbagai kompetensi pengajaran membaca yang relevan jika mereka benar-benar menghendaki anakanak didik mencapai prestasi yang diharapkan. Itu berarti mata kuliah keterampilan membaca perlu diajarkan kepada seluruh mahasiswa calon guru. Pengertian dan Proses Membaca Apa yang dimaksud dengan membaca? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan sangat luas dan beragam, bergantung dari sudut mana kita hendak meninjaunya. Para pakar hingga saat ini umumnya masih memberikan batasan yang berbeda-beda. Seperti diakui oleh William (1984:2), hingga saat ini menurutnya para pakar masih bersilang pendapat dalam memberikan definisi membaca yang benar-benar akurat. Meskipun demikian menurutnya ada satu yang disepakati oleh seluruh pakar ihwal membaca, yakni bahwasannya unsur yang harus ada dalamsetiap kegiatan membaca yakni pemahaman (understanding). Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca. Anderson (1972:209) secara singkat dan sederhana mencoba mendefinisikan embaca sebagai proses kegiatan mencocokan huruf atau melafalkan lambing-lambang bahasa tulis atau reading is a recording and decoding process. Tetapkah pengertian membaca seperti itu? Jawabannya bisa ya bisa juga tidak. Bagi Budi yang masih duduk dikelas 1 SD misalnya, pengertian membaca semacam itu sudah bisa dikatakan tepat. Alasannya karena ketika dia melakukankegiatan membaca dia hanya terbtas mengemukakan atau membunyikan rangkaian lambang-lambang bahasa tulis yang dilihatnya; dari huruf menjadi kata, kemudian menjadi frasa, kalimat dan seterusnya. Perkara apakah dirinya mengerti atau tidak arti atau makna dari seluruh rangkaian lambang-lambang bahasa tulis tersebut tidak begitu menjadi persoalan benar. Kegiatan membaca semacam itu tentunya

merupakan level yang paling rendah. Selain itu pengertian tersebut mengisyaratkan seakanakan proses membaca merupakan proses yang pasif belaka. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan 1979:7). Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2007:2). Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang termasuk di dalam retorika seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi 2007:4). Secara linguistik, membaca merupakan proses pembacaan sandi (decoding process). Artinya dalam kegiatan membaca ada upaya untuk menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning). Dengan kata lain Anderson dalam Tarigan (1979:7) mengatakan bahwa kegiatan membaca merupakan kegiatan mengubah tulisan/ cetakan menjadi bunyi-bunyi yang bermakna. Senada dengan pernyataan di atas, beberapa penulis beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis tersebut melalui fonik menjadi membaca lisan (oral reading) (Tarigan 1979:8). Dalam kegiatan membaca ternyata tidak cukup hanya dengan memahami apa yang tertuang dalam tulisan saja, sehingga membaca dapat juga dianggap sebagai suatu proses memahami sesuatu yang tersirat dalam yang tersurat (tulisan). Artinya memahami pikiran yang terkandung dalam kata-kata yang tertulis. Hubungan antara makna yang ingin disampaikan penulis dan interpretasi pembaca sangat menentukan ketepatan pembaca. Makna akan berubah berdasarkan pengalaman yang dipakai untuk menginterpretasikan kata-kata atau kalimat yang dibaca (Anderson dalam Tarigan 1979:8). Jadi, membaca merupakan kegiatan mengeja atau melafalkan tulisan didahului oleh kegiatan melihat dan memahami tulisan. Kegiatan melihat dan memahami merupakan suatu proses yang simultan untuk mengetahui pesan atau informasi yang tertulis. Membutuhkan suatu proses yang menuntut pemahaman terhadap makna kata-kata atau kalimat yang merupakan suatu kesatuan dalam pandangan sekilas

Di dalam buku Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa yang ditulis oleh Tarigan (1979), terpapar beberapa pengertian membaca yang disampaikan oleh para ahli. Definisi dan pola pemikiran tentang hakikat membaca sangatlah beragam. Hal ini disebabkan karena kegiatan membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Tarigan (1979:9) mengambil kesimpulan bahwa membaca adalah memahami polapola bahasa dari gambaran tertulisnya. Pengertian membaca yang diungkapkan tersebut nampaknya memiliki keterbatasan. Sedangkan pengertian membaca yang diungkapkan oleh beberapa para ahli lain yang tidak tercantum di buku Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa salah satunya menyebutkan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit dan melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2005:2). Pengertian di atas sama dengan Wiryodijoyo (1989:55) bahwa membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai pengertian: 1) membaca sebagai proses melisankan paparan tulis, 2) membaca sebagai kegiatan mempersepsi tuturan tertulis, 3) membaca adalah seperangkat keterampilan kognitif untuk memperoleh pemahaman dari tuturan yang dibaca. Sedangkan menurut Kustaryo bahwa pengertian membaca merupakan suatu kombinasi dari pengenalan huruf, intellect, emosi yang dihubungkan dengan pengetahuan si pembaca untuk memahami suatu pesan yang tertulis

(http://www.depdiknas.go.id). Membaca juga merupakan aktivitas memahami, menafsirkan, mengingat, serta menulis kembali berdasarkan analisis pikiran kita sendiri. Filusuf terdahulu menjelaskan bahwa membaca adalah semacam kreasi berpikir, bukan hanya melafalkan huruf, kata, kalimat, paragraf, sampai bab tetapi juga ruang di mana pikiran tertantang untuk kritis, yaitu menterjemahkan teks, menginterpretasikannya, dan menuliskan poin yang bisa ditelaah dari teks itu sampai benar. Menurut Keraf (1996:42) membaca merupakan suatu proses yang bersifat kompleks meliputi kegiatan yang bersifat fisik dan mental. Membaca juga dapat diartikan sebagai proses pemberian makna kepada simbol-simbol visual. Sementara itu Cole (dalam Wiryodijoyo 1989:1) berpendapat bahwa membaca adalah proses psikologis untuk menentukan arti kata-kata tertulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak mata,

pembicaraan batin, ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami dari pengalaman membacanya. Membaca tidak hanya sekedar membunyikan lambang-lambang bunyi bahasa yang tertulis. Membaca adalah aktivitas yang komplek dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah (Soedarso,1996 : 4). Selanjutnya Tarigan (1994 : 7) mengatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Performasi dan kemampuan membaca dilatar belakangi pengalaman dan ketrampilan-ketrampilan yang diperoleh sebelumnya. Sehingga dari sisi linguistik, membaca adalah suatu proses penyendian kembali dan pembacaan sendi (A recording and decoding process). Membaca sendi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dalam Tarogan 1994 : 7). Selanjutnya Anderson dalam Tarigan (1994 : 7) mengatakan bahwa membaca sebagai suatu penafsiran atau intrerprestasi terhadap ujaran yang berbeda dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembacaan sendi (decoding process). Membacapun dapat diartikan sebagai suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadangkadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan maknannya yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis, ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui Ponik (Phonics = suatu metode pengajaran membaca, ucapan ejaan berdasarkan interprestasi ponetik terhadap ejaan biasa) menjadi/menuju lisan. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis (Anderson dalam Tarigan, 1994 : 8). Tampubalon (1987 : 6) mengatakan karena bahasa tulisan mengandung ideide atau pikiran-pikiran, maka dalam memahami bahasa tulisan dengan membaca, proses-proses kognitif (penalaranlah), terutama yang bekerja. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa membaca adalah suatu cara untuk membina daya nalar. Sedangkan tarigan (1994 : 9) berpendapat bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.

Membaca adalah mengucapkan lambang bunyi yang sekaligus membaca adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan isi yang terkandung di dalamnya. Sedangkan rumit dimaksudkan bahwa faktor diatas saling bertautan dan berhubungan, membentuk semacam koordinasi yang rumit untuk menunjang pemahaman terhadap bacaan (Nurhadi, 1987 : 13 14) Untuk dapat membaca, maka dibutuhkan kemampuan membaca dengan baik. Tampubolon (1987 : 7) mengatakan bahwa kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi keseluruhan. Kecepatan membaca adalah kemampuan siswa (orang) dalam membaca. Nurhadi (1987 : 14 15) mengatakan bahwa hakekat membaca adalah kemampuan proses yang komplek dan rumit, yang mengkondisikan bahwa kemampuan membaca itu adalah kemampuan yang spesifik. Latar belakang faktor kemampuan internal dan faktor eksternal seseorang menyebabkan setiap orang mempunyai kemampuan membaca yang berbeda dengan orang lain. Membaca merupakan cara utama untuk memperkaya wawasan dan membentuk kepribadian serta menghargai buku. Sebagian penduduk beranggapan bahwa membaca berarti menikmati kisah-kisah dalam gambar. Membaca merupakan aktivitas yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor yang datangnya dari dalam diri pembaca dan faktor luar. Selain itu, membaca juga dapat dikatakan sebagai jenis kemampuan manusia sebagai produk belajar dari lingkungan, dan bukan kemampuan yang bersifat instingtif, atau naluri yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu, proses membaca yang dilakukan oleh orang dewasa (dapat membaca) merupakan usaha mengolah dan menghasilkan sesuatu melalui penggunaan modal tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil simpulan bahwa membaca merupakan aktivitas yang melibatkan penglihatan, ingatan, dan pemahaman yang mencakup pengubahan tulisan atau lambang-lambang yang menjadi bunyi bermakna yang melibatkan kemampuan fisik dan psikis untuk berfikir kritis dan kreatif menggunakan kemampuan membaca yang dimiliki dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang disampaikan oleh penulis. Kemampuan membaca mutlak dikuasai,dalam rangka menghadapi era global.Dalam era tersebut, membaca akan semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Buku akan menjadi sumber informasi dan bahkan menjadi guru yang dapat hadir kapan saja diperlukan. Membaca juga dapat dilakukan di mana saja. Kemampuan

membaca menjadi modal dasar untuk mencapai suksesnya pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan bahasa yang tidak kalah pentingnya dengan keterampilan yang lain. Kita ketahui bahwa pada masa sekarang ini banyak buku, majalah, koran serta tulisan yang berbentuk lain sebagai penyampai informasi. Untuk itu keterampilan membaca sangat diperlukan untuk memahami informasi atau isi pesan yang ada dalam teks bacaan. Membaca mempunyai beberapa tujuan.Tujuan utama membaca adalah untuk mendapatkan informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut ini penulis kemukakan beberapa tujuan membaca. 1. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta. 2. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama 3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan 4. Membaca untuk menyimpulkan 5. Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan 6. Membaca untuk menilai atau mengevaluasi 7. Membaca untuk membandingkan atau untuk mempertentangkan (Tarigan, 1994:10).

Bagi anak-anak SD kelas 2 keatas pengertian membaca sebagaimana disebutkan oleh Anderson di atas tentunya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sebab tuntutan pada level mereka ketika mereka melakukan kegiatan proses membaca adalah pemahaman. Atau dengan perkataan lain saat mereka harus dapat memahami maksud atau tujuan arti lambang-lambang bunyi bahasa tulis yang dibacanya. Oleh karena itu Finnochiaro dan Bonomo (1973:119) mencoba mendefinisikan membaca sebagai proses memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahasa tulis (reading is bringing meaning to and getting meaning from printed or witten material).

Kedua jenis kegiatan membaca tersebut oleh para pakar membaca umumnya digolongkan sebagai kegiatan membaca literal. Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam bacaan atau informasi yang ada dalam baris-baris bacaan (reading the lines). Pembuka tidak lagi menangkap makna yang lebih dalam lagi yaitu makna di balik baris-baris tersebut. Membaca semacam ini masih mencerminkan sebagai kegiatan yang pasif. Pengertian membaca yang sebagaimana diaktakan oleh Finnochiaro dan Banomo di atas untuk anak-anak SLTP ke atas tampaknya sudah tidak tepat lagi. Mengapa demikian? Jawabannya karena bagi mereka ketika membaca bukan hanya dituntut untuk memahami informasi-informasi yang tersurat saja tapi juga yang tersirat. Atau sebagaimana dikatakan oleh Goodman (1967:127) bahwa ketika seseorang membaca bukan hanya sekedar menuntut kemampuan mengambil dan memetik makna dari materi yang tercetak melainkan juga menuntut kemampuan menyusun konteks yang tersedia guna membentuk makna. Oleh karena itu membaca dapat kita definisikan sebagai kegiatan memetik makna atau pengertian bukan hanya dari deretan kata yang tersurat saja (reading the lines), melainkan juga makna yang terdapat di antara baris (reading between the lines), bahkan juga makna yang terdapat dibalik deretan baris tersebut (reading beyond the lines). Dalam kajian membaca jenis membaca semacam ini digolongkan kedalam membaca kritis serta membaca kreatif. Selain itu dalam prosesnya kegiatan membaca ini juga tidak lagi pasif melainkan sebagai proses yang aktif. Dengan demikian dalam tataran yang lebih tinggi membaca bukan hanya sekedar memahami lambing-lambang bahasa tulis belaka melainkan pula berusaha memahami, menerima, menolak, membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh si pengarang. Oleh karena itu Thorndike mengatakan bahwa proses membaca itu tak ubahnya dengan proses ketika seseorang sedang berpikir atau bernalar (reading as thinking or reading as reasoning). Dengan perkataan lain membaca merupakan proses yang menuntut pembaca melakukan pertukaran ide dengan penulis melalui teks. Atas dasar pijakan tersebut Ahmadslamet Harjasujana (1987:36) mengatakan bahwa membaca dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan komunikasiu interaktif yang memberi kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk membawa latar belakang, dan hasrat masing-masing.

Sekali lagi pengertian atau definisi membaca itu banyak sekali ragamnya. Oleh karena yang penting bagi kita bukan menghafalkan aneka definisi-definisi tersebut. Yang lebih penting bagi kita ialah memahami alasan-alasan yang melatarbelakangi dari definisi-definisi mereka itu. Membaca Sebagai Proses Membaca bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan suatu sintesis berbagai proses yang tergabung ke dalam suatu sikap pembaca yang aktif. Proses membaca yakni membaca sebagai proses psikologi, membaca sebagai proses sensori, membaca sebagai proses perseptual, membaca sebagai proses perkembangan, dan membaca sebagai proses perkembangan keterampilan. Sebagai proses psikologi membaca itu perkembangannya akan dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya psikologi pembaca, seperti intelegensi, usia mental, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, bahasa, ras, kepribadian, sikap, pertumbuhan fisik, kemampuan persepsi, tingkat kemampuan membaca. Di antara faktor-faktor tersebut menurut Harris (1970), bahwa faktor terpenting dalam masalah kesiapan membaca yaitu intelegensi umum.

Membaca sebagai proses sensoris mengandung pengertian bahwa kegiatan membaca itu dimulai dengan melihat. Stimulus masuk lewat indra penglihatan mata. Setelah dilakukan pemaknaan atau pengucapan terhadapnya. Pernyataan membaca sebagai proses sensoris tidak berarti bahwa membaca merupakan proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang terlibat dalam proses membaca dan ketidakmampuan membaca bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau secara serempak. Membaca sebagai proses perseptual mengandung pengertian bahwa dalam membaca merupakan proses mengasosiasikan makna dan interpretasi berdasarkan pengalaman tentang stimulus atau lambang, serta respons yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambang tersebut. Membaca sebagai proses perkembangan mengandung arti bahwa membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan perkembangan mulai dan berakhir. Sedangkan proses membaca sebagai perkembangan keterampilan mengandung arti membaca merupakan sebuah keterampilan berbahasa (language skills) yang sifatnya objektif, bertahap, bisa

digeneralisasikan, merupakan perkembangan konsep, pengenalan dan identifikasi, serta merupakan interpretasi mengenai informasi.

Membaca Berdasarkan Terdengar Tidaknya Suara Pembaca Ditinjau dari terdengar dan tidaknya suara si pembaca pada waktu membaca, kita dapat membagi membaca menjadi dua jenis yakni membaca dalam hati (silent reading) dan membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud reading). Pada tataran yang paling rendah membaca nyaring merupakan aktivitas membaca sebatas melafalkan lambanglambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras, sedangkan pada tataran yang lebih tinggi membaca nyaring merupakan proses pengkomunikasian isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang lain (pendengar). Membaca dalam hati merupakan proses membaca tanpa mengeluarkan suara. Yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi saja. Untuk menanamkan kemahiran kedua jenis membaca ini diperlukan adanya proses latihan secara terencana dan sungguh-sungguh di bawah asuhan guru-guru profesional. Membaca Berdasarkan Cakupan Bahan Bacaan Dilihat dari sudut cakupan bahan bacaan yang dibaca, secara garis besar membaca dapat kita golongkan menjadi dua: membaca ekstensif (extensive reading) dan membaca intensif (intensif reading). Membaca ekstensif program membaca secara luas, baik jenis maupun ragam teksnya dan tujuannya sekadar untuk memahami isi yang penting- penting saja dari bahan bacaan yang dibaca dengan menggunakan waktu secepat mungkin. Ada tiga jenis membaca, yakni membaca survei (survei reading), membaca sekilas skimming), membaca dangkal (superficial reading). Membaca intensif merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada dan bertujuan untuk menumbuhkan serta mengasah kemampuan membaca secara kritis. Secara garis besar membaca intensif terbagi dua, yakni membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa I (linguistik study reading). Membaca telaah isi dibagi lagi menjadi membaca telaah teliti (close reading), membaca pemahaman (reading for understanding). Membaca kritis (outical reading) dan membaca ide

(reading for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign language reading) dan membaca sastra (literary reading). Tahap-tahap dalam Kegiatan Membaca Ada tiga langkah dalam kegiatan membaca, yaitu kegiatan pramembaca, kegiatan membaca, dan kegiatan pascamembaca. Kegiatan Pramembaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan membaca sebagai jembatan untuk dapat memahami bacaan dan agar dapat melaksanakan kegiatan pascamembaca dengan cepat dan mudah. Kegiatan membaca, yaitu kegiatan memahami teks yang dibaca. Kegiatan pascamembaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan setelah melaksanakan kegiatan membaca untuk mengecek atau menguji pemahaman terhadap bacaan yang telah dibaca. Beragam Variasi Kegiatan Pramembaca Disebut kegiatan pramembaca karena kegiatan ini dilaksanakan sebelum seorang siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pramembaca adalah memberikan pengetahuan awal terkait dengan aspek-aspek bacaan yang hendak dipahami, melatih siswa mengetahui tujuan membaca, dan memberikan motivasi dan rasa percaya diri. Kegiatan pramembaca merupakan jembatan untuk mengaitkan beragam pengetahuan yang memiliki keterkaitan dengan isi bacaan. Ada beragam variasi kegiatan pramembaca. Kegiatan pramembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa. Beragam Variasi Kegiatan Tahap Membaca Kegiatan pada tahap membaca adalah salah satu tahap kegiatan penting dan utama dalam keseluruhan tahapan membaca. Seorang pembaca yang efektif dan efisien terlebih dahulu harus mengetahui tujuan dia membaca. Setelah mengetahui tujuan membaca, seorang pembaca akan memilih strategi membaca yang tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Teknik skimming sangat cocok digunakan untuk membaca cepat dan menemukan gagasan inti bacaan secara cepat. Sedangkan teknik membaca scanning sangat tepat digunakan untuk menemukan informasi tertentu secara cepat dalam teks yang dibaca.

Beragam Variasi Kegiatan Setelah Membaca Disebut kegiatan pascamembaca karena kegiatan ini dilaksanakan setelah seorang siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pascamembaca adalah untuk mengecek apakah apa yang dibaca telah dipahami dengan baik oleh siswa. Kegiatan setelah membaca ini dapat berupa tugas atau pertanyaan-pertanyaan terkait dengan teks yang dibaca. Ada beragam variasi kegiatan pascamembaca. Kegiatan pascamembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada teks yang tingkat kesulitannya rendah, sedang, dan tinggi. Oleh karena itu, tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu, kemenarikan dan keotentikan teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik. Karakteristik pembaca juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca terhadap teks. Karakteristik pembaca yang dapat mempengaruhi pemahaman teks adalah: IQ, minat baca, kebiasaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca cepat dan efektif. Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca Cepat Membaca dengan kecepatan optimal dan memahami teks yang dibaca, itulah konsep membaca cepat. Banyak manfaat membaca cepat, antara lain: 1) banyak informasi penting dapat diserap dalam waktu yang cepat, 2) membaca memperluas wawasan, 3) membaca cepat meningkatkan kemahiran berbahasa yang lain, 4) membaca cepat membantu Anda menghadapi ujian/tes, dan 5) membaca cepat meningkatkan pemahaman terhadap teks yang dibaca. Ada beberapa langkah yang dapat dipraktikkan untuk mengukur kecepatan membaca seseorang. Dan ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat.

Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca Nyaring (Membaca Teks untuk Orang Lain) Membaca nyaring adalah kegiatan membacakan teks untuk orang lain. Kompetensi membaca nyaring dalam Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, antara lain sebagai berikut: membacakan beragam teks berita; membacakan beragam teks laporan; membacakan beragam teks percakapan; membacakan beragam teks pengumuman; dan membacakan beragam teks perangkat upacara. Kompetensi membaca nyaring adalah salah satu kecakapan hidup yang diperlukan sebagai bekal siswa untuk dapat bersaing di dunia kerja dan juga berguna dalam kehidupan siswa. Kompetensi membaca nyaring ini perlu dikuasai oleh semua mahasiswa calon guru (Bahasa dan Sastra Indonesia. Kompetensi yang andal dalam melaksanakan kegiatan membaca nyaring adalah salah satu prasyarat menjadi guru yang profesional, guru masa depan yang dapat melaksanakan pembelajaran tuntas (mastery learning) dan membelajarkan siswa agar dapat menguasai kompetensi secara tuntas pula (Depdiknas, 2003). Beragam kegiatan yang dapat dilatihkan untuk meningkatkan kemampuan dalam membaca nyaring adalah sebagai berikut: memahami isi teks dan memberikan tanda jeda pada teks, berlatih membacakan teks dengan intonasi, lafal, dan pemenggalan yang tepat, berlatih mengomentari hasil pembacaan, berlatih meningkatkan performansi pembacaan teks, misalnya: latihan vokal, intonasi, melafalkan kata-kata yang sulit, menyerasikan gerak dan ucapan, dan pernafasan. Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca Intensif Membaca intensif adalah membaca secara cermat untuk memahami suatu teks secara tepat dan akurat. Kemampuan membaca intensif adalah kemampuan memahami detail secara akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep, gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan yang ada pada wacana tulis. Membaca intensif sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar. Dengan keterampilan membaca intensif pembaca dapat memahami baik pada tingkatan lateral, interpretatif, kritis, dan evaluatif. Aspek kognitif yang dikembangkan dengan berbagai teknik membaca intensif tersebut adalah kemampuan membaca secara komprehensif. Membaca kompres-hensif merupakan proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan gambaran makna dalam bacaan dengan skemata pembaca guna memahami informasi dalam bacaan secara menyeluruh.

Kemampuan membaca intensif mencakup 1) kemampuan pemahaman literal, 2) pemahaman inferensial, 3) pemahaman kritis, dan 4) pemahaman kreatif. Karakteristik membaca intensif mencakup 1) membaca untuk mencapai tingkat pemahaman yang tinggi dan dapat mengingat dalam waktu yang lama, 2) membaca secara detail untuk mendapatkan pemahaman dari seluruh bagian teks, 3) cara membaca sebagai dasar untuk belajar memahami secara baik dan mengingat lebih lama, 4) membaca intensif bukan menggunakan cara membaca tunggal (menggunakan berbagai variasi teknik membaca seperti scanning, skimming, membaca

komprehensif, dan teknik lain), 5) tujuan membaca intensif adalah pengembangan keterampilan membaca secara detail dengan menekankan pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga pemahaman keseluruhan isi wacana, 6) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa membaca kalimat-kalimat dalam teks secara cermat dan penuh konsentrasi. Kecermatan tersebut juga dalam upaya menemukan kesalahan struktur, penggunaan kosakata, dan penggunaan ejaan/tanda baca, 7) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, 8) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa mengubah/menerjemahkan wacanawacana tulis yang mengandung informasi padat menjadi uraian (misalnya: membaca intensif tabel, grafik, iklan baris, dan sebagainya)

Teknik-teknik membaca intensif dapat berupa SQ3R, OPQRST, dan KWLU. Teknik tersebut melatih dan membekali pembaca dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Teknik-teknik membaca intensif ini didasari oleh teori skemata. Teori skemata ini mencetuskan gagasan bahwa inti dari pemahaman dimainkan oleh suatu struktur kognitif yang disebut skemata. Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca Ekstensif Membaca ekstensif adalah membaca untuk kesenangan dengan penekanan pada pemahaman umum. Dalam program membaca ekstensif seseorang dituntut untuk dapat mengakses sebanyak mungkin judul buku/artikel/berita dengan topik-topik yang sudah populer. Dalam program membaca ekstensif kemampuan dan kemauan membaca seseorang diamati secara teratur baik dengan catatan formal maupun tidak formal oleh pembaca sendiri. Catatan harian dan buku laporan digunakan bersama dengan catatan judul dan komentar terhadap apa yang dibaca. Membaca ekstensif dilakukan dalam rangka menumbuhkan kesenangan dan kemauan membaca beragam wacana tulis dalam bahasa target (bahasa yang sedang dipelajari). Dengan membaca ekstensif seseorang dapat meningkatkan kemampuan dan minat bacanya. Membaca ekstensif memiliki beberapa karakteristik yang meliputi 1) membaca sebanyak mungkin wacana tulis (dilakukan di luar kelas), 2) topik dan bentuk wacana yang dibaca bervariasi, 3) pembaca memilih apa yang ingin dibaca (memperhatikan minat), 4) tujuan membaca berkaitan dengan kesenangan, memperkaya informasi, dan pemahaman umum terhadap isi teks/wacana, 5) dalam membaca ekstensif akan terjadi penguatan diri sendiri, 6) pembaca membuat jurnal apa yang telah dibaca dan bagaimana komentar terhadap yang dibaca, 7) bersifat individual dan bersifat membaca senyap,

8) Aspek kebahasaan tidak menjadi penghalang pemahaman (bacaan dipilih, 9) kecepatan membaca cukup (tidak cepat dan tidak lambat), 10) menggunakan teks yang tidak terlalu sulit (hanya satu dua kata yang sulit, 11) pembaca tidak diberi tes sesudah membaca (pembaca hanya memberikan respons personal/komentar terhadap apa yang dibaca), dan 12) membaca ekstensif membantu pembaca untuk mengenali beberapa fungsi teks dan cara pengorganisasian teks. Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca Skimming Teknik membaca skimming salah satu teknik membaca cepat. Membaca dengan teknik skimming berarti kita secara cepat membaca sekilas teks untuk menentukan ide-ide penting dari teks. Awal skimming dapat menggunakan tanda-tanda organisasional yang digunakan penulis seperti subjudul, ringkasan, penggunaan tanda tertentu yang menunjukkan pentingnya suatu informasi (tanda italic, garis bawah, cetak tebal, dan sebagainya).

Pada waktu melakukan skimming secara cepat mata kita bergerak ke seluruh teks untuk memperoleh gambaran umum mengenai teks. Pembacaan cara ini boleh melewati bagianbagian tertentu yang dianggap kurang penting. Ketika kita membaca sekilas kita akan menggerakkan mata kita dari atas ke bawah dengan cepat menyapu seluruh halaman yang dibaca sambil memberi fokus pada informasi yang dicari.

Dengan skimming seseorang mencoba untuk mendapatkan inti atau gambaran umum apa yang dibaca bukan mendapatkan gambaran detail seluruh isi teks. Seseorang menggunakan skimming untuk memutuskan apakah suatu buku akan dipilih/tidak. Skimming sering digunakan untuk melakukan tinjauan awal (previewing) untuk mengetahui isi umum suatu teks/buku. Seseorang melakukan skimming untuk 1) mengenali topik bacaan atau memilih bacaan, 2) mengetahui pendapat seseorang secara umum, 3) mendapatkan bagian penting dari suatu bacaan tanpa membaca keseluruhan, 4) melakukan penyegaran apa yang pernah dibaca, dan 5) mensurvei buku yang akan dibaca.

Skimming dilakukan dengan cara 1) memahami dan menemukan bagian-bagian dari suatu bacaan yang memuat informasi penting (misalnya memahami dan menemukan letak ide pokok dalam paragraf, memahami dan menemukan letak informasi penting dari suatu buku), 2) membaca sekilas dan melompati bagian-bagian yang tidak penting dari suatu bacaan (contoh, ilustrasi, paragraf transisi), 3) detail khusus yang penting (nama, tanggal) perlu dilihat sepintas tanpa menatap lama-lama, 4) paragraf pertama dan terakhir dari suatu wacana perlu dibaca dengan kecepatan rata-rata karena umumnya berisi ringkasan bahan yang dibicarakan, 5) membaca skimming dapat dilakukan dengan membaca paragraf awal, subjudul, dan paragraf akhir seseorang mencoba memahami hal-hal penting dari teks. Selanjutnya, kita dapat memperluas skimming dengan membaca indeks, isi tabel, atau bagian yang penting lainnya. Hakikat dan Karakteristik Scanning (Membaca Memindai) Scanning atau membaca memindai berarti mencari informasi spesifik secara cepat dan akurat. Memindai artinya terbang di atas halaman-halaman buku. Membaca dengan teknik memindai artinya menyapu halaman buku untuk menemukan sesuatu yang diperlukan. Teknik membaca memindai (scanning) adalah teknik menemukan informasi dari bacaan secara cepat, dengan cara menyapu halaman demi halaman secara merata, kemudian ketika sampai pada bagian yang dibutuhkan, gerakan mata berhenti. Mata bergerak cepat, meloncatloncat, dan tidak melihat kata demi kata.

Dalam kehidupan sehari-hari scanning digunakan, antara lain untuk: mencari nomor telepon, mencari kata pada kamus, mencari entri pada indeks, mencari angka-angka statistik, melihat acara siaran TV, melihat daftar perjalanan, mencari makna kata dalam kamus/ensiklopedi, dan menemukan informasi tertentu yang terdapat dalam daftar. Karakteristik membaca memindai (scanning) adalah (1) scanning mencakup pencarian secara cepat dengan gerakan mata dari atas ke bawah menyapu seluruh teks untuk mencari fakta khusus, informasi khusus, atau kata-kata kunci tertentu, (2) manfaat scanning adalah dapat mencari informasi dalam buku secara cepat, (3) scanning merupakan teknik membaca cepat untuk menemukan informasi yang telah ditentukan pembaca, (5) pembaca telah menentukan kata yang dicari sebelum kegiatan scanning dilakukan, (6) pembaca tidak membaca bagian lain dari teks kecuali informasi yang dicari.

Scanning dilakukan dengan cara (1) menggerakkan mata seperti anak panah langsung meluncur ke bawah menemukan informasi yang telah ditetapkan, (2) setelah ditemukan kecepatan diperlambat untuk menemukan keterangan lengkap dari informasi yang dicari, dan (3) pembaca dituntut memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan karakteristik yang dibaca (misalnya, kamus disusun secara alfabetis dan ada keyword di setiap halaman bagian kanan atas, ensiklopedi disusun secara alfabetis dengan pembalikan untuk istilah yang terdiri dari dua kata, dan sebagainya). Dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat menemukan informasi secara lebih cepat

Kemudian membaca bukanlah merupakan proses yang pasif melainkan aktif. Artinya seorang pembaca harus dengan aktif berusaha menangkap isi bacaan yang dibacanya tidak boleh hanya menerimanya saja. Oleh karena itu seorang pakar bahasa mengibaratkan proses membaca itu bagaikan proses menangkap bola dalam sebuah permainan bola basket, dan bukannya proses menerimanya bingkisan lebaran misalnya. Sebagaimana kita maklumi seorang pemain basket yang baik harus berusaha memperhatikan gerakan-gerakan bola yang lemparkan, baik oleh kawan maupun lawan main. Terkadang dia harus lompat kanan lompat kiri untuk dapat menangkap. Bola akan akan tertangkap dengan baik kemudian menggiring dan memasukannya ke dalam keranjang basket. Begitu pula halnya dengan kegiatan membaca. Pembaca harus berusaha menangkap pesan yang terdapat dalam bacaannya secar aktif, setelah itu memahami lebih lanjut isi yang terdapat di dalamnya, dan kalau perlu mengomentarinya. Jadi tidak begitu saja menerima seluruh pesan yang disampaikan seperti halnya saat menerima bingkisan lebaran tadi. Selanjutnya proses membaca juga tidak selamanya identik dengan proses mengingat. Membaca bukan harus hafal kata demi kata atau kalimat demi kalimat yang terdapat dalam bacaan. Yang lebih penting ialah menangkap pesan atau ide pokok bacaan dengan baik. a. Membaca sebagai suatu proses psikologis Yang dimaksud dengan membaca sebagai proses psikologis yakni bahwasannya kesiapan dan kemampuan membaca seseorang itu dipengaruhi serta berkaitan erat dengan faktor-faktor yang bersifat psikis seperti motivasi, minat, latar belakang sosial ekonomi, serta oleh tingkat perkembangan dirinya, seperti intelegensi dan usia mental (mental age).

b. Membaca sebagai proses sensoris Membaca itu pada awalnya merupakan proses sensoris, yakni dimulai dari melihat (bagi mereka yang matanya normal) atau meraba (bagi mereka yang tuna netra). Stimulus masuk lewat indera penglihatan, mata. Pada tingkat awal anak-anak menunjukkan kemampuan yang secara umum sekali disebut membaca. Para saat permulaan itu anak mulai sadar bahwa tanda lambang-lambang tersebut itu dirangkai-rangkaikan maka akan tersusunlah suatu pembicaraan. Kapankah anak-anak telah memiliki kesiapan penglihatan untuk memulai membaca buku? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya anak mempunyai kesiapan penglihatan untuk membaca pada usia 5-6 tahun. Pada usia tersebut anak dianggap telah memiliki kompetensi koordinasi binakular, persepsi yang dalam pemfokusan pengaturan dan pengubahan perasaan secara bebas. Akan tetapi pada usia tersebut karena anak merupakan pribadi-pribadi dengan pola kepribadian yang berbeda dalam pertumbuhan dan

perkemvanannya kita harus memiliki pengetahuan-pengetahuan yang layak tentang hal-hal yang pantas diperhatikan. Kelemahan penglihatan yang umum diderita anak-anak ialah kekeliruan kesipian (refrective eror), yakni kondisi mata yang tidak dapat terpusat. Salah satu jenis keliru sipi itu adalah hipermetropia, atau pandangan jauh. Untuk mengetahui kelemahan tersebut sekolah harus menyediakan alat uji penglihatan. Hal lain untuk mengatasi hal ini ialah dengan jalan membawa para siswa secara teratur ke poliklinik terdapat untuk diperiksa kesehatan matanya. Guru yang baik tidak akan memberi tugas kepada anak-anak menderita penglihatan semacam ini untuk membaca benda-benda yang terlalu dekat atau menyuruhnya membaca dalam waktu yang terlalu lama secara terus-menerus. Jenis sipi yang kedua ialah myopia atau pandangan dekat. Penderita myopia tidak sebanyak hipermetropia pada permulaan pengajaran membaca dan akibat yang ditimbulkannya pun tidaklah begitu parah. Sedangkan eror refraktif ketiga ialah astigmatisme. Penderita cacat penglihatan ini mempunyai jarak pandang yang tidak sama untuk kedua bola matanya. Boleh jadi salah satu bola matanya menderita miopi sedangkan bola mata satu laginya menderita hipermetropik. Meskipun penyakit-penyakit tersebut tidak pernah dimasukan ke dalam faktor yang ikut serta menimbulkan ketidak mampuan membaca, namun jelaslah peranannya sebagai faktor

yang ikut serta menimbulkan gangguan dalam membaca serta ketidakbetahan, keteganan dan rendahnya minat untuk melakukan kegiatan membaca. Anak-anak yang merupakan pembaca pemula harus mampu mendengarkan kesamaan di antara bunyi-bunyi huruf yang terdapat dalam setiap kata, mendeteksi kata-kata yang mulai berakhir dengan bunyi yang sama, mendeteksi irama dan sejenisnya. Hal yang perlu diperhatikan oleh para guru ialah bahwa bila seorang anak kehilangan daya dengarnya namun masih mempunyai untuk belajar membaca, kemampuan mencari kompensasi, dan bahan pengajaran yang diselaraskan, dia tidak akan memenuhi kesulitan dalam penguasaan bahan bacaannya itu. Kalaupun ada kesulitan, hal tersebut tidak akan menjadi rintangan baginya. Sebaliknya seorang anak yang mempunyai cacat pendengaran yang tidak seberapa bisa saja akan menemui kegagalan dalam penguasaan bacaannya jika dia tidak memiliki motivasi yang tinggi, tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, dan tidak mendapatkan pengajaran yang layak. c. Membaca sebagai proses perceptual Proses perceptual dalam membaca mempunyai kaitan yang erat dengan proses sensoris. Oleh karena itu Anda harus waspada untuk tidak mempertukarkannya. Seperti halnya dalam proses sensoris, secara umum persepsi dimulai dari melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan meraba. Namun demikian dalam proses membaca cukup hanya memperhatikan kedua hal yang pertama, yakni melihat dan mendengar. Vernon (!962) memberikan penjelasan bahwa proses perceptual dalam membaca itu terdiri atas empat bagian: 1) kesadaran akan rangsangan visual; 2) kesadaran akan persamaan pokok untuk mengadakan klasifikasi umum kata-kata; 3) klasifikasi lambing-lambang visual untuk kata-kata yang ada di dalam kelas yang umum; 4) identifikasi kata-kata yang dilakukan dengan jalan menyebutkannya. Meskipun Vernon bermaksud memperuntukkan langkah-langkah tersebut dapat diterapkan pada persepsi auditoris. Pada umumnya orang sepakat bahwa persepsi itu

mengandung stimulus asosiasi makna dan interpretasinya berdasarkan pengalaman tentang stimulus itu serta respon yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambing. Seperti yang pernah kita singgung, langkah pertama ialah stimulus seringkali disalah artikan sebagai keseluruhan persepsi. Kekeliruan semacam itu mudah dikenal dengan jalan mencamkan bahwa stimulus itu sendiri sesungguhnya tidak mempunyai makna. Kita tidak memperoleh makna dari lambing atau bunyi itu, tetapi kita membawa makna kepadanya. Sebagai contoh, kalau kita melihat sebuah titik hitampada selembar kertas makna titik hitam tersebut sesungguhnya tidak mempunyai makna apa-apa bagi kita. Akan tetapi jika titik hitam itu tampak di akhir deretan kata-kata yang membentuk kalimat maka ia baru mempunyai makna, yakni tanda berhenti. Jika titik hitam itu diletakkan pada sebuah peta, boleh jadi kita akan menginterpretasikannya sebagai letak sebuah kota, jika dalam konteks kode morsetitik hitam itu boleh jadi akan dimaknai sebagai huruf e atau mungkin merupakan tanda lambing vokal dalam bahasa orang Yahudi. Jadi jika kita tidak pernah dapat mengasosiasikan sebuah titik hitam itu dengan makna apapun maka titik hitam itu tidak akan pernah bermakna. Fungsi utama stimulus, sesuai dengan namanya ialah meminta. Bagian terpenting dari stimulus ialah kemampuannya mengisolasikan dan membedakan berbagai stimuli. Sebelum anak dapat merespons perbedaan antara huruf b dan d, maka ia harus terlebih dahulu mengetahui beda keduanya itu. Sebaliknya pengenalan terhadap b yang berbeda dengan d, atau bunyi /b/ yang berbeda dengan bunyi /d/ tidaklah memberikan makna apapun. Meskipun yang demikian itu merupakan persepsi, bagi anak hanyalah merupakan masukan permulaan yang mempermudah proses pengenalan dan identifikasi. Untuk mengembangkan kemampuan membacanya anak harus pula dapat memodifikasi dan menghubungkan pengalamannya dengan stimulus-stimulus yang ada dalam konteks dan lingkungan yang sedang dialaminya. Dengan kata lain pada setiap anak haruslah terjadi semacam mediasi atau pengalihan pengalaman. Persepsi itu sesungguhnya merentang di antara batas-batas daerah yang sangat luas, mulai dari daerah-daerah yang kongkret sangat nyata dan khusus hingga ke daerah-daerah yang abstrak atau tidak jelas batas-batasnya. Pada daerah itulah sebenarnya kita harus mengasah kemampuan anak-anak agar dapat menggeneralisasikan, menganalisis, menyintesis dan sebagainya.

Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain oleh kebudayaan, pengalaman, emosi, kematangan bahkan kepribadian anak yang bersakutan. Dengan demikian seyogyanyalah anak-anak sudah terlebih dahulu memiliki banyak pengalaman sebelum dirinya pertama kali mengenal huruf, kata dan kalimat dalam wacana. Semakin luas dan bervariasi pengalaman seorang anak akan semakin luas dan semakin terbuka kesempatan baginya untuk mengembangkan konsepkonsep dan memperbaiki persepsinya. Misalnya melalui kegiatan karyawisata, permainan bersama, cerita, gambar dan seterusnya. Membaca Sebagai Proses Perkembangan Membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan perkembangannya itu mulai dan kapan akan berakhir. Meskipun membaca itu merupakan proses perkembangan gerakannya tidaklah berada dalam jarak-jarak yang beraturan dan tidak tentu waktunya. Seorang anak bisa berdiri pada usia tujuh bulan, berjalan pada usia delapan bulan dan lari pada usia sembilan bulan. Kemampuan yang demikian teratur jaraknya itu tidak dapat kita harapkan terjadi pada setiap anak. Demikian juga untuk perkembangan kemampuan membaca, guru harus mempunyai kejelian dalam memperhatikan kemajuan setiap anak didiknya. Kemajuan kemampuan membaca pada umumnya memang bergerak tarataur, namun keistimewaan-keistimewaan tertentu bisa terjadi pada setiap anak. Masalah yang dihadapi setiap anak ada yang bersifat problematik dan ada pula yang bersifat alami; anak yang tidak dapat membaca karena belum cukup matang akan meminta kesabaran guru untuk menanti dia sampai pada tingkat kematangannya. Kesiapan anak didik itu harus dikembangkan pada setiap taraf perkembangan kemampuannya. Dan setiap perkembangan baru itu sesungguhnya merupakan kelanjutan dari perkembangan sebelumnya. Oleh karena itu untuk menjamin adanya kesiapan anak pada tingkat perkembangan yang berikutnya guru harus betul-betul menyiapkan kesiapan anak tersebut pada taraf sebelumnya. Dalam upaya mencamkan membaca sebagai proses perkembangan ada dua hal yang harus mendapat perhatian guru. Pertama, guru harus selalu sadar bahwa membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan bukan sesuatu yang terjadi secara insidental. Tidak ada seorang anak yang dapat membaca dengan jalan melihat orang lain membaca misalnya. Membaca

juga bukanlah merupakan proses instinktif; membaca merupakan proses yang dipelajari yang pemerolehannya akan sangat bergantung dari upaya yang dilakukan dan prosedur yang dijalani. Hal kedua yang patut diperhitungkan oleh para guru ialah keyakinan bahwa membaca bukanlah suatu objek melainkan suatu proses. Guru tidak boleh memiliki pandangan mata pelajaran yang dikelolanya itu sebagai sebuah tujuan akhir, melainkan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu mata pelajarannya harus menarik dan layak. Dengan demikian membaca harus dipandang sebagai suatu alat dan bukan sebagai suatu tugas. Anak yang dapat menguasai berbagai tingkatan proses membaca akan merasakan membaca sebagai sumber pertolongan terpenting dalam menghadapi segala persoalan dalam kehidupan kesehariannya. Membaca Sebagai Proses Perkembangan Keterampilan Berbahasa Membaca merupakan salah satu dari empat komponen keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara dan menulis (Tarigan, 1980). Sebagai suatu keterampilan sebagaimana keterampilan-keterampilan lainnya, keterampilan membaca hanya akan dapat dicapai dengan baik jika disertai dengan upaya latihan yang sungguh-sungguh. Bentuk-bentuk latihan dapat dilakukan per aspek atau per komponen keterampilan tertentu atau dapat pula secara sekaligus langsung mempraktikannya. Sifat proses perkembangan keterampilan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan tersebut bersifat objektif Salah satu hal yang mula-mula kita sadari meneliti proses perkembangan keterampilan membaa itu ialah bahwa perkembangan keterampilan membaca itu bersifat objektif. Hal tersebut dipandang objektif karena dalam perkembangannya tidak tergantung pada materi, metode, ataupun tingkatan-tingkatan akademis. 2. Keterampilan itu mempunyai sifat berlanjut Meskipun keterampilan itu terikat pada tingkatan kelas anak, namun kaitannya tetap tampak. Ini tidak berarti bahwa Anda harus mengajarkan konsonan awal sebelum mengajarkan konsonan akhir, tanda titik sebelum tanda tanya, atau membaca fakta sebelum membaca untuk mencari ide tama. Anak akan mampu mencari materi sumber

secara mandiri setelah mereka menguasai keterampilan-keterampilan prasyarat. 3. Keterampilan itu dapat digeneralisasikan Disamping objektif dan bertahap, keterampilan itu bersifat tergeneralisasikan. Keterampilan dasar dalam membaca dapat digeneralisasikan sehingga anak yang telah dapat menguasai keterampilan tersebut dituntut untuk dapat menerapkannya kapan saja dan di mana saja jika situasi dan kondisi menghendaki penggeneralisasian itu. Jika anak telah dapat menguasai cara memahami kata secara mandiri, maka baginya tidak akan merupakan masalah dalam memahami kata tersebut di mana pun kata tersebut diposisikan dalam sebuah tataran kalimat, baik dalam konteks ilmu matematika, fisika, kimia biologi, dan seterusnya. Latihan Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secara berpasangan latihan berikut ini! 1. Buktikan bahwa membaca memegang peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat manusia abad ini! 2. Hal apakah yang harus ada dari definisi membaca itu seperti yang dinyatakan oleh William? Petunjuk Jawaban Latihan Jika Anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan memperhatikan rambu-rambu berikut ini! 1. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber kekuatanya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber daya yang ada pada manusia, yakni daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar manusia hanya dan hanya akan berkembang secar maksimal jika ia diasah melalui pendidikan. Dengan demikian dalam perekonomian pada era pasca industri mendatang, dimana sumber daya manusia (human resource) merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca-tulis yang layak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana saja, yang memimpikan

kemajuan dan keberjayaan. Tanpa adanya kemahiran tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam (nature resources) yang dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu akan sulit mengangkat derajat bangsa tersebut bangsa tersebut ke pentas percanturan dunia serta dapat diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. 2. Yakni pemahaman (understanding). Kegiatan membaca yang tidak disetai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca. Rangkuman Bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau era sibermatika seperti sekerang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon alias prasyarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar mausia hanya dan hanya akan berkembang secara maksimal jikaia diasah melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau kegiatan bata-tulis. Dengan demikian kedudukan kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini sesungguhnya merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya. Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal yang sangat fundamental. Sebab selain semua proses belajar sesungguhnya didasarkan atas kegaitan membaca dan menulis juga hanya dengan melalui kegaitan literasi membaca dan menulislah kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian dunia pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan kehadiran salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para siswanya. Meskipun demikian mengupayakan keterampilan membaca memang bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini karena membaca merupakan proses yang sangat kompleks.

Selain itu merupakan proses sensoris membaca juga merupakan proses psikologis, proses perkembangan, proses keterampilan berbahasa. Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tentang membaca. Meskipun demikian hal yang harus ada dalam kegiatan membaca yakni unsur pemahaman (understanding). Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca. Tes Formatif Petunjuk : Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling tepat A, B, C, atau D)! 1) Salah satu faktor yang sangat penting yang akan mengantarkan keberhasilan umat manusia dalam bidang ekonomi pada abad informasi dan teknologi canggih seperti sekarang ini ialah kepemilikan sumber daya .. A. alam B. ekonomi C. manusia D. politik 2) Pada tataran yang lebih rendah membaca didefinisikan sebagai proses kegiatan mencocokkan lambing-lambang bunyi bahasa. Pendapat ini dikemukakan oleh.. A. Anderson B. Goodman C. Finnochiaro D. Bonnomo 3) Dibawah ini merupakan faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan membaca, kecuali... A. motivasi B. persepsi C. konsisi sosial ekonomi

D. kondisi penglihatan Petunjuk: Untuk soal no. 4-6, pilihlah: A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat. B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat. C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah alasan benar. D. Jika pernyataan dan alasan salah. 4) Dalam dunia pendidikan kemahiran membaca merupakan hal yang sangat penting Sebab Semua proses belajar hampir dapat dikatakan tidak mungkin dilepaskan dari kegiatan membaca. 5) Disamping objektif dan bertahap, keterampilan membaca itu bersifat

tergeneralisasikan. Sebab Keterampilan dasar dalam membaca dapat digeneralisasikan sehingga anak yang telah dapat menguasai keterampilan tersebut dituntut untuk dapat menerapkannya kapan saja dan di mana saja jika situasi dan kondisi menghendaki penggeneralisasian itu. 6) Pada awalnya membaca itu merupakan proses sensoris Sebab Proses sensoris ialah proses memberi makna terhadap kata-kata yang dibaca. Petunjuk: Untuk soal no. 7-10 pilihlah: A. Jika (1) dan (2) benar. B. Jika (1) dan (3) benar. C. Jika (2) dan (3) benar.

D. Jika (1), (2), dan (3) benar. 7) Membaca merupakan proses interaksi .. (1) antara penulis dan pembaca (2) bersifat tidak langsung (3) aktif dan rekreatif 8) Kesiapan membaca itu dimulai dari .. (1) melihat bagi yang normal (2) mendengar bagi yang tuli (3) meraba bagi yang buta 9) Sebagai guru kita harus yakin bahwa .. (1) keterampilan membaca itu harus diajarkan kepada para siswa (2) keterampilan membaca bukanlah bawaan alami (3) keterampilan membaca tidak terjadi dengan sendirinya 10) Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain .. (1) kebudayaan dan pengalaman (2) emosi dan kematangan (3) kepribadian atau watak Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat pada bagian akhir modul ini! Hitung jumlah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari! Rumus:

Tingkat penguasaan = 100 10 Jumlah jawaban Anda yang benar Arti tingkat penguasaan yang Anda capai 90% - 100% = Amat baik 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup < 70% = kurang Jika Anda telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih. Anda dapat melanjutkan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi jika tingkat penguasaan Anda kurang dari 80% Anda harus kembali mempelajari materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai. 2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang? Sebelum kita membahas lebih jauh persoalan tersebut sejenak mari kita tinjau terlebih dahulu ihwal landasan teoritis mengenai belajar membaca ini. Landasan teoritis mengenai belajar membaca sebenarnya tidak berbeda dengan landasan teoritis mengenai belajar bahasa. Sebagaimana kita ketahui dalam belajar bahasa terdapat tiga acuan pendekatan yang biasa digunakan sebagai landasan-pijak bagi proses dan pendekatan prosedural. Gagasan behavioristik tentang belajar bahasa terutama didasarkan pada teori belajar yang menitikberatkan peran lingkungan, baik verbal maupun non-verbal dalam pemerolehan hasil belajar. Artinya proses penguasaan dan kemampuan berbahasa itu, khususnya bahasa pertama, dikendalikan dari luar si pembelajar dan diperoleh sebagai akibat adanya berbagai rangsangan yang disodorkan kepada sang pembelajar dan diperoleh sebagai akibat adanya berbagai rangsangan yang disodorkan kepada sang pembelajar melalui lingkungannya. Dalam pandangan behavioristik anak dianggap sebagai penerima pasif dari lingkungannya. Oleh karena itu mereka beranggapan bahwa proses perkembangan bahasa

sangat ditentukan oleh lamanya latihan yang dilakukan oleh lingkungannya, khususnya apa yang dikenal dengan stimulus-respons. Gagasan mentalistik atau nativisik menekankan pada aspek kapasitas bawaan (innate). Para pengusung aliran ini tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar si pembelajar. Sebaliknya mereka beranggapan bahwa selama belajar bahasa pertama sedikitdemi sedikit seorang pembelajar akan membuka kemampuan lingualnya yang secara generic telah diprogramkan pada dirinya. Oleh karena itu para pengikuti aliran ini lebih condong pada anggapan bahwa bahasa merupakan pemberian secara biologis. Pemerolehan bahsa menurut mereka terlalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu yang singkat melalui peniruan. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara ilmiah. Sedangkan pendekatan prosedural mencoba menjembatani kedua kubu ekstrim tersebut dengan memadukan interaksi antara faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal dalam belajar bahasa. Artinya proses penguasaan dan kemampuan berbahasa seseorang itu selain ditentukan oleh faktor-faktor yang bawaan juga sangat ditentukan oleh sejauh mana mereka mendapat latihan-latihan, khususnya lewat kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar membaca ini, kubu-kubu ekstrim sebagaimana disebutkan di atas nampak juga dari hasil-hasil riset para pakar membaca. Yap (1978) misalnya melaporkan bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas membacanya. Tegasnya, kemampuan berbahasa seseorang itu sangat ditentukan oleh pengaruh sejauh mana (lamanya) seseorang melakukan aktivitas membaca. Ibarat seorang penerbang, semakin tinggi jam terbang yang dimilikinya maka akan semakin piawai kemampuan terbangnya, begitu pula sebaliknya. Untuk menguatkan pendapatnya itu Yap melaporkan hasil penelitiannya ihwal perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca tersebut sebagai berikut: 65% ditentukan oleh banyaknya waktu yang digunakan untuk membaca, 25% oleh faktor IQ, dan 10% oleh faktor-faktor lain berupa lingkungan sosial, emosional, lingkungann fisik dan sejenisnya. Dengan demikian, menurut Yap jika kita berniat untuk meningkatkan kualitas kemampuan membaca seseorang maka perbanyaklah melakukan aktivitas membaca. Dengan demikian Yap termasuk seorang pakar membaca yang beraliran behavioristik, yakni yang meyakini bahwa pemerolehan kemampuan membaca seseorang itu sebagian besar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal fari lingkungan.

Berbeda dengan Yap, Burmenister mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang itu ditentukan oleh faktor intelegensinya (IQ). Hasil riset yang dilakukan oleh Anderson dan Freeboddy (1981) secara implicit dapat dikatakan menyokong pendapat Burmeister tersebut. Mereka mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara IQ yang dimiliki oleh seseorang dengan kemampuannya memahami membaca. Smith dan Mc Ginnis (1982) juga mengatakan bahwa orang yang memiliki intelegensi rata-rataa atau intelegensinya yang lebih baik cenderung dapat menjadi pembaca-pembaca yang baik. Meskipun demikian mereka tetap mengingatkan bahwa intelegensi bukanlah segalanya. Ia hanyalah merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi belajar membaca. Harris (1970) juga berpendapat bahwa faktor yang terpenting dalam masalah kesiapan membaca ialah kepemilikan intelegensi umum. Karena faktor tersebut merupakan angka rata-rata lain sangat jelas. Witty dan Kopel pun mempunyai pendapat serupa. Mereka berkesimpulan bahwa seseorang yang memiliki skor IQ di bawah 25, biasanya tidak pernah mecapai kematangan mental yang layak untuk belajar membaca; yang skor IQ-nya di bawah 50 akan mengalami kesulitan dalam memahami materi bacaan yang abstrak dan materi-materi lainnya yang sukar; dan mereka yang skor IQ-nya merentang di antara 50 hingga 70 akhirnya akan mampu membaca juga, akan tetapi kemampuannya itu tidak akan melebihi kemampuan peringkat keempat. Jika ditinjau dari teori belajar di atas, para pakar tersebut termasuk mereka yang beraliran mentalistik karena mereka beranggapan bahwa kemampuan membaca itu sangat dipengaruhii oleh unsur-unsur yang bersifat bawaan, yakni unsur intelensi tersebut. Sedangkan Ebel (1972:35) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan pemahaman bacaan yang dapat dicapai oleh siswa dan perkembangan minat bacaannya tergantung pada faktor-faktor berikut: (1) siswa yang bersangkutan,(2) keluarganya,(3) kebudayaannya, dan (4) situasi sekolah. Begitu pula Omagio (1984) berpendapat bahwa pemahaman bacaan bergantung pada gabungan pengetahuan bahasa, gaya kognitif, dan pengalaman membaca. Ahli lain seperti Alexander (1983-146) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pemahaman bacaan meliputi program pengajaran membaca, kepribadian siswa, motivasi, kebiasaan dan lingkungan sosial ekonomi mereka. Ihwal kaitan status sosial ekonomi dengan kemampuan serta minat membaca seorang anak ini Benson (1969) menyatakan bahwa kemampuan serta minat membaca anak-anak

yang berasal dari masyarakat kelas sosial ekonomi rendah dapat mencapai 80%. Hal yang sama juga dikatakan oleh Coleman (1940), serta Gough. Mereka berkesimpulan anak-anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah umumnya kemampuan membacanya juga rendah. Burron Claybaugh (1977:25-35) mengatakan bahwa pada tahap-tahap awal tingkat pencapaian kemampuan dan minat membaca seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka namakan kesiapan membaca (reading readness). Mereka mengajukan enam hal yang dipandang penting dalam mempertimbangkan reading readness ini, yakni: (a) Kepemilikan fasilitas bahasa lisan (oral language facility); (b) Latar belakang pengalaman (backround experience); (c) Diskriminasi auditori dan visual (auditory & visual discrimination); (d) Intelegensi (intelligence); (e) Sikap dan minta (attitude and interest); (f) Kematangan emosi dan sosial (emotional and sosial maturity). Wolfguy Michel dan Sterhagel (dalam Zielparache (1979) mencoba menggambarkan faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi membaca ini sebagai berikut: TEKS PEMBACA Konstruksi Kondisi - Struktur bahasa - Isi teks - Cirri-ciri teks - Cara penyusunan

- Aktualitas - Hubungan konteks - Kelompok masyarakat - Kepribadian - Lingkungan (umum, khusus, - Sosial, actual - Tujuan - Motivasi INTERAKSI HASIL Keduanya mengatakan bahwa hasil dari kegiatan membaca tersebut akan sangat tegantung pada sejauh mana teks dan kondisi pembaca saling mempengaruhi, saling membantu. Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan serta membaca seseorang itu pada hakikatnya tidaklah tunggal. Mengapa demikian karena sebagaimana yang telah kita bahas pada kegiatan belajar 2 pada dasarnya proses membaca sendiri sesungguhnya tidaklah tunggal. Kemudian dari sekian banyak pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca, agaknya pendapat Pearson-lah yang dapat

dianggapsebagai cermin dari kesimpulan. Menurutnya faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca dapat diklasifikasikan ke dalam dua katori, yakni faktor-faktor yang bersifat intrisik (yang berasal dari dalam pembaca) dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pembaca). Faktor-faktor instrinsik antara lain meliputi kepemilikan faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi dua katagori, yakni pertama, unsur-unsur yang berasal dari faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi dua kategori, yakni pertama, unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan, dan kedua, unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Katagori pertama berkenaan dengan keterbacaan (readability) dan organisasi teks atau wacana. Sedangkan katagori kedua berkenaan dengan fasilitas, guru, model pengajaran dan lain-lain (Pearson, 1978 dalam Hafni, 1981: 2-3).

Selanjutnya Hafni juga mencoba merumuskan beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan ke dalam beberapa alasan. Rumus-rumus yang digunakannya didasarkan pada pendapat Swan (1979) yang berpandangan bahwa beberapa penyebab kesukaran memahami isi bacaan berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasaan-kebiasaan dimaksudkan meliputi: (1) Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi sehingga gagal memberi makna pada teks; (2) Kurang memberi perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami butir-butir tertentu; dengan demikian unsur-unsur kecil dalam bacaan, seperti, kata hubung, kata ingkar, kata modal luput dari perhatian pembaca; (3) Terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut; dengan demikian pembaca akan menafsirkan makna teks dari sudut pengetahuan dan pengalamannya sendiri; (4) Kalimat-kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai kompleksitas yang tinggi; keruwetan sintaksis dapat menyebabkan kesulitan pada pembacanya; (5) Gaya penulisan yang bertipe mengulang-mengulang gagasan dengan ungkapanungkapan dan kata-kata yang khusus juga dapat menimbulkan kesulitan pada pembacanya; (6) Gaya pengungkapan pokok pikiran penting secara tidak langsung yang mengharuskan pembaca mengambil inferensi atas informasi-informasi yang tidak tersurat dalam bacaan, juga dapat menimbulkan kesulitan pada bacaannya; (7) Penggunaan kata yang tidak akrab dengan pembacaanya juga merupakan kendala bagi pemahaman bacaan. Selain hal-hal di atas dalam konteks Indonesia beberapa faktor lain yang juga merupakan faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca bangsa kita antara lain, pertama, tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbat dalam kantong memori linguistik masyakat kita. Seperti kita tahu, secara histories-kultural masyarakat kita mengantongi warisan budaya lisan atau budaya tutur yang memfosil. Hampir berabad-abad lamanya perilaku komunikasi masyarakat kita lebih banyak berlangsung dalam tataran yang

serba melisan (omong-dengar) ketimbang tradisi litersi (baca-tulis). Tradisi literasi sendiri konon baru dikenal secara terbatas oleh bangsa kita sekitar paruh abad VIII, sebagai akibat persentuhan dengan agama serta kebudayaan Hindu, Budha kemudian Islam. Itu pun hanya hanya hadir pada sekelompokk kecil masyarakat elit priyayi sebagai akibat didirikannya lembaga persekolahan oleh kolonial Belanda sebagai pengejawantahan dari politic etic. Dan baru setelah kita merdeka dan mendirikan sekolah-sekolah kegiatan membaca dan menulis tersebut mulai menyentuh secara lebih luas kepada masyarakat umum. Jadi perkenaan masyarakat kita kegiatan membaca dan menulis memang masih relatif baru. Padahal untuk mengubah tradisi lisan menuju budaya literasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai bahan perbandingan, masyarakat Eropa memerlukan waktu tidak kurang dua abad untuk menjadikan kegiatan literasi sebagai bagian tradisi hidup masyarakatnya, yakni dimulai dari zaman renesans yang kemudian dilanjutkan dengan zaman industrialisasi. Begitu pula dengan proses terbentuknya tradisi literasi pada bangsa Jepang, konon membutuhkan waktu satu abad lamanya, yakni dimulai dari perancangan Restorasi Meiji. Kedua, akibat sistem persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau tradisi membaca pada para peserta didik. Sebagaimana kita tahu, proses pembejalaran yang dibangun dalam dunia persekolahan kita pada umumnya lebih banyak berbasis dalam tataran lisan (guru terlalu banyak menjadi pembicara dan murid terlalu banyak menjadi pendengar) tinibang dalam tataran keberaksaraan (guru dan murid bersama menjadi seorang pembaca dan penulis). Bahkan berbagai pendekatan yang dipahami serta diperlakukan dalam perspektif kelisanan. Para guru pada umumnya jarang mejadikan kegiatan membaca sebagai kerangka pijak (frame of reference) pembelajaran yang ia lakukan kepada para siswanya. Oleh karena itu secara anekdot dikatakan bahwa untuk dapat sukses belajar di sekolah seorang siswa tidak dituntut harus terampil atau banyak membaca buku, apalagi memilikinya. Cukuplah menjadi pendengar yang baik-baik saja, sebab bukanlah transer ilmu yang dilakukan oleh para guru tidak mengacu serta bersumber dari sejumlah buku melainkan dari omongan sang guru yang disampaikan secara lisan? Dengan kondisi semacam itu, sebagaimana dikemukakakn oleh Prof. Ahmad Slamet Harjasuajana, tidak heran manusia-manusia yang dihasilkan oleh persekolahan kita masih merupakan masyarakat yang aliterat, yakni manusia-manusia yang bias membaca tetapi

mereka memilih untuk tidak membaca, karena memang kegiatan membaca hanya sekedar kegiatan yang tidak terlalu mendapat penekanan utama dalam dunia pendidikan kita. Jika dihungkan dengan pembicaraan ihwal tiga aliran teori belajar bahasa sebagaimana kita bicarakan pada awal pembahasan di atas, maka dapat kita katakana bahwa pandangan-pandangan terakhir ini dapat kita masukkan sebagai para pakar yang beraliran prosedural, yakni yang beranggapan bahwa kemampuan membaca seseorang itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat intrinsic atau yang berasal dari dalam diri si pembaca juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik atau luaran. Sebagai seorang guru sebaiknya kita berpihak pada pendapat yang ketiga di atas. Sebab dengan demikian kita dapat mendudukan posisi anak secara proposional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi bahwaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap sukses tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal ini kemahiran membaca. Namun potensi bahwaan tersebut akan sulit berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempatan lewat proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya, walaupun sang anak telah mendapatkan tempaan proses pembelajaran yang baik dan maksimal akan tetapi jika modal dasarnya kurang, misalnya IQ-nya rendah sekali maka akan susah juga mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secaraperpasangan latihan berikut! 1. Jelaskan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang! 2. Mengapa kita sebagai guru sebaiknya berpihak kepada kaum prosedural dalam melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang itu? Petunjuk jawaban latihan Jika anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan memperhatikan rambu-rambu berikut ini! 1. Yakni faktor-fakro yang bersifat intrinsic (yang berasal dari dalam pembaca) dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasall dari luar pembaca). Faktor-faktor intrinsic

antara lain meliputi kepemilikan kompetensi bahasa, motivasi, dan kemmapuan membacanya. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik di bagi menjadi dua katagori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan (keterbacaan dan organisasi teks) dan kedua, unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca (fasilitas, guru, model pengajaran dan lain-lain). 2. Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca seseorang itu selain dipengaruhi oleh faktorfaktor yang bersifat instrinsik juga oleh faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik karena dengan demikian kita dapat mendudukkan posisi anak secara proporsional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi bawaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap sukses tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal ini kemahiran membaca. Namun potensi bawaan tersebut akan sulit berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempaan lewat proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya walaupun sang anak telah mendapat tempaan proses pembelajaran yang baik dan maksimal namun jika modal dasar mereka kurang begitu memadai, misalnya IQ-nya rendah sekali, maka mereka akan sulit juga untuk ditingkatkan secara maksimal kemampuan membacanya itu. Rangkuman Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca seseorang. Namun secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni faktor-faktor yang bersifat intrinsic (yang berasal dalam pembaca). Faktor-faktor intrinsic antara lain meliputi kepemilikan kompentensi bahasa, minat, motivasi, dan kemampuan membacanya. Sedangkan faktorfaktor ekstrinsik dibagi menjadi dua kategori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan (keterbacaan dan organisasi teks), dan kedua, unsur-unsur yang berasal dari lingkungan (fasilitas, guru, model pengajaran dan lain-lain). Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca seseorang itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat instrinsik juga oleh faktorfaktor yang bersifat ekstrinsik. Selanjutnya beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan antara lain berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasan-kebiasaan dimaksud meliputi (1) terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi sehingga gagal memberi makna pada teks (2)

kurang memberi perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami butir-butir tertentu, (3) terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut, (4) kalimat-kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi, (5) gaya penulisan yang bertipe mengulang-ulang gagasan dengan ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang khusus (6) gaya pengungkapan pokok pikiran yang tidak langsung sehingga mengharuskan pembaca mengambil inferensi atas informasi-informasi yang tidak tersurat dalam bacaan, (7) penggunaan kosakata yang tidak akrab dengan pembaca. Beberapa faktor yang lain juga merupakan faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca bangsa kita antara lain, pertama, tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbatan dalam kantong memori linguistik masyarakat kita, kedua, akibat sistem persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau tradisi membaca pada para pererta didik. Petunjuk: Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling tepat A, B, C atau D) 1) Kaum behavioristik beranggapan bahwa kemampuan membaca seseorang itu sangat dipengaruhi oleh faktor. A. Instrinsik B. Ekstrinsik C. Ekstrinsik dan instrinsik D. Semuanya benar 2) Faktor ekstrinsik di yakini sebagai faktor dominan dalam mempengaruhi kemampuan membaca seseorang. Anggapan semacam itu diyakini oleh kaum. A. Behavioral B. Mentalistik C. Prosedural

D. Semuanya benar 3) Manakah di bawah ini yang tidak termasuk ke dalam komponen kesiapan membaca (reading readnness)? A. Kepemilikan fasilitas bahasa lisan. B. Sikap dan mental C. Intelegensi. D. Kondisi sosial ekonomi. Petunjuk: untuk soal no. 4-6, pilihlah: A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat. C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah alasan benar. D. Jika pernyataan dan alasan salah 4) Yap mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang itu diibaratkan seperti kemampuan seorang penerbang: semakin banyak terbang maka akan semakin piawailah kemampuan terbangnya. Sebab Berdasarkan hasil penelitian bahwa kemampuan hampir 65% kemampuan membaca seseorang ditentukan oleh kuantitas membacanya 5) Burmeinster serta beberapa pakar lainnya mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang itu di tentukan oleh faktor intelegensinya (IQ) Sebab Menurut Harris IQ yang dimiliki seseorang memang sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kemampuan membaca seseorang, namun IQ bukanlah segalanya. Ia hanyalah

merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar membaca. 6) Status sosial ekonomi seseorang ternyata berkorelasi dengan kemampuan serta minat membaca seseorang. Sebab Benson (1969) menyatakan bahwa kemampuan serta minat membaca anak-anak yang berasal dari masyarakat kelas sosial ekonomi rendah dapat mencapai 80%. Petunjuk: untuku soal no. 7-10 pilihlah: A. Jika (1) dan (2) benar. B. Jika (1) dan (3) benar. C. Jika (2) dan (3) benar. D. Jika (1),(2), dan (3) benar. 7) Dalam konteks masyarakat Indonesia beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab rendahnya kemampuan membaca bangsa kita antara lain yaitu: (1) Tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbat