8
Kelompok 4 Hakikat Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif A. Hakikat Ibadah Secara bahasa ibadah bermakna perendahan diri dan ketundukan. Oleh sebab itu orang arab menyebut jalan yang biasa dilalui orang dengan istilah thariq mu’abbad. Yaitu jalan yang telah dihinakan, karena telah banyak diinjak-injak oleh telapak kaki manusia. Sehingga, ibadah bisa diartikan dengan perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan. Secara terminologi, ada beberapa definisi yang diberikan oleh para ulama tentang makna ibadah, yang pada hakikatnya semua definsi itu saling melengkapi. Di antaranya mereka menjelaskan bahwa ibadah adalah ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang disampaikan melalui lisan para rasul- Nya. Syaikh as-Sa’di rahimahullah juga menerangkan bahwa ibadah itu mencakup ketundukan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta membenarkan berita yang dikabarkan-Nya. Apabila makna-makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa takrif yang diberikan oleh suatu golongan berpaut untuk menyempurnakannya dengan takrif yang diberikan oleh golongan yang lain. Jelasnya, tidaklah dipandang seseorang mukallaf telah beribadah (sempurna ibadahnya) kalau ia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha ( mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalan-Nya di ahkirat), atau ahli ushul (ibadah meliputi segala yg disukai Allah dan yang diridhai-Nya, berupa perkataan, maupun berupa perbuatan, baik terang, maupun bersembunyi) saja. Tapi ia perlu juga beribadah dengan mengesakan Allah, taat beribadah menyelenggarakan syariat, dan memperbaiki budi pekerti. Allah berfirman, ِ ونُ دُ بْ عَ يِ ل اَ ّ لِ َ سْ نِ اْ ل َ وَ ّ نِ جْ ل ُ تْ قَ لَ خ اَ مَ و

Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hakikat Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif di dalam kehidupan sehari, silahkan didownload ya teman-teman

Citation preview

Page 1: Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

Kelompok 4

Hakikat Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif

A. Hakikat IbadahSecara bahasa ibadah bermakna perendahan diri dan ketundukan. Oleh sebab itu orang arab

menyebut jalan yang biasa dilalui orang dengan istilah thariq mu’abbad. Yaitu jalan yang telah dihinakan, karena telah banyak diinjak-injak oleh telapak kaki manusia. Sehingga, ibadah bisa diartikan dengan perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.

Secara terminologi, ada beberapa definisi yang diberikan oleh para ulama tentang makna ibadah, yang pada hakikatnya semua definsi itu saling melengkapi. Di antaranya mereka menjelaskan bahwa ibadah adalah ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang disampaikan melalui lisan para rasul-Nya. Syaikh as-Sa’di rahimahullah juga menerangkan bahwa ibadah itu mencakup ketundukan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta membenarkan berita yang dikabarkan-Nya.

Apabila makna-makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa takrif yang diberikan oleh suatu golongan berpaut untuk menyempurnakannya dengan takrif yang diberikan oleh golongan yang lain. Jelasnya, tidaklah dipandang seseorang mukallaf telah beribadah (sempurna ibadahnya) kalau ia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha ( mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalan-Nya di ahkirat), atau ahli ushul (ibadah meliputi segala yg disukai Allah dan yang diridhai-Nya, berupa perkataan, maupun berupa perbuatan, baik terang, maupun bersembunyi) saja. Tapi ia perlu juga beribadah dengan mengesakan Allah, taat beribadah menyelenggarakan syariat, dan memperbaiki budi pekerti.

Allah berfirman,

�د�ون� ع�ب �ي ل �ال� إ �س �ن واإل� �ج�ن� ال ق�ت� ل خ وما“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56).

B. Ibadah Mahdhah dan Gairu Mahdhah1. ‘Ibadah Mahdhah,  artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

النسآء … الله باذن ليطاع اال رسول من 64 وماارسلنا

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).

… الحشر فانتهوا عنه نهاكم وما فخذوه الرسول آتاكم 7 وما

Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

Page 2: Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

البخاري . رواه اصلى رايتمونى كما عنى .   صلوا خذوا.  مناسككمShalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebutbid’ah:  Sabda Nabi saw.:

عليه . . متفق رد فهو منه ليس ما هذا امرنا فى احدث  من ، بعدى من المهديين الراشدين الخلفآء وسنة بسنتى عليكماالمور، ومحدثات واياكم ، بالنواجذ بها وعضوا بها تمسكوا

ضاللة بدعة وكل بدعة، محدثة كل احمد .  فان رواه ، ماجه وابن والترمذي الحديث  وابوداود خير فان بعد، اما

محمد هدي الهدي وخير ، الله .  كتاب االمور وشر صمسلم . رواه ضاللة بدعة وكل بدعة محدثة وكل محدثاتها

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:

سؤالهم بكثرة قبلكم كان من هلك فانما تركتكم، ما ذرونىمنه فأتوا بشيئ امرتكم فاذا انبيآئهم، على واختالفهم

مسلم . اخرجه فدعوه شيئ عن نهيتكم واذا ماستطعتم

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :1. Wudhu,2. Tayammum3. Mandi hadats4. Adzan5. Iqamat6. Shalat7. Membaca al-Quran

Page 3: Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

8. I’tikaf9. Shiyam ( Puasa )10. Haji11. Umrah12. Tajhiz al- Janazah

2. Ghairu MahdhahPokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana  untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya  (QS. 2: 144).b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

C. Menggapai Ibadah yang BerkualitasBagi seorang muslim, tak boleh ada waktu terbuang. Sebab setiap gerak dan langkah harus

bernilai ibadah. Bahkan setiap tarikan nafaspun harus bermuatan ibadah. Ibadah dalam arti umum adalah segala aktivitas yang ditujukan untuk mencari keridhoan Allah SWT. Pahala tidak semata menjadi milik mereka yang sedang berdiam di masjid atau musholla. Pahala bisa diraih di mana saja, rumah, kantor,/ sekolah, masjid bahkan jalanan. Pun bukan juga semata kepunyaan orang-orang kaya yang berlimpah harta. Ibadah tidak hanya didominasi oleh para kiai, ustadz, atau orang-orang kaya. Pekerja kasar, guru, siswa, dan orang-orang miskinpun berhak melakukan sesuatu yang bernilai ibadah. Siapapun boleh bersaing mendapatlkan pahala sebanyak mungkin.

Islam menjadikan ibadah sebagai landasan utama setiap pekerjaan. Dari sini muncul sebuah tuntutan, agar setiap desah napas, gerak dan langkah kehidupan bermuatan pahala atau dengan niat mencari keridloan Allah SWT. Setiap pekerjaan harus dilakukan dengan cara yang baik dan berkualitas, tidak asal-asalan, atau bukan hanya sekedar cukup menggugurkan kewajiban. Setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan ihsan. Rasulullah bersabda : Innallaha katabal ihsana a’la kulli syai in. Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (baik dan berkualitas) dalam segala sesuatu. (HR Muslim). Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang jika bekerja dengan ihsan (baik, berkualitas) dan itqon (sempurna, profesional) (HR Baihaqi).

Jelas  di sini bahwa perbuatan/pekerjaan/ibadah yang dilaksanakan dengan ihsan, berarti pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan baik, berkualitas dan dilandasi niat karena Allah SWT, yakni mencari pahala dan mendapat keridhoan Allah SWT. Ihsan (berbuat baik, berkualitas dan

Page 4: Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

dengan niat karena Allah SWT) hendaknya menjadi pakaian kaum muslimin, menjadi pakaian kita semua, dimanapun kita berada.

Ibadah  dalam Islam adalah merupakan manifestasi , pembuktian dari pernyataan iman. Oleh sebab itu, sebelum beribadah ada keimanan harus lebih dahulu mendasari. Ibadah yang tidak didasari keimanan tidak akan berkualitas dan berpengarh apa-apa. Seorang yang iamanya bagus ibadahnya akan berkualitas.Dalam Al Qur’an  ada 4 ayat yang menyebutkan hubungan antara kualitas iman dengan kualitas ibadah. Diaman pelakunya dapat mencapai derajat keimanan yang tinggi atau mukmin hakiki.          Keempat ayat itu selalu didahuli dengan kata “innama:, dalam retorika Arab atau ilmu balaghah disebut sebagai ‘ adatul hasr” ,kata untuk membatasi sifat tertentu.Penerapanya dalam Al Qur’an, kata ini berarti “ hanya orang – orang mukmin yang mempunyai sifat itu”. Dalam bahasa lain bisa dikatakan sebaga “ orang –orang mukmin yang berkualitas tinggi”..Keempat  kata ‘ al-mukminun’ yang didahului dengan kata ‘innama’ itu terdapat dalam surat al- Anfal: 2, an- Nur : 62,al-Hujurat : 10 dan 15.

�ه�م� �و�ب ق�ل وج�لت� �ه� الل �ر ذ�ك �ذا ا �ن �ذ�ي ال �و�ن �م�ؤ�م�ن ال �ما �ن ت�  ا �ي �ل ت �ذا ا و . �م�و�ن �ق�ي ي �ن �ذ�ي ال �و�ن �ل وك ت ي Xه�م� ب ر وعلى Yا �مان �ي ا �ه�م� ادت ز �ه� ات ي ا �ه�م� ي عل . ه�م� ل حق]ا �و�ن �م�ؤ�م�ن ال ه�م� �ك ئ �و�ل ا �ف�ق�و�ن �ن ي اه�م� ق�ن ز ر وم�م�ا ة الص�ال

�م ر�ي ك ق^ ور�ز� ة^ ومغ�ف�ر Xه�م� ب ر �د ن ع� جات در“ Sesungguhnya orang – orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka ( karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang – orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang –orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggia disisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (ni’mat) yang mulia” ( Q.S.Al Anfal : 2 – 4 )

D. Menyikapi Ikhtilaf Dalam Tatacara BeribadahPerbedaan adalah sebuah keniscayaan. Allah menciptakan segala sesuatu dalam keadaan

berbeda satu sama lain. Termasuk juga dalam ibadah, terdapat banyak ragam tata cara ber ibadah kepada Allah. Yang diperlukan adalah bagaimana sikap seharusnya, sebagai mukmin menghadap perbedaan ibadah tersebut.

Sebagai contoh adalah ibadahshalat. Berapa banyak kita jumpai perbedaan tata cara pelaksanaan mulai dari takbiratul ikhram hingga salam? Tentulah sangat banyak aneka ragam perbedaannya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Sangat mungkin disebabkan dasar dalil yang digunakan berbeda, atau dalil yang sama tetapi dipahami berbeda atau bahkan diterima dari sumber (ustadz) berbeda ketika dalam proses belajar.

Seseorang atau sekelompok orang tidak boleh memaksakan cara ibadahnya adalah satu-satunya yang benar sesuai sunnah kepada orang lain. Yang benar adalah cara yang ia gunakan dan cara yang digunakan oleh orang lain adalah salah. Apalagi cara yang ditempuh dalam menyalahkan pihak lain menggunakan cara-cara kekerasan. Sungguh tidak islami.

Page 5: Hakikat Ibadah Dan Pembentukan Perilaku Positif

Upaya untuk mendominasi kebenaran terkadang dilakukan dengan cara memperhadapkan pihak yang berbeda dengan pemerintah. Sebagai contoh dalam kasus ini adalah perbedaan waktu awal puasa, idul fitri dan idul adzha. Cara yang digunakan dalam hal ini adalah dengan mengatakan “tidak taat kepada uli al amri”. Mereka gunakan ayat :

م�ر� األ و�ل�ي

� وأ س�ول الر� � ط�يع�وا وأ الله � ط�يع�وا

أ � �وا آمن �ذ�ين ال eها ي أ ا ي

�م� …م�نك

untuk menyerang pihak lain.

Bagaimana Sikap Mukmin Terhadap Perbedaan Ibadah yang semestinya menjadi pilihan. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman untuk mensikapi terjadinya perbedaan ibadah.

1. Bijak mensikapi perbedaan

Ada satu kasus yang dapat dijadikan contoh teladah menghadapi perbedaan tersebut. Di mana kasus ini tentang shalat ashar. Diceritakan, ketika selesai perang Ahzab atau perang Khandaq mereka pulang ke rumah masing-masing. Saat pulang mereka dipesan oleh Rasul untuk tidak shalat ashar kecuali telah sampai di Bani Quraidhah. Instruksi rasul sudah sangat jelas. Apa yang terjadi? Ternyata, walaupun instruksinya jelas tetap saja terjadi perbedaan pelaksanaan perintah Rasul tersebut. Ketika tiba waktu ashar dan belum sampai di Bani Quraidhah terjadi perbedaan pendapat. Satu orang melaksanakan shalat asharwalau belum sampai di kampung  Bani Quraidhah dan yang satu lagi menunggu hingga tiba di sana. Terjadi perdebatan sengit antar kedua kubu ini. Kemudian ketika sampai di hadapan Rasul, mereka mengadukan persoalan tersebut untuk mencari pembenaran. Dan sikap Rasul adalah membenarkan kedua-duanya dan tidak menyalahkan salah satu dari mereka.

SUMBER : http://muslim.or.id/aqidah/menguak-hakikat-ibadah.htmlhttp://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/Buku Kuliah Ibadah, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieiqy