Upload
b-win-irawan
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hendri L. Blum yang diacu pada Ima (2008) derajat kesehatan
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lingkungan (30%), perilaku hidup
sehat (40%), pelayanan kesehatan (10%), dan keturunan (20%). Dari keempat
faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku hidup sehat sangat mempengaruhi
derajat kesehatan. Menurut UU No 32 Tahun 2009, lingkungan adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Contoh
perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan
perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua
kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian
yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang,
anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi
penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian. Di negara
berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per
tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun
atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare. Data WHO
memperkirakan bahwa infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita
setiap tahun di seluruh dunia, membuat diare menjadi penyebab kematian bayi
dan balita kedua terbanyak setelah pneumonia.1
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka
kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Hasil
1
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat
diare 23 per 100.000 penduduk dan pada balita 75 per 100.000 balita. Data
Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005
lalu di 12 provinsi. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000
penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277
(CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per
tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada
balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000
balita. WHO memperkirakan, sekitar 31.200 anak balita di Indonesia meninggal
setiap tahun karena penyakit ini.1
Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun,
walaupun banyak juga ditemukan penderita yang usianya relatif muda yaitu antara
6 bulan–12 bulan. Pada usia ini anak mulai mendapat makanan tambahan seperti
makanan pendamping air susu ibu, sehingga kemungkinan termakan makanan
yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit diare menjadi lebih
besar. Selain itu anak juga sudah mampu bergerak kesana kemari sehingga pada
usia ini anak senang sekali memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.1
Pada anak–anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh
menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan yang
demikian sangat membahayakan kesehatan anak. Ibu biasanya tidak
menanggapinya secara sungguh–sungguh karena sifat diarenya ringan. Padahal
penyakit diare walaupun dianggap ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan
anak.1,2
Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus
dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang
menyebabkan anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan
gizi kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa. Maka
memuasakan anak saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah terjadi pada
anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat menyebabkan
kematian.2,3
2
Oleh karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap
diare diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu
komponen faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya
perubahan perilaku akan cepat. Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting
adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan
mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik
yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah
berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang
menderita diare.2,3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap, Kecamatan Nunukan
Selatan pada bulan Januari tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap pada bulan Januari
tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap pada bulan
Januari tahun 2015 berdasarkan usia
b) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap pada bulan
Januari tahun 2015 berdasarkan pendidikan.
3
c) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap pada bulan
Januari tahun 2015 berdasarkan pekerjaan.
d) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Sedadap pada bulan
Januari tahun 2015 berdasarkan sumber informasi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan tentang gambaran determinan
penyakit diare lebih mendalam dan pengalaman secara langsung di dalam
merencanakan dan melaksanakan penelitian, serta mampu menerapkan
ilmu yang telah diperoleh.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan yang dapat dipergunakan untuk lebih
mengefektifkan program dalam hal pemberantasan dan pencegahan
penyakit diare.
1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat
bermanfaat bagi yang membutuhkan bahan pustaka dan informasi
mengenai gambaran determinan kasus penyakit diare.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIARE DAN BALITA
2.1.1. Definisi Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan atau tanpa darah atau lendir. Menurut WHO (2008), diare
didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam.
Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2
minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu).2,4
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut
Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi
dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit
diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO
diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik
beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu
biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan
bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP,
diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih
dalam sehari).2,4
2.1.2. Definisi Balita
Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang
perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk
mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh.4,5
5
Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan, yakni ;
a) Masa neoratus : usia 0 – 28 hari
b) Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
c) Masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari
d) Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
e) Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
f) Masa bayi dini : 0 – 1 tahun
g) Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
h) Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)
i) Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
j) Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun
k) Masa neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah
serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi
yang sehat berkisar antara 2500-4000gr, panjang badan sekitar 48-52cm, selama
10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat
badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami
kenaikan.4,5
2.2. Epidemiologi Diare
Sebelum kita ketahui epidimiologi dari kasus diare ini, perlu kita ketahui
terlebih dahulu frekuensi diare pada balita yaitu 2-3 kali per tahun. Maka kejadian
ini merupakan kejadian berulang pada balita. Adapun yang menyebabkan kejadian
diare ini berulang yaitu ;6
A. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya
menyebar melalui fecal oral antara lain makan/minum yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa prilaku dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya
diare, prilaku tersebut antara lain :
6
1) Tidak memberikan ASI (air susu ibu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan, pada bayi yang tidak diberi ASI berisiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan
oleh kuman karena botol susah untuk dibersihkan.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar. air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, pencemaran di rumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
5) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan dan menyusui/menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
menganggap bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja
binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
B. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa
penyakit lain danlamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi
yang dapatmelindungi kita terhadap kuman penyebab diare seperti shigella
dan V.cholera.
2) Kurang gizi beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama gizi
buruk.
7
3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-
anak yang sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal
ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
4) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (automune insufisiensi
syndrom) pada anak imunosepresi berat, diare dapat terjadi karena kuman
yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
5) Secara proposional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55
%).
C. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dan prilaku Penyakit diare adalah salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
sarana pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
prilaku manusia apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula yakni
melalui makan dan minum, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
2.3. Etiologi Diare
1. Faktor infeksia) Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :1,2
i. Infeksi bakteri : vibrio cholera, E. Coli, Salmonella,
Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya.
ii. Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie,
Poliomielitis)
iii. Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides)
8
b) Infeksi parental
Infeksi Parental tialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.1,2
2. Faktor Malabsorsi1,2
Malabsorsi karbohidrat disakarida
a) Faktor makanan
i. makanan basi
ii. makanan beracun
iii. alergi terhadap makanan
b) Faktor psikologis
i. rasa takut dan cemas. Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar
3. Faktor lingkungan
a) Pemasukan air tidak memadai
b) Air terkontaminasi tinja
c) Fasilitas kebersihan kurang
d) Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah
buang air besar
e) Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC
f) Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes.
(Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak
menutup makanan yang telah dimasak).1,2
4. Praktik penyapihan yang buruk
a) Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan
dan melalui pemberian susu melalui botol
b) Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun
c) Faktor individu
1) Kurang gizi
9
2) Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh.
Misalnya, diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang
mengidap campak atau yang mengalami campak.
3) Produksi asam lambung berkurang
4) Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan
yang normal.1,2
2.4. Tanda dan Gejala
Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi
diare sebagai berikut:
Tanda / gejala yang tampak Klasifikasi
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Letargis atau tidak sadar.
b. Mata cekung.
c. Tidak bisa minum atau malas
minum.
d. Cubitan kulit perut
kembalinya sangat lambat.
Diare dengan dehidrasi berat.
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Gelisah, rewel atau mudah
marah.
b. Mata cekung.
c. Haus, minum dengan lahap.
d. Cubitan kulit perut
kembalinya lambat.
Diare dengan dehidrasi
ringan/sedang.
Tidak ada tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi
10
berat atau ringan/sedang. Diare tanpa dehidrasi.
Diare selama 14 hari atau lebih
disertai dengan dehidrasi.
Diare presisten berat.
Diare selama 14 hari atau lebih
tanpa disertai tanda dehidrasi.
Diare presisten.
Terdapat darah dalam tinja (berak
bercampur darah)
Disentri.
Sumber: Pedoman MTBS (2008)
Dibawah ini terdapat tabel-tabel tentang kehilangan cairan menurut derajat
dehidrasi pada anak :
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun
No. Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 50 100 25 175
2. Sedang 75 100 25 200
3. Berat 125 200 25 350
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
11
No
.
Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 13 80 25 135
2. Sedang 50 80 25 155
3. Berat 80 80 25 185
Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
No
.
Berat Badan Umur PWL MWL CWL Jumlah
1. 0-3 Kg 0-1 bulan 150 125 25 300
2. 3-10 1 bln – 2 thn 125 100 25 250
3. 10-15 2-5 thn 100 80 25 205
4. 15-25 5-10 thn 80 25 25 130
Keterangan :
PWL : Cairan yang hilang karena muntah
MWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL : Cairan hilang karena muntah hebat dasar yang menyebabkan timbulnya
diare
12
2.5. Patofisiologi 7,8
A. Gangguan osmotik
Makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
B. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
C. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
2.6. Komplikasi Diare
Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :8,9
1) Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut
dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan
mampu membawa aliran listrik.
2) Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus)
Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak
adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera
pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya
13
3) Septi semia
Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh
bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu
bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain
melalui darah.
4) Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi
Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung
membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam
pembuluh darah.
2.7. Pencegahan Diare terhadap Balita
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan
penyakit pada saat balita menderita diare, adalah sebagai berikut:9,10
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang mendapat
makanan tercemar. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai dengan susu formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah
tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pemberian ASI selama diare dapat
mengurangi akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan gizi bayi
serta mengurangi keparahan diare.
2. Memperbaiki makanan sapihan
Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai
dibiasakan dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI
tetap merupakan bagian penting dalam susunan makanannya khususnya
sampai usia 2 tahun. ASI eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun
setelah itu cara bertahap dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada
14
umur 1 tahun semua jenis makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan
sebanyak 4-6 kali sehari. Makanan dimasak dan direbus dengan baik,
disimpan di tempat dingin dan dihangatkan sebelum diberikan.
3. Banyak menggunakan air bersih
Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena
dibeberapa daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun
penyediaan air bersih yang memadai penting untuk secara efektif
membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian
pula untuk mencuci tangan. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi
tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita juga harus membiasakan
perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan mencuci tangan dan
sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang kotor.
Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan
dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.
4. Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar
dan sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara
mencegah terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham
fungsi dan manfaat mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan
bersih dilakukan setelah membersihkan anak yang buang air besar,
membuang tinja anak, dan buang air besar. Cuci tangan juga perlu
dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan, dan memberikan
makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan kebiasaan
mencuci tangan.
5. Penggunaan jamban
Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang
tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam
membersihkan dan menyikat jamban.. Sedangkan karakteristik jamban
yang baik sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga,
15
berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman,
tandon penampung tinja sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak
memungkinkan lalat/serangga hinggap di tampungan tinja (dengan sistem
leher angsa).
6. Cara yang benar membuang tinja bayi
Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang
dengan cepat kedalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa
dibuang di udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar
matahari, karena sinar matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-
kuman dalam tinja tersebut. Setelah buang air besar balita segera
dibersihkan kemudian tangan keluarga yang membuang tinja dan tangan
balita dicuci dengan sabun sampai bersih.
7. Imunisasi campak
Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare.
Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama
dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare
dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa
campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi
campak segera setelah berumur sembilan bulan.
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan
Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah
dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah
diterapkan adalah : penyiapan makanan yang higienis, penyediaan air
minum yang bersih, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,
pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya (WC, toilet),
tempat buang sampah yang memadai, berantas lalat agar tidak
menghinggapi makanan, dan lingkungan hidup yang sehat.
16
2.8. Pengobatan Diare
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri “self limiting”. Antibiotika
hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya Cholera, Shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali
pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena
bakteri mudah mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi, atau pada anak/bayi
yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis.7
Tabel. 2.8. Antimikroba yang Sering Digunakan untuk Mengatasi Diare
Mikroba Antimikroba Dosis
VIbrio koleraTetrasiklin 50 mg/Kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella
5-10mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
Asam nalidiksat 55mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5 hari)
Amebiasis
Metronidazol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5-10 hari)
*Dehidro emetin
hidrokhlorida
1-1,5 mg/kg (maks 90mg) i.m s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis Metronidazol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari
*Untuk kasus berat
17
2.8.1. Prinsip Penanganan Diare
Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan
seperti air tajin , kuah sayur, atau air sup. Macam cairan yang dapat digunakan
akan tergantung pada : 1
a) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
b) Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
c) Jangkauan pelayanan kesehatan
d) Tersedianya oralit
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut. WHO mengatur pemberian rehidrasi oral harus
mengandung natrium 90 mEq/L, kalium klorida 20 mEq/L, dan glukosa 111
mEq/L. Gula dapat digunakan sebagai sumber kalori dan juga sebagai bagian dari
cairan rehidrasi. Akan tetapi ukuran gula yang digunakan haruslah tepat, yaitu 5
gram per 200 ml air. Jika terlalu banyak gula diberikan akan terjadi diare osmosis.
Glukosa diperlukan dengan absorbsi 1 molekul NaCl memerlukan 1 mol glukosa,
sehingga perbandingan antara gula dan garam adalah 1 gram garam dan 5 gram
gula dalam 200 cc air masak. Sebelum melakukan rehidrasi oral, hal yang harus
dilakukan adalah menentukan derajat dehidrasi, agar penanganannya sesuai
dengan keadaan klinis anak. 1,10
Anak dengan diare tanpa dehidrasi dapat diberikan cairan lebihbanyak
untuk mencegah dehidrasi. Anak harus tetap diberikan makanan sesuai dengan
umurnya dan menerima ASI. Perawatan anak di rumah dengan diare tanpa
dehidrasi.1
1) Berikan cairan tambahan
Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan oralit,
makanan yang cair (seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada cairan tersebut,
dapat diberikan hanya air matang.
18
Jika anak menyusui ASI, maka harus tetap diberikan. Jika anak
mendapatkan/diberikan ASI eksklusif, berikan cairan rehidrasi oral (CRO) atau air
minum tambahan pada ASI. Setelah diare berhenti, ASI ekslusif dapat diteruskan.
Jika sudah melewati masa ASI eksklusif, maka dapat berikan: Cairan rehidrasi
oral, makanan yang banyak mengandung air (sup, bubur) dan air matang.
Aturan untuk memberikan cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi
a) Anak < 2 tahun : 50 – 100 ml setiap setelah buang air besar.
b) Anak ≥ 2 tahun : 100 – 200 ml setiap setelah buang air besar.
2) Berikan suplemen zink
Dosis zink yang harus diberikan:
a) ≤ 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari.
b) ≥ 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari.
Cara memberikan suplemen zink
a) Pada bayi, larutkan tablet dalam sedikit air lalu campurkan pada susu atau
CRO.
b) Anak yang lebih besar, tablet dapat langsung diminum atau dilarutkan.
Suplemen zink diberikan selama 10-14 hari
3) Anak tetap diberikan makanan
Kebiasaan penderita diare dipuasakan dapat memperburuk keadaan
penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan pada penderita diare harus tetap
dilakukan. Jika anak masih menyusu maka selama anak menderita diare
menunjukkan bahwa 80% makanan masih dapat diserap oleh dinding usus.
Karana itu, pemberian makanan harus tetap dilakukan walaupun ini berarti
memperbanyak feses anak. Selain dapat mempertahankan tingkat gizi anak, juga
anak dapat sembuh lebih cepat.
19
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak
yang masih mendapatkan ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum
susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan anak
4) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut:
a) Buang air besar cair lebih sering
b) Muntah berulang
c) Rasa haus yang nyata
d) Makan atau minum sedikit
e) Demam
f) Tinja berdarah
2.9. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada
Balita
2.9.1. Konsep Perilaku
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang berbasis lingkungan. Ada 2
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia yang tidak sehat. Karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare.12,13
Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
20
sistem pelayanan kesehatan,makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu
mencakup :12
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan
dengan sakit dan penyakit tersebut. Perilaku tersebut terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni :
b. 1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,
misalnya makananyang bergizi, olah raga.
2) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk
menghindari gigitan nyamuk, imunisasi.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misalnya ke poli gigi
untuk berobat.
4) Perilaku sehunbungan denagn pemulihan kesehatan, misal diet,
mematuhi peraturan dokter.
c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, misalnya dalam memilih
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Perilaku terhadap makanan, misalnya dalam memilih konsumsi makanan.
e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misalnya perilaku sehubungan
dengan air bersih, pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi
rumah sehat, pembersihan sarang-sarang. Menurut Benyamin Bloom
dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domain yaitu :
a. Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan
(knowledge).
b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude).
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidik yang diberikan (practice).
21
2.9.2. Tingkatan Pengetahuan
Diare membutuhkan penanganan yang cepat agar tidak terjadi dehidrasi.
Pengetahuan mengenai penanggulangan diare sangat penting untuk di ketahui oleh
ibu yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya dehidrasi baik
ringan, sedang maupun berat. Jika terjadi dehidrasi dan tidak segera ditangani
maka akan menyebabkan kematian. Karena dehidrasi merupakan penyebab
kematian pada penyakit diare. Jika ibu mengetahui cara penanggulangan kejadian
diare secara dini dengan baik, maka balita yang terkena diare tidak akan sampai
mengalami dehidrasi sedang atau berat karena sudah dapat ditanggulangi sendiri
di rumah.14
Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu :14
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
mendefinisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan
tanda – tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpertasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita
harus makan – makanan yang bergizi.
22
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum – hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang
lain. Contohnya dapat menggunakan prinsip – prinsip, siklus pemecahan
masalah, dari kasus yang diberi.
d. Analisis (Analysis)
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek
dalam komponen – komponen tetapi masih dalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun,
merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan – kemampuan untuk
melakukan identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu
objek, penilaian – penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria tak ada.
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan
dan sikap ibu terhadap penanganan diare pada balita maka disusun suatu
kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel independen
: Variabel dependen
24
Sumber Informasi
Pekerjaan
Pendidikan
Usia
Pengetahuan, sikap, dan
tindakan ibu dalam
penanganan awal diare
3.2. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dikemukakan, dapat disusun
definisi operasional. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen
1) Usia
a. Definisi : Lamanya seseorang hidup mulai saat pertama
dilahirkan sampai usia responden pada saat masuk
puskesmas untuk pertama kali yang dinyatakan
dalam satuan tahun.
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Kuesioner
d. Hasil Ukur :
1. 17 - 25 tahun.
2. 26- 35 tahun.
3. 36- 45 tahun.
4. 46- 55 tahun.
5. 56 - 65 tahun.
2) Tingkat Pendidikan
a. Definisi : Jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
diikuti responden.
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Kuesioner
d. Hasil Ukur : 1. Tidak pernah sekolah
2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat SMU
6. Tamat Perguruan Tinggi
25
3) Pekerjaan
a. Definisi : Jenis Pekerjaan responden
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Kuesioner
d. Hasil Ukur : 1. Ibu rumah tangga
2. PNS
3. Pegawai Swasta
4. Wiraswasta
5. Lain-lain.
4) Sumber Informasi
a. Definisi : Segala sumber yang dapat diakses dalam
memperoleh infromasi mengenai diare.
a. Alat ukur : Kuesioner
b. Cara ukur : Kuesioner
c. Hasil Ukur : Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
nominal
a) Petugas kesehatan Puskesmas, yaitu dokter,
bidan/perawat, kader Posyandu, dan lain-lain.
b) Media cetak yaitu majalah, surat kabar, buku,
brosur, dan lain-lain
c) Media elektronik, yaitu televisi, radio, dan
internet
d) Orang tua
e) Teman
f) Baru tahu
26
2. Variabel Dependen
1) Pengetahuan Ibu
a. Definisi : Pemahaman responden tentang diare
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Kuesioner
d. Hasil Ukur : Total skor untuk penilain terhadap pengetahuan
adalah 16 dan dilakukan penilaian sebagai berikut:
a. Baik; apabila jawaban yang benar > 80% (total
skor > 13).
b. Cukup; apabila jawaban yang benar antara
60% - 80% (total skor 10 – 13).
c. Kurang ; apabila jawaban yang benar < 60%
(total skor < 10)
2) Sikap Ibu
a. Definisi : Reaksi responden terhadap diare
b. Alat ukur : Kuesioner
c. Cara ukur : Kuesioner
d. Hasil Ukur : Total skor untuk penilain terhadap sikap adalah 10
dan dilakukan penilaian sebagai berikut:
a. Baik; apabila jawaban yang benar > 80% (total
skor > 8).
b. Cukup; apabila jawaban yang benar antara
60% - 80% (total skor 6 – 8).
c. Kurang ; apabila jawaban yang benar < 60%
(total skor < 6)
3) Tindakan Ibu
d. Definisi : Hal-hal yang telah dilakukan responden berkenaan
dengan pengetahuan yang telah didapat
e. Alat ukur : Kuesioner
27
f. Cara ukur : Kuesioner
g. Hasil Ukur : Total skor untuk penilain terhadap tindakan
adalah 11 dan dilakukan penilaian sebagai berikut:
a. Baik; apabila jawaban yang benar > 80% (total
skor > 9).
b. Cukup; apabila jawaban yang benar antara
60% - 80% (total skor 7 – 9).
c. Kurang ; apabila jawaban yang benar < 60%
(total skor < 7)
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi
cross-sectional terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu
dalam penanganan awal diare pada balita.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sedadap, Kecamatan Nunukan
Selatan. Waktu penelitian adalah pada bulan Januari tahun 2015.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi target adalah semua ibu yang berkunjung ke Puskesmas Sedadap,
Kecamatan Nunukan Selatan.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah ibu yang memiliki balita berumur 1-5 tahun yang pernah
mengalami diare yang sedang berkunjung ke Puskesmas Sedadap, Kecamatan
Nunukan Selatan.
4.4. Kriteria Penelitian
4.4.1. Kriteria inklusi
1) Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang pernah mengalami diare.
2) Anak balita yang pernah mengalami diare akut dengan atau tanpa
dehidrasi.
3) Ibu dengan jenjang pendidikan apa pun.
29
4.4.1. Kriteria Eksklusi
1) Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang belum pernah mengalami
diare.
2) Ibu menolak dilakukan wawancara
4.5. Besar Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan
rumus besar sampel deskriptif sebagai berikut:
Keterangan:
N = Jumlah sampel
Zα = Deviat baku alfa = 1,645
P = Proporsi kategori variable yang diteliti = 0,5
Q = 1 – P = 1 – 0,5 =0,5
d = Presisi = 10%
N =
=
= 67,65 = 68
Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ini adalah
68 subjek.
30
(0,1)2
(1,645)2 x 0,5x 0,5
0jjj000,5 Q
0,01
2,706 x 0,25
N =d2
(Zα)2 x P x Q
4.6. Cara Kerja
4.6.1. Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Variabel Dependen:
1) Pengetahuan
2) Sikap
3) Tindakan
b. Variabel Independen:
1) Usia ibu
2) Tingkat pendidikan ibu
3) Pekerjaan ibu
4) Sumber Informasi
4.6 2. Cara Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengisian kuesioner
oleh responden terkait dengan pengetahuan, sikap dan tindakan responden
terhadap penanganan awal diare pada balita.
4.6.3. Pengolahan dan Penyajian Data
Sebelum dilakukan pengolahan data, variabel pengetahuan diberi skor
sesuai dengan bobot jawaban dari pertanyaan yang disediakan pengolahan
data yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
31
a. Editing
Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kejelasan jawaban
kuesioner dan penyesuaian data yang diperoleh dengan kebutuhan
penelitian. Hal ini dilakukan dilapangan sehingga apabila terdapat data
yang meragukan ataupun salah, maka dapat ditanyakan lagi kepada
responden.
b. Coding
Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data memberi
kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber
data yang telah diperiksa kelengkapan.
c. Scoring
Pertanyaan yang diberi skor hanya pertanyaan tentang pengetahuan,
sikap, dan tindakan orang tua terhadap penanangan awal diare. Tahap ini
meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil
scoring dari semua pertanyaan.
d. Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukan ke dalam komputer
adapun program yang digunakan adalah SPSS.
e. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan
dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan
melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti.
f. Tabulating
Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang
dibutuhkan lalu dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah
32
diperoleh hasil dengan cara perhitungan, kemudian nilai tersebut
dimasukan ke dalam kategori nilai yang telah dibuat.
4.6.4. Analisis Data
Adapun data dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis univariat
dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari
variabel – variabel yang diamati. Data yang diperoleh dikumpulkan,
pertanyaan yang dijawab dengan akan diberikan skor kemudian dituangkan
kedalam bentuk tabel dengan perhitungan analisis.
4.6.5. Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan secara deskriptif.
4.6.6. Pelaporan Hasil Penelitian
Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk Skripsi ilmiah.
33
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Usia
Usia responden berkisar antara kurang dari 20 tahun hingga lebih dari 40
tahun sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden
Usia Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
17 - 25 tahun 26 38.226- 35 tahun 32 47.136- 45 tahun 8 11.846- 55 tahun 2 2.956 - 65 tahun 0 0
Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
Tabel 5.1 memperlihatkan distribusi usia responden dari 68 subyek yang
diteliti. Responden terbanyak yang menjadi subyek penelitian adalah kelompok
usia 26-35 tahun sebanyak 32 responden (47,1%) diikuti oleh usia 17-25 tahun
sebanyak 26 responden (38,2%).
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan reponden dibedakan berdasarkan kategori: tidak
pernah sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMU, dan tamat perguruan tinggi.
Distribusinya disajikan pada tabel di bawah ini.
34
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pendidikan Responden
Pendidikan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Pernah Sekolah 0 0
Tidak Tamat SD 2 2,9
Tamat SD 9 13,2
Tamat SMP 14 20,6
Tamat SMU 35 51,5
Tamat Perguruan
Tinggi
8 11,8
Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
Tabel 5.2 mempelihatkan distribusi pendidikan responden yang paling
banyak adalah tamatan SMU sebanyak 35 responden (51,5 %) sedangkan yang
tidak pernah sekolah tidak terdapat responden.
5.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan reponden dibedakan berdasarkan kategori: ibu rumah tangga,
PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan lain-lain. Distribusinya disajikan pada tabel
di bawah ini.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan Responden
Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 47 69,1
Pegawai Swasta 12 17,6
PNS 3 4,4
Wiraswasta 3 4,4
Lain-lain 3 4,4
Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
35
Tabel 4.3 menggambarkan distribusi pekerjaan responden dan yang paling
banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 47 responden (69,1%).
Pada penelitian ini didapatkan hasil pekerjaan responden terbanyak adalah
ibu rumah tangga. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel dilakukan
pada jam kerja Puskesmas Sedadap yaitu mulai dari jam 08.00-12.00 WITA. Bagi
ibu yang bekerja, jam buka puskesmas sama dengan jam kerja mereka. Oleh
karena itu, pengunjung puskesmas kebanyakan adalah ibu rumah tangga. Namun
ada pula responden yang bekerja sebagai PNS, pegawai swasta dan wiraswasta
yang saat ditanyakan mereka izin atau tidak dalam jam kerja saat itu.
5.1.4 Sumber Informasi Tentang Diare
Sumber informasi tentang diare yang dapat diakses oleh responden antara
lain adalah petugas kesehatan, media cetak, media elektronik, orang tua, tetangga,
baru tahu, dan lain-lain. Distribusinya disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.4. Distribusi Sumber Informasi tentang diare yang diakses
responden.
Sumber Informasi Jumlah (n) Persentase (%)
Petugas Kesehatan 48 70,6
Media Cetak 7 10,3
Media Elektronik 34 50
Orang tua 28 41,2
Teman 12 17,6
Baru tahu 0 0
Sumber: Data Primer, 2015
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa sumber informasi yang paling
banyak memberikan informasi tentang diare kepada para responden adalah dari
petugas kesehatan, yaitu sebesar 70,6%, setelah itu dari Media elektronik sebesar
50%.
36
5.1.5 Pengetahuan Responden Tentang Diare
Pengetahuan responden tentang diare diinterpretasikan sebagai baik,
cukup, dan kurang. Penilaian didasarkan pada total skor yang ada yakni sebanyak
16 skor. Dikatakan Baik, apabila jawaban yang benar > 80% atau total skor lebih
dari 13. Cukup, apabila jawaban yang benar antara 60% - 80% atau total skor 10 -
13. Kurang , apabila jawaban yang benar < 60% atau total skor kurang dari 10.
Distribusi interpretasi pengetahuan responden tentang diare disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.5. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Diare
Jumlah (n) Persentase (%)
Baik 20 29,4Cukup 39 57,4Kurang 9 13,2Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
Dari tabel tersebut, responden yang memiliki tingkat pengetahuan diare
yang cukup sebanyak 57,4%, sementara responden yang memiliki tingkat
pengetahuan dalam kategori baik sebanyak 29,4%. Sedangkan responden yang
memiliki tingkat pengetahuan kurang sebanyak 13,2%.
5.1.6 Sikap Responden Terhadap Penanganan Awal Diare
Sikap responden terhadap penanganan awal Diare diinterpretasikan
sebagai baik, cukup, dan kurang. Penilaian didasarkan pada total skor yang ada
yakni sebanyak 10 skor. Dikatakan Baik, apabila total skor lebih dari 8. Cukup,
apabila total skor 6 -8. Kurang, apabila total skor kurang dari 6. Distribusi
interpretasi sikap responden tentang diare disajikan pada tabel di bawah ini.
37
Tabel 5.6. Distribusi Sikap Responden Terhadap Penanganan Awal Diare
Interpretasi sikap
responden
Jumlah (n) Persentase (%)
Baik 31 45,6
Cukup 34 50
Kurang 3 4,4
Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
Dari tabel diatas, tampak bahwa setengah dari jumlah responden memiliki
sikap terhadap penanganan awal diare yang cukup, yaitu sebanyak 50%,
sementara responden yang memiliki sikap dengan kaetogi baik sebanyak 45,6%
dan sisanya hanya 4,4% responden yang memiliki sikap yang dapat dikategorikan
dalam kategori kurang.
5.1.7 Tindakan responden Terhadap Penanganan Awal Diare
Tindakan responden terhadap Diare diinterpretasikan sebagai baik, cukup,
dan kurang. Penilaian didasarkan pada total skor yang ada yakni sebanyak 11
skor. Dikatakan Baik, apabila total skor lebih dari 9. Cukup, apabila total skor 7 -
9. Kurang, apabila total skor kurang dari 7. Distribusi interpretasi tindakan
responden tentang diare disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.7. Distribusi Tindakan Responden Terhadap Penangaan Awal Diare
Interpretasi Tindakan
responden
Jumlah (n) Persentase (%)
Baik 11 16,1
Cukup 52 76,5
Kurang 5 7,4
Total 68 100
Sumber: Data Primer, 2015
Dari tabel diatas, tampak bahwa sebagian besar responden memiliki
tindakan terhadap penanganan awal diare yang cukup, yaitu sebanyak 75,5%,
38
sedangkan responden yang memiliki tingkat prilaku kategori baik hanya sebanyak
16,1% dan sisanya 7,4% responden yang memiliki tindakan terhadap penanganan
awal diare yang masih kurang.
5.2 Deskripsi Antarvariabel
5.2.1 Usia dan Pengetahuan
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi usia terhadap pengetahuan
responden tentang diare.
Tabel 5.8. Distribusi Usia Responden Terhadap Pengetahuan Tentang Diare.
Interpretasi PengetahuanTotal
Baik Cukup Kurang
Usia
Usia Remaja akhirn 7 17 2 26% 26,9 65,4 7,7 100
Usia Dewasa n 13 20 7 40% 32,5 50 17,5 100
Usia Lanjutn 0 2 0 2% 0 100 0 100
Total 20 49 9 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, didapatkan kelompok usia dewasa (26-45
tahun) dengan jumlah responden terbanyak yang berpengetahuan baik yaitu 13
responden (32,5%), diikuti oleh kelompok usia remaja akhir (17-25 tahun)
sebanyak 7 responden (26,9%).
5.2.2 Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
39
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi tingkat pendidikan terhadap
pengetahuan responden tentang diare.
Tabel 5.9. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Terhadap Pengetahuan
Tentang Diare.
Interpretasi PengetahuanTotal
Baik Cukup Kurang
Tingkat Pendidikan
Pendidikan Dasarn 3 15 7 25% 12 60 28 100
Pendidikan Lanjutn 17 24 2 43% 39,5 55,8 4,7 100
Total 20 39 9 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat distribusi tingkat pengetahuan ibu
berdasarkan pendidikan, didapatkan tingkat pengetahuan kategori baik sebanyak 3
responden (12%) pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan dasar, sedangkan ibu
yang memiliki tingkat pendidikan lanjut didapatkan tingkat pengetahuan kategori
baik sebanyak 17 responden (39,5%).
5.2.3 Pekerjaan dan Pengetahuan
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi pekerjaan terhadap
pengetahuan responden tentang diare.
Tabel 5.10. Distribusi Pekerjaan Terhadap Pengetahuan Responden Tentang
Diare.
Interpretasi PengetahuanTotal
Baik Cukup Kurang
PekerjaanBekerja
n 8 10 3 21% 38,1 47,6 14,4 100
Tidak Bekerja n 10 29 8 47% 21,3 61,7 17 100
Total 20 39 9 68Sumber: Data Primer, 2015
40
Berdasarkan tabel diatas didapatkan tingkat pengetahuan ketegori baik
sebanyak 10 responden ibu yang tidak bekerja/berprofesi sebagai ibu rumah
tangga, sedangkan ibu yang bekerja didapatkan tingkat pengetahuan kategori baik
sebanyak 8 responden.
5.2.4 Sumber Informasi dan Pengetahuan
Berikut adalah distribusi sumber informasi yang diakses oleh responden
berdasarkan interpretasi pengetahuan responden tentang diare.
Tabel . 5.11. Distribusi Sumber Informasi terhadap Pengetahuan Tentang
Diare
Interpretasi PengetahuanTotal
Baik Cukup Kurang
Sumber
Informasi
Petugas Kesehatann 19 27 2 48
% 39,6 56,2 4,2 100
Media Cetakn 4 3 0 7
% 57,2 42,9 0 100
Media Elektronikn 14 18 2 34
% 41,2 52,9 5,9 100
Orang Tuan 10 12 6 28
% 35,7 42,9 21,4 100
Temann 3 8 1 12
% 25 66,7 8,3 100
Baru Tahun 0 0 0 0
% 0 0 0 0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas, petugas kesehatan adalah sumber informasi
utama bagi para responden dalam memperoleh pengetahuan tentang diare.
Sebanyak 27 orang responden yang memperoleh informasi melalui petugas
kesehatan memiliki interpretasi pengetahuan cukup, dan 19 orang memiliki
interpretasi pengetahuan baik dan 2 orang memiliki interpretasi pengetahuan
41
kurang. Setelah itu, media elektronik menjadi sumber informasi kedua terbanyak
yang memberikan informasi kepada responden tentang diare, yaitu sebanyak 18
orang dengan interpretasi pengetahuan cukup, 14 orang dengan interpretasi
pengetahuan baik dan 2 orang dengan interpretasi pengetahuan kurang.
Dari persentase, terlihat sumber informasi yang paling mendukung bagi
responden untuk memperoleh pengetahuan tentang adalah melalui sumber
informasi melalui petugas kesehatan. Menurut hasil kuesioner, sumber informasi
melalui petugas kesehatan yang dimaksud adalah sumber infromasi yang
didapatkan melalui dokter, bidan/perawat, kader Posyandu, dan lain-lain.
Kemudian sumber yang memiliki persentase terbesar selanjutnya berturut-turut
adalah orangtua, media cetak,dan teman
5.2.5 Usia dan Sikap
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi usia terhadap sikap responden
tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.12. Distribusi Usia Responden Terhadap Sikap Tentang Penanganan
Awal Diare.
Interpretasi SikapTotal
Baik Cukup Kurang
Usia
Usia Remaja Akhirn 7 17 2 26% 26.9 65.4 7.7 100
Usia Dewasa n 23 16 1 40% 57,5 40 2,5 100
Usia Lanjutn 1 1 0 2% 50 50 0 100
Total 31 34 3 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, didapatkan kelompok usia dewasa (26-45
tahun) dengan kategori sikap baik sebanyak 23 responden, diikuti oleh kelompok
usia remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 7 responden.
42
5.2.6 Tingkat Pendidikan dan Sikap
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi tingkat pendidikan terhadap
sikap responden tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.13. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Terhadap Sikap
Tentang Penanganan Awal Diare.
Interpretasi SikapTotal
Baik Cukup Kurang
Tingkat Pendidikan
Pendidikan Dasarn 10 13 2 25% 40 52 8 100
Pendidikan Lanjutn 21 21 1 43% 48,8 48,8 2,4 100
Total 31 34 3 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat distribusi sikap ibu berdasarkan
pendidikan, didapatkan sikap kategori yang baik sebanyak 10 responden pada ibu
yang memiliki tingkat pendidikan dasar, sedangkan sikap kategori baik sebanyak
21 responden pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan lanjut.
5.2.7 Pekerjaan dan Sikap
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi pekerjaan terhadap sikap
responden tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.14. Distribusi Pekerjaan Terhadap Sikap Responden Tentang
Penanganan Awal Diare.
Interpretasi SikapTotal
Baik Cukup Kurang
PekerjaanBekerja
n 12 9 0 21% 57,1 42,9 0 100
Tidak Bekerja n 19 25 3 47% 40,4 53,2 6,4 100
Total 31 34 3 68Sumber: Data Primer, 2015
43
Berdasarkan tabel diatas didapatkan sikap kategori baik sebanyak 12
responden pada ibu yang bekerja, sedangkan pada ibu yang tidak bekerja
didapatkan sikap kategori baik sebanyak 19 responden.
5.2.8 Sumber Informasi dan Sikap
Berikut adalah distribusi sumber informasi yang diakses oleh responden
berdasarkan interpretasi sikap responden tentang diare.
Tabel . 5.15. Distribusi Sumber Informasi terhadap Sikap Responden
Interpretasi SikapTotal
Baik Cukup Kurang
Sumber
Informasi
Petugas Kesehatann 28 19 1 48
% 58,3 39,6 2,1 100
Media Cetakn 4 3 0 7
% 57,2 42,9 0 100
Media Elektronikn 19 15 0 34
% 55,9 44,1 0 100
Orang Tuan 15 11 2 28
% 53,6 39,3 7,1 100
Temann 4 8 0 12
% 33,3 66,7 0 100
Baru Tahun 0 0 0 0
% 0 0 0 0
Sumber: Data Primer, 2015
Dari persentase, terlihat sumber informasi yang paling besar perngaruhnya
kepada sikap responden terhadap diare adalah dari petugas kesehatan. Kemudian
sumber yang memiliki persentase terbesar selanjutnya berturut-turut adalah media
elektronik, orangtua, media cetak,dan teman.
44
5.2.9 Usia dan Tindakan
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi usia terhadap tindakan
responden tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.16. Distribusi Usia Responden Terhadap Tindakan Tentang
Penanganan Awal Diare.
Interpretasi TindakanTotal
Baik Cukup Kurang
Usia
Usia Remaja Akhirn 3 21 2 26% 11.5 80.8 7.7 100
Usia Dewasa n 8 29 4 40% 25 68.8 6.2 100
Usia Lanjutn 0 2 0 2% 0 100 0 100
Total 11 52 5 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, didapatkan kelompok usia dewasa (26 – 45
tahun) dengan tindakan kategori baik sebanyak 8 responden diikuti oleh kelompok
usia remaja akhir (17 – 25 tahun) sebanyak 3 responden saja.
5.2.10 Tingkat Pendidikan dan Tindakan
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi tingkat pendidikan terhadap
tindakan responden tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.17. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Terhadap Tindakan
Tentang Penanganan Awal Diare.
Interpretasi TindakanTotal
Baik Cukup Kurang
Tingkat Pendidikan
Pendidikan Dasarn 3 29 3 35% 8,6 82,8 8,6 100
Pendidikan Lanjutn 8 33 2 43% 18,7 76,7 4,6 100
Total 11 62 5 68Sumber: Data Primer, 2015
45
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat distribusi tindakan ibu berdasarkan
pendidikan, didapatkan tindakan kategori baik sebanyak 3 responden pada ibu
yang memiliki tingkat pendidikan dasar, sedangkan pada ibu yang memiliki
tingkat pendidikan lanjut didapatkan sebanyak 8 responden.
5.2.11 Pekerjaan dan Tindakan
Berikut disajikan tabel mengenai distribusi pekerjaan terhadap tindakan
responden tentang penanganan awal diare.
Tabel 5.18. Distribusi Pekerjaan Terhadap Tindakan Responden Tentang
Penanganan Awal Diare.
Interpretasi TindakanTotal
Baik Cukup Kurang
PekerjaanBekerja
n 4 17 0 21% 19 81 0 100
Tidak Bekerja n 7 35 5 47% 14,9 74,5 10,6 100
Total 11 52 5 68Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel diatas didapatkan tindakan kategori baik sebanyak 4
responden pada ibu yang bekerja sedangkan pada ibu yang tidak bekerja sebanyak
7 responden.
46
5.2.12 Sumber Informasi dan Tindakan
Berikut adalah distribusi sumber informasi yang diakses oleh responden
berdasarkan interpretasi tindakan responden terhadap diare.
Tabel . 5.19. Distribusi Sumber Informasi terhadap Tindakan Responden
Interpretasi TindakanTotal
Baik Cukup Kurang
Sumber
Informasi
Petugas Kesehatann 10 35 3 48
% 20,8 72,9 6,2 100
Media Cetakn 2 5 0 7
% 28,6 71,4 0 100
Media Elektronikn 8 24 2 34
% 23,5 70,6 5,9 100
Orang Tuan 3 22 3 28
% 10,7 78,6 10,7 100
Temann 4 7 1 12
% 33,3 58,3 8,3 100
Baru Tahun 0 0 0 0
% 0 0 0 0
Sumber: Data Primer, 2015
Dari persentase, terlihat sumber informasi yang paling besar pengaruhnya
kepada tindakan responden terhadap diare adalah dari petugas kesehatan.
Kemudian sumber yang memiliki persentase terbesar selanjutnya berturut-turut
adalah media elektronik, teman,orang tua,dan media cetak.
47
5.3 Pembahasan
Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa
diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak. Kurangnya pengetahuan mengenai hal ini merupakan
salah satu penyebab tingginya morbiditas maupun mortalitas pada kasus ini.
Pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan diare serta cara
penanganannya diperlukan dalam mecegah terjadinya prognosis yang lebih buruk.
Orang tua khususnya ibu perlu mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai
diare begitu pula kesadaran tentang bahaya diare bila tidak ditangani dengan
benar. Dalam menurunkan morbiditas dan mortalistas diare diperlukan peran
orang tua serta peran petugas kesehatan.
Melalui penelitian ini, didapatkan suatu deskripsi tentang pengetahuan,
sikap serta tindakan Ibu tentang diare serta cara penanganannya di Puskesmas
sedadap kecamatan Nunukan selatan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan
ibu/responden menjawab pertanyaan pada kuesioner yang telah disusun
berdasarkan indikator pengetahuan komprehensif tentang diare. Indikator-
indikator tersebut adalah responden tahu tentang apa itu diare, tahu bahwa diare
dapat menybabkan dehidrasi yang berbahaya bagi anak mereka, tanda-tanda
dehidrasi serta cara penanganannya
Telah diberikan kuesioner berisi 8 pertanyaan berisi item-item tersebut,
dan secara umum interpretasi hasil pengetahuan responden tentang diare adalah
cukup (57,4%), sedangkan yang memiliki pengetahuan kategori kurang sebesar
(13,2%). Namun masih terdapat sebagian responden yang memiliki pengetahuan
tentang diare dalam kategori baik sebsesar (29,4%).
Sikap responden terhadap diare dapat dilihat melalui 6 pernyataan yang
tertera pada kuesioner. Responden menyatakan tanggapannya terhadap pernyataan
tersebut apakah setuju, tidak setuju atau tidak tahu. Berdasarkan hasil penelitian,
didapatkan bahwa sebanyak 50% responden memiliki sikap kategori cukup, tidak
jauh berbeda dengan responden yang memiliki sikap kategori baik sebesar 45,6%
sementara sisanya 4,4% memiliki sikap dalam kategori kurang.
48
Tindakan responden terhadap diare dapat dilihat melalui 7 pernyataan
yang tertera pada kuesioner dan secara umum interpretasi hasil tindakan
responden tentang diare adalah cukup (75,5%), sedangkan yang memiliki
tindakan kategori baik sebesar (16,2%) dan sisanya dalam kategori kurang sebesar
(7,4%).
Berdasarkan usia, didapatkan bahwa kelompok usia 26-45 tahun yang
tergolong dalam usia dewasa/usia pertengahan memiliki pengetahuan, sikap dan
tindakan terhadap penanganan awal diare pada balita dengan presentase yang
lebih besar di bandingkan dengan kelompok usia masa remaja akhir (17-25 tahun)
maupun kelompok usia lanjut (45-65 tahun). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa pada usia pertengahan, individu
akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju
usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Hanya saja hal ini masih
sebatas perkiraan saja karena dalam penelitian ini memiliki keterbasan pada
jumlah sampel usia 45-65 tahun atau dalam hal ini tergolong usia lanjut.
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa secara umum
responden yang berada pada tingkat pendidikan lanjut (SMU sederajat dan
perguruan tinggi) memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik
dibandingkan dengan responden yang berada pada tingkat pendidikan dasar (SD
sederajat dan smp sederajat). Hal ini sejalan dengan penyataaan bahwa pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat
erat kaitannya dengan pendidikan seseorang dengan pendidikan formalnya yang
tinggi, biasanya akan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi bila
49
dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Namun
perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula.
Berdasarkan pekerjaan reponden, didapatkan bahwa responden yang
berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau dalam hal ini digolongkan sebagai
responden yang tidak bekerja memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan
yang lebih baik terhadap penanganan awal diare pada balita dibandingkan dengan
responden yang tergolong pekerja seperti PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan
lain-lain. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Sivakami (1997) yang meyatakan
bahwa ibu yang berkerja menghabiskan waktu dengan anaknya rata-rata kurang
dari 2 jam dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja dalam melakukan
perawatan pada anak. Sivakami juga mengemukakan bahwa jika seorang wanita
bekerja, risiko kematian pada anak lebih tinggi daripada jika dia tidak bekerja,
karena ibu yang bekerja memiliki waktu yang singkat untuk anaknya.
Berdasarkan sumber informasi, didapatkan bahwa sebagian besar
responden mendapat informasi tentang diare dari petugas kesehatan. Hal ini
menunjukkan usaha yang cukup besar dari petugas kesehatan dalam memberikan
infromasi kepada masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan. Namun, untuk
interpretasi pengetahuan, sikap dan tindakan, persentase responden yang
memperoleh informasi melalui sumber media elektronik lebih tinggi dibandingkan
dengan sumber-sumber informasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa media
elektronik memegang peranan penting dalam menentukan tingkat pengetahuann
sikap dan tindakan responden terhadap diare.
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
ibu terhadap penanganan awal diare di Puskesmas Sedadap Kecamatan Nunukan
Selatan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Pengetahuan, sikap dan tindakan responden terhadap penanganan awal
diare tergolong dalam kategori cukup.
2. Kelompok usia pertengahan (26-45 tahun) memiliki tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penanganan awal diare yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok usia remaja akhir (17-25
tahun) dan kelompok usia lanjut (46-65 tahun).
3. Responden yang berada pada tingkat pendidikan lanjut ( SMU sedrajat
dan Perguruan Tinggi) memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan terhadap penanganan awal diare yang lebih baik
dibandingkan dengan responden yang berada pada tigkat pendidikan
dasar (SD dan SMP sederajat).
4. Responden yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tergolong
dalam kategori responden yang tidak bekerja memiliki tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penanganan awal diare yang
lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki pekerjaan
seperti PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta dan lai.-lain.
5. Sebagian besar responden mendapat informasi tentang diare dari
petugas kesehatan.
51
6.2 Saran
Mengingat bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare terutama pada balita, maka :
1. Semua ibu yang mimiliki balita telah memperoleh informasi tentang diare
dan cara penanganan awalnya dengan benar dari berbagai sumber
informasi. Sumber yang paling banyak diakses oleh responden adalah dari
petugas kesehatan. Maka dari itu, hendaknya pihak petugas kesehatan
tetap senantiasa memberikan edukasi kepada responden mengenai diare.
2. Telah diperoleh informasi mengenai gambaran hubungan karakterisrik
responden terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden terhadap
penanganan awal diare, hal ini hanya sebatas perkiraan semata
dikerenakan perlunya observasi lanjut terhadap responden dan
penambahan jumlah sampel sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.
52
LAMPIRAN
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta
: Depkes RI.
2. IDAI. (2008). Diare pada Anak. (diakses pada tangaal 25 Desember
2014). Diunduh dari: http://idai.go.id
3. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
4. Behrman, Kliegman, dan Jenson. (2003). Nelson Textbook of pediatrics.
17th ed. USA: Saunders. p 1274 – 1281
5. Kliegman, Marcdante, Jenson, dan Behrman. (2007). Nelson Essential of
Pediatrics. 5th ed. USA: Elsevier. p 161 - 165
6. Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan
dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
7. Sandhu, BK. (2001). Pratical guideline for the management of
gastroenteritis in children J Ped Gastroenterol Nutr ;33:S36-9
8. Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada
Bayi dan Anak.pdf . Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unair/RSU Dr. Seotomo Surabaya.
9. Yatsuyanagi, Penatalaksanaan Diare di Rumah pada Balita . Beritan
Kedokteran Masyarakat. Vol.22. No.1. Maret 2002 : 7-14.
10. World Health Organization. (2000). Pocket Book of Hospital Care for
Children. p. 109 – 132
11. Hidayat, Penatalaksanaan dietetic penderita diare anak, Badan penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2005, 1-50
12. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
13. Widayatun, TS. (2004). Ilmu Tindakan.Jakarta: CV Sagung Seto.
14. Notoadmodjo, 2007 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
15. Sivakami, M. Female Work Participation and Child Health: An
investigation In Rural tamil Nadu, India. Health Transition Review 7.
1997: 21-32.
54