Upload
hendri-saputra
View
1.648
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh
sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau
plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan
kontraktilitas yang tidak total disebut paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah
satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal
dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak
kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf
otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada pupil yang
melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan pada saraf ke-3.
Pada umumnya kelumpuhan UMN melanda sebelah tubuh sehingga
dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis, karena lesinya menduduki
kawasan susunan piramidal sesisi. Ketiga istilah yang bermakna kelumpuhan
sesisi badan itu digunakan secara bebas, walaupun hemiparesis sesungguhnya
berarti kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan hemiplegia atau hemiparesisis
berarti kelumpuhan sesisi badan yang berat. Dalam uraian di bawah ini ketiga-
tiganya akan digunakan secara bebas tanpa pengarahan pada derajat keberatannya.
Di batang otak daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6,
ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi
mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan
hemiplegia alternans.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Hemiplegia (hemiparesis) adalah kerusakan pada seluruh korteks
piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada
belahan tubuh sisi kontralateral.
Bila kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di tingkat
batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiri
atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang
berada di tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan LMN,
yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi.
Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, sehingga dapatlah dijumpai hemiplegia
alternans di mesensefalon. Sebuah gambarannya dijumpai bilamana hemilasi di
batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon.
2.2. Etiologi
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan
jika tanda UMN merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada di
korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah dermatom servikal
dapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral
atau pendarahan. Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien
sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada orang
dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi stroke. Jika
tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis transversus dari
korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara lambat (beberapa hari)
dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu pula dengan sklerosis
multipel yang biasanya bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateral
daripada hemiplegia murni.
Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau
minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau
dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi
arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik biasanya
mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi merupakan
penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis biasanya merujuk
pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan
melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.
Tabel 1. Kemungkinan tempat lesi penyebab hemiparesis
2.3. Anatomi
Dalam menentukan ada atau tidaknya disfungsi pada saraf, diperlukan
pengetahuan anatomi dan fisiologi susunan saraf.. Pada hakekatnya pemeriksaan
neurologik adalah pemeriksaan terhadap fungsi-fungsi susunan saraf. Susunan
saraf berkaitan erat dengan topografi dan fungsi. Dengan diketahuinya suatu
disfungsi susunan saraf maka dapat diketahui juga kerusakan pada anatomiknya.
Pada tubuh manusia terdapat 12 pasang saraf otak (12 Nervus Cranialis).
Nervus I langsung berhubungan dengan otak tanpa melalui batang otak. Sebelas
Nervus Cranialis lainnya berasal dari batang otak. Nervus II dan III berpangkal di
Mesensephalon,Nervus IV , V, VI, VII dan VIII berinduk di Pons. Sedangkan
Nervus IX sampai Nervus XII berasal dari Medula Oblongata.
Memeriksa Saraf otak dapat membantu kita menentukan lokasi dan jenis
penyakit. Inti saraf otak yang terdapat di batang otak letaknya saling berdekatan
dengan struktur yang lain, sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu nti saja tapa
melibatkan bangunan lainnya.
Mesensefalon (otak tengah merupakan bagian rostral yang paling tipis (sekitar 1,5
cm) dari batang otak. Pada potongan melintang otah tengah dapat dibagi menjadi
4 bagian, yaitu:
Tektum, bagian yang paling dorsal diwakili oleh lempeng kudrigeminal.
Batas ventralnya adalah garis imajiner transversal yang menyebrangi
akuaduktus.
Tekmentum, terletak diantara substansia nigra dan tektum. Separuh dari
setiap bagian tekmentum di penuhi oleh nukleus ruber. Warnanya
sebagian disebabkan oleh kepadatan jaringan kapilernya dan sebagian
oleh kandungan zat besinya.
Substasia nigra
Pedunkel serebral atau krura serebri.
2.4. Patofisiologi
Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang
dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula
spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis
dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari
korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:
paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi
kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi
kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.
Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2
kondisi:
1. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak
menghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens. Pada kasus
ini, terdapat:
a. kelumpuhan bilateral di bawah tingkat lesi
b. gangguan fungsi sensorik, tetapi bukan kerusakan total
c. gangguan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual
2. Lesi lebih mempengaruhi bagian tertentu dari korda pada tingkat tertentu,
misalnya di salah satu sisi (sindrom Brown-Séqard), posterior, atau
anterolateral.
Gambar 1. Macam-macam lesi inkomplit pada korda
Hemiparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron
(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan
yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena
adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,
atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini
berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot 10,11,12.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah
ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya 11,12.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese
flacsid 4,11,12.
Gambar 2. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).
Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal
lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot
bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis
pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian
otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom
C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan
menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastik 1,5.
Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap
lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang
berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN) 1.
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat
mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan
bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu
anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,
sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom
lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya
infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang
rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN
adalah anggota gerak 1.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian
proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot
kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan
pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.
Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah
polineuropati 1.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi
herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat
menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal
lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim
kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini
kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa
enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah
terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak 1.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut 14:
Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
Region Muscle Groups Myotomes
Upper cervical region Shoulder abduction, elbow flexion, elbow
extension
C5-C7
Lower cervical region Wrist flexion, wrist extension, extension of
fingers, flexion of fingers, spreading of
fingers, abduction
of thumb, adduction of thumb, and
opposition of thumb
C8-Th1
Upper lumbosacral
region
Hip flexion, hip adduction, knee extension,
hip extension, hip abduction
L1-L3
Lower lumbosacral
region
Knee flexion, plantar flexion of foot,
flexion of toes, dorsiflexion of foot,
extension of toes
L4-S1
Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma
hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis
cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen
servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau
material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada
Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat
mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat
meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih
prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe
UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada
ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas
neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula
spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa
kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada
pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord
Injury Association/ AISA 8,9,15.
Tabel 2. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal 9
Motorik Otot (asal inervasi) Fungsi
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan brevis (C6)
Ekstensi pergelangan tangan
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan profunda (C8)
Fleksi jari-jari tangan
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
2.5. Pemeriksaan
Pemeriksaan
Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular,
seperti stroke, atau akibat racun tertentu atau gangguan metabolik. Awitan
subakut, dalam beberapa hari sampai minggu, biasanya berhubungan dengan
proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan yang timbul secara
perlahan dalam beberapa bulan atau tahun biasa memiliki dasar herediter,
degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.
Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya merujuk
pada aktivitas yang berlanjut dari proses yang menyebabkan kelumpuhan. Progresi
episodik merujuk pada penyebab vaskular atau inflamasi. Progresi secara stabil lebih
merujuk pada kelainan neoplastik atau kondisi degeneratif. Fluktuasi cepat dari
gejala dalam periode yang cepat merupakan karakteristik myasthenia gravis.
Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan gejala yang
berhubungan dapat mengindikasikan tempat terjadinya lesi. Contohnya, kelumpuhan
pada tangan dan kaki kanan dapat disebabkan oleh lesi dari korteks motorik
kontralateral atau traktus kortikospinal di atas segmen servikal 5 korda spinalis.
Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan lesi berada di atas tingkat
nukleus nervus fasialis (N. VII) pada batang otak, dan adanya aphasia atau gangguan
lapang pandang mengindikasikan lesi pada hemisfer serebral.
Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien sekarang
dan penyakit sebelumnya. Misalnya, pada pasien dengan karsinoma paru,
kelumpuhan tungkai dapat merupakan metastasis atau komplikasi nonmetastatik dari
kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien diabetes dapat merupakan komplikasi yang
mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.
Pemeriksaan sistem motorik
1. Keadaan otot. Wasting, atau atrofi, menunjukkan bahwa kelumpuhan
diakibatkan oleh lesi pada lower motor neuron (LMN) atau pada otot itu
sendiri. Distribusi dari otot yang atrofi juga dapat menunjukkan tempat
terjadinya lesi. Lesi UMN biasanya tidak disertai dengan atrofi otot, tetapi
dapat terjadi pada disuse yang berkepanjangan. Adanya fasikulasi
mengindikasikan bahwa kelumpuhan disebabkan oleh lesi LMN.
2. Tonus otot. Tonus dapat diartikan sebagai hambatan otot terhadap gerak pasif dari
sendi. Tonus otot dinilai dengan menginspeksi posisi ekstremitas pada posisi
istirahat, palpasi otot perut, dan dengan menentukan hambatan otot terhadap
pergerakan pasif. Tonus otot dapat dikategorikan sebagai hipertonus, hipotonus, atau
paratonus.
3. Kekuatan otot. Untuk menilai kekuatan otot, pasien diminta menahan tekanan yang
diberikan oleh pemeriksa. Beberapa kekuatan otot individual dinilai secara
bergantian dan kekuatan otot kedua sisi dibandingkan agar kelemahan ringan pada
salah satu sisi dapat dideteksi. Kekuatan otot dinilai dalam derajat 0-5.
Tabel 3. Derajat kekuatan ototDerajat Kekuatan Otot5 Kekuatan normal4 Pergerakan aktif terhadap gravitasi dan tekanan3 Pergerakan aktif terhadap gravitasi tetapi tidak terhadap tekanan2 Pergerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi1 Hanya terdapat kedutan (flicker)0 Tidak ada kontraksi
4. Refleks tendon. Perubahan pada refleks tendon dapat menyertai gangguan
fungsi motorik atau sensorik. Ketika refleks diuji, kedua tungkai pada kedua
sisi harus berada di posisi yang sama dan refleks ditimbulkan dengan cara
yang sama. Refleks dinilai dari 0 (tidak ada), 1 (response trace), 2 (lower half
dari jangkauan normal), 3 (upper half dari jangkauan normal), 4 (lebih kuat,
dengan atau tanpa klonus).
Lokalisasi Lesi UMN
1. Lesi intrakranial parasagittal menghasilkan defisit UMN yang secara khas
mempengaruhi kedua kaki dan dapat meluas ke tangan.
2. Lesi terisolir pada korteks serebral dapat menghasilkan defisit neuron motorik fokal,
misalnya tangan kontralateral. Kelumpuhan dapat terbatas di kaki kontralateral pada
pasien dengan oklusi a. serebri anterior atau di wajah dan lengan kontralateral jika a.
serebri media juga terlibat. Lesi kortikal atau subkortikal yang lebih ekstensif akan
menghasilkan kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan, dan kaki kontralateral
disertai dengan aphasia, defek lapang pandang, atau gangguan sensorik.
3. Lesi pada tingkat kapsula interna , dimana serat desendens dari korteks serebral
banyak mengumpul, biasa berakibat pada hemiparesis parah dengan melibatkan
tungkai dan wajah kontralateral.
4. Lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral, dengan disertai
gangguan sensorik dan nervus kranial, dan disekuilibrium.