Upload
isnaeni-faizah
View
301
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Fisiologi Hewan Air
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
The hematokrit (Ht atau HCT) atau volume sel dikemas (PCV) atau fraksi
volume eritrosit (EVF) adalah proporsi darah volume yang ditempati oleh sel
darah merah . Apabila darah disentrifuge maka akan terbagi ke dalam dua bagian
besar yaitu sel darah dan plasma darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keeping darah (trombosit) sedangkan
plasma darah merupakan bagian cairan darah terdiri dari air protein, garam
anorganik dan substansi organic bukan protein.
Nilai hematokrit adalah volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell
volume). Istilah lainnya nilai hematokrit adalah volume sel-sel eritrosit seluruhnya
dalam 100ml darah dan dinyatakan dalam %. Penghitungan nilai hematokrit yaitu
setelah darah diproses seperti yang akan dijelaskan di dalam percobaan ini, dibaca
dalam “Reading Chart Hematocrit “ . Berdasarkan atas reprodusibilitas dan
sederhananya pemeriksaan tersebut merupakan salah satu pemeriksaan yang
paling dapat dipercaya di antara parameter lainnya, yaitu kadar Hb dan hitung
eritrosit.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat bisa
menghitung nilai hematokrit dari ikan mas.
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui nilai
hematokrit dari ikan mas dan dapat memisahkan sel darah merah dengan plasma
darah sehingga dapat diketahui presentasi dari masing-masing sel darah merah
maupun plasma darah.
1
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ikan
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di
air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling
beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara
taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya
masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas
Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas
Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan
bertulang keras (kelas Osteichthyes).
2.1.1. Klasifikasi
Taksonomi ikan Mas:
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Superkelas : Pisces Kelas : Osteichthyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Gambar 1. Ikan MasSpesies : Cyprinus carpio L
2.1.2 Morfologi
Secara umum, karakteristik ikan mas memiliki bentuk tubuh yang agak
memanjang dan sedikit memipih ke samping (compressed). Sebagian besar tubuh
ikan mas ditutupi oleh sisik. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan
(pharynreal teeth) sebanyak tiga baris berbentuk geraham (Pribadi, 2002).
2
3
Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip punggungnya
(dorsal) berjari-jari keras, sedangkan di bagian akhir bergerigi. Sirip ekornya
menyerupai cagak memanjang simetris. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe
sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan (Pribadi, 2002).
Secara morfologis, ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang
dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan.
Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek.
Ikan mas seringkali disebut ikan karper. Ikan mas termasuk jenis ikan
thermophile yang mampu beradaptasi atau toleran terhadap perubahan temperatur
air (lingkungan) antara 4 oC – 30 oC. Ikan ini telah berkembang di daerah
substropis di belahan bumi utara (Eropa) sampai daratan tropis di belahan selatan
(Asia). Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan ikan yang paling banyak
dipelihara para petani di Indonesia. Ikan ini tidak saja disenangi konsumen, tetapi
juga oleh para petani, mengingat ikan memiliki beberapa sifat yang baik sebagai
ikan budidaya. Ikan ini tumbuhnya tergolong cepat, dalam usia setengah tahun
sudah dikonsumsi dan laku di pasaran; makan makanan yang berupa tanaman
maupun hewan, bahkan dapat mencerna karbohidrat dengan baik; serta masa
reproduksinya tergolong cepat dan bertelur banyak, yakni sekitar 100.000-200.000
butir per kg.
2.1.3 Biologi Ikan Mas
1. Sifat reproduksi induk:
Kematangan induk : betina : umur 1,5 – 2 tahun, dengan bobot 2-3
kg; jantan : umur 0,5 -1 tahun dengan bobot 0,6 - 1 kg.
Diameter telur :1,3 – 1,6 mm
Fekunditas/ kg induk: 148.000 151.000 butir.
Derajat penetasan : 85 – 93 %
Panjang larva : 4 – 7 mm.
4
2. Habitat
Ikan mas berasal dari daratan Asia dan telah lama dibudidayakan sebagai
ikan konsumsi oleh bangsa Cina sejak 400 tahun SM. Penyebarannya merata di
daratan Asia juga Eropa sebagian Amerika Utara dan Australia. Pembudidayaan
ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatra dalam bentuk
empang, balong maupun keramba terapung yang di letakan di danau atau waduk
besar. Budidaya modern di Jawa Barat menggunakan sistem air deras untuk
mempercepat pertumbuhannnya.
Habitat aslinya yang di alam meliputi sungai berarus tenang sampai
sedang dan di area dangkal danau. Perairan yang disukai tentunya yang banyak
menyediakan pakan alaminya. Ceruk atau area kecil yang terdalam pada suatu
dasar perairan adalah tempat yang sangat ideal untuknya. Bagian-bagian sungai
yang terlindungi rindangmya pepohonan dan tepi sungai dimana terdapat
runtuhan pohon yang tumbang dapat menjadi tempat favoritnya.
3. Kebiasaan makan
Ikan mas termasuk pemakan segala (omnivora). Makanannya berupa jasad
hewan atau tumbuhan yang biasanya hidup didasar perairan. Hewan dasar
tersebut seperti Cacing, Siput, dll. Ikan mas Rajadanu makan dengan cara
mengambil lumpur, menghisap bagian-bagian yang dapat dicerna dan sisanya
akan dikeluarkan. Ikan mas memberikan daya adaptasi dan laju pertumbuhan
yang tinggi dengan pemberian pakan buatan.
4. Perkembangbiakan
Ikan Mas berkembang biak dengan bertelur, masa kawinnya pada daerah
tropis pada saat awal musim hujan. Ikan Mas betina biasanya bertelur di dekat
tumbuhan di dalam air di perairan dangkal yang tembus sinar matahari, telur-telur
tersebut kemudian menempel pada dedaunan. Pada suhu yang hangat dan kondisi
yang ideal telurnya akan menetas dalam 5 sampai 8 hari. Karena malasnya sang
induk betina maupun jantan maka hasil yang menetas sangat sedikit dibanding
telurnya. Para petani yang membudidayakan ikan ini biasanya memindahkan
telur-telur yang telah menempel pada medianya ke kolam lain agar didapat hasil
5
yang maksimal. Beberapa bulan kemudian ikan mas sudah layak dikonsumsi
beratnya lebih kurang 250 gram. Untuk pancingan biasanya adalah ikan mas yang
telah mencapai berat 500 gram ke atas.
2.2 HEMATOKRIT
2.2.1 Definisi
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell
volume, PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan
dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan
dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.
Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat
dipercaya di antara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung
eritrosit.
2.2.2 Metode Pengukuran Hematokrit
Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik
menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran
hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu :
1. Metode makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin)
dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan
diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama
30 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai
hematokrit yang dinyatakan dalam %.
2. Metode mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau
darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang
mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang
6
digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel
darah kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah
EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.
Prosedur pemeriksaannya adalah sampel darah dimasukkan ke dalam
tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan
dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm.
Tinggi kolom eritrosit diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya
dinyatakan dalam %.
Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain waktunya
cukup singkat, sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan dapat dipergunakan
untuk sampel tanpa antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hemotokrit
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit:
1. Jumlah eritrosit --- Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak
(polisitemia) maka nilai hematokrit akan meningkat dan jika eritrosit
sedikit (dalam keadaan anemia) maka nilai hematokrit akan menurun (Dep
Kes RI, 1989).
2. Bentuk eritrosit --- Apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka
akan terjadi trapped plasma (plasma yang terperangkap) sehingga nilai
hematokrit akan meningkat (Maxwell M. Wintrobe, 1974).
3. Ukuran eritrosit --- Faktor terpenting pada pengukuran hematokrit adalah
ukuran sel darah merah dimana dapat mempengaruhi viskositas darah.
Viskositas yang tinggi maka nilai hematokrit juga akan tinggi. (Frances K,
Widmann, 1989).
4. Diameter tabung --- Diameter tabung yang bervariasi dapat menyebabkan
kesalahan pembacaan sehingga tabung untuk pengukuran hematokrit
distandarkan dari Inggris dengan diameter tabung 2,5 mm. Semakin besar
diameter tabung, maka hasil nilai hematokrit akan rendah (Sir John V.
D,1991).
7
5. Sentrifuge --- Pemusingan yang kurang kuat akan mendapatkan endapan
sel darah merah yang tidak maksimal. Pemusingan yang terlalu cepat juga
dapat menyebabkan berkurangnya sel darah merah (Maxwell M. Wintrobe,
1974).
Faktor-faktor lainnya:
1. Perbandingan antikoagulan dengan darah. Jika antikoagulan yang dipakai
berlebihan akan mengakibatkan eritrosit mengerut, sehingga nilai hematokrit
menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya (Gandasoebrata, 2007).
2. Adanya gelembung udara. Adanya gelembung udara akan mengakibatkan
kesalahanpada pembacaaan nilai hematokrit (Sir John V.D, S.m, Lewis,
1991).
3. Sumber-sumber kesalahan dalam pemeriksaan Hematokrit (mikro):
4. Penggunaan antikoagulan EDTA yang lebih dari kadar 1,5 mg/ml darah
mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit akan turun.
5. Bahan pemeriksaan yang ditunda lebih dari 6 jam akan meningkatkan
hematokrit.
6. Bahan pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan
dilakukan.
7. Darah yang digunakan untuk pemeriksaan tidak boleh mengandung bekuan.
8. Kecepatan dan lamanya pemusingan harus sesuai.
9. Pemakaian mikro sentrifuge dalam waktu yang lama mengakibatkan alat
menjadi panas sehingga dapat mengkibatkan hemolisis.
10. Lapisan buffy coat tidak turut dibaca tetapi hal ini sulit diatasi.
11. Endapan atau lisis dari eritrosit dapat terjadi bila salah satu ujung pipet kapiler
disumbat dengan cara dibakar.
12. Penguapan plasma dapat terjadi selama pemusingan atau bila pipet kapiler
yang akan dibaca dibiarkan terlalu lama.
13. Pembacaan yang salah. (Wirawan dkk, 1996)
8
2.3 Sel Darah Merah
Inti darah yaitu erythrocyte yang berwarna merah kekuningan ditemui
dalam darah dari semua jenis ikan kecuali dalam tiga spesies antartika kecil dan
larva Leptocephalus bentuk pita dari belut ( Anguilla) dan beberapa ikan laut
dalam tertentu. Bentuk – bentuk kekecualian ini dapat melakukan pertukaran
udara dengan jalan difusi. Sel – sel darah merah dewasa berbentuk oval, kecil dan
berdiameter antara 7 mikron (pada Crenilabus) sampai 36 mikron (dalam ikan
paru – paru Afrika – Protopterus); diameter erithrocyt manusia adalah 7,9 mikron.
Darah ikan hiu (Squaliformes) seperti juga belut (Anguilidae) dan
Scrombidae mungkin mengandung 20% sel-sel yang Immature (belum dewasa)
sedang dalam bonyfishes lainnya mungkin lebih rendah persentasinya, sepert
Echenis dan Sygnatus.
Transpor oksigen dalam darah tergantung dari senyawa besinya, yaitu
hemoglobin, pigmen respiratori darah. Kandungan hemoglobin darah pada semua
ikan bervariasi, sesuai dengan jumlah eritrositnya ; persentase berat kering
eritrosit diketahui 19-14% dalam Mustelus canis (smooth dogfish shark) dan 37-
79% dalam teleostei air tawar dan laut.
Kapsitas-bawa oksigen pada kejenuhan 95 %, kandungan besi darah, dan
jumlah sel darah merah pada ikan seringkali berhubungan erat dan bervariasi
dengan sifat hidup dan tingkat aktivitasnya.
Variasi cicardia juga terdapat dalam eritrosit, seperti pada Blennius dan
Crenilabrus. Ikan beraksi terhadap ‘shock’ dengan menurunnya jumlah sel-sel
darah merah, disamping reaksi-reaksi lainnya, Meskipun demikian, mereka dapat
dengan cepat menambah jumlah eritrosit muda dalam darahnya pada saat
menyadari kehilangan darahnya, suatu reaksi yang sebanding dengan efek
ketinggian pada mamalia.
2.4 Sel-Sel Darah Putih
Selain eritrosit dengan pigmen respiratornya, darah ikan mengandung sel-
sel darah putih (leukosit) yang berbentuk Ovoid atau spheroid. Sementara sel-sel
9
darah merah banyaknya 20.000 sampai 380.000 per mm³, sel-sel darah putih
bervariasi antara 20.000 sampai 150.000 per mm³ darah dalam kelompok ikan
yang berebeda. Diantara sel-sel darah putih terdapat granulosit sekitar 4-40% dari
jumlah seluruh sel-sel darah putih dengan ukuran sekitar 10 mikron tapi pada ikan
paru-paru Afrika (Protopterus) ukurannya mencapai 24 sampai 33 mikron.
Granulosit terbagi menurut reaksi perubahannya ke dalam netrophil,
acidophil, dan sel basophil. Terdapat juga limposit dan monositagranular yang
berbentuk oval, kecil yang disebut trombosit. Leukosit agranular merupakan
komponen terbesar dari sel darah putih ikan. Monosit agranular melakukan fungsi
macrophage, dan limposit agaknya menghasilkan antibodi. Trombosit juga
jumlahnya relatif banyak dan merupakan alat dalam penggumpalan darah.
Diantara granulosit, neutrophil mencernakan (membasmi) bakteri yang
masuk dan acidophil menelannya(sifat phagocytik). Sel darah basophilik didapati
dalam jumlah kecil pada jumlah ikan yang terbatas (kegunaanya pada darah ikan
tidak diketahui.
10
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu Praktikum
Hari : Senin
Tanggal : 2 November 2015
Jam : 08.00-10.00 WIB
Tempat : Labolatorium Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNPAD
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Timbangan, untuk menimbang bobot tubuh ikan uji
Diseccting Kit, untuk mmbedah ikan uji
Penjepit arteri, untuk menjepit bagian saluran darah aorta
ventralis
Pipa kapiler heparinized, untuk memampung sampel darah
segar
Sentrifuge hematokrit
Wax/malam lilin untuk menyumbat salah satu ujung pipa
kapiler yang telah berisi darah segar
“Hematocrit reading chart” papan pembaca nilai hematokrit
(%)
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan mas
ukuran konsumsi (± 100 g)
3.3PROSEDUR KERJA
1. Diambil salah satu ikan uji dari akuarium stok, ikan ditimbang lalu
dicatat bobotnya
10
11
2. Dipegang ikan uji dengan tangan kiri (kepala menghadap ke arah muka
kita), tusuk bagian anterior kepala ikan dengan sonde tepat di bagian
otak depan, hingga terasa ada rongga, diputar sonde perlahan-lahan
sehingga otaknya rusak dan ikan akan pingsan
3. Dibedah ikan pada bagian dekat insang dan sebagian perut bagian
anterior, hingga terlihat organ jantung yang berdenyut secara teratur
(exposed organ jantung dengan sinus venosus yang terlihat pucat)
4. Dengan menggunakan penjepit arteri, jepit aorta ventralis lalu
dibiarkan beberapa saat hingga sinus venosus terisi penuh oleh darah
5. Diputuskan dengan menggunakan gunting, lalu disiapkan dan
didekatkan salah satu ujung pipa kapiler sambil dibuka penjepit arteri
secara perlahan-lahan dan hati-hati tampung darah dalam pipa kapiler
tersebut sampai ± ¾ volumenya.
6. Agar heparin yang terdapat dalam dinding sebelah dalam pipa kapiler
tercampur secara homogen, maka pipa kapiler yang telah berisi darah
segar tersebut digoyang dengan hati-hati ke kiri dan kanan serta
diputar. Tanda bahwa darah sudah tercampur secara homogen dengan
heparin, darah tidak membeku, bisa bergerak disepanjang kolom pipa
kapiler.
7. Ditutup salah satu ujungnya dengan menancapkan secara tegak lurus
pada lapisan malam lilin/wax yang telah disediakan
8. Disiapkan sentrifuge hematokrit, lalu diletakkan secara seimbang
antara masing-masing pipa kapiler (jangan terbalik meletakkan ujung
pipa kapiler yang bertutup)
9. Disentrifuge selama 4 menit pada kecepatan 12.000 rpm
10. Setelah selesai disentrifuge, diletakkan pipa kapiler yang sudah terbagi
dua bagian besar darah tersebut (plasma dan sel darah) pada “
Hematocrit Reading Chart” lalu disesuaikan ketinggian plasma
sebagai batas atas dan dasar sel darah sebagai batas bawah, lalu
ditentukan dan baca nilai hematokrit pada batas atas dari sel darah
(dalam %)
12
11. Setelah selesai dibaca, dikumpulkan pipa kapiler bekas tersebut dalam
wadah terpisah agar tidak membahayakan, diserahkan kepada laboran
agar bisa dibuang pada tempat yang semestinya.
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1. Data Kelompok
Tabel 1. Nilai Hematokrit Pada Ikan Mas
KelompokBobot Ikan
(g)
Nilai Hematokrit
(%)
9-10 182,45 g 43 %
40 %
30 %
27 %
Rata-rata 35 %
4.1.2 Data Kelas
Tabel 2. Hasil Pengamatan Konsumsi O2 Kelas A
KelompokBobot Ikan
(g)
Nilai Hematokrit
(%)
1 dan 2 76 53
3 dan 4 118 48
5 dan 6 70 45,5
7 dan 8 98 0
9 dan 10 182,45 35
11 dan 12 108 27
13 dan 14 173,51 49,5
16 dan 18 95 36,3
15 dan 20 111 30
17 dan 19 67 46,5
4.2 Pembahasan
13
14
Praktikum ini mengamati perbandingan antara sel darah merah dengan
plasma darah pada ikan mas. Untuk mengetahui nilai hematokrit dalam percobaan
ini digunakan dengan menggunakan Sentrifugasi Hematokrit, yang kemudian
hasil dari sentrifugasi tersebut dibandingkan dengan nilai pada Hematokrit
Reading Chart. Hasil dari sentrifugasi akan tampak susunan pada pipa kapiler
sebagai berikut :
→ Plasma darah
→ Sel darah putih
→ Sel darah merah
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan didapatkan bahwa hasil dari
persentase hematokrit yang menunjukkan nilai persentase sel darah merah yang
kami lakukan pada 4 buah pipa kapiler pada ikan Mas (Cyprinus carpio),
didapatkan rata-rata nilai hematokritnya 35% dari berat tubuh ikan 182,45 gram.
Hal ini berarti darah terdiri dari 35% sel darah merah dan 65% terdiri dari plasma.
Berarti ikan tersebut tidak mengalami anemia atau kekurangan darah.
Pada percobaan yang kami lakukan terhadap sel darah dari ikan Mas
(Cyprinus carpio), hal tersebut menunjukan laju metabolisme mempengaruhi nilai
hematokrit dari suatu individu dengan cara hidup ikan, jenis kelamin ikan dan
spesies ikan tersebut. Kesalahan juga tidak menutupi kemungkinan baik dari alat
maupun praktikan dalam melakukan pengamatan ini seperti belum homogennya
darah pada pipa kapiler karena kurangnya atau tidak kita goyang -goyangkan pipa
kapiler ke kiri dan ke kanan secara horizontal sambil diputar-putar.
Abdullah (2008) menyatakan bahwa kisaran nilai hematokrit ikan pada
kondisi normal sebesar 30,8 - 45,5. Nilai 35,7% merupakan normal sedangkan
Gambar 2. Pipa Kapiler
15
23% menunjukkan ikan tidak normal, hal tersebut bisa terjadi karena ikan stress
atau terserang penyakit.
Pengukuran hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu parameter untuk
mengetahui kesahatan ikan. Kuswardani (2006) mengungkapkan bahwa kadar
hematokrit ini dapatbervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Nilai hematokrit yang kurang dari 22% akan
menunjukan terjadinya anemia. Sedangkan nilai hematokrit ikan – ikan teleost
yang normal berkisar antara 20 – 30 % dan untuk beberapa spesies laut berkisar
42 % (Bond, 1979).
Nilai hematokrit yang kurang dari 22% menunjukan ikan mengalami
anemia (Gallaugher et al, 1995 dalam Abdullah, 2008), sedangkan menurut Nabib
dan Pasaribu (1989) dalam Prasetyo (2008) bahwa nilai hematokrit darah ikan
berkisar 5 – 60%, hematokrit di bawah 30% menunjukan defisiensi eritrosit.
Apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makan menurun maka nilai hematokrit
darah menjadi lebih rendah (Delman and Brown, 1989 dalam Prasetyo 2008).
Maka dapat dinyatakan ikan mas hasil uji kelompok kami termasuk ke kategori
yang normal.
Bila dibandingkan dengan data kelas, nilai hematokrit di kelas A berada
pada kisaran yang normal yaitu berkisar antara 27-53 %. Namun pada data hasil
pengamatan kelompok 7 dan 8 hasilnya 0 atau tidak memiliki nilai hematokrit
atau kegagalan dalam praktikum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah, terdapat gelembung pada pipa kapiler darah, darah yang
terlalu lama didiamkan sehingga menggumpal dan tidak bisa disentrifugasi,
pemasangan plastisin yang kurang tepat sehingga saat disentrifugasi plastisin
terlepas, atau pemasangan pipa kapiler yang tidak bener sebelum dilakukannya
sentrifugasi dan kurang seimbangnya penempatan pipa kapiler.
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Nilai hematokrit pada ikan menunjukkan persen sel darah merah dari
sejumlah darah. Pada ikan yang memiliki nilai hematokrit tinggi berarti memiliki
banyak sel darah merah, atau ikan yang memiliki laju metabolisme yang tinggi.
Pengukuran hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu parameter untuk
mengetahui kesahatan ikan. Kuswardani (2006) mengungkapkan bahwa kadar
hematokrit ini dapatbervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Nilai hematokrit yang kurang dari 22% akan
menunjukan terjadinya anemia. Sedangkan nilai hematokrit ikan – ikan teleost
yang normal berkisar antara 20 – 30 % dan untuk beberapa spesies laut berkisar
42 % (Bond, 1979).
Sedangkan menurut Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Prasetyo (2008)
bahwa nilai hematokrit darah ikan berkisar 5 – 60%, hematokrit di bawah 30%
menunjukan defisiensi eritrosit. Apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makan
menurun maka nilai hematokrit darah menjadi lebih rendah (Delman and Brown,
1989 dalam Prasetyo 2008).
5.2 Saran
Pada praktikum kali ini sebaiknya menggunakan gunting yang tajam
sehingga pada saat pembedahan kulit ikan mudah untuk di bedah, kemudian pada
saat praktikan sudah mengambil darah dan dimasukan kedalam pipa kapiler
asisten lab segera mengumpulkannya dan cepat dimasukan kedalam mesin
sentrifuge agar darah yang terdapat didalam pipa kapiler tidak membeku.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Alamanda et al, 2007. Penggunaan metode hematologi dan pengamatan endoparasit darah untuk penetapan kesehatan ikan lele dumbo ( Clarias gariepinus) di kolam budidaya desa mangkubumen boyolali. Jurnal Boidiversitas. 8 : 34 – 38. Simmons A, 1989. Hematologi A Combined Theoritical and Technical Upproach. W.B. sounders Company.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29068/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada tanggal 10 November 15 pada pukul 20:00 WIB)
http://www.psychologymania.com/2012/10/pemeriksaan-hematokrit.html (diakses pada tanggal 10 November 2015 pada pukul 20:00WIB)
http://www.pusluh.kkp.go.id/index.../1- ikan - mas .pdf/ (diakses pada tanggal 10 November 2015 pada pukul 20:15WIB)
Kuswardani, Y. 2006. Pengaruh pemberian Resin Lebah Terhadap Gambarab Darah Maskoki Carassius auratus Yang TerinfeksiBakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Purwanto, A. 2006. Gambaran Darah Ikan Mas Cyprinus carpio Yang Terinfeksi Koi Herpes Virus. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Penerbit Binacipta. Bogor.
18
LAMPIRAN
Gambar 1. Penimbangan Ikan Mas Gambar 2. Ikan Mas Ketika Dipingsankan
Gambar 3. Pembeladahan Ikan Mas Gambar 4. Pencarian Pembuluh Darah
Gambar 5. Pengambilan Darah dengan Pipa Kapiler
Gambar 6. Penutupan Pipa Kapiler dengan Plastisin
19
Gambar 7. Tabung Sentrifugasi Gambar 8. Darah Sebelum Disentrifugasi
Gambar 9. Darah Setelah Disentrifugasi
Gambar10. Darah Setelah Disentrifugasi
Gambar 11. Reading Chart Hematokrit
Gambar 12. Reading Chart Hematokrit
20
Gambar 13. Reading Chart Hematokrit
Gambar 14. Reading Chart Hematokrit
Gambar 15. Reading Chart Hematokrit
21
PERHITUNGAN NILAI HEMATOKRIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
Kelompok 9 dan 10Kelas Perikanan A
ISNAENI FAIZAH 230110140006HILYA ANDIANI 230110140007REIFOLNANDA HUTAGALUNG 230110140044M. JULIAN ALFATH 230110140051TANTI YUNITA L. 230110140059M. AGUNG MEIDITO 230110140138
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANANJATINANGOR
2015
22
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas
berkat rahmatnya kami dapat melaksanakan praktikum dan menyelesaikan
laporan praktikum ini mengenai “PENGHITUNGAN NILAI
HEMATOKRIT PADA IKAN MAS “ dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bentuk maupun isinya.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang
sifatnya membangun.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan praktikum dan
penyelesaian laporan praktikum ini.
Akhirnya, tiada kata yang dapat kami sampaikan selain
mengharapkan agar laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak di masa sekarang maupun yang akan datang.
Jatinangor , November 2015
Penulis
i
23
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN............................................................................. 11.1 Latar Belakang.............................................................................. 11.2 Tujuan........................................................................................... 11.3 Manfaat......................................................................................... 1
II. LANDASAN TEORI........................................................................2.1Ikan................................................................................................ 22.1.1 Klasifikasi.................................................................................. 22.1.2 Morfologi................................................................................... 22.1.3 Biologi Ikan Mas....................................................................... 32.2 Hematokrit.................................................................................... 52.2.1 Definisi...................................................................................... 52.2.2 Metode Pengukuran Hematokrit................................................ 52.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hematokrit........................ 62.3 Sel Darah Merah........................................................................... 82.4 Sel Darah Putih............................................................................. 8
III. BAHAN DAN METODE................................................................. 93.1 Waktu dan Tempat........................................................................ 103.2 Alat dan Bahan.............................................................................. 103.3 Prosedur........................................................................................ 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 114.1 Hasil.............................................................................................. 134.1.1 Data Kelompok.......................................................................... 134.1.2 Data Kelas.................................................................................. 134.2 Pembahasan.................................................................................. 14
V. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................155.1 Kesimpulan................................................................................... 165.2 Saran............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 17
LAMPIRAN...................................................................................... 18
ii