Upload
didi-saputra
View
58
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Hematopneumotoraks
Oleh:
Yelsi Khairani 0706259980
Presentasi Kasus
Selasa, 6 September 2011
Pembimbing:
Dr.Wuryantoro,Sp.B,Sp.BTKV
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
September 2011
Bab I
Ilustrasi Kasus
1.1 Biodata Pasien
Nama : An.DH
Usia : 14 tahun
Pendidikan : MTs
Status : Pelajar
Alamat : Kp.Situpete, Bogor
Agama : Islam
Tgl Masuk RSCM : 30 Agustus 2011 Jam 03:11
Nomor RM : 358-20-27
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas sejak 11 jam smrs.
RPS :
Pasien dirujuk dari RS PMI Bogor dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada
sebelah kiri sejak ± 11 jam smrs. Pasien diduga mengalami trauma tumpul toraks.
Sebelumnya, pasien mengalami kecelakaan motor ± jam 5 sore. Saat itu pasien yang
sedang membonceng temannya berusaha menghindari motor yang datang dari arah
berlawanan. Motor pasien membentur pembatas jalan kemudian pasien terjatuh.
Kecepatan motor saat pasien saat itu ±40 km/jam, pasien tidak menggunakan helm.
Pingsan (+), nyeri kepala (-), mual muntah (-). Pasien mengaku tidak ingat
mekanisme kecelakaan, tetapi menurut ibu pasien, sebelum jatuh, kemungkinan dada
pasien terbentur stang motor.
RPD :
-
1.3 Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
Airway : Bebas
Breathing : 36x/menit, cepat, dangkal
Circulation : 131x/menit, cukup, TD:118/86 mmHg, akral hangat +/+
Disability : GCS 15
Secondary Survey
Wajah : vulnus laseratum (+)
Mata : kongjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Leher : deformitas (-)
Paru :
- Inspeksi : hemitoraks kiri tertinggal saat ekspirasi, luka memar (+) pada
hemitoraks kiri
- Palpasi : fremitus taktil hemitoraks ↓, teraba emfisema subkutis pada
regio hemitotoraks lateral kiri
- Perkusi : sonor/redup
- Auskultasi : vesikuler +/↓, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1/S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hati/limpa tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, vulnus ekskoriatum multipel (+)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
30/8/2011 (09:17)
AGD Hasil Rujukan
pH 7,423 7,350-7,450
pCO2 34,2 35,00-45,00 mmHg
pO2 85,5 75,00-100,00 mmHg
SO2% 96,8
BE -2,1 -2,50-2,50 mmol/L
HCO3 22,6 21,00-25,00 mmol/L
Total CO2 23,6 21,00-27,00 mmol/L
31/8/2011
Hematologi Rutin Hasil Rujukan
Hb 9,2 13,0-16,0 g/dL
Ht 27,5% 40,0-48,0
Eritrosit 3,52x106 4,50-5,30x106/µL
MCV/VER 78,1 82,0-92,0 fL
MCH/HER 26,1 25,0-35,0 pg
MCHC/KHER 33,5 32,0-36,0 g/dL
Leukosit 6,53x103 5,00-10,00x103/µL
Trombosit 194x103 150-400x103/µL
Kimia Klinik Hasil Rujukan
Albumin 3,45 3,2-4,5 g/dL
AGD Hasil Rujukan
pH 7,406 7,350-7,450
pCO2 47,50 35,00-45,00 mmHg
pO2 118,00 75,00-100,00 mmHg
SO2% 98,30%
HCO3 29,80 21,00-25,00 mmol/L
Total CO2 31,30 21,00-27,00 mmol/L
Elektrolit Hasil Rujukan
Na Darah 135 132-147 meq/L
K Darah 3,61 3,30-5,40 meq/L
Cl Darah 102 94,0-111,0 meq/L
CXR
Intepretasi CXR:
- Tidak tampak pergesaran midline
- Jantung kesan tidak membesar
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah
- Hilus kanan tidak menebal, hilus kiri sukar dinilai
- Hemidiafragma kanan licin, sudut kostofrenikus kanan lancip
- Hemidiafragma dan sudut kostofrenikus kiri suram
- Tampak area lusen avaskuler pada hemitoraks kiri bagian superior
Kesan:
- Pneumothorax sinistra
1.5 Daftar Masalah
Pneumothorax sinistra
Susp.hemothorax sinistra
1.6 Penatalaksanaan
IVFD asering 500cc/8 jam
O2 nasal canule 3L/menit
Pro WSD
1.7 Laporan Pemasangan WSD
Asepsis dan antisepsis daerah op dan sekitarnya
Infiltrasi lidokain 2% di sela iga VI kiri
Proof puncture : udara (+), darah (+)
Insisi menembus kutis subkutis, otot dibebaskan tumpul
Insersi chest tube 28F, initial bubble (+), initial blood (+) 50cc, undulasi (+)
Fiksasi chest tube, op selesai
1.8 Instruksi Post WSD
Awasi TNSP dan produksi WSD
Cefazolin 2x1gr IV
Ketorolac 3x1 amp IV
Inhalasi (Bisolvon:Ventolin:NaCl→1:1:1)/24 jam
Fluimucyl 3x1
Chest Physiotherapy
1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Trauma Toraks
Trauma toraks menyumbang 20%-25% angka kematian terkait trauma dan komplikasinya
berkontribusi untuk 25% kematian lainnya. Menilik kematian setelah kecelakaan kendaraan
bermotor, trauma yang paling sering menyebabkan kematian adalah trauma tumpul jantung
dengan disrupsi ruang jantung dan trauma pada aorta torakal. Kematian segera disebabkan
obstruksi jalan napas, masalah respirasi mayor (mis: tension pneumothorax), hemotoraks
massif, dan tamponade jantung. Situasi klinis tersebut sebenarnya mudah diatasi jika dikenali
dengan segera. Trauma dinding toraks adalah trauma yang paling sering terjadi setelah traum
tumpul toraks.
2.2 Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura. Pneumotoraks dapat terjadi spontan
atau sekunder dari trauma, prosedur bedah, terapi, atau penyakit terkait. Pneumotoraks
menekan jaringan paru dan mengutangi compliance paru, volume ventilasi, dan kapasitas
difusi. Konsekuensi dari proses patofisiologis ini bergantung pada ukuran penumotoraks dan
kondisi paru yang mendasari. Jika udara msuk ke dalam rongga pleura secara berulang
(seperti ketika inspirasi) dan tidak dapat keluar, tekanan positif terbentuk di rongga pleura,
menyebabkan penekanan seluruh paru, pergeseran mediastinum dan jantung dari sisi
hemitoraks yang mengalami pneumotoraks dan gangguan respirasi hebat dengan kolaps
hemodinamik. Situasi ini disebut tension pneumothorax yang membutuhkan penanganan
segera. Pneumotoraks ini dapat menjadi sekuel dari pneumotoraks manapun.
Klasifikasi Penumotoraks
Spontaneous
Primary
Secondary
- Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
- Bullous disease
- Cystic fibrosis
- Pneumocystis-related congenital cysts
- Idiopathic pulmonary fibrosis (IPF)
- Pulmonary embolism
Catamenial
Neonatal
Traumatic
Penetrating
Blunt
Iatrogenic
Mechanical ventilation
Thoracentesis
Lung biopsy
Venous catheterization
Postsurgical
Other
Esophageal perforation
Pasien dengan pneumotoraks paling sering mengeluhkan nyeri dada. Seringkali nyeri ini
tajam dan peluritik. Dyspnea adalah gejala kedua tersering pada pasien dengan
pneumotoraks. Gejala yang kurang sering muncul mencakup batuk nonproduktif dan
orthopnea. Tanda klinis yang dapat dtemukan meliputti menurunnya suara napas, perkusi
yang hipersonor, dan menurunnya ekspansi dada saat inspirasi. Diagnosis pneumotoraks
biasanya ditegakan melalu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dikonfirmasi dengan CXR.
Namun, pemeriksaan fisik pada pasien dapat saja normal jika pneumotoraksnya kurang dari
25%. Penatalaksanaan pneumotoraks dapat dilakukan dengan pemasangan WSD.
Pneumotoraks Kiri, Sumber: Sabiston Textbook of Surgery
2.3 Hemotoraks
Darah dapat berakumulasi di rongga pleura setelah trama tumpul atau tembus. Perdarahan
dapat terjadi secar minor sampai massif. Gejala bergantung kepada jumlah darah yang
terakumulasi di rongga pleura. Pada pemeriksaan fisik, suara napas dapat menurun di sisi
yang sakit. CXR yang diambil pada posisi supine dapat menunjukan akumulasi darah yang
lebih dari 200 ml. Rongga pleura dapat menampung sampai 3 L darah. Hemotoraks massif
biasanya merupakan akibat dari cedera pembuluh darah pulmonal besar atau luka pada arteri
besar sementara cedera paru minor menyebabkan hemotoraks minimal.
Hemotoraks harus segera ditangani dengan pemasangan chest tube (>28 F). Jika perdarahan
tidak berhenti dengan pemasangan chest tube, selanjutnya dilakukan torakotomi. Indikasi
untuk dilakukan torakotomi adalah jika darah yang keluar saat drainase inisial sebanyak
1500ml secara akut atau 200-300ml/jam setelah drainase secara persisten.
Hemotoraks kanan, Sumber: Sabiston Textbook of Surgery
2.4 Hematopneumotoraks
Hematopneumotoraks adalah gabungan antara penumotoraks dan hematotoraks. Gejala dan
penanganannya juga merupakan kombinasi keduanya.
2.5 WSD
Selain mengalirkan udara dan cairan keluar dari rongga pleura, sistem drainase juga harus
mencegahnya kembali. Untuk kedua tujuan ini, terdapat tiga komponen dasar yang
dibutuhkan yakni: chest drain yang memiliki diameter yang adekuat dan tidak terdapat
obstruksi, kontainer penampung yang berada di bawah level dada, dan mekanisme satu arah-
penutup atau katup air yang mencegah kembalinya cairan atau udara.
Karena udara naik dan cairan tenggelam, ujung dari tube untuk mengalirkan udara biasanya
ditempatkan di paes dari rongga pleura sementara untuk cairan ditempatkan di dasar secara
posterolateral di sudut kostofrenikus. Chest drain memiliki panjang kira-kira 1.8m yang
ditujukan ke dalam kontainer penampung yang ditempatkan di bawah level dada pasien.
Tekanan positif dari dada selama ekshalasi dapat mendorong udara dan cairan keluar dari
rongga udara. Panjang dari tube drain di bawah permukaan air harusla pendek agar resistensi
dari udara yang keluar tidak lebih dari 2 sampai 3 cmH2O.
Pilihlah chest drain dengan ukuran yang sesuai. Untuk pasien dengan hemopneumotoraks
traumatik, ukuran dari chest tube biasanya 28 F atau lebih besar. Ukuran yang lebih kecil
lebih mudah terseumbat oleh gumpalan darah. Sedangkan pada anak, ukuran disesuaikan
dengan usia dan jarak antara tulang iga.
Permasalahan yang tidak teratasi dalam 2 sampai 3 minggu harus ditangani secara bedah.
Intercostal drain tidak boleh dibiarkan di satu tempat yang sama lebih dari 3 minggu karena
dapat menyebabkan erosi pembuluh darah interkostal yang dapat mengakibatkan perdarahan.
Bab III
Pembahasan
Dari anamnesis, An.DH yang berusia 14 tahun diduga mengalami trauma tumpul toraks Hal
ini didasari oleh riwayat kecelakaan motor yang dialami oleh pasien sebelum masuk rumah
sakit. Kemudian pasien mengaku nyeri pada dada sebelah kirinya dan merasa sesak napas
setelah mengalami kecelakaan tersebut. Dugaan diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik
pada pasien yakni dari primary survey dan secondary survey.
Pada primary survey didapatkan frekuensi pernapasan pasien mencapai 36x/menit dengan
kualitas cepat dan dangkal sementara dari secondary survey didapatkan pada inspeksi paru,
hemitoraks kiri tertinggal saat ekspirasi dan terdapat luka memar pada hemitoraks kiri. Pada
palpasi paru, didapatkan fremitus taktil hemitoraks kiri menurun serta teraba emfisema
subkutis pada regio hemitotoraks lateral kiri. Pada perkusi paru, didapatkan bunyi sonor pada
paru kanan, sedangkan paru kiri redup. Pada auskultasi, didapatkan suara napas menurun
pada paru sebelah kiri.
Dari pemeriksaan fisik tersebut itu jugalah pasien kemudian diduga mengalami
pneumotoraks. Dugaan diperkuat dengan hasil CXR pasien yang telah dilakukan sebelumnya
di rumah sakit yang merujuk pasien. Dari CXR tersebut didapatkan hasil yang positif yakni
hemidiafragma dan sudut kostofrenikus kiri suram serta tampak area lusen avaskuler pada
hemitoraks kiri bagian superior. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan fisik digabungkan dengan
gambaran CXR yang berupa area lusen avaskuler pada hemitoraks kiri bagian superior dapat
dipastikan bahwa pasien mengalami pneumotoraks.
Namun, untuk gambaran CXR yang berupa kesuraman pada bagian basal hemitoraks kiri
belum dapat dipastikan apakah gambaran tersebut merupakan gambaran hemotoraks atau
bukan sebelum dilakukan punksi pada pleura, tetapi karena kasusnya adalah trauma,
kemungkinan besar kesuraman tersebut adalah hemotoraks. Hal ini akhirnya dapat dibuktikan
pada saat melakukan prosedur pemsangan WSD yakni ketika melakukan proof puncture
didapatkan udara dan darah yang keluar dari rongga pleura sehingga diagnosis
hematopneumothorax sinistra pada pasien ini dapat ditegakan.
Pada pasien dengan penumotoraks traumatik, resusitasi respirasi dan hemodinamik harus
segera dilakukan sebagai manajemen pertama, setelah itu harus segera dilakukan pemasangan
chest tube untuk kondisi tertentu. Pada pasien ini, manajemen pertama yang diberikan adalah
oksigen 3L/menit untuk resusitasi pernapasannya dan asering 500cc/8 jam untuk resusitasi
cairannya. Selain itu, setelah tebukti bahwa pasien mengalami hematopneumotoraks,
pemasangan chest tube (WSD) pada pasien segera dilakukan.
Proses pemasangan WSD pada pasien dimulai dengan melakukan asepsis dan antisepsis
daerah operasi dan sekitarnya. Setelah itu, pada sela iga kiri VI pasien diinfiltrasikan lidokain
2%. Kemudian dilakukan proof puncture untuk mengetahui apa isi drai rongga pleura pasien.
Ternyata setelah dilakukan proof puncture diketahui bahwa rongga pleura pasien berisi udara
dan darah sehingga harus segera dilakukan pemasangan chest tube. Chest tube yang
digunakan untuk pasien adalah chest tube dengan ukuran 28 F. Pada kasus
hematopneumotoraks, ukuran chest tube yang biasa digunakan adalah 28 atau lebih besar.
Ukuran yang lebih kecil dihindari karena cepat tersumbat dengan gumpalan darah.
Sedangkan, jika chest tube tersebut tersumbat, udara yang ada di dalam rongga pleura tidak
dapat keluar yang ditakutkan akan mengakibatkan tension pneumothorax. Setelah chest tube
terpasang, terlihat initial bubble (+), initial blood (+) 50cc, dan undulasi (+) pada botol
penampungnya. Setelah itu, chest tube difiksasi.
Setelah dilakukan pemasangan WSD pada pasien ini, harus dilakukan foto CXR ulang untuk
mengetahui posisi chest tube di dalam rongga pleura, apakah sudah benar atau belum. Setelah
dilakukan foto post-pemasangan WSD pada pasien ini, ternyata dikatahui bahwa posisi chest
tube pada pasien kinking sehingga posisinya harus dibenarkan kembali.
Foto CXR post-pemasangan WSD
Intepretasi:
- Tidak tampak pergesaran midline
- Jantung kesan tidak membesar
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah
- Hilus kanan tidak menebal, hilus kiri sukar dinilai
- Hemidiafragma kanan licin, sudut kostofrenikus kanan lancip
- Hemidiafragma dan sudut kostofrenikus kiri suram
- Tampak area lusen avaskuler pada hemitoraks kiri bagian superior
- Fraktur costae V dan VI lateral kiri
- Emfisema subkutis pada dinding dada sisi lateral kiri sampai regio supraklavikula
kiri
- Terpasang WSD setinggi ICS 8-9 posterior kiri, tampak kinking WSD
Kesan:
- Pneumotoraks kiri
- Fraktur costae V-VI lateral kiri
- Emfisema subkutis pada dinding dada sisi laterl kiri sampai region supraklavikula
kiri
- Terpasang WSd setinggi ICS 8-9 posterior kiri, tampak kinking WSD
Selanjutnya dilakukan perbaikan posisi chest tube pada pasien.
Foto CXR post-repair WSD
Intepretasi:
- Tidak tampak pergesaran midline
- Jantung kesan tidak membesar
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah
- Hilus kanan tidak menebal, hilus kiri sukar dinilai
- Hemidiafragma kanan licin, sudut kostofrenikus kanan lancip
- Hemidiafragma dan sudut kostofrenikus kiri suram
- Tampak area lusen avaskuler pada hemitoraks kiri bagian superior
- Fraktur costae V dan VI lateral kiri
- Emfisema subkutis pada dinding dada sisi lateral kiri sampai regio supraklavikula
kiri
- Terpasang WSD setinggi ICS 6-7 posterior kiri, tidak tampak kinking WSD
Kesan:
- Pneumotoraks kiri
- Fraktur costae V-VI lateral kiri
- Emfisema subkutis pada dinding dada sisi laterl kiri sampai region supraklavikula
kiri
- Terpasang WSd setinggi ICS 6-7 posterior kiri, tidak tampak kinking WSD
Selain dilakukan foto CXR ulang setelah pemasangan WSD, hal lain yang perlu dilakukan
adalah observasi cairan dan udara yang keluar di dalam botol. Pada pasien ini, berarti yang
harus diobservasi adalah jumlah darah yang keluar. Jika dilihat dari banyaknya darah yang
keluar dari rongga pleura pasien, hemotoraks pada pasien belum dapat dikatakan massif
karena belum memenuhi krtierianya. Darah yang keluar dari rongga pleura pasien adalah 500
ml dalam 1 jam pertama dan 125 ml dalam 2 jam berikutnya sementara yang dimaksud
dengan hemotoraks massif adalah jika saat dilakukan pemasangan WSD, darah yang keluar
lebih dari 1.500ml secara akut atau lebih dari 200/300 ml/jam setelah dilakukan drainase
inisial.
Setelah semuanya dilakukan dengan tepat, pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat
HCU untuk kemudian diobservasi. Manajemen yang dilakukan pada pasien selanjutnya
mengikuti instruksi post-WSD.
Daftar Pustaka
1. Reksoprodjo S, Pusponegoro DA, Kartono D, Hutagalung EU, Sumardi R, Rachmat
KB et al. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
2. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of surgery
17th edition. Philadhelpia: Elsevier Saunders; 2004.
3. Wilmore DW, Feliciano DV, Mullins RJ, Rozycki GS, Pritts TA, Fischer JE et al.
Oxford textbook of surgery. Oxford: Oxford University Press; 2002.
4. Wilson SE, Achauer BM, Butler JA, Chamberlin DA, Chan PD, Cinat M et al.
Current clinical strategies surgery 6th edition. California: CCS Publishing; 2006.