28
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang 1 Tiga penyebab kematian ibu yang paling lazim adalah perdarahan, infeksi, dan penyakit hipertensi. Perdarahan yang terjadi saat persalinan merupakan akibat banyaknya darah yang keluar dari tempat perlekatan plasenta, trauma traktus genitalia dan abnormalitas struktur. Meskipun demikian, perdarahan postpartum merupakan suatu gambaran suatu kejadian, dan bukan suatu diagnosis. Setengah dari kematian ibu yang diakibatkan perdarahan dikarenakan perdarahan postpartum (Bonnar, 2000). Ketika perdarahan yang banyak terjadi, penyebab yang spesifik harus ditemukan. Atonia uteri, sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalis merupakan penyebab dari sebagian besar kasus perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir ini, plasenta akreta menggantikan atoni uteri sebagai penyebab tersering dari perdarahan postpartum yang membutuhkan histerektomi (Chesnut and colleagues, 1985; Zelop and coworkers, 1993). Refrat ini memuat hal-hal yang perlu diketahui mengenai perdarahan postpartum, dari pengertian, etiologi, diagnosa dan terpenting penatalaksanaan guna menurunkan angka mortalitas ibu. 1

hemoragik post oartum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obgyn referat

Citation preview

Page 1: hemoragik post oartum

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang1

Tiga penyebab kematian ibu yang paling lazim adalah perdarahan,

infeksi, dan penyakit hipertensi. Perdarahan yang terjadi saat persalinan

merupakan akibat banyaknya darah yang keluar dari tempat perlekatan

plasenta, trauma traktus genitalia dan abnormalitas struktur. Meskipun

demikian, perdarahan postpartum merupakan suatu gambaran suatu

kejadian, dan bukan suatu diagnosis. Setengah dari kematian ibu yang

diakibatkan perdarahan dikarenakan perdarahan postpartum (Bonnar, 2000).

Ketika perdarahan yang banyak terjadi, penyebab yang spesifik harus

ditemukan. Atonia uteri, sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalis

merupakan penyebab dari sebagian besar kasus perdarahan postpartum.

Dalam 20 tahun terakhir ini, plasenta akreta menggantikan atoni uteri sebagai

penyebab tersering dari perdarahan postpartum yang membutuhkan

histerektomi (Chesnut and colleagues, 1985; Zelop and coworkers, 1993).

Refrat ini memuat hal-hal yang perlu diketahui mengenai perdarahan

postpartum, dari pengertian, etiologi, diagnosa dan terpenting

penatalaksanaan guna menurunkan angka mortalitas ibu.

Semoga referat ini dapat membantu dalam melakukan pencegahan

timbulnya perdarahan postpartum dan komplikasinya sehingga menurunkan

angka mortalitas ibu dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di

Indonesia.

1

Page 2: hemoragik post oartum

II. Sejarah Perdarahan Postpartum2

Frekuensi kejadian pasti dari perdarahan postpartum sulit ditentukan.

Suatu konsensus mengatakan 1-10% dari kehamilan dengan komplikasi

perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum memiliki angka morbiditas

dan mortalitas yang tinggi.

Berdasarkan data CDC, 17% kematian maternal karena perdarahan,

sepertiga hingga setengahnya merupakan perdarahan postpartum. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa insiden perdarahan postpartum tinggi pada

wanita ras Asia dan Hispanik.

2

Page 3: hemoragik post oartum

BAB II

ISI

I. DEFINISI

Secara tradisional perdarahan postpartum didefinisikan sebagai

kehilangan darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III.

Tidak jarang, hampir sebagian wanita yang melahirkan secara pervaginam

mengeluarkan darah sebanyak itu atau lebih, ketika diukur secara kuantitatif.

Hal ini dibandingkan dengan kehilangan darah sebanyak 1000 mL pada

section cesaria, 1400 mL pada histerektomi cesaria elektif, dan 3000 sampai

3500 mL untuk histerektomi sesaria emergensi (Chestnut dkk, 1985; Clark

and colleagues, 1984). 1,2,3

Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang

mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun

beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan

perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi

ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk

perdarahan postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang

mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan

hemodinamik, atau perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan

hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah lebih dari 1000 mL dengan

persalinan pervaginam atau penurunan kadar hematokrit lebih dari 10% dari

sebelum melahirkan juga dapat dianggap sebagai perdarahan post partum.2

Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan hipervolemia

yang biasanya meningkatkan volume darah 30 – 60 %, dimana pada rata-rata

wanita sebesar 1-2 Liter (Pitchard, 1965). Wanita tersebut akan mentoleransi

kehilangan darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit postpartum, karena

kehilangan darah pada saat melahirkan mendekati banyaknya volume darah

yang ditambahkan saat kehamilan.1

Saat ini perdarahan postpartum dibagi dalam :2

3

Page 4: hemoragik post oartum

Perdarahan post partum primer, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam

pertama

Perdarahan post partum sekunder, bila perdarahan terjadi setelah 24 jam

pertama hingga 6 minggu setelah persalinan

II. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi kejadian pasti dari perdarahan postpartum sulit ditentukan.

Suatu konsensus mengatakan 1-10% dari kehamilan dengan komplikasi

perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum memiliki angka morbiditas

dan mortalitas yang tinggi. Berdasarkan data CDC, 17% kematian maternal

karena perdarahan, sepertiga hingga setengahnya merupakan perdarahan

postpartum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insiden perdarahan

postpartum tinggi pada wanita ras Asia dan Hispanik.2

III. ETIOLOGI

Kebanyakan penyebab perdarahan postpartum adalah atonia uteri,

suatu kondisi dimana korpus uteri tidak berkontraksi dengan baik,

mengakibatkan perdarahan yang terus menerus dari tempat perlekatan

plasenta.

Penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu: 2,3

Tone - atonia uteri

Atonia uteri, kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat

mengakibatkan perdarahan yang cepat dan masif yang dapat berlanjut

pada hipovolemik syok.

Uterus yang terlalu meregang baik absolut maupun relatif, adalah

faktor resiko mayor untuk atonia uteri. Hal ini dapat diakibatkan oleh

gestasi multifetal, makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin

( misalnya hidrosefalus berat), struktur uteri yang abnormal, gangguan

4

Page 5: hemoragik post oartum

pengeluaran plasenta dan distensi uterus dengan perdarahan sebelum

plasenta dilahirkan.

Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan hal-hal sebagai

berikut :

Kelelahan akibat persalinan yang lama atau induksi persalinan

Hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat,

AINS, MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin

Penyebab lain, seperti plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia,

dan hipotermia

Tissue – plasenta arrest atau bekuan darah

Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta.

Pelepasan plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi yang

berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang optimal.

Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus

aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal,

plasenta harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak ada bagian

yang terlepas.

Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi

kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan

perdarahan yang hebat dapat terjadi. Ini harus dijadikan pertimbangan

pada persalinan pada awal kehamilan, baik mereka spontan ataupun

diinduksi.

Penelitian terakhir menganjurkan penggunaan misoprostol pada

terminasi kehamilan trimester kedua mengurangi risiko terjadinya retensio

plasenta dibandingkan dengan penggunaan prostaglandin intrauterine

atau saline hipertonik (Marquette, 2005).

Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta

akreta dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih

lengket. Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat perlekatan dan

pelepasan yang normal menandakan adanya akreta sebagian. Akreta

lengkap dimana seluruh permukaan plasenta melekat abnormal, atau

masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta), mungkin tidak

5

Page 6: hemoragik post oartum

menyebabkan perdarahan masif secara langsung, tapi dapat

mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk melepaskan

plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta

terimplantasi pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika

dihubungkan dengan plasenta previa.

Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko

terjadinya perdarahan post partum yang berat, termasuk kemungkinan

dibutuhkannya transfusi dan histerektomi.

Trauma - trauma uteri, servik, atau vagina

Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena

manipulasi yang digunakan pada saat persalinan.

Persalinan secara sectio caesaria mengakibatkan kehilangan darah

dua kali lebih banyak dari pada persalinan per vaginam. Pada Sectio

caesaria, insisi pada segmen bawah yang memiliki kontraksi buruk

sembuh dengan baik tergantung jahitan, vasospasme, dan pembekuan

untuk hemostasis.

Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya

jika pasien memiliki CPD dan uterus yang telah distimulasi dengan

oksitosin atau prostaglandin. Trauma selama persalinan dapat

mengakibatkan hematom pada perineum atau pelvis. Hematom ini dapat

diraba dan seharusnya diduga bila tanda vital pasien tidak stabil dan

sedikit atau tidak ada perdarahan luar.

Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra

uterin. Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi

internal dan ekstraksi pada kembar kedua, dimana ruptur uteri dapat

terjadi sebagai akibat versi eksternal. Selain itu, trauma dapat juga

disebabkan adanya usaha untuk mengeluarkan plasenta secara manual

atau dengan menggunakan instrumen.

6

Page 7: hemoragik post oartum

Pada pengeluaran plasenta secara manual, uterus harus selalu berada

dalam kendali dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen selama

prosedur tersebut. Penggunaan injeksi salin/oksitosin intravena umbilical

dapat mengurangi kebutuhan teknik pengeluaran yang lebih invasif.

Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan

forceps dan serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan

per vaginam dengan bantuan (forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan

tanpa adanya pembukaan lengkap. Laserasi servikal dapat terjadi secara

spontan. Pada kasus ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak

mengedan sebelum terjadi dilatasi penuh dari serviks. Terkadang

eksplorasi manual atau instrumentasi dari uterus dapat mengakibatkan

kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi pada posisi jam

2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak pada

persalinan sungsang (insisi Dührssen).

Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam

operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin

bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi

pada distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara

spontan maupun karena episiotomi.

Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat sectio

sesarea sebelumnya. Uterus yang pernah menjalani sectio caesaria

memiliki risiko terjadinya ruptur pada kehamilan berikutnya.

Trombin - Koagulopati

Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau

pada saat kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif.

Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya

tidak selalu mengakibatkan perdarahan yang masif, hal ini dikarenakan

adanya kontraksi uterus yang mencegah terjadinya perdarahan

(Baskett,1999).

7

Page 8: hemoragik post oartum

Faktor pembekuan darah pada pembuluh darah berperan pada saat

postpartum. Bila ada gangguan pada faktor pembekuan darah dapat

menyebabkan perdarahan postpartum tipe lambat.

Abnormalitas faktor pembekuan darah dapat terjadi sebelumnya atau

didapat. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit lain yang

menyertai, seperti ITP atau HELLP sindrom (hemolisis, peningkatan enzim

hati, dan penurunan platelet), solutio plasenta, DIC, atau sepsis.

Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa

sebelumnya.

IV. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko perdarahan postpartum terdiri dari fator antepartum, intrapartum

dan postpartum, sebagai berikut :4

Faktor resiko antepartum

Solutio plasenta

Placenta previa

Hipertensi gestasional dengan proteinuria

Overdistensi uterus (contoh : kembar, makrosomia, polihisramnion,

abnormalitas uterus)

Riwayat perdarahan postpartum

Riwayat kelainan hemostasis ibu (contoh : ITP)

Faktor resiko Intrapartum

Kelahiran traumatik (contoh sectio sesarea atau persalinan pervaginal

dengan alat)

Persalinan lama

Persalinan yang cepat

Induksi persalinan

Chorioamnionitis

Distosia bahu

8

Page 9: hemoragik post oartum

Versi internal podalic dan ekstraksi bokong bayi ke dua pada persalinan

kembar breech

Kelainan hemostasis maternal didapat (contoh : HELLP, DIC)

Faktor resiko postpartum

Laserasi obstetric/episiotomi

Sisa plasenta

Ruptur uteri

Inversi uteri

Kelainan hemostasis maternal didapat (contoh : HELLP, DIC)

V. PATOFISIOLOGI

Dalam masa kehamilan, volume darah ibu meningkat kurang lebih 50%

(dari 4 Liter menjadi 6 Liter). Volume plasma meningkat melebihi jumlah total

sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan konsentrasi hemoglobin

dan hematokrit. Peningkatan volume darah digunakan untuk memenuhi

kebutuhan perfusi dari uteroplasenta dan persiapan terhadap hilangnya darah

saat persalinan (Cunningham, 2001). 2,3

Diperkirakan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 mL/menit, yang

berarti 10-15% dari curah jantung. Kebanyakan dari aliran ini melewati

plasenta yang memiliki resistensi yang rendah. Pembuluh darah uterus

menyuplai sisi plasenta melewati serat miometrium. Ketika serat ini

berkontraksi pada saat persalinan, terjadi retraksi miometrium. Retraksi

merupakan karakteristik yang unik pada otot uterus untuk melakukan hal

tersebut serat memendek mengikuti tiap kontraksi. Pembuluh darah terjepit

pada proses kontraksi ini, dan normalnya perdarahan akan terhenti. Hal ini

merupakan ’ligasi hidup’ atau ’jahitan fisiologis’ dari uterus (Baskett,1999). 2,3

Atonia uteri adalah kegagalan otot miometrium uterus untuk

berkontraksi dan beretraksi. Hal ini merupakan penyebab penting dari

9

Page 10: hemoragik post oartum

Perdarahan post partum dan biasanya terjadi segera setelah bayi dilahirkan

hingga 4 jam setelah persalinan.

Trauma traktus genitalia (uterus, serviks, vagina, labia, klitoris) pada

persalinan mengakibatkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan pada

wanita yang tidak hamil karena adanya peningkatan suplai darah terhadap

jaringan ini. Trauma khususnya berhubungan dengan persalinan, baik

persalinan pervaginam maupun persalinan sesar. 2,3

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis perdarahan postpartum didapatkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis biasanya tidak sulit,

terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi, bila

perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah banyak

kehilangan darah sebelum ia tampak pucat.

A. Anamnesis

Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan

tentang episode perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio

sesaria, paritas, dan riwayat fetus ganda atau polihidramnion. 2,3,5

B. Pemeriksaan Fisik

Pada seorang wanita dengan perdarahan masif, secara simultan

memerlukan pemeriksaan fisik dan resusitasi. Fokuskan pemeriksaan

pada pencarian penyebab perdarahan. Pasien dapat tidak memiliki

perubahan hemodinamik tertentu pada awal syok akibat perdarahan

fisiologik maternal hipervolemia. Perdarahan postpartum selalu perlu

disadari saat gangguan hemodinamik terjadi tanpa adanya perdarahan

masif. 2,3,5

Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan

koagulasi atau perdarahan masif dengan prosedur operasi atau

menstruasi.

10

Page 11: hemoragik post oartum

Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan

hipertensi (calcium-channel blocker) atau penyakit jantung ( missal

digoxin, warfarin). Informasi ini penting jika koagulopati dan pasien

memerlukan transfusi.

Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan. Apabila terjadi perdarahan

postpartum dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk

melahirkan plasenta dengan segera.

Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran

uterus, dengan suatu akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga

dapat merasakan adanya hematom dalam perineum atau pelvis

Inspeksi servik dan vagina dalam penerangan yang cukup dapat

melihat adanya robekan jaringan

Periksa adanya jaringan plasenta yang hilang

Kehilangan

Darah

Tekanan Darah

(Sistolik)

Tanda dan Gejala Derajat Syok

500-1000 mL

(10-15%)

Normal Palpitasi, Takikardi,

Gelisah

Terkompensas

i

1000-1500 mL

(15-25%)

Menurun ringan

(80-100 mm Hg)

Lemah, Takikardi,

Berkeringat

Ringan

1500-2000 mL

(25-35%)

menurun

sedang (70-80

mm Hg)

Sangat lemah, Pucat,

oliguria

Sedang

2000-3000 mL

(35-50%)

Sangat turun

(50-70 mm Hg)

Kolaps, Sesak nafas,

Anuria

Berat

Pendeteksian dan pendiagnosisan yang cepat dari kasus perdarahan

postpartum sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan. Resusitasi

dan pencarian penyebab harus dilaksanakan dengan cepat sebelum terjadi

sekuele dari hipovolemia yang berat. 2,3

11

Page 12: hemoragik post oartum

Diagnosis Perdarahan Setelah Bayi Lahir  7

Presenting Symptom and Other

Symptoms and Signs Typically

Present

Symptoms and Signs

Sometimes Present

Probable

Diagnosis

• Immediate PPHa

• Uterus soft and not contracted

• Shock

Atonic uterus

• Immediate PPHa

 

• Complete placenta

• Uterus contracted Tears of cervix,

vagina or

perineum

• Portion of maternal surface of

placenta missing or torn

membranes with vessels

• Immediate PPHa

• Uterus contracted Retained

placental

fragments

• Uterine fundus not felt on

abdominal palpation

• Slight or intense pain

• Inverted uterus apparent at

vulva

• Immediate PPHb

Inverted uterus

• Bleeding occurs more than 24

hours after delivery

• Uterus softer and larger than

expected for elapsed time since

delivery

• Bleeding is variable (light or

heavy, continuous or irregular)

and foul-smelling

• Anaemia

Delayed PPH

• Immediate PPHa (bleeding is

intra-abdominal and/or vaginal)

• Severe abdominal pain (may

decrease after rupture)

• Shock

• Tender abdomen

• Rapid maternal pulse

Ruptured uterus

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG2

Laboratorium

Darah Lengkap

o Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit

o Perhatikan adanya trombositopenia

12

Page 13: hemoragik post oartum

PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.

Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati.

Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pda kehamilan, pada

kadar yang terlalu rendah atau dibawah normal mengindikasikan adanya

konsumtif koagulopati.

Pemeriksaan Radiologi

USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan

adanya hematom.

Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi dari pembuluh

darah.

Pemeriksaan Lain

Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum

produk degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan

gangguan koagulasi.

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia dalam kehamilan harus

diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan

penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita

sudah pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus

berlangsung di rumah sakit. 4

Managemen perdarahan postpartum :4,5

1. Perhatikan ABC

Monitor tanda-tanda vital

13

Page 14: hemoragik post oartum

‘Guyur’ Infus NaCl

Periksa darah lengkap dan faktor pembekuan darah

Persiapkan transfusi darah

2. Periksa fundus

Bila kontraksi baik, lakukan eksporasi traktur genitalis bagian

bawah. Sebelumnya berikan analgetik yang sesuai, persiapkan

penerangan, kemudian lakukan reparasi laserasi vagina dan serviks.

Bila kontraksi tidak ada, lakukan massage bimanual. Pada

prosedur ini, dapat dilakukan ekslorasi uterus untuk memastikan tanda-

tanda adanya sisa plasenta, inversi uterus atau ruptur uteri.

Kompresi bimanual dilakukan dengan cara tangan kiri penolong

dimasukkan ke dalam vagina dan sambil mebuat kepalan diletakkan

pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut

penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan

dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Sekarang

korpus uteri terpegang antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan

massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri. 4,5

14

Page 15: hemoragik post oartum

Kompresi Bimanual

Kompresi Bimanual melelahkan penolong sehingga dapat

diganti dengan Perasat Dickinson. Perasat ini dilakukan dengan cara :

tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan

jari kelingking sedikit diatas simfisis melingkari bagian tersebut

sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri

memegang korpus uteri dan sambil melakukan massage, menekannya

kebawah ke arah tangan kanan dan ke belakang ke arah

promontorium.

Perasat dickinson 5

3. Bila perdarahan masih ada, lakukan tamponade uterovaginal

Tamponade uterovaginal sekarang tidak dilakukan lagi karena

umumnya dengan usaha-usaha tersebut diatas perdarahan yang

disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula

dikhawatirkan bahwa tamponade yang dilakukan dengan tehnik yang

tidak sempurna tidak menghindarkan perdarahan dalam uterus di

belakang tampon4,5. Dengan seorang pembantu memegang dan

menahan fundus uteri, tangan kiri penolong diletakkan di vagina

dengan ujung-ujung jari untuk sebagian masuk ke serviks uteri.

Tangan kanan dengan penunjuk tangan kiri memasukkan tampon kasa

15

Page 16: hemoragik post oartum

panjang ke dalam uterus sampai kavum uteri terisi penuh. Untuk

menjamin bahwa tampon benar-benar mengisi kavum uteri dengan

padat. Kadang-kadang usaha memasukkan tampon dihentikan

sebentar untuk memberikan kesempatan pada tangan dalam uterus

untuk menekan tampon pada dinding kavum uteri. Dengan mengisi

kavum uteri secara padat, dapat dihindarkan terjadinya perdarahan di

belakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi

pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan

tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk

berkontraksi. Sesudah uterus diisi, tampon dimasukkan juga ke dalam

vagina. Tampon diangkat 24 jam kemudian.

4. Kosongkan kandung kemih

5. Bila uterus masih tidak berkontraksi, lakukan intervensi farmakologik :

5 unit oksitosin IV bolus

Oksitosin 20 unit/L dalam NaCl atau RL ‘diguyur’

10 unit oksitosin langsung ke uterus bila tidak ada akses IV

Penggunaan Obat Oksitosik7

  Oxytocin Ergometrine/ Methyl-

ergometrine

15-methyl

Prostaglandin

F2α

Dose and

route

IV: Infuse 20 units in 1

L IV fluids at 60 drops

per minute 

IM: 10 units

IM or IV (slowly): 0.2 mg IM: 0.25 mg

Continuing

dose 

IV: Infuse 20 units in 1

L IV fluids at 40 drops

per minute

Repeat 0.2 mg IM after

15 minutes

If required, give 0.2 mg

IM or IV (slowly) every 4

hours 

0.25 mg every 15

minutes

Maximum

dose

Not more than 3 L of IV

fluids containing

oxytocin

5 doses (Total 1.0 mg) 8 doses (Total 2

mg)

16

Page 17: hemoragik post oartum

Precautions/

Contrain-

dications

Do not give as an IV

bolus

Pre-eclampsia,

hypertension, heart

disease

Asthma

6. Bila uterus masih tidak berkontraksi atau perdarahan tetap

berlangsung, berikan :

a) Ergot 0.25 mg IM atau 0.125 mg IV (setiap 5 menit)

Dosis kumulatif maksimal adalah 1.25 mg

Dapat menghambat eksporasi uterus karena ergot

menyebabkan kontraksi yang tetanik

Kontraindikasi relatif dari pemberian ergot adalah hipertensi

b) Misoprostol (Cytotec) sebagai terapi dan profilaksis

Misoprostol diserap secara efektif melalui rektal, oral atau

mukosa vagina

Sangat efektif dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum

yang tidak respon terhadap oksitosin dan ergometrin

Dosis pemberian misoprostol yaitu 800 to 1000 micrograms (4-5

tablet ) per rektal

c) Hemabate (Carboprost/15-Methyl Prostaglandin F2)

250ug IM atau intramyometrium

Dosis kumulatif maksimum 2 mg (8 dosis)

Dapat menghambat eksporasi uterus karena ergot

menyebabkan kontraksi yang tetanik

Kontraindikasi relatif peberian hemabate adalah asma

7. Bila perdarahan tetap ada dan uterus masih tidak berkontraksi,

evaluasi ada tidaknya koagulopati.

a) Bila faktor pembekuan darah abnormal, koreksi dengan

FFP/kriopresipitat/trombosit

b) Bila faktor pembekuan darah normal, lakukan persiapan untuk

operasi

Ligasi arteri uterina/hipogatrika/uterina

Histerektomi

17

Page 18: hemoragik post oartum

VIII. PROGNOSIS2

Perdarahan psotpartum adalah komplikasi yang sering pada persalinan

yang dapat menyebabkan peningkatan morbibitas dan mortalitas maternal.

Kita harus dapat mengidentifikasi faktor resiko yang ada sebelum dan selama

persalinan sehingga penatalaksanaan terhadap ibu dengan resiko tinggi jelas.

Prognosis tergantung penyebab perdarahan postpartum, durasinya,

jumlah darah yang hilang dan efektivitas pengobatan. Sehingga diagnosis

dan penatalaksanaan yang tepat sangatlah penting

18

Page 19: hemoragik post oartum

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak lebih dari

500 ml setelah kelahiran spontan atau kehilangan darah sebanyak lebih dari

1000 ml setelah kelahiran dengan seksio sesaria. Namun dalam praktek kita

dapat mendefinisikan perdarahan postpartum adalah setiap perdarahan

pervaginam setelah melahirkan yang menyebabkan gangguan hemodinamik

sehingga membahayakan nyawa ibu.

Perdarahan postpartum merupakan penyebab kehilangan darah serius

yang paling sering dijumpai di bagian obstetrik. Merupakan faktor penyebab

langsung kematian ibu. Perdarahan post partum selain disebabkan oleh

atonia uteri (paling sering) juga dapat disebabkan oleh sisa plasenta. Untuk

itu perlu diperhatikan lebih serius mengenai penanganan perdarahan post

partum secara tepat agar dapat ibu bersalin selamat melewati proses bersalin

dan mencegah kematian maternal khususnya di Indonesia.

Pengenalan adanya perdarahan postpartum merupakan faktor yang

paling penting dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Oleh karena

itu perlu adanya observasi rutin pada seorang wanita yang baru melahirkan

untuk mengenali tanda adanya perdarahan postpartum.

Karena itu diharapkan kepada para penolong persalinan agar memiliki

pengetahuan serta kemampuan yang baik tentang perdarahan post partum

dan penatalaksanaannya agar tujuan kita tercapai.

19

Page 20: hemoragik post oartum

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics

international edition. 21 st edition. Page 619-663.

2. Wainscott, Michael P. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage.

http://www.eMedicine.com. May 30, 2006

3. Smith, John R , Barbara G. Brennan. Postpartum Hemorrhage.

http://www.eMedicine.com. June 13, 2006

4. ALARM International. Hemorrhage in Pregnancy. 2nd edition. Page 49-53.

5. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu

Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2002

6. Http://www.GeneralJavaOnline.com . Maternal & Neonatal Health.

OBSTETRIC & NEONATAL EMERGENCY. 2003

7. http://www.pregnancyinfo.net .PostPartum Hemorrhage.

8. htpp://www.WHO.int . Managing Complication in Pregnancy and Childbirth

20