Upload
syams-ideris
View
112
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hikayat Guru Sekumpul, Syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan
Citation preview
ULAMA diciptakan untuk waktu dan tempat yang tepat. Begitulah ungkapan yang kerap
muncul untuk mendefinisikan peran ulama di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Di
Bumi Barakat ini, ulama memegang posisi penting untuk membina dan menuntun umatnya. Deretan
nama ulama besar menghiasi lembaran sejarah sesuai situasi dan waktu yang berkembang.
Sebagai gudangnya aulia, tradisi keulamaan di Martapura tetap lestari kendati berpacu
dengan maraknya era globalisasi. Ia seakan tidak lapuk oleh hujan dan tak lekang lantaran panas.
Kebesaran sang ulama terkenal karena kealiman, kezuhudan, kewibawaan dan ketokohannya dalam
bidang dakwah dan syiar Islam.Sebutlah nama Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al
Banjari, yang makamnya di Desa Kelampayan, Kecamatan Astambul, diziarahi ribuan orang setiap
hari. Ada pula nama KH Muhammad Samman Mulia (Guru Padang), KH Muhammad Syarwani Abdan
(Guru Bangil), KH Abdurrahman Siddiq (Indragiri, Tembilahan, Riau), KH Kasyful Anwar Ismail, KH
Anang Syarani Arif, Tuan Guru KH Zainal Ilmi, KH Muhammad Husin Qodri, KH Asnawi Syihabuddin,
KH Muhammad Salman Jalil, KH Badruddin, KH Muhammad Ramli, KH Muhdar, KH Muhammad
Rosyad, dan seterusnya yang walau sudah almarhum tapi namanya tetap harum dan melegenda.
Ini belum lagi deretan tokoh ulama besar sejak dulu, yang turut menghiasi dokumen historis
Martapura.Kini, fenomena dan keberadaan ulama berbeda relatif jauh dari kehidupan ulama tempo
dulu. Demikian pula karakteristik masyarakatnya yang terus mengalami pergeseran sepanjang
waktu. Cuma satu yang mungkin tidak banyak berubah, ketaatan dan kecintaan mereka pada para
aulia. Apalagi, jika ulama itu sudah menjadi idola di masyarakat.
Dalam kondisi kekinian, citra Martapura masyhur hingga menembus batas regional dengan
sosok sang legenda: KH Muhammad Zaini Abdul Ghani. Ulama yang populer disapa Guru Sekumpul
itu bisa diibaratkan sebagai maestro Bumi Serambi Mekkah Martapura.
Setiap digelar pengajian di Kompleks Ar Raudhah, Sekumpul, ribuan jamaah hadir dari
pelbagai pelosok.Beliau dikenal sebagai tokoh yang kerap dikunjungi pejabat dan orang penting
negeri ini. Bila ada pejabat tinggi di Kalimantan, wabilkhusus Kalsel, yang baru terpilih atau dilantik,
hampir dipastikan akan bersilaturrahim ke Sekumpul. Mulai dari komandan kodim (dandim),
kapolres, bupati, gubernur, komandan korem (danrem), panglima daerah militer (pangdam), hingga
presiden dan wakil presiden, datang ke Martapura hanya untuk bertemu Guru Sekumpul.
Secara geografis, Sekumpul berlokasi di Kelurahan Jawa, Kecamatan Martapura. (sekarang
Sekumpul menjadi kelurahan tersendiri) Dari pertigaan Jalan Ahmad Yani Km 38 samping Masjid
Syiaarush Shaalihiin, masuk sekitar 800 meter, lantas belok kanan, di sanalah Mushalla Ar Raudhah
berdiri megah.Berbentuk kotak-kotak paduan semen dan keramik kombinasi hitam, putih, hijau dan
biru, menjadikan kubah serta menara mushalla ini sebagai model bangunan pertama di Kalsel.
Sepintas, menara dan kubah mushalla mirip masjid terbesar di Jawa Timur, Masjid Agung Al Akbar,
Surabaya.Di samping mushalla, terdapat kediaman Guru Sekumpul yang diapit dua rumah
berarsitektur sejenis yang ditempati ibu, saudara dan keponakan. Belakangan, rumah di samping kiri
Guru direnovasi total.
Pada Agustus 2004, rampunglah rumah megah berlantai dua bergaya Spanyol dengan aksen
Mediterania. Sungguh membuat kagum dan nyaman mata memandang. Rumah itu kini menjadi
kediaman dua putera Guru, Muhammad Amin Badali dan Ahmad Hafi Badali.Angka 17 menjadi
hitungan tersendiri dalam Kompleks Ar Raudhah atau biasa disebut dalam regol.
Di samping mushalla berderet tujuh rumah dan di seberangnya juga tujuh unit rumah.
Ditambah rumah Guru Sekumpul dan dua yang mengapit, jumlahnya klop dengan angka keramat:
17. Menariknya, rumah itu memiliki ciri khas yang relatif tidak berubah sampai detik ini; beratap
genteng hijau tua dan teras ukuran persegi panjang dengan atap cor beton bercat putih. Di sekeliling
kompleks mushalla, nyaris tidak ada lahan kosong.
Ratusan rumah menyemut hingga menjadikan Kompleks Sekumpul perkampungan
perkotaan yang elit, mewah namun memancarkan kedamaian.Ini sangat berbeda jauh dengan
kondisi pada tahun 1980-an. Kawasan itu ibarat hutan belantara yang penuh semak belukar pohon
karamunting. Hanya satu-dua rumah yang tampak. Barangkali tidak seorang pun menyangka kondisi
itu berubah 180 derajat.
Sekitar tahun 1987, di sekitar kawasan tersebut, hanya ada satu-dua rumah yang berdiri.
Sedang sisanya cuma hutan belantara dan lahan melompong bertebaran tanah merah. Tak lama
lagi, di sana akan dibangun kompleks Guru Izai, kata H Muhammad Jazuli Halidi, warga setempat,
kala itu sambil menunjuk hamparan lahan kosong.Pada dekade 1980-an, pengajian masih digelar di
Mushalla Darul Aman, Jalan Sasaran, Kelurahan Keraton, Martapura. Baru pada awal 1989, pengajian
pindah ke lokasi baru sekaligus menandai era baru dunia syiar Islam di Martapura.
Perubahan terjadi dalam penyebutan kawasan itu. Semula, sekitar hutan karamunting
masyhur dengan sebutan Sungai Kacang. Ketika pengajian hijrah, KH Muhammad Zaini Abdul Ghani
mempopulerkan nama baru: Sekumpul.Memang, sejak pertengahan 1970-an, kawasan itu sebagian
ada yang menamakan Sekumpul. Namun, panggilan tersebut tidak populer dan banyak orang yang
justru tidak kenal serta masih menyebutnya Sungai Kacang. Lebih dari itu, hingga 1980-an, di ujung
jalan yang bermuara di Jalan A Yani, terpampang plang nama Jalan Sungai Kacang.
Ketika Guru pindah, terminologi Sekumpul mulai dikenal orang. Perubahan nama juga
menjadi awal dari pergantian sapaan akrab ulama kelahiran 11 Februari 1942/27 Muharram1361 H
ini. Di tempat lama, panggilan sang kiai cenderung beragam. Ada yang menyapa Guru Zaini, Guru
Izai, hingga Guru Keraton. Ketika hijrah ke Sungai Kacang itulah dia populer dengan nama baru: Guru
Sekumpul.Cuma, tak semua warga memberi sapaan senada. Ada yang masih memanggil dengan
sebutan lama. Tapi, bagi sebagian warga Martapura, terutama warga asli, sapaan Guru Izai terasa
agak kasar. Karenanya, mereka relatif memakai sapaan Guru Sekumpul atau Abah Guru.
Konon, tinggallah kini warga bukan asli Martapura yang masih menggunakan sapaan semisal
Guru Izai.Penyebutan nama Guru Sekumpul ikut menghiasi pemberitaan koran lokal. Sebelumnya,
jika tema Sekumpul dimuat di koran, nama yang ditulis pasti Guru Izai atau Guru Zaini.
Tapi, sejak akhir 1999, ketika memuat berita di Kalimantan Post, saya selalu menulis sebutan
Guru Sekumpul. Alhasil, sejak saat itu setiap pemberitaan di Kalimantan Post, selalu ditulis sebutan
Guru Sekumpul. Tidak lagi Guru Zaini apalagi Guru Izai.
Koran lain pun sebagian besar mulai menulis sapaan itu. Ini semua demi penghormatan,
meski Guru sendiri tidak mempersoalkan. Setidaknya, Kalimantan Post ikut andil mempopulerkan
penulisan nama baru tadi dan berupaya menyamakan penyeragaman sebutan untuk pemberitaan
media massa lokal lainnya.Perkembangan kawasan Sekumpul juga diiringi meroketnya harga tanah.
Dahulu, harga per meter persegi hanya berkisar puluhan ribu rupiah.
Tapi sekarang, puluhan juta per meter, itu pun lahannya nyaris tidak ada lagi. Harga tertinggi
dipegang lahan sekitar Kompleks Ar Raudhah, dekat kediaman Guru. Banyak orang kaya mendadak
dari bisnis jual beli tanah di sekitar Sekumpul.Lahan kosong yang semula untuk tempat parkir di
sekitar Kompleks, banyak yang berganti hutan beton. Kalau terus dibiarkan dan ditata seadanya,
tidak mustahil rimbunnya hutan karamunting hanya tinggal kenangan.
Rimbunnya belantara beton setidaknya turut menguatkan argumen bahwa Sekumpul
mencatat inflasi tertinggi di Kabupaten Banjar.Populernya nama Sekumpul membawa berkah pula
bagi pencari merek dagang.
Tak heran banyak warung, toko, restoran atau kedai kaki lima bernama Sekumpul. Bahkan,
PT Mandrapurna Aditama, menjadikan Sekumpul sebagai merek dagang untuk produk air mineral
dalam kemasan. Konon, kejayaan air merek Sekumpul berhasil mengalahkan pesaingnya, semisal
Aqua, Club ataupun Prof, setidaknya untuk kawasan Martapura dan sekitarnya.Banyak pula yang
salah kira dan menganggap air mineral tadi sebagai air berkah dari Sekumpul.
Padahal, ia cuma sekadar merek dagang yang menggandol kemasyhuran Sekumpul. Tapi,
produsen air ini tak cuma ikut nebeng. Sang pemilik, H. Ismail, warga Madura pindahan dari
Kalimantan Tengah, kerap membagikan air dalam bentuk botol atau gelas plastik secara gratis
kepada ribuan jamaah dalam acara khusus, semisal haulan. Hubungan saling menguntungkan
berlaku untuk bisnis ini.
Soal air mineral bisa menjadi cerita tersendiri jika dikaitkan fenomena kecintaan jamaah
terhadap Guru. Pada pengajian atau kegiatan peribadatan semisal pembacaan Maulid Al Habsyi,
Dalaailul Khairaat dan Shalawat Burdah, banyak jamaah membawa air putih dalam botol dan
membuka tutupnya. Konon, ini dipercaya sebagai sarana untuk mentransfer berkah. Benarkah? Ini
kembali kepada keyakinan masing-masing. Tidak ada paksaan untuk semua itu.
Maka, berderetlah botol-botol air di sekitar pagar, tembok atau kusen jendela mushalla
ketika acara berlangsung. Meski bertumpuk, belum terdengar ada yang airnya tertukar ketika mau
diambil. Sebagian lagi banyak yang meletakkan botol di dekat sajadah masing-masing.
Setidaknya ini untuk minta berkah sekaligus bisa diminum jika haus. Tapi, justru karena cara
ini, tidak sedikit yang airnya malah habis seiring berakhirnya peribadatan. Padahal, banyak jamaah
yang percaya air itu berkhasiat dan karenanya perlu dibawa pulang.Keunikan lain Sekumpul adalah
faktor karisma sang ulama.
Satu yang perlu dicatat adalah soal foto Guru. Cobalah Anda lihat, mayoritas rumah di
Martapura memajang foto Guru dalam berbagai pose dan beraneka ukuran. Tak cuma di rumah,
potret itu menempel di dinding kantor, masjid, mushalla, sekolah, toko, warung dan restoran. Jika di
tempat lain lumrah dipajang foto presiden dan wakil presiden, di sini figur ulama yang lebih
diidolakan.
Ukuran foto akan lebih diperbesar atau malah diletakkan di ruang tamu rumah (orang Banjar
menyebutnya tawing halat) jika foto menampilkan Guru bersama si empunya. Ada cerita menarik,
seorang tetangga memajang foto dirinya bersama Guru. Tapi lihatlah foto itu: si empunya tampak
berdesakan mendekat Guru dan kamera menangkap pemandangan demikian.
Meski tidak berpotret bersama secara khusus, toh dia bangga luar biasa dengan
memamerkan fotonya.Cerita lain, seorang bapak di kawasan Jalan Menteri Empat, Martapura,
menggunting foto dirinya lalu ditempelkan di samping foto Guru.
Setelah direkayasa sana-sini, dipajanglah foto itu seolah-olah yang bersangkutan duduk di
sisi Guru. Ada-ada saja.Fenomena memajang foto tidak hanya di Martapura dan kota tetangga, tapi
menembus batas daerah. Di luar Kalsel seperti Balikpapan, Samarinda, Tenggarong, Palangka Raya,
bahkan luar Kalimantan, banyak rumah dihiasi foto sang ulama.
Sebuah rumah mewah berlantai dua di Jalan Pisang Kipas Nomor 3, kawasan Jalan Soekarno
Hatta, Malang, Jawa Timur, memajang foto Guru di ruang tamu dan ruang tengah. Lantas, rumah
toko Wisma Banjar (yang jadi warung dan penginapan), Jalan Nyamplungan, Surabaya, juga
menempelkan foto Guru ukuran besar.
Hal ini menjadi pertanda si pemilik rumah adalah warga asal Kalsel.Soal isyarat tentang foto
ini pernah saya alami. September 2002, saya nyaris tersesat mencari famili di Samarinda. Alamat
sudah ketemu, tapi lokasinya tidak tahu pasti dan sarana telekomunikasi belum ada. Sambil berjalan
saya mencuri pandang ke dalam rumah yang dilewati.
Pada sebuah bangunan, tampak foto Guru Sekumpul terpampang di dalamnya. Inilah rumah
yang dicari, dan ternyata benar. Foto Guru rupanya sudah menjadi identitas dan ciri khas.Kalaulah
kemudian ada warga Martapura yang rumahnya tidak memampangkan foto sang kiai, juga tidak apa-
apa. Yang menarik, pernah ada pendapat lumayan ekstrem.
Katanya, bila ada rumah yang tidak punya foto Guru Sekumpul, pemiliknya pasti bukan
murid Guru dan tidak beraliran ahlussunnah waljamaah. Mereka ini juga dianggap orang modern
dan bukan termasuk kaum tua (istilah lain untuk komunitas Nahdlatul ulama) Benarkah? Wallaahu
Alam.Pendapat ini setidaknya ada benarnya.
Dalam sebuah kitab diceritakan, kecintaan murid direfleksikan dengan memandang wajah
atau diasumsikan foto gurunya. Ia bisa menjadi sugesti agar si murid bisa seperti sang aulia.
Argumen ini bisa diterima jika kita melihat tradisi masyarakat di luar Kalsel.
Banyak rumah di pulau Jawa memajang foto atau lukisan ulama semacam Wali Songo atawa
KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).Karena itu, sangatlah tidak relevan jika soal memajang foto ulama
menjadi polemik. Biarkan orang pada keyakinannya.
Mengapa ketika foto kiai dipajang justru ribut, tapi foto artis dipajang besar-besar malah
diam saja.Ikhwal pajang-memajang foto Guru juga dilakukan warga luar daerah.
Sebagai contoh, artis Chrisye memajang fotonya bersama Guru Sekumpul di atas lemari kecil
dekat ruang tamu. Ketika penyanyi yang jadi anak angkat Guru ini diwawancarai wartawan Cek dan
Ricek, kamera sempat menyorot foto tersebut. Dari layar RCTI terlihat Chrisye sedang wawancara
berlatar belakang potretnya bersama Guru.Ketua Umum PBNU, KH Ahmad Hasyim Muzadi juga
segendang-sepenarian. Pada Mei 2004, rumahnya di Jakarta didatangi Ketua Umum Partai Golkar
Akbar Tandjung bersama pengurus teras partai beringin lainnya untuk meminta kesediaan Hasyim
menjadi calon wakil presiden dari Golkar.
Kunjungan itu mendapat liputan luas dan disorot puluhan kamera wartawan.Di atas bufet
dalam ruang tamu, tepat di belakang sofa Hasyim, terpampang foto dirinya bersama Guru dalam
figura berpenyangga. Tak pelak, kamera secara tersirat menyorot foto tersebut ketika meng-close up
Hasyim.
Pemandangan ini disaksikan terang-benderang oleh jutaan mata pemirsa di Tanah
Air.Jamaah yang datang ke Sekumpul memang ribuan, dengan beraneka ragam jabatan, profesi dan
strata sosial. Menurut sejumlah wartawan yang sudah berkeliling Indonesia, pengajian Sekumpul
merupakan majelis taklim terbesar di Indonesia dalam jumlah jamaah yang hadir.Pada Ahad pagi, 25
Juli 2004 saya bertandang ke Majelis Taklim Habib Abdurrahman Al Habsyi di Kwitang, kawasan
Senen, Jakarta Pusat. Konon, inilah majelis taklim terbesar di Jakarta.
Ternyata, meski berdesakan, jumlah umat yang hadir biasa saja. Apalagi, kala itu jamaah
wanita dan pria bercampur-aduk. Menariknya, persis di depan mimbar pengajian yang merupakan
halaman Masjid Ar Riyadh, terdapat kantor DPW Partai Amanat Nasional DKI Jakarta.Sekarang,
lihatlah di Sekumpul. Ribuan umat menyemut tiap digelar pengajian.
Rumah-rumah di sekitar Kompleks Sekumpul dibuka untuk menampung jamaah yang tidak
kebagian tempat. Bandingkan di tempat lain; rumah di sekitar majelis banyak yang ditutup rapat dan
pemiliknya seolah tidak terlalu peduli.Ribuan jamaah dari pelbagai penjuru membanjiri Sekumpul
jika diadakan acara semacam haul Syekh Samman Al Madani atau malam peribadatan Nishfu
Syaban.
Untuk acara terakhir ini, Sekumpul merupakan titik berkumpulnya ratusan ribu jamaah.
Tidak sedikit yang sengaja menginap di rumah-rumah di sekitar Sekumpul agar dapat tempat. Saking
penuh sesaknya jamaah yang hadir pada tiap 15 Syaban itu, lahan kosong di dekat kolong rumah
dijadikan tempat shalat.
Popularitas Sekumpul bergaung hingga ke delapan penjuru mata angin. Para ulama, kiai, dan
habib dari pulau Jawa serta habib dari Hadramaut, Yaman, banyak yang bertandang. Sebuah tempat
lumayan mewah disiapkan untuk menampung tamu tertentu.
Bangunan bertingkat itu terletak di samping Mushalla Ar Raudhah, dan di bawahnya
merupakan tempat wudhu.Tidak sedikit warga luar Kalimantan mengira Sekumpul adalah sebuah
pesantren. Seorang warga Pasuruan, Jawa Timur, sempat kaget ketika diberitahu bahwa Sekumpul
adalah majelis taklim. Kata dia, warga di tempatnya mengira Kiai Zaini (demikian ia menyebut)
adalah pemimpin pesantren, seperti yang lumrah di Jawa.
Sejumlah warga Jogjakarta juga heran majelis taklim Sekumpul dihadiri ribuan orang. Kata
dia, di Jawa acara keagamaan kerap dihadiri ribuan umat, tapi itu kegiatan insidental macam doa
bersama atau istigotsah. Sedang di Sekumpul, ribuan jamaah rutin datang untuk mengaji dan
beribadah, tanpa tahu istilah istigotsah dan lainnya.
Perkiraan bahwa Sekumpul adalah pesantren barangkali sudah berkurang dengan kerap
terangkatnya majelis taklim ini lewat publikasi media massa. Sejumlah media nasional beberapa kali
menyiarkan tentang Sekumpul, terutama ketika mereka meliput pejabat setingkat presiden atau
wapres yang bertandang ke Sekumpul.
Sekadar mengingatkan, wartawan RCTI yang tewas ditembak GAM di Aceh, Sori Ersa Siregar,
adalah jurnalis televisi pertama yang meliput dan menyiarkan tentang ribuan jamaah pengajian
Sekumpul. Bersama seorang kameramen, suatu malam di tahun 1995, ia berada di Sekumpul
meliput suasana majelis taklim. Ersa Siregar, RCTI, melaporkan dari Sekumpul, Martapura,
Kalimantan Selatan, kata almarhum di depan Mushalla Ar Raudhah, mengakhiri liputannya pada
pemirsa kala itu. Kutipan dari buku "Bertamu Ke Sekumpul"Oleh : H. Ahmad Rosyady Chalidy,
S.Sos.Di Bab : Ada Apa dengan Sekumpul.
Adapun sebagian dari karamah Abah Guru Sekumpul yang diambil dari menakib risalah
riwayat Almukarram Alalamah H.Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Albanjari yang dikarang oleh
Almukarram Guru H.Muhamad Hudhari,antara lain
1. sejak kecil beliau gemar membaca Alquran dan sudah hapal Alquran dan tafsir Alquran.
2. pada waktu Abah Guru Sekumpul berumur 14 tahun di bukakan hijab oleh Allah SWT ketika
membaca tafsir Alquran (wa kanallah samian bashira.)
3. dan pernah terjadi dikampung melayu tengah di mushalla stempat yang mana pada setiap
tanggal 27 pada malam bulan ramadhan mengadakan Khatam Alquran dan itu sudah menjadi
adat turun temurun maka Almukarram Abah Guru Sekumpul Zaini Ghoni di undang oleh tuan
guru H.Anang Syarani untuk membanyakan ayat2 suci Alquran,dikala beliau membacakan
surah Annur maka banyaklah para hadirin yang kagum kerna mendengar bacaan beliau
diantaranya ada yang menangis mengeluarkan air mata.
4. dan dari perkataan Almukarram Abah Guru Sekumpul Zaini Abdul Ghani bahwa pernah waktu
kecil pernah bermimpi bertemu syaidina Hasan Dan Syaidina Husin yang keduanya
membawakan pakaian jubah dan memasangkan kepadanya lengkap dengan surban kemudian
keduanya memberikan nama Zainal Abidin,setelah bangun beliau ceritakan akan mimpi itu
kepada ayahnya kemudian ayah beliau mengubah nama beliau yang dulunya Qhusyairi menjadi
Muhammad Zaini
5. Dimasa belum baligh dan sampai baligh dipimpin secara ruhani oleh Alalamah Ali Janid
(barau)dan Allamah Alfadil H.Abdurahman Siddik sapat (tambilahan) dan oleh AlA.lamah
H.Syarwani Abdan (bangil) kemudaian diserahkan kepada KH.falak (bogor)kemudian KH.falak
menyerahkan kepada Sayiid Muhammad Amin Khutbi,dari sayiid Muhammad Amin Khutbi
inilah beliau banyak mendapatkan syair2 Qosidah dan lagi Almukarram dan pimpinan ruhani
oleh maulana Syech Muhammad Arsyad Albanjri dan selanjutnya langsung dipimpin oleh
syaidinal Ambiya,I walmursalin syaidina Muhammad SAW.
6. dan pada suatu hari pernah suatu ketika Abah Guru menembak burung dengan
senapan,manakala sampai dipadang karang tengah mendengarlah beliau akan suara zikir la
ilaha illah,maka beliau terus berjalan naik kekampung karang tengah tengah untuk mencari
suara asal zikir itu,ternyata zikir itu berasal dari maqom tuan Guru H.Abdullah Khotib maka
langsunglah beliau berjiarah,maka pada tiap tengah malam bulan terang lazimlah beliau
berziarah ..dan pernah pula terjadi beliau melihat seperti lampu strongkeng terang naik ke atas
kemudian menyeberang turun dimaqom kuburan jamaah Tuan Bajut Tuan biduri Alalamah
Abdul Wahab Bugis dan Fatimah,dan dimaqam Alalamah H.Muhammad Sayyid Wali bin
Muhammad Amin dikerang tengah maka beliau istiqamah berziarah dua maqam tersebut pada
tiap2 malam tersebut itulah setengah dari karamahnya
7. dan lagi dari perkataan Abah Guru Sekumpul bahawa beliau berlajar mengenai nur Muhammad
kepada Alalamah Muhammad Ali Zanid (barau) dan lagi Almakarrom berkata bahwa aku
mendapat khususiyat dan anugrah dari All dari Allah SWT berupa kasaf hisi melihat dan
mendengar apa2 yang terdinding dan diberi maqam IJtima yaitu betemu dengan Orang2 Shaleh
atau wali2 Allah yang telah tiada secara langsung bertatap muka kerna Wali2 Allah itu tidak
meninggal dunia beliau hanya berpidah Alam saja kealam kumpulan Para Wali,WAllaHu Alam.
8. Abah Guru Sekumpul itu dikeruniai oleh Allah Allah SWT berupa wibawa besar sehingga
nampaklah kebesaran wibawa beliau dan keutamaanya beliau dalam berbagai bidang dan
banyaklah orang yang berlajar memperdalam ilmu agama kepada beliau,diantara mereka
banyak terdapat habaib yang tua2 dan muda daan masayrakat,pejabat dan para guru2 Alim
ulama ,dan termasuk para Guru-guru yang pernah mengajari beliau. Kerna mereka tahu akan
halnya Almukarram itu,hingga mereka sangat menyayanginya dan menghormati beliau.Setiap
dari penagajian beliau dipenuhi puluhan ribu jamah yang hadir mengikuti pengajian beliau yang
tak henti2nya datang untuk menuntut ilmu, ini dibuktikan oleh para ahli bahwa jamaah
pegajian beliau adalah jamaah yang terbesar diseluruh Asia waktu beliau mengadakan
pengajian di sekumpul
Ini membuktikan betapa besarnya karamah beliau,, dan sedikit tambahan ,coba kita
buktikan karamah beliau jika diadakan suatu konser ya missalnya saja konser ahmad dani dewa
seminggu 2 kali digratiskn mungkin saja orang2 akan merasa jenuh dan berkurang kerna yang
dipandang itu itu saja, akan tetapi beda halnya dengan pengajian Abah Guru Sekumpul dimana
Pengajian Beliau diadakan Seminggu 2 kali yaitu minggu sore dan kamis sore yang selalu di penuhi
oleh Ribuan jemaah dan tiap minggunya pengajian beliau selalu dipenuhi oleh penuntut ilmu dan
terus saja bertambah
Subhanallah itulah sebagian dari karamah Abah Guru Sekumpul. Disini Alfakir menulis dan
mengambil sumber dari risalah riwayat Almukarram Alalamah H.Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni
Albanjari yang dikarang oleh Almukarram Guru H.Muhamad Hudhari
Kesaksian lain tentang Karomah Guru Sekumpul datang dari al-Aalimul faadhil Guru Haji
Ahmad Bakri : Jika saya berdusta dalam kesaksian ini maka bolehlah saya dicap sebagai munafik.
Ketika saya akan berangkat haji pada suatu tahun, saya sowan kepada Guru Sekumpul. Dalam
kesempatan itu saya bertanya: wahai Abah! Siapakah Wali Qutub di negeri Makkah pada masa
sekarang? Guru Sekumpul tersenyum seraya berkata : Bakri, Bakri nama beliau adalah Habib Abu
Bakar bin Abdullah al-Habsyi. Guru Bakri Berkata: Dimanakah ulun dapat menjumpai beliau?. Guru
Sekumpul menjawab; engkau pasti akan berjumpa dengan beliau
Saya pun (Guru Bakri) berangkat haji. Satu minggu sebelum pulang ke tanah air, belum juga
saya jumpa dengan beliau (Habib Abu Bakar). Akhirnya saya bertanya kepada salah seorang mukimin
di Makkah, dimanakah ada seorang yang terkenal sebagai Wali di Makkah ini. Maka dijawab: ada,
beliau tinggal di daerah jabal Nur, nama beliau adalah Habib Abu Bakar al-Habsyi.
Sayapun mencarter taxi ke sana dengan satu orang teman (tidak ramai-ramai, karena
ahlussunnah wal jamaah sangat dicurigai dan diawasi di Saudi). Sesampainya di sana pas waktu
Ashar. Selesai sholat Ashar, saya kagum dan terkejut karena ternyata wiridan yang dibaca di sana
persis seperti wiridan di sekumpul. Setelah selesai wirid dilanjutkan dengan majelis talim dengan
membaca kitab syarah ainiyyah, inipun ternyata sama seperti di sekumpul (waktu itu Guru
sekumpul pun sedang mengajarkan kita syarah ainiyyah). Setelah selesai majelis, maka sayapun
minta izin untuk bertemu dengan beliau. Tidak lama beliaupun keluar.
Ternyata orangnya sudah tua tetapi tampak masih sangat kuat dan bertenaga. Belum
sempat saya mengucap salam, beliau langsung berkata selamat datang, seorang Alim yang Besar
syaikh Zaini Ghani Martapura, padahal saya tidak pernah memberi tahu beliau. Ternyata yang
beliau lihat bukan saya, tetapi Guru Sekumpul. Berarti Guru sekumpul sudah memberi tahu beliau
(entah bagaimana caranya) kalau saya akan sowan kepada beliau.
Tanpa panjang pembicaraan saya pun pulang. Karena sebelumnya sudah dinasehati oleh
Guru sekumpul untuk tidak banyak bicara. Yang penting minta diakui sebagai murid, itu sudah
cukup, sebab seorang guru akan memberi syafaat kepada muridnya.
Setibanya di Banjarmasin saya pun sowan ke Guru sekumpul dengan niat menceritakan
kepada beliau apa yang terjadi sekaligus menggembirakan beliau dengan kajadian itu. Malam itu pas
malam kamis, selesai pengajian, saya ikuti beliau dari belakang. Beliau menoleh dan berkata: Naik,
Bakri. Sayapun mengikuti beliau. Kami masuk ke rumah beliau sampai ke dalam kamar beliau.
Beliau mematikan lampu dan berdoa agak lama. Setelah kurang lebih sepuluh menitan, selesai
berdoa beliau berkata: sudah Bakri, kada usah bakesah lagi, Abah Tahu ai (yang terjadi).