Upload
acs
View
8
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
peran apoteker bagi penderita HIV
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak Berkebutuhan
Khusus. Salah satunya anak hiperaktif. Anak hiperaktif juga merupakan pribadi individu yang
harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan yang
dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak hiperaktif tersebut. Oleh
kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak hiperaktif. Dalam pengkajian tersebut kita
butuh banyak informasi mengenai siapa anak hiperaktif, penyebabnya dan lainnya. Dengan
adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum.. Oleh karena itu makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengetahui anak hiperaktif tersebut.
Perilaku hiperaktif dapat dialami oleh anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri sering bergerak, menjawab dengan cepat sebelum
pertanyaan selesai,sulit untuk menunggu giliran, menyela permainan yang sedang berlangsung,
sulit bermain dengan diam, sulit berkonsentrasi dan sulit mengatur aktivitas.
Anak yang berperilaku hiperaktif dapat berisiko tinggi seperti gagal di sekolah,
mengalami masalah sosial yang serius, termasuk kesulitan bergaul sekaligus konflik dengan
anggota keluarga, sering dimarahi dan dihukum oleh para pengasuh, dibenci oleh teman-teman di
sekolah, bahkan diberi lebel sebagai “anak nakal”. Semua faktor-faktor tersebut dapat
berpengaruh terhadap timbulnya kekacauan sikap dan perilaku anak. Hasil penelitian Caspi, Ben
dan Ader (dalam Prasetya, 2003: 98) bahwa anak-anak yang memiliki masalah dan perangai
buruk pada masa kanak-kanak berpeluang terbawa sampai pada masa dewasa. Olehnya itu anak
yang menunjukkan perilaku hiperaktif harus mendapat perhatian dan penanganan yang tepat dan
berkesinambungan agar memiliki kesempatan berkembang menjadi manusia yang sukses dimasa
depan. Perilaku buruk pada masa kanak-kanak apabila tidak diatasi cenderung bermasalah pada
saat dewasa, sehingga dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam lingkungan sekolah,
lingkungan pekerjaan dan keluarga mereka menghadapi banyak masalah.
B. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas khusus Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk dapat mengetahui definisi, penyebab,
gejala,penanganan serta obat-obatan pada anak hiperaktif dan bagaimana peran apoteker bagi
anak hiperaktif agar dapat menambah pengetahuan penulis ataupun pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi Anak Hiperaktif
Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia
medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention
Deficit/Hyperactivity disorder). Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan
pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity
disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini
sering disebut minimal brain dysfunction syndrome.
Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan
dini (sebelum berusia tujuh tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian,
hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga
dewasa.
Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan
pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku
yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa
berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi
yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda.
Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi
ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif.
Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan.
Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-
awang”.
2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan
perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
3.Tipe gabungan.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak
anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola
perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak
menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu
bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh
anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke
fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan
mengasikkan namun tidak kunjung datang.
II. Ciri-Ciri Anak Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu :
a. Inatensi tidak ada perhatian
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak
dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu
mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian
dari satu hal ke hal yang lain.Ketidak-mampuan memusatkan perhatian pada beberapa hal
seperti membaca, menyimak pelajaran.
b. Hiperaktif
Mempunyai terlalu banyak energi. Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang
tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan
bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia
cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
c. Impulsif
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam
dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut
mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari
gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang
menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab
sebelum pertanyaan selesai diajukan. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang
lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa
dipikirkan terlebih dahulu akibatnya. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti
antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa
syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak
berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah
dan di sekolah.
Adapun ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut :
Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah
habis.
Sering terlalu banyak bicara.
Sering sulit menunggu giliran.
Sering memotong atau menyela pembicaraan.
Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap
lawan bicaranya).
III. Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1. Faktor Genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan
anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya
hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki
dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif
dibanding kembar dua telur.
2. Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-
masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara
ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan
persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan
rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohl juga meninggikan
insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi
yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di
otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara
proses konsentrasi.
Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu
pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik
otak, khususnya sisi sebelah kanan
3. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet
memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah
(lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi
alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
4.Faktor Kultural dan Psikososial
Pemanjaan.
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-
bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering
memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab
perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya
dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di
sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di
sekolah.
kesenangan.
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki
ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau
mendengarkan dan menyesuaikan diri.
IV. Pengobatan
Penanganan Anak ADHD / Anak Hiperaktif meliputi; Pemberian obat (medication),
Konseling (psychotherapy), Pendidikan atau Pelatihan (education or training) atau kombinasi
dari treatment tersebut. Obat yang diberikan untuk penderita ADHD biasanya golongan
stimulant. Sangat sedikit obat golongan non stimulant untuk terapi ADHD.
Obat hanya mengontrol gejala yang timbul selama obat tersebut diminum. Obat tidak
dapat memberikan kesembuhan yang permanen. Treatment terpenting untuk penderita ADHD
adalah dengan memberikan edukasi dan pelatihan (Edufeedback). Berdasarkan penelitian terbaru
tentang otak, bahwa otak manusia akan selalu dapat beradaptasi dan berkembang terhadap
rangsangan yang diberikan sepanjang hidupnya. Teori ini disebut Neuroplastisitas.
Contoh obat-obat hiperaktif adalah sebagai berikut:
Trade Name Generic Name Approved Age
Adderall amphetamine 3 and older
Adderall XR amphetamine (extended release) 6 and older
Concerta methylphenidate (long acting) 6 and older
Daytrana methylphenidate patch 6 and older
Desoxyn methamphetamine hydrochloride 6 and older
Dexedrine dextroamphetamine 6 and older
Dextrostat dextroamphetamine 6 and older
Focalin dextroamphetamine 6 and older
Focalin XR dexmethylphenidate (extended release) 3 and older
Metadate ER methylphenidate (extended release) 3 and older
Metadate CD methylphenidate (extended release) 6 and older
Methylinmethylphenidate (oral solution and chewable tablets)
6 and older
Ritalin methylphenidate 6 and older
Ritalin SR methylphenidate (extended release) 6 and older
Ritalin LA methylphenidate (long acting) 6 and older
Strattera atomoxetine 6 and older
Vyvanse lisdexamfetamine dimesylate 6 and older
V. Peran apoteker
Peran Apoteker Farmasi Komunitas
Peran apoteker dalam farmasi komunitas sangat bervariasi, diantaranya dapat meliputi konseling
obat terkait penyelesaian drug related problems baik untuk obat over the ounter (OTC) maupun
resep. Selain itu dapat pula turut serta dalam farmakoepidemiologi yang bergerak dalam bidang
uji klinik obat yang berorientasi pada keselamatan pasien. Apoteker juga dapat berperan dalam
pemantauan penyakit tertentu melalui konseling, seperti tuberkolusis, AIDS, dan penyakit
genital. Selain itu, peran nyata apoteker dalam komunitas juga bisa dalam bentuk konseling bagi
pasien dengan penyalahgunaan alkohol dan obatobatan, meningkatkan kewaspadaan masyarakat
terhadap makanan dan lingkungan karsinogenik, dan konsumsi nutrisi (Saini dan Rai, 2012).
Apoteker pada praktek komunitas memiliki kesempatan untuk membantu mengoptimalkan terapi
pengobatan dan mencapai outcome terapi. Institusi Kedokteran menemukan bahwa apoteker
sebagai penyedia layanan kesehatan dapat membantu pasien memperbaiki penggunaan obat
(Kucukarslan, 2012).
Penggunaan obat yang tepat juga menjadi fokus tersendiri bagi apoteker di komunitas, sebagai
contoh adalah pasien geriatri. Pasien geriatri yang menderita penyakit kronis sangat terkait
dengan ketepatan penggunaan obat yang sedang dijalankan (Lipton dkk, 1988). Pasien geriatri
harus memiliki kepatuhan terhadap beberapa regimen obat. Sebuah penelitian terhadap pasien
geriatri dengan umur lebih dari 60 tahun menyatakan bahwa setiap individu bisa mendapatkan
rata-rata 5 obat setiap harinya, dimana hal tersebut berarti mendapatkan obat 3 kali lebih banyak
dari populasi umum (Golden dkk, 1999; Patterson dkk, 1999).
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, termasuk
kepada dokter. Termasuk memberi informasi tentang obat baru atau tentang produk obat yang
sudah ditarik. Hendaknya aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obat-obat yang
dikonsumsi. Apoteker mencatat reaksi atau keluhan pasien untuk didiskusikan bersama dengan
dokter, dengan cara demikian ikut berpartisipasi dalam pelaporan efek samping obat (ISFI,
2003).
Apoteker juga dalam pelayanan di farmasi komunitas harus memberikan konseling. Konseling
pasien merupakan bagian dari Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). Kriteria pasien yang
memerlukan pelayanan konseling diantaranya penderita penyakit kronis seperti asma, diabetes,
kardiovaskular, penderita yang menerima obat dengan indeks terapi sempit, pasien lanjut usia,
anak-anak, penderita yang sering mengalami reaksi alergi pada penggunaan obat dan penderita
yang tidak patuh dalam meminum obat. Konseling hendaknya dilakukan di ruangan tersendiri
yang dapat terhindar dari berbagai interupsi (Rantucci, 1997; SHP, 1993). Pelayanan konseling
dapat dipermudah dengan menyediakan leaflet atau booklet yang isinya meliputi patofisiologi
penyakit dan mekanisme kerja obat (Purwanti dkk, 2004).
Di negara maju seperti Amerika Serikat pelayanan farmasi meliputi antara lain mendidik pasien
tentang kebiasaan/pola hidup yang mendukung tercapainya keberhasilan pengobatan, memberi
informasi mengenai program pengobatan yang harus dijalani pasien, memonitor hasil pengobatan
dan juga bekerja sama dengan profesi lainnya (dokter) untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal bagi pasien (Morgan dan Cohan, 1995; Sierralta dan Scott, 1995).
Di Indonesia, peran apoteker farmasi komunitas telah tertuang dalam
No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Apoteker
harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, tuberkolusis, asma
dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Peran Apoteker sebagai Sumber Informasi Obat
Apoteker telah mengalami perubahan paradigma, dari product oriented menjadi drug oriented.
Apoteker menjadi sumber informasi obat kepada dokter dan sesama tenaga kesehatan. Tugas ini
merupakan tugas kewajiban profesi. Apoteker adalah profesi dalam tim kesehatan yang
mengelola obat dengan potensi yang besar (Anief, 2001).
Dalam menjaga dan memajukan kesehatan, pemberian informasi yang cukup mengenai obat
pada pasien yang memerlukan informasi menjadi tugas seorang apoteker yang memang memiliki
tanggung jawab pada ranah tersebut (Anief, 2001). Memberikan informasi kepada pasien dan
bertindak sebagai caregiver adalah sebuah usaha untuk memasikan keamanan dan pengobatan
yang tepat sebagai tanggung jawab profesional bagi apoteker (Krueger, 2011).
Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
tercantum bahwa apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya
meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Peran Apotek sebagai Lembaga Informasi Obat
Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat resep dan yang berhubungan dengan itu,
serta pelayanan obat tanpa resep yang biasa dipakai di rumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker
harus berorientasi pada pasien, apakah obat yang diinginkan pasien tersebut dapat
menyembuhkan penyakitnya serta ada tidaknya efek samping yang merugikan (Anief, 2001).
Salah satu peranan Apoteker Pengelola Apoteker (APA) di apotek yang terpenting adalah
sebagai informan obat kepada masyarakat dan segala sesuatu yang ingin diketahuinya. Oleh
karena itu APA harus menguasai segala macam pengetahuan tentang obat (Hartono, 1987).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas
anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Sekarang ini, anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, tipe ADHD gabungan.
Kedua, tipe ADHD kurang memerhatikan dan tipe hiperktif impulsife. Ketiga, tipe ADHD
hiperaktif impulsive.
ADHD bukan disebabkan oleh parenting yang buruk, terlalu banyak asupan gula atau
MSG, ataupun gara-gara vaksin. ADHD itu berawal dari masalah biologis yang belum seratus
persen dapat dipahami. Faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak yaitu, Faktor neurologik,
Faktor toksik faktor genetik dan Faktor Kultural dan psikososial.
Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori
penyebabnya, maka tentunya banyak sekali terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan
landasan teori penyebabnya. Ada satu hal yang perlu diketahui, bahwa tak ada penyembuhan
ADH. Beberapa terapi untuk anak hiperaktif : Terapi Bermain, Terapi Perilaku, Terapi
Farmakologi dan Lingkungan.
Peran farmasis bagi terapi hiperaktif adalah dengan memberikan edukasi kepada pasien
mengenai terapi farmakologi dengan kepatuhan minum obat agar dapat tercapai dosis terapi yang
diinginkan.
B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015, Penanganan anak hiperaktif/ADHD, Diakses tanggal 27 Oktober 2015 dari:
http://www.adhd-centre.com/adhd-article/10-penanganan-anak-adhd-hiperaktif
Bakti Husada, 2014, Buletin Infarkes. Edisi I . Jakarta: Penerbit Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Isaac, A., 2005. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi
3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Townsend, M.C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawata Pada Keperawatan Psikiatri pedoman
Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC