Upload
dita-rahmita-ilyas
View
88
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat internal medicine
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal dan tekanan darah mempunyai suatu hubungan yang unik.
Hubungan antara hipertensi dan ginjal telah lama diketahui sejak Richard Bright
pada 1836. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Apakah
hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal atau penyakit ginjal yang
menyebabkan naiknya tekanan darah masih sukar untuk dibedakan dan untuk
mengetahui kedua keadaan ini diperlukan adanya catatan medik yang teratur
dalam jangka panjang.1,2
Hipertensi pada penyakit ginjal seringkali bersifat menetap dan berkaitan
dengan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang tinggi dibandingkan
dengan hipertensi tanpa disertai penyakit ginjal. Tingkat prevalensi hipertensi di
seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari 25% jumlah populasi dunia saat ini
menderita hipertensi dan prevalensinya diperkirakan meningkat sampai 60% pada
tahun 2025. Berdasarkan beberapa data penelitian menunjukkan bahwa hipertensi
menyumbang peranan sekitar 50% pada penyakit ginjal kronik.3
Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa hipertensi merupakan
salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal di samping faktor-faktor lain seperti
proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemia, hiperlipidemia, dan beratnya
fungsi ginjal sejak awal. Data-data epidemiologis dan uji klinis menunjukkan
bahwa upaya penurunan tekanan darah akan memperlambat perburukan penyakit
ginjal dan sekaligus menurunkan resiko kematian akibat penyakit
kardiovaskuler.1,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Menurut The
seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII), hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.
Klasifikasi ini diperuntukkan pada dewasa 15 tahun ke atas dan berdasarkan pada
nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah dalam keadaan duduk
dan dalam beberapa kali kunjungan.5
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya
tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah
dalam waktu lama makin berat komplikasi yang ditimbulkan. Selain itu
variabilitas tekanan darah berperan penting sebagai penyebab kerusakan target
organ. 1,2
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, penyakit hipertensi terus mengalami peningkatan karena
tingkat kesadaran dan kewaspadaan masyarakat akan kesehatan masih rendah.
Dari 4.000 penderita hipertensi, sekitar 17% di antaranya juga menderita penyakit
gagal ginjal. Kejadian hipertensi tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun dan
terendah pada usia di bawah 40 tahun. Di negara berkembang, sekitar 80%
2
penduduk negara menderita hipertensi. Untuk penyakit ginjal kronik, peningkatan
terjadi sekitar 2-3 kali lipat dari tahun sebelumnya.6
Pada penelitian tahun 2009 diperoleh 101 pasien yang mengalami penyakit
ginjal, dimana 61,4% berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada yang
berjenis kelamin perempuan yaitu 38,6%. Sampel mayoritas berumur antara 31-50
tahun yaitu sebesar 50,5%. Sebagian besar sampel yaitu 60,4% menderita
hipertensi sebagai penyebab penyakit ginjal terbanyak.6
PATOGENESIS
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut
maupun kronik baik pada kelainan glomerulus maupun pada kelainan vaskuler.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam:1,2
1. Pada Penyakit Glomerulus Akut: GN Pasca Streptokokkus, Nefropati,
Membranosa
2. Pada Penyakit Vaskuler: Vaskulitis, Skleroderma
3. Pada Gagal Ginjal Ktonik : CKD Stage III-V
4. Penyakit Glomerulus Kronik: Tekanan darah normal tinggi
1. Penyakit Glomerulus Akut
Hipertensi terjadi oleh karena adanya retensi natrium yang menyebabkan
hipervolemi. Retensi natrium terjadi akibat adanya peningkatan reabsorbsi
Natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan oleh karena adanya
resisten relative terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas
pompa Na-K-ATPase di duktus koligentes.1
2. Penyakit Vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudia merangsang system renin
angiotensin aldosteron.1
3
3. Gagal Ginjal Kronik
Hipertensi oleh karena hal-hal sebagai berikut:1
1. Retensi natrium
2. Peningkatan system RAA akibat iskemi relative karena kerusakan regional
3. Aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal
4. Hiperparatiroid sekunder
5. Pemberian eritropoeitin
4. Penyakit Glomerulus Kronik
Tekanan darah yang ditemukan biasanya normal tinggi dibandingkan
dengan kontrol normal. Sejak ditemukan cara penentuan praktis kadar renin dan
angiotensin II dalam plasma maka renin-angiotensin-aldosterone (RAA) sistem
diteliti secara luas. Renin dihasilkan oleh sel-sel jukstaglomerulus di ginjal dan
akan merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I (AI). Kemudian AI oleh
pengaruh angiotensin converting enzym (ACE) yang dihasilkan oleh paru, hati
dan ginjal dirubah menjadi angiotensin II (AII) (gambar 1). Sistem RAA adalah
satu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalam
hal naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan cairan tubuh dah elektrolit.1
Sekresi renin oleh ginja dipengaruhi oleh : 1). Mekanisme intrarenal : (a)
reseptor vaskular, (b) makula densa; 2). Mekanisme simpatoadrenergik; 3).
Mekanisme humoral.1
Selain sistem RAA ada juga sistem Kalikrein-Kinin (KK) yang juga dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah (gambar 2). Kalikrein akan merubah
Bradikininogen menjadi Bradikinin kemudian ACE akan merubah Bradikinin
menjadi fragmen inaktif yang dapat meningkatkan tekanan darah (gambar 3).1
Renin mengubah Angiotensinogen menjadi Angiotensin I (AI) kemudian
AI dirubah oleh ACE menjadi Angiotensin II (AII) dan alur ini disebut alur ACE.
Selain alur ACE, AII juga dapat terbentuk langsung dari Angiotensinogen atau
melalui alur lain dan kedua alur ini disebut alur non ACE (gambar 4).1
DIAGNOSIS
4
Hipertensi
Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi tidak memiliki gejala.
Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah tekanan darah seseorang tinggi adalah
dengan mengukurnya menggunakan manset tekanan darah. Hasilnya dinyatakan
sebagai dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Tekanan darah seseorang dianggap normal jika tetap pada
atau di bawah 120/80 mmHg. Orang dengan tekanan darah sistolik sekitar 120-
139 atau tekanan darah diastolik dari 80-89 dianggap prehipertensi dan harus
mengadopsi perubahan gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah dan
mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah. Seseorang yang tekanan darah
sistolik secara konsisten 140 atau lebih tinggi atau yang diastolik tekanan adalah
90 atau lebih tinggi dianggap memiliki tekanan darah tinggi dan harus konsul
dengan dokter tentang cara terbaik untuk menurunkannya.7
Penyakit Ginjal
Penyakit ginjal dini adalah silent problem, seperti tekanan darah tinggi,
dan tidak memiliki gejala apapun. Seseorang mungkin memiliki penyakit ginjal
kronik tetapi tidak tahu itu karena mereka tidak merasa sakit. Glomerulus
Filtration Rate (GFR) adalah ukuran seberapa baik ginjal menyaring buangan dari
darah. GFR didapatkan dari pengukuran rutin kreatinin dalam darah. Hasilnya
disebut estimated GFR (eGFR).7
Kreatinin adalah produk limbah yang dibentuk dari kerusakan sel-sel otot
normal. Ginjal sehat mengambil kreatinin keluar dari darah dan memasukkannya
ke dalam urin agar keluar dari dalam tubuh. Ketika ginjal tidak bekerja dengan
baik, maka kreatinin akan menumpuk dalam darah.7
5
eGFR dengan nilai di bawah 60 mililiter per menit (ml/menit) artinya
beberapa kerusakan ginjal telah terjadi. Skor tersebut menunjukkan bahwa ginjal
seseorang tidak bekerja pada kekuatan penuh.7
Tanda lain dari penyakit ginjal kronik adalah protein dalam urin (proteinuria).
Ginjal sehat mengambil buangan keluar dari darah tetapi meninggalkan protein.
Pada gangguan ginjal mungkin gagal untuk memisahkan protein darah yang
disebut albumin dari limbah buangan. Pada awalnya, hanya sejumlah kecil
albumin dapat bocor ke dalam urin, kondisi ini yang dikenal sebagai
mikroalbuminuria yang merupakan tanda gagal fungsi ginjal. Sejalan dengan
memburuknya fungsi ginjal, jumlah albumin dan protein lain dalam urin
meningkat, yang disebut proteinuria. CKD hadir ketika lebih dari 30 mg albumin
per gram kreatinin diekskresikan dalam urin, dengan atau tanpa penurunan eGFR.7
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Berdasarkan patogenesis terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal, maka
pengobatan sebaiknya disesuaikan pada masing-masing kelompok.1
Pengobatan hipertensi pada kelompok penyakit glomerulus akut, diberikan
diuretik sekaligus mengurangi edema yang terjadi pada kelompok
ini.pengurangan cairan dengan dialisis dapat juga menurunkan tekanan darah.
Pemberian ACEI atau angiotensin Receptor Blocker (ARB) juga dimungkinkan,
stimulasi terhadap sistem renin angiotensin aldosteron jaringan (tissue-ACE)
dapat terjadi bila ada lesi pada ginjal.1,8
ACE-I atau ARB merupakan obat pilihan pengobatan hipertensi pada
kelainan vaskular ginjal oleh karena iskemi yang terjadi akan merangsang sistem-
RAA.1,8
Pada gagal ginjal kronis, pemberian diuretik atau ACEI/ARB atau alcium
Channel Blocker (CCB) atau Beta locker dimungkinkan untuk pengobatan
hipertensi secara sendiri-sendiri atau kombinasi. Komplikasi terjadinya
6
hiperkalemi pada pemberian ACEI atau Beta Blocker atau penurunan fungsi ginjal
pada pemberian ACEI harus menjadi perhatian. Bila terjadi hiperkalemi atau
penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%, pemberian obat ini harus dihentikan.
Sesuai anjuran dari The Seventh Report of the Joint National Commitee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC7),
tahun 2003, tekanan darah sasaran pada penyakit ginjal kronik adalah 130/80
mmHg untuk menahan progresi penurunan fungsi ginjal, maka tekanan darah
diusahakan diturunkan untuk mencapai sasaran dengan kombinasi obat-obatan di
atas.1,8
Pengobatan hipertensi pada penyakit glomerulus kronik dapat
doperlakukan sebagai pengobatan pada penyakit glomerulus akut. Pada
glomerulonefritis kronik dapat ditemukan adanya hipertrofi ventrikel kiri
walaupun tekanan darah masih dalam rentang normal, sehingga pemberian ACEI
atau ARB dapat dipakai.1,8
Renoprotektif
Maksud dari pengobatan hipertensi selain untuk menurunkan tekanan
darah, juga untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ target. Terbentuknya
AII baik dari alur ACE maupun alur non ACE dapat menyebabkan
glomerulofibrosis karena terjadi infiltrasi makrofag, naiknya tekanan
intraglomeruler dan kenaikan aldosteron yang semuanya dapat menyebabkan
gangguan pada sel-sel glomerulus. Naiknya tekanan intraglomeruler akibat terjadi
perbedaan tekanan pada vasa afaren dan eferen. Dalam hal renoprotektif ARB
lebih unggul dari ACEI karena selain efek samping yang minim, semua AII yang
terbentuk baik dari alur ACE maupun alur non ACE dihambat sedangkan reseptor
AT2 yang mempunyai efek menguntungkan justru distimulasi.1,8
Angiostensin II dengan kadar yang rendah dapat menyebabkan proteinuri.
Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan tekanan pada kapiler
glomerulus, ukuran pori-pori glomerulus dan terjadi perubahan pada membran
glomerulus. Proteinuri merupakan barometer penentuan prognosis pasien
hipertensi dan penyakit ginjal. Semakin banyak proteinuri, semakin jelek
prognosis dan semakin tinggi risiko kardiovaskuler.1,8
7
ARB merupakan obat oral aktif dan bekerja spesifik menghambat ikatan
AII dengan reseptor AT1, sedangkan ACEI hanya menghambat pembentukan AII
melalui jalur ACE. Pada data penelotian hewan menunjukkan bahwa ARB lebih
sedikit mengurangi GFR bila dibandingkan dengan ACEI. Jelas bahwa ARB dan
ACEI sama-sama mempunyai sifat renoprotektif pada berbagai jenis gangguan
faal ginjal. ARB mempunyai efek natriuretik yang sama dengan dosis sedang dari
tiasid.1,8
Telah diketahui bahwa reseptor AT, antagonis memiliki potensi untuk
mengurangi proteinuri dan menurunkan tekanan darah tanpa terjadi perubahan-
perubahan yang dapat mengganggu GFR.1,8
Perlu penelotian jangka panjang untuk menentukan apakah reseptor AT1
antagonis dapat bersifat nefroprotective seperti halnya ACEI. Reseptor AT1
antagonis dapat digunakan pada pasien penyakit ginjal. Pada beberapa studi
berkesimpulan bahwa perlu hati-hati dalam penggunaan reseptor AT1 antagonis
dan ACEI pada penyakit ginjal akut dan bila dipergunakan maka perlu
pengamatan yang vermat fungsi ginjal.1,8
Interaksi Nitric Oxide (NO) dengan Angiotensin II
Angiotensin II juga berperan dalam hal pengaturan GFR melalui spasme
vasa afaren dan eferen. Pada penelitian lanjut menemukan bahwa AII dapat
meningkatkan oksidasi pada otot polos pembuluh darah dan sel-sel mesangial
sehingga sintesis sel yang berlarut-larut dari superoksida anion nitrik oksida dan
selanjutnya dapat menghambat respon sel-sel mesangial yang berakibat terjadinya
hipertrofi dan hiperplasia serta peningkatan produksi matriks. Karena angiostensin
II dan sintesin NO yang dikeluarkan secara lokal, maka terjadi interaksi antara
keduanya yang akhhirnya berperan dalam hal fisiologi dan patologi ginjal. Nitric
oxide mengatur sintesis ACE dan reseptor AT1 pada jaringan vaskular.1,8
Bila terjadi penghambatan sintesis NO yang kronis maka akan
menyebabkan gangguan pada glomerulus dan tubulointerstitial dan terjadi
remodeling koroner, LVH dan hipertensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
berkurangnya bioaktivitas NO vaskular akibat disfungsi endotel seperti pada
8
hipertensi akan mempercepat remodeling vaskular akibat berkurangnya kombinasi
NO dengan Angiotensin II lokal.1,8
Nitric Oxide berperan mengatur sirkulasi darah ginjal dan dapat
meningkatkan retensi natrium sehingga bila terjadi gangguan sintesis NO
berakibat terjadi ketidakseimbangan antara pengaturan aliran darah ginjal dan
natrium yang berakibat buruk pada hipertensi yang peka garam. Disimpulkan
bahwa aktifitas sintesis NO lebih berperan pada hipertensi yang peka terhadap
garam. Khususnya pada hipertensi yang peka garam akan lebih cepat terjadi
gangguan pada organ target misalnya ginjal dan jantung. Dapat disimpulkan
bahwa aktifitas sintesis NO dapat terjadi secara genetik dan gangguan respon
sintesis NO vaskular dapat menyebabkan tingkat gangguan target organ yang
berbeda. Sedangkan pada organ tua karena berkurangnya aktivitas NO endotel
yang terjadi pada usia lanjut.1,8
Nonmedikamentosa
The National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) merekomendasikan
perubahan gaya hidup yang dapat membantu mengontrol tekanan darah.
Seseorang dengan prehipertensi atau tekanan darah tinggi harus :7
1) Mempertahankan berat badan mereka pada tingkat mendekati normal.
2) Makan buah-buahan segar dan sayuran, biji-bijian, dan makanan rendah
lemak.
3) Membatasi garam sehari-hari atau natrium, asupan sampai 2000 mg.
4) Membatasi makanan beku dan makanan cepat saji.
5) Mendapatkan banyak latihan, setidaknya 30 menit aktivitas moderat,
seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berenang, hampir setiap hari dalam
seminggu.
6) Menghindari mengkonsumsi alkohol terlalu banyak.
PROGNOSIS
9
Hipertensi adalah salah satu kondisi kesehatan yang mempengaruhi
mengancam populasi besar di dunia. Jika tekanan darah tinggi tidak terkontrol,
dapat merusak pembuluh darah pada banyak organ, salah satunya adalah ginjal.
Nefropati hipertensi, atau penyakit ginjal hipertensi, mengikuti Diabetes sebagai
penyebab utama kedua stadium akhir penyakit ginjal. Prognosis untuk nefropati
hipertensi tidak cukup baik, ketika didiagnosis sebagai penyakit. Bila lebih awal
dan lebih hati-hati dalam ditatalaksana maka akan lebih baik prognosisnya.7
Aspek lain yang mempengaruhi prognosis pada pasien adalah kombinasi
penyakit pada organ lain. Hipertensi primer dan kronis dapat merusak otak,
jantung dan mata. Di antara komplikasi jantung umum adalah hipertensi ventrikel
kiri hipertrofi, penyakit koroner, angina, gagal jantung, dll. sclerosis arteri retina
sering berkembang bersama-sama dengan kerusakan sclerosing. Maka dari itu
tekanan darah tinggi harus dikontrol untuk membantu mencegah komplikasi
tersebut. Dengan semua masalah di atas, penderita hipertensi harus menyadari
tanda-tanda penyakit ginjal dan mementingkan pengobatan dini untuk hipertensi
pada penyakit ginjal.7
BAB IV
KESIMPULAN
Hipertensi pada penyakit ginjal seringkali bersifat menetap dan berkaitan
dengan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang tinggi dibandingkan
dengan hipertensi tanpa disertai penyakit ginjal. Ginjal dan tekanan darah
mempunyai suatu hubungan yang unik. Pada satu sisi, disfungsi ginjal dapat
meningkatkan tekanan darah, sementara tekanan darah yang tinggi dapat
mempercepat hilangnya fungsi ginjal. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat
terjadi pada penyakit ginjal akut maupun kronik baik pada kelainan glomerulus
10
maupun pada kelainan vaskuler. Berdasarkan patogenesis terjadinya hipertensi
pada penyakit ginjal, maka pengobatan sebaiknya disesuaikan pada masing-
masing kelompok. Selain itu perubahan gaya hidup dapat membantu
mengontrolkan tekanan darah. Prognosis untuk nefropati hipertensi tidak cukup
baik, ketika didiagnosis sebagai penyakit. Bila lebih awal dan lebih hati-hati
dalam ditatalaksana maka akan lebih baik prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A.W,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed.5.
Jakarta:Interna Publishing; 2009.
2. Kasper, Branwauld, et al. Harrisons Principals of Internal Medicine.
Ed.16. McGraww Hill; 2005.
3. Youshauddin M, Bakris GL. The kidney and hypertension. In: EJ
Battegay,editors. Hypertension Principles and Practice. New York. Taylor and
Francis Group; 2005..
4. Toto RD. Management of hypertensive chronic kidney disease: Role of
Calcium Channel Blockers. J Clin Hypertens 2005; 7: 15-20.
11
5. NHLBI. The Seventh Report of the Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
New York:U.S Department of Health and Human Disease; 2004.
6. Epidemiologi Hipertensi sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik. (Online).
(Available at
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21480 diakses 20
Januari 2013)
7. Kidney Disease-Hyprtension related(Online). (Available at
http://www.medicinenet.com/kidney_disease_hypertension-related diakses 20
Januari 2013)
8. Brenner, BM. Clinical Nephrology. Canada : W. B. Saunders Company.
1987
12