24
HIPERTIROID Disusun Guna Memenuhi Tugas Ilmu Kedokteran Klinik Di Ruang Penyakit Dalam (RPD) RSUD Blambangan Banyuwangi MAKALAH Pembimbing : dr. Heri, Sp. PD Oleh : Khamim Fuad 081611101099 Rabbani Hafidata Jannata 091611101001 Arifatur R 101611101079 BAGIAN RUANG PENYAKIT DALAM RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI 1

Hipertiroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

adalah

Citation preview

Page 1: Hipertiroid

HIPERTIROID

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ilmu Kedokteran Klinik Di Ruang Penyakit

Dalam (RPD) RSUD Blambangan Banyuwangi

MAKALAH

Pembimbing :

dr. Heri, Sp. PD

Oleh :Khamim Fuad 081611101099Rabbani Hafidata Jannata 091611101001Arifatur R 101611101079

BAGIAN RUANG PENYAKIT DALAMRSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER

1

Page 2: Hipertiroid

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. Wahidiyah

Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Citarum 24 RT 3/ RW 2 Panderejo Banyuwangi

Cara Kedatangan : Sendiri

Jenis Kasus : Non trauma

Bagian : Penyakit dalam

Anamnesa

Keluhan utama : Pasien mengeluhkan badan panas selama 3 hari

ini.

Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan panas selama 3 hari, pusing

berputar selama 3 hari disertai muntah. Tidak

bisa makan atau minum, hanya sedikit-sedikit.

Tidak ada sesak, tetapi ngos-ngosan ketika dipakai

berjalan. Tidak ada dada berdebar. Leher bengkak

selama 3 bulan. Berat badan menurun.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertiroid.

Pemeriksaan Fisik

Kepala/leher : oedema regio coli

Thorax : phxxx -/- S1 S2 tunggal

Abdomen/punggung : BU (+), Supel

Ekstrimitas : Aktrasi

Genitalis :-

2

Page 3: Hipertiroid

AIRWAY : lancar

Dinding dada : simetris

Trachea : di tengah

Suara nafas tambahan : tidak ada

BREATHING

Gerak dada : simetris

Retraksi otot nafas : tidak ada

Krepitasi : tidak ada

CIRCULATION

Akral : hangat, merah, kering

DISSABILITY

GCS : 4/5/6

Pupil

Ukuran : OD 3mm OS 3mm

RC : OD (+) OS (+)

VITAL SIGN

TD : 170/100 mmhg

Nadi : 110 x/mnt

Respirasi : 23 x/mnt

3

Page 4: Hipertiroid

Suhu : T axilla 38,50C

Pemeriksaan Penunjang

Laborat : DL, Widal, LFT, RFT, GDA

Rongent : -

Diagnosis

Primer : Suspect thypoid fever + hipertiroidisme

Sekunder : D. Punyai- sedang

Terapi/Tindakan di IRD :

O2 nasal 2-4 lpm

Infus RL 20 tpm + Drip Rhenobasi

Injeksi Antrain 3x1 amp I.V

Injeksi Ceftiaxin 2x1 gr I.V (xx)

Injeksi Ranitidin 2x1 amp I.V

Injeksi XXXx

Saran : Cek xx

Progress note

3 November 2015

4 November 2015

5 November 2015

4

Page 5: Hipertiroid

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertiroidi (penyakit Graves, PG) atau juga disebut tirotoksikosis adalah

suatu keadaan akibat peningkatan kadar hormone tiroid bebas dalam darah. PG

pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun

1835 dan di susul oleh Basedow pada tahun 1840 (Sumanggar, 1981).

2.2 Anatomi makroskopik kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher,

terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea

2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea

sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya

kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang

digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan

dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong

berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar

tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium. Pada orang dewas

beratnyab berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat

baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna,

a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik

salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh

jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior,

lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram

kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga

dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah

kelenjar1,2.

5

Page 6: Hipertiroid

Gambar 2.1 Glandula tiroid

2.3 Metabolisme hormon tiroid

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang

keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,

disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan

kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk

sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan

dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 :

1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di

dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks

Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam

molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi,

tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam

koloid melalui eksositosis (langkah 1)

2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid

melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism,

suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak

di membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh

dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk

mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, iodium tidak

memiliki manfaat lain di tubuh.

6

Page 7: Hipertiroid

3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam

molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan

monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin

menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b).

4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin

beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-

masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4

atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a).

Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan sati DIT (dengan dua

iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah

4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.

Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan

proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan

T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di

tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh

darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus

folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan “penggigitan”

sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi

bagian-bagiannya dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila

terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel

memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis

sekeping koloid (langkah 5). Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran

menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon

tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan

DIT (langkah 6). Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah

melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT

dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim

yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang

dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b)

7

Page 8: Hipertiroid

enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan

DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34.

Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau

diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80%

T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran

iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid

yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak

T44.

Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik

dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan

kurang daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini

memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan

hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan

suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon

tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif

mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi,

walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin

yang secara non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4

dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

8

Page 9: Hipertiroid

Gambar 2.2 Produksi hormon tiroid

2.4 Efek metabolik hormon tiroid

Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua

proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau

hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin

seperti di bawah ini2,4 :

1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan

temperatur sub-optimal) dan kalorigenik

2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi

dalam dosis besar bersifat katabolik

3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis dan degradasi insulin meningkat.

4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,

9

Page 10: Hipertiroid

sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia, kulit

kekuningan.

6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati, tonus

traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare,

gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.

2.5 Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah (Donangelo, 2011):

1. Penyakit Grave

Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid

stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir

sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang

lebih banyak dalam tubuh.

2. Nodul Tiroid

Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang

terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%

populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi

hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang

hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul

yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.

Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik

dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.

3. Tiroiditis

Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis

tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.

Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor

keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon

dalam darah.

10

Page 11: Hipertiroid

a. Tiroiditis subakut

Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid

yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.

b. Tiroiditis postpartum

Tiroiditispostpartumdiyakinikondisi autoimun dan menyebabkan

hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai 2 bulan.

Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.

c. Tiroiditis “silent”

Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit,

seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti

tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi

autoimun.

4. Penggunaan Yodium

Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,

sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah

hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi

sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon

tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodium yang berlebihan

terkandung dalam obat-seperti amiodarone, yang digunakan untuk

mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung

banyak yodium.

5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid

Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon

tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon

tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan

sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah

dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

11

Page 12: Hipertiroid

2.6 Patogenesis

Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodireseptor

thyroid stimulating hormon (TSH) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan

pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan anatomi tiroid itu sendiri.

Adapula hipertiroisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari hipofisis,

namun jarang ditemukan. Hipertiroidisme pada T3 tirotoksikosis mungkin

diakibatkan oleh deionisasi T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 jaringan diluar

tiroid. Pada tirotoksikosis yang tidak disertai hipertiroidisme seperti tiroiditis

terjadi kebocoran hormon. Masukan hormon tiroid dari luar yang berlebihan dan

terdapatnya jaringan tiroid ektopik dapat mengakibatkna tirotoksikosis tanpa

hipertiroidisme.3

2.7 Manifestasi klinis

Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat

puluh tahun dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat

predisposisi familial pada penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk

endokrinopati autoimun lainnya. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok

gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak.

Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme

akibat sekeresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme

berupa manifestasi berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang

berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat

semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai nfsu

makan meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.6

Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang

biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50%

sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan

berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata)

dan kegagalan konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata

yang relatif lebih lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta

perlahan-lahan melirik ke bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi

12

Page 13: Hipertiroid

oleh limfosit, el mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa

(proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokular

dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim penglihatan dapat terancam.

Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam

serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini agaknya

bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai akibat

interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi troid tanpa tergantung dari

TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid> Imunoglobulin yang

merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan imunitas

yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat

bertahan, berkembangbiak dan mensekresi imunoglobulin stimulator sebagai

respon terhadap beberapa faktor perngsang. Respon imun yang sama

bertanggungjawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut.6

2.8 Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila

timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)2

2. Sidik tiroid (thyroid scan) terutama membedakan penyakit Plummer dari

penyakit Graves dengan komponen nodosa2

3. EKG2

4. Foto thoraks 2

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk satu atau beberapa tindakan

berikut ini :

1. Obat anti tiroid (OAT) adalah kelompok derivat tiomidazol (CBZ 5 mg,

MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 3 mg) dan derivat tiourasil (PTU

propiltiourasil 50,100 mg). PTU dosis awal 300-600 mg/hari, dosis

maksimal 2000mg/hari. Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari.1.2

Indikasi :

13

Page 14: Hipertiroid

Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi

pada pasien muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis.2

Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan

atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.2

Persiapan tiroidektomi.2

Pasien hamil, lanjut usia2

Krisis tiroid2

Penyekat β bloker pada awal terapi tetap diberikan, sementara

menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian

antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis.2

2. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil prabedah.6

3. Pengobatan dengan yodium radioaktif.6

Pengobatan dengan yodium radioaktif dilakukan pada kebanyakan pasien

dewasa penderita penyakit Graves. Biasanya tidak dinjurkan (kontraindikasi)

untuk anak-anak dan wanita hamil. Pada kasus Goiter Noduler Toksik dapat juga

digunakan obat-obat antitiroid atau terapi ablatif dengan yodium radioaktif. Tetapi

apabila goiternya besar sekali dan tidak ada kontraindikasi pembedahan, maka

harus dipertimbangkan untuk dilakukan reaksi pembedahan. Pengobatan

oftalmopati pada penyakit Graves mencakup usaha untuk memperbaiki

hipertiroidisme dan mencegah terjadinya hipotiroidisme yang dapat timbul setelah

terapi radiasi ablatif atau pembedahan. Pada banyak pasien, oftalmopati dapat

sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus

yang berat dimana ada bahaya kehilangan penglihatan, maka perlu diberikan

pengobatan dengan glukokortikoid dosis tinggi disertai tindakan dekompresi

orbita untuk menyelamatkan mata tersebut. Hipotiroidisme dapat timbul pada

penderita hipertiroidisme yang menjalani pembedahan atau mendapatkan terapi

yodium radioaktif. Pasien-pasien yang mendapat terapi yodium radioaktif, 40-

70% dapat mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun mendatang.6

2.10 Komplikasi

14

Page 15: Hipertiroid

Hipertiroid menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi

atrium dan kelainan ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia terjadi episode

paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya

hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis

dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido,

impotensi, berkurannya jumlah sperma, dan ginekomastia. Penyakit Graves dapat

memberikan komplikasi berupa oftalmopati Graves, dermopati. Krisis tiroid

dapat menyebabkan mortalitas. 2.3

2.11 Prognosis

Dubia ad bonam.2

Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumanggar Ps. Thyrotoxicosis di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP

Palembang. Dalam : Naskah Lengkap KOPAPDI V, Jilid I. Bagian Ilmu

Penyakit Dalam FK UNDIP — RS Kariadi, Semarang 1981, hal. 53.

2. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938

3. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK UI.2007.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan

Pelayanan Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2006.

6. Kapita Selekta “Metabolik Endokrin”

7. Ganong,2003.Fisiologi Kedokteran.ed 20,EGC.Jakarta

15

Page 16: Hipertiroid

8. The New England Journal of Medicine “Grave’s Disease” 26 October 2000.

9. SA, Price.1995.Patofiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, ed 4, EGC,

Jakarta.

10. Baxter, JD.2000. Fungsi Endokrinologi Dasar dan Klinik,EGC.Jakarta.

11. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006

12. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,

Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006

13. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta . 2003.

14. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.2001

15. National Endocrine and MetabolicDiseases Information Service.

Hyperthyroidsme. 2007; 573-582

16. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta. 2009

17. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938

18. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4

19. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association

Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497

20. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17

21. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.

Media Aesculapius : Jakarta

16

Page 17: Hipertiroid

17