Upload
rheisa-maulida
View
41
Download
22
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipertiroid, Hipertensi, DM
Citation preview
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolic yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang
berlebihan. (Dongoes E,Marilynn , 2005)
Hipertiroid darah tirotoksitosis sebagai produksi Tiroid itu sendiri. (Arief Mansjoer, 2001)
Hipertiroid adalah Respon Jaringan-jaringan tubuh akibat faktor metabolik hormon tiroid yang berlebihan. (Sylvia, 2005)
Hormon tiroid memeliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan system saraf simpatis yang berpengaruh terhadap
hemodinamik kardiovaskuler pada penderita hipertiroid. Perubahan yang utama meliputi : Peningkatan denyut jantung,
kontraktilitas otot jantung,curah jantung,relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta penurunan
resistensi vaskuler sistemik dan tekanan diastolic. Ganggua fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan efek yang dramatic
terhadap system kardiovaskuler, seringkai menyerupai penyakit jantung primer. ( Sumual A.R, 1992 ).
Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dri hormone tiroid yaitu tiroksin ( T4 )
dan triiodotirosin ( T3 ). Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotirosin (T3 ) sebagai hasil meningkatnya konversi
tiroksin ( T4 ) di jaringan perifer.
Dalam keadaan normal homon tiroid berpengaruh terhadap metabolism jaringan, proses oksidasi jaringan, proses
pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon hormone tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel sel dalam tubuh melalui
mekanisme transfor asam amino dan elektrolit dari cairan ekstra seluler kedalam sel, aktivasi/ sintesa protein enzim dalam
sel dan peningkatan proses proses intraseluler.
Dengan meningkatnya kadar hormone ini maka metabolism jaringan, sintesa protein dan lain lain akan terpengaruh,
keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat,
nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang kadang gejala klinis yang ada hanya berupa
penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.
Hubungan Hipertiroid dengan kejadian Hipertensi
Hormon tiroid memiliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan system syaraf simpatis yang berpengaruh terhadap
hemodinamik kardiovaskuler pada penderita hipertiroid. Perubahan yang utama meliputi : peningkatan denyut jantung,
kontraktilitas otot jantung, curah jantung, relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta penurunan
resistensi vaskuler penggunaan oksigen oleh otot jantung serte penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan
diastolic. Gangguan fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan efek yang dramatic terhadap sistem kardiovaskuler,
seringkali menyerupai penyakit jantung primer. ( Sumual A.R, 1992 )
Penderita hipertiroid sering mengalami keluhan sesak napas. Hal ini dapat dijelaskan karena pada penderita hipertiroid
terdapat kenaikan curah jantung dan konsumsi oksigen pada saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain itu kapasitas
vital pada penderita hipertiroid akan menurun disertai dengan gangguan sirkulasi dan ventilasi paru. Frekuensi nadi
biasanya meningkat ( 90 125 kali/ menit ) dan akan bertambah cepat jika beraktivitas serta ada perubahan emosi. Akibat
adanya curah jantung yang tinggi dan resistensi perifer yang rendah maka tidak jarang pada penderita hipertiroid dijumpai
gambaran nadi yang mirip dengan insufisiensi aorta berupa pulsus seller dan magnus .Nadi yang lebih dari 80 kali/ menit
pada saat istirahat perlu dicurigai adanya suatu hipertiroid. ( Sumual A.R, 1992 )
T3 menstimulasi Transkripsi myosin yang mengakibatkan kontraksi otot miokard menguat, dan Ca + ATP ase
direticulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolic, mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergic, sehingga
akhirnya hormon tiroid ini punya efek ionotrofik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung, tekanan
darah, dan takikardia. ( soeparman, 2007 ).
Meningkatnyametabolisme dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk akhir
dari metabolism yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh,
sehingga meningkatkan aliran darah. Sebagai akibat peningkatan aliran darah dan curah jantung akan meningkat,
seringkali meningkat sampai 60 % atau lebih diatas normal bila terdapat kelebihan hormone tiroid( Ethel, Sloane, 2004 ).
Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus
Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien
hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah (Saseen and Carter,
2005). Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular
seperti nefropati dan retinopati (Anonimc, 2006). Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan
morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/
disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh
darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II. Pada
individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun
bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus.
Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu
sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh
resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose. Asam lemak bebas, aktivasi
protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif. Semua
mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas (Rodbard, 2007).
ASMA dan STRES
Inflamasi berperan dalam peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup
beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit.
Komponen penting asma lainnya adalah bronkosplasma dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif
meliputi: Inflamasi dan udema Inflamasi berperan dalam peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang
menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke
anak lain serta selama perjalanan penyakit.
Komponen penting asma lainnya adalah bronkosplasma dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif
meliputi: Inflamasi dan udema membran mukosa, akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa, spasma otot
otot halus dan bronkiolus yang menurunkan diameter bronkiolus.
Konstriksi bronkus merupakan reaksi normal terhadap stimulus asing, namun pada anak yang menderita asma biasanya
sangat parah hingga menyebabkan gangguan fungsi pernapasan: otot halus, berbentuk kumparan spiral disekeliling jalan
napas, menyebabkan penyempitan dan pemendekan jalan napas, yang secara signifikan meningkatkan resistensi jalan
napas terhadap aliran udara. Pada saat inspirasi dan berkontraksi serta memendek selama ekspresi. Oleh karena itu,
kesulitan bernapas lebih berat terjadi selama fase ekspresi.
Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspresi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara
yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan napas secara fungsional menutup di titik antara alveoli dan bronkus
lobucus. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. Akibatnya
orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas
ini akan menyebabkan keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen.
Inspirasi yang terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan
efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai retensi karbon dioksida,
hipoksemia, asidosis pernapasan dan akhirnya gagal napas (Wong, 2003).
Stess emosional berperan dalam pengaturan kerja hipotalamus pitiuitari adrenal yang dapat menurukan tingkat kortisol
dimana pengaruhnya dapat mengembangkan terjadinya alergi sehingga dapat menjadi pencetus serangan asma.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.
HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan
untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.