Upload
indra-saputra
View
49
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
HERNIA NUCLEUS PULSOSUS
( HNP )
Kelompok V :
1. I Putu Agus Indra Saputra (1002055)
2. Yohanes Harly Suwito (1002117)
3. Ratna Puspita Adiyasa (1002084)
4. Yessika Puspitasari (1002112)
5. Mei Indah Mawarni (1002071)
6. Dewi Anggraini (1002025)
7. Dewi Purnamasari (1002026)
8. Ivo Yunitasari (1002060)
9. Veronika Riwu (1002105)
10. Dhika Pramudia (1002027)
11. Bensiana Yanti (1002010)
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
2012/2013
HNP
A. MEDIS
1. PENDAHULUAN
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai “Low Back”,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum
dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh
manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-otot erektor truski adalah
memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda (Sidharta Priguna, 1999).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang
sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies
adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau
berulang (Reni H. Masduchi, 2011).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Kevin, 2011;
Barbara C.Long, 1996).
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai dari
tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum). Herniasi
diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi. Keluhan
nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu sisi. Daerah
sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi
migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka
akan terasa sakit seperti otot ketarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, sakit
pinggang yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan distribusi dermatof saraf
yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat beban yang berat dan
membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan. Penderita penyakit ini sering
mengeluh hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, namun juga
dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP
dapat terjadi pada semua usia, rata-rata 35 - 45 tahun (Sidharta Priguna, 1999; Reni H.
Masduchi, 2011; Kevin, 2011).
2. DEFENISI
a. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis
dengan piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan
penekanan pada radiks atau cauda equina.
b. HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna
vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik) (Harsono,1996).
c. HNP adalah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk
kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang
robek. HNP bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung
ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990).
d. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
e. HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari
herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral
(Barbara C.Long, 1996).
3. ANATOMI & FISIOLOGI
Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan diantara
ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang
belakang dapat tegak dan membungkuk. Dan disebelah depan dan belakangnya
terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang.
Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas :
Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang ruasnya
besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen
transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala
mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang memungkinkan
kepala berputar ke kiri dan kekanan.
Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya
panjang dan melengkung.
Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, taju
durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.
Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
menyerupai sebuah tulang.
Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah tulang
yang disebut os koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian
dengan sacrum.
Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di
antaranya.
Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,
ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum,
serta kapsul sendi.
Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai
beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah
samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf
pada lumbal 4-5
Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju
dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral
yang disebut procesus spinosus.
Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat
dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang
disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi
aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan
anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi.
Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk
mengontrol gerakan fleksi.
ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi
melindungi medulla spinalis dari posterior.
ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi
mengontrol gerakan fleksi. (Kapandji, 1990; Snel S. Richard, 1997).
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena
adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat
dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah
servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang
vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang
elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan
gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada
vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang
sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra
lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke
bawah lingkup geraknya makin kecil (Langran, 2006; Jong Syamsuhidayat).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra
yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan
korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis
terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago
yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan
dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus intervertebralis
menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal atau
sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock
absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang
konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan
menyerupai gulungan per (coiled spring)
Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
Daerah transisi.
Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus
ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel
tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan
pembuluh-pembuluh kapiler.
Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas
atas dan bawah dari diskus (Muki Partono, 2009).
Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus
disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end
plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan cukup untuk
bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus
pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena adanya (1)
kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya lubrikasi atau pelumasan dari
lembaran-lemabaran annulus (Reni H. Masduchi, 2011).
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan
menahan tekanan atau beban.
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :
Ligamentum longitudinal anterior
Ligamentum longitudinal posterior
Corpus vertebrae dan periosteumnya
Ligamentum supraspinosum
Fasia dan otot
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang
terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital
magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri
dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
8 pasang saraf servical.
15 pasang saraf thorakal.
5 pasang saraf lumbal.
5 pasang saraf sacral.
1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu
substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi
kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan
kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia
alba mengandung saraf myelin (akson).
Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa
saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang
diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat
berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada
kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher.
Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan
fungsi (Langran, 2006).
4. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri
pinggang dalam kehidupannya (Bose K, Lee EH, 1986). Dari poliklinik unit penyakit
saraf RSCM Jakarta dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah pada tahun
1976 sebanyak 5,8% (Judana et all, 1983). Dari poliklinik rematologi RS Sutomo
Surabaya pada tahun 1980 sebanyak 17,7% (Effendi et all, 1980). Dari Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta (Suharso et all, 1985) melaporkan penderita
nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP Dr. Sardjito sebanyak 190
penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri pinggang bawah yang disertai nyeri
radikuler, ditinjau dari keseluruhan penderita baru (3,75%) maka 190 penderita nyeri
pinggang bawah adalah merupakan sebagian kecil saja (5,63%). Tidak dijumpai nyeri
pinggang bawah pada pada anak 6-10 tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun,
kemudian 31-40 tahun dan 51-60 tahun. Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang
penderita nyeri pinggang belakang sebanyak 19 orang menderita HNP (45,24%).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun. Dengan insidens hernia
lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-10% (Ratih
astarida, 2009).
5. KLASIFIKASI
Macnab’s Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI
menjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus
tetapi anulus tetap intak.
Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan yang tidak komplit.
Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.
Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus
yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada
didalam diskus dan telah berada dalam kanal.
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan
pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila
mengenai medula spinalis.
Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan
menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP
vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.
Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah.
Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai
akar saraf L4 (Reni H. Masduchi, 2011).
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka pada
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma
adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada
ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau
ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering
kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus
prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior.
Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau
menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis
vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada
celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau beberapa serabut saraf.
Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis
artikuler.
Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang.
Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau
menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6
dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral
mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal
yang mana selalu diawali dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan
kulit.
Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
6. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena
terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi
gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan
terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar
akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari nucleus
pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus
pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien
tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus
minoris resistentiae).
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah
sebagai berikut:
a. Mengambil benda yang jatuh dilantai.
b. Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat saat
tennis.
c. Mengepel lantai.
d. Tergelincir saat berjalan.
e. Melompat.
f. Mengambil sesuatu di atas lemari.
g. Membungkuk tiba-tiba.
h. Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
i. Berpijit dan punggungnya di injak-injak.
Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi,
tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba memainkan peran
yang menonjol tercetusnya HNP (Achdiat Agus, 2009).
Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra
karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan degidrasi
dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya
elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus (Reni H.
Masduchi, 2011).
7. FAKTOR RISIKO (Yulvitrawasih, 2011)
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.
Faktor risiko yang dapat dirubah
a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
c. Keterampilan pekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.
8. PATOFISIOLOGI
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau
merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang,
sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang
menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal
serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan
menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat menyebabkan
kelumpuhan anggota bagian bawah (Sufitni, 1996).
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus
bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen
intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada
ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke
arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa
massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya
kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum longitudinalis posterior dan
masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama
yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus
vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan
timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya
menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat
diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan
yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh
nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya
nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan
radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan
dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang
terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah
tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus
intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih
tanpa ganjalan.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang
ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar
air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena,
terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus
lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena
hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks
saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas,
biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi
L5-S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus.
Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu
perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan
menekan akar–akar saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan
terjadi di bagian koluma yang lebih banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis
dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5
sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf
pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena
neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra
distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil
(Partono Muki, 2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau
tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan
herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan
keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal
maka terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam
diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang
menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma
(jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat
cidera.
Pathways
9. MANIFESTAI KLINIK
Secara umum tanda gejala yg muncul :
Proses degeneratif
Ujung saraf spinal tertekan
Kandungan air menurun
Kehilangan protein polisakarida
Nukleus Pulposus Terdorong
Stress OkupasiTrauma
H N P
Gangguan Mobilitas Fisik
Penurunan Kerja reflekNyeriPerubahan sensasi
a. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
b. Nyeri tulang belakang
c. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
d. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena. Gejala
klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan
nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul
gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat
terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles
(APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi,
defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan
semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan
badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit
yang diderita.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang onsetnya
perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering intermitten, walaupun
kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan berat. Nyeri ini terjadi akibat
regangan ligamentum longitudinalis posterior, karena diskus itu sendiri tidak
memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh aktivitas dan
pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau bersin. Nyeri ini biasanya menghilang
bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai yang sakit difleksikan.
Sering terdapat spasme refleks otot-otot paravertebra yang menyebabkan nyeri dan
membuat pasien tidak dapat berdiri tegak secara penuh.
Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis yang
berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri bersifat tumpul
dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika berjalan pasien akan
memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat semata-mata bertujuan untuk
membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang belakang yang bermasalah.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior atau
posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut skiatika atau
iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar telapak kaki (S1) dan
tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua bergantung pada radian saraf
pinggang yang terkena dorongan dari nucleus pulposus yang merosot tersebut. Pasien
tidak tahan duduk lama apalagi bila duduk bersila. Sebentar-sebentar pasien akan
menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa baal dan kesemutan yang menjalar ke
bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut sensorik radiks yang terkena. Kekuatan otot
tungkai pada umumnya tidak terlalu terganggu, namun sensasi raba mungkin dapat
berkurang.
Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi dengan
adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi kauda ekuina dapat
timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter. Sindrom klaudikasio palsu
telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila beraktivitas, akibat sekunder dari
kompresi intermitten kauda ekuina (Achdiat Agus, 2009; Mansjoer Arif et all).
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah (Ratih
astarida, 2009) :
a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik
kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu,
ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang
terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau
ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar
kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar
ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil
sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:
Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
b. Hernia Servicalis
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis).
Atrofi di daerah biceps dan triceps.
Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
c. Hernia thorakalis
Nyeri radikal.
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
10. PEMERIKSAAN FISIK
Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti:
a. Tes Lasegue
Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya adalah
dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus diatas
pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien akan menjerit
kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum mencapai sudut 70 derajat.
Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque positif. Bila tes Lasegue positif
maka hampir dapat dikatakan HNP positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa
sakit maka disebut tes Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan.
Sebaliknya bila tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.
b. Tes Braggard
Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque namun
ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat keatas
(dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.
c. Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard namun
dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi maksimal) dan akan
terasa nyeri sepanjang tungkai.
Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes ini untuk
menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu proses
arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana pasien diminta untuk menahan nafas.
Bila terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes Valsalva positip dan
HNP positip. Tes Naffziger adalah dengan menekan vena jugularis jika setelah
ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP (Achdiat Agoes, 2009; Mansjoer
Arif et all).
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Achdiat Agoes, 2009; Mansjoer Arif et all)
Diagnosis herniasi discus antar vertebra sering dibuat hanya berdasarkan
anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik. Perasat-perasat untuk
evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit di atas tumit juga bermanfaat
untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis pasti dari hernia nukleus pulposus yaitu :
a. Foto pinggang polos
Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP bila sudut
ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya bila pasien
cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di kanan. Foto polos
vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum CT-scan. Kadang-kadang
pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan anomali atau deformitas
kongenital, penyakit reumatik tulang belakang, tumor metastatik atau primer. Pada
penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif
dengan penyempitan sela intervertebra dan pembentukan osteofit.
b. Foto caudografi
Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3-L4, L4-
L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto dan akan
terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu daerah yang terkena
HNP (filling defects). Foto ini sangat populer pada tahun 1980 an namun dengan
masuknya tehnik CT Scan dan MRI (magnetic resonance imaging) mulai
berkurang permintaan untuk foto caudografi ini.
c. Foto MRI
MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas tanpa
pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya besar. MRI
terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda ekuina.
Alat ini sedikit kurang teliti bila dibandingkan dengan CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf.
d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula harus
diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik, tumor metastatik,
dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai penyakit diskus intervertebra.
e. Punksi lumbal
Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan kadar protein
ringan dengan adanya penyakit diskus, punksi lumbal biasanya hanya kecil
manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok spinal total, kadar protein dapat
meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt yang abnormal.
f. Pemeriksaan neurofisiologis
EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi dan gelombang
tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang dipersarafi radiks yang terkena
setelah beberapa minggu.
g. Mielografi
Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan tumor
kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu dilakukan kecuali
operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit ditafsirkan.
Malahan, prosedur ini dapat merusak diskus intervertebra.
12. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS (Partono Muki, 2009; Mansjoer Arif et all)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,
pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat
mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain. Gambaran
klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita
diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat
trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu
juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri
radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.
b. Pemeriksaan klinik umum
Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara
berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk
(pada sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya
skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.
c. Pemeriksaan neurologik,
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot.
Pemeriksaan tendon.
Pemeriksaan yang sering dilakukan.
Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes
Sicard).
Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava).
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena
dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap
kompresi.
Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis
sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit
Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI
Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI merupakan
standar baku emas untuk HNP.
13. DIAGNOSIS BANDING
a. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
b. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan perpindahan ke depan (masuk;
tergelincir) satu bodi vertebra terhadap vertebra di bawahnya. Tersering L4-L5.
c. Spondylosis
Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya suktur dan
fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama,
lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif pada
regio cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan
sendi facet.
d. Arthiritis.
e. Anomali colum spinal. (Kalim et al, 1996)
14. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat
dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada
aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi
konservatif meliputi ;
Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal,lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama
akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah
dengan menyandarkan punggung,l u tu t dan punggung bawah
pada pos i s i s ed ik i t f l ek s i . F l eks i r i ngan da r i ve r t eb ra
lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi
jaringan yang meradang.
b. Medikamentosa
Analgetik dan NSAID.
Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
Opi o id : t i d ak t e rbuk t i l eb ih e f ek t i f da r i ana lge t i k b i a sa .
Pem aka i an jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan.
Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
c. Terapi Fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila
terdapat edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun
dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP
kronis. Sebagai penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat
mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain
berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk
memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi
dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot,
ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
Proper Body Mechanics
Pas i en pe r l u mendapa t penge t ahuan mengena i s i kap t ubuh
yang ba ik un tuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisipunggung adalah sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan,
punggung tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang
punggung.
o Ket ika akan t u run da r i t empa t t i du r pos i s i punggung
d ideka tkan ke p ingg i r t empa t t i du r . Gunakan t angan dan
l engan un tuk mengangka t panggu l dan berubah ke posisi
duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk
membantu posisi berdiri.
o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisipanggul.
o Saa t duduk , l engan memban tu menyangga badan . Saa t
akan be rd i r i badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai
tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot
perut. Dengan punggung l u ru s , beban d i angka t dengan ca r a
me lu ruskan kak i . Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan
sedekat mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wcduduk s eh ingga memudahkan ge rakan dan t i dak
membeban i punggung s aa t bangkit.
d. Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus
berdasarkanalasan yang kuat yaitu berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis
spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan
kompresi medula dan radiks.
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat
untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan
untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan general
anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3 hari tinggal dirumah sakit. Akan
diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi
untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk sembuh total
memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang
harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus.
Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin
memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).
e. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur
memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil
dengan menggunakan raydan chemonucleosis. Chemonucleosis
meliputi injeksi enzim (yang disebut chy mopapa in ) ke
da l am he r n i a s i d i skus un tuk me la ru tkan sub s t a ns i ge l a t i n
yan g menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif
disectomy pada kasus-kasus tertentu.
15. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi otot-
otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari radix saraf
yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada m.quadriceps
femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan
m.soleus. Atrofi yang tidak mendapatkan rehabilitasi akan menyebabkan kelumpuhan
ekstremitas inferior (Sufitni, 1996).
16. PENCEGAHAN (Yulvitrawasih, 2011)
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
herniasi nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti
mengangkat barang yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut
usia.
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya
memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus pulposus.
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot
tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan.
Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang
diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan
dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan
dan perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu
hindari manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.
17. PROGNOSA (Mansjoer, Arif et all, 2007)
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan
terjadinya kekambuhan adalah 5%.
B. konsep keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan
pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda
berat)
b. Keluahan Utama
Nyeri pada punggung bawah
P : trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
Q : sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri
apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi
bersifat menetap, atau hilang timbul, makin lama makin nyeri .
R : letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya
sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S : Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas
tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri
seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-oabata
yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan.
T : Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,
hilng timbul, makin lama makin nyeri.
c. Riwayat Keperawatan
Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma
multipleks), metabolik (osteoporosis)
Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri
punggung bawah
d. Status mental
Pada umumny aklien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak
pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan
kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung (faktor-
faktor stres)
e. Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-
paru, perut.
Inspeksi
- inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan
gerakan untuk evalusi neyurogenik
- Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya
angulus, pelvis ya ng miring/asimitris, muskulatur paravertebral
atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama
begerak.
- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan
warna kulit.
palpasi dan perkusi
- paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus
sehingga tidak membingungkan klien
- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling
terasanyeri.
- Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya
deviasi ke lateral atau antero-posterior
- Palpasi dna perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh
dll.
Neuorologik
Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan
gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
- atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan-kiri.
- fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga
dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
pemeriksaan refleks
- refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan
tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Rfleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi
fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung
kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon
achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan
derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya
penyebaran nyeri.
Pemeriksaan penunjang
foto rontgen, Foto rontgen dari depan, samping, dan serong) untuk
identifikasi ruang antar vertebra menyempit. Mielografi adalah
pemeriksaan dengan bahan kontras melalu tindakan lumbal pungsi dan
pemotrata dengan sinar tembus. Apabila diketahiu adanya
penyumbatan.hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk menegetahui radiks mana yang terkena / melihat adanya
polineuropati.
Sken tomografi
Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskusi
intervertebralis.
2. Dignosa keperawatan
1)Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2)Ansietas berhubuangan dengan proses penyakit
3)Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese / hemiplagia
4)Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegic
5)Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
6)Kerusakan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
B. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan
perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi
keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
Tujuan :
Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
- Klien mengatakan tidak terasa nyeri.
- lokasi nyeri minimal
- keparahan nyeri berskala 0
- Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)
INTERVENSI RASIONAL
Identifikasi klien dalam membantu
menghilangkan rasa nyerinya
Pengetahuan yang mendalam tentang nyeri
dan kefektifan tindakan penghilangan
nyeri.
Berikan informasi tentang penyebab
dan cara mengatasinya
Informasi mengurangi ansietas yang
berhubungan dengan sesuatu yang
diperkirakan.
Tindakan penghilangan rasa nyeri
noninvasif dan nonfarmakologis
Tindakan ini memungkinkan klien untuk
(posisi, balutan (24-48 jam),
distraksi dan relaksasi.
mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.
Terapi analgetik Terapi farmakologi diperlukan untuk
memberikan peredam nyeri.
2. Ansietas berhubuangan dengan proses penyakit
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
- Respon klien tampak tersenyum.
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan mengenai kemungkinan
kemajuan dari fungsi gerak untuk
mempertahankan harapan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Berikan informasi mengenai klien yang
juga pernah mengalami gangguan
seperti yang dialami klien danmenjalani
operasi
3. Berikan informasi mengenai sumber-
sumber dan alat-lat yang tersedia yang
dapat membantu klien
4. Berikan support sistem (perawat,
keluarga atau teman dekat dan
pendekatan spiritual)
5. Reinforcement terhadap potensi dan
sumber yang dimiliki berhubungan
1. Menunjukkan kepada klien
bahwa dia dapat berkomunikasi
dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus,
sehingga dapat mengurangi rasa
cemasnya.
2. Harapan-harapan yang tidak
realistik tiak dapat mengurangi
kecemasan, justru malah
menimbulkan ketidak percayaan
klien terhadap perawat.
3. Memungkinkan klien untuk
memilih metode komunikasi
yang paling tepat untuk
kehidupannya sehari-hari
disesuaikan dnegan tingkat
keterampilannya sehingga dapat
mengurangi rasa cemas dan
frustasinya.
4. Dukungan dari bebarapa orang
yang memiliki pengalaman
yang sama akan sangat
dengan penyakit, perawatan dan
tindakan
membantu klien.
5. Agar klien menyadari sumber-
sumber apa saja yang ada
disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk
berkomunikasi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI RASIONAL
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas
yang sakit
d) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien
a) Menurunkan resiko
terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang
tertekan
b) Gerakan aktif memberikan
massa, tonus dan kekuatan
otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan
kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, nyeri
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
INTERVENSI RASIONAL
Monitor kemampuan dan tingkat
kekurangan dalam melakukan perawatan
diri
Beri motivasi kepada klien untuk tetap
melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
Hindari melakukan sesuatu untuk klien
yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
Berikan umpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi
a. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual
b. Meningkatkan harga diri dan
semangat untuk berusaha
terus-menerus
c. Klien mungkin menjadi
sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan
bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk emepertahankan
harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d. Meningkatkan perasaan
makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e. Memberikan bantuan yang
mantap untuk
mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong
khusus
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
INTERVENSI RASIONAL
a) Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan
maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2
liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan
keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses (laxatif,
a. Klien dan keluarga akan
mengerti tentang penyebab
obstipasi
b. Bising usu menandakan sifat
aktivitas peristaltik
c. Diit seimbang tinggi
kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi
reguler
d. Masukan cairan adekuat
membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu
eliminasi reguler
e. Aktivitas fisik reguler
membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang
nafsu makan dan peristaltik
f. Pelunak feses meningkatkan
efisiensi pembasahan air usus,
suppositoria, enema) yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
INTERVENSI RASIONAL
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
(range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b. Rubah posisi tiap 2 jam
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang
lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d. Lakukan massage pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi
e. Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah posisi
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit
a. Meningkatkan aliran darah
kesemua daerah
b. Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
c. Menghindari tekanan yang
berlebih pada daerah yang
menonjol
d. Menghindari kerusakan-
kerusakan kapiler-kapiler
e. Hangat dan pelunakan adalah
tanda kerusakan jaringan
f. Mempertahankan keutuhan
kulit
18. DAFTAR PUSTAKA
Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik
Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang
Bawah Pertemuan regional II.
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-cempaka-
putih-Index2.php.htm. 2011. diakses tanggal 25 November 2011.
Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Penerbit FK UI.
Partono M. 2009. Mengenal Nyeri pinggang. available at
http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm. diakses tanggal 25
November 2011.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.