Upload
lamtuyen
View
219
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN
KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL 2012
PADA SISWA SMA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ATIKA PUSPITA HAPSARI
G0009031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 20 Juli 2012
Atika Puspita Hapsari
NIM G0009031
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Atika Puspita Hapsari, G0009031, 2012. Hubungan antara Kecerdasan Emosi
dengan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional 2012 pada Siswa SMA.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama kecemasan
dalam menghadapi Ujian Nasional. Kecemasan siswa yang terlewat tinggi dalam
menghadapi ujian akan menurunkan kinerja otak siswa dalam belajar. Jika
kecemasan itu sampai mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu
makan, dan kebugaran tubuh, maka kemungkinan gagal ujian semakin besar.Jika
seseorang dapat mengenali, meregulasi, dan mengelola emosi yang muncul, maka
persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat dengan lebih mudah
terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012
pada siswa SMA.
Metode: Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan deskriptif
analitik yang dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung, Kabupaten
Brebes, tahun pelajaran 2011/2012. Digunakan teknik sampling secara purposive
sampling. Jumlah subyek penelitian sebanyak 287 siswa dan sebanyak 51 siswa
memenuhi kriteria ketentuan inklusi yang ditetapkan untuk dianalisis. Data diolah
dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.
Hasil: Analisis uji korelasi Product Moment dari Pearson didapatkan hasil r = -
0,681 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian α<0,01 ; r = negatif,
Hipotesis diterima.
Simpulan: Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan
kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA.
Kata Kunci: Kecerdasan Emosi, Kecemasan, Ujian Nasional Siswa SMA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Atika Puspita Hapsari, G0009031, 2012. The Relationship between Emotional
Quotient with Anxiety in the face of National Examination 2012 on High School
Students. Mini Thesis. Facultyof Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Background: Anxietycan be experiencedby the students, especially theanxietyin
the face ofthe NationalExam. Studentswithhigh anxietyin the examwill degradethe
performance ofthe brainin learning.Ifanxiety isto disturbemotions,interfere
insleep, decrease appetite, and decrease physical fitness, thepossibility offailing
the exam is greater. If someone canidentify, regulate, and managethe emotions,
the problems that occurin lifecan bemore easilyresolved. This studyaimed
todetermine the relationshipbetween emotional quotientwithanxietyin the face
ofthe National Examination2012 onhigh school students.
Methods: The research was crosssectional descriptive analytical approach
undertaken in the class XII students of SMA Negeri 1 Tanjung, Brebes, school
year 2011/2012. Purposive sampling technique used insampling. The number of
study subjects as much as 287 students, and as many as 5 students who meet the
inclusion criteria established provisions to be analyzed. Data were processed
using SPSS17.0 for Windows.
Ressults: Analysis of test from Pearson Product Moment Correlation results
obtained r = -0,681 and a significance value is 0.000. Thus α<0.01 ; r = negative,
the hypothesis is accepted.
Conclusion: There is a negative relationship between emotional quotient with
anxiety in the face of the National Examination 2012 in high school students.
Keywords: Emotional Quotient, Anxiety, National Examination of High School
Students
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan
Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional 2012 pada Siswa SMA.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam
penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui
bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Mardiatmi Susilohati, dr., Sp. KJ (K) selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, saran,dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.
4. Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.Park., Ph.D selaku Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan bimbingan dan saran.
5. Makmuroch, Dra., MS selaku selaku Penguji Utama yang telah memberikan
saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Ratih Puspita Febrinasari, dr., M.Sc. selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak, Ibu, Bunga, dan Mbak Endahyang selalu memberikan semangat dan
motivasiserta teman-teman angkatan 2009.
8. Bagian SMF Kedokteran Jiwa RSUD Dr. Moewardi Surakarta, para dosen
beserta segenap staf.
9. Tim skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.
10. Drs. Masrukhi, M.Pd. selaku Kepala Sekolah yang telah memberikan izin
melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Tanjung Brebes, para guru dan
segenap staf beserta adik-adik kelas XII tahun ajaran 2011/2012.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, 20Juli 2012
Atika Puspita Hapsari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................... 7
C. Tujuan Penelitian ................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI .................................................... 9
A. Tinjauan Pustaka .................................................. 9
1. Kecerdasan Emosi ........................................... 9
2. Kecemasan ........................................................ 19
B. Kerangka Pemikiran ............................................. 27
C. Hipotesis .............................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN ................................................ 29
A. Jenis Penelitian ...................................................... 29
B. Lokasi Penelitian .................................................... 29
C. Subjek Penelitian ................................................... 29
D. Teknik Sampling .................................................... 30
E. Desain Penelitian ................................................... 31
F. Identifikasi Variabel Penelitian ............................ 31
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .............. 32
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ...................... 33
I. Cara Kerja ............................................................ 36
J. Teknik Analisis Data ............................................ 37
BAB IV HASILPENELITIAN .................................................... 38
A. Karakteristik Subjek Penelitian ............................ 38
B. Analisis Hasil ....................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB V PEMBAHASAN ......................................................... .. 42
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ......................................... .. 46
A. Simpulan .............................................................. .. 46
B. Saran .................................................................... .. 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... .. 48
LAMPIRAN ..................................................................................... .. 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Inventori EQ ............................................ 35
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Inklusi ........................ 39
Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Skala L-MMPI ........................ 39
Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Eksklusi ..................... 40
Tabel 4.4 Deskripsi Statistika Hasil Penelitian ....................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Data Pribadi dan Identitas Siswa
Lampiran 2 Kuesioner Skala L-MMPI
Lampiran 3 Skala Inventori EQ
Lampiran 4 Skala T-MAS
Lampiran 5 Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Kuesioner EQ
Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Kuesioner T-MAS
Lampiran 8 Frekuensi Statistika dan Histogram
Lampiran 9 Analisis Data dengan Uji Korelasi Product Moment dari
Pearson Menggunakan SPSS 17.0 for Windows
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS
Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari
SMA Negeri 1 Tanjung Brebes
Lampiran 12 Foto Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam
suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan.
Salah satu bentuk kecemasan yang dialami siswa dalam suatu sekolah
adalah kecemasan menghadapi ujian. Hal ini dikarenakan dalam proses
belajar mengajar, siswa tidak dapat terlepas dari ujian sebagai bahan
evaluasi dari hasil belajar.
Turmudhi (2004) menyatakan bahwa kecemasan siswa yang
terlewat tinggi dalam menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) ataupun
Ujian Akhir Semester (UAS) justru akan menurunkan kinerja otak siswa
dalam belajar. Daya ingat, daya konsentrasi, maupun daya kritis siswa
dalam belajar justru akan berantakan. Jika kecemasan itu sampai
mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu makan, dan
menurunkan kebugaran tubuh, bukan saja kemungkinan gagal ujian justru
semakin besar, tetapi juga kemungkinan siswa mengalami gangguan
psikomatik dan problem dalam berinteraksi sosial.
Menurut Franken, tes atau ujian yang dilakukan sehari-hari di
sekolah juga dipersepsikan sebagai sesuatu yang mengancam dan persepsi
tersebut menghasilkan perasaan tertekan bahkan panik. Keadaan tertekan
dan panik akan menurunkan hasil-hasil belajar (Winarsunu, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Sieber menyatakan kecemasan dalam ujian merupakan faktor
penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi
psikologis seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, takut
gagal, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis
dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik),
seperti gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, gangguan
jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan (Sudrajat, 2008).
Sedangkan Hasan (2007) menyatakan bahwa siswa mungkin
membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat tinggi, sehingga
memicu kecemasannya yang tidak hanya soal yang sulit saja yang tidak
dapat dijawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah
dikuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung
berdebar lebih keras, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa
berkonsentrasi, kesulitan dalam mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur
malam sebelum tes.
Sejak tahun 2003, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Ujian
Nasional sebagai salah satu standar kelulusan siswa SMA/Sederajat. Dari
tahun ke tahun, angka standar kelulusan yang ditetapkan oleh Pemerintah
pun semakin meningkat dan menjadi skor minimal yang harus dipenuhi
siswa sekolah di seluruh Indonesia agar dapat lulus dan melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI No. 59 tahun 2011, tanggal 16 Desember 2011
mengenai Ujian Nasional tahun pelajaran 2011/2012, Ujian Nasional (UN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hasil UN tersebut akan digunakan sebagai
pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk ke jenjang pendidikan
selanjutnya, penentuan kelulusan siswa, dan pertimbangan dalam
pembinaan serta pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan secara nasional.
Meskipun UN masih dalam ruang yang kontroversial, namun
kenyataannya harus tetap diikuti dan tetap berfungsi sebagai pertimbangan
yang dapat memutuskan seorang siswa bernasib baik (lulus) atau buruk
(tidak lulus). Siswa yang bernasib buruk konsekuensinya mengulang satu
tahun lagi untuk selanjutnya mengikuti UN tahun berikutnya atau
mengikuti paket C. Dalam situasi seperti ini, akan muncul perasaan
tertekan, kekhawatiran, dan ketakutan akan kegagalan dalam mengerjakan
UN. Tentu saja derajat kecemasan siswa berbeda-beda. Namun prinsipnya,
tinggi rendahnya kecemasan seorang siswa terhadap sesuatu ditentukan
oleh berat ringannya konsekuensi yang akan diterimanya jika mengalami
kegagalan. Kenyatan tidak lulus dan harus mengulangi kelas XII lagi jika
gagal ujian adalah konsekuensi yang sangat berat bagi siswa yang
berkecenderungan besar menimbulkan kecemasan (Winarsunu, 2009).
Penelitian Hill (1980) yang melibatkan 10.000 ribu siswa sekolah
dasar dan menengah di Amerika menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
yang mengikuti tes gagal menunjukkan kemampuannya yang sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
disebabkan oleh situasi dan suasana ujian yang membuat cemas.
Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika
berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang
membuat siswa berada di bawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama
sekali. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai
materi yang diujikan tapi gagal memperlihatkan kemampuannya yang
sebenarnya karena kecemasan yang dirasakan saat menghadapi Ujian
(Hasan, 2007).
Santrock menjelaskan bahwa beberapa siswa yang berhasil dalam
ujian adalah siswa-siswa yang memiliki taraf kecemasan yang moderat
atau sedang. Sedangkan siswa yang memiliki taraf kecemasan yang tinggi
berhubungan dengan rendahnya nilai ujian yang diperolehnya. Pada
penelitian meta-analitik mengenai kecemasan terhadap ujian yang
dilakukan Hembree ditemukan bahwa 1) siswa perempuan mengalami
kecemasan lebih tinggi dari pada yang laki-laki; 2) kecemasan terhadap
ujian secara langsung berhubungan dengan perasaan tidak suka terhadap
tes, ketakutan dalam mengikuti ujian, dan ketrampilan belajar yang tidak
efektif (Winarsunu, 2009).
Ujian Nasional merupakan salah satu proses belajar di sekolah
yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat
bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam ujian, seseorang harus
memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi
merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut
Binet dalam Winkel (1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk
menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan
penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan
diri secara kritis dan objektif.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering
ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara
dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai
kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang
relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya
relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu
sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang
mempengaruhi. Menurut Goleman (2000), kecerdasan intelektual (IQ)
hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah
sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan
emosi atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri
sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana
hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai
analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh
LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan
seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, membangun
kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis,
dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja
(Goleman, 2002).
Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi
sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan
tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya,
memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan
hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah
mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ
(Goleman, 2002).
Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage
our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression)
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya
memiliki kecerdasan akademis tinggi, orang tersebut cenderung memiliki
rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik
diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan
kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf
kecerdasan emosinya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi
namun taraf kecerdasan emosinya rendah maka cenderung akan terlihat
sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, sering
merasa cemas, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan
kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stres. Kondisi
sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata
namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
Jika seseorang dapat mengenali, meregulasi, dan mengelola emosi
yang muncul, maka persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat
dengan lebih mudah terselesaikan. Kemampuan untuk mengenali perasaan,
meraih, dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual
didefinisikan sebagai kecerdasan emosi (Salovey, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan
antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalan menghadapi Ujian
Nasional pada siswa SMA.
B. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian ini, yaitu: Adakah hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional
2012 pada siswa SMA?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional
2012 pada siswa SMA.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Menambah wawasan psikiatri mengenai apakah ada hubungan
antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
b. Memberikan tambahan informasi ada atau tidaknya hubungan
antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
2. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pembanding atau
pustaka bagi para peminat masalah yang berhubungan dengan
kecerdasan emosi dan kecemasan, atau sebagai bahan penelitian
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kecerdasan Emosi
a. Pengertian Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang
berarti bergerak menjauh. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis (Goleman, 2002).
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator
perilaku dalam arti meningkatkan, tetapi juga dapat mengganggu
perilaku intensional manusia (Prawitasari, 1995).
Menurut Descrates, emosi terbagi atas : desire (hasrat),
hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran), love (cinta) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga
macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), love
(cinta). Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam
emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
1) Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
2) Kesedihan : pedih, sedih, muram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa
3) Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut
sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
4) Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang,
terhibur, bangga
5) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan
hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
6) Terkejut : terkesiap, terkejut
7) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8) malu : malu hati, kesal
Menurut Mayer, orang cenderung menganut gaya-gaya
khas dalam menangani dan mengatasi emosinya, yaitu : sadar diri,
tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat
keadaan itu, maka penting bagi setiap individu memiliki
kecerdasan emosi agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak
menjadikan hidup yang dijalani menjadi sia-sia (Goleman, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk
merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar dirinya.
b. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi dikendalikan oleh proses pematangan
dan proses belajar. Perkembangan emosi sesuai dengan
pertumbuhan fisik dan psikis, semakin bertambahnya usia
seseorang diharapkan semakin mampu mengontrol emosi yaitu
adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi yang
merupakan bagian integral dari keseluruhan pribadi sehingga
mampu menyatakan emosi secara tepat dan wajar (Hurlock,
1999).
c. Pengertian Kecerdasan Emosi
Istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada
tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University
dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk
menerangkan kualitas-kualitas emosi yang tampaknya penting
bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi atau
yang sering disebut EQ sebagai :
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan.” (Shapiro, 1998).
Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu
peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak
sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosi.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara
dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.
Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.
(Shapiro, 1998).
Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosi
diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi
Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000).
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind
(Goleman, 2000) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis
kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan
emosi.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari:
”kecerdasan antarpribadi yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain, apa yang memotivasi dirinya, bagaimana dirinya
bekerja, bagaimana bekerja bahu-membahu dengan kecerdasan.
Sedangkan kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang
korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah
kemampuan membentuk suatu model diri-sendiri yang teliti dan
mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal
tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.”
(Goleman, 2002).
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti
kecerdasan antarpribadi itu mencakup “kemampuan untuk
membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati,
temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan
antarpribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri,
kecerdasan mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri
seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan
tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.
(Goleman, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner
tersebut, Salovey (Goleman, 2002) memilih kecerdasan
interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan
sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosi pada diri
individu. Menurutnya, kecerdasan emosi adalah kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.
Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial.
Menurut Mayer dan Caruso (2002), kecerdasan emosi
memiliki dua sisi penting dalam perkembangannya. Pada satu sisi
kecerdasan emosi melibatkan akal untuk memahami emosi, di sisi
lain melibatkan emosi itu sendiri untuk dapat mencapai sistem
intelektual dan menyempurnakan pemikiran kreatif serta berbagai
gagasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan
emosi adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan
(kerjasama) dengan orang lain.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Goleman mengutip Salovey (2002) menempatkan
kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang
kecerdasan emosi yang dicetuskannya dan memperluas
kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
1) Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu
kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan
emosi, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai
metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada terhadap
suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran
emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi (Goleman, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu
dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat
atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi.
Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau
lama akan mengoyak kestabilan orang (Goleman, 2002).
Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri-
sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang
menekan.
3) Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi
dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk
menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu
antusianisme, gairah, optimis, dan keyakinan diri.
4) Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut
juga empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang
untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal
sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga dirinya lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan
orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non
verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosi, lebih
populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman,
2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak
yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi
dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman,
2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga
memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka
pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui
emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai
kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
5) Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan
suatu keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi (Goleman, 2002).
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga
memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina
hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang
berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi
dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena
kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002).
e. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Menurut Salovey dan Mayer, kualitas emosi yang tercakup
dalam kecerdasan emosi (EQ) meliputi: empati, mengungkapkan
dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan
memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan, dan sikap hormat (Saphiro, 1997). Sedangkan Reuver
Bar On membagi kecerdasan emosi ke dalam lima area atau
ranah, yaitu intrapribadi, antarpribadi, penyesuaian diri,
pengendalian stres, dan ranah suasana hati (optimisme dan
kebahagiaan) (Stein, 2002).
Senada dengan Reuven Bar On, Salovey membagi
kecerdasan emosi menjadi lima wilayah pula, yaitu : 1) mengenali
emosi diri, yakni suatu kemampuan memantau perasaan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
waktu ke waktu; 2) mengelola emosi sehingga perasaan dapat
terungkap dengan tepat, ini merupakan sebuah kecakapan yang
tergantung pada kesadaran diri; 3) memotivasi diri sendiri,
kendali diri dari emosi, menahan diri terhadap kepuasan, dan
mengendalikan dorongan hati; 4) mengenali emosi orang lain,
misalnya empati yang merupakan keterampilan dalam bergaul
sangatlah bergantung pada kecerdasan emosi; dan 5) membina
hubungan yang sebagian besar merupakan keterampilan
mengelola emosi orang lain (Goleman, 2002).
2. Kecemasan
a. Definisi
Istilah kecemasan atau anxietas mulai diperbincangkan
pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas dalam bahasa Indo
Jerman adalah “angh” yang dalam bahasa Latin berhubungan
dengan kata “angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina.”
Kesemuanya mengandung arti “sempit” atau “konstriksi” (Idrus,
2006).
Kecemasan adalah status perasaan tidak menyenangkan
yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi
bahaya yang tidak riil atau yang tak terbayangkan, secara nyata
disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui. Penyerta
fisiologis berupa denyut jantung bertambah cepat, kecepatan
pernapasan tidak teratur, berkeringat, gemetar, lemas, dan lelah ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
penyerta psikologis meliputi perasaan-perasaan akan ada bahaya,
tidak berdaya, terancam, dan takut (Dorland, 2006).
Menurut Hutagalung (2007) kecemasan adalah perasaan
yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu,
dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai
dengan satu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang
akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat
berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sakit kepala, rasa ingin buang air kecil atau buang air
besar, perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak atau gelisah.
Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah
yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan
gelisah atau resah), maupun respon fisiologis tertentu. Kecemasan
bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang
berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan
adanya kekhawatiran karena tidak dapar memprediksi atau
mengontrol kejadian yang akan datang (Durland dan Barlow,
2007).
Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis
yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan.
Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian
besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon
emosi terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap
patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian
tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005).
Walaupun merupakan hal yang normal dialami, tetapi kecemasan
tidak boleh dibiarkan karena lama-kelamaan dapat menjadi
neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan
akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi
dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat
menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk
mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas (Maramis,
2005).
b. Epidemiologi
Beberapa kelompok yang mempunyai risiko mengalami
gangguan kecemasan adalah usia muda, wanita, mempunyai
masalah sosial, dan yang sebelumnya pernah mempunyai masalah
psikiatrik (House dan Stark, 2002).
Survai terkini di Amerika pada tahun 1996 melaporkan
bahwa 15-33% pasien yang datang berobat ke dokter nonpsikiater
merupakan pasien dengan gangguan mental. Dari jumlah tersebut
minimal sepertiganya menderita gangguan kecemasan (Romadhon,
2002).
Beberapa tahun yang lalu, hasil penelitian yang pernah
dilakukan pada kelompok perempuan yang tinggal di rumah susun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Klender Jakarta Timur, menunjukkan prevalensi gangguan anxietas
sebesar 9,8%. Penelitian lainnya yang dilakukan pada sejumlah
karyawan pada tingkat eksekutif di beberapa instansi pemerintah,
maupun instansi swasta di Jakarta, menunjukkan prevalensi fobia
sosial (satu di antara gangguan anxietas), sebesar 10-16%.
Penelitian yang dilakukan pada kelompok laki-laki dan perempuan
pada murid SMA di dua kawasan Jakarta yaitu Jakarta Selatan dan
Jakarta Utara, prevalensi anxietas sebesar 8-12% (Ibrahim, 2002).
Paparan di atas menunjukkan bahwa gangguan anxietas di
Indonesia terutama di Kota Jakarta, menunjukkan prevalensi yang
jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata umum (Ibrahim, 2002).
c. Etiologi
Menurut Trismiati (2004), sumber-sumber ancaman yang
dapat menimbulkan kecemasan bersifat lebih umum. Dapat berasal
dari berbagai kejadian dalam kehidupan atau dalam diri seseorang
itu sendiri.
Beberapa macam teori penyebab kecemasan yaitu :
1) Teori psikoanalitik: Freud menyatakan bahwa kecemasan
sebagai sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil
tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. Misalnya
dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka
terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya
gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain
misalnya konvensi.
2) Teori perilaku: teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan
adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli
lingkungan spesifik. Contoh: seseorang dapat belajar untuk
dapat memiliki respon kecemasan internal dengan meniru
respon kecemasan orang tuanya.
3) Teori eksistensial: konsep dan teori ini adalah bahwa seseorang
menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol di
dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada
penerimaan tentang kenyataan/kematian seseorang yang tidak
dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap
kehampaan eksistensi tersebut.
4) Sistem saraf otonom: stimuli sistem saraf otonom
menyebabkan gejala tertentu. Sistem kardiovaskular: takikardi,
muskular nyeri kepala; gastrointestinal: diare.
5) Neurotransmiter: tiga neurotransmiter utama yang
berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian pada
binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu norepinefrin,
serotonin dan gamma-aminobutyric acid.
6) Penelitian genetika: penelitian ini mendapatkan hampir
separuh dan semua pasien dengan gangguan panik memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita
gangguan.
7) Penelitian pencitraan otak: contohnya pada gangguan anxietas
didapati kelainan di korteks frontalis, oksipital, temporalis.
Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para
hipokampus (Hutagalung, 2007).
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Dalam kehidupan, siswa dipengaruhi oleh keluarganya.
Pada berbagai penelitian telah dikemukakan bahwa siswa yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik akan
mengalami gangguan kepribadian yang menjadi kepribadian anti
sosial dan berperilaku menyimpang dibandingkan dengan siswa
yang dibesarkan dalam lingkungan harmonis (Hawari, 1997).
Kriteria keluarga yang tidak sehat menurut para ahli adalah:
1) Keluarga yang tidak utuh (broken home by death or
separation).
2) Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan
orang tua dan anak di rumah.
3) Hubungan interpersonal antaranggota keluarga (ayah, ibu, dan
anak) yang tidak baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4) Jumlah saudara yang terlalu banyak menjadikan kasih sayang
orang tua tercurahkan semakin sedikit (Hawari, 1997).
Kualitas kesehatan siswa juga mempengaruhi timbulnya
kecemasan, antara lain :
1) Gaya hidup, misalnya merokok, olah raga, penggunaan
alkohol.
2) Status ekonomi sosial dimana terdapat hubungan yang positif
antara status ekonomi dan kesehatan mental.
3) Jenis kelamin, dimana wanita lebih sering mencari pelayanan
kesehatan daripada laki-laki.
4) Lingkungan, gangguan mental bisa timbul misalnya dari
masyarakat pinggiran kota yang berpindah ke kota (Kaplan dan
Saddock, 1997).
e. Manifestasi Klinis
Penderita tegang terus-menerus dan tidak mau santai,
pemikirannya penuh tentang kekhawatiran. Kadang-kadang
bicaranya cepat, tetapi terputus-putus. Pada pemeriksaan fisik
terdapat nadi yang sedikit lebih cepat. Gejala-gejala lain seperti
depresi, amarah, perasaan tidak mampu, dan gangguan
psikosomatik (Maramis, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gangguan kecemasan menimbulkan sejumlah gejala pada:
1) Sistem urogenital dengan sering ingin kencing, atau bahkan
sulit kencing.
2) Sistem kardiovaskuler (jantung dan sistem pembuluh darah)
dengan gejala darah tinggi, keringat dingin, debaran jantung
berdetak lebih kencang, sakit kepala, kaki, dan tangan terasa
dingin.
3) Sistem gastrointestinal: diare, kembung, lambung terasa perih,
perasaan sebah. Kemungkinan dapat terjadi obstipasi.
4) Sistem respiratorius ditandai dengan gejala susah bernapas dan
hidung tersumbat.
5) Gangguan pada sistem muskuloskeletal dalam bentuk kejang-
kejang pada otot, gangguan pada sendi (mirip gejala rematik).
6) Gangguan psikologis dengan tanda-tanda akan pingsan, takut
sekali akan menjadi gila, dan takut mati. Gejala psikologis
lainnya berupa derealisasi (merasa apa yang di luar dirinya
berubah menjadi lain), serta dengan gejala depersonalisasi
(dirinya bukan dirinya).
7) Gangguan anxietas cenderung menimbulkan kebingungan,
disertai distorsi persepsi, gangguan orientasi (ruang dan
waktu). Distorsi yang semacam ini akan mengganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kemampuan untuk memusatkan perhatian dan kemampuan
asosiatif (Ibrahim, 2002).
f. Diagnosis
Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan berdasarkan gejala-
gejala yang muncul sesuai dengan kriteria Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III atau dengan
menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA), The
Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS), dan instrumen lainnya.
B. Kerangka Pemikiran
Tidak Mampu Mampu
Kecemasan
Tinggi
Kecemasan
Rendah
Memahami perasaan Mengenali emosi diri
Mengendalikan amarah Mengelola emosi
Mandiri Memotivasi diri sendiri
Menyesuaikan diri (Salovey – Goleman, 2002)
(Salovey & Mayer – Saphiro, 1997)
Mempertahankan sikap positif masa sulit
Bertahan meghadapi stress
Mengendalikan impuls
Optimisme
(Reuven Bar On – Stein, 2000)
Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung Brebes
Menghadapi Ujian Nasional
Kecerdasan
Emosi Rendah
Kecerdasan
Emosi Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Hipotesis
Ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan
antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (efek) yang
diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurohman, 2004).
Dalam studi ini, variabel bebas dan terikat dinilai secara simultan pada
suatu saat. Jadi, tidak ada follow up pada studi ini (Pratiknya, 2001).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Tanjung Brebes dengan
alasan :
1. SMA Negeri 1 Tanjung Brebes belum pernah menjadi sampel dalam
penelitian sejenis
2. Kemudahan akses dalam pengambilan data
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1
Tanjung Brebes Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan kriteria sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
1. Kriteria inklusi :
a. berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
b. usia 17-20 tahun
c. masih mempunyai dua orang tua secara lengkap
d. tidak terjadi kecelakaan atau kematian anggota keluarga dalam
kurun waktu 3 bulan
e. jumlah saudara kandung tidak lebih dari 3 orang
f. tidak ada masalah ekonomi dalam keluarga
2. Kriteria eksklusi :
a. siswa memiliki skor L-MMPI ≥ 10
b. siswa dengan stressor psikososial yang tinggi/psikotik/depresi berat
c. siswa dengan cacat tubuh, penyakit fisik yang berat atau menahun
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Teknik
ini termasuk dalam non-probability sampling dimana pemilihan
subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi (Taufiqurohman, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Menurut patokan umum atau rule of thumb, setiap penelitian yang
dianalisis dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30
sampel subjek penelitian (Murti, 2006).
E. Desain Penelitian
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : kecerdasan emosi
2. Variabel terikat : kecemasan
Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Tanjung Brebes
Purposive Sampling
Subjek Penelitian
Kecerdasan Emosi dengan Menggunakan Skala Inventori Kecerdasan Emosi
dan Kecemasan dengan Menggunakan Skala T-MAS
Analisis Korelasi Product Moment dari Pearson
Skor Skala
L-MMPI < 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3. Variabel luar
a. Terkendali : kelengkapan orang tua, penyakit menahun,
kecacatan tubuh, jumlah saudara kandung, masalah ekonomi
keluarga, dan kematian anggota keluarga.
b. Tidak terkendali : faktor genetik, gaya hidup, stressor
psikososial yang tinggi/psikotik/depresi berat.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan
untuk mengenali perasaan baik diri sendiri maupun orang lain dan
kemampuan mengendalikan perasaan dengan baik sehingga mampu
untuk melakukan hubungan sosial yang sehat dengan orang lain dan
mampu mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.
Nilai kecerdasan emosi diperoleh dari skor jawaban subjek pada skala
EQ. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh subjek maka semakin
tinggi kecerdasan emosi, demikian pula sebaliknya.
Skala kecerdasan emosi termasuk dalam skala interval.
2. Variabel Terikat
Kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas
respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang tidak riil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
atau yang tak terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik
intrapsikis yang tidak diketahui.
Nilai kecemasan diukur dengan menggunakan skala TMAS, sebagai
cut off point yaitu:
a. cemas : bila skor TMAS ≥ 21
b. tidak cemas : bila skor TMAS < 21
Skala kecemasan termasuk dalam skala interval.
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Mengingat
pengukuran dalam penelitian ini adalah kuantitatif maka kuesioner yang
digunakan merupakan skala psikologi sehingga setiap respon terhadap
jawaban dapat diberi skor melalui proses penskalaan (scalling) (Saifuddin,
2003).
1. Kuesioner data pribadi dan identitas siswa
2. Skala L-MMPI
Kuesioner Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality
Inventory (L-MMPI) merupakan skala validitas yang berfungsi utuk
mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau
ketidakjujuran subjek penelitian. Tes ini bertujuan untuk menguji
ketidakjujuran responden. Responden harus menjawab “ya” bila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
pernyataan tersebut sesuai dengan dirinya dan “tidak” bila sebaliknya.
Menurut Handi (2004), nilai batas skala adalah 10, sehingga jika
responden memiliki skor ≥ 10, maka data yang diukur dari responden
tersebut dinyatakan invalid dan tidak diolah/diikutkan dalam penelitian.
3. Skala Inventori Kecerdasan Emosi/Emotional Quotient (EQ)
Peneliti menggunakan Skala Inventori EQ yang telah digunakan
oleh Martina (2007) yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan
emosi menurut Salovey dan Mayer (2007), yaitu meliputi kemampuan
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri-sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Skala ini telah
divalidasi oleh Martina (2007) dalam penelitiannya yang berjudul
Hubungan antara Pola Attachment dengan Kecerdasan Emosi pada
Remaja dengan item valid sebanyak 40 item. Pada penelitian Martina
(2007) didapatkan koefisien korelasi validitas rxy = 0,507 dengan p <
0,05 dan koefisien reliabilitas r xx = 0,878.
Kuesioner ini terdiri dari dua macam pernyataan yaitu
pernyataan favourable dan unfavourable. Favourable adalah pernyataan
yang mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya atribut yang
diukur. Item favourable sebanyak 20 pernyataan dan unfavourable
sebanyak 20 pernyataan. Adapun Blue print Skala Inventori EQ adalah
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Inventori EQ
Jenis Item Nomor Item Jumlah
Favourable
Unfavourable
1, 2, 3, 4, 5, 11, 12, 13, 14, 15, 21,
22, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, 35
6, 7, 8, 9, 10, 16, 17, 18, 19, 20, 26,
27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 40
20
20
Total 40
Dalam alat ukur ini digunakan skala: Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor
untuk setiap subjek didasarkan atas sifat pernyataan dan alternatif
jawaban yang dipilih. Untuk pernyataan yang bersifat favourable adalah
Sangat Setuju bernilai 4, Setuju bernilai 3, Tidak Setuju bernilai 2, dan
Sangat Tidak Setuju bernilai 1. Sedangkan untuk pernyataan yang
bersifat unfavourable adalah Sangat Setuju bernilai 1, Setuju bernilai 2,
Tidak Setuju bernilai 3, dan Sangat Tidak Setuju bernilai 4.
4. Skala T-MAS
Kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS) adalah
instrumen pengukuran kecemasan. T-MAS berisi 50 butir pernyataan,
dimana responden menjawab “ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dirinya, dengan memberi tanda () pada kolom jawaban “ya” atau tanda
(X) pada kolom jawaban “tidak”. Kuesioner T-Mas terdiri atas 13
pernyataan unfavourable (pernyataan no. 3, 4, 8, 12, 15, 18, 20, 25, 29,
38, 43, 44, 50) dan 37 pernyataan favourable (pernyataan no. 1, 2, 5, 6,
7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33,
34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, 49). Setiap jawaban dari
pernyataan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk
jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk
jawaban “tidak” dan 0 untuk jawaban “ya”. Sebagai cut off point adalah
sebagai berikut:
a. Skor < 21 berarti tidak cemas
b. Skor ≥ 21 berarti cemas
Suatu skala atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran
tersebut. T-MAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi,
tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam
mengisinya (Azwar, 2007).
I. Cara Kerja
1. Responden mengisi kuesioner data pribadi dan identitas siswa.
2. Responden mengisi kuesioner L-MMPI sehingga bisa dinilai
kejujurannya dalam mengisi kuesioner selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3. Responden dengan skor L-MMPI < 10 dan memenuhi kriteria inklusi
dijadikan sebagai subjek penelitian.
4. Responden mengisi kuesioner EQ dan T-MAS sehingga bisa diketahui
kecerdasan emosi dan tingkat kecemasannya.
5. Semua data primer dianalisis. Skor dari skala tiap variabel dilakukan
uji korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan
Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17.0 for Windows.
J. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan emosi
dengan kecemasan, dilakukan analisis statistik dengan analisis korelasi
product moment dari Pearson. Analisis korelasi ini ditujukan untuk
menguji hubungan antara variabel yang sesuai dengan rancangan analisis.
Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p. Terdapat korelasi
yang bermakna antara dua variabel yang diuji jika nilai p < 0,05 dan tidak
terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji jika nilai p
> 0,05. Teknik korelasi product moment dari Pearson digunakan dengan
alasan praktis dan variabel penelitian adalah dua variabel dengan skala
interval yang diukur pada subjek yang sama (Dahlan, 2011; Mawarni,
2002; Hartono, 2009; Riyanto, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data pada penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Tanjung
Kabupaten Brebes, dilakukan pada kelas XII IPA sebanyak 2 rombongan belajar
dan kelas XII IPS sebanyak 5 rombongan belajar. Jumlah responden atau subjek
penelitian sebanyak 287 siswa. Pelaksanaan pengambilan data yaitu pada hari
Selasa tanggal 10 April 2012, dilakukan satu minggu sebelum pelaksanakan Ujian
Nasional 2012. Waktu pelaksanaan yaiu dari pukul 08.30 s.d. pukul 11.30 dengan
dibantu oleh dua orang bapak Ibu guru pengajar SMA Negeri 1 Tanjung Brebes.
Pengambilan data meliputi: Kuesioner Biodata Responden yaitu data
identitas siswa dan data pribadi siswa, Kuesioner L-MMPI, Skala Inventori
Kecerdasan Emosi/EQ, dan Kuesioner T-MAS.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling setelah
memenuhi kriteria siswa kelas XII berjenis kelamin laki-laki atau perempuan,
berusia 17-20 tahun, masih mempunyai dua orang tua secara lengkap, tidak terjadi
kecelakaan atau kematian anggota keluarga dalam kurun waktu 3 bulan, jumlah
saudara kandung tidak lebih dari 3 orang, dan tidak ada masalah ekonomi dalam
keluarga.
Jumlah responden pada penelitian ini yaitu sebanyak 287 siswa dengan
rincian 93 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 194 siswa berjenis kelamin
perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Kriteria Inklusi
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Inklusi
No Uraian Kriteria Frekuensi Persentase (%)
1 Usia responden 17-20 tahun 287 100
2 Masih mempunyai dua orang tua
secara lengkap
272 94,77
3 Tidak terjadi kecelakaan atau
kematian anggota keluarga dalam
kurun waktu 3 bulan
276 96,17
4 Jumlah saudara kandung tidak lebih
dari 3 orang
218 75,96
5 Tidak ada masalah ekonomi dalam
keluarga
183 63,76
2. Skala L-MMPI
Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Skala L-MMPI
No Skala Frekuensi Persentase (%)
1 L-MMPI < 10 203 70,73
2 L-MMPI ≥ 10 84 29.27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
3. Kriteria Eksklusi
Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kriteria Eksklusi
No Uraian kriteria Frekuensi Persentase (%)
1 Siswa memiliki skor L-MMPI ≥ 10 84 29,27
2 Siswa dengan stressor psikososial yang
tinggi/psikotik/depresi berat
15 5,23
3 Siswa dengan cacat tubuh atau penyakit
fisik yang berat dan menahun
23 8,01
B. Analisis Hasil
Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1
Tanjung Brebes yaitu sebanyak 287 siswa, dimana yang memenuhi kriteria
inklusi sebanyak 68 siswa dan yang memenuhi skor Skala Inventori L-
MMPI < 10 sebanyak 51 siswa. Jadi, jumlah data yang danalisis sebanyak
51 subjek penelitian. Data diolah dengan menggunakan SPSS 17.0 for
Windows.
Hasil Output Frekuensi Statistika disajikan dalam Lampiran 8.
1. Deskripsi Statistika Hasil Penelitian Masing-Masing Variabel
Tabel 4.4 Deskripsi Statistika Hasil Penelitian
No Variabel Frek. Rata-rata Std Deviasi Minim. Maks.
1 Kecerdasan
Emosi
51 117,31 9,02 97 135
2 Kecemasan 51 23,88 5,52 12 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2. Hasil Uji Korelasi Product Moment dari Pearson
Analisis uji korelasi Product Moment dari Pearson didapatkan hasil
r = - 0, 681 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian α < 0,01;
r = negatif, Hipotesis diterima.
Jadi, ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA.
Hasil Output Analisis Korelasi disajikan dalam Lampiran 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB V
PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis dengan korelasi Product Moment dari Pearson
menunjukkan adanya hubungan negatif yang cukup kuat antara variabel nilai
kecerdasan emosi/Emosional Quotient (EQ) dan kecemasan, karena r = - 0, 681
dan nilai signifikan 0,000 (α < 0,01). Korelasi negatif dan signifikan (r mendekati
-1), menunjukkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Jadi, ada
hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi
Ujian Nasional pada siswa SMA, yaitu bahwa jika semakin tinggi kecerdasan
emosi maka tingkat kecemasan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah
kecerdasan emosinya semakin tinggi kecemasannya.
Emotional Quotient (EQ) dalam literatur berbahasa Indonesia disebut
sebagai Kecerdasan Emosi. Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere,
yang berarti bergerak menjauh. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University
of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosi yang tampaknya
penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi
atau yang sering disebut EQ sebagai :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,
memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan ” (Shapiro, 1998).
Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu, peranan lingkungan terutama
orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur
kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. (Goleman,
2002).
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,
emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga
dapat mengganggu perilaku intensional manusia (Prawitasari, 1995).
Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang
terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang tidak riil
atau yang tak terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik intrapsikis yang
tidak diketahui. Penyerta fisiologis berupa denyut jantung bertambah cepat,
kecepatan pernapasan tidak teratur, berkeringat, gemetar, lemas, dan lelah ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
penyerta psikologis meliputi perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya,
terancam, dan takut (Dorland, 2006).
Perasaan cemas bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif,
sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah), maupun respon
fisiologis tertentu. Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana
hati yang berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai dengan
adanya kekhawatiran karena tidak dapar memprediksi atau mengontrol kejadian
yang akan datang (Durland dan Barlow, 2007).
Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi
kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam
dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan
respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari
luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana
mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan
yang wajar (Maramis, 2005). Walaupun merupakan hal yang normal dialami,
tetapi kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama-kelamaan dapat menjadi
neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang
berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak
disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan
mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas
(Maramis, 2005).
Sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah diutarakan bahwa Siswa
SMA kelas XII dalam menghadapi Ujian Nasional yang tidak mampu memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
perasaan, mengendalikan amarah, mandiri, mengenali dan mengelola emosi,
mempertahankan sikap positif masa sulit mengendalikan impuls yang berarti
Kecerdasan Emosi Rendah maka Kecemasan Tinggi sedangkan siswa SMA yang
Kecerdasan Emosinya tinggi mampu memahami perasaan, mengendalikan
amarah, mandiri, mengenali dan mengelola emosi, mempertahankan sikap positif
masa sulit mengendalikan impuls maka kecemasan rendah.
Hasil penelitian ini telah memperhitungkan variabel-variabel luar yang
mempengaruhi. Dari 287 subjek hanya 51 subjek yang memenuhi syarat untuk
diteliti, sehingga diperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam
menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA. Korelasi negatif yang
signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan pada 51 siswa SMA
Negeri 1 Tanjung Brebes dalam menghadapai Ujian Nasional tahun
pelajaran 2011/2012 dengan nilai koefisien korelasi r = - 0,681 dan nilai sig
= 0,000 , karena r = - 0, 681 mendekati -1 menunjukkan hubungan ini
cukup kuat. Jadi, semakin tinggi kecerdasan emosi maka tingkat kecemasan
semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka
semakin tinggi kecemasannya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran
penulis adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat adanya keterbatasan
dalam penelitian ini, antara lain jumlah subjek penelitian hanya 51,
serta pengambilan data yang hanya dilakukan sekali dalam satu
waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memperhatikan faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang.