Upload
doanmien
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSI
PENYIMPANGAN PERILAKU ORGANISASI PADA ANGGOTA
ORGANISASI MENEMBAK DI KOTA SALATIGA
OLEH
SIMON SATRIO PRIAMBODHO
802008021
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSI
PENYIMPANGAN PERILAKU ORGANISASI PADA ANGGOTA
ORGANISASI MENEMBAK DI KOTA SALATIGA
Simon Satrio Priambodho
Sutarto Wijono
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan kontrol diri dengan intensi
penyimpangan perilaku organisasi pada anggota organisasi menembak di kota Salatiga.
Penelitian ini menggunakan teknik purposif sampling dimana penelitian ini dilakukan
kepada anggota organisasi menembak di Salatiga. Jumlah keseluruhan subyek penelitian
sebanyak 44 orang. Variabel-variabel penelitian diukur dengan menggunakan kuisioner,
yaitu skala kontrol diri yang terdiri dari 31 item. Skala intensi penyimpangan perilaku
organisasi yang terdiri dari 42 item. Alat ukur intensi penyimpangan perilaku dibuat
berdasarkan aspek-aspek intensi dari Fishbein & Ajzen (1975), antara lain : tindakan,
sasaran, konteks dan waktu. Sementara itu untuk kontrol diri menggunakan aspek-aspek
kontrol diri dari Averill (1973). Kontrol diri disebut sebagai personal control, yang
terdiri dari kontrol perilaku, kontrol kognitif dan mengontrol keputusan. Hasil analisa
korelasi yang menggunakan rumus Pearson Product Moment dari Pearson, menunjukan
bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan intensi
penyimpangan perilaku organisasi pada anggota organisasi menembak. Dengan r
sebesar -0,693 (p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri, maka semakin
rendah intensi penyimpangan perilaku organisasi pada anggota organisasi menembak
dan sebaliknya. Variansi skor intensi penyimpangan perilaku organisasi dapat dijelaskan
variabel kontrol diri sebesar 48% (r2 = -0,693)
Kata kunci : intensi penyimpangan perilaku organisasi, kontrol diri,
organisasi menembak
ii
Abstract
The purpose of this study was to examine the relationship of self-control with the
intention of deviant behavior in the organization of shooting organization’s members in
Salatiga. This study using purposive sampling technique in which the study was
conducted to members of shooting organizations in Salatiga. The total number of
research subjects as many as 44 people. Research variables were measured using a
questionnaire, which is self-control scale consisting of 31 items. Deviant behavior
intention scale organization consisting of 42 items. Measuring tool intention of deviant
behavior is based on aspects intention of Fishbein and Ajzen (1975), among others:
action, target, context and time. Meanwhile for self-control using self-control aspects of
Averill (1973). Self-control is referred to as personal control, which consists of
behavioral control, cognitive control and decision control. Results of correlation
analysis using the formula Pearson Product Moment of Pearson, shows that there is a
significant negative relationship between self-control with the intention of deviant
behavior in the organization of the organization's members to shoot. With r equal to -
0.693 (p <0.05). This means that the higher self-control, the lower the intention of
deviant behavior in the organization of shooting organization’s members and vice versa.
Variance intention deviation scores of organizational behavior self-control variable can
be explained by 48% (r2 = -0.693)
Keywords: self control, deviant organization behavior, shooting organization
1
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai macam cabang olahraga, baik olahraga yang
masuk dalam olimpiade maupun olahraga non-olimpiade. Beberapa contoh cabang
olahraga olimpiade yaitu olahraga air, atletik, panahan, bulu tangkis, tinju, anggar,
sepakbola, angkat besi, menembak, dan lainnya. Sementara itu olahraga non-
olimpiade yaitu baseball, sepatu roda, selam, kartu, catur, panjat tebing dan
lainnya. Semua cabang olahraga tersebut memiliki organisasi yang menaungi.
Penulis tertarik pada salah satu cabang olahraga, yaitu menembak. Olahraga
menembak memiliki organisasi yang disebut Persatuan Menembak dan Berburu
Indonesia, yang disingkat Perbakin (http://koni.or.id/pages/read/cabang-olahraga ).
Perbakin merupakan organisasi olahraga menembak yang diakui oleh
komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpic Indonesia
(KOI) yang juga merupakan Badan Pembina olahraga menembak. Secara umum
perbakin terdiri dari tiga (3) bidang menembak yakni : 1.Bidang Tembak Berburu,
Bidang Tembak Sasaran dan Bidang Tembak Reaksi. Adapun dua sub bidang
menembak yang diakomodir oleh perbakin adalah pertama Metallic Silhouette
yang berinduk pada bidang tembak berburu dan Kedua, Airsoft Gun yang berinduk
pada bidang tembak reaksi.
Berdasarkan perkap Kapolri nomor 8 bulan februari tahun 2012 tentang
penggunaan Airsoft gun pada pasal 4. 1.c dan pasal 4.4 dimana penggunaan
Airsoft Gun hanya untuk olahraga tembak reaksi. Dengan demikian jenis kegiatan
yang diwadahi adalah AAIPSC (ActionAir International Practical Shooting
Confederation). Selanjutya diikuti dengan terbitnya Surat Ba.Intelkam nomor
2
B/744/XI/2012 tanggal 30 November 2012 perihal penghentian sementara
kegiatan yang menggunakan airsoft gun. Oleh sebab itu kegiatan AAIPSC pun ikut
terhenti sampai dikeluarkannya surat baru khusus untuk kegiatan AAIPSC
(AirAction International Practical Shooting Confederation). Namun,
penyalahgunaan senapan olahraga seperti airsoftgun, airgun dan senapan angin
kerap diberitakan melalui media elektronika. Beberapa berita dari media
elektronika dan juga observasi peneliti tentang penyalahgunaan senapan olahraga
pada tahun 2012-2015 dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Tabel Penyalahgunaan Senapan Olahraga
(Penyimpangan Perilaku Organisasi Pada Anggota Organisasi Menembak)
Waktu Penyalahgunaan Senapan Olahraga
Sumber
4-8-2012 Empat halte Bus Trans Jakarta ditembaki orang
menggunakan senapan angin.
News.detik.com (2012)
5-8-2013 Pengemudi mobil Avanza emosi, menembak kaca mobil
travel Joglo Semar menggunakan Airgun.
Tempo.co (2013)
6-9-2013 Montir Las Truk ditangkap petugas Reskrim Polres
Bogor karena membawa airgun tanpa dilengkapi izin.
Tribunnews.com (2013)
10-11-2013 Oknum Polisi menembakkan airgun ke warga yang
hendak menolong korban pengeroyokan dan menakut-
nakuti warga lainnya dengan menodongkan airgun
supaya tidak menolong korban pengeroyokan.
Beritasatu.com (2013)
29-11-2013 Seorang mahasiswa di Aceh diberondong sembilan kali
tembakan airgun oleh dua orang tak dikenal.
Tribunnews (2013)
6-3-2014 Danang Sutowijoyo, penembak anak kucing dilaporkan
ke Polres Sleman oleh organisasi pelindung satwa,
Animal Defenders.
News.detik.com (2014)
11-10-2014 Perampok marah diteriaki “maling”, korbannya
ditembak menggunakan airsoftgun.
Tribunnews.com (2014)
2-12-2014 Seorang PNS diancam dan ditembak pada bagian paha
menggunakan senapan angin oleh warga sekampungnya.
Balipost.com (2014)
11-12-2014 Empat orang diamankan karena melakukan perburuan
liar di Taman Nasional Meru Betiri
News.detik.com (2014)
27-1-2015 Penembakan burung elang menggunakan senapan angin
yang dipublikasikan fotonya melalui media jejaring
sosial facebook.
Observasi Peneliti (2015)
14-2-2015 Oknum anggota Perbakin menjadi tersangka atas
perburuan gading gajah di Riau
Republika.co.id (2015)
12-3-2015 Penembakan burung elang menggunakan senapan angin
yang dipulikasikan fotonya melalui media komunikasi
elektronik blackberry messanger.
Observasi Peneliti (2015)
3
Beberapa kasus tersebut melanggar Peraturan Kapolri No.8 2012 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga, juga
telah melanggar Sapta Etika Perbakin (Persatuan Menembak dan Berburu
Indonesia), melanggar Pasal 6 Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 18/Menhut-
II/2010 Tentang Surat Izin Berburu Dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu, dan
juga Pasal 302 ayat:2 KUHP Tentang Perlindungan Hewan.
Fenomena di atas menunjukkan adanya masalah tentang penyimpangan
perilaku organisasi pada anggota organisasi menembak di Indonesia. Masalah
yang penulis maksud yaitu adanya kecenderungan penyalahgunaan senapan
olahraga menembak. Penyalahgunaan senapan olahraga artinya melanggar
peraturan organisasi. Penyimpangan perilaku organisasi menembak ini bersifat
negatif, maka dapat berbahaya bagi organisasi itu sendiri. Akibat dari
penyimpangan perilaku anggota dalam organisasi yang dapat menimbulkan
jatuhnya organisasi tersebut. Kejatuhan organisasi dapat diidentifikasi mulai dari
organisasi yang berfungsi dengan baik menjadi organisasi beracun yang merusak
anggota dan juga pemimpinnya (Sims, 1992).
Penelitian tentang penyimpangan perilaku organisasi penting dilakukan,
baik bagi sesama anggota organisasi, organisasi itu sendiri, termasuk juga
masyarakat. Litzky, Eddleston, & Kidder (2006) mencatat bahwa 30 persen dari
semua kegagalan bisnis disebabkan oleh penyimpangan perilaku seperti pencurian,
penyalahgunaan hak istimewa, dan kurangnya memperhatikan pengendalian biaya
atau kualitas. Penelitian tentang penyimpangan perilaku juga telah dilakukan di
Amerika. Kerugian yang dialami organisasi diperkirakan berkisar 6 – 200 miliyar
Dolar Amerika (Murphy, 1993). Organisasi beracun dapat dapat mendorong
4
anggota untuk terlibat dalam perilaku yang melanggar norma dimana hal ini
menyangkut tentang mental dasar. (Appelbaum et all., 2005). Pernyataan tersebut
didukung oleh Sims (1992) yang menjelaskan bahwa jenis mental ini menjadi
faktor pendorong praktek perilaku tidak etis yang bertujuan untuk mencari
keuntungan (Appelbaum et all.,2005).
Penyalahgunaan senapan olahraga cenderung memiliki dampak negatif
bagi sesama anggota organisasi dan juga organisasi menembak itu sendiri.
Dampak negatifnya antara lain masyarakat semakin resah dengan maraknya tindak
kriminal menggunakan airgun. Masyarakat dapat memiliki anggapan bahwa
organisasi menembak memiliki kegiatan yang dapat merusak kelestarian hewan.
Keresahan masyarakat sebagai dampak penyimpangan perilaku organisasi juga
ditemukan oleh Agbiboa (2013) Penelitian tersebut berisi tentang lembaga
kepolisian Nigeria yang dikenal masyarakat luas sebagai lembaga terkorup dan
teridentifikasi adanya penyimpangan perilaku pada anggotanya dalam organisasi.
Masyarakat Nigeria resah karena kepolisian Nigeria juga sering kekerasan pada
masyarakat.
Penyimpangan perilaku organisasi pada anggota organisasi menembak juga
dapat memberikan dampak positif bagi organisasi menembak, yaitu semakin
diperketatnya kontrol penggunaan senapan olahraga pada anggotanya. Anggota
organisasi menembak dituntut untuk menjalankan norma-norma yang ada di dalam
dan di luar organisasi. Perilaku yang dengan sengaja melanggar norma-norma
dalam organisasi secara signifikan dan dapat menimbulkan dampak negatif disebut
penyimpangan perilaku organisasi (Greenberg, 2003). Selanjutnya Fishbein &
Ajzen (dalam Sarwono, 2002), mengatakan bahwa suatu perilaku ditentukan oleh
5
intensi yaitu niat atau maksud seseorang untuk memunculkan suatu perilaku.
Intensi penyimpangan perilaku organisasi adalah niat atau maksud seorang
individu atau kelompok yang memiliki tujuan (dilakukan dengan sengaja) dan
dapat berbahaya bagi orang tersebut dan orang lain, juga secara finansial dan
sosial memerlukan banyak biaya (Ivansevich, et all, 2007).
Pada suatu kesempatan Greenberg (dalam Seniati, 2001), menyatakan
bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan perilaku
organisasi, yaitu faktor individual, faktor sosial & interpersonal, dan faktor
organisasional. Faktor-faktor individu yang mempengaruhi penyimpangan
perilaku organisasi yaitu nilai, sikap, kepribadian, emosi, reaksi frustrasi, ancaman
yang diterima, pengaruh konteks sosial, tingkatan stres yang tinggi, rasa
ketidakberdayaan. Salah satu faktor individu yang mempengaruhi terjadinya
penyimpangan perilaku organisasi adalah kepribadian, dimana di dalamnya
termasuk kontrol diri. Struktur kepribadian menurut Freud terdiri dari id, ego dan
super ego. Keinginan atau impuls-impuls yang hendak diwujudkan harapannya
dapat dikontrol oleh kekuatan moral dan etika. Dalam hal ini kontrol diri
merupakan komponen dari superego.
Beberapa penelitian dilakukan untuk memprediksi penyebab terjadinya
penyimpangan perilaku. Hasil temuan Tittle (2003) di Oklahoma, Amerika
menunjukkan bahwa kontrol diri merupakan variabel yang kuat untuk
memprediksi tindak kejahatan atau adanya penyimpangan perilaku. Hal ini
mengindikasikan bahwa tinggi atau rendahnya kontrol diri mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap penyimpangan perilaku seperti keadaan emosional,
kognitif, dan fisik seseorang. Pernyataan tersebut didukung oleh Gottfredson &
6
Hirschi (1990) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kontrol diri rendah
menunjukkan perilaku impulsif, tidak peka, berorientasi pada perilaku, dan
memiliki temperamen negatif, cenderung berkinerja buruk dan gagal memenuhi
tanggungjawab di sekolah, pekerjaan maupun keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kontrol diri
diprediksi memiliki hubungan dengan penyimpangan perilaku organisasi.
Peraturan di dalam organisasi belum cukup untuk mengendalikan penyimpangan
perilaku anggota organisasi. Shamsudin, dkk (2012) dalam penelitiannya
menemukan bahwa karyawan yang memiliki pengendalian diri yang tinggi maka
kontrol formal organisasi (peraturan dan sanksi) dapat lebih mengurangi tingkat
perilaku menyimpang di tempat kerja. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa
kontrol diri pada pengguna senapan olahraga dibutuhkan untuk mengatur dan
mengarahkan perilaku anggota tersebut supaya tidak melakukan penyimpangan
seperti taat pada peraturan pemerintah dan organisasi menembak.
Hasil penelitian di Belanda oleh Nagtegaal (2008), dkk, menemukan bahwa
anggota organisasi menembak tidak menunjukkan adanya penyimpangan perilaku
lebih tinggi daripada orang yang bukan penembak. Hal ini bertentangan dengan
dugaan peneliti bahwa anggota organisasi menembak memiliki kontrol diri rendah,
dimana individu dengan kontrol diri rendah menunjukkan perilaku impulsif dan
tempramen negatif yang berkaitan erat dengan perilaku agresif (Gottfredson &
Hirschi, 1990). Sementara itu Greenberg (2013) mengemukakan bahwa perilaku
agresi merupakan salah satu bentuk penyimpangan perilaku organisasi.
7
Persatuan Olahraga Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin),
merupakan organisasi yang menaungi kegiatan menembak. Peneliti menduga
bahwa anggota organisasi menembak ini memiliki kontrol diri yang rendah dilihat
dari fenomena yang terjadi selama ini pada pengguna senapan olahraga. Seperti
yang telah diwartakan dalam media elektronik Republika.co.id (2015), bahwa
oknum anggota perbakin diduga terlibat dalam perburuan gading gajah Sumatera
di Riau. Oleh karena kasus tersebut, Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly Bambang
Hermawan menarik puluhan senjata api dari anggota Perbakin sebagai bentuk
penertiban dan pengawasan terhadap anggota Perbakin dalam melakukan
perburuan satwa.
Pada suatu kesempatan, Putri (2009) menemukan bahwa ada hubungan
negatif antara kontrol diri dengan penyimpangan perilaku pada anggota kepolisian
reserse kriminal Polda Jawa Tengah. Penulis ingin melakukan penelitian tersebut
dengan subyek berbeda, yaitu kepada anggota organisasi menembak. Subyek
penelitian ini terdapat perbedaan dengan subyek sebelumnya, baik dari perilaku,
sasaran atau korbannya, dampak, tempat dan waktu terjadinya perilaku.
Pada penelitian ini peneliti memiliki dugaan bahwa terdapat hubungan
negatif antara kontrol diri dengan intensi penyimpangan perilaku pada anggota
organisasi menembak. Anggota organisasi yang memiliki kontrol diri rendah,
diduga memiliki intensi penyimpangan perilaku organisasi yang tinggi.
Sebaliknya, jika kontrol diri anggota organisasi menembak tinggi, maka intensi
penyimpangan perilaku organisasi akan lebih rendah.
8
TINJAUAN PUSTAKA
A. Intensi Perilaku Organisasional Devian
1. Pengertian Intensi
Intensi adalah niat, yaitu tujuan atau maksud untuk berbuat sesuatu
(Kartono & Gulo, 2003). Intensi (maksud, pamrih tujuan) dalam Chaplin (2005)
diartikan sebagai satu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dapat
dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya
dengan suatu objek. Sementara itu Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa
intensi adalah kemungkinan subjektif individu untuk berperilaku, yang meliputi
hubungan antara dirinya dan beberapa tindakan. Intensi merupakan komponen
konatif dari sikap. Ajzen (2005) mengatakan bahwa intensi berperilaku adalah niat
untuk mencoba menampilkan suatu perilaku yang pasti. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas Penulis memberikan definisi bahwa intensi merupakan suatu
kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
tertentu.
2. Pengertian Penyimpangan Perilaku Organisasi (PPO)
Bentuk perilaku organisasional ada yang menguntungkan dan ada yang
membawa dampak negatif. Griffin & O’Leary-Kelly (2004) mengungkapkan sisi
gelap dari perilaku keorganisasian sebagai perilaku motivasional yang dilakukan
oleh pekerja atau sekelompok pekerja dimana memiliki dampak negatif terhadap
individu di dalam organisasi atau organisasi itu sendiri. Selanjutnya Griffin &
O’Leary-Kelly mendefinisikan devian sebagai perilaku yang bertentangan dengan
perilaku normatif yang dapat diterima. Robinson & Bennet (dalam Griffin &
9
O’Leary-Kelly, 2004) mendefinisikan devian pada pekerja sebagai perilaku yang
melanggar aturan yang telah ditetapkan, yang pada akhirnya dapat mengancam
kesejahteraan organisasi, anggotanya, bahkan kedua-duanya. Kidwell Jr. & Martin
(2005) mendefinisikan penyimpangan perilaku organisasi sebagai tindakan yang
dilakukan oleh anggota organisasi yang cenderung memiliki dampak merugikan
bagi rekan kerja, manager, atau organisasi itu sendiri.
Pada suatu kesempatan, Becker (dalam Horton & Hunt, 1999),
menerangkan bahwa devian atau penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu
tindakan yang dilakukan orang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan
penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan
tersebut. Penyimpangan merupakan setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.Perilaku devian
merupakan perilaku yang membahayakan kesejahteraan organisasi meliputi
pencurian, korupsi, sabotase, dan pengrusakan. PPO secara luas didefinisikan
sebagai tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang mempunyai atau
cenderung mempunyai dampak yang merugikan bagi rekan kerja, manager, atau
organisasi itu sendiri (Kidwell Jr. & Martin, 2005).
Greenberg (2003) mendefinisikan PPO sebagai tindakan yang dilakukan
oleh pekerja dimana dengan sengaja melanggar norma organisasi dan atau aturan-
aturan formal sosial yang dapat menimbulkan dampak negatif. Berdasarkan
beberapa definisi di atas, PPO dapat disimpulkan sebagai perilaku yang dengan
sengaja dilakukan oleh anggota organisasi untuk melanggar norma organisasi
sehingga membahayakan, merugikan, mengancam kesejahteraan dan
menimbulkan dampak negatif terhadap anggota atau organisasi itu sendiri.
10
3. Aspek-Aspek Intensi Penyimpangan Perilaku Organisasi (PPO)
Aspek intensi PPO disusun berdasarkan aspek-aspek intensi dari Fishbein
& Ajzen (dalam Sarwono, 2002) dikombinasikan dengan dimensi PPO dari
Greenberg (2003) dan Smither (1998). Aspek-aspek intensi dari Fishbein & Ajzen
(1975), antara lain : tindakan, sasaran, konteks dan waktu. Dimensi PPO antara
lain adalah keseriusan dan sasaran.
Selanjutnya Greenberg (2003) & Smither (1998) mengemukakan beberapa
dimensi dan bentuk-bentuk PPO, seperti pada gambar berikut :
a. Keseriusan
Keseriusan merupakan tingkat bahaya atas konsekuensi atau dampak yang
ditimbulkannya terhadap anggota organisasi ataupun terhadap organisasi itu
sendiri. Dampak yang dapat ditimbulkan dapat bersifat kurang membahayakan dan
sangat membahayakan. Bentuk PPO dalam tingkat sangat membahayakan adalah
jenis devian properti dan agresivitas, sedangkan bentuk PPO dalam tingkat kurang
membahayakan adalah jenis devian produksi dan devian politis.
b. Sasaran
Sasaran merupakan target yang diharapkan menjadi korban atas perilaku PPO
tersebut, yaitu apakah ditujukan untuk merugikan anggota organisasi atau
ditujukan untuk merugikan organisasi itu sendiri. Bentuk PPO yang ditujukan
untuk merugikan organisasi adalah jenis devian properti dan devian produksi.
Bentuk PPO yang ditujukan untuk merugikan anggota organisasi lainnya adalah
jenis devian politis dan agresivitas. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat dua dimensi PPO, yaitu tingkat keseriusan perilaku yang dilakukan
mencakup perilaku yang sangat membahayakan dan kurang membahayakan.
11
Dimensi kedua adalah sasaran atas perilaku yang dilakukan, mencakup perilaku
yang ditujukan kepada organisasi dan ditujukan kepada anggota organisasi.
Aspek-aspek intensi dari Fishbein & Ajzen (1975) diuraikan sebagai
berikut :
a. Tindakan (action), artinya bahwa intensi akan menghasilkan suatu tindakan
tertentu, merupakan perilaku penyimpangan organisasi yang nantinya akan
diwujudkan.
b. Sasaran (target), artinya bahwa intensi untuk berperilaku memiliki sasaran
tertentu yang ingin dicapai, merupakan sasaran yang hendak dicapai dari
penyimpangan perilaku organisasi.
c. Konteks (context), artinya bahwa terdapat suatu situasi tertentu yang
memunculkan intensi untuk berperilaku, merupakan keadaan yang dikehendaki
individu untuk melakukan perilaku menyimpang, meliputi tempat, situasi atau
suasana dan keadaan pada individu itu sendiri.
d. Waktu (time), artinya bahwa perbedaan waktu dapat memunculkan intensi untuk
berperilaku yang berbeda pula, merupakan waktu munculnya suatu penyimpangan
perilaku organisasi dari tingkat kurang membahayakan hingga sangat
membahayakan, yang ditujukan kepada anggota organisasi atau organisasi itu
sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih menggunakan aspek-aspek
intensi PPO Fishbein & Ajzen (1975), karena aspek tersebut lebih terperinci
sehingga dapat lebih menggambarkan tindakan PPO yang dilakukan oleh individu,
sasaran individu dalam melakukan PPO, konteks individu dalam melakukan PPO
dan waktu individu dalam melakukan PPO.
12
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Perilaku Organisasi (PPO)
Kidwell Jr. & Martin, (2005); Ivansevich, et all (2007) menjelaskan
beberapa penyebab terjadinya PPO, antara lain :
a. Faktor Individu
Faktor Individu meliputi : nilai, sikap, kepribadian (termasuk di dalamnya
yaitu kontrol diri), emosi, reaksi frustrasi, ancaman yang diterima, pengaruh
konteks sosial, tingkatan stres yang tinggi, rasa ketidakberdayaan.
Struktur kepribadian menurut Freud yaitu adanya id, ego dan superego.
Kontrol diri merupakan salah satu komponen dari superego, dimana individu
mampu mengontrol impuls atau keinginan dengan didasarkan oleh moral dan
etika.
b. Faktor pekerjaan dan kelompok kerja
Faktor pekerjaan dan kelompok kerja meliputi : tipe dan kondisi tugas
tertentu (identitas, variasi, dan signifikansi tugas), bermacam tekanan yang timbul
dari keadaan kelompok kerja saat ini dan yang terdahulu, kesewenang-wenangan,
permusuhan dalam hubungan kerja, lingkungan kerja yang penuh tekanan, norma,
pengembangan, kohesivitas, dan kepemimpinan.
c. Faktor organisasional (Smither, 1998)
Faktor organisasional meliputi ketidakadilan yang diterima (dari organisasi
dan manajer), sistem reward (penghargaan), kontrol organisasi, budaya organisasi
dan perilaku pemimpin.
13
7. Pengertian Intensi Penyimpangan Perilaku Organisasi (PPO)
Pengertian intensi POD berdasarkan definisi dari intensi dan PPO, yaitu
bahwa intensi PPO adalah niat atau keinginan seorang anggota organisasi untuk
sengaja melakukan perilaku melanggar norma yang berlaku di dalam organisasi
tempatnya bekerja sehingga membahayakan, merugikan dan menimbulkan
dampak negatif terhadap anggota organisasi atau organisasi itu sendiri.
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol diri
Kontrol diri diartikan sebagai mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki
(Kartono dan Gulo, 2003). Kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri dan kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-
impuls atau tingkah laku impulsif (Chaplin, 2005).
Thompson (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa seseorang merasa
memiliki kontrol diri ketika mereka mampu mengenal apa yang dapat dan tidak
dapat dipengaruhi lewat tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika mereka
memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol lewat tindakan pribadi, dan ketika
mereka yakin bahwa mereka memiliki kemampuan agar supaya berperilaku
dengan sukses. Rodin (dalam Sarafino, 1990) mengatakan bahwa kontrol diri
merupakan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan dan mengambil
langkah-langkah yang efektif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan
menghindari hasil yang tidak diinginkan.
14
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrol
diri adalah kemampuan seseorang untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan langkah-langkah atau tindakannya untuk mencapai hasil yang
diinginkan
2.Aspek-aspek Kontrol Diri
Terdapat beberapa aspek kontrol diri. Averill (1973) menyebut kontrol diri
dengan sebutan personal control, yang terdiri dari kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (Cognitive control) dan mengontrol keputusan
(decesional control). Aspek kontrol diri oleh Averill ini dipakai oleh sebagian
besar penelitian tentang kontrol diri.
a. Behavioral
Merupakan kesiapan tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu
mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi
stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan
kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau
keadaan, dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan
dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal,
kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui
bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
15
b. Cognitive kontrol
Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak
diinginkan dengan cara menginterprestasi, menilai, atau menghubungkan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau
mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh
informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan
informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai
pertimbangan.
c. Decisional Control
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam
menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai
kemungkinan tindakan.
Menurut Block & Block (dalam Lazarus, 1976) ada tiga jenis kualitas
kontrol diri, yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over
control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan
yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap
stimulus. Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk
melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan
implus secara tepat.
16
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota organisasi menembak di Kota
Salatiga yang berada di bawah naungan Perbakin dengan teknik pengambilan
sample purposive sampling.
Karakter sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Anggota organisasi atau klub menembak yang berada di Salatiga.
2. Sample berjenis kelamin laki-laki. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang
berjenis kelamin laki-laki terlibat dalam perilaku agresif lebih dari yang perempuan
lakukan (Appelbaum & Shapiro, 2006; Eagly & Steffan, 1986).
3. Sampel berdomisili di Kota Salatiga. Pengambilan sampel di Kota Salatiga
karena berdasarkan observasi peneliti, Salatiga merupakan daerah pegunungan yang
dikelilingi oleh hutan, sawah dan perkebunan yang sarat dilakukan perburuan bebas.
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul hubungan antara kontrol diri dengan intensi
penyimpangan perilaku organisasi ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasi
yang menunjukkan adanya hubungan berupa angka pada hasil penelitian. Data
kuantitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran perihal fakta yang sudah berlangsung atau terjadi pada subjek.
Untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan intensi penyimpangan
perilaku organisasi pada penelitian ini digunakan analisis korelasi Product Moment
dari Pearson . Namun sebelum uji data dilakukan, terlebih dahulu melakukan seleksi
item dilanjutkan dengan uji linear dan uji normalitas.
17
C. Alat Ukur
Metode pengumpulan data yang dijadikan alat ukur dalam penelitian ini
menggunakan dua skala, yaitu skala kontrol diri dan intensi penyimpangan perilaku
organisasi. Skala Kontrol diri disusun oleh peneliti sebanyak 34 item dengan
favorable berjumlah 19 item dan unfavorable berjumlah 15 item. Skala kontrol diri
disusun dan dimodifikasi berdasarkan aspek kontrol diri dari Averill (1973) Skala
intensi penyimpangan perilaku organisasi disusun oleh peneliti sebanyak 34 item
dengan favorable berjumlah 19 item dan unfavorable berjumlah 15 item. Skala intensi
PPO disusun dan dimodifikasi oleh penulis berdasarkan aspek intensi dari Fishbein &
Ajzen (1975)
Bentuk favorable dan unfavorable dari angket kontrol diri maupun intensi
penyimpangan perilaku organisasi memberikan 4 kemungkinan jawaban bagi subjek,
yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Skor tertinggi untuk pernyataan favorable adalah 4 untuk pilihan Sangat Setuju,
3 untuk pilihan Setuju, 2 untuk pilihan Tidak Setuju, dan 1 untuk pilihan Sangat Tidak
Setuju. Skor tertinggi untuk pernyataan unfavorable adalah 4 untuk pilihan Sangat
Tidak Setuju, 3 untuk pilihan Tidak Setuju, 2 untuk pilihan Setuju, 1 untuk pilihan
Sangat Setuju.
Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pelaksanaan penelitian ini, penulis membuat suatu kegiatan
menembak pada sebuah komunitas senapan angin di Salatiga. Seluruhnya memiliki
jenis kelamin laki-laki di atas usia 17 Tahun. Karakter tersebut sesuai dengan kriteria
subyek penelitian ini. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 19 April 2015 dihadiri 25
18
orang peserta, 21 orang yang bersedia dan sesuai kriteria subyek penelitian ini. Penulis
kembali melakukan pengambilan data di luar kegiatan ini yaitu dengan memberikan
kuesioner kepada 15 pelanggan toko senapan angin “AS.Putra Sport” di Tingkir dan 8
pelanggan toko “Senapanku.com” di Salatiga. Selanjutnya skala yang telah terkumpul
dianalisa menggunakan program SPSS 16.
HASIL
A. Analisis Item dan Reliabilitas
Analisis item dan reliabilitas menggunakan program SPSS 16.0 for Windows.
Untuk uji validitas menggunakan teknik Corrected Item Total Correlation, sedangkan
uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach. Batas minimal item yang
dinyatakan valid adalah bila r > 0.30 (Azwar, 1997). Maka dengan batasan tersebut
setelah dilakukan perhitungan analisis item pertama pada skala Kontrol diri, 3 item yang
dinyatakan gugur. Kemudian dilakukan perhitungan analisis item yang kedua dengan
membuang item yang gugur. Hasilnya tidak ada lagi item yang gugur, sehingga jumlah
item yang valid pada angket ini adalah 31 item, dan mempunyai koefesien validitas yang
bergerak dari kisaran 0,301 sampai 0,746 dan koefesien reliabilitas sebesar α = 0,939.
Sedangkan analisis item pertama dalam skala Intensi penyimpangan perilaku
organisasi diperoleh 7 item yang gugur. Kemudian dilakukan perhitungan analisis item
yang kedua dengan membuang item yang gugur. Hasilnya tidak ada lagi item yang
gugur, sehingga jumlah item valid pada angket ini adalah 42 item, dan mempunyai
koefesien validitas yang bergerak dari kisaran 0,322 sampai 0,829 dan koefesien
reliabilitas sebesar α = 0,920.
19
Uji Asumsi
1. Uji normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov smirnov-Z untuk
variable Kontrol diri sebesar 1,216 dengan nilai signifikansi = 0,104 (p > 0,05). Hal
ini menunjukan bahwa data berditribusi normal. Sedangkan nilai kolmogorov
smirnov-Z untuk variable Intensi sebesar 0,989 dengan nilai signifikansi = 0,282 (p
> 0,05). Hal ini menunjukan bahwa data berdistribusi normal.
2. Uji linieritas
Berdasarkan hasil uji linearitas diperoleh nilai F linierity sebesar 64,159 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa Kontrol diri
memiliki korelasi linier dengan intensi.
Analisis Deskriptif
1. Variabel Kontrol Diri
No. Interval Kategori F (%) Mean Standar
Deviasi
1 31≤x<54,5 Sangat Rendah 0 0
98.61
14.49 2 54,5≤x<77,5 Rendah 6 13,63%
3 77,5≤x<100,75 Tinggi 12 27,27%
4 100,75≤x≤124 Sangat Tinggi 26 59,1%
Data di atas menunjukkan tingkat kontrol diri 44 subjek yang berbeda-beda,
mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori yang sangat rendah
didapati prosentase sebesar 0%, kategori rendah sebesar 13,63%, kategori tinggi sebesar
27,27%, dan kategori sangat tinggi sebesar 59,1%. Mean atau rata-rata yang diperoleh
20
adalah 98,61 dengan standar deviasi sebesar 14,49. Maka secara umum dapat dikatakan
bahwa tingkat kontrol diri anggota organisasi menembak di Salatiga berada pada tingkat
yang tinggi.
2. Variabel Intensi Penyimpangan Perilaku Organisasi
No. Interval Kategori F (%) Mean Standar
Deviasi
1 42≤x<73,5 Sangat Tinggi 0 0
123.30
16.44
2 73,5≤x<105 Tinggi 4 9,1%
3 105≤x<136,5 Rendah 29 65,9%
4 136,5≤x≤168 Sangat Rendah 11 25%
Data di atas menunjukkan tingkat intensi penyimpangan perilaku organisasi 44
subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada
kategori yang sangat rendah didapati prosentase sebesar 25%, kategori rendah sebesar
65,9%, kategori tinggi sebesar 9,1%, dan kategori sangat tinggi sebesar 0%. Mean atau
rata-rata yang diperoleh adalah 123,30 dengan standar deviasi sebesar 16,44. Maka
secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat intensi penyimpangan perilaku organisasi
anggota organisasi menembak di Salatiga berada pada tingkat yang rendah.
Uji Korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan
bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar -0,693 dengan sig. = 0,000 (p <
0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif yang
signifikan antara kontrol diri dengan intensi penyimpangan perilaku organisasi.
Hasil perhitungan uji korelasi ini selain dapat menunjukkan seberapa besar korelasi
dan signifikansi yang ada antara kedua variabel, juga dapat untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan variabel predictor (x) terhadap variabel kriterium (y).
21
Berdasarkan hasil tersebut, ditunjukkan oleh koefisien determinan (r2) sebesar (-
0,693)2
yaitu 0,480 (48%), artinya sumbangan efektif kontrol diri dengan intensi
penyimpangan perilaku organisasi 48% dan berarti masih terdapat 52% variabel-
variabel lain yang mempengaruhi intensi penyimpangan perilaku organisasi selain
kontrol diri.
Tabel Uji Korelasi
Correlations
Kontrol diri Intensi penyimpangan perilaku
Kontrol diri Pearson Correlation 1 -.693**
Sig. (2-tailed) .000
N 44 44
Intensi penyimpangan perilaku
Pearson Correlation -.693** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 44 44
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan intensi penyimpangan perilaku
organisasi pada anggota organisasi menembak di Kota Salatiga, sebagaimana
ditunjukkan nilai r = -0,693 dan p < 0,05 . Hal tersebut berarti semakin tinggi
kemampuan kontrol diri anggota organisasi menembak, maka intensi PPO akan
semakin rendah.
Ada beberapa kemungkinan X dan Y mempunyai hubungan negatif yang
signifikan. Pertama, sebagian besar anggota organisasi menembak menyadari bahwa
pengendalian diri ketika menggunakan senapan olahraga merupakan salah satu cara
22
untuk dapat mengurangi intensi penyimpangan perilaku. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian dari Shamsudin (2012). Kedua, Pada umumnya anggota organisasi
menembak memiliki keterampilan dalam mengontrol diri , oleh sebab itu mereka
dapat membatasi diri untuk melakukan intensi penyimpangan perilaku.
Pernyataan di atas selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tittle
& Botchkovar (2004), tentang kontrol diri dan motivasi perilaku kriminal yang
mengatakan bahwa kontrol diri merupakan indikator yang dapat memprediksi
terjadinya perilaku kriminal. Individu dengan kemampuan kontrol diri yang lemah
mempunyai indikasi untuk cenderung melakukan perilaku kriminal atau
menghasilkan perilaku menyimpang.
Anggota organisasi menembak merupakan objek studi yang menarik karena
individu yang menjadi anggota dapat memiliki, menyimpan dan menggunakan alat
menembak. Berbagai macam latar belakang dan pekerjaan dapat terlibat dalam
keanggotaan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya aparat penegak hukum yang
dapat memiliki alat menembak. Senapan olahraga meskipun penggunaanya untuk
olahraga dan berburu, kontrol terhadap penggunaanya perlu diperhatikan. Munculnya
bentuk perilaku penyimpangan organisasi menembak dimulai dari intensi perilaku
penyimpangan tersebut. Intensi merupakan kemungkinan subyektif individu untuk
berperilaku, yang meliputi hubungan antara dirinya dan beberapa tindakan.
Munculnya intensi PPO pada anggota organisasi menembak dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal anggota. Faktor internal anggota merupakan faktor
kepribadian yang ada pada diri anggota, meliputi unsur kepribadian (kontrol diri),
kemampuan koping stres, pengendalian emosi, nilai etika dan nilai moral yang
dimiliki (Ivansevich, et all, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Spector, et
23
all pada tahun 2006 mengatakan bahwa banyak sifat kepribadian yang berhubungan
dengan perilaku-perilaku negatif dalam bekerja, yaitu meliputi sifat pemarah,
perasaan negatif, kontrol diri stabilitas emosi, narcissism, self-esteem, agreeableness
dan sifat kecemasan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa intensi anggota
organisasi menembak untuk melakukan bentuk-bentuk PPO berhubungan dengan
kemampuan anggota untuk melakukan pengendalian atau kontrol diri atas
perilakunya. Intensi PPO yang rendah pada anggota organisasi menembak di kota
Salatiga merupakan hasil dari kemampuan kontrol diri yang tinggi yang dimiliki
anggota. Penelitian ini tidak luput dari adanya kendala dan keterbatasan. Penelitian
tentang objek studi terkait dapat dikembangkan dan menjadi perhatian peneliti
selanjutnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kontrol diri dan intensi
penyimpangan perilaku organisasi pada organisasi menembak di Kota
Salatiga. Hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri, maka semakin rendah
intensi penyimpangan perilaku organisasi pada organisasi menembak.
2. Dalam penelitian ini kontrol diri berkorelasi dengan intensi penyimpangan
perilaku organisasi. Kontrol diri memberikan sumbangan efektif terhadap
intensi penyimpangan perilaku organisasi sebesar 48%, berarti masih terdapat
52% variabel-variabel lain yang mempengaruhi intensi PPO.
24
Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan oleh penulis berdasarkan hasil penelitian ini
untuk dijadikan pertimbangan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Bagi Organisasi Menembak
Organisasi menembak diharapkan untuk semakin memberikan perhatian
terhadap anggotanya dalam pengenalan dan penanaman sikap kontrol diri dalam
pelaksanaan kegiatan menembak dan berburu. Organisasi menembak selain
memberikan sosialisasi, juga membuat kegiatan-kegiatan seperti: Simulasi tentang
cara mengontrol diri ketika menggunakan senapan, Pertemuan rutin satu bulan sekali
untuk semua anggota untuk sharing tentang pencapaian penanaman sikap kontrol diri
ketika menggunakan senapan olahraga, dan membuat sanksi tegas terhadap pelanggar
peraturan organisasi menembak.
2. Bagi Anggota Organisasi Menembak
Kontrol diri bagi anggota organisasi menembak diharapkan menjadi salah
satu syarat kecakapan yang wajib dimiliki. Setelah anggota memahami tentang
kontrol diri, maka anggota organisasi menembak disarankan menggunakan senapan
olahraga sesuai peraturan organisasi menembak. Senapan jenis Airsoftgun hanya
dapat digunakan oleh anggota di lapangan tembak dan atau tidak digunakan untuk
alat beladiri. Penggunaan senapan angin untuk berburu minimal harus memliki izin
dari lingkungan buru. Pengguna senapan olahraga berburu tidak menembak satwa
buru yang langka atau dilarang untuk diburu.
25
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain yang tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang kontrol diri dengan intensi penyimpangan perilaku organisasi
menembak, maka disarankan untuk menyertakan variabel-variabel lain yang belum
disertakan dalam penelitian ini serta memperluas ruang lingkup penelitian ini.
Penelitian ini tidak luput dari kelemahan, khususnya dalam pemilihan subyek. Maka
peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode pemilihan subyek yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agbiboa, D. E. (2013). Protectors or Predators? The Embedded Problem of Police
Corruption and Deviance in Nigeria. Oxford university, United Kingdom :
Sage Publication Inc. 47(3), 244-281. doi:10.1177/0095399713513142
Applebaum, S.H., Shapiro, B.T., Molson, J. (2006). Diagnosis and remedies for
deviant workplace behaviors. The Journal of American Academy of
Business, Cambridge, 9 (2), 14-20.
Averill, James R. (1973). Personal Control Over Aversive Stimuli and Its
Relationship to Stress. Psychological Bulletin. 80 (4), 286-303.
Chaplin, J. P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah DR. Kartini Kartono.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: An
introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Gottfredson, M. R., & Hirschi, T. (1990). A General Theory of Crime. Stanford
University Press, Palo Alto, CA
Greenberg, J. (2003). Behavior In Organization. Eighth Edition. New Jersey :
Pearson Education Internasional.
Griffin, R. W. & O’Leary-Kelly, A. M. (2004). The Dark Side of Organizational
Behavior. First Edition. San Fransisco : Jossey-Bass A Wiley Imprint.
26
Gunawan, H. (2013). “Ferdian Terkapar Diberondong 9 Peluru Airsoftgun”.
http://www.tribunnews.com/regional/2013/12/01/ferdian-terkapar-
diberondong-9-peluru-asirsoft-gun. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015
Horton, P. B. & Hunt, C. L. (1999). Sosiologi. Jilid 1. Edisi Keenam. Alih Bahasa
Aminuddin R. & Tita S. Jakarta : Erlangga.
Ivansevich, J. M., Konopaske, R. & Matteson, M. T. (2007). Perilaku dan
Manajemen Organisasi. Jilid 1. Alih Bahasa Gina Gania. Jakarta :
Erlangga.
Kartono, K. & Gulo, D. (2003). Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya.
Kidwell Jr, R. E. & Martin, C. L. (2005). Managing Organizational Deviance.
California :Sage Publications Inc.
KONI. (2013). “Cabang Olahraga”. Komite Olahraga Nasional Indonesia. Diakses
dari http://koni.or.id/pages/read/cabang-olahraga. Diakses pada tanggal 10
juni 2015
Lazarus, R.S. (1976). Paterns of Adjusment. Tokyo: McGraw-Hill, Kogakusha,
Ltd.
Litzky, B. E., Eddleston, K. A., and Kidder, D. L. (2006) The Good, the Bad, and
the Misguided: How Managers Inadvertently Encourage Deviant
Behaviors. Academy of Management Perspectives. 20(1), 91–103.
Marhaenjati. (2013). “Kesal Diejek, Oknum Polisi Lepas Tembakan”.
http://www.beritasatu.com/megapolitan/137391-kesal-diejek-oknum-
polisi-lepas-tembakan.html. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015
Mudiarta. (2014). “PNS Tertembak Senapan Angin”.
http://balipost.com/read/headline/ 2014/12/03/26368/pns-tertembak-
senapan-angin.html. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015
Murphy, K. R. (1993). Honesty in the Workplace. Belmont, Calif.: Brooks/Cole.
Putri, I.N. Nurtjahjanti, H. & Widodo, P.B. (2009). Hubungan Antara Kontrol Diri
Dengan Intensi Perilaku Organisasional Devian Pada Anggota Kepolisian
Reserse Kriminal Di Dit Reskrim Polda Jawa Tengah. Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro. 11(2)
Nagtegaal, Maria Helena; Rassin, Eric; Muris, Peter E. H. M. (2008). Do Members
of Shooting Associations Display Higher Levels of Aggression?.
Psychology, Crime & Law. 15(4), 313-325.
doi:10.1080/10683160802241682
Nair, N., Bhatnagar, D. (2011). Understanding Workplace Deviant Behavior in
Nonprofit Organizations. Nonprofit Management & Leadership, 21(3).
27
Rafiq, Ahmad. (2013). “Tersangka Penembak Mobil Tertangkap”.
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/06/058502713/Tersangka-
Penembak-Mobil-Travel-Ditangkap. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015
Risky, Dwi. (2014). “Perampokan Pakai Airsoftgun Kembali Terjadi”.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2014/10/11/perampokan-pakai-
airsoft-gun-kembali-terjadi. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015
Sarafino, E.P. (1990). Health Psychology. Second Edition.United States of
America : John Willey & Sons, Inc
Sarwono, S. (1997). Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.
Cetakan ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.
Seniati, A.N.I. (2001). Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO. Depok :
Penerbit bagian PIO Fakultas Psikologi UI.
Shamsudin, F.M., Chauhan, A., Kura, K.M., (2012). Self-Control As A Moderator
Of The Relationship Between Formal Control And Workplace Deviance: A
proposed Framework. Australian Journal of Business and Management
Research. 2(06), 32-39
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Smither, R. D. (1998). The Psychology of Work and Human Performance. Third
Edition. United States : Longman.
Sims, R. L. (2002). Ethical Rule Breaking by Employees: A Test of Social
Bonding Theory.” Journal of Business Ethics, 40(2), 101–109.
Spector, P.E. (2006). Industrial and Organizational Psychology. Fourth Edition.
United States of America : John Willey & Sons, Inc.
Tittle, C. & Botchkovar, E.V. (2005). Self Control, Criminal Motivation and
Deterrence : An Investigation Using Russian Respondents. Criminology
Academic Research Library. 43 (2), 307.
Tittle, C. R., Ward, D.A, and Grasmick, H. G. (2003). Self-control and
Crime/Deviance: Cognitive vs. Behavioral Measures. Journal of Quantitative
Criminology. 19 (4).
Ucu, K.R. (2015). “Oknum Perbakin Diduga Terlibat Perburuan Gading Gajah.”
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/14/njqsb7-oknum-
anggota-perbakin-diduga-terlibat-perburuan-gading-gajah. Diakses pada
tanggal 17 Maret 2015
Vitry. (2012). “Ternyata Ada 4 Halte Busway yang Ditembaki Orang Tak Dikenal.”
http://news.detik.com/berita/1983505/ternyata-ada-4-halte-busway-yang-
ditembaki-orang-tak-dikenal. Diakses Pada Tanggal 17 Maret 2015