Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA
DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI
REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Oleh:
RIZKI FAUZIAH
106070002300
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan suatu periode penting dalam seluruh rentang
kehidupan manusia. Sebagaimana masa yang lain dalam kehidupan, masa remaja
memiliki sesuatu yang unik, yang berperan penting bagi individu dalam
menghadapi masa-masa mendatang. Segala sesuatu yang terjadi pada masa ini
akan berdampak pula pada kehidupannya di masa itu dan juga terhadap kehidupan
selanjutnya. Para ahli menggambarkan masa remaja sebagai suatu masa transisi
dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa ini ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan dalam aspek fisik, psikis, tingkah laku, dan interaksi sosial
(Hurlock, 1980: h. 206).
Sebagai masa transisi menuju masa dewasa, banyak hal yang harus
dipersiapkan oleh remaja. Perubahan yang terjadi pada masa ini pun sebenarnya
merupakan suatu persiapan untuk memasuki masa dewasa. Remaja dituntut untuk
mempersiapkan kemandirian – belajar bertanggung jawab, yang tidak terbatas
pada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tetapi juga tanggung jawab yang
lebih luas, yaitu tanggung jawab kepada keluarga dan tanggung jawab sosial
sebagai anggota masyarakat.
Di Indonesia, remaja baik laki-laki maupun perempuan adalah generasi
penerus cita-cita perjuangan bangsa, dan sumber daya insani potensial yang tak
ternilai harganya bagi pembangunan bangsa. Sehingga bangsa Indonesia menaruh
1
harapan besar pada remajanya untuk memiliki rasa tanggung jawab dan
mengusahakan agar bangsa dan negara ini mencapai kondisi yang lebih baik dari
yang sudah dimiliki saat ini. Oleh karena itu, dalam pembinaan dan
pengembangan generasi muda termasuk pemupukan rasa tanggung jawab,
merupakan tugas semua pihak (orangtua, keluarga, masyarakat, para pendidik,
pemerintah). Namun sebenarnya bagaimanapun juga sumber rasa tanggung jawab
adalah dari individu itu sendiri. Upaya pembinaan dari berbagai pihak tidak akan
membawa hasil bila tidak ada kesadaran atau keinginan dari remaja itu sendiri.
Dengan demikian, sangat diharapkan munculnya rasa tanggung jawab dari diri
sendiri untuk terus berusaha mencapai hasil yang lebih baik dari saat ini.
Kalau kita bicara tentang dorongan atau keinginan untuk mencapai suatu
hasil yang lebih baik, maka kita akan bicara tentang motivasi untuk berprestasi.
Pengertian motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk
mengatasi rintangan, melatih kekuatan, berusaha mengerjakan sesuatu yang sulit
sebaik dan secepat mungkin (Murray seperti dikutip Franken, 2002 dalam Muhtar,
2005). Dalam rangka adanya motivasi berprestasi, tingkah laku individu akan
dibandingkan dengan suatu standar keunggulan, baik yang menyangkut prestasi
diri maupun orang lain. Tinggi rendahnya motivasi berprestasi menunjukkan
perbedaan kecenderungan individu dalam berupaya untuk meraih suatu hal yang
lebih baik dari yang sudah pernah dicapai oleh diri sendiri atau orang lain.
2
Mungkin hal tersebut akan lebih mudah jika dilakukan oleh kebanyakan
remaja pada umumnya, akan tetapi bagaimana dengan para remaja yang
berkebutuhan khusus seperti penyandang tunadaksa? Remaja dengan gangguan
fisik atau tunadaksa ini adalah remaja yang memiliki salah satu kelainan yang
sifatnya gangguan dari fungsi otot dan urat syaraf yang disebabkan adanya
kerusakan otak atau bagian tubuh lainnya. Tunadaksa ditujukan kepada mereka
yang memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna, seperti adanya gangguan
koordinasi motorik, tangan satu, kaki satu, tanpa mempunyai kaki atau tangan,
dan lainnya (Sujarwanto, 2004). Ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota
tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka (kecelakaan),
penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Karakteristik fisik inilah yang
membedakan remaja penyandang tunadaksa dengan remaja lainnya. Kondisi fisik
yang seperti ini menyebabkan remaja penyandang tunadaksa dapat langsung
dikenali oleh masyarakat awam, sehingga ketidaksempurnaan fisik ini dapat
mempengaruhi seorang remaja penyandang tunadaksa dalam pembentukan
konsep dirinya.
Menurut Sunaryo dikutip oleh Noviantari (2008) pada umumnya bagi
penyandang tunadaksa sulit untuk mencapai prestasi, baik dalam bidang
pendidikan maupun bidang lainnya. Hal ini sering menimbulkan masalah
psikologis, karena dengan kekurangan fisiknya itu remaja penyandang tunadaksa
akan merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berguna sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat pada prestasi dibutuhkan adanya
3
motivasi berprestasi yang tinggi untuk mencapai suatu keberhasilan. Dengan
adanya motivasi berprestasi yang tinggi, remaja mempunyai keinginan untuk
meraih sukses, memiliki tanggung jawab, berani mengambil keputusan dan
menanggung segala resikonya, memiliki tujuan yang realistik, dan selalu mencari
kesempatan untuk mewujudkan cita-cita. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif
(studi kasus) tentang “Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa” oleh
Noviantari (2008), diketahui bahwa subjek (remaja penyandang tunadaksa) yang
diteliti memiliki motivasi berprestasi tinggi. Hal ini didukung oleh karakteristik
orang yang mempunyai motivai berprestasi tinggi ada pada diri subjek serta
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam motivasi berprestasi
tingkah laku individu dibandingkan dengan suatu standar keunggulan tertentu.
Penetapan standar ini bersifat subjektif, tergantung pemahaman individu yang
bersangkutan tentang sampai dimana individu tersebut sadar akan kemampuan
atau potensi yang dimilikinya. Jika kita bicara tentang kemampuan yang dimiliki
individu, ada suatu konsep yang dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu ‘konsep
diri’. “Siapakah saya?” merupakan pertanyaan yang sangat mendasar dalam
kehidupan seseorang. Siapa saya bagi diri saya sendiri? Siapa saya bagi orang
lain? Apa dan bagaimana lingkungan memandang saya? Jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan itulah yang kemudian dikenal dengan istilah konsep diri. Sehingga
dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan penilaian mengenai diri sendiri
oleh individu yang bersangkutan.
4
Setiap manusia dilahirkan unik dan istimewa. Salah satu keunikan
manusia adalah adanya kebutuhan pengakuan akan keberadaan dirinya dan
pemahaman individu tersebut tentang segala kelebihan serta kekurangannya.
Penilaian dan pemahaman yang tepat akan menghasilkan rasa mampu yang tepat
pula. Selanjutnya ketepatan ini akan sangat bermanfaat bagi penetapan standar
yang realistis dalam motivasi berprestasi. Oleh karena itulah bagaimana cara
seseorang memandang dirinya sendiri inilah yang akan mempengaruhi orang
tersebut dalam berinteraksi dengan orang lain dan juga mempengaruhi tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari (Harter dalam Papalia, 2001; Dusek, 1996
seperti dikutip Moniaga, 2003, h: 2).
Seseorang akan mendeskripsikan dirinya dengan cara tertentu, bisa
berdasarkan fisik, kepribadian, maupun dengan cara berhubungan dengan orang
lain. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa komponen yang paling
penting pada remaja dalam mendeskripsikan dan mengevaluasi dirinya adalah
penampilan fisik (Simmons dan Blyth; Zumpf dalam Dusek seperti dikutip
Moniaga, 2003). Ketika remaja menaruh perhatian yang besar pada penampilan
fisik, maka remaja yang memiliki gambaran fisik yang tidak memuaskan akan
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dan merasa tidak bahagia. Jadi,
penampilan fisik merupakan salah satu faktor penting pada remaja dalam
pembentukan konsep dirinya.
Karakteristik fisik dan keterbatasan dalam melakukan berbagai aktivitas
motorik pada remaja penyandang tunadaksa menyebabkan orang lain, termasuk
orangtua, guru, teman, dan lingkungan sekitar cenderung mempunyai persepsi
5
negatif tentang remaja penyandang tunadaksa karena keterbatasannya tersebut.
Mereka menganggap bahwa segala keterbatasannya dapat menyulitkan orang-
orang di sekelilingnya. Sebaliknya jika mereka menerima keberadaan remaja
penyandang tunadaksa dengan apa adanya, maka persepsi-persepsi negatif pun
dapat diminimalisir. Oleh karena itu, persepsi seseorang tentang remaja
penyandang tunadaksa akan mempengaruhi sikap dan tindakannya terhadap
remaja tersebut. Cooley dan Mead (dalam Pope, McHale, dan Craighead, 1988)
seperti dikutip Moniaga (2003), menyatakan bahwa seseorang memandang
dirinya berdasarkan bagaimana mereka diperlakukan dan dipandang oleh orang
lain. Hal-hal tersebutlah yang membebani mereka karena kondisi yang tidak
sempurna seperti remaja-remaja yang lain. Jadi persepsi dan tindakan orang lain
juga akan mempengaruhi remaja penyandang tunadaksa dalam membentuk
konsep dirinya.
Hal tersebut memang nyata, wawancara pada studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti pada tiga remaja penyandang tunadaksa di Yayasan Anak Cacat
Nusantara, Kecamatan Beji, Kota Depok, menghasilkan gambaran bahwa
mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik sejalan dengan sikap dan
pandangan orang-orang di sekelilingnya. Memang pada awalnya mereka merasa
rendah diri karena kecacatan yang dimiliki akan menjadi sebuah penghambat bagi
dirinya untuk melakukan banyak hal, terutama hal-hal yang membutuhkan
interaksi dengan orang lain. Namun, jika orang-orang tersebut mampu melihat
bahwa mereka memiliki suatu kemampuan yang lebih, maka mereka akan
semakin tegar dan semakin bersemangat untuk menunjukkan bahwa mereka
6
memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan dan patut diakui keberadaannya dan
janganlah melihat mereka dari segi kekurangannya saja. Oleh karena itu,
pengertian dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk dapat mengerti keadaan
mereka agar segala konsep buruk tentang diri mereka tadi bisa dirubah sehingga
tidak menambah beban psikis mereka maupun keluarga, terutama orangtua.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu yang berpengaruh
pada remaja dalam mempersepsikan dirinya adalah orangtua. Michaelis (1980),
menyatakan bahwa ada sesuatu yang sangat indah dan menyenangkan ketika
mempunyai seorang anak, tapi ini akan berbeda jika anak yang lahir tersebut
adalah anak cacat. Orangtua dari anak cacat menghadapi hal-hal yang tidak
menyenangkan. Menjadi orangtua bagi seorang anak yang cacat adalah
menyulitkan, dan sering membingungkan dan merupakan tugas yang
membingungkan (Wentworth dalam Gargiulo, 1985, h: 13).
Pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada Desember 2009,
kepada lima orangtua yang memiliki anak penyandang tunadaksa, tiga dari lima
orangtua dengan anak penyandang tunadaksa atau cacat fisik mengalami reaksi
dalam menghadapi keadaan anaknya saat pertama kali adalah perasaan shock,
mengalami goncangan batin, terkejut, dan tidak mempercayai kenyataan
kecacatan yang diderita anaknya. Selain itu, orangtua akan merasa kecewa, sedih,
dan mungkin merasa marah ketika mengetahui realita yang dihadapinya tersebut.
Serta dua orangtua lainnya dari awal kelahiran hingga kini, sudah menerima
dengan ikhlas kondisi sang anak karena mereka yakin anak adalah titipan Tuhan,
apapun yang Tuhan berikan itulah yang terbaik untuk mereka. Namun tidak dapat
7
dipungkiri mereka yang memiliki anak tunadaksa atau kecacatan lainnya akan
merasa bahwa dirinya berbeda dengan orangtua lainnya yang tidak memiliki anak
dengan hambatan fisik. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan yang dimiliki si
anak, seperti tidak dapat mengikuti rutinitas dan aturan yang ada dalam
kehidupannya sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan Hermiati seperti dikutip Ismartini (2001)
terhadap sejumlah orangtua menyatakan bahwa sebagian besar orangtua telah
dapat menerima keadaan anaknya yang cacat, terbukti dalam caranya bersikap
wajar pada anaknya, akan tetapi masih ada pula sikap orangtua yang ragu-ragu
atau bahkan menolak anaknya. Hal ini bertentangan dengan fakta yang
diberitakan Kompas (Wajib, 1999 dan Mashuri, 2000 dalam Ismartini, 2001),
yaitu masih banyak orangtua dan masyarakat yang sulit menerima kondisi anak
dengan kecacatan yang bentuknya terlihat jelas seperti tunadaksa ini.
Menurut Jourard dan Remy (1955); Helper (1955) dalam Burns (1993),
orangtua sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri anak. Konsep diri
anak-anak tampaknya serupa dengan pandangan dari orangtua mereka kepadanya
seperti yang mereka yakini. Pola orangtua membesarkan anak yang akan
membentuk konsep diri yang positif pertama kali diteliti oleh Stott dalam Burns
(1993), yang melakukan penelitian pada 1800 anak remaja. Dia menemukan
bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang memiliki penerimaan, rasa
saling percaya dan kecocokan di antara orangtua dan anak, lebih baik penyesuaian
dirinya, lebih mandiri dan berpandangan lebih positif tentang diri mereka sendiri.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep diri bertumbuh dari kehangatan dan
8
penerimaan orangtua, dan kesuksesan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang
berada di dalam batas-batas kemampuan anak tersebut.
Untuk meningkatkan konsep diri remaja, orientasi kita harus pada proses
terbentuknya konsep diri itu sendiri. Sikap orangtua terhadap remaja merupakan
salah satu faktor yang mempunyai peranan penting terhadap pembentukan dan
perkembangan konsep diri. Sikap orangtua yang mempunyai anak yang cacat
seperti telah diungkapkan di atas adalah kecewa dan sedih. Sikap dan perasaan ini
akan mempengaruhi penilaiannya terhadap anak itu. Sikap orangtua di sini dapat
berupa penolakan, tidak memperhatikan, dan lain-lain yang akan sangat
berpengaruh pada proses pembentukan konsep diri anak tunadaksa tersebut. Jika
sikap penolakan dari orangtua terus terjadi, maka konsep diri yang terbentuk pada
anak tunadaksa itu adalah konsep diri yang negatif. Sebaliknya, dengan adanya
penerimaan terhadap kenyataan ini akan mengubah penilaiannya terhadap sang
anak, sehingga dengan adanya penilaian yang positif terhadap anak tunadaksa
tersebut maka akan mempengaruhi pembentukan konsep diri yang positif pula
pada anak itu.
Tentunya setiap orangtua menginginkan yang terbaik bagi anaknya
walaupun si anak menyandang tunadaksa. Namun dalam proses ke arah sana
orangtua mempunyai tanggung jawab untuk dapat menerima keadaan anaknya
dengan apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan atau penilaian,
selain itu juga tetap menghargai dan memahaminya sebagai individu yang berbeda
dan mendukung perkembangannya karena penerimaan orangtua ini akan sangat
berpengaruh terhadap keadaan psikologis mereka. Menerima anak berarti
9
menyadari anak sebagai seorang individu yang memiliki perasaan, keinginan
(cita-cita), dan kebutuhan yang sama dengan anak-anak normal lainnya.
Melihat kenyataan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai keterkaitan penerimaan orangtua dengan konsep diri pada anak
penyandang tunadaksa atau cacat fisik khususnya pada remaja dan pembentukan
konsep diri yang seperti apa juga berpengaruh pada pembentukan motivasi
berprestasi pada remaja tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti tertarik
untuk meneliti bagaimana penerimaan diri orangtua dapat mempengaruhi
pembentukan konsep diri pada remaja penyandang tunadaksa dan bagaimana
motivasi berprestasi mereka bisa terbentuk, serta bagaimana pengaruh keluarga,
khususnya orangtua pada terbentuknya atau berkembangnya motivasi berprestasi
yang dimiliki oleh para remaja penyandang tunadaksa melalui penelitian dengan
judul “Hubungan antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan
Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa”.
1. 2. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. 2. 1 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan
motivasi berprestasi remaja penyandang tundaksa?
10
2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi
berprestasi remaja penyandang tundaksa?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan konsep
diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tundaksa?
1. 2. 2 Pembatasan Masalah
Berdasakan latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah maka
batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
• Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu
untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi
tertentu pula. Pencapaian prestasi ini didasarkan pada suatu standar dan
tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya
akan dinilai.
• Konsep diri adalah gambaran unik yang dimiliki seseorang mengenai dirinya
sendiri dan persepsi terhadap diri dalam hubungannya dengan orang lain.
• Penerimaan orangtua merupakan merupakan suatu proses aktif dimana
orangtua secara sadar berusaha untuk memahami dan menghargai anaknya
yang berkebutuhan khusus, disertai adanya perasaan hangat, kasih sayang,
perhatian, mengasuh, mendukung yang diekspresikan secara fisik maupun
verbal tanpa melihat kondisi anak tersebut.
• Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Pada penelitian ini, tunadaksa yang dimaksud adalah remaja
11
penyandang tunadaksa rentang usia 13-20 tahun rentang usia remaja awal
sampai remaja akhir. Dalam penelitian ini dipilih pada masa remaja karena
pada usia tersebut terjadi perubahan-perubahan yang besar dan cepat pada
fisik mereka dan pada masa ini mereka mulai memperhatikan penampilan
fisiknya.
1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan
motivasi berprestasi pada remaja penyandang tunadaksa.
1. 3. 2. Manfaat Penelitian
• Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap dunia
Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Psikologi Perkembangan,
dan/atau Psikologi Anak dan Remaja dan juga hasil penelitian ini dapat menjadi
sumber referensi bagi penelitian selanjutnya dengan tema yang tidak jauh berbeda
sehingga penelitian selanjutnya dapat lebih berkesinambungan.
12
• Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi bahan masukan bagi
masyarakat umum, terutama yang berkaitan dengan anak penyandang tunadaksa,
baik para professional agar dapat meningkatkan program-program untuk para
remaja dengan keterbatasan fisik, misalnya program-program keterampilan,
program pendidikan formal dan informal, maupun program-program lain yang
mempersiapkan mereka untuk hidup mandiri, serta dapat menjadi bahan acuan
bagi para orangtua sebagai penanggung jawab utama dalam proses pengasuhan
dan pendidikan anak. Diharapkan pula dengan penerimaan orangtua terhadap
kondisi anak dapat membantu agar program penanganan para remaja penyandang
tunadaksa dapat dilakukan secara komperhensif sehingga dapat meningkatkan
motivasi mereka untuk terus berprestasi.
1. 4. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, peneliti
membagi ke dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1 : Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab 2 : Landasan Teori
Merupakan kajian yang mengemukakan deskripsi teoritik yang mencakup
pengertian dan definisi motivasi berprestasi, faktor-faktor yang mempengaruhi
13
motivasi berprestasi, dan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi,
dan pengukuran motivasi berprestasi. Definisi konsep diri, elemen konsep diri,
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, konsep diri pada remaja
penyandang tunadaksa, dan pengukuran konsep diri. Definisi penerimaan
orangtua dan proses penerimaan orangtua., serta kerangka berpikir dan hipotesis.
Bab 3 : Metode Penelitian
Terdiri dari jenis penelitian, yaitu (pendekatan penelitian, metode penelitian,
variabel penelitian, serta definisi konseptual dan operasional variabel).
Pengambilan sampel, yang terdiri dari (populasi dan sampel, teknik pengambilan
sampel, dan karakteristik subjek). Teknik pengumpulan data (alat ukur penelitian,
uji validitas dan reliabilitas alat ukur), teknik analisis data, dan prosedur
penelitian.
Bab 4 : Hasil Penelitian
Merupakan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian
dan hasil uji hipotesis.
Bab 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Berisi uraian tentang kesimpulan, diskusi, dan saran peneliti.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori ini akan dibahas teori-teori mengenai motivasi
berprestasi, konsep diri, dan penerimaan orangtua, serta kerangka berpikir
berdasarkan asumsi peneliti dan hipotesis-hipotesis yang akan diujikan.
2. 1. Motivasi Berprestasi
2. 1. 1 Definisi motivasi berprestasi
Konsep motivasi berprestasi diawali dari konsep Henry Murray (1938)
tentang psychogenic need/motive. Konsep awal ini menjelaskan adanya perbedaan
kecenderungan untuk berusaha mencapai tujuan tertentu antara satu orang dengan
orang yang lain (Atkinson dan Raynor, 1974 dalam Santrock, 2003). Menurut
McClelland dan Atkinson (1948) dalam Slavin (1994) salah satu jenis motivasi
\yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi.
Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk mencapai kesuksesan dan untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan kesuksesan tersebut tergantung pada
usaha dan kemampuan orang yang bersangkutan (Slavin, 1994). Sedangkan
menurut Santrock (2003) motivasi berprestasi adalah keinginan untuk
menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan, dan untuk
melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan.
15
Morgan-King (1987) motivasi berprestasi merupakan salah satu motif
sosial yang menunjuk pada suatu dorongan yang merupakan hasil dari aktivitas
manusia. Motif ini disebut motif sosial karena dipelajari dalam suatu kelompok
sosial, dan biasanya melibatkan orang lain. Individu dengan motif (kebutuhan)
untuk berprestasi memiliki kekuatan untuk mencari penyelesaian dan
meningkatkan kinerja (performance) pada tugas yang sedang dihadapinya.
Individu seperti ini berorientasi pada tugas dan lebih menyukai pekerjaan
menantang kemampuannya, dimana kinerjanya akan dievaluasi menurut suatu
aturan tertentu (Morgan-King, 1987, h: 283-284).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk
bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu
pula. Pencapaian prestasi ini didasarkan pada suatu standar dan tingkah laku
berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.
2. 1. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
Semua motivasi sosial (termasuk motivasi berprestasi) merupakan hasil
dari proses belajar. Individu tertentu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
dikarenakan adanya perbedaan pengalaman yang diterima pada awal kehidupan
individu yang menghasilkan variasi dalam derajat motivasi untuk berprestasi.
Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa anak-anak meniru tingkah laku
orangtuanya atau orang dewasa lain yang dianggap ”penting” bagi anak, sebagai
model. Melalui proses belajar observasi (Bandura dan Walters, 1963) anak
16
mengadopsi sejumlah karakteristik model, termasuk dorongan untuk berprestasi
bila model tersebut memiliki motif untuk berprestasi dalam derajat tertentu
(Parsons, 1983 dalam Morgan-King, 1987, h: 284).
Harapan orangtua terhadap anak menurut para ahli juga merupakan suatu
hal yang penting untuk meningkatkan motivasi berprestasi anak. Orangtua yang
berharap agar anaknya bekerja keras dan berusaha meraih kesuksesan merupakan
suatu dukungan bagi anak untuk mengarahkan tingkah lakunya pada usaha
mencapai hasil yang lebih baik. Suatu bentuk harapan orangtua yang berkaitan
dengan motivasi berprestasi misalnya, membiarkan anak untuk melakukan sesuatu
untuk dirinya sendiri, dan lain-lain (Morgan-King, 1987, h: 284).
Selain itu, penerimaan orangtua terhadap anak yang ditunjukkan dengan
sikap hangat dan penuh kasih sayang juga berpengaruh pada motivasi anak. Efek
penerimaan orangtua tersebut diperkenalkan oleh Radin (1971) melalui
observasinya untuk melihat interaksi antara orangtua (khususnya) ibu kepada si
anak (Jersild, et.al., 1975, h: 209).
Prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, dan remaja mulai
menyadari bahwa pada saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan
yang sebenarnya. Mereka mulai melihat kesuksesan atau kegagalan masa kini
untuk meramalkan keberhasilan di kehidupan mereka nanti sebagai orang dewasa
(Ishiyama dan Chasbassol, 1985; Sue dan Okazaki, 1990 dalam Santrock, 2003, h:
473).
17
Prestasi remaja tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual tetapi
juga banyak ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis, termasuk konsep
remaja mengenai dirinya. Walberg (1984) menyatakan bahwa adanya hubungan
antara konsep diri secara umum dengan motivasi berprestasi walaupun tidak
signifikan. Ia akan berkorelasi kuat jika konsep diri yang ingin diukur merupakan
konsep diri yang lebih spesifik, seperti konsep diri matematika, konsep diri
Bahasa Inggris, dan konsep diri tentang mata pelajaran yang lainnya (Marsh, 1992
dalam Eggen dan Kauchak, 2004). Selain itu, untuk melihat hubungan antara
konsep diri dan motivasi berprestasi juga bisa merujuk pada teori konsep diri karir
(career self-concept theory) dari Donald Super (1967, 1976), yang menyatakan
bahwa konsep diri individu memainkan peranan utama dalam pemilihan karir
seseorang. Super percaya bahwa masa remaja merupakan saat seseorang
membangun konsep diri tentang karir (dalam Santrock, 2003, h: 484).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran keluarga sebagai
lingkungan terdekat anak, khususnya orangtua yang memberikan pengalaman
pertama pada anak untuk bersosialisasi, memiliki andil yang besar dalam
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi berprestasi anak termasuk konsep
dirinya sendiri. Diharapkan dengan sudah dimilikinya ”modal” motivasi
berprestasi dan konsep diri yang ditumbuhkan orangtua sewaktu anak-anak
melalui perilaku yang hangat, dalam kehidupan selanjutnya motivasi berprestasi
para remaja dapat dikembangkan dalam area yang lebih luas dan lebih bervariasi
sehingga mampu meraih apa yang diharapkan oleh remaja itu sendiri.
18
2. 1. 3 Karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi
Menurut McClelland (1987), beberapa ciri yang membedakan individu
dengan motivasi berprestasi tinggi, yaitu dalam hal:
1. Resiko pemilihan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas dengan
derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka
menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau
kepuasan yang didapat. Mereka juga menghindari tugas yang sangat sulit
karena kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Mereka menyesuaikan apa
yang diharapkan dengan kemampuan yang dimilikinya (Morgan-King, 1987;
McClelland, 1987).
2. Membutuhkan umpan-balik (feedback)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas atau bekerja
pada situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan-balik tentang apa yang
sudah mereka lakukan. Karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui
apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik atau belum
dibandingkan dengan yang lain (Morgan-King, 1987; McClelland, 1987).
3. Tanggung jawab
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertanggung jawab
secara pribadi pada hasil kinerjanya, karena hanya dengan begitu mereka
19
dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan suatu tugas dengan baik
(McClelland, 1987).
4. Kesempatan untuk unggul
Individu dengan orientasi berprestasi yang tinggi lebih tertarik pada karir dan
tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan untuk unggul. Mereka
juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan
menyelesaikan lebih banyak tugas daripada individu dengan motivasi
berprestasi yang rendah (McClelland, 1987).
5. Inovatif
Melakukan sesuatu dengan lebih baik sering secara tidak langsung berarti
melakukan sesuatu yang berbeda atau dengan cara yang berbeda dengan
sebelumnya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih sering
mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan
suatu hal, dan mereka seharusnya lebih inovatif (McClelland, 1987).
2. 1. 4 Pengukuran motivasi berprestasi
Dari literatur yang ada, motivasi berprestasi dapat diukur melalui tiga cara,
yaitu:
1. Tes Proyeksi
Tes ini didasarkan pada ide bahwa orang akan memproyeksikan perasaan dan
kebutuhannya dalam materi yang ambigu atau tidak terstruktur (Morgan-King,
20
1987). Memakai teori dan pengukuran kepribadian dari Henry Murray,
McClelland (dalam Santrock, 2003) menguji motivasi berprestasi dengan
memperlihatkan kepada subjek gambar yang ambigu yang akan menstimulasi
respon yang berhubungan dengan pencapaian prestasi.
2. Kuesioner
Inventori ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku dan pilihan
tertentu untuk dijawab yang berhubungan dengan apa yang akan atau dipilih
untuk dilakukan dalam situasi tertentu (Morgan-King, 1987, h: 283).
3. Tes Situasional
Dalam tes ini dibuat suatu situasi dimana tindakan seseorang akan
menampakkan motifnya yang dominan (Morgan-King, 1987, h: 283).
Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengukur tingkat
motivasi berprestasi subjek adalah dengan kuesioner. Hal ini disebabkan karena
kuesioner dianggap lebih objektif dibanding cara pengukuran yang lain. Subjek
memilih satu dari keempat pilihan jawaban yang dianggap paling tepat mengenai
dirinya, sehingga tidak ada campur tangan peneliti atau orang lain.
21
2. 2. Konsep Diri
2. 2. 1 Definisi konsep diri
Menurut Atwater dan Duffy (2002) konsep diri adalah keseluruhan
gambaran atau kesadaran yang dimiliki dari diri kita sendiri. Menyangkut tentang
persepsi dari ”I” dan ”me”, bersama perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan
nilai-nilai yang ditanamkan olehnya. Konsep diri ini berpengaruh secara kuat pada
cara seseorang mempersepsi, menilai, dan bertingkah laku.
Selain itu definisi dari konsep diri telah dikemukakan oleh beberapa tokoh,
antara lain Hurlock (1978) yang menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran
seseorang mengenai dirinya, gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan
orang tersebut mengenai diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologik,
sosial, emosi, aspirasi, dan prestasi-prestasinya.
Konsep diri ini terdiri dari aspek fisik dan psikologik. Aspek fisik
terbentuk lebih dahulu daripada aspek psikologik dan merupakan penilaian
seseorang tentang penampilan fisiknya, seperti daya tariknya, kesesuaian jenis
kelamin, pentingnya bagian-bagian tubuh terhadap tingkah lakunya dan prestise
yang diakibatkan oleh penampilan fisiknya di mata orang lain. Sedangkan aspek
psikologik merupakan konsep mengenai karakteristik-karakteristik tertentu,
kemampuan dan ketidakmampuannya, latar belakang, serta dalam berhubungan
dengan orang lain (Hurlock, 1978: 372).
Fitts (1971) mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang
dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan
22
merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-
menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada
saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah
lakunya di kemudian hari.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran unik yang
dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan persepsi terhadap diri dalam
hubungannya dengan orang lain.
2. 2. 2 Elemen konsep diri
Setiap individu memiliki konsep yang berbeda-beda dalam
menggambarkan dirinya. Pada umumnya konsep yang digunakan individu untuk
menggambarkan dirinya adalah citra diri (Self-image), diri ideal (Ideal-self), dan
diri sosial (Social selves) (Atwater dan Duffy, 2002). Berikut ini uraian dari ketiga
konsep tersebut:
A. Citra diri (Self-image)
Citra diri (Self-image) yaitu cara seseorang melihat dirinya sendiri. Hal ini
dibentuk oleh persepsi tentang diri seseorang yang diperoleh selama hidupnya,
khususnya pada masa pertumbuhan (formative years). Persepsi tentang diri ini
sangat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang dipandang dan diperlakukan
oleh orang-orang terdekat (significant others), terutama orangtua. Pikiran,
penilaian, penerimaan, dan harapan orangtua pada anak akan segera
diinternalisasikan oleh anak dan mudah dipengaruhi. Citra diri ini dapat
23
berubah melalui pengalaman-pengalaman hidup selanjutnya bersama dengan
teman, guru, dan pasangan hidup (Atwater dan Duffy, 2002, h: 140).
B. Diri ideal (Ideal-self)
Diri ideal (Ideal-self) yaitu diri yang diharapkan oleh seseorang, meliputi
aspirasi, idealisme moral, dan nilai-nilai. Menurut pandangan psikoanalisa,
individu tidak benar-benar menyadari ideal-self-nya karena sebagian besar
dari diri ideal tersebut diperoleh melalui identifikasi dengan keinginan dan
larangan orangtua.
Diri ideal (Ideal-self) dapat menjadi suatu hal yang realistik ataupun tidak
realistik, tergantung dari konsep diri real yang ada pada individu. Saat ideal-
self memungkinkan untuk dicapai, hal ini dapat menjadi pendorong bagi
dirinya untuk melakukan yang terbaik. Tetapi jika individu gagal memenuhi
standar ideal-self maka sebaiknya ia menambah usaha untuk mencapai standar
tersebut atau memodifikasi standar ideal-self-nya ke arah yang lebih
memungkinkan. Biasanya seseorang akan mengubah citra diri dan tingkah
lakunya agar sesuai dengan ideal-self. Tetapi bila aspirasinya terbukti terlalu
berlebihan atau tidak realistis, maka sebaiknya individu tersebut memodifikasi
ideal-self (Atwater dan Duffy, 2002, h: 141).
24
C. Diri Sosial (Social Selves)
Social selves yaitu perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat
dirinya. Hal ini dapat merupakan representasi yang akurat atau tidak tentang
pandangan orang lain. Bagaimana pun juga persepsi seseorang tentang
bagaimana orang lain memandang dirinya akan sangat mempengaruhinya
dalam memandang dirinya sendiri. James dalam Atwater dan Duffy (2002),
menyatakan bahwa seseorang memiliki social selves yang berbeda-beda
sebanyak sejumlah kelompok orang yang memiliki pendapat yang berarti
baginya.
Cara seseorang memandang dirinya juga dipengaruhi oleh tingkah lakunya
dalam berbagai peran dan situasi. Cara seseorang memandang dirinya akan
mengarahkannya untuk bertindak dengan pola tertentu. Tetapi Tarvis dalam
Atwater dan Duffy (2002) menyatakan bahwa tindakan seseorang dapat
mengubah pandangannya terhadap diri sendiri dan juga pandangan orang lain
terhadapnya. Hal ini menyebabkan kualitas-kualitas dalam diri seseorang
dapat berubah dengan adanya perubahan di sekelilingnya. Peran dan hubungan
sosial merupakan suatu hal yang penting karena sense of self dipengaruhi oleh
faktor sosial dan budaya ketika seseorang sudah memutuskan untuk
berhubungan dengan teman tertentu, memilih pasangan hidup, atau memasuki
sebuah sekolah atau pekerjaan, maka orang-orang yang terlibat akan turut
membentuk cara pandangnya terhadap diri sendiri.
25
2. 2. 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Burns (1993) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan konsep diri pada seseorang, yaitu:
1. Diri fisik dan citra tubuh
Istilah-istilah ’citra tubuh’ dan ’skema tubuh’ dipergunakan untuk
menyampaikan konsep tentang tubuh fisik yang dimiliki oleh masing-masing
orang. Karenanya skema tubuh merupakan hal yang fundamental terhadap
perkembangan citra diri yang merupakan citra yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya sendiri sebagai seorang makhluk yang berfisik.
Sebagaimana yang akan dilihat, konsep remaja tentang dirinya sebagai sebuah
pribadi menekankan pada kualitas-kualitas fisik, baik dari sifat maupun
kekurangan-kekurangan dirinya. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan
konsep dirinya secara keseluruhan (Burns, 1993, h. 189-190).
Richardson, Hastorf, dan Dornbusch dalam Burns (1993) memperoleh
gambaran diri dari anak-anak yang mempunyai hambatan fisik dan yang tidak
mempunyai hambatan fisik untuk melihat efek kecacatan tersebut pada
konsepsi mereka tentang dirinya. Gambaran yang dihasilkan dari gambaran
diri mereka yang mempunyai hambatan fisik dibandingkan dengan gambaran
diri anak-anak yang tidak mempunyai hambatan menekankan pada terbatasnya
fungsi fisik, pengaruh psikologis, kurangnya pengalaman sosial karena
memiliki keterbatasan untuk terlibat di dunia sosial tersebut.
26
Kesimpulannya, penampilan fisik adalah agen yang sangat potensial untuk
menarik perhatian respon sosial secara khusus. Umpan balik ini menciptakan
sampai kepada tingkat yang cukup tinggi dari cara seseorang merasakan
mengenai dirinya sendiri. Oleh karena itu, jangan menilai orang lain dengan
dasar penampilan fisiknya saja agar dapat mengurangi pengaruh dalam
mempelajari citra diri yang mereka anggap buruk.
2. Bahasa dan perkembangan konsep diri
Jelaslah perkembangan bahasa membantu perkembangan dari konsep diri,
karena penggunaan ’me’, ’he’, atau ’them’ berguna untuk membedakan diri
(self) dengan orang lain. Umpan balik dari orang-orang lain seringkali dalam
bentuk verbal. Dengan kata lain konsep diri dipahami di dalam hubungannya
dengan bahasa dan perkembangannya dibuat mudah oleh bahasa. Selain itu,
bahasa tubuh atau komunikasi non-verbal juga dapat menyampaikan informasi
kepada orang-orang lain tentang diri dan mencerminkan apa-apa yang
dipikirkan oleh orang-orang lain tersebut tentang seseorang (Burns, 1993).
Dengan kata lain, ’julukan’ yang diterima seseorang dari orang lain yang
menggambarkan dirinya dan apa yang kita ketahui tentang diri kita itulah yang
menjadi salah satu pembentuk konsep diri (Calhoun dan Acocella, 1990, h:
67).
27
3. Umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati
Sumber utama lainnya dari konsepsi diri, selain citra tubuh dan keterampilan
berbahasa, adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Orang-
orang yang dihormati memainkan sebuah peranan menguatkan di dalam
definisi diri. Orangtua dianggap menjadi orang-orang yang dihormati di dalam
lingkungan si anak (Burns, 1993).
Semua manusia membutuhkan kasih sayang, perasaan diterima dan rasa aman.
Penerimaan kasih sayang dan perasaan diterima adalah sangat memuaskan,
tetapi untuk mengetahui apakah dia sedang menerima kasih sayang dan
perasaan diterima tersebut seseorang tadi harus mengamati muka, isyarat-
isyarat, verbalisasi-verbalisasi dan tanda-tanda lainnya dari orang-orang yang
dihormatinya, biasanya adalah orangtua. Masing-masing pengalaman
mengenai kasih sayang ataupun penolakan, mengenai persetujuan atau
tidaknya dari orang lain menyebabkannya untuk memandang dirinya dan
tingkah lakunya di dalam cara yang sama.
Peranan dari orang-orang lain yang dihormati, khususnya orangtua, sebagai
sumber informasi yang sangat berpengaruh pada diri seseorang dalam
pengembangan konsepsi diri (Burns, 1993, h. 204).
28
2. 2. 4 Konsep diri remaja penyandang tunadaksa
Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pada masa remaja,
penampilan tubuh mendapat perhatian yang besar. Menurut Hurlock (1974),
’kekurangan’ fisik yang dimiliki remaja dapat menjadi sumber kesulitan dan rasa
rendah diri padanya. Adler, seorang tokoh psikologi, berpuluh tahun yang lalu
telah mengemukakan teorinya mengenai perasaan rendah diri pada manusia.
Menurut Adler, manusia cenderung untuk mengimbangi kekurangan yang
dimilikinya dengan sesuatu yang lebih. Dorongan ini merupakan sesuatu yang
bersifat alamiah pada manusia. Dalam hubungannya dengan rasa rendah diri ia
menyatakan bahwa perasaan rendah diri ini timbul dari rasa ketidaksempurnaan
seseorang dalam suatu segi kehidupan. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa
perasaan tersebut bukan suatu tanda ketidaknormalan. Tetapi diakuinya bahwa
perasaan itu mungkin saja berlebihan disebabkan keadaan-keadaan tertentu,
umpamanya anak yang ditolak. Bila perasaan tersebut timbul secara berlebihan
maka akan berubah menjadi sesuatu yang tidak normal (Hall dan Lindzey, 1993).
Karena keadaan fisiknya yang tidak normal, maka mereka sering merasa
takut untuk berhubungan dengan kelompok teman sebaya karena adanya perasaan
takut diejek atau tidak diterima bila berhubungan dengan mereka. Akan tetapi
menurut Powell (1963) teman-teman sebaya tersebut jarang mempersoalkan
kekurangan-kekurangan yang ada pada temannya yang cacat dan mereka pun
bersedia menerima teman tersebut dalam kelompoknya secara apa adanya.
29
Meskipun dari berbagai penelitian di atas cacat fisik seseorang tampaknya
tidak terlalu mempengaruhi apakah ia diterima atau tidak oleh teman-teman
sebayanya, tetapi kondisi tersebut mempunyai dampak pada si remaja sendiri,
begitu pun reaksi yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya. Reaksi-reaksi
tersebut biasanya berupa perhatian yang berlebihan dari orangtua dan saudara-
saudaranya atau dapat pula sebaliknya, terlalu ’dijaga’ oleh orangtuanya,
mengalami penolakan, dan lain-lain sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi
pembentukan konsep dirinya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa perasaan-perasaan ’negatif’ yang
diialami oleh remaja cacat lebih banyak disebabkan oleh perasaan-perasaan dari
dalam diri si remaja cacat itu sendiri, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa
situasi ini juga dapat disebabkan oleh reaksi-reaksi orang lain terutama orangtua
terhadap kecacatannya.
2. 2. 5 Pengukuran konsep diri
Ada dua buah metode umum yang dapat dipakai untuk mengukur konsep
diri individu, yaitu:
1. Metode kertas dan pensil (Paper and pencil method)
2. Dengan mengobservasi tingkah laku individu yang dilakukan oleh satu atau
sejumlah pengamat untuk menduga konsep diri dari orang yang diamati
tersebut. Pendekatan ini biasanya terbatas pada penilaian individual (Burns,
1993, h: 109).
30
Di bawah ini akan dijelaskan tentang metode-metode kertas dan pensil
yang berkaitan dengan pelaporan diri yang dapat digunakan untuk mendapatkan
suatu deskripsi diri individu, yaitu:
1. Skala penilaian
Skala-skala penilaian ini dapat berbentuk kuesioner, inventori, dan sikap
terhadap skala-skala diri. Pada umumnya metode ini terdiri atas pemberian
sekumpulan pernyataan dan untuk meresponnya subjek diminta untuk memilih
derajat aitem yang paling sesuai dengan dirinya, misalnya Sangat Setuju,
Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju atau Tidak Pernah, Jarang,
Kadang-kadang, Seringkali, dan Selalu. Nilai-nilai dari penilaian ini kemudian
dipakai sebagai bobot berupa angka-angka untuk mendapatkan skor total bagi
semua aitem. Pendekatan yang paling sering digunakan di dalam pengukuran
konsep diri adalah teknik skala penilaian ini yang biasanya memakai skala
model Likert, lebih disukai karena memberikan lebih banyak data tentang
subjek/responden (Burns, 1993, h: 109-110).
2. Daftar pengecekan
Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat ataupun
pernyataan-pernyataan yang sesuai untuk menggambarkan dirinya sendiri
yang berbentuk pemberian respon ’ya/tidak’. Hanya aitem-aitem yang dicek
yang berlaku pada subjek tersebut (Burns, 1993, h: 110).
31
3. Teknik penyortiran-Q (Q-Sort Technique)
Penyortiran pernyataan-pernyataan perihal konsep diri pada kartu-kartu yang
sangat digemari, karena merupakan suatu tugas yang mudah, menarik, dan
memberi motivasi yang telah digunakan oleh anak-anak (Staines, 1954) dan
kasus-kasus klinis (Butler dan Haigh, 1954). Teknik penyortiran ini
dikembangkan oleh Stevenson (1953) disebut dengan teknik penyortiran-Q
(Q-Sort Technique). Aitem-aitem yang menjelaskan kepribadian ini cenderung
menjadi pernyataan-pernyataan tegas yang umum dan tidak spesifik menurut
keadaannya (misalnya, ’Saya malu’). Masing-masing aitem di dalam
penyortiran ini dapat ditetapkan pada sebuah nilai dari satu sampai sembilan
tergantung pada tumpukan yang ditempatkan oleh subjek tersebut. Sebagai
sebuah teknik yang bersifat individual, teknik penyortiran-Q ini merupakan
teknik yang tidak efektif dan efisien (Burns, 1993, h: 110-112).
4. Metode-metode respons yang bebas dan tidak berstruktur
Dalam metode ini subjek diminta untuk menyediakan bahan-bahan mengenai
dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimat atau membuat sebuah
essai dengan tema ’Diri saya’. Namun kedua pendekatan ini juga terdapat
masalah dalam penganalisaan dan mengkuantifikasikan data-datanya. Selain
itu, subjek dapat memberikan respon yang tidak akurat dalam merefleksikan
perasaan-perasaannya karena subjek diminta untuk memilih di antara
alternatif-alternatif yang terbatas pada pernyataan-pernyataan yang diajukan
dan juga bersifat subjektif (Burns, 1993, h: 112).
32
5. Teknik proyektif
Beberapa peneliti telah berusaha untuk menggunakan teknik-teknik proyektif
untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (unconscious selfconcept),
misalnya Friedman, 1955; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham,
1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek
tidak sadar berkaitan dengan teori ini. Akan tetapi, dalam segala hal teknik-
teknik proyektif berada dalam keadaan yang jauh lebih tidak pasti daripada
penilaian-penilaian dan skala-skala sikap yang lebih umum digunakan untuk
memberikan indeks sikap-sikap diri dalam hal reliabilitas, validitas, dan
interpretasi (Burns, 1993, h: 112-113).
6. Wawancara
Metode ini sangat jelas di dalam konseling dan di dalam studi-studi
psikoterapi tentang konsep diri dan perubahan konsep diri. Pendekatan yang
berpusat pada klien (client-centered) yang dilakukan oleh Carl Rogers dengan
encounter open-ended-nya merupakan sebuah contoh yang khas dalam metode
wawancara untuk pengungkapan aspek penilaian konsep diri individu (Burns,
1993, h: 113).
Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengukur konsep diri
subjek adalah dengan skala penilaian model Likert. Hal ini disebabkan karena
skala penilaian sering digunakan untuk pengukuran konsep diri dan dianggap
lebih objektif dibanding cara pengukuran yang lainnya.
33
2. 3. Penerimaan Orangtua
2. 3. 1 Definisi penerimaan orangtua
Penerimaan orangtua adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat
menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak sesuai dengan
harapannya. Penerimaan merupakan tujuan akhir dari orangtua saat mengetahui
anaknya mengalami kecacatan (Kϋbler-Ross dalam Gargiulo, 1985).
Menurut Rogers, penerimaan juga merupakan dasar bagi setiap orang
untuk dapat menerima kenyataan hidupnya, semua pengalaman-pengalamannya,
baik maupun buruk dan seseorang membutuhkan situasi yang menghormati dan
menghargai tanpa adanya persyaratan. Situasi ini bisa tercapai jika seseorang
merasa diterima apa adanya tanpa ada penilaian atau persyaratan tertentu. Oleh
karena itu, penerimaan orangtua merupakan aspek yang penting dalam kehidupan
anak berkebutuhan khusus. Penerimaan akan tercapai jika orangtua mampu
membiasakan diri dan ia memulai untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang
dialaminya tersebut (Wenworth dalam Gargiulo, 1985, h: 30).
Selain itu, penerimaan orangtua biasanya digambarkan sebagai orangtua
penyayang dan penuh kehangatan. Tapi rasa sayang akan lebih efektif ketika
orangtua tidak hanya menerima anaknya, tetapi juga menerima keadaan dirinya
sendiri. Orangtua bisa menjadi lebih bijak dalam melakukan penerimaan, jika
orang tua bisa menjalankan hidup lebih realistik (sesuai kenyataan yang ada)
(Jersild, et.al., 1975, h: 207).
34
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan orangtua merupakan
merupakan suatu proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha untuk
memahami dan menghargai anaknya yang berkebutuhan khusus, disertai adanya
perasaan hangat, kasih sayang, perhatian, mengasuh, mendukung yang
diekspresikan secara fisik maupun verbal tanpa melihat kondisi anak tersebut.
2. 3. 2 Proses penerimaan orangtua
Banyak sekali bentuk reaksi dari orangtua yang muncul ketika mengetahui
anaknya mengalami kecacatan, sangat sulit memperkirakan tipe-tipe reaksi yang
akan muncul. Pada kebanyakan keluarga, memiliki anak berkebutuhan khusus
merupakan suatu tragedi yang serius. Pada keluarga yang lain, hal ini merupakan
sebuah krisis namun dapat diselesaikan (Begab, 1966 dalam Gargiulo, 1985).
Namun tetap saja, pada umumnya orangtua tidak mempunyai pengalaman dengan
anak berkebutuhan khusus dan seringnya tidak mempersiapkan hal tersebut.
Gargiulo dengan mengadaptasi teori yang dikemukakan oleh Kϋbler-Ross
(1969 dalam Gargiulo, 1985) mengemukakan tahapan dari proses penyesuaian
orangtua terhadap anaknya yang mempunyai keterbatasan tertentu, yaitu:
1. Fase pertama (Primary Phase)
a. Merasa terguncang (Shock)
Merupakan reaksi awal terhadap gangguan yang terjadi pada anaknya
dimana orangtua merasa terguncang, tidak mempercayai apa yang terjadi.
Setelah itu muncul tingkah laku yang tidak rasional ditandai dengan
35
menangis terus-menerus dan perasaan tidak berdaya. Orangtua sama sekali
tidak siap untuk menghadapi kelainan anak (Gargiulo, 1985, h: 22).
b. Penolakan (Denial)
Orangtua menolak untuk mengenali gangguan pada anak dengan
merasionalisasikan kekurangan yang ada, atau dengan mencari penegasan
dari ahli bahwa anak tidak mengalami gangguan (Gargiulo, 1985, h: 22).
c. Duka cita dan depresi (Grief and depression)
Merupakan reaksi yang alami dan tidak perlu dihindari karena dengan
perasaan ini orangtua mengalami masa transisi dimana harapan masa lalu
mengenai “anak yang sempurna” disesuaikan dengan kenyataan yang
terjadi saat ini. Dalam fase ini rasa duka disebabkan oleh perasaan kecewa
karena memiliki anak penyandang tunadaksa, sedangkan depresi
merupakan perasaan marah pada diri sendiri karena telah gagal melahirkan
anak yang normal. Salah satu perilaku paling mungkin muncul pada fase
ini adalah penarikan diri dari lingkungan (Gargiulo, 1985, h: 23).
2. Fase kedua (Secondary Phase)
a. Pertentangan perasaan (Ambivalence)
Gangguan pada anak dapat meningkatkan intensitas perasaan kasih sayang
sekaligus benci pada orangtua. Perasaan negatif umumnya diiringi dengan
perasaan bersalah sehingga beberapa orangtua mendedikasikan sebagian
36
besar waktunya untuk anak, sedangkan sebagian lagi menolak untuk
memberikan kasih sayang pada anak, dan menganggap anak tidak
berguna. Bagi orangtua yang mendedikasikan sebagian besar waktunya
untuk anak dapat menjauhkan orangtua dengan anggota keluarga lainnya,
bahkan dapat berakibat perceraian. Sementara itu penolakan orangtua
dapat terlihat melalui sikap orangtua yang menolak untuk mengakui
kelainan pada diri anak (Gargiulo, 1985, h: 24).
b. Rasa bersalah (Guilt)
Orangtua mungkin saja merasa bersalah dengan gangguan yang ada pada
anak karena menganggap dialah yang menyebabkan gangguan tersebut
atau dihukum karena dosanya di masa lalu. Sehingga wajar saja jika
mencoba untuk “membayar” kesalahan tersebut pada anak agar perasaan
bersalah orangtua berkurang. Saat berada pada tahap ini, orangtua
biasanya memiliki pemikiran “kalau saja” (Gargiulo, 1985, h: 26).
c. Rasa marah (Anger)
Perasaan ini dapat ditunjukkan dengan dua cara, pertama dengan timbulnya
pertanyaan “Mengapa saya?” dan kedua melalui displacement, dimana rasa
marah ditunjukkan kepada orang lain seperti dokter, suami atau istri atau anak
kandung yang lain (Gargiulo, 1985, h: 27).
37
d. Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
Perasaan ini timbul saat orangtua menghadapi lingkungan sosial yang
menolak, mengasihani, atau mengejek gangguan yang dimiliki oleh si
anak. Sikap lingkungan yang seperti ini dapat menurunkan harga diri
orangtua, karena beberapa orangtua menganggap anak merupakan penerus
dirinya. Kehadiran anak yang cacat dapat mengancam harga dirinya
(Gargiulo, 1985, h: 28).
3. Fase ketiga (Tertiary Phase)
a. Melakukan penawaran (Bargaining)
Merupakan salah satu tahapan akhir proses penyesuaian yang bersifat
individual dan jarang terlihat oleh orang lain. Tahapan ini merupakan
strategi dimana orangtua berharap membuat “perjanjian” dengan Tuhan,
ilmu pengetahuan atau pihak manapun yang dapat membuat anaknya
kembali normal. Misalnya, orangtua membuat pernyataan, “Jika Engkau
dapat menyembuhkan anakku, aku akan mengabdikan diriku pada-Mu”
(Gargiulo, 1985, h: 29).
b. Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
Dimana adaptasi merupakan proses bertahap yang membutuhkan waktu
dalam mengurangi kecemasan dan reaksi emosional lainnya yang berbeda-
beda pada masing-masing orang (Drotar et.al., 1975). Orangtua mulai
merasa nyaman dengan situasi yang dihadapi dan mulai menata kembali
38
perasaannya, dimana orangtua semakin percaya sendiri dalam berinteraksi
dengan anaknya (Gargiulo, 1985, h: 29).
c. Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment)
Proses penerimaan merupakan tujuan akhir, merupakan proses aktif
dimana orangtua secara sadar berusaha mengenali, memahami, dan
memecahkan masalah. Tetapi perasaan negatif sebelumnya tidak akan
pernah hilang sama sekali. Pada tahap ini, orangtua menyadari bahwa
proses penerimaan tidak hanya menerima kondisi anaknya tetapi juga
menerima dirinya sendiri. Selanjutnya orangtua akan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan yang dialaminya (Gargiulo, 1985, h: 30).
Menurut Gargiulo (1985) ada beberapa perilaku yang ditunjukkan
berkaitan dengan ketiga tahap penerimaan orangtua, diantaranya sebagai berikut:
1. Kepedihan yang mendalam (Chronic sorrow)
Olhansky (1962, 1966 dalam Gargiulo, 1985) menjelaskan bahwa kepedihan
yang mendalam merupakan reaksi yang alami dan reaksi yang dapat
dimengerti ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami kecacatan. Reaksi
ini merupakan reaksi yang umum terjadi pada setiap orangtua.
39
Olhansky juga menyarankan penerimaan orangtua khususnya ibu akan terjadi
ketika dapat mengatasi rasa sedihnya tersebut dan jika ada pelayanan yang
konkrit untuk ibu mengatur dan hidup dengan anaknya yang menyandang
tunadaksa.
2. Perilaku mencoba-coba (Shopping behavior)
Anderson (1971 dalam Gargiulo, 1985) menyatakan bahwa perilaku mencoba-
coba ini merupakan sebagai respon yang dipelajari. Perilaku mencoba-coba ini
didefinisikan sikap orangtua yang mengunjungi terapis yang sama atau
beberapa terapis yang berbeda karena merasa masalah sang anak tidak dapat
diselesaikan oleh terapis yang terdahulu. Respon ini akan bersifat maladaptif
karena menghabiskan banyak waktu, energi, dan uang. Perilaku mencoba-
coba ini biasanya dipandang sebagai reaksi dari perasaan bersalah dari
orangtua.
3. Penolakan (Rejecting parents)
Orangtua terkadang memiliki penilaian negatif dengan melakukan penolakan
terhadap anak yang berkekurangan secara terus-menerus (Gallagher, 1956
dalam Gargiulo, 1985) yang ditandai dengan:
• Memiliki harapan yang rendah terhadap prestasi anak, dimana orangtua
memiliki pandangan yang kurang tepat mengenai anak, misalnya anak
tidak berguna dan tidak akan dapat menguasai apapun. Mereka juga
40
kurang mampu menghargai kemampuan anak, serta membuat tujuan yang
tidak realistis bagi anak dan karenanya tidak memiliki masa depan.
• Membuat tujuan yang tidak realistis dalam hal kematangan sosial dan
emosional. Jika anak tidak mampu mencapai suatu tujuan, orangtua yang
mengetahui ini perasaan negatifnya terhadap anak dapat meningkat lalu
menghukum anak tersebut atas ketidakmampuannya itu.
• Escape, ditandai dengan mengabaikan anak dan orangtua
merasionalisasikan perilakunya berdasar pada ketidakmampuan mereka
untuk merawat anak secara tepat, misalnya menyekolahkan anak di
sekolah khusus (SLB) dan ditempatkan di dalam asrama.
• Reaction formation, orangtua mengingkari adanya perasaan negatif pada
anak, dan mengatakan pada orang lain bahwa mereka mencintai dan
menerima kondisi anaknya. Reaksi ini menunjukkan adanya mekanisme
pertahanan yang kompleks. Yaitu jika orangtua jujur dan mengakui
perasaan negatif mereka akan menjadi orangtua yang menolak. Di sisi lain,
jika ibu menutupi perasaannya dan menunjukkan rasa cinta pada anak,
maka ini merupakan reaksi formasi.
4. Kompensasi (Compensating parents)
Menurut Bryant (dalam Gargiulo, 1985) ada tiga tipe hubungan antara
orangtua dan anak, yaitu penerimaan, penolakan, dan kompensasi. Biasanya
reaksi orangtua terhadap anak berkebutuhan khusus adalah menerima atau
menolak, tetapi Bryant mempertimbangkan adanya hubungan orangtua dengan
41
anak yang ketiga, yaitu kompensasi, dimana hal tersebut dibangun
berdasarkan kombinasi antara penerimaan dan penolakan terhadap kecacatan
anak dan lebih menekankan perilaku dibandingkan dengan perasaan. Orangtua
yang kompensasi akan berusaha mengganti sikap penolakan dengan
penerimaan. Tetapi hasil yang ditampilkan akan menyebabkan perilaku yang
berbahaya untuk anaknya.
Selain itu, Porter (dalam Jersild, et.al., 1975) menyatakan bahwa terdapat
empat bentuk penerimaan orangtua, yaitu:
1. Menunjukkan perasaannya dan respek kepada anak, mengakui bahwa anak
memang berhak untuk mendapatkan perasaan tersebut
2. Menilai bahwa setiap anak itu unik walaupun dalam keterbatasannya
3. Mengakui bahwa seorang anak butuh untuk mandiri dan bisa menjadi
“sesuatu” nantinya
4. Cintai dan sayangi anak tanpa pamrih
2. 4. Kerangka Berpikir
Masa remaja adalah masa persiapan individu untuk memasuki masa
dewasa, yang digambarkan sebagai masa dimana individu sudah harus mencapai
kemandirian dan memikul tanggung jawab sendiri terhadap kehidupan
selanjutnya. Tanggung jawab yang diembannya tidak terbatas hanya terhadap
dirinya sendiri, namun juga terhadap lingkungan sosialnya. Sebagai individu,
tentu memiliki keinginan untuk tidak sekedar mempertahankan hidup, tetapi juga
42
meningkatkannya – mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari yang sudah
dimilikinya saat ini. Keinginan untuk mencapai suatu kondisi/keadaan yang lebih
baik ini merupakan suatu motif untuk berprestasi.
Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau keinginan untuk
mencapai suatu hasil yang lebih baik, memerlukan standar atau patokan sebagai
ukuran keberhasilan. Standar ini sifatnya sangat subjektif, karena ukuran
berprestasi bagi individu tertentu belum tentu sama dengan individu lain.
Bagaimana individu mampu mengetahui dan memahami segala kelebihan dan
kekurangan diri merupakan salah satu cara untuk dijadikan sebuah patokan untuk
pencapaian prestasi. Oleh karena itu, setiap individu seharusnya memiliki
gambaran atau konsep mengenai dirinya. Konsep ini dapat diperoleh dari
perumusan individu tentang konsep dirinya.
Akan tetapi, konsep diri yang baik/positif yang mampu memunculkan
tingkah laku untuk mencapai suatu prestasi tidak akan tumbuh dan berkembang
jika tidak didukung oleh lingkungan yang baik pula. Lingkungan remaja yang
terdekat selain teman sebaya adalah keluarga, terutama orangtua. Bagaimana
sikap orangtua terhadap sang anak sejak kecil mempengaruhi pembentukan
konsep diri dan motivasinya hingga ia tumbuh menjadi remaja dan akan
berpengaruh sepanjang hidupnya kelak.
Pada dasarnya tidak ada satu pun orangtua yang meninginkan anaknya
mengalami hambatan dalam perkembangannya, baik secara fisik maupun mental
apalagi sampai si anak mengalami kelainan dalam pertumbuhan fisiknya seperti
anak penyandang tunadaksa. Walaupun begitu tentunya setiap orangtua
43
menginginkan yang terbaik bagi anaknya walaupun anak tersebut berkebutuhan
khusus. Dan setiap orangtua dalam menerima keadaan ini berbeda-beda, bisa jadi
reaksi pertama kali ketika tahu bahwa anaknya tidak normal, yaitu ada yang
terkejut dan malu, bahkan ada yang menolak dan ada pula yang menerima
keadaan anaknya dengan ikhlas dan berlapang dada. Secara umum dalam
menerima anaknya yang mengalami hambatan ini para peneliti mengasumsikan
bahwa mereka akan melewati beberapa tahap dalam penerimaan dan penyesuaian
terhadap anak tersebut (Gargiulo, 1985).
Dengan menerima anak berarti menyadari anak sebagai seorang individu
yang memiliki perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang sama dengan anak-anak
lainnya dan dalam proses ke arah sana orangtua mempunyai tanggung jawab
untuk dapat menerima keadaan anaknya dengan apa adanya secara keseluruhan,
karena penerimaan orangtua ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan
psikologis mereka, diantaranya adalah dalam pembentukan konsep diri dan
motivasi. Dimana segala sikap yang diterima oleh anak tersebut bisa membentuk
pola pikir mereka tentang dirinya. Jika yang diterimanya adalah penerimaan
ataupun penolakan dari orangtuanya, maka apakah konsep diri yang dibentuk oleh
si anak mengarah pada konsep diri yang baik atau tidak. Begitu pula dengan
motivasi, motivasinya akan berkembang dengan baik jika orangtua mampu
memperlakukan anak penuh kehangatan dan cinta kasih. Dengan begitu anak
mampu melihat dirinya dengan segala potensi yang dimiliki tanpa harus melihat
segala kekurangannya. Karena semakin ia merasa mendapat penolakan dari orang
terdekatnya yaitu orangtua bisa jadi pandangan si anak tentang dirinya akan
44
semakin buruk atau ia bisa merasa rendah diri sehingga membuat kehidupannya
semakin terpuruk dan semakin tidak menumbuhkan rasa/keinginan untuk terus
berprestasi sepanjang hidupnya.
Gambar 2.1.
Bagan Kerangka Berpikir
Remaja Penyandang Tunadaksa
Penerimaan Orangtua - Shock - Denial - Grief and depression - Ambivalence - Guilt - Anger - Shame and embarrassment - Bargaining - Adaptation and
reorganization - Acceptance and adjustment
Konsep Diri - Self-image - Ideal-self - Social selves
Motivasi Berprestasi - Berani mengambil
resiko dalam pemilihan tugas
- Membutuhkan umpan-balik dari orang lain
- Bertanggung jawab - Memiliki kesempatan
untuk unggul - inovatif
45
2. 5. Hipotesis
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan
motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx1 > ry)
H2 : Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi
berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx2 > ry)
H3 : Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan konsep
diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx1x2 > ry)
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan
motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi
berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan
konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
46
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai pendekatan dan jenis
penelitian yang digunakan, jenis variabel dan definisi operasional dari variabel
yang diteliti, populasi dan sampel, alat ukur pengumpulan data, uji validitas dan
reliabilitas alat ukur penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari hasil penelitian ini adalah berupa
data kuantitatif yakni data yang berbentuk bilangan. Sedangkan jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian korelasional. Jenis penelitian korelasional
digunakan karena penelitian ini dirancang untuk menentukan hubungan antara
penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja
penyandang tunadaksa.
3. 2. Jenis Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3. 2. 1 Variabel Dependen (Motivasi Berprestasi)
• Definisi konseptual: Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk
mencapai kesuksesan dan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan
kesuksesan tersebut tergantung pada usaha dan kemampuan orang yang
bersangkutan (Slavin, 1994, h: 359).
47
• Definisi operasional: Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang
akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu (mengambil
resiko dalam pemilihan tugas, membutuhkan umpan-balik, bertanggung
jawab, memiliki kesempatan untuk unggul, dan inovatif) dengan tujuan
agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. Dan tingkah laku berprestasi
ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.
3. 2. 2 Variabel Independen
A. Variabel Independen Pertama (Konsep Diri)
• Definisi konseptual: Konsep diri adalah keseluruhan gambaran atau
kesadaran yang dimiliki dari diri kita sendiri. Menyangkut tentang persepsi
dari ”I” dan ”me”, bersama perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan
nilai-nilai yang ditanamkan olehnya (Atwater dan Duffy, 2002, h: 139).
• Definisi operasional: Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki
seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman
yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri ini
berpengaruh secara kuat pada cara seseorang mempersepsi, menilai, dan
bertingkah laku, yang terdiri dari tiga elemen yaitu citra diri (self-image),
diri ideal (ideal-self), dan diri sosial (social selves).
48
B. Variabel Independen (Penerimaan Orangtua)
• Definisi konseptual: Penerimaan orangtua adalah suatu kondisi dimana
seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak
sesuai dengan harapannya. Penerimaan merupakan tujuan akhir dari
orangtua saat mengetahui anaknya mengalami kecacatan (Gargiulo, 1985).
• Definisi operasional: Penerimaan yaitu ditandai dengan sikap menerima
atau menolak, yaitu sikap orangtua yang menerima anaknya dengan
proses-proses tertentu yang menyandang tunadaksa dengan apa adanya
secara menyeluruh, tanpa adanya persyaratan dan tetap menghargai serta
memahaminya sebagai individu yang berbeda dan mendukung
perkembangannya.
3. 3. Populasi dan Sampel
3. 3. 1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang setidaknya memiliki
sifat atau jenis yang sama. Populasi pada penelitian ini adalah 35 orang siswa,
yaitu 15 orang siswa binaan Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti,
Cengkareng, Jakarta Barat. Populasi yang kedua para siswa SLB-D Yayasan
Pengembangan Anak Cacat (YPAC), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang
berjumlah 20 orang.
49
Karena keterbatasan sampel, maka sampel dalam penelitian ini merupakan
bagian dari keseluruhan populasi yang ada, yaitu para siswa binaan Panti Sosial
Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti sebanyak 15 orang dan para siswa SLB-D
Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC) sebanyak 20 orang.
3. 3. 2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik sensus, dimana keseluruhan populasi dijadikan sebagai responden
penelitian.
3. 4. Alat Ukur Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan
menggunakan skala, yaitu suatu metode pengambilan data yang di dalamnya
berisi daftar pernyataan-pernyataan tertulis yang diajukan kepada subjek
(responden). Selain menggunakan skala, dipergunakan juga kuesioner untuk
mendapatkan data pribadi setiap subjek (responden), seperti jenis kelamin, usia,
latar belakang keluarga, jenis kecacatan, penyebab kecacatan, serta awal
kecacatan guna melihat gambaran umum sampel.
Alat ukur pengumpulan data yang digunakan adalah skala motivasi
berprestasi, skala konsep diri, dan skala penerimaan orangtua yang dipersepsikan
oleh remaja penyandang tunadaksa yang secara keseluruhan dibuat oleh peneliti
merujuk pada landasan teoritik dan untuk skala konsep diri diadaptasi dari TSCS
(Fitts, 1971).
50
Ketiga skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari empat
pilihan jawaban, yaitu:
1. Sangat Setuju (SS), jika pernyataan sangat sesuai dengan keadaan diri saya
2. Setuju (S), jika pernyataan sesuai dengan keadaan diri saya
3. Tidak Setuju (TS), jika pernyataan tidak sesuai dengan keadaan diri saya
4. Sangat Tidak Setuju (STS), jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan
keadaan diri saya
3. 5. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
3. 5. 1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir
pernyataan dari setiap variabel. Validitas setiap item dalam alat ukur ini diuji
dengan menggunakan formula Pearson’s Product Moment;
xixiix
ixxi)(xi
ssrss
ssrr222 −+
−=−
dimana;
ri (x-I) = Koefisien korelasi
rix = Koefisien korelasi sebelum dikorelasi
Si = Deviasi standar butir ke-i
Sx = Deviasi standar skor skala
51
3. 5. 2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini digunakan untuk melihat konsistensi subjek (responden)
dalam menjawab setiap butir-butir pernyataan dari setiap variabel. Uji reliabilitas
ini perhitungannya menggunakan koefisien Alpha Cronbach, dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡ +−=
x
i
sss 2
22
12α
dimana :
si2 dan s2
2 = Varian skor belahan 1 dan varian skor belahan 2
sx2 = Varian skor skala
Untuk penghitungannya digunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for Windows.
3. 5. 3 Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian
3. 5. 3. 1 Alat Ukur Motivasi Berprestasi
Alat ukur motivasi berprestasi yang dikembangkan dalam penelitian ini
mengukur lima indikator motivasi berprestasi, yaitu:
1. Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas
2. Membutuhkan umpan-balik dari orang lain
3. Bertanggung jawab
4. Memiliki kesempatan untuk unggul
5. Inovatif
52
Dari kelima indikator tersebut dibuat enam puluh pernyataan, dengan dua
belas pernyataan pada setiap indikatornya.
Tabel 3.1. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap indikator motivasi
berprestasi yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan
dalam uji coba adalah 60 butir pernyataan.
Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya
beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir
tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel
(α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat
koefisien Alpha sebesar 0,8110.
Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Berprestasi
Nomor Butir No Aspek Indikator F UF Jumlah
1 Kognisi Inovatif 10, 19,
23, 38, 56, 60
25, 12, 21, 34, 48, 58
12
Memiliki kesempatan untuk unggul
28, 4, 20, 33, 49, 47
27, 22, 11, 37, 46, 57
12
2 Afeksi Membutuhkan umpan-balik dari orang lain
2, 4, 15, 31, 42, 54
5, 18, 29, 39, 51, 43 12
Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas
1, 17, 30, 35, 41, 52
9, 3, 14, 40, 53, 44 12
3 Psikomotor Bertanggung jawab 28, 13, 6, 36, 45, 59
7, 26, 16, 32, 55, 50 12
Jumlah 60 60 60
53
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh
20 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat
lampiran). Empat puluh butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid)
untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-40
pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisi-
kisi alat ukur motivasi berprestasi yang bisa dipergunakan dalam penelitian
diperlihatkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi
Nomor Butir No Aspek Indikator F UF Jumlah
1 Kognisi Inovatif 10, 19,
23*, 38*, 56, 60
25, 12, 21*, 34*, 48, 58
8
Memiliki kesempatan untuk unggul
8*, 24*, 20*, 33*, 49*, 47
27*, 22*, 11*, 37*, 46*, 57
2
2 Afeksi Membutuhkan umpan-balik dari orang lain
2*, 4*, 15*, 31, 42, 54*
5*, 18*, 29*, 39, 51, 43*
4
Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas
1*, 17*, 30*, 35*, 41, 52*
9*, 3*, 14*, 40*, 53, 44*
2
3 Psikomotor Bertanggung jawab 28*, 13*, 6*, 36, 45*, 59
7*, 26*, 16*, 32, 55*, 50
4
Jumlah 20 20 20
54
3. 5. 3. 2 Alat Ukur Konsep Diri
Alat ukur konsep diri yang dikembangkan dalam penelitian ini mengukur
tiga dimensi konsep diri, yaitu:
1. Citra diri (Self-image)
2. Diri ideal (Ideal-self)
3. Diri sosial (Social selves)
Dari ketiga dimensi tersebut dibuat enam puluh pernyataan, dengan dua
puluh pernyataan pada setiap indikatornya.
Tabel 3.3. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap dimensi dari konsep
diri yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan dalam
uji coba adalah 60 butir pernyataan.
Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya
beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir
tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel
(α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat
koefisien Alpha sebesar 0,7293.
55
Tabel 3.3. Kisi-kisi Alat Ukur Konsep Diri
Nomor Butir No Dimensi Indikator F UF Jumlah
1 Citra diri (Self-image)
• Persepsi diri • Pengaruh
significant other
• Perlakuan dan pandangan orangtua
1, 2, 4, 16, 17, 19, 31, 44, 48, 56
3, 5, 18, 20, 32, 33, 38, 51, 53, 59
20
2 Diri ideal
(Ideal-self)
• Melakukan sesuatu sesuai dengan harapan orang lain
• Nilai-nilai yang ditanamkan orang lain
• Aspirasi diri
6, 7, 9, 21, 22, 24, 34, 42, 50, 52
8, 10, 23, 25, 35, 36, 40, 47, 55, 58
20
3 Diri sosial
(Social selves)
• Perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat dirinya
• Pengaruh cara pandang orang lain
• Kualitas diri yang terbentuk dari lingkungan
11, 12, 26, 27, 28, 37, 39, 46, 54, 60
13, 14, 15, 29, 30, 41, 43, 45, 49, 57
20
Jumlah 60 60 60
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh
20 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat
lampiran). Empat puluh butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid)
untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-40
56
pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisi-
kisi alat ukur konsep diri yang bisa dipergunakan dalam penelitian diperlihatkan
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri
Nomor Butir No Dimensi Indikator F UF Jumlah
1 Citra diri (Self-image)
• Persepsi diri • Pengaruh
significant other
• Perlakuan dan pandangan orangtua
1*, 2, 4*, 16, 17*, 19, 31, 44, 48*, 56
3*, 5, 18*, 20, 32*, 33, 38, 51, 53*,
59
12
2 Diri ideal
(Ideal-self)
• Melakukan sesuatu sesuai dengan harapan orang ain
• Nilai-nilai yang ditanamkan orang lain
• Aspirasi diri
6*, 7*, 9, 21*, 22*, 24*, 34*,
42*, 50*, 52
8*, 10*, 23, 25*, 35*, 36*, 40*,
47*, 55*, 58
4
3 Diri sosial
(Social selves)
• Perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat dirinya
• Pengaruh cara pandang orang lain
• Kualitas diri yang terbentuk karena lingkungan
11*, 12*, 26*, 27*, 28*, 37*, 39, 46*, 54*, 60
13*, 14*, 15*, 29*, 30*, 41*, 43, 45*, 49*, 57
4
Jumlah 20 20 20
57
3. 5. 3. 3 Alat Ukur Penerimaan Orangtua
Alat ukur penerimaan orangtua yang dikembangkan dalam penelitian ini
mengukur sepuluh dimensi penerimaan orangtua, yaitu:
1. Merasa terguncang (Shock)
2. Penolakan (Denial)
3. Duka cita dan depresi (Grief and depression)
4. Pertentangan perasaan (Ambivalence)
5. Rasa bersalah (Guilt)
6. Rasa marah (Anger)
7. Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
8. Melakukan penawaran (Bargaining)
9. Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
10. Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment)
Dari kesepuluh dimensi tersebut dibuat tujuh puluh pernyataan, dengan
empat, enam, delapan, dan empat belas pernyataan pada setiap indikatornya.
Tabel 3.5. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap indikator penerimaan
orangtua yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan
dalam uji coba adalah 70 butir pernyataan.
Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya
beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir
tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel
(α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat
koefisien Alpha sebesar 0,8193.
58
Tabel 3.5. Kisi-kisi Skala Penerimaan Orangtua
Nomor Butir No Dimensi Indikator F UF Jumlah
1 Merasa terguncang (Shock)
• Tidak percaya • Ketidakberdayaan 1, 5 7, 19 4
2 Penolakan (Denial)
Rasionalisasi dengan mengkonfirmasi kepada pihak profesional
41, 63, 67
3, 65, 70 6
3 Duka cita dan depresi (Grief and depression)
• Kecewa • Sedih • Ketidakmampuan
mengelak kenyataan
• Penarikan diri dari anak
2, 6, 42, 49
4, 37, 38, 47 8
4 Pertentangan perasaan (Ambivalence)
• Perasaan saling bertentangan
• Berharap anak tiada
8, 39, 62, 69
12, 43, 61, 68 8
5 Rasa bersalah (Guilt)
• Karma • Obsesif • Membayar
kesalahan masa lalu
10, 13, 20
9, 40, 60 6
6 Rasa marah (Anger)
• Mempertanyakan kehadiran anak
• Merasa anak seorang pengganggu
14, 44 17, 48 4
7
Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
• Tidak membawa anak keluar rumah
• Penarikan sosial dari teman-temannya
• Harga diri ibu rendah
• Menyadari adanya perubahan dalam hidup
16, 46, 53, 58
15, 18, 45, 51
8
59
8 Melakukan penawaran (Bargaining)
Mengadakan perjanjian dengan Tuhan/pihak lain
21, 22, 66
11, 25, 64 6
9
Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
• Merasa nyaman • Percaya diri
dalam merawat anak
• Bertanggung jawab
28, 57, 59
26, 30, 36 6
10
Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment)
• Mengenali kecacatan anak
• Memahami masalah yang dihadapi
• Mencari solusi • Menghargai anak • Menunjukkan
rasa sayang secara fisik dan verbal
• Menurunkan idealism tentang anak
• Mengikutsertakan dalam acara keluarga
24, 29, 32, 35, 50, 55, 56
23, 27, 31, 33, 34,52, 54
14
Jumlah 70 70 70
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh
28 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat
lampiran). Empat puluh dua butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid)
untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-42
pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisi-
kisi alat ukur penerimaan orangtua yang dipergunakan dalam penelitian
diperlihatkan pada Tabel 3.6.
60
Tabel 3.6. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orangtua
Nomor Butir No Dimensi Indikator F UF Jumlah
1 Merasa terguncang (Shock)
• Tidak percaya • Ketidakberdayaan 1*, 5* 7*, 19* 0
2 Penolakan (Denial)
Rasionalisasi dengan mengkonfirmasi kepada pihak profesional
41, 63, 67
3, 65, 70 6
3
Duka cita dan depresi (Grief and depression)
• Kecewa • Sedih • Ketidakmampuan
mengelak kenyataan • Penarikan diri dari
anak
2*, 6*, 42, 49*
4, 37*, 38*, 47* 2
4 Pertentangan perasaan (Ambivalence)
• Perasaan saling bertentangan
• Berharap anak tiada
8, 39*, 62, 69*
12, 43*, 61*, 68 4
5 Rasa bersalah (Guilt)
• Karma • Obsesif • Membayar
kesalahan masa lalu
10*, 13, 20*
9*, 40*, 60 2
6 Rasa marah (Anger)
• Mempertanyakan kehadiran anak
• Merasa anak seorang pengganggu
14,* 44 17, 48* 2
7
Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
• Tidak membawa anak keluar rumah
• Penarikan sosial dari teman-temannya
• Harga diri ibu rendah
• Menyadari adanya perubahan dalam hidup
16*, 46*, 53*, 58*
15*, 18*,
45*, 51* 0
8 Melakukan penawaran (Bargaining)
Mengadakan perjanjian dengan Tuhan/pihak lain 21*,
22, 66*11, 25*,
64*
2
61
9
Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
• Merasa nyaman • Percaya diri dalam
merawat anak • Bertanggung jawab
28, 57*, 59
26*, 30, 36
4
10
Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment)
• Mengenali kecacatan anak
• Memahami masalah yang dihadapi
• Mencari solusi • Menghargai anak • Menunjukkan rasa
sayang secara fisik dan verbal
• Menurunkan idealism tentang anak
• Mengikutsertakan dalam acara keluarga
24*, 29, 32, 35*, 50*,
55*, 56
23*, 27, 31*, 33, 34*,52*,
54
6
Jumlah 28 28 28
3. 6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data pada penilitian ini menggunakan Analisis Regresi dan
perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for Windows.
3. 7. Prosedur Penelitian
3. 7. 1 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan penelusuran kepustakaan
untuk menemukan berbagai konsep dan teori ilmiah yang berkenaan dengan
masalah yang diteliti untuk membuat alat ukur penelitian. Penelusuran ini
dilakukan melalui buku-buku yang menyajikan pembahasan mengenai motivasi
berprestasi, konsep diri, dan penerimaan orangtua. Selain buku-buku, juga
dilakukan penelaahan artikel-artikel ilmiah yang terdapat di situs-situs internet
62
yang menyajikan bahasan-bahasan yang sesuai masalah yang diangkat oleh
peneliti. Hal ini dilakukan untuk menemukan teori dan kelengkapan aspek yang
akan diukur dalam penelitian ini.
Selanjutnya peneliti membuat alat ukur penelitian berdasarkan teori-teori
yang terkumpul. Setelah alat ukur penelitian ini selesai, dilakukan observasi
lapangan guna mengumpulkan data responden penelitian, serta meminta izin
untuk melaksanakan penelitian kepada instansi yang terkait.
3. 7. 2 Pelaksanaan Penelitian
Skala ini telah diujicobakan pada tanggal 21 Juli 2010 kemudian
pelaksanaan penelitian menggunakan skala yang sama kepada 35 orang siswa
pada tanggal 18 dan 19 Agustus 2010 di SLB-D Yayasan Pengembangan Anak
Cacat (YPAC), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan pada tanggal 19 dan 20
Agustus 2010 di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti, Cengkareng,
Jakarta Barat.
63
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam hasil penelitian ini diuraikan mengenai gambaran umum responden
berdasarkan jenis kelamin dan,usia, dan hasil uji hipotesis.
4. 1. Gambaran Umum Responden
4. 1. 1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti
dan SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), Jakarta dengan
melibatkan 35 responden yang seluruhnya adalah siswa binaan panti dan siswa
SMPLB-D serta SMALB-D, yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki (48,6%)
dan 18 orang siswa perempuan (51,4%). Dijelaskan pada Tabel 4.1.
Selanjutnya sebanyak 28,57% responden adalah siswa yang telah berusia
14 tahun. Berikutnya adalah responden yang termasuk dalam kelompok usia 13
tahun sebesar 22,85%, dan responden yang berusia 15 tahun sebesar 14,28%.
Siswa yang berusia 17 dan 20 tahun sebesar 8,57% dan siswa yang berusia 16, 18,
dan 19 tahun menjadi responden yang paling sedikit dalam penelitian ini yaitu
5,71% dari 35 orang responden. Dijelaskan pada Tabel 4.1.
64
Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Latar Belakang ƒ %
Laki-laki 17 48.6
Perempuan 18 51.4 Jenis Kelamin
Jumlah 35 100
13 – 15 Tahun 23 65.7
16 – 20 Tahun 12 34.3 Usia
Jumlah 35 100
4. 2. Hasil Uji Hipotesis
4. 2. 1 Korelasi antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan
Motivasi Berprestasi (Analisis Regresi)
Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s
Product Moment dihasilkan nilai r hitung sebesar:
a. 0.239 antara Penerimaan Orang Tua dan Motivasi Berprestasi
b. 0.302 antara Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi
Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 35 adalah
sebesar 0.334. Karena nilai r hitung yang didapat < r tabel (p value > 0.05), maka
hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara penerimaan orang tua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi diterima.
Dijelaskan pada Tabel 4.2.
65
Tabel 4.2. Hasil Penghitungan Regresi
Motivasi
Berprestasi Penerimaan Orangtua
Konsep Diri
Motivasi Berprestasi 1.000 .239 .302Penerimaan Orangtua .239 1.000 .369
Pearson Correlation
Konsep Diri .302 .369 1.000Motivasi Berprestasi . .083 .039Penerimaan Orangtua .083 . .015
Sig. (1-tailed)
Konsep Diri .039 .015 .Motivasi Berprestasi 35 35 35Penerimaan Orangtua 35 35 35
N
Konsep Diri 35 35 35
Setelah diketahui hasil korelasi ketiga variabel, kemudian dilakukan
penghitungan nilai R Square untuk melihat besaran sumbangsih kedua variabel
independen terhadap perubahan variabel dependen. Dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of the
Estimate 1 .332a .110 .055 12.13443
a. Predictors: (Constant), Konsep Diri, Penerimaan Orangtua b. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi
66
Berdasarkan hasil penghitungan seperti ditampilkan pada tabel di atas,
didapat R Square sebesar 0.110. Hal ini bermakna bahwa variabel penerimaan
orang tua dan konsep diri memberikan sumbangan sebesar 11% terhadap
perubahan variabel motivasi berprestasi. Artinya masih terdapat 89% variabel lain
yang tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan pengaruh
perubahan variabel motivasi berprestasi.
Setelah dilakukan penghitungan r square, kemudian dilakukan
penghitungan anova untuk menguji persamaan garis regresi. Dijelaskan pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 583.725 2 291.862 1.982 .154a
Residual 4711.818 32 147.244 1
Total 5295.543 34 a. Predictors: (Constant), Konsep Diri, Penerimaan Orangtua b. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi
Hasil penghitungan uji anova(b) didapat nilai f hitung sebesar 1.982
dengan p value sebesar 0.154. Karena nilai p value yang didapat > 0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa persamaan garis regresi yang dipergunakan dalam
penelitian ini tidak dapat diterapkan untuk analisis lebih lanjut.
Setelah dilakukan penghitungan uji persamaan garis regresi, kemudian
dilakukan penghitungan koefisien konstanta kedua variabel independen.
Dijelaskan pada Tabel 4.5.
67
Tabel 4.5. Coefficientsa
Unstandarized Coefficients
Standarized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 130.410 28.774 4.532 .000
Penerimaan Orangtua
.123 .150 .148 .823 .416
1
Konsep Diri .180 .131 .248 1.381 .177a. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi
Hasil penghitungan nilai koefisien konstanta didapat nilai t hitung sebesar
o.823 pada variabel penerimaan orang tua dengan p value sebesar 0.416 dan nilai t
hitung sebesar 1.381 pada variabel konsep diri dengan p value sebesar 0.177.
Karena nilai p value yang didapat kedua variabel > 0.05, dapat
disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap motivasi berprestasi.
68
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bab lima ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilaksanakan, diskusi mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan hasil penelitian yang didapat, dan saran yang peneliti secara teoritis
maupun metodologis.
5. 1. Kesimpulan
Analisis terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya menghasilkan kesimpulan bahwa:
• Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan
motivasi berprestasi.
• Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi
berprestasi.
• Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan konsep
diri.
• Selain itu, peneliti telah manyajikan pula hasil analisis regresi yang
menghasilkan kesimpulan bahwa kedua variabel, yaitu penerimaan orangtua
dan konsep diri tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
motivasi berprestasi (hanya memberikan sumbangan sebesar 11%, sehingga
masih ada 89% variabel lain yang tidak terukur dalam penelitian ini).
69
5. 2 Diskusi
Berdasarkan hasil korelasi dari salah satu hipotesis alternatif pada
penelitian ini ternyata tidak sejalan dengan apa yang dijabarkan secara teoritis.
Seperti tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan
motivasi berprestasi. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci bahwa penerimaan
orangtua terhadap anak yang ditunjukkan dengan sikap hangat dan penuh kasih
sayang juga berpengaruh pada motivasi anak. Efek penerimaan orangtua tersebut
diperkenalkan oleh Radin (1971) melalui observasinya untuk melihat interaksi
antara orangtua (khususnya) ibu kepada si anak, yang menghasilkan bahwa
motivasi anak meningkat jika perlakuan ibu terhadap anak ditampilkan penuh
dengan kasih sayang (Jersild, et.al., 1975, h: 209).
Selain itu, ada salah satu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Purwanti, dkk. (1995) mengenai hubungan antara pengaruh keluarga, khususnya
orangtua pada terbentuknya atau berkembangnya motivasi berprestasi yang
dimiliki oleh remaja menghasilkan bahwa ketiadaan orangtua (ayah, ibu, atau
yatim piatu) tidak memadamkan motivasi mereka. Namun menurut peneliti, hasil
penelitian yang mereka dapat tersebut kurang meyakinkan, karena pada dasarnya
motivasi berprestasi secara teoritis juga dibentuk melalui lingkungan keluarga,
khususnya pengalaman (baik maupun buruk) yang diberikan orangtua (Morgan-
King, 1987).
Hasil penelitian dari uji hipotesis alternatif kedua yang menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi,
berbanding lurus dengan teori yang menyatakan bahwa prestasi remaja tidak
70
hanya ditentukan oleh kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga banyak
ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis, termasuk konsep remaja mengenai
dirinya. Walberg (1984) menyatakan bahwa adanya hubungan antara konsep diri
secara umum dengan motivasi berprestasi walaupun tidak signifikan. Ia akan
berkorelasi kuat jika konsep diri yang ingin diukur merupakan konsep diri yang
lebih spesifik, seperti konsep diri matematika, konsep diri Bahasa Inggris, dan
konsep diri tentang mata pelajaran yang lainnya (Marsh, 1992 dalam Eggen dan
Kauchak, 2004).
Penelitian terdahulu mengenai hubungan antara konsep diri dengan
motivasi berprestasi menghasilkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kedua variabel tersebut namun dengan sampel remaja yang tidak
menyandang ketunaan (Purwanti, dkk., 1995).
Selain itu, hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan konsep diri sejalan dengan
teorit yang ada, terlihat dari salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri
yaitu sumber utama lainnya dari konsepsi diri selain citra tubuh dan keterampilan
berbahasa adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Orang-orang
yang dihormati memainkan sebuah peranan menguatkan di dalam definisi diri.
Orangtua dianggap menjadi orang-orang yang dihormati di dalam lingkungan
anak karena pada dasarnya setiap manusia membutuhkan kasih sayang, perasaan
diterima dan rasa aman. Masing-masing pengalaman mengenai kasih sayang
ataupun penolakan, mengenai persetujuan atau tidaknya dari orang lain
menyebabkannya untuk memandang dirinya dan tingkah lakunya di dalam cara
71
yang sama dengan perlakuan dari orangtuanya tersebut. Peranan dari orang-orang
lain yang dihormati, khususnya orangtua, sebagai sumber informasi yang sangat
berpengaruh pada diri seseorang dalam pengembangan konsep dirinya (Burns,
1993, h. 204).
Untuk melihat hasil korelasi dari ketiganya, peneliti menggunakan analisis
regresi berganda. Namun dari kedua variabel independen hanya memberikan
pengaruh sebesar 11% kepada dependen variabel. Oleh karena itu, diperlukan
analisis lebih lanjut mengenai variabel-variabel tersebut untuk melihat variabel
lain yang tidak terukur, sehingga dapat memberikan pengaruh lebih besar
terhadap perubahan variabel motivasi berprestasi.
5. 3 Saran
Sebagai penutup bab ini peneliti mengajukan beberapa saran yang bersifat
praktis dan metodologis. Saran praktis terutama ditujukan kepada kepala panti dan
kepala sekolah yang bersangkutan. Sedangkan saran metodologis ditujukan
kepada pihak-pihak yang tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai persepsi
anak tentang penerimaan orangtua, konsep diri, dan motivasi berprestasi remaja
penyandang tunadaksa.
Dukungan dari berbagai pihak (terutama para guru, orangtua siswa SLB-D
dan para pengurus panti) tentunya dapat mempengaruhi pembentukan dan
pemupukan motivasi para remaja penyandang tunadaksa agar dapat mendorong
mereka untuk selalu berusaha meraih prestasi, tidak hanya dibidang akademik
tetapi juga di bidang olahraga, seni musik, maupun berbagai keterampilan hidup
72
agar bisa mandiri dan bersaing dengan yang lain. Selain itu, sarana dan prasarana
penunjang perlu ditingkatkan terutama di lingkungan panti agar para siswa binaan
panti bisa lebih kerasan berada di sana dan kiranya perlu dilakukan pembenahan
lingkungan, seperti pengaturan sistem belajar mengajar, pengaturan ruang
kegiatan keterampilan, serta peningkatan kebersihan dan kedisiplinan agar para
siswa binaan bisa lebih kerasan menetap di sana dan bias belajar bertanggung
jawab pada dirinya sendiri serta bagi lingkungannya tersebut. Jika dibandingkan
dengan panti, SLB-D YPAC bisa dikatakan lebih baik, baik dari segi pola
pengajaran dan kedisiplinan tetapi juga terlihat dari sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan belajar dan mengajar, sehingga mereka bisa mengikuti
pembelajaran dengan fokus serta lebih tercipta lingkungan yang sehat untuk
berkompetisi antarsiswanya, seperti yang selalu ditanamkan oleh pihak sekolah.
Selain itu, ketiadaan figur orangtua sehari-hari pun lebih berpengaruh pada
siswa binaan panti dibandingkan dengan para siswa SLB-D, kehangatan yang
mereka rasakan didapat dari para pengasuh panti selaku wali dari orangtua mereka
atau dari para pramu dan teman sesama penghuni panti sehingga sedikit banyak
bisa membentuk konsep para siswa binaan mengenai dirinya. Tidak dipungkiri,
walaupun para siswa SLB-D tidak menetap di asrama tetapi lingkungan di sekolah
pun dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri para siswanya. Oleh karena
itu, peran lingkungan saat mereka di luar rumah seperti panti dan sekolah
diharapkan dapat memberikan masukan nilai-nilai positif agar mereka dapat
menanamkan konsep yang positif pula dalam diri mereka.
73
Saran metodologis pertama yang dapat peneliti ajukan adalah agar pada
setiap penelitian mengenai penerimaan orangtua untuk mempertimbangkan latar
belakang ekonomi sebagai bagian dari variabel yang hendak diukur, karena setiap
jenjang atau strata ekonomi bisa berbeda dalam memberikan perlakuan atau dalam
hal mengasuh anak, termasuk dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusus.
Kedua, hasil yang didapat dalam penelitian ini belum mengungkap
hubungan antarvariabel secara signifikan. Menarik kiranya jika peneliti lain untuk
meneliti tema yang sama dengan alat ukur yang lebih dikembangkan agar hasil
yang didapat nantinya bisa lebih mendalam dan maksimal.
Saran terakhir adalah penelitian terkait dengan ketiga variabel ini akan
menjadi menarik dan lebih mendalam jika dikelompokkan menjadi lebih spesifik,
dari segi usia,jenis kecacatan, penyebab kecacatan, lamanya menyandang
kecacatan, atau sesuai dengan cita-cita si anak.
74
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsismi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi Ke-6. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Atwater dan Duffy. (2002). Psychology for Living: Adjustment, Growth, and
Behavior Today. New Jersey: Prentice Hall. Bromley, Jo. (1999). Working with Families dalam Clinical Psychology and
People with Intellectual Disabilities. London: John Wiley & Sons Ltd.
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: Penerbit Arcan.
Calhoun dan Acocella. (1990). Psychology of Adjusment and Human
Relationships 3rd Ed. Alih Bahasa: R. Satmoko. New York: McGraw-Hill Inc.
Eggen dan Kauchak. (2004). Educational Psychology: Windows on Classrooms
6th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Fitts, William H. (1971). The Self-Concept and Self-Actualization.
Gargiulo, Richard M. (1985). Working with Parents of Exceptional Children: A Guide for Professional. Boston: Houghton Mifflin Company.
Hall dan Lindzey. (1993). Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Alih Bahasa:
Supratiknya, A. Yogyakarta: Kanisius. Hurlock, Elizabeth B. (1974). Adolescent Development 4th Ed. Tokyo:
International Student Edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. ________________. (1978). Child Development 6
th Ed. Tokyo: International
Student Edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. ________________. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Ke-5. Alih Bahasa: Istiwidayati dan Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
75
Ismartini, Uji Arum. (2001). Proses Penerimaan Ibu Anak Down Syndrome yang Berusia Kurang dari Lima Tahun. Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi UI.
Jersild, et.al. (1975). Child Psychology. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
McClelland, David C. (1987). Human Motivation. USA: Cambridge Press University.
Moniaga, Grace T. (2003). Gambaran Konsep Diri pada Remaja Penyandang
Sindroma Down. Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi UI. Morgan dan King. (1987). Introduction to Psychology 7th Ed. Singapore:
McGraw-Hill Book Co. Muhtar, Muhamad. (2005). Kontribusi Kebervariasian Pola Asuh, Konsep Diri,
dan Motivasi Berprestasi terhadap Kebervariasian Prestasi Belajar Santri Mukim dan Santri Non-mukim. Tidak Diterbitkan. Depok: Pascasarjana Fakultas Psikologi UI.
Nisfiannoor, Muhammad. (2009). Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu
Sosial. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Noviantari, Sri. (2008). Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa
(Studi Kasus). Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Powell, Marvin. (1963). The Psychology of Adolescence. New York, USA: The
Bobbs-Merril Company, Inc. Purwanti, dkk. (1995). Laporan Penelitian: Hubungan antara Konsep Diri
dengan Motif Prestasi pada Remaja Akhir di Jakarta. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katholik Atma Jaya.
Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa:
Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sevilla, et.al,. (2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.
76
Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology Theory and Practice 4th Ed. Massachusetts: Paramount Publishing.
Sujarwanto. (2004). Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dit. P2TK dan KPT).
http://www.iicg.org/asset/doc/CG&Kinerja-DDA,KSY,RGR.pdf diakses pada
Selasa, 31 Agustus 2010. http://adia08.files.wordpress.com/2008/07/jurnal_haris.pdf diakses pada Selasa,
31 Agustus 2010. (http://www.google.co.id/search?q=analisis+multikolinier+adalah&hl=id&clientfi
refox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=s&ei=-8h9TKGPJougvQPa7oGuCQ&start=10&sa=N
77
Lampiran 1
78
Lampiran 2
79
Lampiran 3
80
Lampiran 4
Pengantar dan Petunjuk Pengisian
Saya adalah mahasiswi semester IX Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja
Penyandang Tunadaksa”. Dengan ini saya meminta partisipasi dari Anda untuk
mengisi form angket yang terlampir berikut ini. Atas perhatian dan kesediaan
Anda untuk berpartisipasi, saya ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama (Inisial) :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
No. Telp/Hp :
Nama Orangtua :
Pekerjaan Orangtua :
Jenis Kecacatan :
Dialami sejak :
Penyebab Kecacatan :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
_________________________
(Tanda tangan dan inisial nama)
Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi.
81
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap
pernyataan yang ada. Untuk setiap pernyataan terdapat 4 (empat) pilihan jawaban
(SS, S, TS, dan STS). Tugas Anda adalah memilih salah satu pilihan jawaban dari
masing-masing pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda sendiri,
dengan cara memberi tanda silang ( X ) di setiap kolom yang tersedia. Pilihan
jawaban tersebut adalah sebagai berikut:
SS : jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan diri saya
S : jika pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan diri saya
TS : jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan diri saya
STS : jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan diri saya
Perhatikan contoh di bawah ini:
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya selalu riang gembira x
Berarti, pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri Anda, Anda memang
orang yang selalu riang gembira.
82
Lampiran 5 Contoh Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi
No. Pernyataan SS S TS STS
1 Saya lebih suka mengerjakan tugas-tugas yang
menantang
2
Setelah menyelesaikan tugas, saya ingin teman
menilai dan memberi tahu kesalahan yang saya
lakukan pada tugas tersebut
3 Saya lebih suka mengerjakan tugas yang mudah
4 Apabila tugas dinilai buruk oleh guru, saya akan
berusaha memperbaikinya
5 Saya tidak suka jika ada teman yang mengkritik
hasil tugas saya
83
Lampiran 6
Contoh Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orangtua No. Pernyataan SS S TS STS
1 Orangtua saya sangat tidak percaya atas
kecacatan yang saya derita sejak lahir
2 Ibu kecewa setiap kali saya tidak bisa mengikuti
pelajaran di sekolah
3 Ayah saya langsung percaya pada dokter bahwa
saya tidak akan pernah sehat
4 Ibu selalu tegar dan ikhlas mendampingi saya
dalam keadaan apapun
5 Ibu saya merasa tidak ada tempat bersandar untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya
84
Lampiran 7
Contoh Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri No. Pernyataan SS S TS STS
1 Saya memiliki tubuh yang sehat
2 Saya seorang yang menarik
3 Saya sering sakit-sakitan
4 Saya seorang yang periang
5 Saya tidak enak dipandang mata
85
Lampiran 8
86
Lampiran 9
87
Lampiran 10
88
Lampiran 11
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Motivasi Berprestasi
****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 185.8857 155.7513 12.4800 60 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 182.9143 149.9042 .2720 .8073 VAR00002 182.8571 152.1261 .1367 .8112 VAR00003 182.3143 153.3395 .1521 .8100 VAR00004 182.2857 152.9748 .1806 .8095 VAR00005 182.8571 152.1261 .1367 .8112 VAR00006 182.4857 150.6101 .2733 .8074 VAR00007 182.4571 152.9025 .1840 .8094 VAR00008 182.3429 154.4672 .0456 .8127 VAR00009 182.9143 149.9042 .2720 .8073 VAR00010 182.7714 148.8874 .3399 .8056 VAR00011 183.6286 153.8874 .0491 .8139 VAR00012 182.6286 149.3580 .3447 .8057 VAR00013 183.4286 157.7227 -.1239 .8188 VAR00014 183.4857 151.3748 .2119 .8089 VAR00015 182.4857 153.5513 .0998 .8114 VAR00016 182.4857 150.6101 .2733 .8074 VAR00017 182.3143 153.3395 .1521 .8100 VAR00018 182.2857 152.9748 .1806 .8095 VAR00019 182.6286 149.3580 .3447 .8057 VAR00020 183.6286 153.8874 .0491 .8139 VAR00021 183.4571 148.6672 .3231 .8059 VAR00022 182.3429 154.4672 .0456 .8127 VAR00023 183.4571 148.6672 .3231 .8059
89
VAR00024 182.6000 148.8941 .3240 .8059 VAR00025 182.7714 148.8874 .3399 .8056 VAR00026 183.4286 157.7227 -.1239 .8188 VAR00027 182.6000 148.8941 .3240 .8059 VAR00028 182.4571 152.9025 .1840 .8094 VAR00029 182.4857 153.5513 .0998 .8114 VAR00030 183.4857 151.3748 .2119 .8089 VAR00031 182.3429 149.1143 .4618 .8042 VAR00032 182.5714 149.1933 .4369 .8044 VAR00033 183.1429 151.1849 .1736 .8102 VAR00034 182.3143 150.0454 .3290 .8063 VAR00035 183.6000 159.9529 -.2272 .8213 VAR00036 182.5714 149.1933 .4369 .8044 VAR00037 183.1429 151.1849 .1736 .8102 VAR00038 182.3143 150.0454 .3290 .8063 VAR00039 182.3429 149.1143 .4618 .8042 VAR00040 183.6000 159.9529 -.2272 .8213 VAR00041 182.8571 147.9496 .3986 .8042 VAR00042 183.2571 146.3731 .4055 .8033 VAR00043 182.6857 148.9277 .3181 .8061 VAR00044 182.4857 153.9630 .0845 .8116 VAR00045 182.6571 151.1143 .2454 .8081 VAR00046 183.2571 150.9025 .2249 .8086 VAR00047 182.2000 149.4588 .5271 .8040 VAR00048 183.0286 147.2050 .3819 .8042 VAR00049 183.2571 150.9025 .2249 .8086 VAR00050 182.5714 150.0168 .3780 .8056 VAR00051 183.2571 146.3731 .4055 .8033 VAR00052 182.4857 153.9630 .0845 .8116 VAR00053 182.8571 147.9496 .3986 .8042 VAR00054 182.6857 148.9277 .3181 .8061 VAR00055 182.6571 151.1143 .2454 .8081 VAR00056 183.0286 147.2050 .3819 .8042 VAR00057 182.2000 149.4588 .5271 .8040 VAR00058 182.5143 148.4924 .5874 .8028 VAR00059 182.5714 150.0168 .3780 .8056 VAR00060 182.5143 148.4924 .5874 .8028 Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 N of Items = 60 Alpha = .8110
90
Lampiran 12
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penerimaan Orangtua
****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 178.6857 223.9866 14.9662 70 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 176.7429 216.0202 .2469 .8167 VAR00002 176.3429 220.5261 .1362 .8188 VAR00003 175.6857 205.9277 .6891 .8061 VAR00004 176.0857 213.5513 .3594 .8139 VAR00005 176.8000 224.5176 -.0488 .8220 VAR00006 176.3429 235.1731 -.3721 .8338 VAR00007 176.7429 216.0202 .2469 .8167 VAR00008 176.6857 213.2807 .4075 .8130 VAR00009 176.6571 214.9378 .2697 .8161 VAR00010 176.6571 214.9378 .2697 .8161 VAR00011 175.6000 213.9529 .4366 .8129 VAR00012 176.6857 213.2807 .4075 .8130 VAR00013 176.5429 209.2555 .5733 .8092 VAR00014 176.9714 217.9697 .2317 .8170 VAR00015 176.8857 218.0454 .2393 .8169 VAR00016 176.6857 221.6336 .0658 .8206 VAR00017 176.6571 213.4084 .4591 .8125 VAR00018 176.8857 220.8689 .0861 .8205 VAR00019 176.8000 224.5176 -.0488 .8220 VAR00020 175.8000 215.4588 .3207 .8150 VAR00021 175.2857 226.6807 -.1412 .8245 VAR00022 175.6000 213.9529 .4366 .8129 VAR00023 175.5429 222.7849 .0468 .8201
91
VAR00024 175.5429 222.7849 .0468 .8201 VAR00025 175.2857 226.6807 -.1412 .8245 VAR00026 175.4000 227.6588 -.1870 .8251 VAR00027 175.7429 214.3143 .4951 .8126 VAR00028 176.0857 208.7866 .5664 .8090 VAR00029 175.7429 214.3143 .4951 .8126 VAR00030 175.5429 218.4319 .3640 .8157 VAR00031 175.3429 223.7025 -.0065 .8211 VAR00032 175.4857 216.0218 .3770 .8144 VAR00033 175.4857 219.4924 .3600 .8163 VAR00034 175.7429 214.6084 .3225 .8148 VAR00035 175.3429 223.7025 -.0065 .8211 VAR00036 176.0857 208.7866 .5664 .8090 VAR00037 176.3429 220.5261 .1362 .8188 VAR00038 177.0286 218.4403 .2195 .8172 VAR00039 177.2286 224.4756 -.0478 .8213 VAR00040 175.8000 215.4588 .3207 .8150 VAR00041 175.6857 205.9277 .6891 .8061 VAR00042 176.0857 213.5513 .3594 .8139 VAR00043 177.2286 224.4756 -.0478 .8213 VAR00044 176.6571 213.4084 .4591 .8125 VAR00045 176.1429 219.5966 .1451 .8189 VAR00046 176.8857 218.0454 .2393 .8169 VAR00047 176.3429 235.1731 -.3721 .8338 VAR00048 176.9714 217.9697 .2317 .8170 VAR00049 177.0286 218.4403 .2195 .8172 VAR00050 175.5429 216.1378 .3022 .8155 VAR00051 176.6857 221.6336 .0658 .8206 VAR00052 175.5429 216.1378 .3022 .8155 VAR00053 176.1429 219.5966 .1451 .8189 VAR00054 175.4857 216.0218 .3770 .8144 VAR00055 175.7429 214.6084 .3225 .8148 VAR00056 175.4857 219.4924 .3600 .8163 VAR00057 175.4000 227.6588 -.1870 .8251 VAR00058 176.8857 220.8689 .0861 .8205 VAR00059 175.5429 218.4319 .3640 .8157 VAR00060 176.5429 209.2555 .5733 .8092 VAR00061 176.4571 222.3143 .0470 .8207 VAR00062 176.5429 214.5496 .3907 .8137 VAR00063 175.9143 213.0218 .3665 .8137
92
VAR00064 175.1429 225.9496 -.1460 .8223 VAR00065 175.9143 213.0218 .3665 .8137 VAR00066 175.1429 225.9496 -.1460 .8223 VAR00067 175.6286 215.5933 .3949 .8141 VAR00068 176.5429 214.5496 .3907 .8137 VAR00069 176.4571 222.3143 .0470 .8207 VAR00070 175.6286 215.5933 .3949 .8141 Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 N of Items = 70 Alpha = .8193
93
Lampiran 13 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 185.4286 293.5462 17.1332 60 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00001 182.2000 291.4588 .0521 .7297 VAR00002 182.4286 282.8992 .5675 .7197 VAR00003 182.2000 291.4588 .0521 .7297 VAR00004 182.3143 284.5748 .3283 .7224 VAR00005 182.4286 282.8992 .5675 .7197 VAR00006 182.3714 286.1227 .3245 .7234 VAR00007 182.3429 291.5261 .0706 .7290 VAR00008 182.3714 286.1227 .3245 .7234 VAR00009 182.1143 284.1630 .4223 .7214 VAR00010 182.3429 291.5261 .0706 .7290 VAR00011 181.8857 286.9866 .3288 .7240 VAR00012 182.4000 295.3059 -.1009 .7325 VAR00013 181.8857 286.9866 .3288 .7240 VAR00014 182.5714 294.2521 -.0498 .7336 VAR00015 182.4000 295.3059 -.1009 .7325 VAR00016 182.1714 282.2639 .4913 .7195 VAR00017 182.5143 289.9042 .1318 .7276 VAR00018 182.3143 284.5748 .3283 .7224 VAR00019 183.1143 283.5748 .3483 .7216 VAR00020 182.1714 282.2639 .4913 .7195 VAR00021 182.3143 289.8101 .1916 .7267 VAR00022 182.4000 287.9529 .1986 .7258 VAR00023 182.1143 284.1630 .4223 .7214 VAR00024 182.5714 290.7227 .0785 .7290 VAR00025 182.3143 289.8101 .1916 .7267 VAR00026 183.0286 287.4992 .1607 .7266
94
VAR00027 182.5714 294.2521 -.0498 .7336 VAR00028 182.2857 292.3866 .0182 .7306 VAR00029 183.0286 287.4992 .1607 .7266 VAR00030 182.2857 292.3866 .0182 .7306 VAR00031 182.3143 277.1630 .5663 .7150 VAR00032 182.5143 289.9042 .1318 .7276 VAR00033 183.1143 283.5748 .3483 .7216 VAR00034 182.4571 285.8437 .3015 .7235 VAR00035 182.4000 287.9529 .1986 .7258 VAR00036 182.5714 290.7227 .0785 .7290 VAR00037 182.2571 290.8437 .0842 .7287 VAR00038 182.3143 277.1630 .5663 .7150 VAR00039 182.1714 284.9109 .4911 .7216 VAR00040 182.4571 285.8437 .3015 .7235 VAR00041 182.2571 290.8437 .0842 .7287 VAR00042 183.2571 294.6672 -.0645 .7327 VAR00043 182.1714 284.9109 .4911 .7216 VAR00044 182.1429 278.4790 .6565 .7155 VAR00045 182.0857 294.4336 -.0577 .7319 VAR00046 182.0857 294.4336 -.0577 .7319 VAR00047 183.2571 294.6672 -.0645 .7327 VAR00048 182.1429 292.0084 .0618 .7291 VAR00049 181.8571 214.8908 .3366 .7529 VAR00050 181.8571 291.9496 .0784 .7288 VAR00051 182.1429 278.4790 .6565 .7155 VAR00052 182.3143 280.2218 .5684 .7174 VAR00053 182.1429 292.0084 .0618 .7291 VAR00054 181.8571 214.8908 .3366 .7529 VAR00055 181.8571 291.9496 .0784 .7288 VAR00056 182.3429 283.4084 .5190 .7203 VAR00057 181.9143 284.1395 .4376 .7213 VAR00058 182.3143 280.2218 .5684 .7174 VAR00059 182.3429 283.4084 .5190 .7203 VAR00060 181.9143 284.1395 .4376 .7213 Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 N of Items = 60 Alpha = .7293
95
Lampiran 14
Nilai-nilai Kritis Koefisiensi Korelasi (r) Product Moment
Taraf Signifikansi Taraf Signifikansi Taraf Signifikansi N
5% 1% N
5% 1% N
5% 1%
3 4 5
6 7 8 9
10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
0,997 0,950 0,878
0,811 0,754 0,707 0,666 0,632
0,602 0,576 0,553 0,532 0,514
0,497 0,482 0,468 0,456 0,444
0,433 0,423 0,413 0,404 0,396
0,999 0,990 0,959
0,917 0,874 0,834 0,798 0,765
0,735 0,708 0,684 0,661 0,641
0,623 0,606 0,590 0,575 0,561
0,549 0,537 0,526 0,515 0,505
2627282930
3132333435
3637383940
4142434445
4647484950
0,388 0,381 0,374 0,367 0,361
0,355 0,349 0,344 0,339 0,334
0,329 0,325 0,320 0,316 0,312
0,308 0,304 0,301 0,297 0,294
0,291 0,288 0,284 0,281 0,279
0,496 0,487 0,478 0,470 0,463
0,456 0,449 0,442 0,436 0,430
0,424 0,418 0,413 0,408 0,403
0,398 0,393 0,389 0,384 0,380
0,376 0,372 0,368 0,364 0,361
5560657075
80859095
100
125150175200300
400500
600700
800900
1000
0,266 0,254 0,244 0,235 0,227
0,220 0,213 0,207 0,202 0,195
0,176 0,159 0,148 0,138 0,113
0,098 0,088
0,080 0,074
0,070 0,065
0,062
0,345 0,330 0,317 0,306 0,296
0,286 0,278 0,270 0,263 0,256
0,230 0,210 0,194 0,181 0,148
0,128 0,115
0,105 0,097
0,091 0,086
0,081
96
Lampiran 15
Daftar Pertanyaan Wawancara Orangtua Remaja Penyandang
Tunadaksa
Prolog:
Assalamualaikum. Wr. Wb
Saya Rizki mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya
sedang menyelesaikan proposal skripsi mengenai remaja penyandang tunadaksa.
Oleh karena itu, saya ingin meminta partisipasi bapak/ibu untuk menjawab setiap
pertanyaan yang akan saya ajukan nanti. Tolong dijawab sejujurnya dan sesuai
dengan yang telah bapak/ibu alami selama ini.
Daftar pertanyaan:
1. Sebutkan identitas bapak/ibu!
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
2. Sebutkan identitas anak bapak/ibu yang menyandang tunadaksa!
Nama :
Usia :
Anak ke-…………dari………..bersaudara
Jenis ketunaan :
Dialami sejak :
Penyebab ketunaan :
Hobi :
Cita-cita :
97
98
3. Bagaimana perasaan bapak/ibu saat pertama kali mengetahui keadaan anak
saat lahir? (jika sejak lahir)
4. Bagaimana perasaan bapak/ibu saat pertama kali melihat kondisi anak yang
akhirnya mengalami kecacatan fisik? (jika dialami sejak pascalahir karena
sakit atau kecelakaan)
5. Apakah kesedihan bapak/ibu berpengaruh pada sikap yang ditunjukkan
kepada si anak?
6. Apakah dengan berlapang dada bapak/ibu bisa mengatasi kesedihan dan
kekecewaan karena memiliki anak penyandang tunadaksa?
7. Bagaimana tanggapan keluarga terdekat tentang anak yang ibu lahirkan?
(seperti: nenek, kakek, kakak, paman, bibi)
8. Bagaimana perasaan keluarga terdekat saat tahu diantara mereka ada yang
menyandang ketunaan?
9. Bagaimana bapak/ibu menyikapi orang-orang terdekat (significant other) yang
tidak menerima kehadiran anak penyandang tunadaksa di tengah-tengah
mereka?
10. Apakah bapak/ibu mendukung setiap kegiatan yang anak ingin lakukan?
11. Apakah bapak/ibu membatasi ruang gerak mereka, baik di rumah maupun di
sekolah? (untuk bermain dengan teman-teman)
12. Apakah si anak memiliki banyak teman?
13. Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika ada teman-teman yang menghinanya?
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA
DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI
REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Oleh:
RIZKI FAUZIAH
106070002300
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
i
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN KONSEP DIRI
DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENYANDANG
TUNADAKSA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana psikologi (S.Psi)
Oleh:
Rizki Fauziah
106070002300
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Agustyawati, M.Phil, SNE Solicha, M.Si
NIP. 19670819 199412 2 001 NIP. 197204151999032001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA
DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA
PENYANDANG TUNADAKSA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 06 September 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua, Sekretaris,
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561 223 198303 2 001
Anggota:
Bambang Suryadi, Ph.D Dra. Agustyawati, M.Phil, SNE NIP. 19700 529 200312 1 002 NIP. 19670 819 199412 2 001
Solicha, M.Si NIP. 19720 415 199903 2 001
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rizki Fauziah
NIM : 106070002300
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan antara
Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja
Penyandang Tunadaksa” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-
kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber
pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-
Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan
dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 7 September 2010
Rizki Fauziah 106070002300
iv
MOTTO
“Menyerahlah jika peluang benar-benar sudah
habis. Tapi selagi masih ada satu harapan, raihlah
dengan kerja keras dan anda pasti sukses”.
(Anonimous)
v
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Sepetember 2010 (C) Rizki Fauziah (D) Hubungan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan
motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (E) xv + 98 halaman (F) Masa remaja merupakan masa transisi menuju dewasa dimana cukup
banyak tuntutan yang membuat remaja harus mencapai keberhasilan. Pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri dan mampu bertanggung jawab bukan hanya pada diri sendiri tetapi juga tanggung jawab mereka secara sosial. Hal ini tentu dapat mendorong remaja untuk mencapai keberhasilan dan untuk selalu melakukan yang terbaik, dibandingkan dengan yang sudah dicapai sebelumnya. Dorongan inilah yang disebut dengan motivasi berprestasi.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Penelitian ini mengangkat faktor penerimaan orangtua dan konsep diri yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi. Penelitian sebelumnya juga menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian ini, namun pada sampel yang berbeda yaitu para remaja penyandang tunadaksa. Penulis ingin melihat apakah dengan keterbatasan yang mereka miliki dapat diterima oleh orangtua mereka, sejak kecil hingga mereka beranjak remaja. Sehingga dengan penerimaan ataupun dengan penolakan yang mereka terima mampu membentuk gambaran mengenai diri mereka sendiri, yang disebut konsep diri. Dari konsep diri itulah akan menumbuhkan pula motivasi mereka untuk terus berprestasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah dan menganalisis bagaimana penerimaan orangtua yang dipersepsikan oleh anak bisa membentuk konsep diri dan mampu memotivasinya untuk berprestasi. Selain itu, ingin menelaah pula bagaimana konsep diri mereka bisa membentuk motivasi berprestasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional. Populasi penelitian ini berjumlah 35 orang. Sampel penelitian ini juga berjumlah 35 orang yaitu 15 orang siswa binaan Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) dan 20 orang siswa SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), dimana 18 orang adalah responden perempuan dan 17 orang responden laki-laki. Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sensus. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Alat ukur kedua adalah skala penerimaan orangtua yang terdiri dari 70 butir
vi
pernyataan. Dan alat ukur yang terakhir adalah skala konsep diri yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Ketiga alat ukur tersebut menggunakan skala model Likert. Untuk menganalisis dan menelaah korelasi antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi digunakan analisis regresi.
Dari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa variabel penerimaan orangtua dan konsep diri memberikan sumbangan sebesar 11% yang berarti masih ada 89% variabel lain yang tidak terukur pada penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin memberikan beberapa saran penelitian. Pertama, dukungan dari berbagai pihak (terutama orangtua dan pendidik) agar dapat menerima keberadaan remaja penyandang tunadaksa sesuai kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, agar mereka dapat terus menumbuhkan konsep diri yang baik dan dapat terus meraih prestasinya, baik prestasi di bidang akademik maupun di bidang olahraga, seni, dan keterampilan. Kedua, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan mereka agar dapat mendukung setiap kegiatan yang dapat meningkatkan kemandirian dan terciptanya lingkungan yang baik untuk menumbuhkan konsep diri yang baik pula. Ketiga, secara metodologis saran penulis adalah penelitian masih bisa dikembangkan secara berkesinambungan agar hasil yang didapat nantinya lebih mendalam dan maksimal, terutama dalam pengambilan sampel dari para siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah inklusi.
(G) 21 buku + 4 skripsi + 1 laporan penelitian + 4 internet (1963 - 2009)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah wasyukrulillah, hanya berkat rahmat Allah yang Maha
Rahman dan Maha Rahim sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan
Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja
Penyandang Tunadaksa”, telah diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan kepada nabi dan
rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap sahabat dan
bahkan umat-Nya. InsyaAllah dan mudah-mudahan kita berada di dalamnya.
Amiin.
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi). Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam
pembinaan, pedampingan, dan pengembangan anak didik, khususnya para remaja
penyandang tunadaksa.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Agustyawati, M.Phil.SNE. dan Ibu Solicha, M.Si., selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing saya
dari awal penyerahan proposal hingga skripsi ini selesai. Terima kasih atas
dukungan, nasihat, dan kebaikan ibu.
viii
3. Orangtuaku, H. Achmad Fauzi, S.Pd. dan Hj. Sobrina Mochtar Nasution,
dan kakak, abang, serta adikku tersayang, terima kasih atas kasih sayang,
doa, dan dukungannya. Senyuman yang kalian tebarkan dan doa tulus
yang kalian selipkan dalam setiap sembah sujud kehadirat Illahi Rabbi
memberiku semangat dan tak pernah gentar untuk selalu berjuang. Semoga
Anggie bisa menjadi anak dan adik yang bermanfaat, tidak hanya untuk
diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Amiin.
4. Terima kasih untuk Bu Yunita, di tahun terakhir perkuliahan Kiki
diberikan kesempatan untuk menjadi salah seorang Mentor Akademis,
yang secara tidak langsung “membuka peluang” yang lebih besar lagi
untuk Kiki lebih mengenal alat-alat tes psikologi dan melakukan asesmen.
Terima kasih pula untuk Bu Desi, Bu Eva, Bu Mulia, Bu Yufi, Bu Neneng,
Bu Zulfa, Bu Rena, dan Bu Yanthi atas kerjasamanya selama ini di PLP.
Pengalaman memang guru yang terbaik. Kiki rasakan itu. Terima kasih.
5. Terima kasih untuk Agus Salim yang bersedia membantu dan tiada henti
untuk menyelipkan namaku ditiap doa yang kau panjatkan. Dan teruntuk
sahabat-sahabatku, B-6, kalian perlu tahu, walaupun kalian jauh di mata
tetapi selalu dekat di hati. Pasti ada satu hari indah yang akan membawaku
berkumpul kembali bersama kalian.
6. Terima kasih juga untuk Mbak Rini, yang selalu bersedia direpotkan. Ka
Agus yang menyediakan waktunya untuk mengajari SPSS. Serta Bu Nia
yang bersedia untuk berdiskusi tentang statistika. Alhamdulillah
bermanfaat.
ix
7. Untuk teman-teman angkatan 2006 kelas IV-D, khusunya Pi Pinasti,
Santo, Ami, Arumi, dan Samsul. Semoga kita selalu semangat dalam
menjalani hidup ini, demi menggapai cita dan cinta. Jangan pernah
berhenti bermimpi.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna,
sehingga sangat diharapkan saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 07 Sepetember 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1. 1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1. 2. Perumusan dan Pembatasan Masalah................................................. 10
1. 2. 1 Perumusan Masalah ............................................................... 10
1. 2. 2 Pembatasan Masalah .............................................................. 11
1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 12
1. 3.1 Tujuan Penelitian..................................................................... 12
1. 3. 2 Manfaat Penelitian.................................................................. 12
1. 4. Sistematika Penelitian ........................................................................ 13
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 15
2. 1. Motivasi Berprestasi .......................................................................... 15
2. 1. 1 Definisi................................................................................... 15
2. 1. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Berprestasi .............................................................. 16
xi
2. 1. 3 Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi
Tinggi ................................................................................... 19
2. 1. 4 Pengukuran Motivasi Berprestasi .......................................... 20
2. 2. Konsep Diri ....................................................................................... 22
2. 2. 1 Definisi................................................................................... 22
2. 2. 2 Elemen Konsep Diri............................................................... 23
2. 2. 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ................... 26
2. 2. 4 Konsep Diri Remaja Penyandang Tunadaksa ....................... 29
2. 2. 5 Pengukuran Konsep Diri ....................................................... 30
2. 3. Penerimaan Orangtua ......................................................................... 34
2. 3. 1 Definisi .................................................................................. 34
2. 3. 2 Proses Penerimaan Orangtua.................................................. 35
2. 4. Kerangka Berpikir ............................................................................. 42
2. 5. Hipotesis ............................................................................................ 46
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 47
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................... 47
3. 2. Jenis Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 47
3. 2. 1 Variabel Dependen................................................................ 47
3. 2. 2 Variabel Independen .............................................................. 48
3. 3. Populasi dan Sampel......................................................................... 49
3. 3. 1 Populasi ................................................................................. 49
3. 3. 2 Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 50
3. 4. Alat Ukur Pengumpulan Data .......................................................... 50
3. 5. Uji Validitas dan Reliabiltas Alat Ukur Penelitian........................... 50
3. 5. 1 Uji Validitas ......................................................................... 51
3. 5. 2. Uji Reliabilitas .................................................................... 52
3. 5. 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penulisan ................................... 52
3. 5. 3. 1 Alat Ukur Motivasi Berprestasi .......................... 52
3. 5. 3. 2 Alat Ukur Konsep Diri ........................................ 55
xii
3. 5. 3. 3 Alat Ukur Penerimaan Orangtua.......................... 58
3. 6. Teknik Analisa Data ......................................................................... 62
3. 7. Prosedur Penelitian .......................................................................... 63
3. 7. 1 Tahap Persiapan .................................................................... 63
3. 7. 2 Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 63
BAB 4 HASIL PENULISAN......................................................................... 64
4. 1. Gambaran Umum Responden .......................................................... 64
4. 1. 1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia. 64
4. 2. Hasil Uji Hipotesis ........................................................................... 64
4. 2. 1 Korelasi Antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri
dengan Motivasi Berprestasi ................................................... 65
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ...................................... 69
5. 1 Kesimpulan ........................................................................................ 69
5. 2 Diskusi ............................................................................................... 70
5. 3 Saran .................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75
Lampiran-lampiran........................................................................................... 78
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1. Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Berprestasi ...................................... 53
Tabel 3. 2. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi ............... 54
Tabel 3. 3. Kisi-kisi Alat Ukur Konsep Diri .................................................... 56
Tabel 3. 4. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri ............................. 57
Tabel 3. 5. Kisi-kisi Alat Ukur Penerimaan Orangtua ..................................... 59
Tabel 3. 6. Buti-butir Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orang Tua.............. 61
Tabel 4. 1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ....... 60
Tabel 4. 2. Hasil Penghitungan Analisis Regresi............................................. 66
Tabel 4. 3. Model Summary............................................................................. 66
Tabel 4. 4. Anova ............................................................................................ 67
Tabel 4. 5. Koefisien ....................................................................................... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Bagan Kerangka Berfikir ........................................................... 45
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian di SLB-D YPAC
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian di SLB-D YPAC
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian di PSBD Budi Bhakti
Lampiran 4 Pengantar dan Petunjuk Pengisian Skala
Lampiran 5 Alat Ukur Motivasi Berprestasi
Lampiran 6 Alat Ukur Penerimaan Orangtua
Lampiran 7 Alat Ukur Konsep Diri
Lampiran 8 Data Mentah Motivasi Berprestasi
Lampiran 9 Data Mentah Penerimaan Orangtua
Lampiran 10 Data Mentah Konsep Diri
Lampiran 11 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Motivasi Berprestasi
Lampiran 12 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penerimaan Orangtua
Lampiran 13 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri
Lampiran 14 Nilai-nilai Kritis Koefisiensi Korelasi (r) Product Moment
Lampiran 15 Daftar Pertanyaan Wawancara (Studi Pendahuluan)