HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP HIGIENE DENGAN PERILAKU HIGIENE PERORANGAN PADA PENJAMAH MAKANAN DI INSTALASI GIZI RSJ Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG Siti Nurjana Kurniaty Tanaiyo NIM.35.2014.721003 PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR 2018
DI INSTALASI GIZI RSJ Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG
Siti Nurjana Kurniaty Tanaiyo
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR 2018
NIM : 35.2014.7.2.1003
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Program Studi : Gizi
Judul : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP HIGIENE DENGAN
PERILAKU HIGIENE PERORANGAN PADA PENJAMAH MAKANAN DI INSTALASI GIZI
RSJ Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG
Menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi ini merupakan hasil
karya saya dan tidak milik peneliti lain untuk gelar yang berbeda.
Selanjutnya, skripsi ini belum pernah dipublikasikan sebelumnya,
kecuali beberapa bagian dengan referensi asli mereka. Apabila,
ditemukan plagiasi dan pelanggaran akademis dalam skripsi ini, saya
siap menerima hukuman secara akademik dan dicabut gelar akademik
yang melekat pada diri saya
iii
DENGAN PERILAKU HIGIENE PERORANGAN PADA PENJAMAH
MAKANAN DI INSTALASI GIZI RSJ Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG
Disusun dan Dipresentasikan oleh Siti Nurjana Kurniaty
Tanaiyo
Telah disetujui oleh dewan penguji Program Sarjana
Pada tanggal : 24 April 2018
Dewan Penguji,
Skripsi ini telah disahkan dan diterima sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Gizi
Ngawi, 24 April 2018
Astaghfirullahal’adzim...Astaghfirullahal’adzim...
Astaghfirullahal’adzim... Indahnya tahmid, gagahnya syahadat, dan
tulusnya shalawat.
Ucapan terimakasih saya haturkan kepada:
1. Rektor Universitas Darussalam Gontor Al-Ustadz Prof. Dr. Amal
Fathullah Zarkasyi, M.A serta Wakil Rektor 1 Al-Ustadz Dr. Hamid
Fahmi Zarkasyi, M.Ed. M.Phil dan Wakil Rektor 2 Al-Ustadz Setiawan
bin Lahuri, M.A, serta Wakil Rektor 3 Al-Ustadz Dr. Abdul Hafidz
Zaid, M.A.
2. Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor; Al-Ustadz K.H. Dr.
Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A, Al-Ustadz K.H. Hasan Abdullah Sahal
dan Al-Ustadz K.H. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag yang selalu mendoakan
kami dan mendukung perjuangan kami.
3. Wakil Pengasuh Universitas Darussalam Gontor Kampus Putri: Al-
Ustadz Dr. Nur Hadi Ihsan, MIRKH
4. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Darussalam Gontor Al-
Ustadzah drg. Ruskiah Octavia, M.M. Wakil Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Darussalam Gontor Al-Ustadzah Eka Rosanti,
S.K.K., M.K.K. Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Darussalam Gontor Al-Ustadzah Amalia Yuni Damayanti, S.Gz.,
M.Gizi.
5. Ketua Program Studi Gizi Universitas Darussalam Gontor Al-
Ustadzah Fathimah, S.Gz., M.K.M.
6. Dosen pembimbing saya yang tak pernah letih dan selalu sabar
dalam membimbing saya selama penyusunan karya ilmiah ini, serta
tanpa henti mencurahkan ilmu-ilmunya Al-Ustadzah Dianti Desita
Sari, S.Pt., M.Si. dan Al-Ustadzah Fathimah, S.Gz., M.K.M.
7. Jajaran dosen-dosen khususnya Program Studi Gizi Universitas
Darussalam Gontor.
8. Jajaran Asatidz dan Asatidzah Universitas Darussalam Gontor
Putri.
v
9. Ibu-ibu dan Bapak Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr Soerojo Magelang.
10. Responden penelitian saya di Instalansi Gizi RSJ Prof. Dr.
Soerojo
Magelang. 11. Kedua sahabat payungan penelitian saya, Dita Julia
dan Siti Eka
Mustafidah. 12. Generasi Perang Badar 2014
Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat ke depannya.
Ngawi, 9 April 2018
Siti Nurjana Kurniaty Tanaiyo
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dan sikap higiene penjamah makanan terhadap perilaku
higiene perorangan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
Metodologi penelitian dengan Observasional pendekatan cross
sectional. Penelitian menggunakan teknik Total Population Sampling,
subjek berjumlah 30 orang. Data dianalisis menggunakan uji
Spearman.
Hasil penelitian r 0,239 dengan p>0,05 tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pengetahuan higiene terhadap perilaku higiene
perorangan pada penjamah makanan dan tidak terdapat hubungan
bermakna antara sikap higiene terhadap perilaku higiene perorangan
dengan nilai r -0,069 dengan p>0,05 pada penjamah makanan di
Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Kata kunci : higiene perorangan, instalasi gizi rumah sakit,
penjamah makanan.
vii
2.2 Higiene
..........................................................................................8
2.3 Pengetahuan
................................................................................10
2.4 Sikap
...........................................................................................12
ix
4.8 Hubungan Sikap dengan Perilaku Tentang Higiene Penjamah Makanan
di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang .......39 4.9
Kontribusi dalam Islam
...............................................................40
BAB V PENUTUP
.............................................................................41
5.1 Kesimpulan
..................................................................................41
5.2 Saran
............................................................................................41
Penjamah Makanan
.........................................................34 Tabel
4.5.1. Sebaran Berdasarkan Sikap Higiene Penjamah
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
...47 Lampiran 2. Distribusi Penjamah Makanan Berdasarkan
Jawaban
Kuesioner Mengenai Pengetahuan
..............................................48 Lampiran 3.
Distribusi Penjamah Makanan Berdasarkan Jawaban
1
bahwa penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah
satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh
karena itu, kualitas makanan yang baik secara bakteriologis,
kimiawi, maupun fisik harus selalu dipertahankan. Kualitas makanan
harus senantiasa terjamin setiap saat agar masyarakat sebagai
konsumen produk makanan tersebut dapat terhindar dari penyakit atau
gangguan kesehatan. Selain itu, supaya konsumen terhindar dari
keracunan akibat makanan, terutama pasien yang sedang dirawat di
rumah sakit dan tubuhnya dalam kondisi lemah, sehingga rentan
terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui makanan. Oleh karena itu, higiene sanitasi
pengolahan makanan di rumah sakit perlu mendapat perhatian dengan
seksama.
Higiene dan sanitasi merupakan hal yang penting dalam menentukan
kualitas makanan. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah
bakteri yang lazim hidup sebagai flora normal pada usus manusia.
Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi
adalah Eschericia coli. Di dalam air maupun makanan yang terdeteksi
adanya E. coli yang bersifat patogen, apabila termakan atau
terminum dapat menyebabkan keracunan (Depkes, 2006).
Penyelenggaraan makanan yang higiene dan sehat menjadi prinsip
dasar penyelenggaraan makanan institusi. Makanan yang tidak
dikelola dengan baik dan benar oleh penjamah makanan dapat
menimbulkan dampak negatif, seperti penyakit dan keracunan akibat
bahan kimia, mikroorganisme. tumbuhan atau hewan, serta dapat
menimbulkan alergi (Depkes, 2009).
Faktor kebersihan penjamah atau petugas makanan dalam istilah
populernya disebut higiene perorangan, merupakan prosedur menjaga
kebersihan dalam pengelolaan makanan yang aman dan sehat.
Prosedur
2
menjaga kebersihan merupakan perilaku bersih untuk mencegah
kontaminasi pada makanan yang ditangani. Hal yang penting
dipraktikan bagi pekerja penjamah makanan adalah mencuci tangan,
kebersihan, dan kesehatan diri. Sebanyak 25% semua penyebaran
penyakit di Amerika Serikat melalui makanan disebabkan pengolahan
makanan yang terinfeksi dan higiene perorangan yang buruk
(Purnawijayanti, 2001).
Mengingat besarnya pengaruh makanan bagi para pasien terutama dalam
menyokong kesembuhan pasien dan sebagai masukan bagi pihak rumah
sakit untuk menangani hal-hal yang tidak diinginkan atau perbaikan
ke depan, maka perlu penelitian penerapan higiene sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Selama ini
penyelenggaraan makanan RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang belum
diadakan penelitian yang berhubungan dengan makanan yang disajikan,
misalnya terjadinya kasus keracunan makanan. Namun, perilaku
penjamah makanan mengenai higiene dan sanitasi tetap merupakan
salah satu hal yang harus diperhatikan.
Penyelenggaraan makanan RSJ tersebut menyediakan makanan yang
diperuntukkan bagi pasien rawat inap dan pasien gangguan jiwa
dimana kondisi fisik mereka lebih rentan terhadap berbagai gangguan
atau penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Salah satunya
berasal dari makanan yang tidak higienis, serta dalam pembuatannya
tidak memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi.
Maka, mutu layanan dari rumah sakit tersebut lebih diutamakan dan
sebagai salah satu upaya penjaminan mutu perlu dilakukan usaha
preventif. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya dengan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan
sikap higiene petugas pengolah makanan terhadap perilaku higiene
perorangan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
1.2 Rumusan Masalah Apakah tingkat pengetahuan dan sikap higiene
berhubungan dengan
3
perilaku higiene perorangan pada penjamah makanan di Instalasi Gizi
RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
dan sikap
higiene penjamah makanan terhadap perilaku higiene perorangan di
Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik pejamah makanan
meliputi: jumlah
penjamah makanan, umur, pendidikan, lama bekerja, pelatihan higiene
perorangan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan higiene penjamah makanan di
Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
3. Mengetahui sikap higiene penjamah makanan di Instalasi Gizi RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang.
4. Mengetahui perilaku higiene penjamah makanan di Instalasi Gizi
RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
5. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan higiene penjamah
makanan terhadap perilaku higiene perorangan di Instalasi Gizi RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang.
6. Mengetahui hubungan antara sikap penjamah makanan terhadap
perilaku higiene perorangan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Instansi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi rumah sakit dalam
meningkatkan higiene
perorangan khususnya penjamah makanan pada sistem penyelenggaraan
makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
4
1.4.2 Penjamah Makanan Memberikan informasi bagi para penjamah
makanan akan
pentingnya tingkat pengetahuan dan sikap higiene terhadap perilaku
higiene perorangan penjamah makanan yang baik agar tercipta makanan
yang berkualitas untuk pasien.
1.4.3 Peneliti Mendapatkan pengalaman dan berbagi ilmu yang
dimiliki
mengenai higiene perorangan penjamah makanan.
1.4.4 Universitas Sebagai tambahan wawasan dalam tema
penelitian
penyelenggaraan makanan terkait penerapan prinsip higiene penjamah
makanan dalam sebuah penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.5 1. Keaslian Penelitian
No Nama Peneliti Judul Penelitian Tahun 1 Labib Sharif
Food Higiene Knowladge, Attitudes and Practices of the Food
Handlers in the Military Hospitals
2013
2 Silvia Wagustina Pengaruh Pelatihan Higiene dan Sanitasi Terhadap
Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RSU
Daerah Meuraxa Banda Aceh
2013
Sikap Terhadap Perilaku Higiene Penjamah Makanan di Kantin SMA
Muhamadiyah Surabaya
2016
5
2.1.1 Pengertian Penjamah Makanan Penjamah makanan menurut Depkes
RI (2006) adalah orang
yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai
dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai
penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah
makanan sangatlah besar. Penjamah makanan yang menangani bahan
makanan sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis.
Faktor kebersihan yang dilakukan penjamah makanan merupakan
prosedur menjaga kebersihan dalam pengelolaan makanan yang aman dan
sehat. Prosedur menjaga kebersihan merupakan perilaku bersih untuk
mencegah kontaminasi pada makanan yang ditangani, dan hal yang
penting bagi pekerja penjamah makanan adalah pencucian tangan,
kebersihan dan kesehatan diri. Sebagian besar penyebaran penyakit
melalui makanan disebabkan penjamah makanan yang terinfeksi dan
higiene personal yang buruk (Iffati, 2005). Selain itu, kebersihan
makanan di rumah sakit memerlukan perhatian khusus untuk
meminimalisir bahaya penyakit bawaan makanan. Dari dokumen yang
diperoleh, seorang consumers bisa menjadi risiko yang dapat
menjadikan lingkungan menjadi menguntungkan untuk difusi enterik
patogen dari sumber yang sama, seperti makanan yang terkontaminasi
(Bucherri et al, 2007)
Penjamah makanan sering kali merupakan sumber utama dan sekunder
dari patogen atau mikroorganisme toksigenik. Sebagai pembawa
penyakit enterik, manusia menyebarkan patogen baik langsung maupun
tidak langsung yang kontak dengan pangan. Mereka juga memindahkan
kontaminasi mikroba pada pangan dengan menyentuh daging mentah dan
barang terkontaminasi lainnya.
6
Kebersihan diri yang baik bagi para penjamah makanan teramat
penting untuk mencegah kontaminasi pangan, terlepas dari adanya
sumber di dalam sarana pangan ritel. Walaupun waktu dan biaya telah
dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendidik penjamah makanan,
masalah kebersihan penjamah makanan yang buruk terus berulang (FDA,
2009).
2.1.2 Persyaratan Penjamah Makanan Penjamah makanan dalam melakukan
kegiatan pelayanan
makanan harus memenuhi persyaratan, antara lain: (Kepmenkes No
942/Menkes/SK/VII/2003):
1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misalnya: batuk, pilek,
influenza, diare, dan penyakit perut sejenisnya.
2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya). 3.
Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian. 4. Memakai
celemek, dan tutup kepala. 5. Mencuci tangan setiap kali hendak
menangani makanan. 6. Menjamah makanan harus memakai
alat/perlengkapan, atau
dengan alas tangan. 7. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota
badan (telinga,
hidung, mulut, atau bagian lainnya). 8. Tidak batuk atau bersin
dihadapan makanan jajanan yang
disajikan atau tanpa menutup mulut atau hidung. Menurut Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (2013), perilaku
penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan
makanan:
1. Tidak menggaruk rambut, lubang hidung atau sela-sela jari/
kuku.
2. Tidak merokok. 3. Menutup mulut saat bersin atau batuk. 4. Tidak
meludah sembarangan, terutama di ruangan persiapan
dan pengolahan makanan.
5. Tidak memegang, mengambil, memindahkan dan mencicipi makanan
langsung dengan tangan (tanpa alat).
6. Tidak memakan permen dan sejenisnya pada saat mengolah makanan.
Penampilan penjamah makanan antara lain:
1. Selalu bersih dan rapi, memakai celemek. 2. Memakai tutup
kepala. 3. Memakai alas kaki yang tidak licin. 4. Tidak memakai
perhiasan. 5. Memakai sarung tangan, jika diperlukan.
2.1.3 Karakteristik Penjamah Makanan 1. Umur
Umur mendapatkan perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemauan, kerja, dan tanggung jawab seseorang. Menurut teori
psikologi, perkembangan umur pekerja dapat digolongkan menjadi
dewasa awal dan dewasa lanjut. Umur pekerja dewasa awal diyakini
dapat membangun kesehatannya dengan cara mencegah suatu penyakit
atau menanggulangi gangguan penyakit dengan menjaga kebersihan
perorangan. Untuk melakukan kegiatan tersebut, pekerja muda akan
lebih disiplin menjaga kesehatannya. Sedangkan umur dewasa lanjut
akan mengalami kebebasan dalam kehidupan bersosialisasi,
kewajiban-kewajiban pekerja usia lanjut akan berkurang terhadap
kehidupan bersama. Semakin bertambah umur seseorang, maka dalam hal
kebersihan dan kesehatan akan mengalami penurunan. Kategori umur di
atas 25 tahun terbagi menjadi 2 kategori, yaitu dewasa dengan umur
26-45 tahun dan usia lanjut dengan umur 46-65 tahun (Depkes,
2009).
2. Jenis Kelamin Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat
dari cara
mereka berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Dalam
melakukan hal kebersihan wanita lebih cenderung ke arah lebih
8
bersih daripada pria. Karena pria berperilaku dan melakukan sesuatu
atas dasar pertimbangan rasional dan akal, sedangkan wanita atas
dasar pertimbangan emosional dan perasaan. Perbedaan umum antara
wanita dan laki-laki dalam kesehatan (Syachroni 2012 dalam
penelitian Pasanda 2016) yaitu:
a) Biasanya wanita dalam menjaga kesehatan lebih baik dibandingkan
dengan pria sebab wanita mudah diatur dibandingkan pria.
b) Wanita biasanya dalam pengaturan menjaga kebersihan lebih baik
dibandingkan pria sebab umumnya wanita lebih telaten dalam menjaga
diri dan lingkungan dibandingkan dengan pria.
c) Jiwa keibuan juga merupakan salah satu penyebab kenapa wanita
lebih cenderung memiliki motivasi kesehatan. Jiwa keibuan akan
berpengaruh terhadap watak seorang ibu dalam mencintai lingkungan
yang bersih bagi keluarganya, sehingga akan memunculkan perilaku
hidup sehat dan bersih pada diri wanita.
3. Pendidikan Pencegahan penyakit bawaan adalah melalui
pendidikan
bagi penjamah makanan dalam hal keamanan makanan (Hartono, 2005).
Pendidikan yang dimaksud adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Hal ini bertujuan
supaya peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk pengembangan diri.
2.2 Higiene Menurut Depkes (2004), higiene adalah upaya kesehatan
dengan
cara memelihara dan melindungi kebersihan individu sebagai
subyeknya.
9
Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci
piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan
yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan.
a. Pengertian Higiene Perorangan Perbedaan antara higiene
perorangan dengan higiene sanitasi
yaitu, higiene perorangan adalah personal yang melakukannya,
sedangkan higiene sanitasi adalah keadaan fisik atau lingkungan
institusi yang terkait (Fatma, 2013). Higiene perorangan berasal
dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan
higiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan
diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan
perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu,
pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan (Potter, 2005).
b. Faktor yang mempengaruhi Higiene perorangan Menurut Tarwoto
(2004), sikap seseorang melakukan
higiene perorangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara
lain:
1) Citra Tubuh Citra tubuh merupakan konsep subjektif
seseorang
tentang penampilan fisiknya. Personal higiene yang baik akan
mempengaruhi peningkatan citra tubuh individu. Gambaran individu
terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya
dikarenakan adanya perubahan fisik, sehingga individu tidak peduli
terhadap kebersihannya.
2) Praktik Sosial Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah,
dan
ketersediaan air panas atau air mengalir hanya merupakan beberapa
faktor yang mempengaruhi perawatan higiene perorangan.
3) Status Sosio-Ekonomi Higiene perorangan memerlukan alat dan
bahan, seperti
10
sabun, pasta, sikat gigi, sampo dan alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan Pengetahuan higiene perorangan sangat penting
karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kendati
demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang harus
termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali
pembelajaran tentang penyakit atau kondisi yang mendorong individu
untuk meningkatkan higiene perorangan.
2.3 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia
untuk mengetahui
akan sesuatu. Pekerjaan keingintahuan tersebut adalah hasil dari
kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam, 2003). Menurut
Notoatmodjo (2005), pengetahuan adalah hasil keingintahuan manusia
yang sekedar menjawab pertanyaan What. Pengetahuan merupakan hasil
dari ingin tahu, dan terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, perasa, dan
peraba. Pengetahuan kognitif sangat dominan dan penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Menurut Plato dalam Budiman dan Riyanto (2013), pengetahuan adalah
kepercayaan sejati yang dibenarkan (valid). Hasil pengukuran
tingkat pengetahuan dapat dinyatakan dengan “baik ≥ 50%” atau
“buruk < 50%” (Dahlan, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)
yaitu:
1. Umur Usia atau umur mempengaruhi daya tangkap dan pola
pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
11
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khusunya beberapa
kemampuan yang lain, misalnya kosakata dan pengetahuan umum
(Erfandi 2009 dalam penelitian Pasanda 2016).
2. Jenis kelamin Menurut Syachroni (2012) dalam penelitian Pasanda
(2016),
umumnya perempuan lebih sensitif dan mau menerima masukan yang baik
terutama masalah kesehatan dibandingkan dengan laki- laki, sehingga
memunculkan motivasi untuk menjaga kebersihan dan kesehatan pribadi
dan lingkungannya.
3. Pendidikan Pendidikan juga merupakan usaha untuk
mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta
berlangsung sepanjang hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi dapat
memperluas pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
pula.
Menurut Ismail et al (2016) ada hubungan positif antara pengetahuan
higiene dan praktek higiene yang berpengaruh signifikan untuk
higine perorangan dalam penyelenggaraan makanan.
4. Pekerjaan Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi
pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi
dengan orang lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan
dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan
12
5. Sumber Informasi Menurut Erfandi (2009) dalam penelitian Pasanda
(2016),
informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Adanya informasi baru
mengenai suatu hal memberikan landasan pengetahuan baru
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
6. Lama Bekerja Menurut Maulana (2004) dalam skripsi Nuraini
(2014),
seorang pekerja yang senantiasa diberi rangsangan dengan cara kerja
yang baru dan kreatif akan mudah untuk mengingatnya untuk dijadikan
pola kesehariannya. Penilaian dan bimbingan atasan akan sangat
berpengaruh pada pengembangan kinerja melalui proses interaksi
sosial yang berkesinambungan. Semakin lama kerja seseorang
pengalamannya akan semakin banyak dan bila yang bersangkutan mau
melakukan perenungan terhadap setiap hasil pengalamannya.
2.4 Sikap Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus disebut
sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih
berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap
stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung
dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang
diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007)
.
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan dan Dewi (2011)
adalah:
a. Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan
yang kuat
agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik.
Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang
terjadi melibatkan faktor emosional.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Individu cenderung
mempunyai sikap yang searah dengan
orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan
untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting
tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan memberi corak pengalaman
individu-individu
masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah
satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang.
d. Media Massa Media masaa yang harusnya disampaikan secara
objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh juga
terhadap sikap konsumennya. Kadang, sikap terbentuk berdasarkan
pengalaman yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat dapat
membentuk sikapnya tanpa memahami keseluruhan situasi. Masyarakat
mungkin tidak ingin mengubah cara pengolahan makanan yang
tradisional kendati cara tersebut terbukti tidak aman. Beberapa
penjamah makanan mungkin tidak senang jika diajarkan cara bagaimana
mengolah makanan secara higienis (Hartono, 2005).
Menurut Azwar (2011) dalam penelitian Pasanda (2016), pengukuran
sikap diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu:
a) Sikap baik, apabila total skor ≥ 66,7% b) Sikap kurang baik,
apabila total skor < 66,7%
14
2.5 Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan
kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga
merupakan perilaku manusia. Perilaku merupakan faktor terbesar
kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Prinsip higiene sanitasi makanan dapat dikendalikan dengan prinsip
4 faktor higiene dan sanitasi makanan yaitu: faktor tempat atau
bangunan, peralatan, orang/penjamah makanan dan bahan makanan.
Empat aspek higiene dan sanitasi makanan yang mempengaruhi keamanan
makanan yaitu kontaminasi, keracunan, pembusukan dan pemalsuan
(Meikawati,dkk 2010). Persyaratan higiene perilaku penjamah makanan
sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2011 meliputi, antara lain :
a. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
b. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan :
sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu dan
sejenisnya.
c. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemek dan penutup rambut.
d. Setiap tenaga penjamah makanan pada saat bekerja harus
berperilaku:
6. Tidak makan atau mengunyah makanan kecil/permen. 7. Tidak
memakai perhiasan (cincin). 8. Tidak bercakap-cakap. 9. Selalu
mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar kecil. 10. Tidak memanjangkan kuku.
15
11. Selalu memakai pakaian yang bersih Upaya yang dapat dilakukan
pada higiene perorangan adalah dengan
penerapan prinsip-prinsip higiene, yaitu:
a. Mengetahui sumber cemaran dari tubuh Tubuh manusia selain
sebagai alat kerja juga merupakan
sumber cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya termasuk makanan
dan minuman. Sumber cemaran tersebut antara lain:
1. Sumber cemaran dari tubuh manusia yaitu tangan, rambut, mulut,
hidung, telinga, organ pembuangan (dubur dan organ kemaluan).
Cara-cara menjaga kebersihan diri adalah sebagai berikut: - Mandi
secara teratur dengan sabun dan air bersih dengan
cara yang baik dan benar. - Menyikat gigi dengan pasta gigi dan
sikat gigi, sebelum
tidur, bangun tidur dan sehabis makan. - Berpakaian yang bersih. -
Membiasakan diri selalu membersihkan lubang hidung,
lubang telinga dan kuku secara rutin, kuku selalu pendek agar mudah
dibersihkan.
- Membuang kotoran ditempat yang baik sesuai dengan persyaratan
kesehatan, setelah buang air besar maupun kecil selalu mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih.
- Menjaga kebersihan kulit dari bahan-bahan kosmetik yang tidak
perlu.
2. Sumber cemaran lain yang penting yaitu luka terbuka, koreng,
bisul atau nanah dan ketombe/kotoran lain dari rambut. Hal- hal
yang perlu diperhatikan dalam upaya pengamanan makanan yaitu: -
Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air. - Koreng atau
bisul tahap dini ditutup dengan plester tahan
air.
16
- Rambut ditutup dengan penutup kepala yang menutup bagian depan
sehingga tidak terurai.
3. Sumber cemaran karena perilaku yaitu tangan yang kotor, batuk,
bersin atau percikan ludah, menyisir rambut dekat makanan,
perhiasan yang dipakai.
4. Sumber cemaran karena ketidaktahuan. Ketidaktahuan dapat terjadi
karena pengetahuan yang rendah dan kesadarannya pun rendah. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya penyalahgunaan bahan makanan yang
dapat menimbulkan bahaya seperti: - Pemakaian bahan palsu - Pemakan
bahan pangan rusak/rendah kualitasnya - Tidak bisa membedakan bahan
pangan dan bukan bahan
pangan. - Tidak bisa membedakan jenis pewarna yang aman untuk
bahan makanan. b. Menerapkan perilaku-perilaku untuk mencegah
pencemaran
seperti: 1. Kondisi kesehatan
- Tidak menderita penyakit mudah menular: batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit menular lainnya
- Menutup luka (luka terbuka, bisul, luka lainnya) 2. Menjaga
kebersihan diri
- Mandi teratur dengan sabun dan air bersih - Menggosok gigi dengan
pasta dan sikat gigi secara teratur,
paling sedikit dua kali dalam sehari, yaitu setelah makan dan
sebelum tidur
- Membiasakan membersihkan lubang hidung, lubang telinga, dan
sela-sela jari secara teratur
- Mencuci rambut/keramas secara rutin dua kali dalam seminggu
- Kebersihan tangan: kuku dipotong pendek. Kuku tidak di cat atau
kutek, bebas luka
17
3. Kebiasaan mencuci tangan - Sebelum menjamah atau memegang
makanan - Sebelum memegang peralatan makan - Setelah keluar dari WC
atau kamar kecil - Setelah meracik bahan mentah seperti daging,
ikan, sayuran
dan lain-lain - Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti
bersalaman,
menyetir kendaraan, memperbaiki peralatan, memegang uang dan
lain-lain.
Skinner (1938) dalam skripsi Pasanda (2016 ) seorang ahli
psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku
manusia terjadi melalui proses: Stimulus ---- Organisme ------
Respons, sehingga teori Skinner disebut dengan teori “S-O-R”.
Respons ini terbentuk 2 macam yaitu:
a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut
elicting stimulus, karena menumbulkan respon yang relatif
tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
rangsangan yang lain (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan teori “S-O-R”, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap
stimulus
tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara
jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan. Bentuk ini yang dapat diukur adalah pengetahuan dan
sikap.
18
b. Perilaku terbuka Perilaku terbuka ini terjadi bila respon
terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang
lain dari luar. Bentuk ini diantaranya berupa tindakan nyata atau
dalam bentuk praktik (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2011) didapatkan hasil
terdapat hubungan antara pengetahuan dan tindakan penjamah makanan
terhadap keamanan pangan. Persamaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah rancangan penelitian cross sectional dan
determinan yang diteliti adalah pengetahuan dan tindakan penjamah
makanan. Begitu juga, hasil penelitian Nasution (2009) yang
menunjukkan terdapat hubungan yang positif nyata antara pengetahuan
gizi dan keamanan pangan dengan sikap contoh tentang gizi dan
keamanan pangan.
Hasil penelitian Mayasari (2005) ada hubungan antara sikap dengan
praktik penjamah makanan di kantin sekolah wilayah kerja Puskesmas
Srondol. Hasil penelitian Avrilinda (2016) diperoleh hasil bahwa
hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku higiene
penjamah makanan di Kantin SMA terdapat pengaruh positif pada
tingkat pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya diperoleh dari
pendidikan formal saja tapi juga dari pendidikan non-formal.
19
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 2.7.1. Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis Ada hubungan tingkat pengetahuan higiene dan sikap
higiene dengan perilaku higiene perorangan pada penjamah makanan di
Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
20
21
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan
adalah observasional dengan
pendekatan cross sectional karena dilakukan dalam satu waktu dan
untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap
higiene penjamah makanan terhadap perilaku higiene perorangan di
Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan satu
bulan, yaitu Desember 2017 di Instalasi
Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
3.3 Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian adalah seluruh
penjamah makanan
di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang yang berjumlah 30
orang. Seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel.
Penelitian ini menggunakan teknik Total Population Sampling.
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas Variabel bebas (independen) dalam penelitian
ini adalah tingkat
pengetahuan higiene dan sikap higiene penjamah makanan.
3.4.2 Variabel Terikat Variabel terikat (dependen) dalam penelitian
ini adalah perilaku
higiene perorangan penjamah makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof Dr.
Soerojo Magelang.
22
Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala Jenis Kelamin
Penjamah
makanan dibagi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan
Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
Kuesioner 1. 21-30 2. 31-40 3. 41-50 4. >50
Interval
Kuesioner 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Sarjana
Ordinal
Kuesioner 1. <10 tahun 2. 10-20 tahun 3. >20 tahun
Ordinal
Kuesioner 1. Belum pernah
Ordinal
23
Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala Pengetahuan Jumlah
skor
benar yang dihitung berdasarkan total pertanyaan kuesioner
pengetahuan
Kuesioner 1. Baik : ≥50%
Sikap Jumlah skor yang dihitung berdasarkan total pertanyaan
kuesioner sikap
Kuesioner 1. Sikap baik : ≥66,7%
2. Kurang baik: <66,7%
Perilaku Jumlah skor yang dihitung berdasarkan total cheklist yang
diakumulasi selama penelitian dilakukan
Form cheklist
3.6 Instrument dan Cara Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Lembar persetujuan sebagai sampel penelitian 2. Kuesioner
pengetahuan higiene perorangan penjamah makanan 3. Kuesioner sikap
higiene penjamah makanan 4. Form checklist perilaku higiene
penjamah makanan
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder
1. Data Primer Data primer diperoleh dengan cara pengisian
kuesioner oleh
24
penjamah makanan menggunakan kuesioner terstruktur meliputi
pengetahuan dan sikap higiene penjamah makanan terkait higiene
perorangan serta observasi langsung penerapan perilaku higiene
perorangan penjamah makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari cacatan yang ada di
Instalasi
Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang yang meliputi gambaran umum
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang, sistem distribusi makanan RSJ dan data tenaga penjamah
makanan.
3.7 Analisis Data Setelah jawaban kuesioner dikumpulkan, kemudian
peneliti
melakukan data melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Editing. Peneliti melakukan pengecekan isian kuesioner apakah
jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relavan dan
konsisten.
2. Coding. Peneliti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka yang berguna untuk mempermudah analisis data,
mempercepat pemasukan data.
3. Entry data. Peneliti memasukkan data dari kuesioner dengan
program computer (Excel).
4. Cleaning data. Peneliti mengecek kembali data yang sudah
dimasukkan, apakah data ada kesalahan atau tidak.
5. Analisis data. Peneliti menganalisa data secara statistik untuk
memudahkan interpretasi dan pengujian hipotesis lebih lanjut.
Penelitian ini menggunakan dua cara dalam menganalisis data
yaitu
analisis data univariat dan bivariat. Analisis data univariat
merupakan proses analisis data tiap variabelnya. Pada penelitian
ini analisis univariat digunakan untuk mengetahui karakteristik
responden, pengetahuan, sikap dan perilaku penjamah makanan.
25
Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan
antara variabel independen dan dependen. Pada penelitian ini
analisis bivariat untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan
dan sikap higiene penjamah makanan terhadap perilaku higiene
perorangan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Adapun
penghitungan korelasi antar variabel menggunakan uji Spearman.
Mengenai pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Setelah diperoleh data keseluruhan dari semua varibel, selanjutnya
data tersebut dianalisis secara deskriptif. Kemudian, data
diinterpretasikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dan digunakan
untuk membandingan dengan data yang relevan.
3.8 Etika Penelitian Penelitian ini menerapkan prinsip etik
penelitian sebagai upaya
untuk melindungi hak responden dan peneliti selama proses
penelitian. Suatu penelitian dikatakan etis ketika penelitian
tersebut memenuhi dua syarat yaitu dapat dipertanggungjawabkan dan
beretika (Dahlan, 2008). Penerapan prinsip etik dalam penelitian
ini sebagai upaya untuk melindungi hak dan privasi responden.
Peneliti menguraikan masalah etik pada penelitian ini berdasarkan
ketiga prinsip etik tersebut meliputi informed consent, anonimity,
dan confidentiality (Polit dkk, 2001). Peneliti melengkapi
instrumen penelitian dengan lembar informed consent untuk
memberikan informasi terkait judul penelitian, identitas peneliti,
prosedur, tujuan, dan manfaat penelitian. Pada bagian ini juga
disertakan persetujuan menjadi responden dengan cara mengisi
tandatangan. Peneliti juga menggunkaan prinsip anonimity dengan
hanya meminta inisial nama responden pada instrumen penelitian.
Selain itu peneliti memegang teguh kerahasiaan data responden
dengan cara tidak menyebarluaskan dan hanya menyajikan kelompok
data tertentu dalam hasil peneliti.
26
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
memiliki luas tanah keseluruhan
381.638 m2 dengan luas bangunan 44.383 m2 , dan memiliki kapasitas
tempat tidur yang dimiliki berjumlah 8889 buah. RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang tetap menjalankan kegiatan utama dalam bidang
pelayanan kesehatan jiwa. Berdasarkan struktur organisasi di bawah
naungan Dewan Pengawas, Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, Satuan
Pengawasan Intern dan Instalasi-instalasi.
Pada setiap instalasi dikepalai oleh kepala instalasi. Instalasi
Gizi merupakan salah satu instalasi yang ada di RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang dan berada dibawah naungan Direktorat Medik dan
Keperawatan. Instalasi Gizi merupakan suatu unit yang mempunyai
kegiatan meliputi pengadaan makanan, pelayanan gizi rawat inap,
penyuluhan konsultasi gizi serta penelitian dan pengembangan.
Secara garis besar, penyelenggaraan makanan RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang dibagi menjadi 2 unit pelayanan, yaitu ranap I (pelayanan
jiwa) dibagi menjadi 2 unit, yaitu unit pelayanan intensif dan
maintenance. Kemudian ranap II (pelayanan umum) dibagi menjadi 4
unit pelayanan, yaitu pelayanan kelas VIP, I, II, III. Kegiatan
penelitian dan pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
guna menghadapi tantangan dan masalah gizi yang kompleks.
4.2 Instalasi Gizi Tata laksana pada penyelenggaraan makanan di RSJ
Prof. Dr.
Soerojo Magelang digunakan sistem swakelola. Instalasi Gizi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan makanan, termasuk sumber daya yang diperlukan
(tenaga, dana, metode, sarana dan prasarana) disediakan oleh pihak
rumah sakit. Pada pelaksanaanya Instalasi Gizi mengelola kegiatan
gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada Pedoman
Pelayanan Gizi yang berlaku dan menerapkan
28
standar prosedur yang diterapkan.
Secara keseluruhan, tata letak dan denah dapur di Instalasi Gizi
rumah sakit sudah baik, tata letak denah ini dibuat oleh arsitektur
yang dikoordinasikan oleh Kepala Instalasi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Bahan makanan yang masuk melalui bagian penerimaan bahan
makanan segar dan ruang persiapan. Kemudian bahan makanan disortir
sesuai jenisnya di ruangan yang sama, kemudian ditimbang dan
dipisahkan jenisnya, bahan makanan kering disimpan khusus di gudang
penyimpanan bahan makanan kering satu dan dua, kemudian bahan
makanan yang segar langsung diolah pada hari itu, karena siklus
pemesanan bahan makanan segar dipakai pada hari bahan makanan
diterima, bahan diterima pada jam 09.00 pagi dan digunakan untuk
pengolahan makanan siang hari, malam hari dan pagi
berikutnya.
Berikut ini adalah gambar (Lampiran 1 ) dan denah Instalasi Gizi
RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang :
1. Ruang Penerimaan Bahan Makanan Segar Ruang penerimaan bahan
makanan segar dan tempat
pengolahan bahan makanan berbeda, untuk menghindari kontaminasi,
antara ruangan bahan makanan segar dan pengolahan makanan dibatasi
oleh dinding dan pintu yang dilapisi oleh tirai plastik yang
konsistensinya sangat tebal sehingga mencegah lalat, serangga dan
debu masuk dan untuk menghindari kontaminasi silang.
2. Ruang Persiapan Bahan Makanan Ruangan persiapan bahan makanan
dan ruang penerimaan
bahan makanan segar dijadikan satu tempat,dan disortir sesuai
jenisnya. Pekerja dapur yang ditugaskan di ruang persiapan bahan
makanan melakukan pekerjaan seperti memotong sayuran segar, dan
mencuci seluruh sayuran yang baru diterima.
3. Ruang Persiapan Lauk Di ruangan ini bahan makanan dibersihkan
kemudian
29
diserahkan di bagian ruang produksi. Di ruang persiapan bahan
makanan terdapat refrigerator khusus makanan yang dibekukan seperti
nugget, sosis, ikan, dan ayam. Tahap tahap persiapan di ruang
persiapan lauk adalah lauk dibersihkan terlebih dahulu, jika lauk
digunakan pada hari itu, lauk langsung diserahkan pada bagian
produksi, jika lauk digunakan pada siang/ malam hari, lauk akan
disimpan dalam refrigerator khusus lauk untuk dibekukan supaya lauk
tidak busuk. Lauk yang akan dipakai untuk malam dan pagi hari
dikeluarkan dari refrigerator untuk didiamkan dalam suhu ruang yang
ditutupi plastik wrap dan diberi tanggal dipakai dan waktu
pemakaian (pagi, siang, sore).
4. Ruang Produksi Ruang produksi (dapur umum) berada di
tengah-tengah
ruang instalasi gizi. Ruangan ini paling luas dari ruangan-ruangan
lain. Ruang produksi dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian produksi
pasien khusus jiwa dan bagian produksi pasien umum (kelas I, II,
III, VIP dan pasien dengan diet khusus). Ruang produksi pasien umum
dan pasien jiwa dibatasi dengan dinding tetapi masih berada dalam
satu ruangan, peralatan produksi yang digunakan untuk pasien umum
dan pasien jiwa dibedakan diantara sudut- sudut penyimpanan
peralatan produksi. Dalam ruangan produksi ini terdapat lemari
pendingin (kulkas) yang dibedakan sesuai jenis bahan makanan
seperti kulkas khusus tahu, tempe, buah yang sudah di bungkus wrap
dijadikan satu kulkas, kemudian kulkas khusus telur matang,
galantin, dan nugget yang telah di wraping dijadikan satu kulkas,
dan kulkas khusus bumbu. Tempat penyimpanan beras juga berada di
ruangan produksi. Ruang produksi ini sangat luas dan pencahayaannya
terang disertai dengan kipas angin, jendela kaca yang tertutup
rapat, dan blower, sehingga asap/ uap makanan dapat tersaring ke
luar. Ruangan produksi ini sangat luas dan sangat bersih sehingga
pegawai sangat nyaman melakukan tugas-tugasnya.
30
5. Ruang Dapur Snack dan Dapur Permintaan Ruangan ini berada dalam
satu ruangan, setiap snack yang
diterima langsung dipersiapkan/diporsikan (pemorsian besar) dan
dihitung sesuai jumlah pasien menurut bangsal, kemudian diserahkan
pada pegawai di dapur khusus bangsal untuk diporsikan sesuai kamar
pasien, kecuali pasien jiwa. Khusus snack untuk pasien jiwa,
snack-snack diporsikan di dapur snack dan didistribusikan langsung
ke bangsal jiwa.
6. Ruang Distribusi Ruangan ini merupakan tempat khusus
pendistribusian
makanan, ruang distribusi ditandai dengan adanya jendela besar
(seperti loket khusus pendistribusian makanan). Tepat di luar ruang
distribusi sudah disiapkan mobil khusus distribusi makanan. Untuk
pendistribusian makanan dengan menggunakan mobil diantarkan ke
dapur setiap bangsal untuk dilakukan pemorsian dengan menggunakan
piring/ plating yang kemudian diberikan sesuai kamar pasien.
4.3 Karakteristik Penjamah Makanan Karakteristik penjamah makanan
yang diteliti adalah jenis kelamin,
umur, pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan higiene. Jumlah
responden sebanyak 30 orang yang ada di Instalasi Gizi RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang.
Tabel 4.3.1. Karakteristik Penjamah Makanan di Instalasi Gizi
RSJ
Prof Dr. Soerojo Magelang
Karakteristik n (∑= 30) %
Jenis Kelamin Laki-laki 21 70 % Perempuan 9 30 % Umur 21-30 7 23,3
% 31-40 4 13,3 %
31
Karakteristik n (∑= 30) %
41-50 12 40 % >50 7 23,3 % Pendidikan SD 1 3,3 % SMP 6 20 % SMA
16 53,3 % D3 7 23,3 % Lama Bekerja <10 tahun 17 56,7 % 10-20
tahun 9 30 % >20 tahun 4 13,3 % Pelatihan Higiene Belum pernah 3
10 % 6 bulan yang lalu 5 16,7 % 1 tahun yang lalu 4 13,3 % Lebih
dari 1 tahun yang lalu 18 60 %
Berdasarkan Tabel 4.3.1 dapat diketahui bahwa responden laki- laki
70% lebih banyak dari perempuan 30%. Presentase dengan responden
laki-laki yang lebih banyak disebabkan keadaan fisik dan kondisi
tubuh laki-laki yang lebih kuat dari pada perempuan. Selain itu,
tugas penjamah makanan yang meliputi persiapan, pengolahan hingga
distribusi yang banyak menggunakan tenaga lebih kuat lagi. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Pasanda (2016) bahwa
penjamah makanan laki- laki merupakan tenaga kerja yang dinilai
lebih ulet dan tangkas dalam melaksanakan pekerjaan, karena
laki-laki memiliki tingkat energi yang lebih dibandingkan
perempuan. Walaupun begitu, praktik kebersihan dan kesehatan yang
lebih baik ditunjukkan dari penjamah makanan perempuan. Menurut
Syachroni (2012) dalam Pasanda (2016) bahwa perempuan dalam menjaga
kesehatan biasanya lebih baik dibandingkan dengan laki-laki sebab
perempuan mudah diatur dibandingkan laki-laki. Sehingga setiap ada
penyuluhan kesehatan, perempuan lebih mudah menerima dan menghargai
dibandingkan pria. Selain itu perempuan biasanya dalam pengaturan
menjaga kebersihan lebih baik dibandingkan laki-laki sebab umunya
perempuan telaten dalam menjaga diri dan lingkungan dibandingkan
dengan laki-laki.
32
Berdasarkan Tabel 4.3.1 penjamah makanan menurut golongan umur
paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 40%,
sedangkan paling sedikit terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun
sebesar 13,3%. Kelompok usia kisaran 41-50 memiliki pengalaman dan
kemampuan yang baik. Akan tetapi produktifitas di umur 41-50 ini
perlahan mulai berkurang. Responden yang berusia lebih mudah
kemungkinan memiliki pengalaman dan pengetahuan higiene perorangan
yang baik juga. Namun demikian, hal ini berpeluang memiliki
informasi yang kurang tentang higiene perorangan yang terbaru
sehingga mampu mempengaruhi sikap dan perilaku higiene saat
bekerja. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Maka dapat diketahui bahwa bertambahnya umur
seseorang dapat berpengaruh pada peningkatan pengetahuan yang
diperolehnya, tetapi pada umur tertentu atau menjelang usia lanjut
tingkat pengetahuan seseorang berkurang (Pasanda, 2016).
Setelah dilakukan analisa data menurut tingkat pendidikan penjamah
makanan, didapatkan pada Tabel 4.3.1 bahwa tingkat pendidikan akhir
tertinggi penjamah makanan sebagian besar adalah SMA sebanyak 53,3
% dan tingkat pendidikan akhir terendah SD adalah 3,3%. Penjamah
makanan yang bekerja di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang merupakan seorang yang berpendidikan minimal SMA Boga,
sehingga dari hasil yang diperoleh didapatkan bahwa rata-rata
pendidikan penjamah makanan yaitu SMA. Tingkat pendidikan formal
sangat berpengaruh kepada kualitas seseorang dalam menjaga keamanan
makanan. Hal ini sangat diperlukan untuk menjadikan makanan yang
diberikan kepada pasien aman, sehat dan bergizi. Dengan demikian
para penjamah makanan sudah mengetahui sedikitnya mengenai makanan
yang sehat dan aman. Dalam penelitian Pasanda (2016) didapatkan
hasil yang sama dengan tingkat pendidikan SMA yang lebih besar.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Terkait dengan hasil penelitian, tingkat pendidikan responden
33
yang sebagian besar SMA atau sederajat makan dapat dikatakan bahwa
pengetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja, tetapi
juga didapat dari pengalaman maupun informasi atau media
massa.
Berdasarkan Tabel 4.3.1 sebagian besar penjamah makanan telah
bekerja selama <10 tahun sebanyak 56,7% dan sebanyak 13,3%
penjamah makanan bekerja selama >20 tahun. Lama bekerja mampu
menjadi faktor dalam perubahan perilaku. Semakin lama penjamah
makanan dalam bekerja mampu menjadikan perilaku yang dihasilkan
lebih baik. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk penjamah
makanan yang memiliki lama bekerja <10 tahun mampu untuk
bersikap dan berperilaku lebih baik lagi.
Dilihat dari hasil Tabel 4.3.1 penjamah makanan terbanyak yang
pernah mengikuti pelatihan higiene lebih dari 1 tahun yang lalu
sebanyak 60% sedangkan yang sedikit mengikuti pelatihan atau belum
pernah adalah 10%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Wagustina (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat perubahan yang
signifikan diantara penjamah makanan sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan. Menurut Zanin et al (2017) model pelatihan yang efektif
bersifat selektif akan memperkuat pengetahuan, menghindari
informasi yang tidak relevan dan akan mengakomodasi tingkat
pendidikan penangan makanan dengan menggunakan bahasa sesuai dengan
etnis penangan makanan dan mendorong sikap positif. Konten
informasi, bentuk komunikasi dan siapa yang berkomunikasi bersifat
determinan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia
seperti genetika, sikap, norma sosial, dan kontrol perilaku pribadi
sehingga hal itu juga yang dapat mempengaruhi penjamah makanan
sehingga hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perilaku penjamah
makanan sudah baik. Pendidikan non-formal seperti pelatihan tentang
makanan sangatlah penting diikuti oleh pengelola dan penjamah
makanan di Instalasi Gizi. Menurut penelitian Lazarevic et al
(2013) menyatakan dibutuhkan training yang terus menerus untuk
memastikan kondisi penjamah yang higiene. Bila pengelola dan
penjamah makanan mengetahui tentang kesehatan makanan, diharapkan
makanan
34
yang akan disajikan ke pasien dapat terjamin dengan baik. Hal ini
akan berdampak pada kualitas makanan yang ditinjau dari aspek
higiene dan sanitasi.
4.4 Pengetahuan Higiene Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang
Pengetahuan penjamah makanan dikelompokkan menjadi baik dan buruk.
Baik dengan presentase ≥50% dan buruk <50%. Sebaran penjamah
makanan berdasarkan tingkat pengetahuan disajikan pada Tabel
4.4.1
Tabel 4.4.1. Sebaran Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Higiene
Penjamah Makanan
Total 30 100
Pengetahuan menjelaskan segala sesuatu yang diketahui oleh penjamah
makanan mengenai higiene. Pengetahuan dilihat dari kebersihan diri,
peralatan, penyajian dan sarana. Sebaran penjamah makanan
berdasarkan jawaban yang benar mengenai pengetahuan penjamah
makanan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pertanyaan terdiri dari
pengertian menjaga kebersihan diri saat menjamah makanan, akibat
kebersihan makanan yang buruk, contoh sikap kebersihan yang buruk,
akibat mengkonsumsi makanan dengan zat kimia berbahaya, bahan kimia
yang boleh terdapat dalam makanan, dan contoh makanan yang baik
untuk kesehatan.
Menurut Sukarni (1989) dalam skripsi Afriyenti (2002) menyatakan
bahwa pendidikan formal umumnya menjadi sarana agar setidaknya
orang mampu membaca, dan akan membantu memperlancar komunikasi
serta mempengaruhi pemberian dan penerimaan berbagai informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penjamah
makanan tentang higiene meliputi kebersihan diri, peralatan,
penyajian dan sarana
35
masuk dalam kategori baik 100% menurut standar yang ditetapkan
(≥50%). Pengetahuan yang baik merupakan hasil dari pembinaan rutin
dan pemberian informasi langsung ditempat saat terjadi kesalahan
yang dilakukan penjamah makanan jika tidak sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Hal ini merupakan suatu
cara untuk menambah pengetahuan penjamah makanan. Dalam mengikuti
pelatihan higiene berpotensi menjadikan sumber informasi dan
perkembangan ilmu yang lebih baik terkait higiene perorangan.
4.5 Sikap Higiene Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang
Sebaran penjamah makanan terkait sikap higiene bisa dilihat pada
tabel 4.5.1
Tabel 4.5.1. Sebaran Berdasarkan Sikap Higiene Penjamah
Makanan
Sikap Higiene Jumlah n %
Total 30 100
Dari hasil juga dilihat jika rata-rata penjamah makanan mampu
menjawab dengan benar 100% dengan angka presentase ( ≥ 66,7%) dari
standar yang ditetapkan menurut Azwar (2011). Skor dengan jawaban
positif lebih besar disebabkan dengan kepercayaan atau keyakinan
yang menjadikan penjamah yakin dengan jawaban yang benar. Selain
itu kesalahan dalam menjawab disebabkan ketidaktelitian dalam
membaca soal dan waktu mengerjakan dimana konsentrasi yang mulai
menurun setelah bekerja bisa membuat penjamah makanan meyakini
pernyataan tersebut adalah hal yang benar.
Sikap seseorang dapat dipengaruhi dari cara berfikir dimana cara
berfikir akan bermula dari pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan
yang baik akan mempengaruhi sikap yang baik sehingga seseorang akan
berperilaku dan memperhatikan cara bekerjanya. Seperti halnya
pengetahuan, sikap
36
juga dilihat dari empat aspek yaitu kebersihan diri, peralatan,
penyajian dan sarana. Sebaran terdapat pada Lampiran 3.
Penjamah makanan berhasil menjawab dengan benar mengenai pengolahan
menggunakan air bersih, penggunaan peralatan yang bersih, peralatan
yang harus dicuci sebelum digunakan, pencucian alat dengan sabun
dan air mengalir, tidak menggunakan kertas bekas sebagai alas
makanan matang, bahan makanan yang baik, menutup makanan yang
matang dengan alat yang bersih (tudung saji), dan penyediaan tempat
sampah yang memadai. Sikap yang positif diperoleh berdasarkan
tingkat keyakinan dan kebiasaan yang sering diterapkan pada suatu
objek tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport 1954 yang
diacu dalam Notoatmodjo (2003) pada skripsi Totelesi (2011) bahwa
sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan atau
keyakinan, ide dan konsep terhadap obyek.
Hasil penelitian membuktikan bahwa sikap higiene penjamah makanan
pada kategori baik. Ini menunjukkan sikap higiene 100% pada
penjamah makanan berkisar (≥66,7%) dari standar yang
ditentukan.
4.6 Perilaku Higiene Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang
Berdasarkan Tabel 4.6.1 menunjukkan hasil sebaran berdasarkan
perilaku higiene penjamah makanan memiliki perilaku pada kategori
yang baik. Hal ini ditunjukkan berdasarkan presentase perilaku
higiene penjamah makanan berkisar ≥50% dari standar yang
ditetapkan.
Tabel 4.6.1. Sebaran Berdasarkan Perilaku Higiene Penjamah
Makanan
Perilaku Higiene Jumlah n %
Total 30 100
37
Perilaku merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh penjamah
makanan dan diperoleh dengan cara observasi secara langsung dalam
satu waktu dengan menggunakan checklist. Distrubusi penjamah
makanan berdasarkan perilaku pada lampiran . Berdasarkan hasil
pengamatan secara langsung dilihat perilaku penjamah makanan telah
memenuhi standar. Akan tetapi ada beberapa yang belum menerapkan
seperti belum menutupi luka yang dimiliki, pemakaian celemek dan
penutup kepala saat mengolah makanan dan batuk dan bersin didepan
makanan saat mengolah makanan. Dari penyajian, peralatan dan sarana
telah memenuhi, hal ini dibuktikan dengan Standar Pelaksanaan
Operasional (SPO) yang ada pada Instalasi Gizi Rumah Sakit tipe
A.
Hal ini diperkuat dengan kebijakan Rumah Sakit Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) bagi Pramusaji berdasarkan SPO sesuai
kebijakan Keputusan Direktur Utama Nomor HK.02.04/S/III/0357/2015
tentang kebijakan Pelayanan Pasien RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
dimana dalam prosedur persiapan dibutuhkan alat seperti:
1. Celemek 2. Handscoon 3. Sabun/desinfektan 4. Masker 5. Kotak
PPPK dan isinya 6. Alat pengering tangan 7. Cempal/ serbet 8. Air
bersih 9. Handscrub
Sesuai prosedur pelaksanaan:
1. Sebelum melaksanakan kegiatan, pramusaji melakukan cuci tangan
sesuai kaidah hand higiene
2. Pramusaji memakai masker, celemek, tutup kepala, handscoon
selama memporsikan makanan di dapur rawat inap, tidak memakai
perhiasan dan kuku jari tangan harus pendek
38
3. Pramusaji memakai sepatu/alas kaki yang tidak licin 4. Setelah
selesai melakukan kegiatan distribusi makanan ke bangsal
perawatan, pramusaji mencuci tangan sesuai kaidah hand hygiene. 5.
Pramusaji menggunakan handscoon pada saat mengambil alat
makan kotor dari kamar pasien dan pada saat mencuci alat makan
pasien
6. Pramusaji memisahkan peralatan makan yang infeksius dan yang
tidak infeksius
7. Peralatan makanan yang infeksius direndam dalam larutan
desinfektan dan penyimpanan peralatannya harus terpisah dengan alat
makan yang lain Hal yang perlu diperhatikan:
1. Seluruh pramu masak mengenakan alat pelindung diri (APD) sesuai
dengan standar pelayanan gizi rumah sakit
2. Pegawai dilarang merokok
4.7 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Tentang Higiene Penjamah
Makanan di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
Hasil uji korelasi spearman diperoleh data pada tabel 4.7.1 sebagai
berikut :
Tabel 4.7.1. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Higiene terhadap
Perilaku Higiene Penjamah Makanan
Variabel Perilaku Higiene n r p
Pengetahuan Higiene 30 0,239 0,204 Sikap Higiene 30 -0,069
0,717
Dari hasil pada Tabel 4.7.1, diperoleh nilai p>0,05 yang
menunjukkan bahwa korelasi antara pengetahuan higiene penjamah
terhadap perilaku higiene penjamah makanan tidak memiliki hubungan
yang bermakna. Hubungan pengetahuan higiene terhadap perilaku
higiene penjamah makanan dengan nilai korelasi 0,239 menunjukkan
kekuatan korelasi
39
yang lemah. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan
penjamah makanan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan
perilaku higiene penjamah makanan. Berdasarkan hasil penelitian
tingkat pendidikan penjamah makanan terbanyak adalah SMA. Hal ini
ditunjang dengan hasil sebaran berdasarkan pengetahuan (100%)
sesuai dengan batas standar yang ditentukan. Hal ini tidak sejalan
dengan Notoatmodjo (2003) dengan pengetahuan yang baik akan
menghasilkan sikap yang baik/ positif. Sebaliknya orang yang
memiliki pengetahuan rendah biasanya akan bersikap kurang baik.
Menurut Lestantyo et al (2017) dalam penelitiannya juga pengetahuan
yang baik terhadap higiene makanan tidak mengarah terhadap praktek
yang baik atau sebaliknya.
4.8 Hubungan Sikap dengan Perilaku Tentang Higiene Penjamah Makanan
di Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
Berdasarkan Tabel 4.7.1 pada data yang disajikan, p>0,05 dengan
nilai korelasi -0.069 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara sikap higiene dengan perilaku higiene
penjamah makanan. Dapat dilihat pada hasil jawaban C5 sebanyak 13%
penjamah makanan setuju dengan diperkenankan merokok saat mengolah
makanan dan pada hasil jawaban kategori C6 yang negatif jika
sekitar 10% penjamah makanan bersin atau batuk didepan makanan saat
mengolah makanan. Hasil jawaban kategori C7 sebanyak 17%
menggunakan tangan tanpa penjepit makanan untuk mengambil makanan
matang dan belum memisahkan makanan mentah dengan makanan matang
serta jawaban kategori C11 mengelap peralatan dengan lap meja.
Hasil yang negatif ini dibuktikan dengan apa yang dijawab pada dari
jawaban sikap tidak sesuai dengan yang dilakukan saat observasi
dimana semakin tidak baik sikap maka semakin baik perilaku yang
dilakukan.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Lawrence Green, menurut Green
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: 1) Faktor
predisposing, mencakup pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan,
sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi. 2) Faktor enabling yaitu
40
tersedianya sumber-sumber yang diperlukan khususnya untuk mendukung
terjadinya perubahan perilaku seperti adanya fasilitas,
terjangkaunya fasilitas tersebut. 3) Faktor reinforcing yaitu sikap
dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap perubahan perilaku
yang menjadi sasaran (Notoatmodjo, 2007).
4.9 Kontribusi dalam Islam Tujuan khusus dari Instalasi Gizi RSJ
Prof Dr. Soerojo Magelang
yaitu menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan
aman dikonsumsi. Penyelenggaraan makanan yang aman berasal dari
bahan makanan yang halal dan juga thayyib. Dalam QS Al-Baqarah
(2):29 menjelaskan bahwa “ Dia (Allah) telah menciptakan untuk kamu
apa yang ada di bumi seluruhnya”.
Allah dengan kasihsayang-Nya yang tidak terbatas telah memberi
kemampuan, kecerdasan, nalar dan bakat kepada manusia untuk
menundukkan alam semesta, agar segala sesuatu yang ada di alam ini
dapat dimanfaatkan secara halal. Karunia dan kasih Allah
berlangsung sepanjang masa, baik kenikmatan lahir berupa bahan
makanan yang berlimpah, maupun kenikmatan batin seperti kehidupan
spiritual, keteguhan iman dan ketenangan jiwa.
“Hendaklah manusia memperhatikan makanannya”. Demikianlah anjuran
yang tersurat dalam QS ‘Abasa (80):24. Makanan yang dihasilkan
tidak lepas dari kebersihan seorang penjamah makanan yang harus
mencintai kebersihan khususnya kebersihan diri yang menjamin halal
dan thayyib. Seperti dalam suatu mahfudzot dikatakan:
Setiap penjamah makanan diharapkan mampu menjaga kebersihan
dirinya agar makanan yang disajikan tetap terjamin mutu dan
kualitasnya. Kebersihan seseorang menggambarkan kualitas diri orang
tersebut. Maka, dalam Islam menganjurkan pada setiap manusia untuk
menjaga kebersihannya, karena dari kebersihan itulah tergambar iman
seseorang.
41
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Instalasi Gizi RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang 2017, dengan jumlah penjamah makanan 30
orang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak
70%. Adapun 40% dari penjamah makanan terbanyak berumur 41-50
tahun. Sedangkan berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh
sebanyak 53,3% adalah SMA. Penjamah makanan yang bekerja di
Instalasi Gizi sebanyak 56,7% bekerja selama <10 tahun dan
mengikuti pelatihan terkait higiene lebih dari satu tahun yang lalu
sebanyak 60%.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penjamah
makanan tentang higiene pada kategori baik 100%.
3. Hasil penelitian membuktikan bahwa sikap higiene penjamah
makanan pada kategori baik 100%.
4. Hasil sebaran berdasarkan perilaku higiene penjamah makanan
memiliki perilaku pada kategori yang baik yaitu 100%.
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
perilaku higiene penjamah makanan dengan nilai p>0,05.
6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap higiene dengan
perilaku higiene penjamah makanan dengan nilai p>0,05.
5.2 Saran Efisiensi waktu yang digunakan serta kesesuaian kuesioner
dengan
target dan keadaan lapangan supaya mendapatkan hasil data yang
diperoleh lebih maksimal. Memberi himbauan kepada peneliti
mendatang supaya membaca soal terlebih dahulu secara teliti dan
saksama.
42
43
Al-Quranul Karim. Surat Al-Baqarah (2). Ayat; 29.
Al-Quranul Karim. Surat Abasa (80). Ayat; 24.
Afriyenti. 2002. Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan di
Instalasi Gizi RSJ Pekanbaru dan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Pekanbaru. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Augustin, E. 2014. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Higiene
Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Cipinang Besar
Utara Kotamadya Jakarta Timur. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Avrilinda, S.M. 2016. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Perilaku Higiene Penjamah Makanan di Kantin SMA Muhammadiyah 2
Surabaya. Skripsi. Pendidikan Tata Boga Fakultas Teknik Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya.
Azwar, S. 2011. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Buccheri, Caccusio A, Giammanco S. 2007. Food Safety in Hospital:
Knowladge, Attitudes and Practices of Nursing Staff of Two Hospital
in Sicily, Italy. BMC Health Services Research.
Budiman dan Agus, R. 2013. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.
Dahlan, M. S. 2008 . Statistik Kedokteran dan Kesehatan. Salemba
Medika. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Ditjen PPM
dan PL. Jakarta.
. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Ditjen Yankes.
Jakarta.
. 2009. Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Ditjen Yankes.
Jakarta.
44
Fatma, R.M. 2013. Hubungan Perilaku Penjamah Makanan dengan
Penerapa Personal Higiene pada Penjamah Makanan di Instalasi Gizi
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Skripsi. Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Padang.
Food and Drug Administration and Public Health Service. 2009. Food
Code 2009. Departement of Health and Human Services. Washington
DC.
Hartono, A. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. EGC. Jakarta.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Iffati, F.N. 2005. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Higiene
dan Sanitasi Makanan dan Praktek Penjamah Makanan dengan Kualitas
Bakteriologi pada Nasi Rames di Warung Terminal Tidar Magelang.
Skripsi. Program Sarjana Ilmu Gizi. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Ismail F, Chik C, Rosmaliza M, Yusoof M. 2016. Food Safety
Knowledge and Personal Hygiene Practices amongst Mobile Food
Handlers in Shah Alam, Selangor. Procedia - Social and Behavioral
Sciences. 222 ( 2016 ) 290 – 298
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pelayanan
Gizi Rumah Sakit. Februari 2013. Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/
SK/VII/2003. 3 Juli 2003. Jakarta.
. Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003. 31 Juli 2003. Jakarta.
Lazarevic, Stojanovic D, Bogdanovic D, Dolicanin Z. 2013. Hygiene
Training of Food Handlers in Hospital Settings: Important Factor in
The Prevention of Nosocomial Infections. Cent Eur J Public Health.
2013. 21(3):146-149.
Lestantyo D, Husodo A.H, Iravati S, Shaluhiyah Z. 2017.
International Journal of Public Health Science (IJPHS). Vol. 6,
No.4. December 2017,pp.324-330.
45
Mayasari, I.P. 2005. Perilaku Penjamah Makanan Tentang Hygiene dan
Sanitasi Makanan di Kantin-Kantin Sekolah Wilayah Kerja Puskesmas
Srondol Tahun 2005. Skripsi. Program Sarjana Ilmu Gizi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Meikawati, Wulandari, Astuti, Rahayu, Susilawati. 2010. Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Petugas Penjamah Makanan dengan Praktek
Higiene dan Sanitasi Makanan di Unit Gizi RSJD Dr. Amino
Gondhohutomo Semarang. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Semarang.
Semarang.
Nasution. 2009. Metode Research. Bumi Aksara. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
. 2005. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta.
. 2007. Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Seni. Rineka Cipta.
Jakarta
. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Nuraini, P dan Susanna, D. 2014. Karakteristik dan Pengetahuan
Penjamah Makanan dengan Perilaku Tentang Higiene Perorangan pada
Proses Pengolahan Makanan di Katering “X” Jakarta Tahun 2014.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Pasanda, A. 2016. Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Penjamah Makanan Sesudah Diberikan Penyuluhan Personal Higiene di
Hotel Patra Jasa Semarang. Skripsi. Universitas Muhamadiyah
Semarang. Semarang
Polit, Beck dan Hungler. 2001. Essentials of nursing research. 5th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Potter, P.A. Perry, G.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata
Komalasari, dkk. EGC. Jakarta.
46
Ratnawati. 2009. Penelitian Tindakan dalam Bidang Pendidikan dan
Sosial. Bayu Media Publishing. Mojokerto.
Salam, B. 2003. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Sharif L, Mohammad, Obaidat, Raed, M. 2013. Food Hygiene Knowladge,
Attitudes and Practices of the Food Handlers in the Military
Hospitals. Food and Nutrition Sciences. 2013. 4: 245-251.
Sunaryo, S. 2011. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap dan Tindakan
Penjamah Makanan dalam Aspek Keamanan Pangan pada Usaha Rumah Makan
Berdasarkan Skor Keamanan Pangan (SKP) di Pantai Kuwaru Kabupaten
Bantul. Skripsi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tarwoto, W. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi Ketiga. Salemba Medika. Jakarta.
Totelesi, H. 2011. Tinjauan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Penjamah
Makanan tentang Keamanan Makanan dan Sanitasi di Rumah Makan
Sekitar Kampus IPB Dramaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Tim Penyusun Akreditasi . 2017. Buku Pedoman Akreditasi RSJ Prof
Dr. Soerojo Magelang. 2017. Magelang
Wagustina, S. 2013. Pengaruh Pelatihan Hygiene dan Sanitasi
Terhadap Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi
Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh. Jurnal Ilmiyah
Stikes U’budiyah. Vol 2. No. 1, Maret 2013.
Wawan dan Dewi. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.
Zanin L, Cunha D, Rosso V. 2017 . Knowladge, Attitudes and
Practices of Food Handlers in Food Safety: an Integrative Review.
Food Research International. Vol 100 (2017) 53-62. 17 September
2017.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Instalasi Gizi RSJ Prof. Dr. Soerojo.
Magelang
48
Kategori Pernyataan Kebersihan Diri Benar % Salah %
B1 Pengertian menjaga kebersihan pada saat menjamah makanan
30 100% 0 0%
23 77% 7 23%
30 100% 0 0%
26 87% 4 13%
30 100% 0 0%
29 97% 1 3%
28 93% 2 7%
22 73% 8 27%
27 90% 3 10%
B10 Tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk
28 93% 2 7%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
15 50% 15 50%
30 100% 0 0%
B15 Syarat fasilitas sarana yang memenuhi kriteria kesehatan
29 97% 1 3%
29 97% 1 3%
27 90% 3 10%
Kategori Pernyataan Kebersihan Diri Positif % Negatif %
C1 Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan oleh penjamah
makanan sebelum mengolah makanan
30 100% 0 0
29 97% 1 3%
29 97% 1 3%
C4 Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang penting
dilakukan pengolah saat memasak
29 97% 1 3%
26 87% 4 13%
C6 Penjamah makanan boleh bersin atau batuk saat mengolah bahan
makanan
27 90% 3 10%
C7 Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat penjepit/
sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan matang
25 83% 5 17%
Kategori Pernyataan mengenai peralatan Positif % Negatif %
C8 Pengolah harus menggunakan air bersih yang memenuhi syarat air
minum untuk memasak
30 100% 0 0%
C9 Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang bersih saat
mengolah makanan
30 100% 0 0%
C10 Sebelum digunkan peralatan harus dibersihkan dahulu oleh
pengolah makanan
30 100% 0 0%
26 87% 4 13%
C12 Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang
mengalir
30 100% 0 0%
C13 Penjamah makanan tidak menggunakan kertas bekas untuk alas
makanan
30 100% 0 0%
Kategori Pernyataan mengenai penyajian Positif % Negatif %
C14 Pengolah makanan harus memilik bahan makanan yang baik dan
bersih
30 100% 0 0%
C15 Memisahkan bahan makanan mentah dengan makanan matang harus
dilakukan pengolah makanan
25 83% 5 17%
C16 Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan penutup yang
bersih dan melindungi (tudung saji/tutup panci, dll)
30 100% 0 0%
28 93% 2 7%
C18 Penjamah makanan harus menyediakan tempat pembuangan sampah
yang memadai
30 100% 0 0%
C19 Kebersihan tempat mengolah makanan harus dijaga oleh penjamah
makanan
26 87% 4 13%
Kategori Pernyataan Kebersihan Diri Postif % Negatif %
D1 Tidak sedang menderita penyakit menular, misal: batuk, pilek,
influenza, diare.
29 97% 1 3%
D2 Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau
tidak terdapat luka
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
29 97% 1 3%
30 100% 0 0%
D6 Menjamah makanan memakai alat/ perlengkapan atau dengan alas
tangan
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
D8 Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan yang disajikan atau
tanpa menutup mulut dan hidung
28 93% 2 7%
Kategori Pernyataan mengenai peralatan Positif % Negatif %
D9 Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
D12 Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk
sekali pakai
30 100% 0 0%
Kategori Pernyataan mengenai penyajian Postif % Negatif %
D13 Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar
dan tidak busuk
30 100% 0 0%
D14 Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan
harus terdaftar Dep. Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat dan
tidak rusak
30 100% 0 0%
D15 Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan makanan siap
saji disimpan terpisah
30 100% 0 0%
D16 Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus
disimpan dalam wadah terpisah
30 100% 0 0%
D17 Makanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan
yang bersih dan aman bagi kesehatan
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
D19 Pembungkus yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak
mencemari makanan
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
D21 Makanan diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam
wadah yang bersi
30 100% 0 0%
D22 Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan
bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran
30 100% 0 0%
D23 Konstruksi sarana mudah dibersihkan
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%
D29 Tersedia tempat sampah
30 100% 0 0%
30 100% 0 0%