Upload
cherylfelicia94
View
22
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Etika, hukum kedokteran
Citation preview
Etika, Disiplin, dan Hukum Kedokteran
Aspek Medis
Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan,
yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi
bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat
janin kurang dari 1000 gram.
Secara garis besar, Aborsi dapat kita bagi menjadi:
1. Abortus spontan adalah keadaan di mana gugurnya kandungan seorang wanita yang
dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya
penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan
abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Aborsi
Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:
a) Abortus Imminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam
rahim. Abortus imminens terjadinya pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b) Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya
sudah terjadi pengeluaran hasil konsepsi tetapi tidak komplit.
c) Abortus Komplitus. Disebut juga Aborsi lengkap, yakni pengeluaran seluruh hasil
konsepsi dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
d) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam
rahim.
e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan.
f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau
lebih.
2. Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni :
a) Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus
Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar
nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan
(indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan
atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila si ibu menderita kanker atau
penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.
Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya kemajuan
pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat menyebabkan
kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan memberi
pengaruh didalam penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya,
demikian pula dengan definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti
jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi
dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus
memahami permasalahan, bila perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi
proteksi yang bersangkutan.2
b) Abortus provocatus criminalis
Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat
dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas
tindakan penguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan
melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis,
dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga
dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya
oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan
baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang
dikandung).2
Indikasi medis melakukan tindakan abortus :
Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion)
Mola Hidatidosa atau hidramnion akut
Kelainan bawaan (trisomi 13,18)
Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya
pada tubuh seperti kanker payudara
Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi
Telah berulang kali mengalami operasi caesar
Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung
organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,
toksemia gravidarum yang berat
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll
Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat
Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti
ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
Resiko Aborsi
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
A. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang
akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang
ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)Infeksi
rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).2
B. Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita.Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi
sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS, misalnya depresi,
frustasi, ingin bunuh diri dsb. Para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.2
Informed Consent
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.3
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, petugas medis harus terlebih dahulu
memberikan informed consent kepada pasien. Informed consent berasal dari hak legal dan
etis individu untuk memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban
etik dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meyakinkan individu yang bersangkutan
untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan terhadap diri mereka sendiri.3
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam
melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk
menghormati hak pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan
yang akan dilakukan, dan kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan.3
Ruang Lingkup Informed Consent
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan
medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab
orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.4
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit
tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien
dalam pemberian inform consent adalah: 4
Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik
apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut
dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan
biaya pengobatan.
Hak atas persetujuan (Consent)
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan
oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia
berikan ,dimana orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent.
Kriteria consent yang syah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang
betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi
beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan konsekuensinya.
Dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 tentang Persetujuan Tindakan Medik
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien atau
keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan
beberapa hal, yaitu :4
a. Diagnosis
b. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate
of medical procedure)
c. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procedure)
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya (alternative
medical procedure and risk)
f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
Sebaiknya, diberikan juga penjelasan yang berkaitan dengan pembiayaan. Penjelasan
seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri, bukan
oleh orang lain, misalnya perawat. Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang
dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangannya, serta
situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannya memang
dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi lagi uraiannya sampai
pasien memahami benar. Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi atau mengarahkan
pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter.5
Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan
pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada
kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah
cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan
pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.Tujuan penjelasan yang lengkap
adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri
(informed decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang
dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan
dokter yang merawatnya. 5
Yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak tindakan medis pada
dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar sepenuhnya. Namun, menurut Penjelasan
Pasal 45 UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut di atas, apabila pasien sendiri berada di bawah
pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga
terdekat, antara lain suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara
kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan
persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan,
segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. 5
Pasal 4 PerMenKes No.290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan :6
1. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
2. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
3. Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien
setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.
Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara isyarat.
Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini dinamakan implied consent. Untuk tindakan medis
dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau tindakan invasive lainnya), persetujuan
harus secara tertulis, ditandatangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dan
sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga. 5
Bentuk Informed Consent7
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat
umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk
laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka. 7
2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti
jantung.7
3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan
invasive. 7
Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling
penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah.Dokter juga tidak mempunyai banyak
waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir
dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity,
dokter tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor
585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan
emergency tidak diperlukan Informed consent.2
Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter,
khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum
diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed consent setara dengan
kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut
setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan
tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan
adalah sebagai berikut : 2
1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter
tetap melakukan tindakan tersebut.
2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan akibat
dari tindakan medis yang diambilnya.
3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan medis
yang diambilnya.
4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara substansial
dengan yang dilakukan oleh dokter.
Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien
Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum
hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai berikut:4
1. Hak pasien atas perawatan
2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
3. Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat pasien
4. Hak Informasi
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan
8. Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan
9. Hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights.
10. Hak pasien menggugat atau menuntut
11. Hak pasien mengenai bantuan hukum
12. Hak pasien untuk menasihatkan mengenai percobaan oleh tenaga kesehatan atau
ahlinya.
Bersamaan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban
secara moral maupun secara yuridis. Secara moral pasien berkewajiban memelihara
kesehatannya dan menjalankan aturan-aturan perawatan sesuai dengan nasihat dokter yang
merawatnya. Beberapa kewajiban pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan kesehatan
adalah sebagai berikut:4
1. Kewajiban memberikan informasi medis
2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan
3. Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan
4. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan
dokter atau tenaga kesehatan
5. Kewajiban memberikan imbalan jasa
6. Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya.7
Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi
para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban profesi. Hak-hak
dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai berikut:4
1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari
pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik.
2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada
pasien.
3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi
terapeutik
4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan
yang diberikannya.
5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau keluarganya.
Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan
yaitu sebagai berikut:
1. kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu
dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret menurut
ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.
2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas kesehatan
pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.
3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang
tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan
medis tersebut.
4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai
keahlian/kemampuan yang lebih baik
5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas
perikemanusiaan.
Aspek Etika
Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis
yang dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada
niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang
dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk
menyembuhkan atau menolong pasien.Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari
seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik
adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.8
Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International
Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-
undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia
yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya,
kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.54
Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu juga
sebaliknya. Pada kasus abortus provokatus kode etik yang dilanggar berupa KODEKI Bab II
butir 7d yang berbunyi “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani”.8
Contoh pelanggaran etik murni antara lain menarik imbalan yang tidak wajar atau
menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi, mengambil alih pasien
tanpa persetujuan sejawatnya, memuji diri sendiri di depan pasien, tidak pernah mengikuti
pendidikan kedokteran yang berkesinambungan, dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.
Contoh pelanggaran etikolegal adalah pelayanan dokter di bawah standar, menerbitkan surat
keterangan palsu, membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter, abortus provokatus.8
Kaidah Dasar Bioetik
Kaidah Dasar Bioetik adalah studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, pada skala mikro maupun makro,
termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa
mendatang. Didalam bioetik dibahas juga membahas masalah kesehatan, faktor budaya yang
berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan
tradisional, dan lain-lain.9
a. Beneficence :Prinsip etika berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain, dilakukan
dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal.9
b. Non-Maleficence :Prinsip etik tidak melakukan sesuatu yang membahayakan orang lain. Jika orang tidak
dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat, setidak-tidaknya jangan merugikan orang lain.9
c. Autonomy :Prinsip etik berdasarkan manusia yang menalar pilihan pribadinya harus diperlakukan
dengan menghormati kemampuannya untuk mengambil keputusan sendiri.9
d. Justice :Prinsip etik berdasarkan asumsi hak asasi manusia yang meliputi konsep adil dan
merata. Dimana keadilan dapat dideskripsikan sebagai bekerja di dalam satu kumpulan
hukum moral, menghormati pandangan dan hak orang lain, atau pemerataan dalam
penyebaran sumber. Setiap orang harus diperlakukan sama dalam memperoleh haknya.
Prinsip ini menyangkut keadilan distributif yang mempersyaratkan pembagian yang
seimbang dalam hal beban dan manfaat yang dimana memperhatikan distribusi usia dan
gender, status ekonomi, budaya, dan etnik.9
Beneficence dan non-malficence, bila dilaksanakan dengan benar sudah
menggambarkan kompetensi klinik, sedangkan autonomy dan justice adalah gambaran niat,
sikap dan perilaku dokter dalam menyampaikan kompetensi klinik tersebut secara
manusiawi, yang merupakan ciri kompetensi etik. Autonomy atau hak penentuan nasib sendiri
diaplikasikan dalam praktik kedokteran sebagai persetujuan atas dasar informasi atau dikenal
dengan istilah informed consent untuk setiap tindakan, baik yang bersifat diagnostik maupun
teraupetik. Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyatakan
bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan. Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat
tentang perlunya tindakan medis yang akan dilakukan serta risiko yang dapat
ditimbulkannya.1
Aspek Hukum
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas,
yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu. Aspek etik seringkali tidak dapat
dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat
menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai
etika.Selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari
sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai
sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.10
Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter
atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin
tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya
dan lebih asertif, semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai
hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan
kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna,
dan provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.Praktek kedokteran
berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan
arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau
benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Akan tetapi
banyak sekali kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum atau sebuah proses
dimana terjadi kesalahan dalam prosedur dalam penanganan seorang pasien yang dilakukan
dokter, kesalahan ini dapat berupa kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian terapi, maupun
kesalahan dalam hal penanganan pasien dokter, serta pelanggaran atas tugas yang
menyebabkan seseorang menderita kerugian, akan tetapi bukan hanya dirugikan secara
materil, namun yang lebih utama adalah kerugian pada kejiwaan dan mental pasien serta
keluarganya. Hal ini dilakukan oleh seorang profesional ataupun bawahannya, agen atas
nama klien atau pasien yang menyebabkan kerugian bagi klien atau pasien. Hal seperti ini
kita sebut sebagai Malpraktik.10
Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
yangkeputusanya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkatkompetensi
profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan olehseorang dokter yang
kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah,dengan syarat tindakan tersebut
disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami, ataukeluarga (Deklarasi Oslo 1970). Aborsi yang
ilegal atau tanpa indikasi medis adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode
etik kedokteran di Indonesia. Hal ini juga tertulis dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi
“Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan”. Banyak negara yang
tidak mengizinkan aborsi ilegal, seperti Indonesia, karena aborsi ilegal adalah tindakan
penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20
minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan
darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.10
Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia.
Namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana
diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia.Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:3
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau
menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang
kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat
secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil
harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil
hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung,
ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih
belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur
hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang
menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam
nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’,
pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang
salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.1
Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentangkesehatan, yakni harus
memenuhi hal sebagai berikut :
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan
dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis
tertentu.
(2) a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut
b. Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga
yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli
kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
c. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat
diminta dari semua atau keluarganya.
d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan
yang ditunjuk.
Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :
1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah
tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan
dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).
Ketentuan Hukumnya dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut:2
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347
dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.