Upload
sitole
View
16
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sense humor
Citation preview
Kristiandi : Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense Of Humor Guru Dengan Motivasi Belajar Di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan, 2009. USU Repository 2009
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP SENSE OF HUMOR GURU
DENGAN MOTIVASI BELAJAR DI KELAS 7 INTERNASIONAL SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
KRISTIANDI
041301087
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2008/2009
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul : Hubungan Persepsi Siswa terhadap Sense of
Humor Guru dengan Motivasi Belajar di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Medan, adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,
saya besedia menerima sanksi apapun dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Februari 2009
KRISTIANDI
041301087
Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan Motivasi Belajar di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan
Kristiandi ABSTRAK
Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa. Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Salah satu faktor yang lebih utama dan sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk belajar adalah guru yang menyampaikan materi. Seorang guru bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, dan humor adalah salah satu cara yang digunakan. Penting bagi guru untuk menggunakan humor dalam kelas. Untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula halnya dengan seorang guru. Pada kenyataannya di dalam kelas tidak semua humor yang dikeluarkan guru disukai oleh siswa, tergantung siswa mempersepsikan sense of humor guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7 (tujuh) Internasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan yang terdiri dari 3 kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 22 siswa, jadi jumlah seluruh populasi adalah 66 orang. Seluruh anggota populasi diikutsertakan dalam penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar siswa telah diujicobakan terlebih dahulu di kelas 7A, 7B, 7C reguler SMP Negeri 1 Medan yang diambil secara Purposive Sampling. Metode analisa data dalam pengujian hiptesis menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment.
Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi: ada hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Artinya semakin positif (tinggi) persepsi siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa, dinyatakan teruji dan diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar siswa pada siswa kelas 7 Internasional SMP Negeri 1 Medan menunjukkan hubungan yang lemah namun positif dan signifikan, dimana r = 0.265 dan p = 0.033 (p
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan
begitu banyak rahmat serta kemudahan dalam penyusunan skripsi yang berjudul
Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru dengan Motivasi Belajar
di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan, guna
memeperoleh gelar sarjana jenjang starata (S1) di Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tuaku, Supawetno dan Mesnah serta kedua adikku adikku Ardi Gunawan dan
Ayu Harisa atas doa dan dukungannya selama ini, mempersembahkan ini merupakan
suatu kebahagiaan, semoga berkenan dan menjadi kebanggaan.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
saya menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M. Pd selaku dosen pembimbing penulis yang
selalu sabar dan selalu memberikan motivasi yang luar biasa, serta
ketersediaan waktu ditengah kesibukannya. Terima kasih Bu Dina, saya selalu
takjub dengan apa yang saya dengar dari Bu Dina, jujur Bu Dina masuk dalam
daftar orang-orang yang saya kagumi dan teladani.
3. Ibu Ika Sari Dewi, S. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik.
4. Untuk teman-teman Psikologi USU, terima kasih atas kebersamaaan dan
pengalaman yang telah kita jalani bersama.
Tanpa bantuan mereka, mungkin skripsi ini tidak akan selesai dan semoga
pengorbanan dan jasa baik yang telah diberikan kepada peneliti mendapat imbalan
dari Allah SWT.
Atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini peneliti
mohon maaf. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Medan, Februari 2009-02-26
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI.......... iv
DAFTAR TABEL..... viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah.. 7
C. Tujuan Penelitian.. 8
D. Manfaat Penelitian 8
1. Manfaat teoritis 8
2. Manfaat praktis. 8
E. Sistematika Penulisan. 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Motivasi Belajar.. 10
1. Pengertian Motivasi Belajar.... 10
2. Aspek-aspek Motivasi Belajar.... 11
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar................................. 14
4. Prinsip-prinsip motivasi belajar............. 18
B. Persepsi Siswa ..................... 21
1. Pengertian Persepsi .................... 21
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi... 22
3. Pengertian siswa remaja . 21
C. Sense of Humor Guru 24
1. Pengertian humor ... 24
2. Dimensi Humor . 25
3. Fungsi Humor .................................................... 26
4. Pengeritan sense of humor ................................ 27
5. Aspek-aspek sense of humor ...... 28
6. Karakteristik kepribadian orang yang memiliki sense of humor
................................................................ 29
7. Keuntungan memiliki sense of humor .............. 30
8. Pengertian guru ................................................. 30
D. Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru . 31
E. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan
Motivasi Belajar Siswa ............................... 32
F. Hipotesis... 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian.. 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 36
1. Persepsi siswa terhadap sense of humor
guru. 36
2. Motivasi Belajar . 36
C. Populasi dan Pengambilan Sampel........................... 37
1. Populasi dan sampel........................................... 37
D. Instrumen Yang Digunakan...................... 38
1. Pengukuran persepsi siswa terhadap
sense of humor guru............................................ 38
2. Skala motivasi belajar ..... 41
E. Validitas dan Reliabilitas dan Uji Daya Beda Alat ukur 43
1. Validitas alat ukur. 43
2. Reliabilitas ....................................... 44
3. Uji Daya Beda Alat ukur .................................... 44
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur............. 45
1. Skala Persepsi Siswa terhadap sense of humor
guru............................................................ 45
2. Motivasi Belajar ........................................ 46
G. Prosedur Penelitian.................................................. 47
1. Permohonan izin................................................ 47
2. Pembuatan alat ukur .......................................... 47
3. Uji coba alat ukur .............................................. 48
4. Pelaksanaan penelitian ...................................... 49
5. Pengolahan data ................................................ 50
H. Metode Analisa Data........................... 50
BAB IV ANALISA DATA PENELITIAN
A. Gambaran Subjek Penelitian....................................... 51
1. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis
kelamin................................................................. 51
2. Gambaran subjek penelitian berdasarkan subjek berdasarkan
usia................................................... 53
B. Hasil Penelitian............................................................... 53
1. Hasil uji asumsi penelitian........................................ 53
2. Hasil utama penelitian.............................................. 54
3. Deskripsi data penelitian ......................................... 54
C. Pembahasan................................................................... 60
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................... 59
B. Diskusi.......................................................................... 60
C. Saran................................................................................ 62
1. Saran metodologis.................................................. 62
2. Saran praktis.......................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 64
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Citra guru terbaik dan terburuk menurut siswa ................. 5
Tabel 2 Blue Print Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru 40
Tabel 3 Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Diuji Coba ............ 42
Tabel 4 Blue Print Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor
Guru Setelah Uji Coba........................................................ 46
Tabel 5 Blue Print Skala Motivasi Belajar Setelah Uji Coba ......... 47
Tabel 6 Subyek Penelitian Berdasarkana Jenis Kelamin ................ 52
Tabel 7 Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Usia ................ 53
Tabel 8 Deskripsi Skor Skala Persepsi Terhadap Sense of Humor
Guru ..................................................................................... 54
Tabel 9 Kategorisasi Data Empirik Variabel Persepsi Terhadap
Sense of Humor Guru ........................................................... 56
Tabel 10 Deskripsi Skor Skala Motivasi Belajar ................................ 57
Tabel 11 Kategorisasi Data Empirik Variabel Motivasi Belajar ........ 57
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A .............................................................................................. x
1. Reliabilitas Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru .. xi
2. Reliabilitas Skala Motivasi Belajar ................................................... xii
LAMPIRAN B ................................................................................................ xiv
1. Data Mentah Skala Persepsis Siswa terhadap Sense of Humor Guru xvi
2. Data Mentah Skala Motivasi Belajar ................................................ xvii
LAMPIRAN C
1. Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru ...................... xx
2. Skala Motivasi Belajar
LAMPIRAN D
1. Uji Normalitas Sebaran
2. Uji Linearitas
3. Korelasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya
bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah,
pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Suatu proses belajar mengajar
dikatakan baik jika proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang
efektif. Kesuksesan pengajaran bisa dilihat dari hasilnya, tetapi harus tetap
diperhatikan juga prosesnya. Pada proses inilah nantinya siswa akan beraktivitas.
Proses yang baik dan benar kemungkinan akan memberikan hasil yang baik pula
(Sardiman, 2003).
Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi
antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai
pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokok yang ingin meraih cita-
cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Hasil belajar
akan menjadi optimal jika ada motivasi. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus
lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa, agar siswa
merasa bergairah memiliki semangat, potensi, dan kemampuan yang dapat
meningkatkan harga diri. Dengan demikian siswa diharapkan lebih aktif dalam
melakukan kegiatan belajar. Peranan guru sangat penting, bagaimana usaha-usaha
untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas
dengan baik, sehingga untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan
motivasi yang baik. Memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa
untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu (Sardiman, 2003). Berikut ini
adalah pernyataan salah seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya
pemberian motivasi di dalam kelas (komunikasi personal, 27/11/2008) :
Guru memang harus berusaha bagaimanapun caranya agar siswa yang diajarinya termotivasi untuk belajar, karena motivasi siswa untuk belajar itu penting sekali. Jadi siswa menjadi aktif dalam belajar untuk menguasai materi pelajaran. Percuma saja guru menerangkan bagus-bagus kalau siswa nggak ada motivasi belajarnya, bisa sia-sia pelajaran yang diberikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, guru mengakui bahwa motivasi belajar
memang penting ada pada diri siswa. Motivasi belajar yang kurang akan
menyebabkan siswa tidak memiliki semangat belajar, sehingga apa yang diajarkan
oleh guru kepada siswa di kelas tidak akan sia-sia. Purwanto (1990) mengatakan
bahwa motivasi menjadi salah satu faktor penting dan syarat mutlak untuk belajar.
Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Sardiman (2003) juga
menambahkan bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya
motivasi, maka seseorang yang belajar itu dapat melahirkan prestasi yang baik.
Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk
belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi
pelajaran itu. Mengenai materi pelajaran sering dikeluhkan oleh para siswa sebagai
sesuatu yang membosankan, terlalu sulit, tidak ada manfaatnya untuk kehidupan
sehari-hari, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas, dan sebagainya.
Akan tetapi hal yang lebih utama daripada faktor materi pelajaran, sebenarnya adalah
faktor guru (Sarwono, 1989).
Suasana belajar mengajar yang menyenangkan membuat siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada saat belajar. Seorang guru bertanggung jawab untuk
mengkomunikasikan dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, dan
humor adalah salah satu cara yang digunakan untuk menunaikan tanggung jawab
tersebut (Charles & Senter, 2005). Penting bagi guru untuk menggunakan humor
dalam kelas (Young, Whitley & Helton dalam Manning, 2002). Berikut adalah
pernyatan seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya penggunaan
humor di kelas (komunikasi personal, 27/11/2008) :
memang nggak sumua guru bisa menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Tetapi menurut saya humor itu memang penting sekali diberikan kepada siswa ketika mengajar. Waktu saya sekolah dulu aja merasa nggak senang kalau gurunya gak pernah ngelucu. Jadi pandai-pandailah guru memberi humor dikelas biar suasana kelas nggak kaku. Kalau suasana kelas nggak kaku, pasti lebih enak siswa itu belajar. Jadi betah siswa dikelas dan pasti siswa menyimak pelajaran yang diberikan guru. Berdasarkan pernyataan tersebut, guru tersebut berpendapat bahwa guru
memang harus menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Jadi kemampuan guru
menyisipkan humor sangat penting agar suasana kelas tidak kaku. Suasana kelas yang
tidak kaku akan membuat siswa senang belajar di kelas.
Apte (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mengamati, merasakan atau
mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula halnya
dengan seorang guru. Sense of humor guru merupakan kemampuan seorang guru
dalam mengapresiasikan, menciptakan, dan mengungkapkan kelucuan serta tertawa
dalam menjalankan tugasnya tanpa mengakibatkan individu lain terluka secara fisik
maupun psikis. Guru yang memiliki sense of humor yang baik membuat kelas
menjadi menarik.
Di SMP Negeri 1 Medan yang terletak di Jalan Bunga Asoka No. 6 Medan ,
pada kelas 7 Internasional ada seorang guru bahasa Mandarin berinisial HW yang
menurut para siswa suka menyampaikan humor pada saat mengajar. Seperti
dikemukakan oleh seorang siswa kelas 7 (tujuh) Internasional SMPN 1 Medan
(komunikasi personal, 27/11/2008) :
senang kali kalo guru yang masuk suka ngasih humor, jadi gak bosen. Kalo gurunya ketat terus di kelas, apalagi gak pernah senyum pengennya keluar aja dari kelas. Ada guru kami Pak HW (inisial) guru bahasa mandarin, senang kali kalo dia yang ngajar. Sering buat lucu jadi semangat kalau udah dia yang ngajar. Kalau masuk bapak itu suka cerita yang lucu-lucu, nanti dikasih teka teki juga. Jadi seru! Dari komunikasi personal yang dilakukan dengan siswa tersebut, siswa
ternyata menyukai guru yang suka memberikan humor dikelas. Pemberian humor di
kelas dalam bentuk-bentuk tertentu akan menyebabkan siswa semangat untuk belajar.
Dalam sebuah survei nasional terhadap sekitar seribu siswa berusia antara 13
sampai 17 tahun, para siswa tersebut menyebutkan beberapa karakter penting yang
harus dipunyai oleh guru, diantaranya adalah mempunyai selera humor yang baik,
mampu mebuat kelas menjadi menarik, dan menguasai mata pelajaran yang diajarkan
(NASSP, dalam Santrock, 2004). Dari tabel dibawah ini yang mengambarkan
karakteristik terbaik dan terburuk yang dilihat siswa terhadap guru, dapat dilihat
bahwa peranan humor sangat penting sekali untuk membuat siswa tertarik terhadap
seorang guru.
Tabel 1. Citra guru terbaik dan terburuk menurut siswa
Karakteristik % Total Karakteristik % Total Punya selera humor 79,2 Membuat kelas menjadi
membosankan 79,6
Membuat kelas menjadi menarik
73,7 Tidak menerangkan secara jelas
63,2
Menguasai mata pelajaran 70,1 Pilih kasih 52,7 Menerangkan secara jelas 66,2 Sikapnya buruk 49,8 Mau meluangkan waktu untuk membantu siswa
65,8 Terlalu banyak menuntut kepada siswa
49,1
Bersikap adil kepada siswa 61,8 Tidak nyambung dengan siswa 46,2
Memperlakukan siswa seperti orang dewasa
54,4 Memberikan PR terlalau banyak
44,2
Berhubungan baik dengan siswa
54,2 Terlalu kaku 40,6
Memperhatikan perasaan siswa
51,9 Tidak membantu/memperhatikan siswa
40,5
Tidak pilih kasih 46,6 Kontrol kurang 39,9
Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal lucu
dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan sesuatu yang
dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan (Hadis,
2006). Namun, beberapa siswa mungkin mempersepsikan sense of humor guru akan
dapat mengganggu pelajaran dan mengakibatkan masalah dalam proses belajar
mengajar di kelas apabila humor yang dibuat guru menjadikan murid sebagai bahan
tertawaan teman-temanya (Charles & Senter, 2005). Berikut adalah pernyataan siswa
tentang bagaimana siswa memandang humor yang diberikan guru (komunikasi
personal, 27/11/2008):
gak semuanya kami suka ada juga yang gak lucu, apalagi kalo uda ada porno-pornonya malas kami dengernya, tapi yang anak laki-laki pasti ketawa-ketawa. Ada guru kami yang suka cerita-cerita porno, kadang-kadang agak-agak meragakan gitu dia. Males kali kalau udah bapak itu yang masuk. Kami ketawa cuma menghargai aja, padahal sebenernya bosen kami ngeliatnya
Dari pernyataan siswa di atas, bahwa pada kenyataannya di dalam kelas tidak
semua humor yang dikeluarkan guru disukai oleh siswa, tergantung siswa
mempersepsikan sense of humor guru. Sebagaimana dikemukakan Irwanto (1996)
bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar
gejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Proses
penerimaan rangsang ini disebut penginderaan. Tetapi pengertian kita akan
lingkungan dan dunia sekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur
interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima, yang kemudian menjadikan
kita subyek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima inilah
yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap linkungan. Hal ini juga
terkait dengan persepsi siwa terhadap sense of humor guru di kelas. Siswa menerima
rangsang-rangsang atau stimulus-stimulus berupa guru dan proses pengajaran yang
dilakukanya, yang selanjutnya diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai suatu
pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya.
Soemanto (1998) menambahkan bahwa persepsi siswa yang cenderung negatif
muncul karena siswa memandang guru sebagai individu yang menakutkan, oleh
karena itu siswa cenderung untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan guru
dengan cara bolos sekolah atau tidak masuk kelas disaat guru mengajarkan bidang
studi tertentu. Sedangkan persepsi yang cenderung positif muncul karena siswa
menilai guru sebagai individu yang menyenangkan dan patut diteladani, oleh karena
itu perlu didekati, mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, serta mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan.
Berdasarkan uraian di atas, dalam proses belajar mengajar adanya sense of
humor guru berhubungan dengan motivasi belajar siswa. Namun hubungan tersebut
tergantung bagaimana siswa mempersepsikan sense of humor guru. Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan
motivasi belajar.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan
persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar di kelas 7
Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa terhadap
sense of humor guru dengan motivasi belajar di kelas 7 Internasional Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Medan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat
pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan. Dari
penelitian ini diharapkan memperkaya pengetahuan tentang sense of humor guru
dalam proses belajar-mengajar di kelas.
2. Manfaat praktis.
a. Guru bisa mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap sense of humor
guru, sehingga bisa dijadikan masukan bagi guru penting atau tidaknya
penggunaan humor terkait dengan interaksi guru dan siswa di kelas.
b. Selain dapat mengetahui motivasi belajar siswanya, pihak sekolah juga dapat
mengetahui hal-hal yang bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu
penggunaan humor di kelas, sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan
untuk mengadakan peningkatan kemampuan guru yang berkaitan dengan
interaksi di kelas guna meningkatkan motivasi belajar siswa.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi
objek penelitian yang meliput i teori motivasi belajar siswa, humor, sense of
humor guru, persepsi dan motivasi belajar, hubungan persepsi siswa terhadap
sense of humor guru dengan motivasi belajar siswa dan hipotesa penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,
rancangan penelian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel,
instrumen penelitian, uji coba alat ukur, serta metode analisa data.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian motivasi belajar
Motivasi sering disebut penggerak perilaku yang membuat kita bergerak
untuk melakukan sesuatu dan membantu kita untuk menyelesaikannya (Irwanto,
1990). Seluruh aktivitas mental yang dirasakan atau dialami memberikan kondisi
hingga terjadinya perilaku tersebut disebut motif. Setiap pekerjaaan yang
dilakukan tanpa motif yang kuat, tanpa dorongan dan kehendak untuk
melakukannya, pasti pekerjaan itu tidak akan membawakan hasil yang memaskan.
Demikian juga dalam belajar. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar
sehingga dalam kegiatan belajar motivasi dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan
belajar yang dikehendaki subjek dapat tercapai (Purwanto, 1990).
Sardiman (2003) menerangkan bahwa belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Lebih lanjut,
Witherington (dalam Purwanto, 1990) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu
pengertian. Dalam pengertian yang umum, belajar merupakan suatu aktivitas yang
menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya
yang dilakukannya (Suparno, 2001). Perubahan-perubahan tersebut tidak
disebabkan faktor kelelahan, kematangan, ataupun mengkonsumsi obat tertentu.
Berdasarkan beberapa penjelasan motivasi belajar diatas dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak
didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai
suatu tujuan belajar yang dikehendaki.
2. Aspek-aspek dalam motivasi belajar
Terdapat dua aspek dalam motivasi belajar (Santrock, 2004), yaitu :
a. Motivasi intrinsik
b. Motivasi ekstrinsik
Kedua aspek dalam motivasi belajar tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1). Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu
karena keinginannya sendiri.
Terdapat dua tipe dari motivasi intrinsik yang dikemukakan Santrock
(2004), yaitu :
a). Motivasi intrinsik berdasarkan penentuan diri dan pemilihan pribadi.
Siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan
mereka sendiri, bukan karena adanya penghargaan dari luar
(eksternal).
b). Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal.
Pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati
sesuatu secara mendalam. Csikzentmihalyi (dalam Santrock, 2004)
menggunakan istilah flow untuk menggambarkan pengalaman
optimal dalam hidup, dan menemukan keadaan flow paling sering
terjadi ketika seseorang mengembangkan perasaan menguasai
(mampu melakukan sesuatu) dan konsentrasi penuh sementara
mereka terlibat dalam suatu kegiatan. Keadaan flow juga terjadi
ketika seseorang sedang melakukan sesuatu tantangan yang mereka
anggap tidak terlalu sulit maupun tidak terlalu mudah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa motivasi belajar
intrinsik berarti keinginan untuk mencapai suatu tujuan terkandung dan utuh
bersama-sama dengan kegiatan proses dan perbuatan kegiatan belajar itu sendiri.
Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya
aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam
diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya.
2). Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesutau
yang lain (suatau alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik seringkali
dipengaruhi oleh ganjaran eksternal, seperti pemberian hadiah dan hukuman.
Menurut Harter (dalam Santrock, 2004) berdasarkan penelitian ditemukan
bahwa motivasi intrinsik siswa terus mengalami penurunan karena siswa tumbuh
dan berkembang sejak Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas
(SMA). Penurunan motivasi intrinsik dan peningkatan motivasi ekstrinsik yang
besar terjadi pada siswa yang duduk antara tingkat enam dan tujuh (kelas 6 SD
dan 1 SMP). Hal ini dapat dikarenakan pendidikan yang diterapkan pihak sekolah
lebih berorientasi pada motivasi belajar eksternal. Oleh karena itu seiring
pertambahan usia dan kenaikan jenjang sekolah para siswa menjadi lebih
mengutamakan perolehan nilai yang baik daripada kesenangan mereka untuk
belajar yang berasal dari motivasi intrinsik (Santrock, 2004).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
siswa terdiri dari dua tipe berdasarkan sumber dorongannya, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
3. Fungsi motivasi dalam belajar
Sardiman (2003) mengatakan, bahwa ada 3 (tiga) fungsi motivasi dalam
belajar yaitu :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi belajar bagi
siswa adalah sebagai pendorong untuk berbuat, menentukan arah perbuatan dan
menyeleksikan perbuatan guna mencapai tujuan belajarnya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah
sebagai berikut (Elliot, dkk, 1996) :
a. Kecemasan
Kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan situasional, yang
diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk merasa cemas pada
beberapa situasi, tetapi tidak pada situasi yang lainnya. Ada beberapa
sumber kecemasan bagi siswa ketika berada di dalam kelas, seperti
guru, ujian, teman sebaya, hubungan sosial, dan lain-lain. Kecemasan
terhadap beberapa sumber kecemasan tersebut akan berpengaruh
terhadap performansi siswa. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah
atau sedang, maka hal itu akan bersifat konstruktif. Namun apabila
kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal
itu dapat bersifat destruktif dan non adaptif.
b. Sikap.
Sikap dapat didefinisikan sebagai individu yang relatif permanen
dalam hal merasakan, berfikir dan bertingkah laku terhadap sesuatu
atau orang lain. Dalam hal ini, guru memiliki pengaruh yang besar
dalam hal perubahan tingkah laku siswa melalui komunikasi yang
persuasif.
c. Keingintahuan.
Keingintahuan sering digambarkan sebagai sebagai perilaku yang
aktif, suka mengeksplorasi atau manipulasi sesuatu. Keadaan yang
rileks, kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaaan
terhadap hal-hal yang tidak biasa dapat menimbulkan rasa ingin tahu
siswa.
d. Locus of Control
Locus of Control dapat diartikan sebagai suatu penyebab terjadinya
tingkah laku, yang dapat diatribusikan terhadap diri sendiri (internal
locus of control) atau dari luar diri/lingkungan (eksternal locus of
control). Jika siswa percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang
mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka
telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal
locus of conrol). Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa kesuksesan
dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan faktor keberuntungan,
maka mereka dianggap memilki kontrol yang rendah terhadap tujuan
mereka (eksternal locus of control).
e. Learned Helplessness
Learned helplessness adalah reaksi individu yang merasa frustasi dan
putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulang kali.
f. Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang
dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasan
dan kompetensinya. Siswa yang memilki efikasi diri yang tinggi
cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan
tugas dan berusaha untuk meminimaliskan kesulitan yang mungkin
terjadi.
g. Belajar Bersama
Belajar bersama diartikan sebagai serangkain metode instruksional
dimana siswa didorong untuk kerjasama dalam menyelesaikan tugas
akademis, yang bertujuan membantu siswa yang satu dengan yang
lainnya untuk belajar. Salah satunya adalah dengan dengan membentuk
kelompok diskusi dalam mengerjakan tugas yang sulit.
Frandsen (dalam Suryabrata, 1995) menyatakan bahwa faktor yang
mendorong seseorang untuk belajar adalah :
a. Adanya sifat ingin tahu untuk menyelidiki dunia yang lebih luas.
b. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu
maju.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan kerjasama maupun kompetisi.
e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran.
f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang bisa mempengaruhi motivasi
belajar siswa adalah kecemasan, sikap, keingintahuan, locus of control, learned
helplessness, efikasi diri, belajar bersama, adanya sifat ingin tahu untuk
menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk selalu maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari
orang tua, guru, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kerjasama maupun
kompetisi, adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran, serta adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.
5. Prinsip-prinsip motivasi dalam belajar
Menurut Slameto (2003) jumlah motivator yang mempengaruhi siswa
pada suatu saat yang sama dapat banyak sekali, dan faktor-faktor yang
membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku yang dibangkitkan oleh
motivatior-motivator tersebut mengakibatkan terjadinya sejumlah tingkah laku
yang dimungkinkan untuk ditampilkan oleh seorang siswa. Berikut ini adalah
prinsip-prinsip motivasi dalam belajar yang meliputi :
a. Kebermaknaan.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika kegiatan dan materi pelajaran
dirasa bermakna baginya.
b. Pengetahuan dan keterampilan prasyarat.
Guru perlu memahami pengetahuan awal siswa untuk diakaitkan
dengan bahan yang akan dipelajarinya sehingga membuat belajar
menjadi lebih mudah dan bermakna.
c. Model.
Siswa akan menguasai keterampilan guru dengan baik jika guru
memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru.
d. Komunikasi terbuka.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika penyampaian dilakukan secara
terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa sehingga
pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.
e. Keaslian dan tugas yang menantang.
Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka disediakan materi,
kegiatan baru, atau gagasan murni, asli, atau novelti yang berbeda.
f. Pelatihan yang tetap dan aktif.
Siswa akan dapat mengusai materi pembelajaran dengan efektif jika
kegiatan belajar mengajar memberikan kegiatan latihan yang sesuai
dengan kemampuan siswa dan siswa dapat berperan aktif untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan.
g. Pemilihan tugas.
Siswa akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika tugas
dibagi dalam rentang waktu yang tidak terlalu panjang dengan frekuensi
pengulangan yang tinggi.
h. Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan.
Siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat
menyenangkan, nyaman, dan menyehatkan perasaan siswa .
i. Keragaman pendekatan.
Siswa akan belajar jika mereka diberi kesempatan untuk memilih dan
menggunakan berbagai pendekatan dan strategi belajar baik melalui
kegiatan seperti simulasi, penelitian/ pengujian.
j. Mengembangkan beragam kemampuan.
Siswa akan belajar secara optimal jika pengalaman belajar yang
disajikan dapat mengembangkan berbagai kemampuan seperti
kemampuan logis, matematis, bahasa, musik, dan kempuan interpersonal
maupun intrapersonal.
k. Melibatkan sebanyak mungkin indera.
Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal jika dalam belajar
siswa dimungkinkan menggunakan sebanyak mungkin inderanya untuk
interaksi dengan isi pembelajaran.
l. Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar.
Siswa akan lebih menguasai materi pembelajaran jika pengalaman
belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai kesempatan
untuk membuat satu refleksi penghayatan, mengungkapkan, dan
mengevaluasi apa yang dipelajari.
Dari uraian di atas prinsip-prinsip dalam motivasi belajar siswa adalah
kebermaknaan, pengetahuan dan keterampilan prasyarat, model, komunikasi
terbuka, keaslian dan tugas yang menantang, pelatihan yang tetap dan aktif,
pemilihan tugas, kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan, keragaman
pendekatan, mengembangkan beragam kemampuan, melibatkan sebanyak
mungkin indera, serta keseimbangan pengaturan pengalaman pelajar.
B. Persepsi Siswa
1. Pengertian persepsi
Leavit (dalam Sobur, 2003) menyatakan persepsi ialah pandangan atau
pengenalan yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Ditambahkan Sarwono (2001) bahwa persepsi tidak sekedar pengenalan atau
pemahaman tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional
(menarik kesimpulan). Seperti halnya Rakhmat (dalam Sobur, 2003) yang
menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan peran. Begitu juga Yusuf (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa
persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan. Atkinson, dkk (1987)
menambahkan bahwa persepsi didefenisikan sebagai proses pengorganisasian dan
penafsiran pola stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang
dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif
maupun negatif.
Lindgren (dalam Gufron, 2003) menyatakan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi dan pemahaman mereka terhadap situasi yang dikaitkan
dengan tujuan. Perilaku seseorang dapat diprediksi apabila diketahui bagaimana
individu mempersepsikan situasi dan apa yang diharapkan. Perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi mengenai diri mereka dan lingkungan sekitarnya,
sehingga apa yang dilakukan merupakan cerminan dari lingkungan sekitarnya,
dan persepsi dapat mempengaruhi perilaku. Persepsi merupakan salah satu
prediktor perilaku. Persepsi seseorang bisa positif maupun negatif. Seperti
dikemukanan oleh Fiske (dalam Hogg, 2002) bahwa informasi negatif mengarah
pada persepsi yang negatif, sebaliknya informasi yang positif mengarahkan pada
persepsi positif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan
serangkaian proses dalam diri seseorang yang meliputi pengenalan, pemahaman,
penafsiran dan menarik kesimpulan atas hasil pengamatan terhadap benda,
manusia, serta situasi yang bersifat positif maupun negatif.
2. Faktor yang mempengaruhi persepsi
Gufron (2003) menyatakan faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
a. Pelaku persepsi
Bila seseorang memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan
apa yang dilihatnya, penafsiran tersebut sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi. Selain itu ada juga sikap yang
dapat mempengaruhi tafsiran mengenai apa yang dilihat, motif yang tidak
dipuaskan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada
persepsi, kepentingan atau minat individu yang berbeda, pengalaman masa
lalu, dan pengharapan.
b. Objek atau target yang dipersepsi.
Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Beberapa hal lain yang termasuk
dalam target adalah hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan
kedekatan.
c. Konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan
Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita. Waktu
adalah dimana suatu objek atau peristiwa itu dilihat dapat mempengaruhi
perhatian, seperti lokasi, cahaya, panas atau setiap jumlah faktor
situasional.
2. Pengertian siswa remaja
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar (Sardiman, 2003).
Mnks, dkk (1999) membagi masa remaja menjadi tiga tahap. Tahap
pertama, masa remaja awal yang berkisar antara usia 12-15 tahun. Tahap kedua,
masa remaja pertengahan yang berada antara usia 15-18 tahun, dan tahap ketiga,
masa remaja akhir yang berada antara usia 18-21 tahun. Siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) termasuk kepada remaja awal, yaitu berada pada
rentang usia 12-15 tahun.
Hurlock (1992) menyatakan bahwa status disekolah membuat remaja sadar
akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terfikirkan. Kesadaran akan
status formal yang baru, baik di rumah maupun di sekolah, mendorong sebagian
besar remaja untuk berperilaku lebih matang. Disamping itu, berkaitan dengan
minat mereka terhadap pendidikan, pada umumnya remaja muda suka mengeluh
tentang sekolah dan larangan-larangan, pekerjaan rumah, dan sebagainya. Mereka
bersikap kritis terhadap guru-guru dan cara guru mengajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Menengah
Pertama termasuk remaja awal yang berada pada rentang usia 12-15 tahun. Pada
usia ini remaja sudah sadar akan tanggung jawabnya disekolah dan mulai berfikir
kritis terhadap guru dan cara mengajar guru.
C. Sense of Humor Guru
1. Pengertian humor
Di dalam kamus Encyclopedia Britannica, humor adalah suatu stimulus
yang cenderung mengundang refleks tertawa (Leung, 2004). Mungkin saja
dikatakan bahwa sesuatu itu mengandung humor, meskipun tak seorangpun
tertawa pada saat itu dan dapat juga terjadi dimana orang-orang tertawa, tetapi
seseorang dapat mengatakan bahwa hal itu tidak lucu (Ross, 1998).
Menurut May (dalam Martin & Lefcourt, 1983), humor berfungsi sebagai
pemelihara sense of self, yaitu cara sehat yang dilakukan seseorang untuk
merasakan jarak antara dirinya dengan masalah, cara untuk menghindarkan diri
dari masalah dan memandang masalah dari sudut pandang berbeda. Pendapat May
ini serupa dengan pendapat Oconnel (dalam Martin & Lefcourt, 1983) yang
mengatakan bahwa melalui humor seseorang dapat menjauhkan diri dari situasi
yang mengancam dan memandang masalah dari sudut pandang kelucuannya untuk
mengurangi kecemasan dan rasa tak berdaya. Peran humor yang positif membantu
orang-orang untuk menangani stres, membangun dan memelihara hubungan yang
suportif dan mempertahankan kondisi hidup yang terus.
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa humor adalah
suatu sitimulus yang dianggap lucu dan cenderung mengundang refleks tertawa,
walaupun tidak semua menyatakan bahwa sesuatu itu lucu.
2. Dimensi humor
Menurut Deshefy & Longhi (2004) humor terbagi atas 4 dimensi yaitu :
a. Survival humor.
Humor ini digunakan ketika seorang atau sekelompok orang harus
beradaptasi pada kondisi yang jarang dihadapi, ekstrim, atau yang
mengandung ancaman.
Survival humor terdiri dari agresi, sakit, menghindar, kotor, agama,
menyimpang, sadis.
b. Bonding humor.
Humor ini digunakan untuk membentuk ikatan/hubungan diantara
individu, atau untuk membangun hubungan dan yang termasuk dimensi ini
adalah humor etnik, rasial, positif social, penghinaan, dan humor protes
diri.
c. Celebatory humor.
Humor ini digunakan ketika mengalami sukacita atau kesenangan dan
ingin membaginya dengan orang lain. Anak-anak yang biasanya mahir
pada celebratory humor. Celebatory humor terbagi atas badut, permainan
kata, dan tertawa untuk menikmati kesenangan.
4. Coping humor.
Humor ini digunakan untuk mengatur situasi atau kejadian mengancam
yang menciptakan stres, ketegangan dan ambigu. Coping humor dibagi
atas humor yang menghalangi, humor jarak dan humor pertahanan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi humor adalah
survival humor, bonding humor, celebatory humor, coping humor.
3. Fungsi humor
Humor berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari
fungsi yang diberikan humor. Nilsen (dalam Munandar, 1996) membagi humor
menjadi empat fungsi yaitu :
a. Fungsi fisiologik
Humor dan bermain dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang
dan mempunyai akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh seseorang,
termasuk sistem saraf, peredaran darah, endokrin, dan sistem kekebalan.
b. Fungsi psikologik
Humor efektif menolong seseorang menghadapi kesukaran. Kemampuan
untuk melihat humor dalam suatu situasi merupakan salah satu yang dapat
digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan
terhadap perubahan dan ketidaktentuan.
c. Fungsi pendidikan
Humor dan tertawa menyebabkan seseorang lebih waspada, otak
digunakan, dan mata bersinar. Oleh karena itu humor dan tertawa
merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat
yang sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan
pembicaraaan dan merupakan alat persuasi yang baik.
d. Fungsi sosial
Humor tidak saja dapat digunakan untuk mengikat seseorang atau
kelompok yang disukai tetapi juga dapat menjauhkan seseorang dari orang
atau kelompok yang tidak disukai.
4. Pengeretian sense of humor
Untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor
seseorang harus memiliki sense of humor. Sense of humor adalah sesuatu yang
bersifat universal yaitu konsep dari berbagai bidang yang mempunyai banyak
definisi. The American heritage dictionary mendefinisikan sense of humor sebagai
kemampuan untuk mengamati, menikmati, atau mengekspresikan apa yang lucu
(Apte, 2002). Selanjutnya Martin (2001) mendefinisikan sense of humor sebagai
kebiasaan individu yang berbeda-beda pada setiap perilaku, pengalaman,
perasaan, kesenangan, sikap, kemampuan untuk menghubungkan sesuatu hal
dengan kesenangan, tertawa, bercanda dan sebagainya.
Jadi berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sense
of humor adalah kemampuan seseorang untuk mengapresiasikan, menciptakan dan
mengekspresikan humor untuk mengundang perasaan senang terhadap orang lain.
5. Aspek-aspek sense of humor
Thorson & Powell (1997) menyatakan empat aspek penting Sense of
humor, yang terdiri dari:
a. Humor production
Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan
berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.
b. Coping with humor
Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan
situasi yang mengandung stressful pada individu.
c. Humor appreciation
Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan
internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak
individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari
perilaku orang lain.
d. Attitude toward humor
Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang
lucu.
6. Karakteristik kepribadian orang yang memiliki sense of humor
Seseorang yang memiliki sense of humor dapat berinteraksi dengan baik
dengan orang lain daripada orang yang kurang sense of humor-nya: mereka
cenderung lebih imaginatif dan fleksibel, lebih terbuka untuk menerima saran
orang lain dan lebih dapat didekati (Morreal, 1982). Sense of Humor juga
berkorelasi secara positif dengan karakteristik kepribadian yang antusias, suka
permainan, menggembirakan, dan teguh dan berkorelasi negatif dengan ketakutan,
depresi, marah, tidak perduli, dan sikap menunggu (McGhee & Goldstein, 1977).
Ditambahkan oleh Thorson & Powell (1997) bahwa orang yang memiliki perilaku
yang mengarah pada humor dikorelasikan berhubungan positif dengan
kemampuan sosial dan psikologi yang bervariasi. Individu dengan sense of humor
yang tinggi lebih dicirikan dengan orang yang merendah dan lebih terbuka, lebih
berinisiatif di dalam interaksi sosial, berusaha menciptakan hal yang lucu, dan
mempunyai kemauan dan kemampuan yang lebih tinggi untuk
mengkomunikasikannya. Berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan bahwa
orang yang memiliki sense of humor memiliki karakteristik kepribadian sebagai
berikut : menonjolkan diri, dominan, memiliki kepribadian yang hangat, asertif,
terlihat selalu gembira, mampu membangkitkan emosi positif, kecenderungan
untuk mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada kedalam diri sendiri
dan lebih ceria. Selain itu sense of humor berkorelasi negatif dengan neurotisme,
pesimis, menghindar, self-esteem yang negatif, agresi, depresi dan kecemasan
yang tinggi, selalu serius dan mood yang buruk.
7. Keuntungan memiliki sense of humor
Menurut Martin (2001) mempunyai sense of humor mengandung banyak
keuntungan. Individu dengan sense of humor yang lebih tingi, lebih termotivasi,
lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi. Kelly
(2002) menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar dengan memiliki
sense of humor adalah pengaruhnya pada kesehatan. Pertama, humor bisa
mengantarai hubungan sosial, yang mana ini bisa berdampak meningkatkan
kesehatan. Kedua, humor mempunyai efek secara tidak langsung pada tingkat
stres. Ketiga, proses fisiologi yang dipengaruhi oleh humor, contohnya tertawa
bisa mengurangi ketegangan saraf.
8. Pengertian guru
Guru, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Moeliono, 1990) diartikan
sebagai orang yang pekejaannya adalah mengajar. Anderson dan Burns (dalam
Elliot, 1996) mendefenisikan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang bersifat
interpersonal dan interaktif, dan secara khusus melibatkan komunikasi verbal
yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu satu atau lebih siswa agar dapat
belajar atau mengubah cara mereka dalam bertingkah laku.
Dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti
proses pembuatan seorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam
arti mengubah seluruh dimensi perilakunya. Perilaku ini meliputi tingkah laku
yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang
bersifat tertutup seperti berfikir (ranah cipta) dan berperasaan (ranah rasa) (Syah,
2001). Lebih lanjut, Sadiman (2003) mengemukakan bahwa mengajar pada
dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses
belajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian guru adalah
seseorang yang melakukan aktifitas yang bersifat interpersonal dan interaktif, dan
secara khusus melibatkan komunikasi verbal yang dilakukan dengan tujuan untuk
membantu satu atau lebih siswa agar dapat belajar atau mengubah cara mereka
dalam bertingkah laku dengan berorientasi pada kecakapan-kecakapan berdimensi
ranah cipta, ranah rasa, dan ranah karsa.
D. Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru
Beberapa siswa merasa senang dengan guru yang memberikan humor di
dalam kelas, namun siswa yang lain mungkin merasa humor yang diberikan guru
tersebut dapat mengganggu pelajaran. Ini terkait dengan persepsi siswa terhadap
sense of humor guru. Persepsi siswa terhadap sense of humor guru dapat diartikan
sebagai tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan
seorang guru untuk mengapresiasikan, menciptakan dan mengungkapkan humor
dalam menjalankan tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa
tanpa mengakibatkan siswa terluka secara fisik maupun psikis. Persepsi tersebut
bisa bersifat positif maupun negatif.
E. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan
Motivasi Belajar Siswa
Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan
interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan
guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokok yang
ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara
optimal. Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi. Perwujudan
interaksi guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari
guru kepada siswa, agar siswa merasa bergairah memiliki semangat, potensi, dan
kemampuan yang dapat meningkatkan harga diri. Dengan adanya motivasi siswa
diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2003).
Peranan guru sangat penting, bagaimana usaha-usaha untuk dapat
menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas dengan
baik, sehingga untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi
yang baik. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa
untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan
materi pelajaran itu. Akan tetapi hal yang lebih utama dari faktor materi pelajaran,
sebenarnya adalah faktor guru (Sarwono, 1989). Seperti dikemukakan McCombs,
et al (dalam santrock, 2004) bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan
oleh guru lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa
yang tidak didukung dan diperhatikan gurunya. Charles & Senter (2005)
menyatakan bahwa seorang guru bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, humor adalah salah
satu cara yang digunakan untuk menunaikan tanggung jawab tersebut. Penting
bagi guru untuk menggunakan humor dalam kelas (Young, Whitley & Helton
dalam Manning, 2002). Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau
menceritakan hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu
pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar
yang kondusif dan menyenangkan (Hadis, 2006).
Apte (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mengamati, merasakan atau
mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula
halnya dengan seorang guru. Guru yang memiliki sense of humor yang baik
membuat kelas menjadi menarik.
Seseorang yang memiliki sense of humor dapat berinteraksi dengan orang
baik dengan orang lain daripada orang yang kurang sense of humor-nya: mereka
cenderung lebih imaginatif dan fleksibel, lebih terbuka untuk menerima saran
orang lain dan lebih dapat didekati (Morreal, 1982). Humor berkorelasi secara
positif dengan karakteristik kepribadian yang antusias, suka permainan,
menggembirakan, dan teguh dan berkorelasi negatif dengan ketakutan, depresi,
marah, tidak perduli, dan sikap menunggu (Mcghee & Goldstein, 1977). Nilsen
(dalam Munandar, 1996) humor dan tertawa menyebabkan seseorang lebih
waspada, otak digunakan, dan mata bersinar. Oleh karena itu humor dan tertawa
merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang
sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarakan pembicaraaan dan
merupakan alat persuasi yang baik. Dengan demikian guru yang memiliki sense of
humor yang tinggi mampu berinteraksi dengan baik dengan siswa dalam proses
belajar mengajar, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pelajaran.
Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal
lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan
sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan
menyenangkan (Hadis, 2006). Pengetahuan guru mengenai siswa yang akan
diajarkannya merupakan karakteristik yang harus dimiliki oleh setiap guru
(NASSP, dalam Santrock, 2004). Beberapa siswa mungkin mempersepsikan sense
of humor guru akan dapat mengganggu pelajaran dan mengakibatkan masalah
dalam proses belajar mengajar di kelas misalnya apabila humor yang dibuat guru
menjadikan murid sebagai bahan tertawaan teman-temanya (Charles & Senter,
2005). Ini terkait dengan persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Persepsi
siswa terhadap sense of humor guru dapat diartikan sebagai tanggapan atau
penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang untuk mengerti,
mengamati, menciptakan dan mengekspresikan humor guna mengundang
perasaan senang terhadap orang lain. Persepsi tersebut bisa bersifat positif
maupun negatif. Siswa menerima rangsang-rangsang atau stimulus-stimulus
berupa guru dan proses pengajaran yang dilakukanya, yang selanjutnya
diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai suatu pengalaman belajar yang
memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya. Soemanto (1998)
menambahkan bahwa persepsi siswa yang cenderung negatif muncul karena siswa
memandang guru sebagai individu yang menakutkan, oleh karena itu siswa
cenderung untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan guru dengan cara
bolos sekolah atau tidak masuk kelas disaat guru mengajarkan bidang studi
tertentu. Sedangkan persepsi yang cenderung positif muncul karena siswa menilai
guru sebagai individu yang menyenangkan dan patut diteladani, oleh karena itu
perlu didekati, mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, serta mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan.
G. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian
ini adalah ada hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap sense of
humor guru dengan motivasi belajar. Artinya semakin positif (tinggi) persepsi
siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identivikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian. Terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel-variabel penelitian yang
terdiri dari :
1. Variabel X : Persepsi siswa terhadap sense of humor guru
2. variabel Y : Motivasi belajar
B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
1. Persepsi siswa terhadap sense of humor guru
Persepsi siswa terhadap sense of humor guru adalah tanggapan atau
penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang guru untuk
menciptakan, mengapresiasikan, dan mengekspresikan humor dalam menjalankan
tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa tanpa mengakibatkan
siswa terluka secara fisik maupun psikis . Penilaian tersebut berdasarkan
pengalaman siswa dengan guru selama mengikuti mata pelajaran di kelas.
Data mengenai persepsi siswa terhadap sense of humor guru diperoleh dari
skala psikologis yang disusun sendiri oleh peneliti. Skor total merupakan petunjuk
tinggi rendahnya persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Semakin tinggi
skor skala sense of humor maka semakin positif persepsi siswa terhadap sense of
humor guru. Sebaliknya, semakin rendah skor skala persepsi siswa terhadap sense
of humor guru maka semakin negatif persepsi siswa terhadap sense of humor guru.
2. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar yang
dikehendaki yaitu prestasi yang tinggi.
Data mengenai motivasi belajar ini diperoleh dari skala psikologis yang
disusun sendiri oleh peneliti. Skor total merupakan petuntuk tinggi rendahnya
tingkat motivasi belajar. Semakin tinggi skor skala motivasi belajar maka semakin
tinggi pula motivasi belajar siswa. Sebaliknya, semakin rendah skor skala
motivasi belajar maka semakin rendah motivasi belajar siswa.
C. Populasi dan Pengambilan Sampel
1. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7 (tujuh) Internasional
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan. Alasan peneliti memilih
populasi kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan
adalah selain karena alasan izin dari pihak sekolah, dikelas 7 Internasional juga
terdapat seorang guru bahasa Mandarin yang mengajar di tiga kelas tersebut dan
menurut para siswa guru tersebut sering memberikan humor di kelas sehingga
siswa senang mengikuti pelajaran bahasa Mandarin.
Di sekolah tersebut untuk kelas 7 (tujuh) terdiri dari 3 kelas dan masing-
masing kelas terdiri dari 22 siswa, jadi jumlah seluruh populasi adalah 66 orang.
Di kelas Internasional setiap kelas mempunyai nama tersendiri yaitu kelas Pascal,
kelas Einsten, dan kelas Celcius. Seluruh anggota populasi diikutsertakan dalam
penelitian, karena perneliti mampu menjangkau seluruh populasi. Jadi di dalam
penelitian ini peneliti tidak menggunakan tehnik pengambilan sampel.
D. Instrumen yang digunakan
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengukur motivasi
belajar dan skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru yang akan
dikenakan kepada siswa.
1. Pengukuran persepsi siswa terhadap sense of humor guru
Persepsi siswa terhadap sense of humor guru adalah tanggapan atau
penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang guru untuk
mengapresiasikan, menciptakan, dan mengekspresikan humor dalam menjalankan
tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa tanpa mengakibatkan
siswa terluka secara fisik maupun psikis.
Skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru disusun berdasarkan
aspek-aspek sense of humor yang dikemukakan oleh Thorson & Powell (1997)
menyatakan empat aspek penting Sense of humor, yang terdiri dari:
a. Humor production
Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan
berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.
b. Coping with humor
Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan
situasi yang mengandung stressful pada individu.
c. Humor appreciation
Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan
internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak
individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari
perilaku orang lain.
d. Attitude toward humor
Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang
lucu.
Skala persepsi terhadap sense of humor guru menggunakan model skala
Likert. Peneliti menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S
(setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Penilaian bergerak dari 4
sampai 1 untuk aitem-aitem yang favorable dan 1 sampai 4 untuk aitem-aitem
yang unfavorable.
Skala persepsi terhadap sense of humor memiliki distribusi aitem-aitem
seperti tertera dalam tabel 1 di bawah ini :
Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru
No Aspek Favorable Unfavorable Total 1 Humor production 1, 9, 17, 25, 33 5, 13, 21, 29, 37 10 2 Coping with humor 2, 10, 18, 26, 34 6, 14, 22, 30, 38 10 3 Humor appreciation 3, 11, 19, 27, 35 7, 15, 23, 31, 39 10 4 Attitude toward humor 4, 12, 20, 28, 36 8, 16, 24, 32, 40 10
Total 20 20 40
Subyek dalam penelitian dikatekorikan berdasarkan mean empirik dengan
kategorisasi berdasar model distribusi normal. Subyek digolongkan kedalam dua
kategori (Sudijono, 1987), yaitu :
Persepsi Positif : x (x + 0.25 SD)
Persepsi Negatif : x < (x+ 0.25 SD)
Keterangan :
x = Mean Empirik
SD = Standar Deviasi Empirik
2. Pengukuran motivasi belajar siswa
Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis didalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu
tujuan belajar yang dikehendaki yaitu prestasi yang tinggi.
Skala motivasi belajar dibuat berdasarkan aspek motivasi belajar yang
dikemukakan oleh Santrock (2004), yaitu :
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu
karena keinginannya sendiri.
Terdapat dua tipe dari motivasi intrinsik yang dikemukakan Santrock
(2004), yaitu :
1). Motivasi intrinsik berdasarkan penentuan diri dan pemilihan
pribadi.
Siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan
mereka sendiri, bukan karena adanya penghargaan dari luar
(eksternal).
2). Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal.
Pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati
sesuatu secara mendalam. Csikszentmihalyi (dalam Santrock,
2004) menggunakan istilah flow untuk menggambarkan
pengalaman optimal dalam hidup, dan menemukan keadaan flow
paling sering terjadi ketika seseorang mengembangkan perasaan
menguasai (mampu melakukan sesuatu) dan konsentrasi penuh
sementara mereka terlibat dalam suatu kegiatan. Keadaan flow
juga terjadi ketika seseorang sedang melakukan sesuatu tantangan
yang mereka anggap tidak terlalu sulit, tetapi juga tidak terlalu
mudah.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesuatu
yang lain (suatau alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik seringkali
dipengaruhi oleh ganjaran eksternal, seperti pemberian hadiah dan hukuman.
Skala motivasi belajar menggunakan model skala Likert. Peneliti
menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak
sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian bergerak dari 4 sampai 1 untuk
aitem-aitem yang favorable dan 1 sampai 4 untuk aitem-aitem yang unfavorable.
Skala motivasi belajar memiliki distribusi aitem-aitem seperti tertera
dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3. Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Diuji Coba
No Aspek Favorable Unfavorable Total
1 Motivasi intrinsik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22 22
2 Motivasi ekstrinsik 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42 20
Total 22 20 42
Subyek dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan mean empirik
dengan kategorisasi berdasar model distribusi normal. Subyek digolongkan
kedalam tiga kategori (Azwar, 2005), yaitu :
Motivasi Rendah : x < (x 1.0 SD)
Motivasi Sedang : (x 1.0 SD) x < (x + 1.0 SD)
Motivasi Tinggi : (x+ 1.0 SD) x
D. Validitas, Reabilitas, dan Uji Daya Beda Alat Ukur
1. Validitas alat ukur
Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur
dalam menjalankan fungsinya. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang
merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang
dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas
yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dari
profesional judgement (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti meminta
profesional judgement dari dosen Pembimbing Skripsi.
2. Reliabilitas alat ukur
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang
berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur menunjukkan yang dapat dilihat dari
koefisien reabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes
dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini
sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Dalam penelitian ini teknik reabilitas yang digunakan adalah teknik satu
kali pengukuran atau disebut juga konsistensin internal. Pengujian reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien alpha dari Cronbach.
3. Uji Daya beda
Setiap aitem pada kedua skala dalam penelitian ini diberi skor pada level
interval, oleh karena itu uji daya beda aitem kedua skala pada penelitian ini
menggunakan formula koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor
skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara
keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Sebagai kriteria pemilihan
aitem total, biasanya digunakan batasan r 0,30. Semua aitem yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Apabila
kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya
diskriminasi yang rendah (Azwar, 2005). Untuk itu peneliti menggunakan ( r
0,30) agar aitem yang di gunakan nantinya dalam penelitian memiliki daya beda
yang dianggap memuaskan. Jadi aitem yang nilai koefisien korelasi aitem total
setelah dikoreksi < 0,30, aitem tersebut dianggap gugur dan tidak dimasukkan
kedalam skala penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan koefisien korelasi Pearson
Product Moment untuk mengukur daya beda item dengan bantuan program SPSS
(Statistical Package fos Social Sciences) 16.0 for Windows.
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Kedua skala yang digunakan dalam penelitian ini diujicobakan pada 123
orang siswa kelas 7 Sekolah Penengah Pertama Negeri 1 Medan, yang berasal dari
3 kelas yaitu 7A sebanyak 42 orang, kelas 7B sebanyak 40 orang, dan 7C siswa
yang hadir sebanyak 41 orang. Pemilihan 3 kelas dari 6 kelas yang ada untuk
kelas 7 SMP negeri 1 Medan dilakukan peneliti dengan menggunakan tehnik
purposive sampling dengan alasan karakteristik dari 3 kelas yang dipilih peneliti
sama dengan 3 kelas yang lain yaitu berada pada usia 11-13 tahun dan diajar oleh
guru Bahasa Mandarain yang sama.
1. Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor Guru
Skala ini terdiri dari 40 aitem yang terbagi menjadi 20 aitem yang
favourable dan 20 aitem yang unfavourable. Setelah dilakukan analisis pertama
diperoleh Nilai Cronbachs Alpha 0,869. Kemudian peneliti membuang aitem
yang nilai koefisien korelasi aitem total setelah dikoreksi < 0,30. Terpilihlah 25
aitem, yang kemudian dilakukan analisis kedua diperolehlah nilai Cronbachs
Alpha 0,868 dengan indeks diskriminasi aitem yang berkisar antara
Berikut distribusi aitem-aitem Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of
Humor Guru setelah diujicoba.
Tabel 4. Blue Print Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor Guru
Setelah Uji Coba
No Aspek Favorable Unfavorable Total
1 Humor production 6, 11, 26, 36 2, 16, 21, 31, 37 9
2 Coping with humor 12, 27, 32 17, 33, 38 6
3 Humor appreciation 23, 28 14, 24, 29 5
4 Attitude toward humor 15, 34 10, 25, 30 5
Total 12 13 25
2. Skala Motivasi Belajar
Skala ini terdiri dari 42 aitem yang terbagi menjadi 22 aitem yang
favourable dan 20 aitem yang unfavourable. Pada analisis pertama, dari 42 aitem
yang dianalisis diperoleh Nilai Cronbachs Alpha 0,928. Kemudian peneliti
membuang aitem yang nilai koefisien korelasi aitem total setelah dikoreksi < 0,30.
Terpilihlah 37 aitem, yang kemudian dilakukan analisis kedua diperolehlah nilai
Cronbachs Alpha 0,936 dengan indeks diskriminasi aitem yang berkisar antara
0.306 hingga 0.729.
Berikut adalah distribusi aitem-aitem skala motivasi belajar setelah uji coba.
Tabel 5. Blue Print Skala Motivasi Belajar Setelah Uji Coba
No Aspek Favorable Unfavorable Total
1 Motivasi intrinsik 1, 5, 9, 13, 16, 17, 25, 26, 32, 35, 38, 42
3, 8, 11, 20, 21, 23, 28, 31, 36, 41
22
2 Motivasi ekstrinsik 2, 10, 15, 19, 29, 34, 40
4, 6, 12, 14, 22, 27, 30, 37
15
19 18 37
G. Prosedur Penelitian
Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang dilakukan
peneliti, antara lain :
1. Permohonan izin
Peneliti mengurus permohonn izin penelitian dari Fakultas Psikologi USU.
Setelah mendapatkan surat izin yang dibutuhkan, peneliti mengurus perizinan ke
SMP Negeri 1 Medan dengan menemui guru yang bisa membantu peneliti
melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Medan dan menjelaskan aktivitas
penelitian yang akan dilakukan. Pihak sekolah memberikan izin oleh peneliti
untuk melakukan penelitian. Kemudian peneliti melakukan komunikasi dengan
siswa di kelas Internasional yang di anjurkan oleh pihak sekolah , untuk
mengetahui apakah ada guru yang menurut para siswa lucu dan mempunyai selera
humor yang baik.
Ada 2 kelas yang bisa dimasuki oleh peneliti yaitu kelas Pascal dan kelas
Einstein. Dari hasil komunikasi tersebut peneliti memeperoleh informasi bahwa
siswa-siswa mengatakan bahwa guru yang masuk ke kelas mereka yang paling
lucu yaitu guru pelajaran Bahasa Mandarin, maka peneliti menentukan akan
melakukan penelitian hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru di
kelas 7 Internasional SMP Negeri 1 Medan pada pelajaran Bahasa Mandarin.
2. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala persepsi siswa terhadap
sense of humor guru dan skala motivasi belajar dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam menyusun aitem
peneliti melakukan analisis rasional untuk menentukan pernyataan yang tepat
dalam mengungkap aspek-aspek dari masing-masing variabel sebagai upaya untuk
melakukan pengujian terhadap validitas alat ukur yang dipergunakan dan
diperkuat dengan profesional judgement, dalam hal ini dibantu oleh dosen
pembimbing peneliti. Peneliti membuat 40 aitem untuk skala persepsi siswa
terhadap sense of humor guru dan 42 aitem untuk skala motivasi belajar. Skala
persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar digabung
menjadi 1 booklet menggunakan kertas A4 sebanyak 12 halaman dan setiap
pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban. Kedua skala tersebut dipersiapkan
sebanyak 126 eksemplar.
3. Uji coba alat ukur
Uji coba dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12 Februari 2009 di kelas
7 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan karena karakteristik siswa kelas 7
Internasional SMP Negeri 1 Medan yang akan diambil datanya nanti dalam
penelitian sama dengan karakteristik siswa kelas 7 SMP Negeri 1 Medan yaitu
berada pada usia 11-13 tahun dan diajar oleh guru Bahasa Mandarin yang sama.
Dengan menggunakan tekhnik purposive sampling, dari 7 kelas peneliti
hanya mengambil data dari 3 kelas, yaitu 7A, 7B, 7C karena karakteristik dari 3
kelas yang dipilih peneliti sama dengan 3 kelas yang lain yaitu berada pada usia
11-13 tahun dan diajar oleh guru Bahasa Mandarain yang sama. Namun tidak
semua siswa hadir pada saat dilakukan pengambilan data. Untuk kelas 7A siswa
yang hadir sebanyak 42 orang, kelas 7B siswa yang hadir sebanyak 40 orang, dan
7C siswa yang hadir sebanyak 41 orang. Jadi keseluruhan jumlah siswa yang ikut
serta dalam pelaksanaan uji coba skala adalah sebanyak 123 orang dan semua
siswa mengisi skala tanpa ada satu nomerpun yang terlewatkan, maka semua skala
yang telah diisi bisa dipergunakan.
Dari skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru yang berjumlah 40
aitem dan skala motivasi belajar dengan jumlah aitem 42, dilakukan analisis
statistik dengan menggunakan SPSS versi 16 dan diperoleh hasil yang
memuaskan. Walaupun ada beberapa aitem yang dinyatakan gugur karena tidak
memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh penelit, namuni semua aspek dari masing-
masing skala terwakili dan dinyatakan valid dan reliabel. Kemudian peneliti
membuat susunan skala yang baru untuk digunakan dalam pengambilan data
penelitian.
d. Pelaksanaan penelitian
Pengambilan data dilakukan peneliti di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Medan pada hari Jumat tanggal 20 Februari 2009, dengan
membagikan skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala
Motivasi belajar. Ketiga kelas tersebut masing-masing kelas Pascal sebanyak 22
orang siswa, kelas Einstein sebanyak 21 orang siswa, dan kelas Celcius sebanyak
22 orang siswa. Jadi jumlah siswa yang ikut dalam penelitian adalah 65 orang
siswa. Seluruh siswa yang mendapatkan skala mengisi pernyataan tanpa ada yang
terlewatkan, sehingga semua skala bisa dipergunakan dalam penelitian.
5. Pengolahan data
Setelah semua skala terkumpul maka data hasil penelitian dari skor skala persepsi
siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar siswa kemudian
diolah dan dianalisa dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0 for
windows
E. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
mengggunakan analisis statistik.
Hadi (2002) mengemukakan bahwa analisis data secara statistik dilakukan
dengan alasan sebagai berikut :
1. Analisis statistik bekerja dengan angka-angka dan angka-angka ini
dapat menunjukkan jumlah frekuensi nilai atau harga.
2. Statistik bersifat obyektif.
3. Statistik bersifat universal, yakni dapat digunakan pada hampir
seluruh penelitian
Analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian
ini adalah teknik korelasi Pearson Product Moment. Sebelum dilakukan analisis
data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian, yaitu :
1. Uji normalitas, yaitu untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal.
Uji normalitas ini menggunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov
Z.
2. Uji linieritas, yaitu untuk mengetahi apakah data dari variabel X
memiliki hubungan yang linier dengan variabel Y. Uji linieritas ini
menggunakan teknik uji F. Data dapat dikatakan linear apabila
P
BAB IV
ANALAISIS DATA PENELITIAN
A. Gambaran Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 7 Internasional Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan. Total subyek dalam penelitian ini ada
sebanyak 65 orang siswa. Dari subyek penelitian ini diperoleh gambaran subyek
berdasarkan jenis kelamin dan usia.
1. Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin subyek penelitian, maka dapat digambarkan
penyebaran subyek seperti yang tertera pada tabel 6 di bawah ini :
Jenis Kelamin
Tabel 6 Subyek Penelitian Berdasarkana Jenis Kelamin
Frekuensi (F) Persentase (%) Laki-laki 24 36.92
Perempuan 41 63.08 TOTAL 65 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar subyek penelitian
berjenis kelamin perempuan, yakni sebanyak 60 orang (63.08%); sedangkan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (29.15%).
2. Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia sebyek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran
subyek seperti yang terdapat pada tabel 7 berikut ini :
Usia (Tahun) Frekuensi (F) Persentase (%) 11 9 13.85 12 46 70.77 13 10 15.38
Total 65 100
Dari tabel diatas sebanyak dapat dilihat bahwa sebagian besar subyek
penelitian berusia 12 tahun yaitu sebanyak 46 orang (70.77%), sedangkan yang
berusia 13 tahun sebanyak 10 orang (15.38%), dan yang berusia 11 tahun hanya 9
orang (13.85%).
B. Hasil Penelitian
1. Uji Normalitas Sebaran
Uji normalitas sebaran pada penelitian ini menggunakan teknik
Kolmogorov Smirnov Z pada variable persepsi siswa terhadap sense of humor
guru dan motivasi belajar. Pada variabel persepsi siswa terhadap terhadap sense of
humor guru menunjukkan sebaran normal dengan nilai Z = 0.727 dengan p>0.05
dan variabel motivasi belajar juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai Z =
0.672 dengan p>0.05 (lihat lampiran D).
Berdasarkan analisis tersebut, maka variabel persepsi siswa terhadap sense
of humor guru dengan motivasi belajar mengikuti sebaran normal.
2. Uji Linearitas Hubungan
Hasil uji liniearitas dengan menggunakan teknik uji F. Dari hasil uji
linearitas diperoleh nilai F = 4.756 dengan nilai signifikansinya (p) = 0.033 ( lihat
lampiran D). Karena nilai p dari uji F < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa variabel
persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi mempunyai
hubungan yang linear.
3. Hasil Utama Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat hubungan antara
persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Dari
hipotesis penelitian yang diajukan pada BAB II yaitu Ada hubungan yang positif
antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar.
Artinya semakin positif (tinggi) persepsi siswa terhadap sense of humor guru,
maka semakin tinggi motivasi belajar siswa ; demikian pula sebaliknya, semakin
rendah (negatif) persepsi siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin
rendah motivasi belajarnya.
Untuk pengujian statistik dilakukan perumusan hipotesis statistik, yaitu :
a. Ho (Hipotesis Nihil) : p
b. Ha (Hipotesis Alternatif) : p>0; artinya: ada hubungan positif antara
persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar.
Dari hasil pengujian statistik didapat koefisien korelasi (r) sebesar 0.265
dengan taraf signifikansi (p) = 0.033 (lihat lampiran D) dengan syarat
hubungan linier adalah p
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa mean empirik skala
persepsi siswa terhadap sense of humor guru adalah 79.48 dengan SD empirik
8.21 dan mean hipotetik 62.5 dan SD hipotetik 12.5. Hasil perbandingan antara
skor mean empirik dengan mean skor hipotetik menunjukkan bahawa secara rata-
rata sebyek penelitian memiliki persepsi terhadap sense of humor guru yang lebih
baik dari populasinya secara umum.
Dari mean empirik sebesar 79.48 dan standar deviasinya sebesar 8.21,
maka dapat dibuat kategorisasi persepsi terhadap sense of humor guru seperti
yang tercantunm pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9
Variabel
Kategorisasi Data Empirik Variabel Persepsi Terhadap Sense of Humor Guru
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Persepsi Posistif X 82 25 38.46%
Negatif X < 82 40 61.54%
Dari tabel 4 di atas dapat diperoleh bahwa seb