37
PENGERTIAN & HAKIKAT IBADAH 1. Pengertian Ibadah Pengertian ibadah secara etimologis, Ada beberapa pendapat dalam memberikan pengertian ibadah secara etimologis, antara lain: a.) kata ibadah dalam kitab “al-musthalahat al- arba’ah fi al-Qur’an” yang ditulis ole Abu A’la al-maududi tahun 1941 M/1360H. Mengemukakan kata “al-ibadah” berarti “al- kudhu’ wa al-tadzallul” yaitu tunduk dan merendahkan diri , maksud penyerahan diri disini adalah penyerahan diri seseorang kepada orang lain, tanpa perlawanan b.) kata ibadah diambil dari kata “abada – ya’budu – ‘abdan – fahuwa ‘aabidun”. Kata ‘abid berarti hamba atau budak, yaitu seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya dirinya sendiri milik tuannhya, sehingga seluruh aktifitas hidup hanya untuk memperoleh keridhoannya c.) dari sisi bahasa, kata ibadah berasal dari bahasa Arab yaitu “abada-ya’budu- ‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, memperbudak, patuh, memperhambakan diri, menyembah dll. d.) Arti ibadah dalam kamus besar indonesia diartikan sebagai perbuatan yang

Ibadah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

agama

Citation preview

PENGERTIAN & HAKIKAT IBADAH

1. Pengertian Ibadah

Pengertian ibadah secara etimologis, Ada beberapa pendapat dalam memberikan pengertian ibadah secara etimologis, antara lain:

a.) kata ibadah dalam kitab “al-musthalahat al-arba’ah fi al-Qur’an” yang ditulis ole

Abu A’la al-maududi tahun 1941 M/1360H. Mengemukakan kata

“al-ibadah” berarti “al-kudhu’ wa al-tadzallul” yaitu tunduk dan

merendahkan diri , maksud penyerahan diri disini adalah

penyerahan diri seseorang kepada orang lain, tanpa perlawanan

b.) kata ibadah diambil dari kata “abada – ya’budu – ‘abdan – fahuwa ‘aabidun”.

Kata ‘abid berarti hamba atau budak, yaitu seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya dirinya sendiri milik tuannhya, sehingga seluruh aktifitas hidup hanya untuk memperoleh keridhoannya

c.) dari sisi bahasa, kata ibadah berasal dari bahasa Arab yaitu “abada-ya’budu-

‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, memperbudak, patuh, memperhambakan

diri, menyembah dll.

d.) Arti ibadah dalam kamus besar indonesia diartikan sebagai perbuatan yang

dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah,untuk menjalankan

perintahnya serta menjauhi segala larangannya.

e.) arti ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.

Dari beberapa pengertian ibadah secara etimologis di atas dapat disimpulkan

bahwa ibadah adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manusia yang

beriman baik terwujud dalam setiap sikap, gerak-gerik daan tingkah laku sehari-

hari dalam rangka menggapai semata-mata hanya untuk mendapat ridho Allah

SWT.

Pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut :

1. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 4

“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya”.

2. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:

“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala

bentuk syari’at (hukum).” “Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban)

yang diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga

maupun masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah, seperti Nabi SAW

bersabda yang artinya: “Memandang ibu bapak karena cinta kita kepadanya

adalah ibadah” (HR Al-Suyuthi). Nabi SAW juga bersabda: “Ibadah itu sepuluh

bagian, Sembilan bagian dari padanya terletak dalam mencari harta yang halal.”

(HR Al-Suyuthi).

3. Menurut ahli fikih ibadah adalah:

“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”

Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik

pengertian umum dari ibadah itu sebagaimana rumusan berikut:“Ibadah adalah semua

yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik

berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi

dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”

2. Hakikat ibadah

Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam Ibnu

Taimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai

oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang

dhahir (nyata). Adapun hakekat ibadah yaitu:

1) Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surat Adz-dzariat ayat 56, Allah berfirman:

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(QS. Adz-Dzariyat : 56).

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 5

Yang menunjukkan bahwa tugas kita sebagai manusia adalah untuk beribadah

kepada Allah.

2) Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.

3) Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

4) Hakikat ibadah sebagai cinta. Maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.

5) Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang dicintai Allah).

6) Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan, baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 6

IBADAH MAHDHAH DAN GHAIRU MAHDHAH

Merujuk pada berbagai rangkaian aktifitas yang telah dilakukan oleh,seseorang dapat

dikatakan ibadah manakalah telah dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh untuk

mendekatkan diri kepada allah dan tidak menyimpang dari ajaran islam, sehingga berdampak

positif pada orang-orang di sekitarnya dan masyarakatsecara umum. Hal ini sesuai dengan

tujuan diciptakan manusia, tidak lain hanya untuk beribadah atau menghambakan diri

kepada-Nya.

Majlis tarjih muhammadiyah sesuai dengan qarar (keputusannya) membagi ibadah menjadi dua yaitu: ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh

Ibadah mahdhah(ibadah khusus)

Ibadah mahdhah yang disebut ibadah khusus yaitu tentang apa saja yang telah ditetapkan oleh allah yang dilihat akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya

Ibadah mahdhah disebut juga secara sempit yaitu segala ketentuan ,peraturan dan dalil hukumnya yang ditetapkan oleh Qur’an dan hadis ,dan terjabarkan dalam rukun islam.

Ibadah mahdhah mengandung unsur hubungan antara manusia dengan allah atau hubungan langsug antara manusia dengan allah yang tata caranya sudah ditenukan secara terperinci

Contoh :

1. Kelompok shalat:

Dimana kelompok ini meliputi : wudhu,tayamum,mandi besar ,adzan,iqamat shalat wajib dan sunah,shalat gerhana,shalat istisqa’ dan shalat jenazah.

2. Kelompok puasa:

Kelompok puasa meliputi : puasa ramadhan , Puasa nadzar dan puasa sunah.

3. Kelompok zakat :

Meliputi:zakat mal, fitrah ,zakat profesi , hasil tambang , hasil pertanian ,perternakan, rumah kos-kosan.

4. Kelompok haji:

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 7

Meliputi : umroh dan haji

Prinsip-prinsip dalam melakukan suatu kegiatan agar bernilai ibadah mahdhah:

1. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari Al-Qur’an maupun as-Sunnah shahihah.

2. Tata cara harus berpola pada yang dicontoh oleh rosulullah Saw.

3. Bersifat supra rasional(di atas jangkauan akal fikiran )

4. Asasnya adalah taat

Hikmah ibadah mahdhah yang salah satu sasarannya adalah mengekspresikan ke-Esaan Allah, sehingga dalam pelaksanaanya diwujudkan dengan:

a. Tawhidul wajhah (menyatukan arah pandang)

b. Tawhidul harakah (kesatuan gerak)

c. Lughah Tawhidul (kesatuan ungkapan atau bahasa)

Ghairu mahdhah(ibadah umum)

Ibadah Mahdhah ialah ibadah yang mengandung segala amalan yang diizinkan oleh

Allah. Dengan demikian ibadah ini mengandung unsur hubungan antara sesama manusia

dengan Allah,juga mengandung hubungan antara sesama manusia dan manusia dengan

makhluk lainnya.

Dalam konteks luas ,yang di dalamnya mengandung seluh perbuatan manusia yang

mempunyai nilai-nila kebaikan,dan apa yang dilakukan mengandung unsur niat yang baik

dan semata-mata karena Allah. Ibadah dalam kelompok ini dapat juga disebut hablu

minannaas,artinya ibadah mengandung unsur hubungan antara manusia dengan sesama

manusia ,manusia dengan alam sekitar dan lain sebagainya.

Ciri-ciri Ibadah Ghairu Mahdhah yaitu:

Niat yang ikhlas sebagai titik tolak

Keridhaan Allah sebagai titik tujuan

Amal shaleh sebagai garis amalan

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 8

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam melakukan sesuatu

kegiatan agar bernilai Ibadah ghairu mahdhah adalah :

1. Keberadaanya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang, selama Allah dan rasulnya tidak melarang, maka ibadah bentuk ini boleh dilakukan

2. Tata pelaksanaanya tidak harus mengacu kepada contoh Rasul. Oleh karena itu, ibadah dalam bentuk ini tidak dikenal dengan istilah bid’ah

3. Bersifat rasional, ibadah dalam bentuk ini baik-buruknya atau untung ruginya, manfaatdan madharatnya dapat ditentukan oleh akal fikirman

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 9

Menggapai Ibadah yang berkualitas

Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang dilaksanakan semata-mata

karena Allah. Maksudnya segala aktivitas yang kita lakukan jika diniatkan karena

Allah maka aktivitas tersebut bernilai ibadah dengan syarat selama aktvitas

tersebut tidak melenceng dari perintah dan larangan Allah (syari’at Islam yang

mengacu pda Al-Qur’an dan Hadits). Selain itu dengan melaksanakan ibadah

kepada kepada Allah itu berarti kita mensyukuri nikmat Allah. Atas dasar inilah

kita tidak diperbolehkan beribadah kepada selain Allah. Karena hanya Allah lah

yang memberikan nikmat terbesar kepada kita yakni berupa kehidupan wujud dan

masuh banyak lagi.

Namun, kenyataan dilapangan yang dilakukan oleh kebanyakan manusia

(termasuk orang muslim), ibadah yang dilakukan selama ini masih jauh dari kata

“ibadah yang berkualitas” sehingga peningkatan kualitas ibadah sangat diperlukan.

Hal-hal yang perlu di tingkatkan kualitas ibadahnya diantaranya seperti: niat dan

usaha yang sungguh-sungguh, kualitas ikhlasnya, kualitas jenis dan ragam

ibadahnya. Karena syarat diterimanya ibadah itu terkait pada dua faktor yaitu:

1. Ibadah dilaksanakan atas dasar iklhas.

Niat yang ikhlas merupakan syarat utama bagi setiap muslim dalam melaksanakan setiap ibadah (Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah) dan dalam proses usah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ibadahnya.

Firman Allah:

“Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepada-Nya dan diperintahkan supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya” (Q.S. Az Zumar ayat 11-12)

Melalui hati yang ikhlas maka seorang hamba akan merasa terbebas dari Tuhannya, tidak merasa berat dan terbebani dengan segal jenis ibadah yang

dilakukannya. Selain

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 10

itu juga akan meperoleh ridho dari Allah dan juga cinta-Nya. Sebaliknya, ibadah yang dilakukan dengan terpaksa dan tanpa ada keikhlasan akan berakibat sia-sia.

2. Mengenal Allah (Ma’rifatullah)

Merupakan hal utama yang harus disempurnakan oleh setiap muslim, bahkan tidak hanya mengenal, tetapi harus juga mengakui ada-Nya.

Firman Allah dalam QS. Al-‘Araf : 172

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami

menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak

mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap

ini (keesaan Tuhan)".

3. Mencintai Allah

Cinta merupakan alasan seseorang melakukan segala hal dengan ikhlas, begitu pula

kecintaan kepada Allah merupak dasar untuk menjadikan amal saleh dan ibadah yang

benar. Segala bentuk ibadah yang dilaksanakan tanpa cinta akan memuahkan hasil

yang merusak amal ibadah yang tealh dikerjakan.

4. Ibadah dilakukan dengan cara yang sah (sesuai petunjuk syara’) Firman Allah:

“Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa

sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa’. Barang siapa mengharap perjumpaan

dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia

mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi ayat 110)

Oleh karena itu menjaga kualitas ibadah adalah wajib hukumnya, dan tentunya dengan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan diatas. Mengingat ibadah yang dilakukan sesorang tidak akan bernilai sebagai bentuk pengabdian dan juga wujud rasa

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 11

syukur kepada Allah, ketika dilaksanakan secara asal-asalan, hal tersebut akan merusak pelaksanaan ibadah itu sendiri.

Dengan demikian makan ada beberapa hal yang perlu diperhatika oleh para kaum muslim dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan kualitas ibadahnya, antara lain:

1. Menjadikan ibadah tersebut tetap hidup dan bersambung dengan Allah, ini merupakan taraf ihsan dalam beribadah.

2. Menjadikan ibadah penuh dengan kekhusu’an, sehingga dapat merasakan hangatnya hubungan dan mesranya hasil kekhusu’an ibadah yang telah dilakukan.

3. Beribadah dengan menghadirkan hati dengan penuh kesadaran, juga berupaya untuk menjauhkan pemikiran pada pekerjaan atau kesibukan duniawi yang sedang dihadapinya.

4. Hindari sikap puas dan merasa cukup dalam menjalankan suatu ibadah, justru yang

harus dikerjakan adalah selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan

ibadah-ibadah lainnya seperti mengucap kalimat-kalimat thayyibah (alhamdulillah,

subhanallah, Allahu Akbar, dan lain-lain).

5. Melatih, membiasakan dan menjaga diri untuk melakukan shalat malam, karena shalat tahajud (shalat malam) itu dapat dijadikan sebagai pembangkit iman yang paling kuat.

6. Menjadikan do’a sebagai mi’raj kepada Allah dalam setiap unsur kehidupan, karena do’a merupakan salah satu sumber ibadah.

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 12

Menyikapi Ikhtilaf dalam Tata Cara Beribadah

Kehadiran Islam di muka bumi ini pada dasarnya untuk memudahkan pemeluknya

dalam melaksanakan ajarannya, sehingga mudah untuk mengamalkannya tanpa meras

diberatkan. Sedangkan yang memberatkan dalam pelaksanaan ajaran tersebut manakala

pemeluknya menambah-nambah perbuatan yang diperintahkan, maka ia akan merasa berat

melaksanakannya.

a. Sumber Hukum yang Digunakan dalam Beribadah

Agama Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Dan

bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah, yaitu berupa perintah-

perintah (al-awamir), larangan-larangan (an-nawahi) dan petunjuk-petunjuk (al-

irsyadat) untuk kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dari itu

pelaksanaan ajaran Islam harus sesuai dengan ketentuan didalam Qur’an dan

Sunnah (sebagai wahyu yang mutlak kebenarannya dan hasil ijtihad adalah nisbi, bukan kebenaran mutlak).

Untuk itu, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio kultural

dalam merespon berbagai perkembangan kehidupan manusia senantiasa merujuk pada:

1. Al-Qur’an dan as-Sunnah

Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai dasar mutlak untuk menentukan hukum, karena

kedudukannya dijadikan sebagai sumber ajaran Islam yang sarat dengan nash yang

bermuatan syari’at Islam. Syari’at ini mengatur 2 hubungan, yaitu hubungan manusia

dengan Tuhannya (perintah dan larangan yang bersifat ibadah mahdhah).

2. Ijtihad jama’i (ijtihad kolektif)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan Ijtihad yang dilakukan oleh MT Muhammadiyah, yaitu:

Pengertian Ijtihad : adalah mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam, baik di bidang IPTEK, agama, maupun disiplin ilmu lainya

berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.

Posisi Ijtihad : bukan lagi sebagai sumber hukum, melainkan sebagai metode penempatan hukum.

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 13

Fungsi Ijtihad : sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan di dalam Qur’an dan Sunnah.

Ruang lingkup Ijtihad : masalah-masalah yang terdapat di dalam dalil-dalil dzanni, dan masalah-masalah yang secara eksplisit tidak terdapat di dalam Qur’an dan Sunnah. Metode Ijtihad :

Metode bayani (semantic)

Metode ta’lili (rasionalistik)

Metode istislahi (filosofi)

Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah : (a) ijma’, (b) Qiyas, (c) masalih mursalah, (d) urf.

Apabila tiap-tiap ibadah dalam syari’at Islam diteliti dan diselami hikmah dan

rahasianya, nyatalah tak ada sati ubadah pun yang ksong dari hikmah. Hanya saja hikmah

tersebut ada yang nampak dan ada pula yang abstrak. Mereka yang hatinya mendapat

pencerahan dan cemerlang fikirannya dapat merasakan adanya hikmah-hikmah tersebut.

Sedangkan mereka yang bebal, hatinya tertutup dan tidak tembus fikirannya, tidak akan dapat

merasakan dan menemukan hikmah ibadah.

Para Muhaqiq bekata:

“bagi tiap-tiap amal dari amalan-amalan syara’, baik ibadah, ataupun adat, maupun akhlak, terpuji ataupun tercela, ada hukum pada asalnya yang tertentu baginya, ada hikmah-hikmah yang mengistimewakannya dari yang lain dan ada rahasia yang menghendakinya”.

Tak dapat diragukan lagi bahwa tiap-tiap hukum syar’i mengandung suatu kemaslahatan. Antara amal dengan pembalasannya ada persesuaian. Dan bukalah ibadah-ibadah itu, semata-mata ujian, untuk menguji patuh tidaknya kita.

Adapun bentuk bentuk ibadah yang beraneka ragam adalah suatu hal yang bertujuan

memiliki hikmah yang tinggi. Yakni agar para manusia suka beribadah, karena pada

hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka berpindah dari suatu keadaan ke keadaan

yang lain, atau lebih tepatnya manusia bertabi’t lebih mudah bosan Maka apabila ibadah-

ibadah itu dirupakan dalam bentuk yang beraneka ragam, maka manusia tersebut akan selalu

bersemangat dan tidak jenuh dalm melaksanakan ibadah.

Contoh Beberapa Kasus yang Sering Dihadapi oleh Umat Islam

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 14

Bertolak pada sumber penetapan hukum diatas, maka muncul beberapa persoalan yang terkait dengan Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah yang harus dicarikan jalan keluarnya, seperti:

a. Seseorang yang melaksanankan perintah Allah berupa shalat wajib atau sunnah, maka

harus mencontoh kepada Nabi Muhammad secara mendetail, mulai dari persiapan,

pelaksanan dan mengakhirinya. Ibadah khusus ini dalam istilah fiqih disebut dengan

ibadah mahdhah, artinya ibadah yang di dalam pemberian rambu-rambunya oleh para

ulama’ ditetapka kaidah:

Al-ashlu fil ‘ibadati buthlaanu hatta yadullu daliilu ’alal amri

“pada prinsipnya perbuatan baik itu batal (tidak dapat diterima) sampai adanya dalil yang menerima untuk melakukannya”

Kaidah ini didasarkan pada sabda nabi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah: man ‘amila ‘amalan laisa amranaa fahuwa raddun

“barang siapa berbuat sesuatu yang tidak ada perintahku maka perbuatan itu tertolak”

b. Mahasiswa atau masyarakat secara umum yang pulang kampung pada saat menjelang

lebaran dengan menggunakan kendaraan roda dua atau naik kendaraan umum yang

berdesak-desakan, tidak adatempat duduk dan kalau ada toh harus berdiri tempat

pegangan pun tidak ad, sehinnga ia merasa tidak mampu untuk menopang tubunya.

Akibatnya, ia tidak mampu untuk melaksanakan Puasa Ramadhan. Dari kasus ini

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 15

muncuul pertanyaan, apakah dia harus tetap mempertahankan puasanya atau membatalkan puasanya? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka sumber yang dijadikan sebagai pijakan untuk menjawab adalah al-Qur’an, perhatikan firman Allah

QS. Al-Baqarah : 185

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di

dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan

penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang

bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di

bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam

perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang

ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu,

dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan

bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang

diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.

c. Kasus yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw.

Yaitu ada 3 kelompok bersahabat orang yang datang ke rumah-rumah istri Nabi, mereka menanyakan berbagai keadaan yang dilakukan oleh Nabi, sehingga Nabi terampuni dosa-dosanya bai yang akan datang, sedang dilakukan dan telah

dilakuakannya. Istri-istri Nabi pun menjawab pertanyaan yang diajukan oleh 3

kelompok orang inipun beragam. Ada yang menjawab 1/3 atau 1/2 malam digunakan oleh Nabi selalu melakukan sholat tahajud, dan ada yang menjawab, Nabi selalu

melakukan puasa sunnah. Hasil dari silaturahmi ini mereka menyimpulkan dan salah

satunya mengatakan akan melakukan shalat malam sep[anjang masa, dan yang lain

berkata, saya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan berbuka. Sedang satu

kelompok lainya berkata , saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.

Setelah itu Nabi datang dan memberi penjelasan yang sifatnya memberi pengarahan

untuk tidak melakukan apa yang baru saja didiskusikan bersama-sama sebagai berikut

: “Saya yang paling taqwa diantara kamu, tetapi saya shalat malam dan saya tidur,

saya berpuasa, tetapi juga berbuka dan sayapun menikah. Barang siapa yang tidak

menyukai apa yang saya lakukan, maa ia bukan golonganku”. (Hadits diriwayatkan

oleh Bukhari –Muslim).

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 16

Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk

Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(Al-Mu’min: 60)

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit

manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu

disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat

dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan

membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan

manusiawi. Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan

ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia

secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad

membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan

menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar

daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi

dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan

menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah

merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah.

Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan

dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama

sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.

d. Kasus yang terjadi pada masa Nabi terkait dengan puasa sunah yang dilakukan oleh

seorang istri shalihah, yang sejak masa bujangnya selalu taat menjalankan puasa

sunah. Ketika ia sudah menikah, ternyata suaminya tidak mengijinkan istrinya untuk

berpuasa sunah. Oleh karena itu muncul pertanyaan, haruskah puasa sunah yang

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 17

dilakukan oleh istri itu meminta ijin suaminya dulu? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka perlu sekali memahami tujuan dan hakikat puasa. QS. Al-Baqarah :183

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Ayat ini merupakan landasan perintah menjalankan puasa yang tidak hanya berlaku

bagi umat Nabi Muhammad Saw. Saja, namun umat sebelumnya telah melaksanakannya,

seperti umatnya Musa As dengan tujuan utama adalah menjadi manusia-manusia yang

bertaqwa.

Kata puasa diartikan dengan menahan, atau sepadam maknanya dengan kata kekang

(al-imsak). Makna ini bila dikaitkan dengan pelakunya, maka secara tidak langsung

seseorang yang melakukan puasa harus mampu mengekang diri dari makan, minum dan

hubungan sex merupakan kebutuhan biologis yang harus dikekang selama puasa.

Dengan demikian, larangan Nabi Muhammad ini tidak dimaksudkan untuk

mendiskriminasiakan dan mengebiri otonomi perempuan untuk berpuasa sunah, tetapi

sebaliknya malah untuk memberi perlindungan kepada kaum perempuan untuk

mewujudkan rumah tangganya yang sakinah mawaddah warahmah. Disisi lain secara

teologis tidak ada larangan bagi kaum perempuan untuk memperbanyak ibadah,

khususnya puasa sunah, selama aktifitas yang dilakukan tidak mengalami kekerasan dan

tidak menghalangi tercapainya tujuan perkawinan yang diidamkan dalam keluarga

Muslim.

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 18

PENUTUP

Kesimpulan

Ibadah adalah

taat kepada Allah

dengan melaksanakan

perintah-Nya melalui

lisan para Rasul-Nya.

Ibadah adalah

merendahkan diri

kepada Allah Azza wa

Jalla, yaitu tingkatan

tunduk yang paling

tinggi disertai dengan

rasa mahabbah

(kecintaan) yang paling

tinggi. Ibadah adalah

sebutan yang

mencakup seluruh apa

yang dicintai dan

diridhai Allah Azza wa

Jalla, baik berupa

ucapan atau perbuatan,

yang zhahir maupun

yang bathin dalam

rangka menggapai

ridho Allah semata.

Dengan

demikian, manusia

sangat membutuhkan

ibadah melebihi

segala-galanya. Hal ini

sesuai dengan

tabiatnya, bahwa

manusia itu lemah,

fakir dan butuh kepada

Allah. Untuk itu umat

Islam harus meyakini

dan mempercayai

bahwa setiap jengkal

kehidupannya

merupakan wujud dari

ibadah, maka pada

waktu itu Allah akan

menggangkat

derajatnya.

Kunci utama dalam meraih kesuksesan untuk menggapai ibadah yang berkualitas adalah ikhlas, mengenal Allah, dan mencintai Allah.

Menyikapi

ikhtilaf tata cara

beribadah yaitu sumber

hukum yang digunakan

dalam beriabah (al-

Qur’an dan as-

Sunnah , ijtihad

jama’i) maka Ijtihad

adalah mencurahkan

segenap berfikir dalam

menggali dan

menetapkan suatu

hukum dan digunakan

ketika seseorang atau

umat Islam

menghadapi berbagai

persoalan yang telah

terjadi dan sangat

dibutuhkan untuk

dilaksanakan.

Saran

Penulis menyarankan

agar dalam

menjalankan

kehidupan ini dalam

berbagai aspek apapun

hendaknya dijalankan

sesuai syariat Islam

atau sesuai dengan

akhlak baik yang

dicontohkan oleh Nabi

Muhammad SAW.

Baik itu dalam

pelaksanaan ibadah

ritual, pendidikan,

ekonomi, politik,

hikum, seni budaya,

kemasyarakatan,

lingukngan dan

kesehatan.

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 19

DAFTAR RUJUKAN

AIK, TIM. 2012. AIK II Aqidah dan Ibadah, Cetakan 1, Malang: UMM Press.

Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi Ash. 2000. Kuliah Ibadah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra

http://quran.com/, (diakses Mei 2014)

Ibadah dan Pembentukan Perilaku Positif| 20