Idk 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fghjk

Citation preview

A. Pengertian BronkopneumoniaPneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun pada pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan, sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas. B. EtiologiUsia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumonia sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah 33,8 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 3,4 juta kasus pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000-199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara berkembang. RSV adalah patogen yang menjadi etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia12UsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

Lahir - 20 hari BakteriBakteri

E.colliBakteri anaerob

Streptococcus grup BStreptococcus grup D

Listeria monocytogenesHaemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 minggu 3 bulanBakteriBakteri

Clamydia trachomatisBordetella pertusis

Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenza tipe B

VirusMoraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3CMV

4 bulan 5 tahunBakteriBakteri

Clamydia pneumoniaHaemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

VirusNeisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun remajaBakteriBakteri

Clamydia pneumoniaHaemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniaeLegionella sp

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

C. Faktor RisikoFaktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah :1. Kemiskinan yang luasKemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.2. Derajat kesehatan rendahAkibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat kesehatan. Status sosio-ekologi burukStatus sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.3. Pembiayaan kesehatan sangat kecilDi negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang.4. Proporsi populasi anak lebih besarDi negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.

D. PatogenesisSebagian besar bronkopneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.13Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :1. Filtrasi partikel di hidung2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk4. Pembersihan ke arah kranial oleh mukosiliar5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal7. Drainase melalui sistem limfatik.Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh dan patogen dari luar, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.15Gangguan pertahanan tubuh akan menyebabkan mikroorganisme sampai ke alveoli dan menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :1. Stadium Kongesti atau Hiperemis (4-12 jam pertama)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 2. Stasium hepatisasi merah. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (neutrofil)

2. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Gambar 3. Stadium hepatisasi kelabu. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

3. Stadium Resolusi (7-11 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

E. Gambaran Klinis1. AnamnesisGejala yang timbul biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas (rhinitis atau faringitis). Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi kecil sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh sesak, nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.\2. Pemeriksaan FisikManifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, napas cuping hidung, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Tanda takipneu ditandai dengan napas cepat yang dihitung selama satu menit dalam keadaan tenang. Frekuensi napas yang patut dicurigai pneumonia adalah :a. Anak usia kurang dari 2 bulan : lebih dari atau sama dengan 60 kali/ menitb. Anak 2-11 bulan : lebih dari atau sama dengan 50 kali/ menitc. Anak 12-59 bulan : lebih dari atau sama dengan 40 kali/ menit.1,20WHO menyebutkan bahwa takipneu merupakan temuan yang sensitif dan spesifik untuk pneumonia. Sensitivitasnya mencapai 61% dengan spesifisitas 79% pada pasien malnutrisi. Pada pasien dengan gizi normal, nilai sensitivitas meningkat hingga 79% dan spesivitasnya 65%.Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan DarahPada bronkpneumona virus jumah leukosit dapat normal atau menurun (leukopenia), sedangkan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan darah pada bronkopneumonia karena bakteri umumnya didapatkan leukositosis hingga >15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis. Trombositosis >500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.b. Pemeriksaan RadiologiFoto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia ditemukan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkhial.

Gambar 4. Foto toraks PA pada bronkopneumonia

c. C-reaktif ProteinAdalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dibandingkan pada infeksi bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.d. Uji SerologisUji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.e. Pemeriksaan MikrobiologiBila pasien dalam keadaan kritis, atau pengobatan antibiotik belum dapat memperbaiki kondisi klinis, perlu dipikirkan pemeriksaan mikrobiologi. Namun pemeriksaan tersebut juga sulit dilakukan karena anak-anak sulit mengeluarkan dahak, pemeriksaan dengan darah juga sulit karena kurang dari 10% kasus yang berhubungan dengan bakteriemia. Pemeriksaan terbaik biasanya dilakukan dengan sekret yang diaspirasi dari nasofaring.f. Pemeriksaan LainPemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan TBC dewasa. Pada setiap anak dirawat inap dengan bronkopneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.264. Dasar DiagnosisBerdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dasar diagnosis bronkopneumonia secara ringkas adalah sebagai berikut :a. Anamnesis Pada alloanamnesis ditemukan : demam, batuk, dan sesak napas yang timbul tidak mendadak.b. Pemeriksaan fisik1) Keadaan umum pasien tampak sesak atau sianosis2) Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan peningkatan suhu, takipneu, dan dapat diikuti dengan takikardi3) Pada hidung dapat ditemukan napas cuping hidung4) Pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda :Inspeksi: gerakan paru simetris, dan ditemukan retraksiPalpasi: vokal fremitus paru kanan = kiriPerkusi: bisa sonor atau redup, tergantung jumlah konsolidasiAuskultasi: suara dasar vesikuler meningkat, ronkhi basah halus di seluruh lapang paru, dan krepitasi.c. Pemeriksaan penunjang1) Pemeriksaan darah yang khas adalah ditemukannya leukositosis dengan dominasi leukosit polimorfonuklear pada infeksi bakteri, sedangkan pada infeksi virus dapat ditemukan leukopenia2) Pemeriksaan foto thorak posisi akan ditemukan bercak-bercak infiltrat homogen di seluruh lapang paru3) Pemeriksaan penunjang lain jarang digunakan sebagai dasar diagnosis.5. Differensial DiagnosisPada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan diagnosis banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah.a. BronkiolitisBronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan bronkopneumonia, yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak mendadak. Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada bronkiolitis terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan diameter antero-posterior yang membesar.28b. Asma bronkhialAsma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik, biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk mendukung diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan bronkodilator, anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan anak dengan bronkopneumonia tidak.28c. Tuberkulosis (tb) paruPada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu), demam lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan atau status gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji tuberkulin di dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan tb paru.29

F. Tata Laksana1. Kriteria Rawat InapNeonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga bronkpneumonia sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah komplikasi.12Bayi Saturasi oksigen 92%, sianosis Frekuensi napas > 60 x/menit Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting Tidak mau minum/ menetek Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 5,30Anak Saturasi oksigen < 92%, sianosis Frekuensi napas > 50 x/menit Distress pernapasan Grunting Terdapat tanda dehidradi Keluarga tidak bisa merawat di rumah.5,302. Tatalaksana Umum Pasien dengan saturasi oksigen 92%, berikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi >92% Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucociliary clearance Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4 jam sekali, termasuk saturasi oksigen.5

3. Pemberian Antibiotik Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak