61
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evaluasi Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris “evaluation” ýang diserap dalam perbendaharaan istilah Bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilaian dan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu sehingga bersifat kuantitatif. Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English evaluasi adalah to find out, decide the amount or velue yang artinya berdasarkan definisi tersebut menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan (Arikunto, 2007:1). Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:38) pasal 57 ayat 1 dan 2 dikemukakan bahwa. 1. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan 2. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal maupun non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Depdiknas (2007:3) menyatakan bahwa penilaian merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemajuan

II. KAJIAN PUSTAKA - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/16160/16/BAB II.pdfpemerintah, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam

Embed Size (px)

Citation preview

18

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Evaluasi

Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris “evaluation” ýang diserap dalam

perbendaharaan istilah Bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata

aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat

diartikan memberikan penilaian dan membandingkan sesuatu hal dengan satuan

tertentu sehingga bersifat kuantitatif. Pengertian evaluasi yang bersumber dari

kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English evaluasi adalah

to find out, decide the amount or velue yang artinya berdasarkan definisi tersebut

menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati,

bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan

(Arikunto, 2007:1).

Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:38) pasal 57 ayat 1 dan 2 dikemukakan

bahwa.

1. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan untukmemantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secaraberkesinambungan

2. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikanpada jalur formal maupun non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenispendidikan.

Depdiknas (2007:3) menyatakan bahwa penilaian merupakan komponen penting

dalam sistem pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemajuan

19

hasil pendidikan (baca “mutu” pendidikan) dari satu waktu kewaktu lain.

Disamping itu, berdasarkan penilaian tingkat pencapaian prestasi pendidikan

antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu wilayah dengan wilayah lain

dapat dibandingkan. selain itu, terdapat beberapa ahli yang mencoba

mendefinisikan istilah evaluasi diantaranya sebagai berikut.

1. Menurut Gronlund (1975:14)

Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan tujuan atau

membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran yang telah

dicapai oleh siswa

2. Menurut Rahmat (2009 : 79)

Evaluasi adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan,

efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu, didasarkan atas

perbandingan secara hati-hati terhadap data yang telah diamati dengan

menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan.

3. Menurut Ghani (2009:162)

Istilah evaluasi sering membingungkan penggunanya terutama dalam

pembelajaran. Kadang-kadang evaluasi disamakan dengan “pengukuran” atau

juga digunakan untuk menggantikan istilah “pengujian” ketika guru

menyelenggarakan tes hasil belajar, mereka mungkin mengatakan “menguji

prestasi”, “mengukur prestasi”, atau mengevaluasi prestasi. Selanjutnya

dalam kasus lain istilah evaluasi juga diartikan sebagai metode penelitian

yang tidak tergantung pada pengukuran.

20

4. Menurut Ghani (2009:163)

Istilah evaluasi mengandung dua pengertian, yakni sebagai deskripsi kualitatif

dari perilaku siswa dan sebagai kuantitatif dari hasil pengukuran (misalnya :

skor tes). Untuk menjelaskan arti istilah tes, pengukuran dan evaluasi dapat

diperbandingkan sebagai berikut.

a. Tes adalah suatu instrumen atau prosedur sistematis untuk mengukur

contoh perilaku siswa.

b. Pengukuran adalah suatu proses perolehan deskripsi numerik dari ciri

khusus penguasaan siswa.

c. Evaluasi adalah proses sistematis dari pengumpulan, analisis, dan

penafsiran informasi guna menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan

pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah

kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya suatu program

pemerintah, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan

alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu, terdapat

empat istilah yang sangat erat hubungannya dengan bahan evaluasi, yaitu :

pengukuran, tes, penilaian dan pengambilan keputusan atau kebijakan.

Pengukuran juga merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau

data secara kuantitatif. Salah satu alat ukurnya dinamakan tes dan hasilnya

dinamakan skor (hasil pengukuran). Tes merupakan alat ukur, instrumen, atau

prosedur pengukuran yang dipergunakan untuk mengetahui kemajuan dan

perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan belajar

mengajar.

21

Tujuan umum untuk mengevaluasi haruslah jelas. Untuk menentukan strategi

evaluasi yang cocok, seorang peneliti harus mengetahui mengapa evaluasi

dilaksanakan (Brinkerhoft, 1983: 16). Apakah evaluasi akan digunakan untuk

menemukan permasalahan, memecahkan permasalahan, menyediakan informasi

yang sedang berlangsung, atau memutuskan keberhasilan program. Alasan umum

untuk mengevaluasi akan membantu evaluator menentukan strategi untuk

melahirkan pertanyaan-pertanyaan khusus. “the First step in the utilization

focused approach to evaluation is identification and organization of relevant

decision makers for information users of the evaluation” (Patton, 1978:61). Untuk

memutuskan tujuan suatu evaluasi, seorang elevator membuat keputusan

mengenai evaluasi tersebut.

Selain itu, menurut Anderson dan Ball (Ghani, 2009:163) mengemukakan bahwa

evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh manan tujuan pendidikan

dapat dicapai. Menurut Cronbach (Ghani, 2009:163) evaluasi adalah menyediakan

informasi untuk pembuatan keputusan. Sehubungan dengan pembelajaran,

evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses pengumpulan data untuk menentukan

manfaat, nilai, kekuatan, dan kelemahan pembelajaran yang ditujukan untuk

merivisi pembelajaran guna meningkatkan daya tarik dan efektifitasnya. Penilaian

(evaluasi) mempunyai tujuan sebagai pengarah kegiatan evaluasi dan sebagai

kegiatan penilaian program. Evaluasi pada umumnya berkaitan dengan upaya

mengumpulkan, pengolahan, dan penyajian data atau informasi sebagai masukan

untuk pengambilan keputusan. Secara sederhana Azwar (2004:7) mengemukakan

karakteristik evaluasi diantaranya sebagai berikut.

22

1. Merupakan perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu

kriteria.

2. Hasilnya bersifat kualitatif.

3. Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.

Para evaluator memerlukan berbagai keahlian supaya lebih efektif dalam

mengevaluasi. Selain itu mereka seharusnya menjadi ahli analisis yang baik

sehingga tidak salah tafsir makna yang terkandung di dalam fenomena yang

menjadi data. Mereka seharusnya juga memiliki keahlian pemasaran. Mereka

harus mengkomunikasikan nilai evaluasi kepada pengambil kebijakan dan para

manager yang tidak mungkin tidak menyadari keuntungan dari bantuan evaluasi

yang sistematis. Dengan demikian para pengambil kebijakan dan manager akan

mendapatkan manfaat dari evaluasi sehingga mereka akan menemukan jalan

keluar dari permasalahan yang merekan hadapi.

Penjelasan lain tentang tujuan evaluasi ini di kemukakan oleh Weiss (1972:4)

sebagai berikut : “die purpose of evaluation reserch is measure the effect of a

program againts the goals it set out accomplish as means of contributing to

subsequent decision making about the program and improving future

programming”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa tujuan penelitian evaluasi

adalah untuk mengukur dampak sebuah program dengan membandingkan dengan

tujuan yang telah ditetapkan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil keputusan tentang program tersebut dan

meningkatkan program masa yang akan datang.

23

Para ahli seperti Alex Astin Dan Bob Panos (Madaus, Scriven & Stufflebeam,

1986 : 293) mengatakan bahwa tujuan prinsip evaluasi adalah untuk menghasilkan

informasi yang dapat memandu keputusan mengenai adopsi atau modifikasi

program pendidikan. Evaluasi diharapkan untuk menyelesaikan berbagai tujuan

diantaranya sebagai berikut.

1. Mendokumentasi kejadian

2. Mencatat perubahan siswa

3. Mendeteksi daya kelembagaan

4. Menempatkan kesalahan bagi permasalahan

5. Membantu membuat keputusan administratif

6. Menfasilitasi aksi perbaikan

7. Meningkatkan pemahaman kita terhdap pembelajaran.

Selain tujuan evaluasi di atas, Aderson (Rahmat, 2009:202) merumuskan tujuan

dari evalusi diantaranya sebagai berikut.

1. Memberikan masukan untuk perencanaan program. Penilaian dimulaisetelah adanya keputusan tentang penyelenggarakan program pendidikan.Dalam penilaian program yang sedang direncanakan biasanya digunakananalisis awal dan analisis akhir suatu program (front –end analysis).Informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalammempersiapkan suatu program pendidikan adalah mengidentifikasikebutuhan program, penilaian tentang kecocokan konsep yang digunakan,perkirakan tentang biaya dan kelayakan program, dan proyeksi tentangperkembangan tutuntutan kebutuhan serta daya dukung tentang hal-haltersebut sangat penting untuk melaksanakan pelaksanaan program danruang lingkup kegiatan perencanaan program pendidikan.

2. Memberi masukan untuk keputusan tentang modifikasi program. Tujuanpenilaian berhubungan dengan penilaian formatif. Titik berat kegiatanpenilaian adalah mendeskripsikan proses pelaksanaan program. Makakomponen-komponen yang dihimpun, dianalisis, dan disajikan adalahtujuan, isi, metodelogi, dan kontek program, serta kebijaksanaan ataupendayahgunaan tenaga.

24

3. Memperoleh informasi tentang pendukung dan penghambat . kehendakuntuk melakukan penilaian ini muncul apabila para pengambil keputusanharus menghimpun dukungan untuk kelangsungan program pendidikanatau alasan-alasan untuk menghentikan program sehingga biaya dansumber-sumber lainnya dapat dipergunakan untuk melaksanakan programatau kegiatan lain. Dalam hal tertentu sebaliknya lembaga penyelenggaraprogram menyampaikan tantangan pentingnya tujuan penilaian ini kepadapara penilai dan menunjukan kepeduliannnya terhadap gejala positif dannegatif yang muncul dalam pelaksanaan program. Apabila kondisi initerjadi, para penilai perlu mengkaji berbagai informasi, seperti dukunganmasyarakat, politik, keuangan dan profesi yang dapat memperkuat danmenentang kelangsungan program.

Pendapat di atas menunjukan bahwa, penilaian (evaluasi) memiliki posisi yang

strategis dan krusial dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Khususnya

untuk memperoleh data atau informasi akurat dan objektif tentang pelaksanaan

program pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat

beberapa pemanfaatan yang digunakan untuk memberikan alasan penggunaan

hasil evaluasi, yaitu diantaranya sebagai berikut.

1. Mengambil keputusan mungkin mencari jalan untuk menunda atau

melanjutkan suatu keputusan

2. Ducking responbility, administrator menggunakan evaluasi untuk

membuktikan fakta guna pengambilan keputusan.

3. Publik relation, jika program berhasil baik menurut hasil evaluasai maka

akan disebarluaskan.

4. Untuk memenuhi keharusan menujukan bukti bahwa program berjalan

dengan baik atau sesuai dengan direncanakan.

Tyler mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan antara hasil yang

dikehendaki dengan hasil yang sebenarnya. Pendekatan Tyler memberikan dasar

pada pengukuran tingkah laku dalam suatu tujuan yang dibentuk dan

25

mendasarkan kepada hasil pembelajaran dari input pengajaran. Tyler telah

membuat beberapa perubahan dalam konsepnya mengenai penilaian perubahan ini

dikembangkan dalam definisi penilaiannya awal yaitu penilaian program yang

dibuat dengan membandingkan konsep program dengan dasar yang relevan untuk

memantapkan perencanaan program, termasuk diantaranya sebagai berikut.

1. Penilaian tingkat implementasi

2. Penilaian dalam monitoring yang berkelanjutan dalam suatu program

Selain itu, menurut Tyler (1951 : 78) dalam Aziz (2007 : 126) penilai harus

menilai tingkah laku peserta didik. Pada perubahan tingkah laku yang dikehendaki

dalam pendidikan. Selain itu evaluasi mesti dibuat pada akhir program. Dalam

model ini, langkah pertama adalah mengenali tujuan suatu program. Setelah

tujuan program diketahui, indikator-indikator pencapaian tujuan dan alat

pengukuran diketahui pasti. Hasil kajian akan dibandingkan dengan tujuan

program dan keputusan dibuat level pencapaian yang diperoleh. Menurut Tyler,

apabila tujuan program tidak tercapai sepenuhnya ini membawa implikasi sama

bahwa program pembelajaran lemah atau juga bahwa tujuan yang telah dipilih

tidak sesuai.

2.2 Konsep Evaluasi Program

Menurut Arikunto (2004 : 14)Evaluasi program adalah proses penetapan secara

sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan

kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan

itu didasarkan atas perbandingan serta hati-hati terhadap data yang diobservasi

dengan menggunakan standar tertentu yang telah dilakukan. Selain itu, konsep

26

program dapat diartikan ke dalam arti khusus dan umum. Pengertian secara umum

dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan

dilakukan. Apabila program ini dikaitkan dengan langsung dengan evaluasi

program maka program di definisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang

merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses

yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan

sekelompok orang.

Selain itu, Menurut Tyler (1951) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi

Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah proses untuk

mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut

Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto

dan Safruddin (2008: 5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi

untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan evaluasi program merupakan

proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam

menentukan alternatif kebijakan. Menurut Mulyatiningsih (2011: 114-115),

evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk:

a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama

ditempat lain.

b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah

program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

27

Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi

program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh

karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah

bagaimana melaksanakan penelitian. Menurut Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul

Jabar (2009: 7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi

program adalah sebagai berikut:

a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang

sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi

program pelaksanan ingin menetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi

sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul

dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.

b. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena

ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi

program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program,

dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanan ingin

mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.

2.3 Model-Model Evaluasi

2.3.1 CIPP (Context, Input, Process, Product)

Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) merupkan hasil kerja

keras Phi Delta Kappa National Study Commite selama empat tahun, yang

diketahui oleh L. Stufflebeam dan dibantu oleh 6 teman sejawatnya, yaitu: Walter

J.Poley, william J.Gephart,Egon G.Guba, Robert L. Hammond, Howard A.

Merriman, dan Malcom M. Provus. Model ini konsisten dengan definisi evaluasi

28

program pendidikan yang dikeluarkan oleh komite tersebut, yaitu : evaluasi adalah

proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang

bermanfaat dalam menilai alternatif-alternatif keputusan.

Berkaitan dengan definisi di atas, Stufflebeam (Worthen dan Sanders, 1981:129)

menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek kunci yang perlu dipahami, yaitu.

1. Evaluation is performed in the service of decision-making, hence, it shouldprovide information which is useful to decision maker

2. Evaluation is a cyclic, continuing process and, therefore, must beimplemented through a systematic program

3. The evaluation process includes the three main steps of delineating,obtaining and providing. These steps provide the basis for methodology ofevaluation

4. The delineating and providing steps in the evaluation process are interfaceactivies requiring collaboration between evaluator and decision maker,while the obtaining step is largely a tecnical activity which is executedmainly by the evaluator.

Kutipan di atas menjelaskan bahwa : (1) evaluasi dilaksanakan untuk melayani

pengambilan keputusan, jadi evaluasi hendaknya menyediakan informasi yang

bermanfaat bagi pengambil keputusan, (2) evaluasi merupakan proses yang

bersifat siklis dan berkesinambungan, sehingga harus dilaksanakan melalui sebuah

program yang sistematis, (3) proses evaluasi terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu

: Penggambaran, pemerolehan, dan menyediakan informasi. Tahapan-tahapan ini

merupakan dasar bagi metodologi evaluasi, (4) tahapan penggambaran dan

penyediaan informasi dalam proses evaluasi adalah aktivitas yang sering

berhubungan yang membutuhkan kerja sama antara evaluator dan pengambilan

keputusan, sementara tahapan pemerolehan informasi merupakan aktivitas yang

bersifat teknis yang sebagian besar dilakukan oleh evaluator.

Stufflebeam (1985 : 116) menerjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan

makna :

29

1. Context, situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan

dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang

bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya

masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan

pandangan hidup masyarakat.

2. Input, membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada,

alternative apa yang akan diambil, apa rencana, strategi untuk mencapai

tujuan dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. yang berkaitan

dengan evaluasi input meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana

pendukung, dana atau anggaran dan berbagai prosedur dan aturan yang

diperlukan.

3. Process, yang berkaitan dengan kegiatan program, berupa perencanaan

program, pelaksanaan program, dan evaluasi program untuk mengetahui

sejauh mana rencana telah diterapkan.

4. Product, yang berkaitan dengan hasil program PKH dalam mencapai tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih lanjut Stufflebeam (Ibrahim & Ali, 2007 : 116) menyebutkan bahwa

definisi tersebut menggabungkan tiga aspek dasar. Pertama, evaluasi merupakan

proses yang sistematis dan berkesinambungan. Kedua, proses ini terdiri dari tiga

langkah yang sangat penting, yaitu : (1) menyusun pertanyaan yang membutuhkan

pertanyaan dan menentukan informasi yang akan dikumpulkan, (2)

mengumpulkan data yang relevan, (3) menyediakan informasi yang diperoleh bagi

pengambil keputusan yang dapat memikirkan dan menginterprestasi informasi

tersebut terkait dengan dampaknya terhadap alternatif-alternatif keputusan yang

30

dapat memperbaiki atau meningkatkan program pendidikan yang sedang berjalan.

Ketiga, evaluasi mendukung proses pengambilan keputusan dengan

memungkinkan pemilihan sebuah alternatif dan menindaklanjuti sebagai

konsekuensi dari sebuah keputusan.

Stufflebeam & Shrinkfield (1985:491) menyatakan bahwa model evaluasi CIPP

menyediakan empat tipe keputusan, yaitu 1). Planning decision, yang

mempengaruhi pemilihan tujuan secara umum maupun secara khusus. 2)

Structuring dicision, yang menentukan strategi dari desain prosedural yang

optimal dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh

keputusan perencanaan. 3) Implementing decision, yang memberikan jalan atau

cara dalam menjalankan dan meningkatkan pelaksanaan desain, metode atau

staretgi yang telah dipilih dan 4) Recycling decision, yang menentukan apakah

sebuah kegiatan atau bahkan sebuah program dilanjutkan, diperbaiki dan

dihentikan.

Aspek yang dievaluasi dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP menurut

Stufflebeam & Shrinkfield (1985:491) seperti pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 2.1 Aspek dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP

Aspek ContextEvaluation

Input evaluation Processevaluation

Productevaluation

Obyek(sasaran)

Mendefinisikanoperasionalcontext,mengidentifikasidanmemperkirakankebutuhan danmendiagnosamasalah,memprediksikebutuhandanpeluang

Mengidentifikasidanmemperkirakankapabilitassistemm, startegiinput yangsekarang tersedia,dan mendesainuntukimplementasistrategi

Mengidentifikasidanmemperkirakankapabilitas proses,tentang kerusakandi dalam desainprosedur atauiplementasi,menyediakaninformasi sebelumprogramdiputuskan danmemperbaiki

Menghubungkan informasioutcomesdengan obyekdan informasicontext, input,dan process

31

AspekContext

EvaluationInput evaluation

Processevaluation

Productevaluation

Metode Mendeskripsikancontext,membandingkandengan yangsebenarnya danmengawasi inputdan output,membandingkankemungkinan danketidakmungkinansistem kerja, danmenganalisapenyebab ketidakmungkinan danketidaksesuaiankenyataan dengantujuan (harapan).

Mendeskripsikandan manganalisisSDM dan sumberdayamaterialyang tersedia,solusi strategisdan desainprosedur untukrelevansi,kemungkinankegiatan yangdapatdilaksanakan, dankebutuhanekonomi dalamrangkaiankegiatan

Memonitoringsetiap aktivitasyang berpotensiterdapat tantangansecara prosedural,dan memberikantanda untukantisipasi, untukmemperolehinformasi yangspesifik untukmemutuskansuatu program,danmendeskripsikanproses yang actual

Mendefinisikanoperasioanaldan mengukurkriteria asosiasidengan objektifdanmembandingkan hasilpengukurandengan standarsebelumdilakukanantisipasi, danmenginterpretasikan outcomesberdasarkandokumeninformasicontext, input,dan prcess

Hubunganpengambilankepuutusandenganprosesperubahan

Memutuskandalam halmenyajikanperangkat, tujuanasosiasi denganmendiskusikankebutuhan, peluangdan sasaranasosiasi untukperubahanperencanaankebutuhan

Memilih SDMsebagaipendukung, solusistrategis, dandesainsprosedural untukperubahanstruktur kerja(aktivitas)

Untukimplementasi danmeperbaiki desainprogram danprosedur untukaktivitas proseskontrol

Untukmemutuskandalam kegiatansecara kontinu,menghentikan(mengakhiri),memodifikasi,mengaturkembali fokusperubahanaktivitasdengan tahapanmateri yanglain dalamprosesperubahanuntuk mengaturkembaliaktivitasperubahan.

Stufflebeam dalam naskah yang dipresentasikan pada annual conference of the

oregon program evaluation network (OPEN) Portland tahun 2003 memperluas

makna evaluasi product menjadi impact evaluation (evaluasi pengaruh),

effectiveness evaluation (evaluasi efektivitas), sustainability evaluation (evaluasi

keberlanjutan), dan transportability evaluation (evaluasi transformasi)

(Stufflebeam, 1985:59-62).

32

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas, untuk mewujudkan keempat

tipe keputusan ini, maka terdapat empat jenis evaluais yang masing-masing

diperuntukan bagi setiap keputusan. Context evaluation, menghasilkan informasi

yang berkaitan dengan kebutuhan (yaitu sejauh mana perbedaan yang timbul

antara kenyataan yang terjadi dan harapan yang diinginkan, dikaitkan dengan

harapan terhdap nilai-nilai tertentu, lingkup perhatian, hambatan dan peluang)

dalam rangka merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus sebuah program.

Input evaluation, menyediakan informais tentang kekuatan dan kelemahan dari

desain dan strategi alternatif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Process evaluation, menyediakan informasi untuk melakukan pemantauan

terhadap pelaksanaan prosedur dan strategi yang telah dipilih, sehingga faktor-

faktor yang menjadi kekuatan dapat dipertahankan dan faktor-faktor yang menjadi

kelemahan dapat dihilangkan. Product evaluation, meyediakan informasi sejauh

mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dan untuk

menentukan apakah strategi, prosedur, atau metode yang telah diimplementasikan

dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut harus dihentikan, diperbaiki,atau

dilanjutkan dalam bentuknya yang sekarang. Pada dasarnya yang paling utama

dari sebuah evaluasi adalah adanya saling keterkaitan yang bersifat simultan dari

sebuah produk dan evaluasi proses, dimana umpan balik yang diperoleh dari

kualitas produk yang dihasilkan, dapat digunakan dalam evaluasi proses untuk

meningkatkan kualitas produk dimana yang akan datang dengan mengatasi

berbagai kekurangan dan mengadakan perbaikan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung berdasarkan keputusan implementasi. Lebih lanjut umpan balik juga

33

dapat digunakan didalam evaluasi input untuk mendesain kembali strategi-strategi

yang digunakan, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih sesuai.

Keunggulan model CIPP merupakan sistem kerja yang dinamis, bentuk

pendekatan dalam melakukan evaluasi yang sering digunakan yaitu pendekatan

eksperimental, pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang berfokus pada

keputusan, berorientasi pada pemakai dan pendekatan yang responsif dan

berorientasi terhadap target keberhasilan dalam evaluasi. Dengan demikian, model

evaluasi CIPP memungkinkan untuk menjawab empat pertayaan yaitu : (1) tujuan

manakah yang akan dicapai; (2) strategi atau prosedur manakah yang harus

dijalankan; (3) seberapa baik strategi atau prosedur ini bekerja; dan (4) seberapa

efektif pencapaian tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus.

Alasan memilih model CIPP dalam penelitian ini dapat terlihat jelas dari model

evaluasi CIPP yang telah diuraikan di atas. Kerena model CIPP Evaluation ini

prinsipnya mendukung proses pengambilan keputusan dengan mengajukan

pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu keputusan.

(Sukardi, 2008:25).

2.3.2 Model Evaluasi Kirkpatrick

Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam pengembangan

sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh

Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick four levels evaluation model.

Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kifkpatrick

(1998 :26) dalam Widoyoko (2009:78) mencakup empat level evaluasi yaitu, level

34

1 reaction, level 2 learning, level 3 behaavior, dan level 4 result. Adapun lebih

jelas tahapan dalam model evaluasi Kirkpatrick sebagai berikut :

1. Evaluasi Reaksi (reaction evaluation)

Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan

peserta. Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa

menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training, sehingga mereka

tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta

training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara

memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari

peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas

terhadap proses training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi

untuk mengikuti training.

Partner (2009:65) mengemukakan bahwa “the interest attention andmotivation of the participants are critical to the sucess of any trainingprogram, people learn better when they react positively to the learningenvironment”. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatantraining tidak lepas dari minat, perhatian, perhatian dan motivasi pesertapelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran. Orang akanbelajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadaplingkungan belajar.

Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang

diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi menyampaikan materi yang

disampaikan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu

pelaksanaan pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran

dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet

dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

35

2. Evaluasi Belajar (Learning evaluating)

Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam program training, yaitu

pengetahuan, sikap ataupun keterampilan. Peserta training dikatakan telah

belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan

pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk

mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu

untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan atau

keterampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.

Penilaian learning evaluating ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil

(output) belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu

dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan

dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih

efektif. Menurut Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat

dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan

dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya

dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan

membandingkan hasil pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja

(performance test).

3. Evaluasi perilaku (behavior evaluation)

Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi

terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2

difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan

pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan

36

penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta

setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini

lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka

maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes

dari kegiatan pelatihan.

Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku

kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan

membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun

dengan mengadakan survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun

bawahan peserta training setelah mereka kembali ketempat kerja.

4. Evaluasi hasil (result evaluation)

Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)

yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program pembelajaran.

Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran

diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan

peningkatan keterampilan (skills).

Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun

membangun teamwork (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain

adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua

pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu

yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di

bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil

37

akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan

kelompok peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa sebelum dan

setelah mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak

(Kirkpatrick, 1998: 61).

Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki

beberapa kelebihan yaitu: 1) lebih komprehensif, karena mencakup had skill

dan soft skill. 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga

mencakup proses, output dan outcomes. 3) mudah untuk diterapkan. Selain

kelebihan tersebut model ini juga memiliki beberapa keterbatasan, antara

lain: 1) kurang memperhatikan input. 2) untuk mengukur impact sulit

dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya juga sudah di luar jangkauan

guru maupun sekolah.

2.3.3 Evaluasi Model Wheel (roda) dari Beebe

Model evaluasi ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha evaluasi yang

berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya. Model ini

digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan suatu instansi telah

berhasil, untuk itu diperlukan sebuah alat untuk mengevaluasinya.Secara singkat,

model wheel ini mempunyai 3 tahap utama. Tiga tahap tersebut adalah

pembentukan tujuan pembelajaran, pengukuran outcomes pembelajaran, dan

penginterpretasian hasil pengukuran dan penilaian.

38

2.3.4 Evaluasi Model Provus

Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program

adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang

dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk

mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam

program dengan penampilan aktual dari program tersebut (Widoyoko: 2010 : 50).

Dengan demikian tujuan dari model ini adalah untuk menganalisis suatu program

sehingga dapat ditentukan apakah suatu program layak diteruskan, ditingkatkan

dan sebaliknya yang disesuaikan dengan standar, performance, dan discrepancy.

2.4 Konsep Kemiskinan

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin

kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang

melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi

melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan

politik. Secara etimologis kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang artinya

tidak berharta benda serba kekurangan. Menurut Badan Pusat Statistik,

kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan

dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Selain menurut BPS

terdapat beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan kemiskinan yang

diantaranya sebagai berikut :

1. Menurut Midgley (2004:14)

Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial

yang menyebabkan individu hidup dibawah standar hidup yang layak, atau

39

kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan

individu yang lainnya dalam masyarakat.

2. Menurut Soerjono Soekanto (1982 : 28)

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga

tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam

kelompok tersebut

3. Menurut Frank Ellis (2005:107)

Kemiskinan memiliki berbagai aspek dimensi yang menyangkut aspek

ekonomi, politik dan sosial psikologis. Orang disebut miskin jika dalam kadar

tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki dibawah target atau

patokan yang telah ditentukan. Sedangkan kemiskinan sosial adalah

kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk

mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat.

4. Menurut Parwoto (2001 : 54)

Kemiskinan diartikan sebagai situasi atau kondisi yang dialami oleh

seseoranga atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan

sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

Secara umum definisi-definisi tentang kemiskinan di atas menggambarkan

kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan

kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu,

ketidakmampuan atau keterbatasan fisik manusia, ketiadaan atau kekurangan

akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan,

serta sulit atau kurang memperoleh akses dalam proses-proses pengambilan

40

kebijakan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu

sebagi berikut :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan

kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar

minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan

demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan

orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh

kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat

menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang

sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh

lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin

besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan

bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat

dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan

masalah distribusi pendapatan.

Kemudian dilihat dari segi penyebabnya (Baswir : 1997 : 56) kemiskinan dapat

dibedakan menjadi sebagai berikut :

1. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awal memang

miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak

41

memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya alam, sumber daya

manusia maupun sumber daya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut

serta dalam pembanguna, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang

rendah. Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-

faktor seperti cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam

2. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok

masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya

dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan.

Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam

pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat

kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut

ukuran yang dipakai secara umum

3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-

faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tudaj adil, distribusi

aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi

dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.

Selain itu, kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai ilmu yang diantaranya sebagai

berikut :

a. Kemiskinan ditinjau dari pendidikan

Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

keterampilan. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai

masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat untuk terus

melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Sudah cukup banyak program-

42

program yang dilakukan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan yang

mengancam anak-anak. Program tersebut adalah PKH, Bantuan Langsung

Tunai (BLT), dan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya

martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti

menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat terus

upaya mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali, penduduk miskin dalam

konteks pendidikan sosial mempunyai kaitan dengan upaya permberdayaan,

partisipasi, demokratisasi, dan kepercayaan diri, maupun kemandirian.

Pendidikan nonformal perlu mendapatkan prioritas utama dalam mengatasi

kebodohan, keterbelakangan, dan ketertinggalan sosial ekonominya.

b. Kemiskinan ditinjau dari ekonomi

Kemiskinan ditinjau dari sudut pandang ekonomi . banyak orang

menganggap bahwa kemiskinan merupakan suratan takdir yang disebabkan

oleh sifat malas, tidak kreatif dan etos kerja rendah. Pada dasarnya inti

kemiskinan itu terletak pada kondisi yang disebut perangkap kemiskinan

yang terdiri dari kemiskinan itu sendiri, lemah fisik, keterasingan atau kadar

isolasi, dan ketidakberdayaan

Faktor pendukung penyebab kemiskinan dilihat dari sudut pandang ekonomi

kurangnya lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh

yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangkan

43

perekonomian menjadi faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya

lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat

besar di Indonesia dan menyebabkan perekoniam masyarakat bawah

semakin rapuh. Salah satu karakteristik tenaga kerja di Indonesia adalah laju

pertumbuhan tenaga kerja lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan

lapangan pekerjaan.

Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari sudut pandang

ekonomi adalah meningkatkan lapangan pekerjaan dan meminimalisir

kemiskinan, pemerintah dapat mengupayakan hal tersebut dengan berbagai

cara yang diantaranya dengan mengadakan proyek padat karya, mendirikan

lebih banyak UKM-UKM, memberlakukan inpres desa tertinggal

c. Kemiskinan ditinjau dari sosiologi

Dilihat dari sudut pandang sosiologi adalah pada pola pikir masyarakat

mengenai kemiskinan. Banyak orang menganggap bahwa kemiskinan

merupakan surat takdir yang disebabkan oleh sifat malas, tidak kreatif, dan

etos kerja yang rendah sehingga masyarakat yang status ekonomimya lebih

tinggi cenderung lebih malas bergaul dengan masyarakat yang status

ekonominya rendah. Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari

dari sudut pandang sosiologi adalah dengan melalui pendidikan. Dengan

pendidikan, wawasan dan pikiran masyarakat akan semakin terbuka.

d. Kemiskinan ditinjau dari geografi

Faktor utama penyebab kemiskinan dilihat dari sudut pandang geografi

adalah letak geografis masyarakat dan wilyah. Contohnya, dulu di daerah

44

kidul yang tanahnya atau alamnya sangat miskin sehingga penduduknya

banyak yang miskin. Kemiskinan ini hanya dapat diatasi dengan bantuan

dari daerah lain. Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari sudut

pandang geografi adalah dengan mengadakan program pemberdayakan

sumber daya manusia (SDA) untuk mengolah sumber daya alam (SDA)

yang ada ditempat tinggalnya sehingga dengan mengelola sumber daya

alam (SDA) yang baik dan dapat memanfaatkan potensi alam untuk

memenuhi kebutuhan pokok atau kehidupan.

Munurut Kuncoro (2000 : 50) faktor penyebab terjadinya kemiskinan diantaranya

sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan

penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah tang terbatas

dan kualitasnya rendah dari hasil mereke bekerja

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) karena kualitas SDM yang rendah berarti produktivitas juga rendah

upahnyapun rendah

3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal. Penyebab

kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat

keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan

(bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali

menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang

seharusnya dilakukan)

45

4. Kemiskinan disebabkan seseorang malas berusaha untuk dirinya sendiri

dikarenakan pergaulan yang membawa mereka menjadi malas sekolah atau

belajar

5. Kemiskinan dikarenakan bencana alam seperti banjir bandang dan tanah

longsor atau kebakaran yang menghabiskan semua harta benda mereka.

Menurut Djojohadikusumo (1994:25) kemiskinan muncul sebagai akibat

kesenjangan yang mengandung dimensi ekonomi sosiologis dan berdimensi

ekonomi regional. Kemiskinan ini terjadi sebagai akibat adanya ketimpangan

kekuatan yang sangat mencolok diantara golongan-golongan pelaku ekonomi,

dimana pengusaha besar cenderung mengandalkan kekuatan sumber dayanya

untuk merebut suatu kedudukan di pasar barang dan jasa. Selain dari dimensi

geografis, sebuah rumah tangga miskin diwilayah yang mendukung dapat

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk keluar dari kemiskinan, sementara

rumah tangga miskin yang berada pada wilayah yang tidak mendukung,

cenderung menjadi stagnan dan bahkan menjadi sangat miskin. Kebijakan yang

memperhatinkan ketimpangan geografis memberikan sumberdaya (tenaga kerja

dan modal) diwilayah miskin menjadi lebih produktif kemudian menstimulasi

pertumbuhan yang pro orang miskin.

Selain itu, terdapat beberapa kriteria-kriteria dalam menentukan kemiskianan

mislanya menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Undang-Undang

nomor 25 tahun 2000 yang memiliki krieteria kemiskinan diantaranya sebagai

berikut.

46

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 perorang2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu maupun

kayu murahan3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau rumbia atau kayu

berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, ataupekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidaktamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapalmotor, atau barang modal lainnya.

Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

tahun 2004 menggunakan kriteria kesejahteraan keluarga untuk mengukur

kemiskinan. Lima pengelompokan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN

adalah sebagai berikut :

1. Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara

minimal seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan

dan kesehatan.

47

2. Keluarga Sejahtera I

Keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi

belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang

digunakan yaitu sebagai berikut :

a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut

b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih

c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,

bekerja / sekolah dan berpergian

d. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah

e. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana /

petugas kesehatan

3. Keluarga Sejahtera II

Keluarga selain dapat memnuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula

memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi

kebutuhan pengembangannya. Indikator yang digunakan terdiri dari lima

indikator yang digunakan terdiri dari lima indikator pada keluarga sejahtera I

ditambah dengan sembilan indikator sebagai berikut :

a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

yang dianut masing-masing

b. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau

ikan atau telur sebagai lauk pauk

48

c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian

baru setahun terakhir

d. Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap penghuni rumah

e. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan

sehat sehingga dapat melaksanakan tugas atau fungsi masing-masing

f. Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas

mempunyai pengahisalan tetap

g. Seluruh anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai

penghasilan tetap

h. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan

latin

i. Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat

ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil)

4. Keluarga Sejahtera III

Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan

sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan

penegmbangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan

dilingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan

indikator pada keluarga sejahtera I dan II serta memenuhi syarat indikator

sebagai berikut :

a. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama

b. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan

keluarga

49

c. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini

dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga

d. Ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan dilingkungan tempat tinggalnya

e. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang sekali dalam

enam bulan

f. Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan

radio atau menonton televisi

g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi

5. Keluarga Sejahtera III Plus

Keluarga selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan

kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan

pengembangannya, serta skaligus secara teratur ikut menyumbang dalam

kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam

masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat indikator

pada keluarga sejahtera I dan III dan ditambah dua syarat sebagai berikut :

a. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan

bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi

b. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.

Berdasarkan berbagai kriteria-kriteria kemiskinan di atas, terdapat beberapa

program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan pemerintah

50

berdasarkan tujuan yang diselenggarakan program tersebut diantaranya sebagai

berikut :

1. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan dan

kesehatan, dan infrastruktur dasar diantaranya sebagai berikut :

a. Pelayanan pendidikan kepada keluarga miskin bertujuan membebaskan

biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa

yang lain. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah

(BOS), PKH dan Bantuan Khusus Murid (BKM). BOS dan PKH

diperuntukan dalam penyelenggaraan pendidikann, sedangkan BKM

ditujukan untuk memberikan beasiswa bagi siswa wajib belajar dari

keluarga miskin

b. Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan

akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin dengan

terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan

jaringannya, serta rawat inap kelas III dirumah sakit

c. Penyediaan sarana dan prasarana desa yang dilakukan di daerah yang

dikategorikan banyak dihuni keluarga miskin yang dilakukan dengan

tujuan memberikan lapangan pekerjaan dan perluasan medis kepada

keluarga miskin

2. Peningkatan kesempatan kerja

Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk

miskin diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang diantaranya sebagai berikut :

51

a. Program pengembangan kecamatan

b. PPK memiliki tujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat

miskin desa, PPK sendiri dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri

c. Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP)

d. P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara

ekonomi, sosial dan lingkungan di kawasan kelurahan

3. Program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K)

P4K dilaksanakan oleh Departemen Pertanian, P4K bertujuan menumbuhkan

kemandirian dan memberdayakan masayrakat prasejahteraan dipedesaan agar

tersedia dan mampu menjangkau fasilitas yang tersedia untuk

mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan keluarga miskin.

selain itu, banyak starategi yang dapat diterapkan oleh masayarakat dan

pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Strategi pengentasan kemiskinan

yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya sebagai berikut :

a. Menurut Panjaitan (2001:16)

Strategi yang bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dengan

pemberdayaankaum miskin. Pemberdayaan kaum miskin dilakukan dengan

dua cara , yang pertama dengan meningkatkan kemmapuan mereka melalui

pelatihan keterampilan kerja, pelatihan kewirausahaan, magang dan lain

sebagainya. Kedua cara ini tersebut dilaksanakan dalam pemberdayaan kaum

miskin karena kaum miskin umumnya berpendidikan rendah dan akses ke

sumber daya ekonomi dan politik lemah. Pengetahuan dan keterampilan

52

kaum miskin rendah, sumber daya mereka rendah dan kemungkinan untuk

mendapatkan sumber daya untuk mengatasi kemiskinan mereka juga kecil

b. Menurut Abdullah (2006 : 153-155)

Strategi pengentasan kemiskinan dengan program UMKM (Usaha Mikro

Kecil dan Menengah) yang bekerja sama dengan Bank untuk memberikan

bantuan kredit dengan angsuran ringan sehingga dengankredit itu diharapkan

masyarakat miskin mempunyai modal untuk memperluas usahanya.

c. Menurut Suyono (1998 : 96-98)

Upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku pada kepala

keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama diarahkan pada

keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang maish

menempuh pendidikan atau sekolah, baik di pendidikan dasar, menengah

maupun yang lebih tinggi. Anak-anak mereka yang bersekolah itu harus

dijadikan sasaran bersama untuk dibantu pemberdayaannya dengan gigih

karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka dengan

pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya dan bertambahnya keluarga

miskin baru. Upaya itu sekaligus merupakan upaya untuk memotong mata

rantai kemiskinanyang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin

yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang

menghasilkan nilai tambah yang rendah.

2.5 Program Keluarga Harapan (PKH)

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program pemerintah

untuk menanggulangi masalah kemiskinan dengan cara memberikan bantuan tunai

53

kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) jika mereka memenuhi persyaratan yang

terkait dengan upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu

melalui pendidikan dan kesehatan. Selain itu terdapat beberapa definisi PKH

diantaranya sebgai berikut.

1. PKH adalah program pemerintah yang digulirkan sebagai upaya untuk

membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.

Program ini memberikan bantuan tunai bersyarat atau Conditional Cash

Transfers (CCT) kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM).

2. PKH adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada

Keluarga Sangat Miskin (KSM), jika mereka memenuhi persyaratan yang

terkait dengan upaya peningkatan kualitas SumberDaya Manusia (SDM),

yaitu pendidikan dan kesehatan.

3. PKH adalah suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH

merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan

lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan

segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi

dan sinergi yang baik.

4. PKH adalah program lintas Kementerian dan Lembaga, karena aktor

utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan

Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika,

dan Badan Pusat Statistik. Untuk mensukseskan program tersebut, maka

dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.

54

5. PKH adalah Program perlindungan sosial melalui pemberian uang tunai

kepada Keluarga Sangat Miskin (PKH), selama keluarga tersebut

memenuhi kriteria dan tanggungjawab. Hak KSM: Mendapatkan bantuan

uang tunai, sedangkan tanggung jawab KSM adalah memeriksakan anggota

keluarganya (Ibu Hamil dan Balita) ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, dll)

dan menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran sesuai ketentuan.

6. PKH adalah program pemberian uang tunai kepada Keluarga Sangat Miskin

(KSM) berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan

dengan melaksanakan kewajibannya.

Sasaran atau Penerima bantuan PKH adalah Keluarga Sangat Miskin (KSM) yang

terpilih melalui mekanisme pemilihan oleh BPS. Kriteria kemiskianan menurut

Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2000

diantaranya sebagai berikut.

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 perorang2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu maupun

kayu murahan3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau rumbia atau kayu

berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas

lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 perbulan.

55

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidaktamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapalmotor, atau barang modal lainnya.

Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BPS di atas, menjadi acuan bagi

pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan yaitu salah satunya

melalui Program PKH sehingga dapat ditetapkan kriteria-kriteria yang akan

mendapatkan bantuan yaitu memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia

0-15 tahun dan atau ibu hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima

bantuan adalah lbu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga

yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante atau bibi, atau kakak

perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH

pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah

tangga. Untuk itu, orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah

orang yang namanya tercantum di Kartu PKH.

Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka

menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak

usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2)

Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur

kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan

kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur

kesehatan PKH bagi lbu Hamil.

Selain itu, program PKH memberikan banyak manfaat terutama pada Rumah

Tangga Sangat Miskin. Manfaat tersebut yaitu.

56

1. Merubah perilaku keluarga sangat miskin untuk memberikan perhatian

yang besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya.

2. Untuk jangka pendek memberikan income effect kepada rumah tangga

miskin melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga sangat

miskin.

3. Untuk jangka panjang dapat memutus ratai kemiskinan antar generasi

melalui.

a. Peningkatan kualitas kesehatan /nutrisi, pendidikan dan kapasitas

pendapatan anak dimasa depan (price effect anak keluarga sangat

miskin).

b. Memberikan kepastian kepada si anak akan masa depannya (insurance

effect).

4. Mengurangi pekerja anak.

5. Mempercepat pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan,

peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, dan

peningkatan kesetaraan gender).

Sedangkan Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat

miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target

MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas.

1. Meningkatkan kemampuan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk

mengakses/memanfaatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan.

57

2. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak dibawah

6 tahun dari RTSM. Melalui pemberian insentif untuk melakukan

kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan dan bukan

pengobatan). Agar terjadi pengurangan angka kematian bayi dan balita,

dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

3. Meningkatkan angka partispasi pendidikan anak - anak (usia wajib belajar

SD/SMP) KSM dan upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga

yang sangat miskin.

4. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi KSM

5. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan.

Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan

cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para

peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika

terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan

pemotongan maupun akan diberhentikan pemeberian bantuan. besaran bantuan

tunai para peserta PKH bervariasi jumlah anggaran yang diperhitungkan dalam

penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan dan pendidikan. Besaran bantuan

ini dikemudian hari bisa berubah sesuai dengan keluarga saat itu atau peserta PKH

yang tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Adapun besaran bantuan yang

diberikan sebagai berikut.

58

Tabel 2.2 Besaran Bantuan PKH Yang Diberikan Pemerintah KepadaKeluarga Sangat Miskin

Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per Tahun

Bantuan tetap Rp.300.000

Bantuan bagi RTSM yang

memiliki:

a. Anak usia di bawah 6 tahun Rp. 1000.000

b. Ibu hamil/menyusui

c. Anak usia SD/MI

d. Anak usia SMP/MTs

Rata-rata bantuan per RTSM

Bantuan minimum per RTSM

Bantuan maksimum per RTSM

Rp. 1.000.000

Rp. 500.000

Rp. 1.000.000

Rp. 1.800.000

Rp. 800.000

Rp. 2.800.000

Sumber : Data primer 2014

2.6 Tinjauan Tentang Belajar

2.6.1 Teori Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya,

(Daryanto, 2009: 194). Selain itu, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi

kapabilitas baru, (Gagne dalam Dimyati, 2002: 10). Belajar juga merupakan suatu

proses atau aktivitas. Siswa dapat dikatakan belajar kalau terdapat aktivitas pada

dirinya, baik secara fisik, mental (pikiran), maupun emosional (perasaan),

(Anitah, 2009: 538). Sedangkan Bruner dalam Supriatna (2006: 38), menyatakan

bahwa belajar merupakan proses yang aktif serta proses sosial dimana para siswa

mengkonstruksi gagasan-gagasan atau konsep baru yang didasarkan atas

pengetahuan yang telah dipelajarinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar

59

adalah aktivitas individu baik fisik, mental, maupun emosional melalui proses

kognitif dan proses sosial berupa interaksi dengan lingkungannya untuk

mendapatkan kemampuan baru. Adapun teori-teori yang berguna dalam penelitian

ini adalah sebagi berikut.

a. Teori Behaviorisme

Menurut Gage (1984 : 79) teori behavioristik belajar merupakan perubahan

tingkah laku, khususnya kapasitas siswa untuk perilaku yang baru sebahai hasil

belajar. Selain itu dijelaskan bahwa perubahan tingkah laku manusia sangat

dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan berbagai pengalaman kepada

seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi atau

merubah kapasitas atau merespon. Sehingga secara tidak langsung dikatakan

bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulus-

respon, yaitu proses manusia untuk memberikan respon tententu berdasarkan

stimulus yang datang dari luar. Dalam teori behaviorisme, menurut Skiner

memandang belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku

yang berlangsung secara progressif. Dengan demikian ini memaknai belajar

sebagai suatu perilaku dan karena belajar maka responnya menjadi lebih baik.

Demikian sebaliknya apabila orang tidak belajar maka responnya akan menurun.

Sehingga dengan belajar terjadi perubahan respon. Skinner memandang anak

belajar karena mengejar hadiah atau pujian (operant conditioning) atau penguatan

(reinforcement) yang dapat berupa nilai yang baik atau hadiah berupa barang atau

lainnya.

60

b. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut Piaget (1972 : 42) Istilah kognitif berasal dari kata “cognition” yang

berarti pengertian, mengerti. Lebih luas lagi, kognitif juga bermakna perolehan,

penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya,

kemudian istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi

manusia dan menjadi satu konsep umum yang mencakup semua bentuk

pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan

masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,

pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membeayangkan,

memperkirakan, berfikir dan keyakinan.

Dalam kaitannya dengan belajar dan pembelajaran, kognitif menjadi salah satu

cabang dari teori belajar yang pernah ada hingga saat ini. Teori belajar

kognitivisme lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses atau upaya

untuk mengoptimalkan pada aspek rasional yang dimiliki orang lain. Teori belajar

kognitif juga lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi

dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang

melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari

proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperloleh suatu perubahan

dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, dan nilai

sikap yang bersifat dan berbekas.

61

2.6.2 Wajib Belajar Sembilan Tahun

Pendidikan nasional merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting

dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Hal ini, terutama jika

dikaitkan dengan peran dan fungsi pendidikan nasional dalam pelaksanaan

pembangunan bangsa. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemudian, Program Wajib Belajar pada hakikatnya merupakan upaya sistematis

pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, sehingga dapat

berpartisipasi aktif dalam keseluruhan pembangunan nasional serta adaptif dalam

penyerapan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang muaranya

adalah mendekatkan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pentingnya peran pendidikan dalam peningkatan dan pengembangan kualitas

sumber daya manusia, lantas pemerintah mengambil langkah antisipatif dengan

pencanangan dan pemberlakuan Program Wajib Belajar bagi setiap warga negara.

Pada tahap awal Pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun

yang pada dasarnya merupakan prasyarat umum bahwa setiap anak usia sekolah

dasar (7-12 tahun) harus dapat membaca, menulis, dan berhitung.

62

Pada awal pencanangan wajib belajar tersebut, Program Wajib Belajar 6 Tahun

yang dicanangkan Pemerintah pada PELITA III tersebut telah memberikan

dampak positif dan hasil yang menggembirakan, terutama pada percepatan

pemenuhan kualitas dasar manusia Indonesia. Salah satu hasil yang paling

mencolok dirasakan, bahwa Program Wajib Belajar 6 Tahun tersebut telah mampu

menghantarkan Angka Partisipasi (Murni) Sekolah. Dalam rangka memperluas

kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah melalui PP

No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar

Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain:

(1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan

anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) pendidikan untuk semua (educational

for all).

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diharapkan mampu

mengantarkan manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi Pendidikan Dasar,

sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Pendidikan Dasar yang dimaksudkan,

mengacu pada kompetensi yang termuat dalam Pasal 13 UU No. 2/1989 yaitu

kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk

hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi

(pendidikan menengah).

Di samping itu, menurut May, wajib belajar 9 tahun juga bertujuan merangsang

aspirasi pendidikan orang tua dan anak yang pada gilirannya diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas kerja penduduk secara nasional. Untuk itu, target

63

penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-mata untuk mencapai target

angka partisipasi sesuai dengan target yang ditentukan namun perhatian yang

sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar dan

pelaksanaan pendidikan yang efektif.

Selain itu, Pada tataran pelaksanaan dan ketuntasan, program wajib belajar juga

mampu mengurangi angka kemiskinan. Melalui pendidik ini pula, bangsa

Indonesia mampu mencapai cita-citanya, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi

seluruh rakyat Indonesia. “Pendidikan adalah kekuatan”, maka Bangsa Indonesia

akan segera terbebas dari kebodohan dan kemiskinan serta menjadi bangsa yang

unggul pada kompetisi global.Sisi pelaksanaan wajib belajar baik 6 tahun maupun

9 tahun secara umum bertujuan untuk: 1) memberikan kesempatan setiap warga

negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat, 2) setiap warga negara

dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan

mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, 3) setiap warga

negara mampu berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara, dan 4) memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan

ke tingkat yang lebih tinggi.

2.6.3 Prestasi Belajar

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam

mempelroleh prestasi. Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena

adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Prestasi belajar merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi

merupakan hasil dari proses belajar.

64

Menurut Winkel (http://sunar tambs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian

prestasi belajar) manyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti

keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan

belajar sesuai dengan bobot yang dicapai. Berdasarkan beberapa definisi prestasi

belajar siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang

diperoleh dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar seseorang siswa sesuai

dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang

dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami

proses pembelajaran.

Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya faktor

yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) dab faktor dari luar siswa (faktor

ekstern) yang diantaranya sebagai berikut.

1. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri,

adapun yang dapat digolongkan kedalam faktor intern yaitu sebagai

berikut.

a. Kecerdasan / Intelegensi

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapkan. Kemampuan ini

sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu

menunjukan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.

65

b. Minat

Minat adalah kecenderungan yang tepat untuk memperhatikan dan

mengenai beberapa kegiatan.

c. Motivasi

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena dalam hal

tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk

melakukan belajar.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar yang sifatnya diluar diri siswa yaitu beberapa pengalaman-

pengalaman, keadaan keluarga dan lingkungan.

2.7 Peran Program PKH Dalam Mensukseskan Wajib Belajar 9 Tahun

Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam perspektif

pembangunan ini betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan

kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial.

Sebagai suatu strategi pembangunan pemberdayaan dapat diartikan sebagai

kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan

menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk

mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang

dimiliki dengan menstransfer daya dari lingkungannya. (Payne,1997:266)

Sementara itu Ife (1995: 182 dalam buku “community development creating

community alternatives-vision, analysis and practice”)memberikan batasan

pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber,

66

kesempatan, pengetahuan, dan keterampilanuntuk meningkatkan kemampuan

mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan

mempengaruhi kehidupankomunitas mereka.

Selain itu, Sutrisno (2000:185) menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan,

masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiridana pembangunan baik

yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus

aktif berpartisipasi dalam prosespemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan

pembangunan. Perbedaannya dengan pembangunan partisipatif adalah

keterlibatan kelompokmasyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, dan

pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.

Meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu

dengan yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakanbahwa pemberdayaan

adalah sebagai upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau melakukan

pembaruan pada suatu komunitas ataumasyarakat dari kondisi ketidakberdayaan

menjadi berdaya dengan menitikberatkan pada pembinaan potensi dan

kemandirian masyarakat.Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah

untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian

tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang

mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat tersebut adalah suatu kondisi

yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan,

memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai

pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya

kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif,

67

dengan mengarahkan sumberdaya yang dimiliki oleh lingkungan internal

masyarakat tersebut.

Salah satu kebijakan pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat

miskin untuk mengangkat taraf kehidupan yang lebih baik yaitu salah satunya

melalui program PKH yang memiliki peran yang sangat strategis dimana tidak

dipungkiri masalah kemiskinan yang melanda diberbagi daerah Di Indonesia

dilatar belakangi oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dimana

sebagian besar masyarakat yang kurang sejahtera (miskin) di latar belakangi oleh

tinggkat pendidikan yang rendah dan tingkat kesehatan yang buruk. Tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh penting bagi

kehidupan manusia dengan memiliki tingkat pendidikan atau jenjang yang

ditentukan oleh lapangan pekerjaan akan membantu masyarakat akan terserap

oleh lapangan pekerjaan atau dunia lapangan pekerjaan. Ketika anggota

masyarakat banyak terserap oleh lapangan pekerjaan maka akan membantu

membangun taraf kehidupan masyarakat untuk lebih baik.

Sedangkan, ketika di dalam masyarakat banyak masyarakat yang memiliki atau

hanya menggapai pendidikan yang rendah dan kurang memiliki keahlian (potensi)

yang kurang memadai yang dibutuhkan dunia lapangan pekerjaan maka akan

menimbulkan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat ketika anggota

masyarakat banyak tidak terserap oleh lapangan pekerjaan. Ketidakterserapan

masyarakat akan dunia lapangan pekerjaan akan menimbulkan berbagi masalah

dalam kehidupan masyarakat seperti pengangguran, berdiri pemukiman kumuh,

tingkat kriminalitas semakin meningkat, pekerja anak, dan lain sebagainya.

68

Dengan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat, pemerintah

berupaya menangulangi masalah kemiskinan maka salah satu program pemerintah

yaitu dengan melalui PKH.

PKH merupakan suatu program penanggulangan masalah kemiskinan. PKH pada

dasarnya bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH

berasa dibawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK),

baik di pusat maupun daerah. PKH merupakan program lintas kementrian dan

lembaga,karena faktor utamanya adalah dari badan perencanaan pembangunan

nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan

Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan informatika dan

badan pusat statistik.

PKH sebenarnya telah dilaksanakan diberbagai negara. Khususnya negara-negara

Amerika Latin dengan nama program yang bervariasi. Namun secara konseptual,

istilah aslinya adalah Conditional Cash Transfers (CCT) yang diterjemahkan

menjadi bantuan tunai bersyarat. Program ini “bukan” dimaksudkan sebagai

kelanjutan dari program subsidi langsung tunai (SLT) yang diberikan dalam

rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat

pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada

upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.

PKH adalah salah salah satu program yang memeberikan bantuan tunai kepada

Keluarga Sangat Miskin (KSM) jika mereka memenuhi persyaratan yang

berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan

kesehatan seperti memiliki anggota keluarga yang terdiri dari 0-15 tahun dan ibu

69

hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih. Ketika di dalam keluarga sangat

miskin memiliki komponen persyaratan yang ditentukan maka Keluarga Sangat

Miskin (KSM) akan mendapatkan bantuan, serta calon penerima terpilih harus

menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan maka

mereka akan menjalankan komitmennya sebagai peserta dengan cara

menyekolahkan anaknya 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum

selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar. Membawa anak usia 0-6 tahun

kefasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak.

Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan

cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para

peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika

terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan

pemotongan maupun akan diberhentikan pemeberian bantuan. besaran bantuan

tunai para peserta PKH bervariasi jumlah anggaran yang diperhitungkan dalam

penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan dan pendidikan.

Dengan diberlakukan sistem pemotongan atau pemberhentian bantuan yang

diberikan oleh pemerintah ketika para peserta KSM tidak melaksanakan

komitmennya atau kewajibannya dalam bidang pendidikan membuat para peserta

PKH tergerak bagaimana mematuhi peraturan-peratuan yang sudah ditentukan

oleh program PKH akan tidak dikenakan pemotongan dan lain-lain. Dengan

kondisi seperti dapat mendorong perubahan paradigma atau pola pikir masyarakat

miskin secara perlahan-lahan akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya

70

2.8 Kerangka Berfikir

Evaluasi program PKH pada Siswa SMP Budi Utomo Karya Mulya Sari

Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung selatan. Adapun kerangka berfikir

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Kerangka berfikir evaluasi program PKH pada siswa SMP budiUtomo Karya Mulya Sari Kecamatan Candipuro

Kemiskinan merupakan suatu permasalahan pembangunan yang terjadi di

berbagai negara, khususnya negara-negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia dan negara-negara terbelakang. Kondisi kemiskinan pada dasarnya

merupakan suatu fenomena multidimensi, karena dipengaruhi oleh oleh beragam

faktor. Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah untuk menanggulangi

masalah kemiskinan, namun hingga saat ini hasilnya belum sesuai dengan

KEMISKINAN

KESEHATAN

PKH

PENDIDIKAN

MENSUKSESKAN WAJIB

BELAJAR 9 TAHUN

TAHUN(SEMBILAN) TAHU

71

harapan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, tempat berlindung,

pendidikan, dan kesehatan.

Menurut Djojohadikusumo (1994:25) kemiskinan muncul sebagai akibat

kesenjangan yang mengandung dimensi ekonomi sosiologis dan berdimensi

ekonomi regional. Kemiskinan ini terjadi sebagai akibat adanya ketimpangan

kekuatan yang sangat mencolok diantara golongan-golongan pelaku ekonomi,

dimana pengusaha besar cenderung mengandalkan kekuatan sumber dayanya

untuk merebut suatu kedudukan di pasar barang dan jasa. Selain dari dimensi

geografis, sebuah rumah tangga miskin diwilayah yang mendukung dapat

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk keluar dari kemiskinan, sementara

rumah tangga miskin yang berada pada wilayah yang tidak mendukung,

cenderung menjadi stagnan dan bahkan menjadi sangat miskin.

Selain itu terdapat banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yang

diantaranya yaitu, pendidikan yang terlampau rendah, malas bekerja, keterbatasan

Sumber Daya Alam (SDA), keterbatasan lapangan pekerjaan, keterbatasan modal,

beban keluarga yang tinggi sehinga menyebabkan rumah tangga tersebut tidak

mampu memenuhi kebutuhan kehidupannya yang sesuai. Terdapat beberapa

starategi yang diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengentaskan

masalah kemiskinan. Strategi yang digunakan oleh pemerintah untuk

mengentaskan kemiskinan salah satunya sesuai dengan pendapat Suyono

(2003:96-98) dimana upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku

pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama

72

diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang

masih bersekolah, baik di pendidikan Sekolah Dasar (SD/MI), menengah maupun

mereka yang berhasil meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Anak-anak dari Keluarga Sangat Miskin (KSM) yang bersekolah harus dijadikan

sasaran bersama untuk dibantu diberdayakan dengan gigih karena kemungkinan

besar dengan membantu pemberdayaan mereka melalui pendidikan yang cukup

bisa dicegah tumbuhnya atau bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya tersebut

sekaligus merupakan upaya untuk memotong rantai kemiskinan yang terjadi

secara alamiah karena anak keluarga miskin yang tidak bersekolah hampir pasti

mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan nilai tambah yang rendah. Upaya

pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dengan kaitan peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan yaitu melalui Program PKH.

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program yang memberikan

bantuan tunai kepada rumah tangga miskin (KSM) yang memenuhi kriteria

persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM) yaitu melalui program pendidikan dan kesehatan. Selain itu, dalam

menanggulangi masalah kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah melalui

program PKH terdapat beberapa kriteria yang diajukan kepada masyarakat miskin

untuk berhak mendapatkan bantuan yang diantaranya memiliki anggota keluarga

yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun yang masih menempuh pendidikan baik

tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun anak

yang tergolong usia tersebut yang belum menempuh pendidikan. Selain itu, ibu

hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih.

73

Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan banyak manfaat terutama pada

Rumah Tangga Sangat Miskin. Manfaat tersebut yaitu.

1. Merubah perilaku keluarga sangat miskin untuk memberikan perhatian yang

besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya.

2. Untuk jangka pendek memberikan income effect kepada rumah tangga miskin

melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga sangat miskin.

3. Untuk jangka panjang dapat memutus ratai kemiskinan antar generasi melalui.

a. Peningkatan kualitas kesehatan /nutrisi, pendidikan dan kapasitas

pendapatan anak dimasa depan (price effect anak keluarga sangat miskin).

b. Memberikan kepastian kepada seorang anak akan masa depannya

(insurance effect).

4. Mengurangi pekerja anak.

5. Mempercepat pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan,

peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, dan

peningkatan kesetaraan gender).

Sedangkan Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat

miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target

MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas.

1. Meningkatkan kemampuan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk

mengakses/memanfaatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan.

2. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak dibawah 6

tahun dari RTSM. Melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan

74

kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan dan bukan pengobatan). Agar

terjadi pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan

kematian ibu melahirkan.

3. Meningkatkan angka partispasi pendidikan anak - anak (usia wajib belajar

SD/SMP) KSM dan upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga

yang sangat miskin.

4. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi KSM

5. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan.

Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan

cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para

peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika

terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan

pemotongan maupun akan diberhentikan pemeberian bantuan. Dengan

diberlakukannya persyaratan-persyaratan tersebut diharapkan dapat mengubah

pola pikir keluarga miskin tersebut akan pentingnya pendidikan bagi anaknya

yang diharapkan menjadi agen perubahan yang lebih baik atau mampu

memberantas kemiskinan.

Untuk meningkatkan kualitas SDM para siswa merupakan tanggung jawab

bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak

boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanya merupakan tanggung jawab

sekolah. Orang tua merupakan lembaga pertama dalam kehidupan seorang anak,

tempat belajar segala sesuatu cara menyatakan diri sebagai mahluk sosial.

Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan kepribadian seseorang.

75

Dalam keluarga umumnya anak dan orang tua memiliki hubungan interaksi yang

intim disebabkan sebagian besar aktivitas anak banyak dihabiskan dilingkungan

keluarga.

Dengan adanya program PKH ini mendorong orang tua yang berada dalam taraf

ekonomi bawah dituntuk berperan aktif (berpartisipasi) dalam membantu dalam

mensukseskan wajib belajar bagi anaknya minimal sembilan tahun ketika

orang tua tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi berupa

pemotongan atau pemberhentiaan keanggotaan di PKH. Orang tua yang

mendapatkan bantuan diharapkan mampu mengalokasikan dana bantuan tersebut

untuk memenuhi kebutuhan penunjang belajar bagi anaknya seperti membelikan

pakaian seragam, sepatu yang sesuai dengan tata tertib, membelikan alat tulis dan

buku belajar bagi anaknya untuk penunjang proses belajar. Selain itu orang tua

dengan adanya program PKH memiliki kewajiban untuk mendorong,

memonitoring dan control pendidikan anaknya baik dilingkungan sekolah maupun

diluar lingkungan sekolah seperti orang tua memberikan perhatian kemajuan

pendidikan angaknya dengan cara mengcontrol nilai-nilai yang diperoleh siswa

dalam proses belajar disekolah.

Selain itu, orang selalu memberikan motivasi bagi anaknya untuk rajin dalam

belajar dengan memberikan arahan atau masukan kepada anaknya ketika anak

mulai kurang bersemangat sekolah, anak jarang masuk sekolah dan orang tua

meluangkan waktunya membantu anaknya mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan guru. Selain sikap aspirasi orang tua berupa pengawasan dan motivasi

bentuk wujud kepedulian orang tua akan pendidikan bagi anaknya diwujudkan

76

dengan orang tua menciptakan kondisi belajar yang kondusif bagi anak untuk

belajar seperti orang tua mematikan televisi ketika anak sedang belajar dan

memberikan lampu pencahayaan yang terang untuk mempermudah bagi seorang

anak belajar. Dengan diberlakukannya peraturan-peraturan tegas yang diberikan

dari Program Keluarga Harapan (PKH) kepada Keluarga Sangat Miskin

diharapkan dapat membantu kemajuan proses belajar seorang anak disekolahan

yang diharapkan seorang yang berasal dari keluarga kurang mampu dapat sukses

menempuh pendidikan minimal 9 tahun.

2.9 Penelitian yang relevan

Berikut ini terdapat beberapa referensi penelitian yang relevan dengan kajian yang

dilakukan oleh seorang peneliti mengenai evaluasi Program Keluarga Harapan

pada siswa di SMP Budi Utomo Karya Mulya Sari Kecamatan Candipuro.

Adapun penelitian yang relevan sebagai penunjang dalam penelitian ini

diantaranya sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kadir Karding seorang mahasiswa

Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro

Semarang tahun 2008 yang mengakaji tentang evaluasi pelaksanaan program

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri di Kota Semarang. Program BOS dilatarbelakangi oleh kenaikan

harga BBM yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat yang

berdampak negatif terhadap akses masyarakat miskin terhadap pendidikan

dasar sembilan tahun. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional mengamanatkan bahwa “setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pemerintah

77

wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya

pendidikan yang bermutu bagi warga negara tanpadiskriminasi. Dalam

evaluasi program BOS ini dimaksudkan untuk menegtahui seberapa besar

cakupan dana BOS dalam rangka meningkatkan akses pendidikan. Metode

evaluasi diskriptif kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Hasil

evaluasi telah mengungkapkan bahwa pelaksanaan BOS tahun 2008 di SMP

Negeri di Kota Semarang berjalan dengan baik meskipun masih terdapat

beberapa kendala misalnya dana BOS belum mampu menjangkau semua

siswa miskin atau kurang mampu dan pencairan dana BOS sering terlambat

sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah mahasiswa program pascasarjana

magister teknologi pendidikan Universitas Lampung tahun 2013 dengan

penelitian tentang evaluasi pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi

di SMPN 2 Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis : (1) kondisi lingkungan pembelajaran TIK, (2) sarana

dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan proses pembelajaran TIK,

(3) proses pembelajaran TIK yang dilakukan, dan (4) pencapain hasil belajar

TIK siswa di SMPN 2 Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. Jenis

penelitian ini adalah evaluasi dan metode evaluasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model Contexs, Input, Process, Product (CIPP). Hasil

evaluasi dalam penelitian mengenai pembelajaran TIK di SMP Negeri 2

Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan berhasil dengan baik dengan

perolehan persentase sebesar 70,88%. Sedangkan secara khusus dapat

disimpulkan hal-hal berikut (1) evaluasi pada komponen Context sebesar

78

58,62% dengan kategori cukup, (2) evaluasi pada komponen input sebesar

78,47% dengan kategori baik, (3) evaluasi pada komponen process sebesar

76,43% dengan kategori baik, dan (4) evaluasi pada komponen product

sebesar 70,00% dengan kategori baik.

3. Penelitian Wijaya Kusuma mahasiswa magister Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjung Pura Pontianak tentang

“implementasi kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun

pada pondok pesantren Salafiyah di Kabupaten Kubu Raya. Penilitian ini

mendeskripsikan implementasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

implementasi kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pelaksanaanprogram wajib belajar

pendidikan dasar pada pondok Salafiyah belum berjalan sesuai harapan.

Dengan kondisi tersebut perlu diberikan pendidikan dan pelatihan berupa

bimbingan dalam mensukseskan wajib belajar 9 tahun.