Upload
ngoanh
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi (Oryza sativa)
Padi adalah tanaman pangan berupa rumput berumpun, yang digunakan
sebagai sumber makanan pokok masyarakat Asia. Terdapat 25 spesies Oryza, dan
yang paling dikenal adalah Oryza sativa dengan dua sub spesies yaitu Indica (padi
bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua
tipe yaitu padi yang ditanam di dataran tinggi atau disebut gogo serta padi yang
ditanam di dataran rendah yang memerlukan penggenangan (Prihatman, 2000).
Gambar 1. Tanaman padi (Sumber: from. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi. 2014).
Gabah adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya
dengan cara perontokkan, pengeringan, dan pembersihan. Sesuai dengan
penanganan pasca panennya, gabah dibedakan menjadi gabah kering panen dan
gabah kering giling. Gabah Kering Panen (GKP) adalah hasil tanaman padi yang
telah dilepas dari tangkainya yang memiliki kadar air maksimum 25%, butir
hampa/kotoran maksimum 10%, butir kuning/rusak maksimum 3%, butir
hijau/mengapur maksimum 10% dan butir merah maksimum 3%. Gabah Kering
Giling (GKG) adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya dan
Kingdom: Plantae
Division: Spermatophyta
Subdivision: Angiospermae
Class: Monocotyledoneae
Family: Gramineae
Genus: Oryza
Spesies: Oryza sativa L.
8
mengalami proses pengeringan sehingga kadar airnya menjadi 14%, dengan butir
hampa/kotoran maksimum 3%, butir kuning/rusak maksimum 3%, butir
hijau/mengapur maksimum 5%, dan butir merah maksimum 3%. Sedangkan beras
adalah hasil utama dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi yang
seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah
dipisahkan (Anonim, 2010).
Pertumbuhan tanaman padi dapat dibagi dalam tiga fase: (1) fase
vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2)
fase reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) fase pematangan
(pembungaan sampai gabah matang). Lama fase pertumbuhan tanaman padi
berkisar antara 110 sampai 130 hari tergantung dari jenis dan varietas padi.
Perbedaan pertumbuhan tanaman padi sangat terlihat pada fase vegetatif,
sedangkan fase reproduktif dan fase pematangan relatif sama (Makarim dan
Suhartatik, 2009). Tanaman padi memiliki beberapa bagian utama diantaranya;
gabah, akar, daun, batang, bunga, dan malai. Gabah sendiri merupakan bagian
terpenting yang diharapkan dari tanaman padi. Mengingat gabah terdiri atas biji
yang terbungkus oleh sekam, yang mana biji tersebut adalah beras.
Penentuan waktu panen merupakan tahap awal dan tahap yang paling
penting, karena pemanenan padi harus dilakukan pada waktu yang tepat.
Ketidaktepatan dalam penentuan waktu panen dapat mengakibatkan kehilangan
hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan waktu panen
dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
1) Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada
hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen
9
optimal padi dicapai apabila 90% sampai 95% butir gabah pada malai padi
sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada
kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga
menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
2) Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan
mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas
padi, umur panen padi yang tepat adalah 33 sampai 36 hari setelah berbunga
merata atau antara 110 sampai 130 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar
air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23%
pada musim kemarau, dan 24-26% pada musim hujan (Pirhatam, 2000).
Hasil produksi gabah tertinggi akan dapat dicapai hanya pada kondisi iklim
terbaik, dan tanpa adanya faktor pembatas lingkungan sehingga tanaman
memperoleh segala hal yang dibutuhkannya. Hasil penelitian menunjukkan untuk
daerah tropis hasil panen padi adalah 10-11 ton/hektar, sedangkan di daerah
subtropis, seperti Cina, Australia, dan California berkisar antara 13-15 ton/hektar.
Berdasarkan penelitian Makarim dan Suhartatik (2009), di Indonesia memiliki
potensi hasil padi yang beragam antara 5-11 ton/hektar. Menurut Badan Pusat
Statistik, rata-rata hasil panen padi di Bali dari tahun 2009 sampai 2013 adalah 5-
8 ton/hektar. Tingginya potensi hasil padi di daerah subtropis dibandingkan
daerah tropis disebabkan oleh lebih rendahnya suhu udara di daerah subtropis,
sehingga fase pertumbuhan tanaman padi terutama fase pengisian gabah akan
menjadi lebih lama (Makarim dan Suhartatik, 2009).
10
2.2 Pengolahan Citra (Image Processing)
Image Processing merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang
banyak melibatkan persepsi visual, dengan ciri utama yaitu data masukan dan
informasi keluaran dalam bentuk citra. Istilah image processing didefinisikan
secara umum sebagai pengolahan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam
definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua
dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang
diwakili oleh bit-bit tertentu (Pramu, 2009).
Image Processing atau pengolahan citra adalah kegiatan memperbaiki
kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Hasil
dari pengolahan citra adalah kualitas citra yang lebih baik dari citra masukan
(Astuti, 2010). Umumnya operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada
citra apabila:
1. perbaikan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau menonjolkan
beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra,
2. elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan atau diukur,
3. sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra lain.
Operasi pengolahan citra dilakukan sesuai dengan kebutuhan, yang dapat
dibedakan menjadi enam, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement), adalah menonjolkan
ciri-ciri khusus dalam citra, dengan memanipulasi parameter citra.
2. Restorasi Citra (Image Restoration), bertujuan untuk menghilangkan
cacat pada citra. Misalnya untuk menghilangkan kesamaran dan derau.
11
3. Kompresi Citra (Image Compression), bertujuan untuk membuat citra
menjadi lebih kompak sehingga memerlukan memori penyimpanan
yang lebih sedikit.
4. Segmentasi Citra (Image Segmentation), adalah proses pengolahan citra
yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang ada dalam citra
dengan memisahkan wilayah (region) objek dengan wilayah latar
belakang agar objek mudah dianalisis.
5. Analisis Citra (Image Analysis) bertujuan untuk menghitung besaran
kuantitif dari citra untuk selanjutnya dideskripsikan. Analisis citra
dilakukan dengan mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu
dalam identifikasi objek.
6. Rekonstruksi Citra (Image Reconstruction) bertujuan untuk membentuk
ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi (Siahaan, 2009).
2.3 Citra Digital
Citra atau image adalah representasi optis dari sebuah obyek yang
disinari oleh sebuah sumber radiasi (Muhtadan dan Harsono, 2008). Citra dapat
terlihat akibat adanya berkas-berkas cahaya yang dipantulkan oleh benda di
sekitarnya. Sehingga fungsi intensitas cahaya adalah untuk menerangi objek dan
selanjutnya dipantulkan kembali sehingga dapat terlihat oleh mata (Wijaya dan
Prijono, 2007).
Arymurthy dan Suryani, (1997) menyatakan bahwa citra merupakan
sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna. Umumnya citra
dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal
dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Titik-titik tersebut
12
menggambarkan posisi koordinat dan menunjukan warna citra. Warna citra
diperoleh melalui penjumlahan nilai red, green, blue (RGB).
Citra digital (digital image) adalah gambar pada bidang dua dimensi
yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi dan kontinus menjadi gambar
diskrit. Citra yang memiliki fungsi diskrit inilah yang dapat diolah oleh komputer.
Citra digital juga dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f (x,y), dimana x
dan y adalah koordinat spasial dan nilai f (x,y) adalah intensitas citra pada
koordinat tersebut, hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2 (Gonzalez, 2009).
Gambar 2. Koordinat citra digital (Sumber: Gonzales.C.R , Digital Image
Processing Second Edition, 2009).
Secara matematis citra digital juga dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai
berikut:
( ) (
( ) ( )
( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ))
Citra digital memiliki beberapa karakteristik, diantaranya ukuran citra,
resolusi, dan format penyimpanan. Citra digital memiliki ukuran panjang dan
lebar tertentu, serta dapat dinyatakan dalam banyaknya titik atau pixel (picture
elemen/pixel). Resolusi merupakan ukuran atau banyaknya titik untuk setiap
13
satuan panjang, dengan satuan yang umum digunakan adalah dpi (dot per inch).
Semakin besar resolusi, maka semakin banyak titik yang terkandung dalam citra
tersebut, sehingga penampakan citra menjadi semakin halus (Gonzalez, 2009).
Berdasarkan format penyimpanan warnanya, citra dapat dibedakan
menjadi citra biner, citra skala keabuan (grayscale), dan citra warna.
Gambar 3. Citra biner (a), Citra skala keabuan (grayscale) (b), Citra warna (c).
2.3.1 Citra Biner
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan
nilai pixel yaitu: bernilai 0 (warna hitam) dan 1 (warna putih) seperti pada
Gambar 3a. Sehingga pixel-pixel objek akan bernilai 1 atau berwarna putih dan
pixel-pixel latar belakang bernilai 0 atau berwarna hitam (Noor, 2011). Citra
biner juga disebut sebagai citra B & W (black and white) atau citra monokrom.
Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Citra
biner seringkali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi,
pengambangan (thresholding), ataupun operasi morphologi (Putra, 2010).
2.3.2 Citra Skala Keabuan (Grayscale)
Citra grayscale merupakan citra digital yang setiap pixelnya mempunyai
kemungkinan warna antara hitam (minimal) dan putih (maksimal) seperti pada
(a) (b) (c)
14
Gambar 3b. Citra yang ditampilkan dapat bervariasi pada warna hitam pada
bagian dengan intensitas lemah dan warna putih pada intensitas kuat. Untuk
melakukan perubahan citra full color (RGB) menjadi citra grayscale, konversi
dapat dilakukan dengan:
( )
Dimana :
R : Unsur warna merah
G : Unsur warna hijau
B : Unsur warna biru
Nilai yang dihasilkan dari persamaan di atas akan diinput ke masing-masing
unsur warna dasar dari citra grayscale (Noor, 2011).
2.3.3 Citra Warna
Citra warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli seperti model
RGB (Red, Green, Blue), model CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black),
YCbCr (Luminasie, dan dua komponen kombinasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue,
Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna yang umum
dan banyak digunakan. Warna RGB adalah model warna aditif yang dibentuk
dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna (Noor, 2011) seperti
pada Gambar 3c. Indeks model warna RGB dapat diketahui dengan rumus:
a. Indeks Warna Merah (Ired) :
b. Indeks Warna Hijau (Igreen) :
c. Indeks Warna Biru (Iblue) :
15
Dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan nilai
intensitas warna merah, hijau, dan biru (Arymurthy dan Suryani, 1997). Citra
warna dapat digolongkan kembali menjadi tiga bagian, diantaranya terdapat citra
warna 8 bit, 16 bit, dan 24 bit.
a. Citra Warna (8 Bit)
Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan
jumlah maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna.
b. Citra Warna (16 bit)
Citra warna 16 bit (biasanya disebut sebagai citra highcolor) dengan
setiap pixelnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit
memiliki 65.536 warna, dalam formasi bitnya nilai merah dan biru
mengambil tempat di 5 bit di kanan dan kiri. Komponen hijau memiliki 5 bit
ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen hijau dengan deret 6 bit
dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif terhadap warna hijau.
c. Citra Warna (24 bit)
Setiap pixel dari citra warna 24 bit memiliki 16.777.216 variasi warna.
Banyaknya jumlah variasi tersebut cukup untuk memvisualisasikan seluruh
warna yang dapat dilihat dengan penglihatan manusia. Penglihatan manusia
dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta wana saja. Setiap poin
informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. Delapan bit pertama
menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengnan nilai hijau pada 8 bit kedua
dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah (Putra, 2010).
16
2.4 Thresholding
Thresholding merupakan teknik sederhana dan efektif untuk melakukan
proses segmentasi pada citra digital. Proses thresholding sering disebut dengan
proses binerisasi. Setiap pixel dalam citra digital dipetakan menjadi dua nilai
yaitu, satu (1) atau nol (0) (Hietania dkk., 2013). Thresholding dilakukan dengan
mempertegas citra, dan mengubah citra yang memiliki derajat keabuan 255 (8 bit),
menjadi hanya dua warna, yaitu hitam dan putih.
Hal yang perlu diperhatikan pada proses thresholding adalah memilih
sebuah nilai threshold (T) dimana pixel yang bernilai di bawah nilai thresholding
diset menjadi hitam dan pixel yang bernilai di atas nilai thresholding diset
menjadi putih. Setiap pixel di dalam citra dipetakan ke dua nilai, 1 atau 0 dengan
fungsi pengambangan:
( ) { ( )
( ) }
yang dalam hal ini, f(x,y) adalah citra hitam-putih, g(x,y) adalah citra biner, dan T
adalah nilai ambang yang dispesifikasikan.
Nilai T dihitung secara otomatis berdasarkan citra masukan, dengan
analisis diskriminan, yaitu menentukan satu variabel yang dapat membedakan
antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Sehingga nilai T yang
diperoleh dapat digunakan untuk memisahkan objek dengan latar belakangnya
(Munir, 2004).
17
2.5 Morphologi Citra Digital
Kata morphologi (morphology) secara sederhana dapat diartikan sebagai
bentuk dan struktur suatu objek. Operasi morphologi menggunakan dua input
himpunan yaitu satu citra (umumnya citra biner) dan satu karnel. Khusus dalam
morphologi, istilah karnel biasa disebut dengan structuring elements (SE) (elemen
pembentuk struktur). Adapun beberapa bentuk structuring elements (SE) yang
umum digunakan dalam operasi morphologi citra digital seperti pada Gambar 4.
Arbitrary
SE = strel(„arbitrary‟, NHOOD)
Octagon
SE = strel('octagon',R)
Rectangle
SE = strel('rectangle',MN)
Diamond
SE = strel('diamond',R)
Pair
SE = strel('pair',OFFSET)
Square
SE = strel('square',W)
Line
SE = strel('line',LEN,DEG)
Disk
SE = strel('disk',R,N)
Priodicline
SE = strel('periodicline',P,V)
Gambar 4. Bentuk-bentuk structuring elements (Sumber: Prasetyo, 2011)
18
SE merupakan suatu matrik dan pada umumnya berukuran kecil, serta memiliki
bentuk-bentuk yang berbeda. Bentuk structuring elements sangat beragam dan
penggunaanya disesuaikan dengan kebutuhan (Anwarningsih dkk., 2010).
Morphologi dalam dunia pengolahan citra digital diartikan sebagai
sebuah cara untuk mendeskripsikan ataupun menganalisa bentuk dari objek citra
digital. Terdapat dua operasi dasar morphologi yaitu dilasi dan erosi. Kedua
operasi dasar tersebut menjadi basis utama untuk membuat berbagai operasi
morphologi lainnya yang sangat berguna dalam pengolahan citra digital,
diantaranya seperti opening dan closing (Putra, 2010).
2.5.1 Dilasi
Proses dilasi dilakukan dengan membandingkan setiap pixel citra input
dengan nilai pusat SE (Structuring Elemets) dengan melapiskan SE pada citra
sehingga pusat SE tepat dengan posisi pixel citra yang diproses. Efek dari dilasi
terhadap citra biner adalah memperbesar batas objek yang ada sehingga objek
terlihat semakin besar dan lubang-lubang yang terdapat di tengah objek akan
mengecil seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses dilasi citra biner
Jika paling sedikit ada 1 pixel pada SE sama dengan nilai pixel objek
(foreground) citra, maka pixel input diset nilainya dengan nilai pixel foreground,
dan bila semua pixel yang berhubungan adalah background maka input pixel
19
diberi nilai pixel background. Semakin besar ukuran SE maka semakin besar
perubahan yang terjadi (Putra, 2010).
2.5.2 Erosi
Proses erosi merupakan kebalikan dari proses dilasi. Jika dalam proses
dilasi menghasilkan objek yang lebih luas maka dalam proses erosi akan
menghasilkan objek yang menyempit (mengecil) (Putra, 2010). Lubang pada
objek juga akan tampak membesar seiring menyempit-nya batas objek tersebut
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses erosi citra biner
2.5.3 Opening
Operasi opening sangat berguna dalam menghilangkan objek-objek kecil
yang terdapat dalam citra, namun operasi ini memiliki kelemahan yakni terjadi
penurunan ukuran objek yang lainnya. Untuk mengatasi hal ini kita dapat
melakukan operasi erosi dan kemudian operasi dilasi menggunakan SE yang
sama. Kombinasi tersebut dinamakan operasi opening (Putra, 2010).
2.5.4 Closing
Sama seperti opening, operasi Closing merupakan penggabungan antara
operasi erosi dan dilasi. Hanya saja operasi dilasi dilakukan terlebih dahulu,
kemudian diikuti dengan operasi erosi. Hasil operasi Closing hampir sama
20
seperti operasi dilasi yakni memperbesar batas luar dari objek dan menutup
lubang kecil yang terletak di tengah objek, namun hasil operasi Closing tidak
sebesar hasil dilasi (Putra, 2010).
2.6 Computer Vision
Terminologi lain yang berkaitan erat dengan pengolahan citra digital
adalah computer vision atau machine computer. Computer vision pada hakikatnya
mencoba meniru cara kerja dari sistem visual manusia (Human Vision). Human
vision sesungguhnya adalah sebuah sistem yang sangat kompleks, manusia dapat
melihat obyek dengan indera penglihatan (mata) lalu objek citra diteruskan ke
otak untuk diinterpretasi sehingga manusia mengerti objek apa yang tampak
dalam pandangan matanya. Hasil interpretasi ini selanjutnya digunakan untuk
mengambil suatu keputusan terkait tindakan yang akan dilakukan manusia.
Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan
sejumlah persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra, klasifikasi,
pengenalan (recognition), dan membuat keputusan. Computer vision terdiri dari
teknik-teknik untuk mengestimasi ciri-ciri objek dalam citra, pengukuran ciri yang
berkaitan dengan geometri objek, dan menginterpretasi informasi geometri
tersebut. Secara ringkas dapat digambarkan dengan persamaan berikut:
Vision = Geometry + Measurement + Interpretation
Proses-proses dalam computer vision dibagi dalam tiga aktivitas :
1. Memperoleh atau mengakuisisi citra digital.
2. Melakukan teknik komputasi untuk memproses atau memodifikasi data
citra (operasi-operasi pengolahan citra).
21
3. Menganalisis dan menginterpretasi citra menggunakan hasil
pemrosesan untuk tujuan tertentu, misalnya memandu robot,
mengontrol peralatan, memantau manufaktur dan lain-lain.
Pengolahan citra merupakan proses awal (pre-processing) pada computer vision,
sedangkan pengenalan pola merupakan proses untuk menginterpretasi citra.
Teknik-teknik di dalam pengenalan pola memainkan peranan penting dalam
computer vision untuk mengenali objek (Nahla, 2000). Citra digital mengandung
sejumlah elemen dasar yang dapat dieksploitasi lebih lanjut dalam computer
vision, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kecerahan adalah intensitas cahaya. Kecerahan pada sebuah titik (pixel)
dalam citra bukanlah intensitas yang sebenarnya, melainkan intensitas
rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.
2. Kontras menyatakan terang (lightness) dan gelap (darkness) dari citra.
3. Kontur (countour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan
intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga, sehingga tepi (edge) objek
dapat dideteksi.
4. Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia
terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek.
Kombinasi warna yang memiliki rentang warna yang paling lebar
adalah red, green, dan blue.
5. Bentuk (Shape) adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi,
sehingga bentuk merupakan properti intrinsik dalam sistem visual.
6. Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di
dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga (Munir, 2004).
22
2.7 Matlab (Matrix Laboratory)
Matlab adalah sebuah bahasa pemprograman dengan cara kerja tinggi (high
performance) untuk teknik komputasi, mengintegrasikan komputasi, visualisasi,
dan pemrograman. Matlab dikembangkan oleh MathWorks, yang awalnya dibuat
untuk memberikan kemudahan mengakses data matriks, selanjutnya menjadi
sebuah aplikasi untuk komputasi matriks hingga sekarang. Matlab banyak
digunakan dalam berbagai bidang meliputi: matematika dan komputasi,
pembentukan algoritma, akusisi data, pemodelan, simulasi, pembuatan prototype,
analisa data, explorasi, visualisasi, grafik keilmuan, bidang rekayasa, termasuk
pembuatan graphical user interface, pengembangan aplikasi (Wijaya dan Prijono,
2007). Matlab terdiri dari lima bagian utama, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Development Environment, merupakan sekumpulan perangkat dan
fasilitas yang digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi dan file-file
matlab. Termasuk di dalamnya adalah matlab desktop, command
window, command history, serta peralatan yang disediakan untuk
pengembangan, pengelolaan, proses debugging, dan pembuatan M-files.
2. Matlab Mathematical Function Library, merupakan sekumpulan
algoritma komputasi mulai dari fungsi-fungsi dasar seperti: sum, sin,
cos, dan aritmatika bilangan kompleks.
3. Matlab Language adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang
menggunakan matrix/array language. Hal ini memungkinkan untuk
melakukan pemrograman dalam lingkup sederhana dengan hasil yang
cepat, dan pemrograman dalam lingkup yang lebih besar dengan hasil-
hasil dan aplikasi yang komplek.
23
4. Graphics. MATLAB memiliki fasilitas untuk menampilkan vector dan
matrices sebagai suatu grafik. Di dalamnya menggunakan perintah-
perintah tingkat tinggi untuk visualisasi data dua dimensi atau tiga
dimensi, pengolahan citra, animasi, dan presentasi grafik.
5. Matlab Application Program Interface (API), merupakan suatu pustaka
untuk menuliskan progam dalam bahasa C dan Fortran yang
berinterakasi dengan matlab, termasuk fasilitas untuk memanggil
matlab sebagai sebuah computational engine, dan untuk membaca serta
menuliskan MAT-files (Santoso dkk., 2007).
2.8 Kajian Tentang Penggunaan Image Processing
Wahyunto dan Heryanto (2006), dalam penelitiannya yang berjudul
“Prediction on Low-Land Rice Productivity Using Satellite Remote Sensing
Analysis”, menjelaskan tentang pendugaan produktivitas padi menggunakan citra
satelit. Pengamatan dilakukan dengan citra satelit, dengan mengamati siklus
pemanfaatan lahan sawah untuk bercocok tanam padi. Padi mempunyai
karakteristik yang khas sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk
membedakan dari jenis tanaman lainnya. Pada awal pertumbuhan tanaman padi
(transplanting), areal sawah selalu digenangi air dan kenampakan yang dominan
adalah kenampakan air (fase air). Sejalan dengan pertumbuhannya kondisi lahan
sawah akan berubah didominasi oleh daun-daun padi. Pada saat puncak
pertumbuhan vegetatif terjadi tingkat kehijauan yang tinggi disebabkan oleh
tingginya kandungan klorofil. Setelah masa tersebut, tingkat kehijauan akan
menurun, timbul bunga-bunga padi sampai menguning. Fase pertumbuhan akan
diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan kosong selama jangka waktu
24
tertentu (tergantung pola tanamnya). Dengan mempelajari setiap perubahan
tersebut, yang kemudian dijadikan sebagai kunci interpretasi dalam mengenali
tanaman padi, perubahan-perubahan tersebut diamati dengan menggunakan citra
satelit. Tingkat kehijauan tanaman padi yang dapat diukur melalui analisis citra
satelit disebut dengan “Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)”.
Nilai NDVI antara –1 hingga +1, jika nilai (-) menunjukkan objek air atau lahan
bera atau basah, dan nilai (+) menunjukan objek vegetasi. Melalui analisis citra
satelit dapat diestimasi umur tanaman padi yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai dasar untuk memperkirakan waktu panen padi dan luas arealnya. Pada
kondisi normal, tingkat kehijauan tanaman padi (nilai NDVI) mempunyai korelasi
positif dengan produktivitas, artinya semakin tinggi nilai NDVI akan diikuti
dengan naiknya produktivitas tanaman padi. Penyimpangan hasil pendugaan
berdasarkan permodelan dibanding dengan kondisi aktual berkisar 1% sampai
10%, dengan simpangan rata-rata 0,27 - 0,31 ton atau 4,3 – 5,3% per hektar.
Sofyan (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengenalan Pola
Beras dan Gabah Berdasarkan Ciri Warna Menggunakan Matlab” bertujuan
untuk memisahkan antara beras dan gabah dari sebuah citra. Penelitian tersebut
menjelaskan tentang tahapan pemilahan antara beras dan gabah, hingga dapat
menemukan jumlah beras dan gabah dalam satu citra. Tahapan dimulai dengan
proses masukan yang menggunakan piranti masukan berupa kamera digital.
Selanjutnya dilakukan tahapan pre-processing untuk lebih menajamkan kualitas
gambar. Kemudian dilakukan proses segmentasi, yang hasilnya berupa gambar
gabah yang telah terpisah dengan beras. Terakhir dilakukan proses perhitungan
beras dan gabah.
25
Witeti (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Sel
Kanker Prostat Menggunakan Metode Segmentasi Berdasar Ukuran Objek pada
Citra” dengan menggunakan sejumlah algoritma image processing. Program yang
dikembangkan memiliki kemampuan untuk mengenali citra kanker sehingga dapat
dihitung jumlah pixel citra sel prostat yang sakit dan citra sel prostat yang sehat.
Program ini menggunakan beberapa algoritma pengolahan citra, diantaranya
deteksi tepi, segmentasi dengan thresholding, operasi morphologi citra, dan
terakhir identifikasi citra. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa jumlah pixel minimum untuk sel prostat sakit sebelum
penebalan tepi adalah 425 pixel dan jumlah pixel maksimumnya adalah 703 pixel.
Sedangkan jumlah pixel minimum untuk sel prostat sakit setelah penebalan tepi
adalah 497 pixel dan jumlah pixel maksimumnya adalah 808 pixel. Untuk sel
prostat yang sehat, jumlah pixel minimum sebelum penebalan tepi adalah 778
pixel dan jumlah pixel maksimumnya adalah 2427 pixel. Sedangkan untuk sel
prostat sehat setelah penebalan tepi, jumlah pixel minimumnya adalah 920 pixel
dan jumlah pixel maksimumnya adalah 2599 pixel. Toleransi untuk sel prostat
sakit adalah 15,73% dan toleransi untuk sel prostat sehat adalah 11,74%.
Saputra (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan
Sensor Warna Daun untuk Pemetaan Kepadatan Serangan Gulma pada Lahan
Terbuka” yang menggunakan aplikasi image processing untuk mengidentifikasi
warna hijau daun. Penelitian tersebut menggunakan kamera sebagai sensor warna
untuk mengetahui kepadatan populasi gulma. Sensor warna yang dikembangkan
terdiri dari beberapa perangkat utama, yaitu roda becak, besi holow, kamera CCD
(Change Coupled Device) di bagian depan dan komputer jinjing serta perangkat
26
sensor jarak yang terletak di roda. Sensor jarak berfungsi sebagai pemicu untuk
mengirim data ke komputer jinjing yang akan memerintahkan kamera untuk
menangkap gambar, kemudian hasil tangkapan gambar di-threshold untuk setiap
image yang ditangkap. Gambar yang di-threshold dicari nilai warna hijaunya dan
hasil thresholding dikelompokan ke dalam kategori berdasarkan jumlah pixel
berwarna putih. Kategori tersebut yaitu 0-5% kosong, 5,1-20% sedikit, 20,1-50%
sedang, dan 50,1-100% padat. Dari hasil uji kinerja didapat tingkat keberhasilan
penangkapan gambar sebesar 90,00%, waktu tangkap dan penyimpanan gambar
sebesar 0,74 detik/gambar.
Permadi dkk. (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Aplikasi Image
Processing dalam Penggunaan Kamera Sebagai Sensor Api”, menggunakan
kamera sebagai sensor pada robot pencari api. Robot dengan sensor berupa
kamera sebagai penangkap gambar, serta memerlukan aplikasi image processing
untuk melakukan pengolahan gambar dan selanjutnya memberikan perintah.
Posisi api dapat diketahui berdasarkan perbedaan warna api dengan warna latar
belakang atau warna lainnya. Unsur api yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah citra berwarna kuning. Dengan intensitas Red sebesar >200, Green >200,
dan Blue >170 atau Red >120, Green >120, dan Blue<90. Hasil dari uji coba yang
dilakukan, diketahui bahwa jenis dari kamera yang digunakan tidak berpengaruh
terhadap sistem image processing. Penentuan sudut cukup layak dengan error
maksimum terjadi sebesar 2,7486%. Tingkat kepresisian dari image processing
cukup layak karena error sudut masih < 2%. Intensitas cahaya dari gambar kurang
berpengaruh terhadap image processing. Sehingga dapat direalisasikan dengan
berbagai kondisi hari (siang atau malam hari). Tinggi rendahnya sumber api tidak
27
berpengaruh terhadap penentuan sudut oleh image processor. Karena penentuan
sudut didasarkan pada perhitungan koordinat secara horisontal. Untuk sumber api
yang berupa lilin, image processor masih dapat mendeteksi sampai dengan jarak
400 cm. Semakin besar sumber api, maka semakin jauh jarak yang dapat
terdeteksi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah gambar hingga memadamkan
api sebesar 19 sampai dengan 21 detik untuk jarak 75cm. Hal ini ditentukan oleh
ukuran (pixel) gambar, kecepatan prosesor komputer melakukan image
processing, kecepatan motor pada perangkat model, lamanya blower diputar untuk
memadamkan api, jarak, dan sudut dari posisi api tersebut berada.
Suhandy (2001) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan
Algoritma Image Processing untuk Menduga Kemasakan Buah Manggis Segar”,
menggunakan sejumlah algoritma untuk mengolah citra buah manggis. Penelitian
tersebut menggunakan kamera CCD untuk menangkap citra buah manggis dengan
teknik pencahayaan dan pengambilan citra yang sesuai sehingga mendapatkan
citra buah manggis yang baik. Citra buah manggis tersebut selanjutnya dianalisis
dengan aplikasi image processing dengan menggunakan Microsoft Visual C++
Ver. 5.0. Dari aplikasi yang dikembangkan tersebut kemudian akan diperoleh data
indeks RGB, diameter buah manggis, luas proyeksi dan nilai koefisien harmonis.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pendugaan kemasakan atau
umur petik buah manggis dapat diketahui dari variabel berat buah manggis, dan
indeks warna biru citra buah manggis. Sedangkan analisis kadar gula tidak dapat
digunakan untuk menduga kemasakan buah manggis. Serta koefisien fourier yang
diperoleh tidak dapat membedakan bentuk manggis untuk setiap tingkat
kemasakan yang diuji.