Upload
vankhanh
View
246
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Cengkeh
Cengkeh (Syzigium aromaticum (L.) Merr dan Perry) termasuk dalam
famili Myrtaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari
kepulaun Maluku, banyak tumbuh tersebar di daerah tropis dan subtropis.
Tanaman ini berbentuk pohon yang tingginya mencapai 15 cm-40 cm.
Tanaman ini memiliki akar tunggang yang mencapai kedalaman hingga tujuh
meter. Cengkeh yang dikenal dan banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
Zanzibar, Sikotok, dan Siputih. Cengkeh adalah bunga yang belum mekar
yang dikeringkan hingga kadar airnya tersisa antara 11%-12%. Bunga
cengkeh masak siap panen, bunga cengkeh kering, dan bunga cengkeh mekar
dapat dilihat masing-masing pada Gambar 1, 2, dan 3.
Gambar 1. Bunga cengkeh masak siap panen.
Gambar 2. Bunga cengkeh kering. Gambar 3. Bunga cengkeh mekar.
Akar tanaman cengkeh umumnya berwarna coklat kekuningan. Akar
tunggangnya mempunyai 2-3 akar utama (primary sinkers) yang tumbuhnya
5
vertikal (Purseglove et al., 1981). Batang tanaman cengkeh berkayu keras.
Cabang dan ranting-rantingnya berkayu keras, kuat, dan liat. Bentuk daun
lonjong sampai ellip, panjang 7 cm-13 cm dan lebar 3 cm-6 cm. Sistem
pembungaan pada tanaman cengkeh bersifat terminal dimana bunga-bunga
terbentuk pada ujung kuncup. Setelah pembuahan bunga membesar dan
kelopak menutup. Buah berbentuk agak bulat, bulat telur sampai lonjong
dengan ukuran panjang 2.5 cm-3.5 cm dan diameter 1 cm-2 cm. Biji berbentuk
agak memanjang, panjang + 1.5 cm-2 cm dan lebar + 0.8 cm.
Penggunaan cengkeh di Indonesia terutama untuk campuran rokok
kretek, sedang di luar negeri digunakan untuk bumbu masak, industri daging,
saus, makanan, biasanya dalam bentuk bubuk (Smith, 1986). Minyak cengkeh
digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan parfum, antiseptik, dan
obat-obatan lainnya seperti untuk menghilangkan rasa sakit, obat luka, obat
cacing, obat kram, memperkuat serta untuk anastesi (Kercher, 1988).
Komponen utama dari minyak cengkeh adalah eugenol. Senyawa
tersebut cukup luas penggunaannya, diantaranya sebagai bahan penyedap di
dalam industri makanan, industri farmasi, dan fragran. Penggunaan di dalam
industri farmasi sudah lama diketahui antara lain obat gigi dan tapal gigi untuk
menyembuhkan radang gusi (Moestafa, 1989). Selain itu diketahui, eugenol
mempunyai aktivitas antibiotik melawan jamur dan bakteri (Ueda, 1982).
Penggunaan cengkeh terbesar masih dalam bentuk aslinya yaitu dalam rokok
kretek.
Mutu cengkeh dipengaruhi beberapa faktor yaitu lingkungan tumbuh,
tipe tanaman dan cara pengolahannya. Faktor lingkungan tumbuh yang
mempengaruhi mutu cengkeh adalah iklim, curah hujan, ketinggian di atas
permukaan laut, dan tipe tanah. Dari segi pengolahan cengkeh yang
mempengaruhi mutu cengkeh adalah umur petik, pelayuan, pengeringan, dan
penyimpanan.
Menurut Hadiwijaya (1983) dalam Nugroho (2002), untuk dapat
menghasilkan bunga dengan baik, cengkeh membutuhkan iklim yang cocok.
Musim hujan yang terlalu panjang atau turunnya hujan pada saat pembungaan
dapat menyebabkan bunga mati dan berubah menjadi bakal daun. Sebaliknya
6
apabila musim kering terlalu panjang akan mendorong pembungaan yang
terlalu lebat sehingga menyebabkan tanaman ”mati bujang”. Standar mutu
bunga cengkeh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu bunga cengkeh (SNI 01-3392-1994).
No. Spesifikasi Satuan Mutu
I II III
1 Ukuran - Rata Rata Tidak rata
2 Warna -
Coklat
kehitam-hitaman
mengkilap
Coklat
Kehitam-hitaman
Coklat
Kehitam-hitaman
3 Bau - Tidak
”apek”
Tidak
”apek”
Tidak
”apek”
4 Bahan asing
(bobot/bobot) maks. % 0.5 1.0 1.0
5 Gagang cengkeh
(bobot/bobot) maks. % 1.0 3.0 5.0
6 Cengkeh inferior
(bobot/bobot) maks. % 2.0 2.0 5.0
7 Cengkeh rusak - Negatif Negatif Negatif
8 Kadar air (bobot/bobot)
maks. % 14.0 14.0 14.0
9
Kadar minyak atsiri
(vol/bobot) kering mutlak
min.
% 20.0 18.0 16.0
Sumber : DSN (1994).
Bahan asing adalah semua bahan yang bukan berasal dari bunga
cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah, dan telah dibuahi.
Cengkeh rusak adalah cengkeh jamuran dan telah diekstraksi. Minyak atsiri
adalah minyak essensial yang terdapat pada tumbuhan dengan komponen
volatile (mudah menguap) dan memberikan aroma yang khas (harum) pada
setiap tumbuhan. Menurut Ketaren (1979) dalam Wulandani (2005), pada
tanaman tertentu seperti : vanili, cengkeh, peppermint, kayu cendana, kayu
manis, dan akar kayu wangi, aroma khas minyak atsiri dari tanaman tersebut
baru akan muncul setelah bahan dikeringkan.
Menurut Shirtleff dan Aoyagi (1984) dalam Zulchi dan Nurul (2002),
minyak atsiri diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap atau suatu
hasil reaksi hidrolisis bahan tanaman yang mudah menguap dari kandungan
senyawa esensi tanaman itu. Ketidaktepatan pemilihan sistem dan jenis bahan
yang digunakan dapat menurunkan mutu minyak tersebut seperti rendemen
7
rendah, mudahnya rancid (tengik) dan kemurnian minyak berubah
(campuran).
Menurut Dewanti, dkk (2000) dalam Zulchi dan Nurul (2002),
pengolahan yang tidak tepat telah menjadikan mutu minyak atsiri menjadi
menyimpang dengan terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis. Yang mana
senyawa-senyawa oksidator dan air telah menyebabkan reaksi dengan minyak
atsiri tersebut sehingga berakibat minyak akan mudah mengalami rancid dan
aroma tidak sedap.
Lama pengeringan mempengaruhi kadar eugenol dalam minyak
cengkeh dan volume minyak cengkeh hasil destilasi bunga kuncup. Berbeda
dengan bunga kuncup, lama pengeringan tidak mempengaruhi kadar eugenol
dan volume minyak cengkeh dari bunga mekar.
Menurut Darjo dalam Cut (1977), daya mengisap air cengkeh
Indonesia lebih rendah dari daya mengisap air cengkeh yang berasal dari
Zanzibar. Daya mengisap air ini sangat erat hubungannya dengan kandungan
gelatin dalam bunga cengkeh dan disamping itu juga dipengaruhi oleh suhu
pengeringan bunga cengkeh tersebut. Komposisi kimiawi bunga cengkeh
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimiawi bunga cengkeh.
Komponen Bunga cengkeh
dari Indonesia*)
Bunga cengkeh
dari Zanzibar**)
Kadar air 7.6-12.0 5.0-8.3
Kadar abu 4.7-6.2 5.3-7.6
Kadar minyak atsiri 14.5-21.1 14.0-21.0
Kadar fixed oil dan resin 8.2-12.8 5.0-10.0
Kadar protein 0.9-3.7 5.0-7.0
Kadar serat kasar 10.1-14.8 6.0-18.0
Kadar tannin - 10.0-18.0
Sumber : *) Anonymous (1988).
**) Thorpe (1939).
Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas
dari sektor perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting antara lain
sebagai penyumbang pendapatan negara, penyerap tenaga kerja, penyumbang
8
pendapatan petani, sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut
serta dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Kegunaan cengkeh
sebagai bahan baku rokok kretek merupakan andalan bagi pemerintah sebagai
salah satu sumber penerimaan negara dalam bentuk pita cukai dan penyerapan
tenaga kerja.
B. Pengolahan Bunga Cengkeh
Produk utama tanaman cengkeh adalah bunganya yang pada waktu
dipanen mempunyai kadar air antara 60%-70%. Sebagian besar bunga
cengkeh digunakan dalam bentuk kering yaitu untuk campuran di dalam
pembuatan rokok kretek dan sebagai bumbu masak. Proses pengolahan bunga
cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang kering melalui beberapa
tahap, yaitu panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman,
pengeringan, dan sortasi.
1. Panen
Menurut Hadiwijaya (1983) dalam Nugroho (2002), cengkeh pada
umumnya berbunga pada bulan Mei-Juli. Namun di beberapa daerah,
cengkeh dapat dipanen pada bulan Oktober-Desember. Waktu yang paling
baik untuk memungut bunga cengkeh adalah sekitar enam bulan setelah
bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandan mekar
dan berwarna kuning kemerahan. Waktu panen ini sangat berpengaruh
terhadap rendemen minyak cengkeh.
Panen yang terlalu awal yaitu sebelum bunga masak akan
menyebabkan bunga cengkeh berkerut, rendemen rendah, dan berbau
langu. Disamping itu hal ini akan menurunkan produksi tanaman pada
tahun berikutnya. Sebaliknya panen yang terlalu lambat dimana bunga
sudah mekar, setelah dikeringkan akan diperoleh bunga cengkeh dengan
mutu yang rendah, tanpa kepala, dan rendemen yang rendah pula.
2. Penanganan bunga sebelum pengeringan
Sebelum dikeringkan, bunga dilepaskan dari tangkainya dan
dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pula pemisahan
antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua, dan yang terjatuh.
9
Setelah itu, bunga cengkeh harus segera dikeringkan karena jika dibiarkan
terlalu lama maka hasil akhir menjadi kurang baik, bunga cengkeh kering
bewarna keputih-putihan, dan berkerut yang biasa dinamakan ”khoker
clove”.
Menurut Wulandani (2005), pemeraman atau fermentasi boleh
dilakukan atau tidak dalam pengolahan bunga cengkeh. Hasil pengolahan
bunga cengkeh yang didahului dengan pemeraman akan berwarna hitam
tetapi jika langsung dijemur, akan menghasilkan bunga cengkeh berwarna
coklat. Namun demikian, pemeraman sebelum pengeringan akan
mempersingkat waktu pengeringan. Tirtosastro dan Nurdjannah (1987)
menyatakan bahwa makin lama waktu dan makin tinggi suhu pemeraman
akan menurunkan kadar minyak, eugenol, dan menjadikan cengkeh kering
lebih tua warnanya.
3. Pengeringan bunga cengkeh
Pengeringan cengkeh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
tradisional dengan menjemurnya di panas matahari langsung dan dengan
menggunakan pengering buatan (artificial dryer). Masing-masing cara
memiliki keuntungan dan kerugian, namun dengan menggunakan
pengering buatan dapat mengurangi risiko ketergantungan pada cuaca.
Pengeringan dengan sinar matahari tergantung dari cuaca sehingga jika
cuaca kurang baik, pengeringan akan berjalan sangat lambat.
Waktu pengeringan yang terlalu lama akan menghasilkan bunga
kering dengan mutu yang rendah dan kadar minyak rendah (Guenther,
1950). Sebagian produsen cengkeh berpendapat bahwa pengeringan bunga
cengkeh yang dilakukan sepenuhnya oleh alat pengering buatan hasilnya
kurang disenangi sehingga ada yang mengkombinasikan pengering buatan
dengan penjemuran, terutama pada perkebunan besar.
Pengeringan dengan alat buatan adalah untuk menghindarkan
kerusakan bunga karena pengeringan yang terlalu lama yaitu dengan
menurunkan kadar airnya + 30%. Kemudian jika cuaca baik maka
pengeringan diteruskan dengan penjemuran. Pada proses penjemuran,
cengkeh harus dibalik-balik supaya kering merata.
10
Balittro telah mengadakan penelitian pengeringan bunga cengkeh
dengan menggunakan KPES (Kamar Pengering Enersi Surya). Enersi
surya yang digunakan berasal dari sinar matahari dan tungku pemanas
(Nurdjannah dan Kadarisman, 1988). Ternyata kadar air cengkeh yang
dikeringkan dengan KPES lebih kecil dengan kadar air cengkeh hasil
penjemuran.
Bunga cengkeh yang ditangani dan dikeringkan dengan baik akan
menghasilkan bunga cengkeh kering dengan mutu yang baik yang ditandai
dengan bentuknya yang utuh, warna coklat kemerah-merahan, mengkilat
serta bebas dari bau apek dan jamur. Cengkeh yang cukup kering akan
patah kalau dipatahkan dengan jari tangan.
4. Penyimpanan
Setelah penanganan dan pengeringan bunga cengkeh berjalan baik
sesuai dengan ketentuan, maka hasilnya dapat dikemas dan disimpan
dalam ruang yang kering tanpa memperlihatkan kerusakan yang berarti,
kecuali sifat mengkilatnya yang menghilang. Bunga cengkeh kering biasa
dikemas dalam karung goni dan sebaiknya disimpan dalam ruang yang
bersih, kering, dan dengan ventilasi yang baik. Penumpukan bahan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan fisik.
Menurut Purseglove (1981), selama penyimpanan bunga kering,
sebagian dari minyak atsiri akan hilang karena menguap yang
kecepatannya tergantung dari keadaan fisik cengkeh tersebut dan
temperatur penyimpanannya.
C. Pengeringan
Menurut Suharto (1991) dalam Afrianti (1995) dalam Nugroho (2002),
pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan kandungan air
bahan hingga mencapai kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan
pangan dapat diperlambat. Beberapa kendala yang berpengaruh diantaranya
adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara
pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dijangkau, energi
pengeringan, efisiensi alat pengering, dan kapasitas pengeringannya.
11
Menurut Brooker et al. (1974), proses pengeringan merupakan proses
penurunan kadar air bahan sampai mencapai batas akhir kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat aktivitas
biologis dan kimia. Pengeringan memiliki arti yang penting dalam industri
bahan pangan, pengawetan bahan, maupun pengamanan hasil pertanian.
Keuntungan utama dari proses pengeringan adalah bahan lebih tahan
lama disimpan pada suhu ruang karena faktor penting dalam proses penurunan
mutu bahan pangan yaitu mikroba dan enzim dapat diatasi akibat
berkurangnya kandungan air dalam bahan. Ada dua hal penting yang terjadi
selama proses pengeringan, yaitu pindah panas dari media pengering ke bahan
untuk mengatasi panas laten penguapan dan pindah massa (uap air) dari bahan
ke media pengeringan.
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode
dengan laju pengeringan tetap dan periode dengan laju pengeringan menurun
(Henderson dan Perry, 1955). Menurut Brooker et al. (1974), laju pengeringan
tetap terjadi pada awal proses pengeringan bagi produk biologis dengan kadar
air awal lebih besar dari 70% (wet basis) dan merupakan fungsi dari suhu,
kelembaban, dan kecepatan udara pengering.
Pada periode laju pengeringan tetap, air yang diuapkan adalah pada
permukaan bahan yang relatif bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
pengeringan tetap yaitu kelembaban relatif (RH), kecepatan aliran udara, suhu
udara, dan luas permukaan bahan.
Periode pengeringan dengan kecepatan menurun berlangsung setelah
periode pengeringan dengan kecepatan tetap mencapai kadar air kritis, saat
dimana kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama
dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari bahan. Kadar air kritis
tergantung dari jenis dan ketebalan bahan.
Menurut Hall (1980) dalam Nugroho (2002), periode pengeringan
dengan kecepatan menurun terutama dipengaruhi oleh difusi air dari bahan ke
permukaan bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan dengan
kecepatan menurun adalah sifat alamiah dari bahan, ketebalan bahan, suhu
bahan, dan tingkat kadar air.
12
Jenis bahan yang akan dikeringkan dan hasil kering dari bahan yang
diinginkan mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengeringan yang akan
dipergunakan. Kondisi pengeringan untuk setiap bahan tidaklah sama satu
dengan lainnya karena ikatan air dan jaringan ikatan dari bahan tersebut
berbeda. Bahan dengan kandungan air tinggi memerlukan waktu pengeringan
yang lebih lama dibandingkan bahan dengan kadar air rendah.
Menurut Kamaruddin et al. (1994), berdasarkan proses penguapan air,
proses pengeringan terbagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Panas diberikan karena kontak langsung dengan udara panas pada tekanan
atmosfer dan uap air yang terbentuk juga dipindahkan oleh udara.
2. ”Vacuum drying” dimana evaporasi air berlangsung lebih cepat pada
tekanan rendah dan panas yang diberikan oleh dinding logam secara
konduksi dan radiasi.
3. ”Freeze drying” dimana air diuapkan dari bahan yang membeku dan panas
diberikan secara radiasi dan konduksi.
Pada umumnya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan
alamiah dengan sinar matahari dan pengering buatan dalam mesin-mesin
mekanik dengan proses pengendalian iklim dalam ruangan (lingkungan
mikro). Pengeringan alamiah memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya yaitu biaya operasional rendah, tidak memerlukan tenaga ahli,
dan alat yang digunakan sederhana. Kerugiannya yaitu kepekaan produk
terhadap panas, hilangnya flavor, perubahan struktur bahan serta kerusakan
akibat mikroorganisme.
Menurut Sutijahartini (1985), pengeringan dengan alat pengering
buatan akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan asalkan kondisi
pengeringan dipilih dengan benar dan selama pengeringan dikontrol dengan
baik. Pengontrolan suhu dan waktu pengeringan dilakukan dengan mengatur
kontak alat pengering tersebut dengan alat pemanas, seperti udara panas yang
dialirkan ataupun alat pemanas yang lainnya. Suhu pengeringan akan
mempengaruhi kelembaban udara di dalam alat pengering dan kecepatan
pengeringan untuk bahan tersebut. Pada kelembaban udara yang cukup tinggi,
13
maka kecepatan penguapan air dari bahan akan lebih lambat dibandingkan
dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah.
Udara mengambil peranan yang cukup penting dalam proses
pengeringan bahan, diantaranya yaitu mengambil air di daerah penguapan,
menghantarkan panas ke dalam bahan yang dikeringkan, sumber zat
pembakar, dan tempat membuang uap yang telah diambil dari tempat
pengeringan.
Air pada suatu bahan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas
adalah air yang berada di bagian permukaan sedang air terikat adalah air yang
berada di dalam bahan dan biasanya lebih sulit untuk keluar daripada air
bebas. Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung bahan
tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry,
1976).
Kadar air hasil pertanian yang tinggi sangat cocok bagi kehidupan
serta perkembangan bakteri dan jamur. Jika kadar air diturunkan menjadi
sekitar 25%, bakteri tidak dapat bertahan dan reaksi enzimatis dapat
berkurang sangat nyata. Pada tingkat kadar air 15%, jamur akan sulit untuk
hidup dan berkembang.
Menurut Sutijahartini (1985), untuk menyatakan kadar air suatu bahan
digunakan dua cara, yaitu kadar air berdasarkan bahan kering dan kadar air
berdasarkan bahan basah. Kadar air kering yaitu jumlah air yang diuapkan per
berat bahan setelah pengeringan. Kadar air basah dinyatakan sebagai jumlah
air yang diuapkan per berat bahan sebelum pengeringan. Jumlah air yang
diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan
setelah pengeringan.
Bahan basah di dalam alat pengering akan mengalami penguapan pada
seluruh permukaan. Pada suatu saat penguapan ini akan terhenti karena
molekul-molekul air yang belum diserap dari bahan sama jumlahnya dengan
molekul-molekul air yang diserap oleh permukaan bahan basah tersebut.
Keadaan ini dikatakan sebagai keadaan keseimbangan antara penguapan dan
pengembunan. Kadar air bahan dalam keadaan keseimbangan ini dikatakan
sebagai kadar air keseimbangan (Sutijahartini, 1985).
14
Hall (1957) dalam Nugroho (2002) membedakan kadar air
keseimbangan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar
air keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem
dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan kadar air
keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan atau udara
pengering dalam keadaan bergerak.
Bahan yang kering dengan kadar air lebih rendah daripada kadar air
keseimbangan akan menyerap air sehingga tercapai keseimbangan, sedangkan
bahan basah kadar air lebih tinggi daripada kadar air keseimbangan. Selain
tergantung kepada suhu, keseimbangan kadar air ini tergantung juga pada
kelembaban nisbi dan macam bahan yang dikeringkan.
D. Mesin Pengering
Terdapat berbagai macam mesin pengering. Pengelompokan mesin
pengering dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengelompokan mesin pengering.
Kriteria Jenis
Modus operasi Curah
Kontinyu
Jenis masukan panas
Konveksi, konduksi, radiasi, medan
elektromagnetik, pindah panas kombinasi
Intermitten dan kontinyu
Adiabatik dan tak adiabatik
Keadaan bahan dalam mesin pengering Diam
Bergerak, diaduk, disebar
Tekanan operasi Vakum
Tekanan atmosfir
Media pengeringan (konveksi)
Udara
Uap super jenuh
Gas-gas panas
Suhu pengeringan
Dibawah suhu didih
Diatas suhu didih
Dibawah titik beku
15
Kriteria Jenis
Gerak nisbi antara media pengering dan
padatan yang dikeringkan
Searah
Berlawanan arah
Jumlah tahapan
Campuran
Tunggal
Multi tahap
Waktu bahan dalam mesin pengering
Singkat (< 1 menit)
Sedang(1-60 menit)
Panjang (> 60 menit)
Sumber : Devahastin (2001).
Pengering curah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Lapisan
a. Persentuhan (jenis konduktif atau tak langsung), diantaranya yaitu rak
vakum, bed teragitasi, dan curah berputar.
b. Konvektif, diantaranya yaitu rak atmosferik.
c. Jenis khusus, diantaranya yaitu gelombang mikro, beku, dan surya.
2. Dispersi
a. Fluidized bed/spouted bed
b. Pengering bak getar
Pengering kontinyu dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Lapisan
a. Konduksi, diantaranya yaitu drum, lempeng, vakum, bed teragitasi,
rotari tak langsung.
b. Konvektif, diantaranya yaitu terowongan, spin-flash, throughflow, dan
konveyor.
c. Jenis khusus, diantaranya yaitu gelombang mikro, frekuensi radio,
beku, dan surya.
2. Dispersi
a. Fluidized bed
b. Bak getar
c. Rotari langsung
d. Ring
e. Semprot
16
f. Jet-zone.
Pengering berdasarkan bentuk fisik bahan umpan terdiri dari :
1. Pengering untuk padatan partikulat dan butiran
a. Pengering tipe rak
Pengering tipe rak terdiri dari pengering tipe rak jenis curah
dan kontinyu. Pada pengering tipe rak jenis curah, satu atau beberapa
kumpulan tipe rak yang ditempatkan pada ruang terinsulasi dimana
udara panas dialirkan oleh kipas dan kisi-kisi pemandu yang dirancang
sesuai dengan keperluan. Seringkali sebagian dari udara buang
diedarkan kembali oleh sebuah kipas yang ditempatkan di dalam atau
di luar ruang pengering. Pengering ini membutuhkan sejumlah pekerja
untuk membongkar muat produk. Kunci keberhasilan operasi
pengeringan ini adalah keseragaman aliran udara pengering pada rak-
rak tersebut karena rak dengan waktu pengeringan terlama merupakan
penentu lama pengeringan keseluruhan yang dibutuhkan, yang
selanjutnya menentukan kapasitas pengeringan. Pengering tipe rak
memiliki kapasitas yang besar dan mudah dalam pengoperasiannya.
Meskipun demikian, rak-rak pada pengering tipe rak ini dapat
menyebabkan distribusi udara yang kurang baik dan menurunkan
kinerja pengeringan.
Pada pengering tipe rak jenis kontinyu (pengering turbo), rak
tersusun membujur dan dilekatkan pada suatu batang vertikal. Udara
panas dialirkan ke ruang pengering dengan kipas turbin. Produk yang
dimasukkan pada tingkat pertama diatur tinggi tumpukannya oleh
sekumpulan pisau tak bergerak, setelah satu putaran, bahan akan
terjatuh habis jatuh ke tingkat dibawahnya oleh pisau terakhir. Pada
rancangan yang dimodifikasi, rak dapat dipanaskan secara konduksi
dan divakumkan untuk mengeluarkan uap air.
b. Pengering rotari
Pengering rotari tipe curah (cascade) adalah pengering kontak
langsung yang beroperasi secara kontinyu dan terdiri atas cangkang
silinder yang berputar perlahan serta biasanya dimiringkan beberapa
17
derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan umpan
basah yang dimasukkan pada ujung atas drum. Bahan kering
dikeluarkan dari ujung bawah. Media pengering mengalir secara aksial
melewati drum searah atau berlawanan arah dengan aliran produk.
Pengering rotari sangat fleksibel, berkemampuan tinggi dan khususnya
untuk kebutuhan laju produksi yang tinggi. Sisi negatifnya yaitu
pengering ini kurang efisien, memerlukan biaya modal yang tinggi,
biaya pemeliharaan yang besar tergantung jenis bahan yang
dikeringkan. Pengering ini tidak cocok untuk bahan yang mudah
pecah.
Pengering rotari vakum adalah pengering yang sama sekali
berbeda dari kebanyakan pengering rotari kontinyu yang beroperasi
pada tekanan atmosfir. Pada pengering ini, cangkang silindris berada
dalam keadaan diam sedang sekumpulan pisau agitator berputar pada
batang pusat untuk mengaduk bahan yang ada dalam cangkang
pengering. Panas disediakan dengan memanaskan jaket cangkang
dengan uap panas yang dikondensasi atau menggunakan fluida termal.
Pengering ini berguna untuk menangani bahan yang sensitif panas,
yang mengering pada suhu rendah karena kondisi vakum.
c. Pengering beku
Pengering beku digunakan untuk padatan yang sangat sensitif
panas. Operasi pengeringan ini membutuhkan biaya yang tinggi.
Pengeringan terjadi dibawah titik tripel cairan dengan menyublimkan
air beku menjadi uap, yang kemudian dikeluarkan dari ruang
pengering dengan pompa vakum mekanis atau ejector jet uap panas.
Umumnya pengeringan beku menghasilkan produk bermutu paling
tinggi dibandingkan dengan teknik dehidrasi lain.
Pengering beku rak sederhana merupakan jenis pengering
beku yang paling banyak digunakan. Pada pengering beku rak
sederhana, panas sublimasi disediakan melalui konduksi dari dasar rak.
Tekanan vakum umumnya dibawah 25 Pa dengan suhu kondensor
berkisar -40°C. Pemanas mulai pada suhu yang tinggi dan berangsur
18
menurun sejalan dengan waktu, sesuai dengan jadwal yang ditentukan
secara empiris menuju suhu yang lebih rendah. Pengering multi-batch
digunakan untuk menangani beban yang hampir sama pada seluruh
sistem sepanjang siklus pengeringan yang tumpang tindih. Pengering
beku terowongan merupakan kabinet vakum yang besar, troli pembawa
rak dimasukkan secara berselang melalui pengunci vakum pada salah
satu ujung terowongan. Produk yang dikeringkan dikeluarkan dari
ruang pengering melalui pengunci vakum di ujung lainnya. Uap panas
bertekanan rendah digunakan untuk memanaskan lempeng-lempeng
tempat meletakkan rak.
d. Pengering vakum
Pengering vakum sesuai untuk padatan yang berbentuk
butiran. Pengering ini lebih mahal dibandingkan pengering bertekanan
atmosfir tetapi sesuai untuk bahan yang sensitif panas dan memerlukan
pemulihan pelarut atau jika ada risiko kebakaran dan ledakan.
Pencampur berbentuk kerucut tunggal atau ganda dapat diterapkan
untuk pengeringan dengan pemanasan selimut bejana dan pemakuman
untuk mengeluarkan uap air. Pengering vakum jenis pedal cocok untuk
bahan seperti lumpur sedangkan pengering vakum jenis sabuk cocok
untuk bahan berbentuk pasta.
2. Pengering untuk bahan berbentuk bubur dan suspense
a. Pengering jenis semprot
Pengering semprot digunakan secara komersial untuk
pengeringan produk-produk agrokimia, bioteknologis, bahan-bahan
kimia dasar dan berat, susu, zat pewarna, konsentrat mineral dan bahan
farmasi, mulai dari kapasitas beberapa kg per jam hingga 50 ton per
jam penguapan. Umpan cairan dapat diubah menjadi bentuk bubuk,
butiran atau aglomerat dalam satu langkah operasi dalam pengering
semprot. Umpan yang diatomisasi dalam bentuk percikan disentuhkan
dengan gas panas dalam ruang pengering yang dirancang dengan baik.
19
b. Pengering drum
Pada pengering drum, umpan bubur dan pasta dikeringkan pada
permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar
perlahan-lahan. Lapisan tipis pasta dilulurkan dengan berbagai cara.
Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk
kerak (bukan bubuk). Suhu pengeringan dapat dikendalikan dengan
baik, maka pengering drum dapat digunakan untuk menghasilkan
hidrat murni dari suatu senyawa kimia, bukan hidrat campuran.
Operasi vakum pengering drum, baik jenis tunggal maupun
ganda secara komersial digunakan untuk meningkatkan laju
pengeringan pada bahan yang sensitif terhadap panas. Operasi ini juga
digunakan jika diinginkan produk dengan struktur berpori dan jika
pemulihan pelarut merupakan hal yang sangat penting.
3. Pengering untuk bahan berbentuk lembaran
a. Pengering untuk lembaran kontinyu
Pengering konveksi, konduksi atau inframerah dapat digunakan
untuk bahan lembaran kontinyu, akan tetapi pengering dengan mode
kombinasi dari ketiganya seringkali lebih efisien. Pengering
inframerah dapat merupakan radiator keramik yang dibakar dengan gas
atau panel-panel yang dipanaskan dengan sumber listrik.
b. Pengering lembaran bentuk helaian
Bahan seperti kayu lapis atau chipboard membutuhkan waktu
pengeringan yang cukup panjang. Jet impinging dapat digunakan untuk
mengawali pemindahan air permukaan. Kadar air internal akan
mempunyai laju pengeringan yang lebih rendah dan ini dapat dicapai
dalam pengering terowongan dengan aliran media pengering secara
paralel dan laju sedang.
c. Pengering untuk lembaran sangat tebal atau bentuk tak tentu
Pada pengering ini waktu pengeringan berkisar dari harian
sampai bulanan. Pengeringan uap super panas pada kondisi vakum
telah menunjukkan adanya peningkatan laju pengeringan serta mutu
20
produk. Hanya pengering yang beroperasi secara curah yang sesuai
untuk kebutuhan waktu pengeringan selama ini.
d. Pengeringan bahan dalam bentuk wafer tipis
Pengering bahan dalam bentuk wafer tipis diantaranya yaitu
konveyor kontinyu, pengering sirkulasi terowongan atau dengan
pengering tumpukan impinging jet-fluidized. Pada pengering tumpukan
impinging jet-fluidized, jet udara panas dikenakan pada lapisan tipis
chips basah yang diangkut secara mekanis, pengeringan berlangsung
dengan kecepatan tinggi jet seperti memfluidisasi bahan.
E. Pengering Efek Rumah Kaca
Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk radiasi yang
merupakan gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat
keberadaannya yang selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar surya
tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah dengan titik maksimum pada
tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya
menembus atmosfir (Kamaruddin et al., 1994).
Menurut Huang (1986) dalam Nugroho (2002), kolektor energi
matahari tanpa alat pengkonsentrasi pada dasarnya merupakan sumber panas
temperatur rendah. Karakteristik dari syarat musiman pengeringan komoditi
pertanian menjadikan energi surya sesuai untuk pengeringan dan
pengawetannya. Hasilnya sama baik dengan aplikasi pemanas tambahan
dalam produksi komoditi pertanian karena pengeringan temperatur rendah
mempertahankan mutu produk pertanian lebih baik daripada pengeringan
temperatur tinggi. Huang dan Bowers (1977) dalam Nugroho (2002)
memanfaatkan greenhouse untuk pengawetan tembakau.
Stoecker dan Jones (1992) dalam Nugroho (2002) menyatakan bahwa
tujuan utama suatu sistem berenergi surya adalah mengumpulkan energi
radiasi surya menjadi energi panas. Cara pengumpulan dan pengubahan energi
surya dalam aplikasi pengeringan komoditi pertanian ada tiga, yaitu
penjemuran, menempatkan komoditi pertanian dibawah bahan kaca, dan
21
meletakkan komoditi pertanian dalam wadah yang juga berfungsi sebagai
penyerap panas.
Pada penjemuran, bahan dihamparkan dan terkena sinar matahari
secara langsung. Pada penempatan komoditi pertanian dibawah bahan kaca,
bahan kaca tertembus gelombang pendek sinar matahari tetapi tidak tertembus
oleh gelombang panjang inframerah sehingga menimbulkan efek rumah kaca.
Pada peletakkan komoditi pertanian dalam wadah yang juga berfungsi sebagai
penyerap panas, panas yang dikonversikan terperangkap dalam penutup.
Secara sinambung, penggunaan panas dipindahkan melalui putaran lambat
penyerap panas dan dihantarkan ke komoditi pertanian.
Menurut Wulandani (2005), istilah pengering efek rumah kaca pertama
kali diperkenalkan oleh Kamaruddin et al. (1994), terdiri dari bangunan
berdinding transparan, dilengkapi dengan plat hitam sebagai pengumpul panas
(kolektor surya) di dalamnya.
F. Heater
Menurut Kamaruddin et al. (1994), energi listrik dapat dikonversikan
menjadi energi panas dengan menggunakan elemen atau unsur pemanas
(heating element). Komponen mesin untuk pemanas ini biasanya disebut
pemanas listrik. Umumnya kawat-kawat dengan penampang sirkular (strip)
atau berbentuk pita (ribbon) banyak dipakai sebagai elemen pemanas.
Pemanas listrik digunakan secara luas dan ekstensif unuk aplikasi domestik
dan industri. Dalam bidang agroindustri, pemanas listrik digunakan untuk
proses pengeringan dan pemanasan.
Sesuai dengan penggunaan mesin maka transfer energi panas dapat
dilakukan secara radiasi, konveksi atau konduksi. Dalam mesin tertentu
kadang-kadang diperlukan sirkulasi udara untuk memperoleh pemanasan yang
merata karena itu dalam mesin diperlukan kipas atau blower. Untuk mengatur
suhu dapat dilakukan dengan menggunakan thermostat. Thermostat adalah
suatu alat yang bisa mengatur sendiri untuk membuka dan menutup hantaran
dan aliran listrik berdasarkan perubahan suhu. Thermostat yang dipakai untuk
mengatur suhu ada yang memakai komponen bimetal, thermokopel atau
22
bellow unit sensing bulb. Selain itu, pengaturan suhu dapat juga menggunakan
rangkaian elektronik dengan menggunakan sensor suhu (Kamaruddin et al.,
1994).
G. Hasil-Hasil Penelitian sebelumnya tentang Pengeringan Cengkeh
Pada penelitian yang dilakukan oleh Argo (1984) digunakan pengering
tipe rak. Energi yang digunakan adalah energi listrik dan energi termal yang
berasal dari bahan bakar minyak tanah. Kadar air cengkeh turun dari 70% bb
menjadi 14% bb selama 19 jam-29 jam. Laju pengeringan rata-rata antara
8.52% bk/jam-15.2% bk/jam. Ketika kapasitas bahan 25 kg, suhu rak bagian
atas lebih besar dari rak bagian tengah dan bawah sebab hembusan kipas yang
terlalu besar. Pada kapasitas bahan 27.7 kg, pada hari pertama suhu rak bagian
bawah lebih besar dari rak bagian atas dan tengah. Pada pengeringan hari
kedua, suhu rak bagian atas lebih besar dari rak bagian tengah dan bawah.
Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering
mekanis tipe rak yang dilakukan oleh Sukiman (1985) yaitu kadar air cengkeh
rata-rata turun dari 73.3% bb menjadi 12.6% bb. Lama pengeringan untuk
perlakuan rak dipindah-pindah berkisar antara 19 jam-29 jam sedangkan untuk
perlakuan rak tetap adalah selama 16 jam. Laju pengeringan rata-rata pada
perlakuan rak dipindah-pindah berkisar antara 8.52% bk/jam-15.2% bk/jam
sedangkan untuk perlakuan rak tetap adalah 17.865% bk/jam. Suhu rak selama
pengujian pada perlakuan rak dipindah-pindah tidak menunjukkan perbedaan
sedangkan untuk perlakuan rak tetap terdapat adanya perbedaan suhu dengan
suhu masing-masing 53.185ºC, 55.391ºC, dan 56.671ºC pada akhir
pengeringan. Kadar air akhir rata-rata yang diperoleh pada pengeringan
dengan perlakuan rak dipindah-pindah sebesar 14.11% bb sedangkan pada
perlakuan rak tetap sebesar 12.05% bb. Energi yang digunakan oleh mesin
pengering ini adalah energi listrik dan energi termal yang berasal dari bahan
bakar minyak tanah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (1987) digunakan
pengering cengkeh tipe kolektor surya datar dengan bola kaca penyerap panas.
Kolektor mampu menaikkan suhu udara antara 5ºC-29.3ºC diatas suhu sekitar
23
dengan fluktuasi suhu relatif besar. Efisiensi total kolektor sebesar 83.2%.
Kolektor yang dirancang mampu menurunkan kadar air cengkeh sebanyak
11.85 kg dari 58.32% bb menjadi 13.93% bb.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Taruna (1993) digunakan
pengering tipe lemari hibrid energi surya dan listrik. Pada pengering ini
digunakan kolektor datar. Ruang pengering berisi rak-rak pengering yang
diletakkan agak miring. Kadar air cengkeh seberat 48.9 kg turun dari 72.8%
bb menjadi 12.93% bb. Kadar air cengkeh seberat 45.8 kg turun dari 73.6% bb
menjadi 13.01% bb. Kadar air cengkeh seberat 45.7 kg turun dari 73.1% bb
menjadi 12.78% bb. Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan selama
percobaan berkisar antara 2 401 146 kJ-2 497 191.85 kJ. Efisiensi pengeringan
dari beberapa percobaan yang dilakukan berkisar antara 13.32%-15.60%.
Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering
efek rumah kaca tipe rak yang dilakukan oleh Nugroho (2002) yaitu pada
percobaan pertama, kadar air cengkeh seberat 10 kg turun dari 75.9% bb
menjadi 12.6% bb selama 96 jam non stop. Laju penurunan rak depan sebesar
3.61% bk dan rak belakang sebesar 3.8% bk. Hal ini disebabkan karena letak
rak belakang lebih dekat dengan kipas radiator. Pada percobaan kedua, kadar
air cengkeh seberat 12 kg turun dari 73.36% bb menjadi 12.6% bb selama 76
jam non stop. Laju penurunan rak selatan sebesar 4.5% bk dan rak utara
sebesar 4.18% bk. Hal ini disebabkan karena pada siang hari, rak bagian utara
terhalang oleh plat seng. Pada malam hari, rak bagian selatan mendapatkan
panas dari pemanas air melalui radiator dan pemanas arang, sedangkan rak
utara hanya mendapatkan panas dari pemanas air melalui radiator.
Pada percobaan ketiga, kadar air cengkeh seberat 32 kg turun dari
74.5% bb menjadi 13% bb selama 115 jam non stop. Secara umum penurunan
berat pada rak bagian atas lebih besar dibandingkan dengan rak-rak yang ada
di bawahnya. Energi yang digunakan oleh mesin pengering ini yaitu energi
surya, energi listrik serta energi biomassa yang berasal dari kayu kopi dan
arang kayu. Konsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk
yaitu 194 995.47 kJ/kg.
24
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2003) digunakan
pengering efek rumah kaca tipe rak. Energi yang digunakan adalah energi
surya dan energi listrik. Suhu pada masing-masing rak tidak seragam dengan
nilai 46.9ºC untuk rak 1, 39.6ºC untuk rak 2, dan 38.5ºC untuk rak 3. Efisiensi
pengeringan yang dihasilkan adalah 63.16%. Penurunan kadar air dan laju
pengeringan pada masing-masing rak tidak seragam yaitu 5.531% bk/jam
untuk rak 1, 3.442% bk/jam untuk rak 2, dan 3.442% bk/jam untuk rak 3.
Konsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk yaitu 16 516.68
kJ/kg.
Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering
efek rumah kaca tipe rak yang dilakukan oleh Wulandani (2005) yaitu kadar
air cengkeh seberat 39 kg turun dari 68.4% bb menjadi 12% bb pada
percobaan pertama. Pada percobaan kedua, kadar air cengkeh seberat 80 kg
turun dari 72% bb menjadi 12% bb. Pada percobaan ketiga, kadar air cengkeh
seberat 80 kg turun dari 72.8% bb menjadi 12% bb. Waktu pengeringan pada
percobaan pertama, kedua, dan ketiga masing-masing yaitu 51 jam, 61 jam,
dan 45 jam.
Perbedaan suhu udara pengering antar rak di dalam ruang pengering
terutama terjadi pada siang karena pengaruh radiasi surya yang langsung
mengenai rak teratas. Perbedaan suhu ini menyebabkan perbedaan kadar air
produk antar rak, yaitu sebesar 3.78% bb. Untuk mendapatkan efisiensi
pengeringan serta mutu bunga cengkeh kering yang tinggi, suhu pengeringan
cengkeh sebaiknya dipertahankan sebesar 48ºC, kapasitas produk yang
dikeringkan adalah kapasitas maksimum pengering, dan tebal lapisan cengkeh
3 cm. Efisiensi pengeringan pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga
masing-masing yaitu 12%, 14.8%, dan 19.1%. Energi yang digunakan oleh
mesin pengering ini yaitu energi surya, energi listrik, dan energi biomassa
yang berasal dari bahan bakar arang kayu. Kebutuhan energi/kg air yang
diuapkan pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga masing-masing yaitu
23.3 MJ/kg, 18 MJ/kg, dan 16 MJ/kg.