Upload
vika-veronika
View
79
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 1/50
LAPORAN HASIL PENELITIAN
OTONOMI DAERAH DAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
Oleh:Eko Sabar Prihatin
(Bagian Hukum Tata Negara FH UNDIP)
Dibiayai olehDewan Perwakilan Daerah (DPD)
Republik Indonesia
Tahun Anggaran 2009FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANGTAHUN 2009 HALAMAN PENGESAHAN HASIL PENELITIAN
1. a. Judul Penelitian : OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM
2. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Eko Sabar Prihatin,SH,MS b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Gol./Pangkat/NIP : IVB/Pembina Tk.I/131458541d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
e. Jabatan Struktural : -
f. Bagian : Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNDIP3. Jumlah Peneliti : 11 (sebelas) orang
a. Wakil Ketua : Untung Dwi Hananto, SH, MHum
b. Sekretaris : Indarja,SH,M H
c. Anggota : Lita Tyesta ALW, SH,MHumd. Anggota : Untung Sri Harjanto,SH,MH
e. Anggota : Amiek Sumarmi,SH,MHum
f. Anggota : Amalia Diamantina,SH, MHumg. Anggota : Fifiana Wisnaeni, SH, MHum
h. Anggota : Retno Saraswati, SH, MHum
i. Tenaga Pendukung : Susilo, SH j. Tenaga Pendukung : Triyono, SH, MH
k. Tenaga Pendukung : Heru Setiyono, Ssi
4. Lokasi Penelitian : Jawa Tengah5. Lama Penelitian : 2 (dua) bulan
6. Biaya yang diperlukan : Rp. 108.250.000,- (seratus delapan juta dua ratus lima puluh
rupiah )
Semarang, 28 Agustus 2009Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum UNDIP Ketua Peneliti,
Prof. Dr. Arief Hidayat, SH, MS Eko Sabar Prihatin,SH,MS NIP. 130 937 134 NIP. 131 458 541 KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas selesainya penelitian dengan judul
“OTONOMI DAERAH DANPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM” ini.Pada kesempatan ini kami tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapaun sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 2/50
Tim peneliti juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Karenanya atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam hasil penelitian ini,
kami mohon maaf dan mengharapkan saran, kritik serta masukan agar hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnyaSemarang, 28 Agsutus 2009
Tim Peneliti
iDAFTAR ISIKATA PENGANTAR …………………………………………………..... ...... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...... ii
ABSTRAK ………………………………………………………………….... . ivBAB I PENDAHULUAN ……………………………………………........ 1
A. Latar Belakang Penelitian …………………………………........ 1
B. Rumusan Masalah..…………………………………................... 5C. Tujuan Penelitian …………………………………………… ..... 6
D. Kontribusi Penelitian ………………………………………… ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………...... 7
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………... 16
A. Metode Pendekatan ……………………………………………... 16B. Spefikasi Penelitian ....................................................................... 16
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………....... 16D. Metode Penyajian Data ……………………………………......... 17
E. Metode Analisis Data ……………………………………............ 17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN ………………... 191. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan
Pembangunan Berkelanjutan .......................................................... 19
2. Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan
Lingkungan Hidup........................................................................... 223. Pengelolaan Sumber Daya Alam ..................................................... 34
4. Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Era Otonomi Daerah.............. 47
iiBAB V PENUTUP …………………………………………………… ........ 93A. Kesimpulan …………………………………………………….. 93
B. Saran ………………………………………………………….... 95
DAFTAR PUSTAKAiiiABSTRAK
Banyak permasalahan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya
pemanfaatan sumber daya alam yang berkaitan dengan otonomi daerah. Masalah tersebutdapat timbul akibat proses pembangunan daerah yang kurang memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan
lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada
sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan otonomidaerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya
alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya.
Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana,yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek
lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan daerah, yang
bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal sepertiketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi
yang tidak ramah lingkungan.
Permasalahannya adalah Apakah di era otonomi daerah saat ini, peraturan daerah
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 3/50
(perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam sudah memadai berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan? Bagaimanakah upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang
pengelolaan sumber daya alam di daerah? Bagimanakah penerapan dokumen pengelolaan
sumber daya alam dalam proses perijinan? Bagaimanakah upaya peningkatan kualitas dankuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders di daerah?
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara
yuridis normatif. Metode yuridis digunakan sehubungan dalam penelitian ini yang ditelitiadalah peraturan hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundangan yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian
yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk
pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelolasumber daya alam dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada
dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan
program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan
masyarakat.Kata kunci : otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam
ivBAB IPENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG MASALAH
Otonomi Daerah adalah salah satu mekanisme untuk mendekatkan pemerintahdengan rakyat sehingga ruang partisipasi rakyat demi demokratisasi menjadi terbuka.
Dengan dekatnya ‘jarak’ baik politik maupun geografis antara rakyat dengan pembuat
kebijakan seharusnya, kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
daerah semakin besar. Otonomi dianggap jauh lebih demokratis dibanding sistem yangterpusat, bahkan lebih menjamin adanya pluralitas (tidak menggunakan pendekatan yang
seragam seperti pada masa orde baru), karena menghindari dominasi suatu kekuasaan
berdasarkan budaya atau agama atau kepercayaan/ideologi tertentu. Dengan otonomimaka daerah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kebijakan
sendiri sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam bidang pengelolaan sumber daya alam, otonomi daerah berarti:a. Menyesuaikan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dengan ekosistem setempat.
b. Menghormati kearifan tradisional yang sudah dikembangkan masyarakat didalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara lestari.c. Tidak berdasarkan batas administratif, tetapi berdasarkan batas ekologi
(bioecoregion).
d. Meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan setempat dan bukan
menghancurkan daya dukung ekosistem dengan eksploitasi yang melewati dayadukung.
1e. Pelibatan secara aktif masyarakat adat dan penduduk setempat sebagai pihak yang
paling berkepentingan (menentukan) dalam pembuatan kebijakan pengelolaansumber daya alam dan lingkungan hidup.
Agar kebijakan pemerintah dan penyelenggaraan kekuasaan daerah dapat
memenuhi rasa keadilan, kebutuhan dan keadilan masyarakat setempat, maka pelaksanaan otonomi harus memenuhi prasyarat sebagai berikut :
1) Otonomi bukan hanya menyangkut penyelenggaraan kekuasaan pemerintah atau pun
legislatif, tetapi yang lebih penting lagi adalah merupakan perwujudan kedaulatan
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 4/50
rakyat. Oleh karena itu, pengalihan kekuasaan dari pemerintahan yang selama ini
terpusat harus menjadi bagian dari proses demokratisasi yang dicirikan oleh adanya
pengembangan kemampuan (capacity) dan sistem pertanggung-jawaban secara
politik maupun hukum (tanggung-gugat) secara terbuka oleh para pejabat daerah;serta pengembangan kemampuan dan peluang rakyat setempat dalam melakukan
pengawasan.
2) Untuk menjamin adanya demokratisasi dan pertanggung-jawaban pemerintah daerahdan DPRD maka sangatlah penting untuk mengubah sistem pemilihan umum.
Pemilihan umum harus dilakukan dengan sistem distrik, sehingga para anggota
DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat akan lebih bertanggung-jawab kepada para pemilihnya dan bukan kepada partai seperti yang terjadi saat ini. Selain itu, sistem
pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa/Lurah)
hingga pemerintah yang ada pada unit terkecil harus dilakukan dengan cara pemilihan langsung. Ini akan menghindari munculnya persokongkolan antara partai
atau DPRD dengan kepala daerah, bahkan membuka peluang bagi rakyat untuk
2mempersoalkan atau menggugat kebijakan pemerintah setempat yang merugikan
kepentingan rakyat.
3) Otonomi yang paling dasar haruslah ada pada tingkat komunitas masyarakat yangterkecil seperti desa atau sejenis. Disini rakyatlah yang memutuskan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Rakyat diberi hak dan jaminan hukum untuk ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di
desanya, misalnya soal penataan ruang atau kawasan, pemberian ijin investasi,
bahkan hak untuk memperoleh prioritas dalam memanfaatkan atau menikmati hasil pengelolaan sumberdaya alam setempat.
4) Agar otonomi terhindar dari sistem negara di dalam negara, maka pengelolaan
daerah-daerah otonom harus dilandaskan pada konstitusi nasional maupun pada
peraturan perundangan lainnya yang berlaku secara nasional dan universal yaitu peraturan perundangan yang mengatur lingkungan hidup, hak azasi manusia,
moneter, kebijakan luar negeri, dan pertahanan.
5) Daerah otonom juga harus menghormati hukum internasional yang telah disepakatioleh banyak negara, misalnya konvensi tentang hak-hak buruh; tentang anak-anak
dan perempuan; tentang keanekaragaman hayati; tentang perdagangan bahan beracun
berbahaya atau B3 (konvensi Basel); tentang perdagangan satwa (CITES); tentanghak azasi manusia; tentang hak untuk berpindah dan menetap; diskriminasi etnik dan
ras, dan sebagainya.
6) Oleh karena itu, otonomi memerlukan adanya masyarakat sipil (civil society) yangterdiri dari berbagai unsur yang ada di dalam masyarakat, yang kuat, solid, selalu
berpikir kritis, dan mampu melakukan kontrol atau pengawasan terhadap
3penyelenggaraan kekuasaan daerah yang berada di tangan eksekutif, legislatif dan
yudikatif.7) Otonomi haruslah mengubah pandangan dan perilaku penyelenggara kekuasaan di
daerah untuk benar-benar menjadi pelayan masyarakat. Artinya pemerintah benarbenar meletakkan
kepentingan dan suara masyarakat sebagai pijakan dari semuakebijakan publik yang dibuat.
Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa begitu banyak masalah yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya pemanfaatan sumber daya alam yang berkaitan dengan otonomi daerah. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses
pembangunan daerah yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era
otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 5/50
bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan
bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di
mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam
yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya.Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di manamana, yang diikuti dengan
timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang
menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan daerah, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari halhal yang bersifat
lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala
lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam
sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam
pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal4ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat
dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola sumber daya alam dengan sebaikbaiknya agar
prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat
terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan
masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.
b. PERUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas peneliti merumuskan masalah
penelitian ini adalah:
1. Apakah di era otonomi daerah saat ini, peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam sudah memadai berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan?
2. Bagaimanakah upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan
sumber daya alam di daerah?3. Bagimanakah penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses
perijinan?
4. Bagaimanakah upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi denganinstansi terkait dan stakeholders di daerah?
5c. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:1. Mengetahui peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam
sudah memadai berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
2. Mengetahui upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam di daerah.
3. Mengetahui penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses
perijinan.
4. Mengetahui upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansiterkait dan stakeholders di daerah.
d. KONTRIBUSI PENELITIAN
a. Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan kajian lebih jauhtentang otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam.
b. Selain hal itu diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah dan
melengkapi ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara dan Hukum Lingkungantentang otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam.
6BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 6/50
Pengelolaan sumber daya alam termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan
dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya
berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem
pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapankelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat
hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi)
dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan sumber daya alam, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri
sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh
pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.1. Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, dalam bidanglingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah
pusat kepada daerah:
• Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
• Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
• Membangun hubungan interdependensi antar daerah.• Menetapkan pendekatan kewilayahan.
7Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya alam titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional
dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit RPJPN merumuskan program yang
disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itumencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yanglengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan
hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnyainformasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data
spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat
luas di setiap daerah.2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi
Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan
mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya,
sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien
dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasankawasan konservasi darikerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang
tidak terkendali dan eksploitatif
83. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran LingkunganHidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitaslingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan,
serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 7/50
lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan
yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem
hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk
mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidupyang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya
kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan
didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam
dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
9pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya
sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilankeputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
2. Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Penegakan Hukum LingkunganDengan pesatnya pembangunan nasional yang tujuannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah
tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikanlandasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan
dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan
lingkungan hidup, sehingga hal ini dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh
karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalamPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas
lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan
penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan.Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya
permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan
lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :1. Regulasi Perda tentang Sumber Daya Alam.
2. Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
3. Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan4. Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan
hidup.
105. Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders6. Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
7. Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup.
8. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.9. Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan Sumber Daya Alam adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan
yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 8/50
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi
penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan
keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindunganterhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam UUPLH, maka undang-undang ini
merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam
11penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal inimengingat pengelolaan sumber daya alam memerlukan koordinasi dan keterpaduan
secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen
sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang
No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No.
26 Th 2007 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah maupun Peraturan
Gubernur.Mengingat kompleksnya pengelolaan sumber daya alam dan permasalahan yang
bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan daerah
diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam yang sejalandengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya,
lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling
memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta
ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta
penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk
mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada
slogan semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa
yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dariwaktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal
12yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam di daerah dalam era otonomi
daerah antara lain sebagai berikut.• Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimpahkan
sebagian kewenangan mengelola sumber daya alam di daerah belum mampu
dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam
pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam, demikian juga ego sektor.Pengelolaan sumber daya alam sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang
satu dengan sektor yang lain, tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan
menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan sumber daya alam) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain
• Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program
dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkankeberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan
hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada
kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 9/50
pengelolaan sumber daya alam, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN
yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan sumber daya alam.
• Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan
sumber daya alam selain dana yang memadai juga harus didukung olehsumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum
mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan
sumber daya alam (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
13• Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi
ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian;
eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat,
aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Faktamenunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan
hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang
semestinya.
• Lemahnya implementasi paraturan perundang-undangan. Peraturan perundangundangan yang berkaitan
dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalamimplementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan baik, bahkan mencarikelemahan dari peraturan perundang-undangan tersebut untuk dimanfaatkan guna
mencapai tujuannya.
• Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan.Berkaitan dengan implementasi peraturan perundang-undangan adalah sisi
pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Banyak pelanggaran
yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat
lemah didalam pemberian sanksi hukum.• Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran
akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini,
perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga14masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun
masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
• Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat
dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan
dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang
sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun.
Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerahdaerah otonom yanghampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang
kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada intinya ingin
mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta diatas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi
lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal inisangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi,
banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang
menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 10/50
mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah
manusia itu sendiri.
15BAB III
METODE PENELITIANA. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis
normatif, yaitu suatu pendekatan secara yuridis yang mendasarkan pada kaidahkaidah hukum publik.B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif analitis, artinya suatu
cara pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan memamarkankeadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta – fakta yang tampak
sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis secara objektif.
Deskriptif artinya memberikan gambaran tentang objek yang diteliti, yaitu segalaketentuan dan prosedural yang berhubungan dengan otonomi daerah dan pengelolaan
sumber daya alam. Sedangkan analitis artinya melakukan kajian deduktif, yaitu
kajian yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui
(diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (yang merupakan pengetahuan baru
yang bersifat lebih khusus) terhadap objek penelitian. Analitis ini dilakukan dalamrangka menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan DataUntuk mendapatkan data yang lengkap, diperlukan data yang bersifat primer dan
sekunder.
161. Data Primer Adalah data yang diperoleh melalui penelitian di lapangan dengan cara :
a. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek
yang diteliti.
b. Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara langsung secara terpimpin.Dalam hal ini dipersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan sebagai
pedoman , tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang
disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.2. Data Sekunder
adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, dalam arti bahwa data ini
diperoleh dari buku-buku karya ilmiah para sarjana, peraturan perundangundangan, catatan-catatan,arsip-arsip.
D. Metode Penyajian Data
Data Primer dan Data Sekunder yang telah diperoleh selama penelitian disajikandalam bentuk laporan sesuai dengan sifat data itu sendiri.
E. Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh, dipilih dan disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisa secara kualitatif untuk menggambarkan hasil penelitian,
selanjutnya disusun dalam karya ilmiah.
17Data-data yang telah terkumpul diteliti dan dianalisis dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu pola berfikir yang mendasarkan dari suatu fakta yang sifatnya
umum kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya khusus.
18BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 11/50
Pembangunan Berkelanjutan atau sustainable development sebenarnya bukanlah
suatu konsep yang baru di tingkat global maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya
masih belum dipahami dengan baik, karena masih banyak menimbulkan kerancuan pada
tingkat kebijakan dan pengaturan serta mempunyai banyak hambatan pada tataranimplementasi atau pelaksanaan.
Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian
sebagai pembangunan yang memperhatikan dan mempertimbangkan dimensi lingkunganhidup. Dalam pelaksanaannya konsep tersebut sudah menjadi topik pembicaraan dalam
konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang
menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan, menurut Siti Sundari Rangkuti Konferensi Stocholm telah membahas
masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan
memperhitungkan daya dukung lingkungan (eco-development).Dilaksanakannya konferensi tersebut adalah sejalan dengan keinginan dari PBB
untuk menanggulangi dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi, bertepatan
dengan di umumkannya “Strategi Pembangunan Internasional” bagi “Dasawarsa
Pembangunan Dunia ke–2” (The Second UN Development Decade) yang dimulai pada
tanggal 1 Juni 1970. Sidang Umum PBB menyerukan untuk meningkatkan usaha dan19tindakan nasional serta Internasional guna menanggulangi “proses pemerosotan kualitas
lingkungan hidup” agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demikelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No. 2657
(XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian
kepada usaha “melindungi dan mengembangkan kepentingan-kepentingan negara yangsedang berkembang” dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan
nasional di bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional. Amanat
inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi Stocholm yang
dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep Pembangunan Berkelanjutan.Pengaruh Konferensi Stocholm terhadap gerakan kesadaran lingkungan tercermin
dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap masalah lingkungan dan
terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang lingkungan hidup, termasuk diIndonesia. Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disahkan oleh resolusi SU PBB
No. 2997 (XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang
Lingkungan Hidup Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapatdilihat dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai
“a first step in developing international environment law”.
Bagi Indonesia konsep ini sebenarnya merupakan suatu konsep yang relatif baru.Menurut Emil Salim, inti pokok dari Pembangunan yang lama tidak mempertimbangkan
lingkungan, dan memandang kerusakan lingkungan sebagai biaya yang harus dibayar.
Walaupun demikian konsep ini sebenarnya sudah dibahas mendahului Konferensi
Stockholm dalam Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Bandung tanggal 15-18 Mei 19972 sedangkan Konferensi Stockholm
berlangsung tanggal 15-18 Juni 1972. Menurut Daud Silalahi Seminar Nasional
20Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional 1972 di UNPAD yang bekerjasama dengan BAPPENAS telah mengawali konsep pembangunan yang
berwawasan lingkungan (ecodevelopment). Menurut pendapatnya pertemuan ini
membawa pengaruh pada pengaturan hukum lingkungan dan pada konsep pembangunandengan masuknya pertimbangan lingkungan dalam setiap keputusan rencana
pembangunan.
Seminar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional (1972) dengan tema
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 12/50
“hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat berkembang dengan baik,
dan hanya dengan lingkungan akan berkembang ke arah yang optimal”. Otto Sumarwoto
menilai seminar tersebut sebagai suatu tonggak sejarah tentang permasalahan lingkungan
hidup di Indonesia. Karena itu perbincangan tentang pembangunan tentang PembangunanBerkelanjutan sudah dibahas di Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, namun
hingga sekarang masih menjadi masalah yang belum dapat diwujudkan secara baik.
Dalam kurun waktu tersebut bangsa Indonesia telah berusaha untuk menjadikanPembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang berkelanjutan bahkan ditambah
dengan berwawasan lingkungan, namun prakteknya menunjukkan lain. Dalam gambaran
tentang kondisi umum mengenai pengelolaan Sumber daya alam dan lingkungan hidup,Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menyebutkan bahwa Konsep
Pembangunan Berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam
pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali. Karena itu pembangunan berkelanjutan adalah sebuah harapan yang harus
diwujudkan dan dalam upaya mewujudkannya itu peranan hukum menjadi sangat
relevan.
212. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP .
Istilah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang kita pergunakan disini merupakan terjemahan dari “sustainable development” yang sangat
populer dipergunakan di negara-negara Barat. Istilah Pembangunan Berkelanjutan secararesmi dipergunakan dalam Tap MPR No. IV /MPR/1999 tentang GBHN, sedangkan
istilah Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan Hidup digunakan
dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu jugadikenal ada istilah lingkungan dan pembangunan, sedang sebelumnya lebih popular
digunakan istilah Pembangunan yang berwawasan Lingkungan sebagai terjemah dari
Eco-development. Sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai dipusatkan
pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Pertama kali istilah ini muncul dalamWorld Conservation Strategy dari the International Union for the conservation of nature,
lalu dipakai oleh Lester R. Brown dalam bukunya Building a Suistainable Society (1981).
Istilah tersebut kemudian menjadi sangat popular melalui laporan Bruntland, Our Common Future (1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang
akhirnya pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigma
Pembangunan Berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua negara di dunia.
Perkembangan kebijakan lingkungan hidup, menurut Koesnadi Hardjasoemantri,
didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkatWCED. WCED dibentuk PBB memenuhi keputusan Sidang Umum PBB Desember 1983
No. 38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr.
22Mansour Khalid (Sudan), salah satu anggotanya dari Indonesia adalah Prof. Dr. Emil
Salim. Salah satu tugas WCED adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkunganmenuju pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya.
WCED telah memberikan laporannya pada tahun 2000 yang diberi judul “Our Common
Future” yang memuat banyak rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan perubahan hukum. Sedangkan Soerjani menambahkan bahwa panitia ini menghasilkan
laporan yang berjudul “Our Common Future” pada tahun 1987. Buku ini diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Hari Depan Kita Bersama” 1988. Salah satutonggak penting yang di pancangkan oleh panitia ini adalah agar pemahaman tentang
perlunya wawasan lingkungan dalam Pembangunan di praktekkan di semua sektor dan
terkenal dengan istilah “Sustainable Development”.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 13/50
Dalam laporan WCED “Our Common Future” ditemui sebuah rumusan tentang
“Sustainable Development” sebagai berikut: “Suistainable Development is defined as
development that meet the needs of the present without comprosing the ability of future
generations to meet their own needs”. Ada beberapa penekanan yang kita temukan dalamterjemahan rumusan ini. Dalam terjemahan Laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan
dan Pembangunan disebutkan “Umat memiliki kemampuan untuk menjadikan
pembangunan ini berkesinambungan (sustainable) untuk memastikan bahwa Pembangunan ini dapatmemenuhi kebutuhanya” .
Selanjutanya dalam laporan Komisi Dunia untuk lingkungan hidup dan
pembangunan tentang “Hari Depan Kita Bersama” (1988) dikemukakan beberapa penegasan lebih lanjut tentang pembangunan berkelanjutan ini. Dikatakan konsep
pembangunan yang berkesinabungan memang mengimplikasikan batas - bukan batas
absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat teknologi dan organisasi sosial23sekarang ini mengenai sumber daya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer menyerap
pengaruh-pengaruh kegiatan manusia, akan tetapi teknologi untuk memberi jalan bagi era
baru pertumbuhan ekonomi. Kemudian ditambahkan pula bahwa Pembangunan global
yang berkesinambungan juga mensyaratkan mereka yang hidup lebih mewah untuk
mengambil gaya hidup dalam batas-batas kemampuan ekologi planet ini dalam hal penggunaan energi, misalnya. Lebih lanjut penduduk yang bertambah cepat dapat
meningkatkan tekanan pada sumber daya dan penyelamatan naiknya taraf hidup, jadi pembangunan yang berkelanjutan hanya dapat dikejar bila besarnya populasi penduduk
dan pertumbuhan selaras dengan potensi produktif yang terus berubah dari ekosistem.
Akhirnya pembangunan yang berkelanjutan bukanlah suatu tingkat keselarasan yangtetap, akan tetapi lebih berupa suatu proses dengan pemanfaatan sumber daya, arah
investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan yang
konsisten dengan kebutuhan hari depan dan kebutuhan masa kini. Kami menyadari
bahwa proses itu tidak mudah. Pilihan-pilihan yang menyakitkan harus dibuat. Jadi dalamanalisis akhirnya, pembangunan yang berkelanjutan pasti bersandar pada kemauan
politik.
Dalam menanggapi rumusan Pembangunan Berkelanjutan, Emil Salim dalamterjemahan laporan ke dalam bahasa Indonesia mengemukakan bahwa rumusan
pembangunan berkelanjutan memuat dua konsep pokok yakni, pertama, konsep
“kebutuhan”, khususnya kebutuhan pokok kaum miskin sedunia, terhadap siapa prioritasutama perlu diberikan; dan kedua, gagasan keterbatasan yang bersumber pada keadaan
teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Dengan demikian keprihatinankemiskinan dan ikhtiar menanggapi keterbatasan akibat keadaan teknologi dan organisasi
24sosial menjadi latar belakang pembahasan masalah-masalah lingkungan dan
pembangunan. Selain hal itu dikemukakan ada beberapa asumsi dasar serta ide pokok
yang mendasari konsep pembangunan berkelanjutan ini, yaitu :Pertama, proses pembangunan itu mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di
topang oleh sumber daya alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara
berlanjut,Kedua, sumber daya alam terutama udara, air dan tanah memiliki ambang batas, sehingga
penggunaannya akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya. Penurunan itu berarti
berkurangnya kemampuan sumber daya alam tersebut untuk menopang pembangunansecara berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber daya
alam dengan sumber daya manusia.
Ketiga, kualitas lingkungan berkolerasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 14/50
kualitas lingkungan, semakin posistif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain
tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan usia hidup, pada turunnya
tingkat kematian dan lain sebagainya. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan, akan
memberi pengaruh positif terhadap kualitas hidup.Keempat, pembangunan berkelanjutan menumbuhkan solidaritas transgenerasi, dimana
pembangunan ini memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya, tanpa
mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkankesejahteraannya.
Pandangan yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Ignas Kleden yang antara
lain menyatakan bahwa ada dua hal yang dipertaruhkan disini, yaitu daya dukungsumber-sumber daya tersebut, dan solidaritas transgenerasi; maksudnya adalah
bagaimana kita mengekang diri untuk tidak merusak sumber-sumber daya yang ada, agar
25dapat bersikap adil terhadap masa depan umat manusia. Kegagalan kita untuk memelihara daya dukung sumber-sumber daya itu akan menyebabkan kita berdosa karena
telah melakukan sesuatu (sin of commission) sementara kegagalan untuk mewujudkan
solidaritas transgenerasi itu akan menyebabkan kita berdosa karena telah melalaikan
sesuatu.
Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan tidak lepas dari berbagaiinterpretasi. Moeljarto Tjokrowinoto misalnya menyebutkan ada interpretasi yang lahir
dari pemikiran kaum environmentalist dan ada pula interpretasi yang datang dari para pakar lembaga-lembaga donor. Kedua interpretasi pembangunan berkelanjutan tadi
mempunyai implikasi administratif tertentu. Menurut Moeljarto munculnya konsep
pembangunan berkelanjutan didorong oleh kenyataan tingginya mortality rate proyekproyek pembangunan di negara berkembang. Alokasi input yang berkesinambungan tidak
menjadikan proyek pembangunan tadi berkembang dengan kekuatan tersendiri.
Dikatakan pula bahwa sustainable development atau pembangunan berkelanjutan ini
mungkin diwujudkan melalui keterkaitan (interlinkages) yang tepat antara alam, aspek sosio-ekonomis dan kultur. Dikatakan juga bahwa sustainable development bukanlah
suatu situasi harmoni yang tetap dan statis, akan tetapi merupakan suatu proses perubahan
dimana eksploitasi sumber daya alam, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, perubahan kelembagaan konsisten dengan kebutuhan pada saat ini dan di masa
mendatang.
Pandangan lain diungkapkan Sonny Keraf. Dikemukakannya bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kritik pembangunan di satu pihak tetapi di
pihak lain adalah suatu teori normatif yang menyodorkan praksis pembangunan yang
baru sebagai jalan keluar dari kegagalan developmentalisme selama ini.26Sedangkan menurut Mas Achmad Santoso istilah sustainable development
mengandung berbagai penafsiran yang berbeda-beda karena terminologi pembangunan
berkelanjutan sangat terbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian.
Disamping konsep sustainable development yang berasal dari WCED, muncul pula batasan tentang pembangunan yang didukung oleh Bank Dunia, World Conservation
Society (IUCN) serta IUCN bersama UNEP dan WWF yang antara lain menekankan pada
perbaikan sosial ekonomi, pelestarian sumber daya alam dan perhatian pada daya dukungsumber daya alam serta keanekaragamannya dalam jangka panjang. Konsep ini
dirumuskan dalam apa yang dinamakan “ Carrying for the Earth: The Strategy for
Sustainable Living” menggantikan World Conservation Strategy (WCS). Dalamrumusan Carrying for the Earth disingkat CE (1991) perumusan tentang sustainable
development digariskan sebagai berikut:
“improving the quality of human life while living within the carrying capacity of
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 15/50
supporting ecosystem. A sustainable economy is the product of sustainable development.
It maintains natural resources base, it can continue to develop by adopting and through
improvement in knowledge, organization, technical efficiency and wisdom”.
Konsep pembangunan berkelanjutan ini mengakui tentang pentingnya perananhukum untuk menopang terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Menurut Koesnadi
Hardjosoemantri, pertama kali dalam evolusi konsep pembangunan berkelanjutan telah
dilakukan upaya untuk menggariskan kerangka hukum yang komprehensif gunamenetapkan pembangunan berkelanjutan. Dalam mengemukakan pentingnya mekanisme
hukum dalam tingkat nasional, regional dan global dalam menetapkan dan melaksanakan
pembangunan berkelanjutan. CE menyatakan bahwa hukum lingkungan, dalam pengertiannya yang luas, adalah sarana esensial bagi mencapai keberlanjutan.
27Konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan lebih jauh dalam KTT Bumi
yang diselenggarakan di Rio de Jenairo pada tanggal 3-14 Juni 1992, konferensi inimerupakan momentum global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dan membentuk kemitraan dunia untuk mencapai kehidupan dan kualitas
dunia, yang lebih baik. Konferensi ini menghasilkan banyak keputusan penting antara
lain “The Rio Declaration on Environment and Development” dan agenda 21. Prinsip
pertama dari Rio Declaration menyatakan bahwa:” human beings are as the center of theconcern for sustainable development. They are entitled to a healthy and productive life in
harmony with nature (manusia merupakan perhatian dari pembangunan berkelanjutan.Mereka berhak untuk mendapatkan suatu kehidupan yang baik dan produktif yang
harmonis dengan alam).
Selanjutnya berdasarkan Agenda 21, pada tahun 1992 telah diselenggarakanSidang Umum PBB dan The Economic and Social Council (ECOSOC) yang membentuk
Commision on Sustainable Development (CSD) yang beranggota 53 negara yang dipilih
oleh ECOSOC dengan memperhatikan kelayakan distribusi geografis. Sekretariat CSD
berkedudukan di New York dan pertemuan-pertemuan diselenggarakan di New York danGenewa. CSD bertujuan untuk : “ ensure the effective follow-up of UNCED, as well as to
enhance international cooperation and rationalize the intergovermental decision making
capacity for the integration of environment and development issues and to examine the progress of the implementation of agenda 21 at the national, regional and international
levels, fully guided by the principles of the Conference, in other to achive sustainable
development. Dengan demikian sudah ada suatu badan dunia yan menangani pengembangan pembangunan berkelanjutan yang meliputi tatanan nasional, regional dan
global.
28Pertemuan terakhir yang membahas tentang pembangunan berkelanjutan iniadalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan
(2002) sebagai kelanjutan dari KTT Rio de Jenairo. Dalam KTT ini lebih ditegaskan lagi
mengenai perubahan paradigma pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan tidak
saja harus dilihat sebagai pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harusmemperhatikan dimensi sosial yaitu tentang manusianya sendiri dan alam ciptaan Tuhan
yang dianugrahkan kepada manusia. Melalui pendekatan tersebut maka pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) mempunyai dasar dan landasan yang lebihkokoh untuk diterapkan, hanya saja konsep tersebut masih harus di sosialisasikan secara
lebih luas.
Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on the human
and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak hanya memasukkan aspek
lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tetapi juga
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 16/50
membentuk institusi atau lembaga yang membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973
aspek lingkungan hidup masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup
dimasukkan ke Repelita II dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan
penjabarannya dalam Repelita III. Pada tahun 1978 dibentuk Menteri Negara PengawasanPembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 1982 diubah
menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian
pada 1992 dirubah menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH) sampai sekarang.Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan aspek lingkungan
bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita.
29Pada tahun 1982 telah diundangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN1982 No. 12) tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup
(UULH) secara terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan
pelaksanaan pembangun-an dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yangdinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan” Undang-Undang ini mempunyai arti
penting tersendiri, menurut Siti Sundari Rangkuti UULH ini mengadung berbagai
konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum lingkungan baik nasional maupun
internasional yang mempunyai implikasi terhadap pembinaan hukum lingkungan
Indonesia, sehingga perlu dikajinya perundang-undangan lingkungan modern sebagaisatu sistem keterpaduan.
Dalam Pasal 4 huruf d Undang-Undang ini disebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah “terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang”. Mengenai pengertian
pembangunan bewawasan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 13 yangmenyatakan bahwa “pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan
terencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam
pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Penjelasan
UULH (TLN.3215) dinyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap
lingkungan serta kemampuan sumber daya alam untuk menopang pembangunan secara
berkesinambungan. Ketentuan tersebut selain menggunakan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” juga menggunakan istilah “pembangunan berkesinabungan”
istilah yang disebutkan terakhir dapat juga dijadikan acuan istilah sustainable
30development karena kata “berkesinabungan” dan “berkelanjutan “ dalam bahasaIndonesia mempunyai makna yang sama.
Hal lain yang ditegaskan kembali dalam Pasal 3 tentang asas pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “pengelolaan LingkunganHidup Berazaskan Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan
manusia. Sedangkan penjelasannya menyatakan bahwa pengertian pelestarian
mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang
dapat dicapai kehidupan yang optimal. Berdasarkan uraian tersebut diatas, UULH ini
mengandung pengertian bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalahsatu bagian dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat Pasal 1 angka 13) atau
sebagai penunjang dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat Pasal 3).
Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikandengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH). Dalam UUPLH ini tidak lagi diadakan pembedaan antara pembangunan yang
berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang berkesinambungan seperti
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 17/50
dikemukakan di atas akan tetapi UUPLH ini menggunakan istilah baru lagi yaitu
“Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup”.
Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang mengapa kita
harus melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan LingkunganHidup” seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan
sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam
UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu31dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Penegasantersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup berkaitan erat dengan pengelolaan SDA sebagai suatu
asset mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam pertimbangan berikutnya (huruf c)ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi selaras dan
seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Dalam pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup dianggap
sebagai penunjang terhadap pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan.Dalam UUPLH ini diperkenalkan suatu rumusan tentang pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup (Pasal 1 butir 3). Disebutkan dalamketentuan tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya alam ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.
Selanjutnya dalam UUPLH ini dibedakan antara “asas keberlanjutan” sebagai asas
pengelolaan lingkungan hidup dan “pembangunan berwawasan lingkungan hidup”
sebagai suatu sistem pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 yang menyatakan:“pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara,
asas keberlanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusiaIndonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
32Mengenai “asas berkelanjutan” penjelasan UUPLH (TLN 3699) menyatakan “asas
berkelanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, untuk
terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan
hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjaditumpuannya dalam meningkatkan pembangunan. Hal ini kemudian ditegaskan dalam
UUD 1945 amandmen ke-4 (2002) yang menambahkan ayat (4) dan (5) terhadap Pasal 33
yang sebelumnya tidak pernah mengalami perubahan yang menyebutkan:
a) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomidengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
ekonomi nasional. b) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan pasal ini diatur dalam undangundang.
Sejalan dengan pembahasan tersebut juga diadakan perubahan terhadap judul Bab XIV
Undang-Undang Dasar yang melengkapi pasal tersebut dan judul semula “KesejahteraanSosial” menjadi “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”. Dalam konteks ini
tampak ada penonjolan dimensi ekonomi dalam penguasaan sumber daya alam, yang
perlu mendapat perhatian adalah aspek keberlanjutan dan berwawasan lingkungan bukan
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 18/50
hanya berada dalam dimensi ekonomi belaka tetapi juga dalam dimensi kehidupan
menusia termasuk dimensi sosial budaya, kesejahteraan sosial pada dasarnya juga harus
menonjolkan aspek keberlanjutan dan berwawasan lingkungan dengan demikian konsep
pembangunan berkelanjutan di Indonesia pada umumnya dan sistem hukum lingkungan33pada khususnya. Walaupun penjabarannya dalam pengaturan mengenai pengelolaan
sumber daya alam masih belum begitu tampak secara jelas.
3. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAMPengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sudah
dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain Pasal 33 UUD 1945 yang
merupakan ketentuan dasar, ada seperangkat Undang-Undang yang mengatur tentang haltersebut, antara lain Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria,
Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok Kehutanan, kemudian
dicabut dan digantikan dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.Undang-Undang no. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan yang
direncanakan akan diganti dalam waktu dekat, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974
Tentang Pengairan, berikut seperangkat ketentuan pelaksanaannya, selain hal itu juga
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan yang telah kita sebutkan di atas dan
seperangkat ketetapan MPR yang mengatur tentang hal ini seperti TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945sebagaimana telah dirubah dalam Tahun 2002 berbunyi selengkapnya :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajathidup orang banyak dikuasi Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
344. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomidengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam UndangUndang
Pengelolaan sumber daya alam adalah seperti apa yang disebutkan dalam ayat (3)
yaitu melingkupi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”.Ketentuan ini kemudian diperluas dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 dengan
menambah unsur ruang angkasa sehingga meliputi “ Bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan penegasan tentang dua hal
yaitu:
1. Memberikan kekuasaan kepada negara untuk “menguasai” bumi dan air serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sehingga negara mempunyai “Hak Menguasai”. Hak ini adalah hak yang berfungsi dalam rangkaian hak-hak
penguasaan sumber daya alam di Indonesia.
2. Membebaskan di satu sisi serta memberikan kewajiban di sisi lain kepada negarauntuk mempergunakan sumber daya alam yang ada untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pengertian sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menunjukkan kepada kita bahwarakyatlah yang harus menerima manfaat kemakmuran dari sumber daya alam yang ada di
Indonesia. Secara singkat pasal ini memberikan hak kepada negara untuk mengatur dan
menggunakan sumber daya alam yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia, juga
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 19/50
35membebankan suatu kewajiban kepada negara untuk menggunakan sumber daya alam
untuk kemakmuran rakyat, bilamana hal ini merupakan kewajiban negara, maka pada sisi
lain adalah merupakan hak bagi rakyat Indonesia untuk mendapat kemakmuran melalui
pengelolaan sumber daya alam.Pertanyaan yang muncul adalah rakyat Indonesia yang mana yang paling berhak
untuk mendapatkan kemakmuran dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia? Pada
dasarnya seluruh rakyat Indonesia yang berdiam di seluruh wilayah Negara KesatuanIndonesia pada tingkat atau lapisan manapun mempunyai hak yang sama untuk
menikmati kemakmuran tersebut, namun kalau kita membicarakan siapa yang lebih
diutamakan tentu saja masyarakat yang berada disekitar sumber daya alam itu beradaharus lebih diutamakan dari mereka yang bertempat tinggal jauh dari sumber daya alam
yang dimaksud.
Hal ini ditegaskan antara lain dalam Pasal 3 ayat (1) Ketetapan MPR No.XV/MPR/1998 tetang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan pembangunan dan
pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan serta perimbangan keuangan Pusat dan
daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa
keseluruhannya. Dalam pasal ini disebutkan lebih dahulu masyarakat daerah dari bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Mengisyaratkan kepada kita bahwa masyarakat setempatharus diberikan prioritas haknya untuk menikmati kemakmuran dalam pemanfaatan
sumber daya alam ketimbang orang-orang yang jauh bertempat dari sumber daya alamdimaksud. Hak ini telah diberi penekanan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
sebagai reaksi dari apa yang selama ini dikenal hegemoni pusat. Orang-orang yang ada di
pusat lebih banyak menikmati kemakmuran dari pada masyarakat daerah atau masyarakatsetempat. Selain itu kemakmuran dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam bukan
36hanya sekedar menjadi hak dari generasi masa kini saja. Anak cucu kita sebagai generasi
mendatang juga mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran dari
pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Karena itu kemakmuran yang ingindiwujudkan menurut Undang-Undang Dasar adalah bersifat transgeneration dan oleh
karenanya hak untuk mendapat kemakmuran harus berkesinambungan atau berkelanjutan
(sustainable). Karena hal ini sejalan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutandan berwawasan lingkungan .
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pengaturan tentang pengelolaan
sumber daya alam dimaksud diatur dalam Bab IV tentang wewenang pengelolaanlingkungan hidup. Secara umum dalam Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa sumber daya
adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam
baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan. Pasal 8 Undang-Undang inimenentukan:
1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.
2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah:a) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup.
b) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkunganhidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya
genetika.
c) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atausubyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam
dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika.
37d) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 20/50
e) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.Kemudian dalam Pasal 9 ayat (3) dinyatakan bahwa pengelolaan lingkungan
hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya
alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konsensus sumber daya alam hayatidan eksistensinya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang dikaitkan dengan
pembangunan yang berkelanjutan tampak dengan jelas dalam Undang-Undang No. 41Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pasal 3 dari Undang-Undang ini misalnya menentukan:
“Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan:a) Menjamin keberadaan hutan dengan luasnya yang cukup dan sebaran yang
proporsional.
b) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi komunikasi, fungsi
lindung, dan fungsi produksi. Untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya
dan ekonomi yang seimbang dan lestari.c) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
d) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaanmasyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga
mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap
akibat perubahan eksternal, dan38e) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Karena itu Undang-Undang ini menganut prinsip pengelolaan hutan yang
berkelanjutan atau “sustainable forest management”.
Selanjutnya UU lain yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alamadalah UU No. 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025. Dalam Lampiran UU tersebut Bab II Kondisi Umum arah kebijakan
pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup disebutkan:1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari satu generasi ke generasi lain.
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidupdengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan.
3. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintahdaerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan
pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang
diatur dengan Undang-Undang.
4. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatdengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat
lokal, serta penataan ruang yang pengusahaanya diatur dengan Undang-Undang.5. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan,
keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah
kerusakan yang tidak dapat balik.39Lima prinsip ini kemudian dijabarkan lebih jauh dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam gambaran umum mengenai pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup ditegaskan bahwa peran pemerintah dalam
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 21/50
perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus dioptimalkan karena sumber
daya alam sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan
negara melalui mekanisme pajak, restribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil serta
perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah pendayagunaansecara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam dimaksud untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal
dan tetap terjaganya fungsi lingkungan.Ditegaskan lebih jauh dalam UU ini, dengan memperhatikan permasalahan dan
kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang sumber
daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya:1. Mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak
dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya.2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari kerusakan
sumber daya alam dan pencemaran lingkungan .
3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggungjawab kepada pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap.
4. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
global.405. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasankonservasi baru di wilayah tertentu, dan
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Bilamana kita teliti pengarusutamaan tentang rencana pembangunan sebagaimanadisebutkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tersebut khususnya yang berkenaan dengan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup – menggambarkan telah
dimasukkannya perkembangan pemikiran di bidang lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga cukup beralasan bahwa di Indonesia, pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup telah dilaksanakan walaupun mungkin
baru sebatas dalam aturan hukum.Selanjutnya yang perlu mendapat perhatian adalah Tap MPR/IX/2001 tentang
pembaharuan Agraria dan pengelolaan Sumber daya alam Pasal 3 ketetapan ini
menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, lautandan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kemudian dalam Pasal 4 ditentukan bahwa pembaharuan agraria dan pengelolaan
sumber daya harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:
a) Memelihara dan mempertahankan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. b) Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
c) Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam
unifikasi hukum.41d) Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia
e) Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat.
f) Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan,
peruntukan, penggunaan, pemanfatan dan pemeliharaan sumber daya
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 22/50
agraria/sumber daya alam.
g) Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang, dengan tetap
memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkunganh) Melaksanakan fungsional, kelestarian, dan fungsi ekologi sesuai dengan kondisi
sosial budaya setempat.
i) Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar pembangunan antar daerahdalam pelaksanaan pembangunan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
j) Mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan
keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam.k) Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat,
daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat) masyarakat dan
individu.l) Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan, ditingkat nasional,
daerah propinsi, kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan
alasan dan pengelolaan sumber daya agraris/sumber daya alam.
Prinsip-prinsip ini memberikan landasan formal pengelolaan sumber daya alam
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.42Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (2) ketetapan ini menentukan bahwa arah
kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:a) Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sosialisasi
kebijakan antar sektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksudPasal 4 ketetapan ini.
b) Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui
identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai
potensi pembangunanc) Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi
sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab
sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologitradisional.
d) Memeperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan
melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber dayaalam tersebut.
e) Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul
selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang gunamenjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagai mana dimaksud Pasal 14 ketetapan ini.
f) Mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi sumber
daya alam yang berlebihan.43g) Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada
optimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan
masyarakat dan kondisi daerah maupun nasional.Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia secara umum sudah mempunyai
landasan formal yang cukup kuat dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang
berbasis pembangunan berkelanjutan. Namun apakah dalam realitanya memang sudah seperti apa yang ditentukan
dalam ketentuan dimaksud? Dalam gambaran tentang kondisi umum mengenai
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup UU No. 17 Tahun 2007 tentang
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 23/50
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menentukan : konsep
pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam
pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak
terkendali dengan akibat perusakan lingkungan yang mengganggu pelestarian alam;ungkapan ini menunjukkan adanya pengakuan dari lembaga negara di Indonesia tentang
masih belum terlaksananya pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya
alam.Konsideran Tap IX/MPR/2001 menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya
agraria/ sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan
kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik. Kemudian disebutkan pula bahwa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria
atau sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.Persoalan ini tidak hanya dihadapi di Indonesia akan tetapi juga berlaku secara
global dan proses globalisasi itu sendirilah sebenarnya yang memperlemah pelaksanaan
44pembangunan berkelanjutan, seperti yang dikatakan oleh Martin Khor bahwa proses
globalisasi telah semakin mendapat kekuatan, dan proses tersebut telah dan akan semakin
menenggelamkan agenda pembangunan berkelanjutan.Dalam tulisannya, Sonny Keraf menyebutkan ada dua penyebab kegagalan
penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menurut pendapatnya salah satusebab dari kegagalan mengimplementasikan paradigma tersebut adalah, paradigma
tersebut kurang dipahami sebagai prinsip-prinsip kerja yang menentukan dan menjiwai
seluruh proses pembangunan. Paradigma ini tidak dipahami sebagai bentuk prinsip pokok politik pembangunan itu sendiri. Pada akhir cita-cita yang dituju dan ingin diwujudkan
dibalik paradigma tersebut tidak tercapai. Karena, prinsip politik pembangunan yang
seharusnya menuntut pemerintah dan semua pihak lainnya dalam rencana dan
implementasi pembangunan tidak dipatuhi dengan kata lain, paradigma pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen
moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan dengan itu, paradigma pembangunan berkelanjutan bukti sebuah konsep tentang pembangunan lingkungan hidup. Paradigma pembangunan
berkelanjutan juga bukan hanya tentang pembangunan ekonomi. Ini sebuah etika politik
pembangunan mengenai pembangunan secara keseluruhan dan bagaimana pembangunanitu seharusnya dijalankan. Dalam arti ini, selama paradigma pembangunan berkelanjutan
tersebut tidak dipahami, atau dipahami secara luas, cita-cita moral yang terkandung di
dalamnya tidak akan terwujud . Alasan kedua, mengapa paradigma itu tidak jalan,khususnya mengapa krisis ekologi tetap saja terjadi, karena paradigma tersebut kembali
menegaskan ideologi developmentalisme. Apa yang dicapai di KTT Bumi di Rio de
Janeiro tujuh belas tahun lalu, tidak lain adalah sebuah kompromi usulan tentang
45pembangunan, dengan fokus utama berupa pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, selamatujuh belas tahun terakhir ini, tidak banyak perubahan yang dialami semua negara di
dunia dalam rangka mengoreksi pembangunan ekonominya yang tetap saja sama, yaitu
penguasaan dan eksploitasi sumber daya alam dengan segala dampak negatifnya bagilingkungan hidup, baik kerusakan sumber daya alam maupun pencemaran lingkungan
hidup.
Sekalipun pembangunan berkelanjutan berada pada suatu titik terendah, menurutMartin Khor, namun muncul juga tanda kebangkitannya kembali sebagai suatu
paradigma. Keterbatasan dan kegagalan globalisasi telah menyebabkan munculnya reaksi
negatif dari sebagian masyarakat yang pada akhirnya mungkin akan berdampak pada
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 24/50
terjadinya perubahan sejumlah kebijakan. Dengan munculnya kekuatan pro pembangunan
berkelanjutan dalam pemerintahan di negara-negara sedang berkembang (NSB) mereka
menjadi lebih sadar akan hak-hak dan tanggungjawab untuk meralat berbagai persoalan
yang ada pada saat ini termasuk mengubah sejumlah peraturan dalam WTO.World Summit On Sustainable Development - WSSD (Konferensi Dunia tentang
Pembangunan Berkelanjutan) memberikan kesempatan untuk memusatkan kembali
perhatian masyarakat maupun upaya-upaya pemantapan, bukan semata-mata mengenai persoalan itu, melainkan juga kebutuhan untuk menggeser paradigma-paradigma.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia
patut di catat penilaian dari D. Pearce & G Atkinson dalam tulisanya “A Measure of Sustainable Development” sebagaimana dikutip oleh Soerjani. Dua penulis ini menilai
pembangunan Indonesia dinilai masih belum sustainable. Hal ini dengan alasan bahwa
depresiasi sumber daya alam Indonesia besarnya adalah 17% dari GDB, sedangkaninvestasinya hanya 15 %. Pembangunan itu baru dinilai sustainable dalam memanfaatkan
46sumber daya alam itu melalui rekayasa teknologi dan seni, sehingga kalau yang kita
konsumsi nilai tambahnya, sangat mungkin dapat ditabung untuk investasi senilai 17%
atau bahkan lebih. Jadi jelas bahwa kemampuan sumber daya manusia untuk memberi
“nilai tambah” sumber daya pendukung pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan kunci apakah pembangunan yang
dilaksanakan itu sustainable berkelanjutan, berkesinambungan atau tidak.Dengan demikian sekalipun secara formal sudah jelas pembangunan yang
dilaksanakan di Indonesia harus berupa Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan
Lingkungan Hidup tetapi masih baru pada tataran das solen dan melalui perangkat hukumdiharapkan dapat diwujudkan pada tataran das sein. Namun keberhasilan ini masih
tergantung pada banyak faktor, selain faktor yang bersifat yuridis, juga politis dan budaya
termasuk kondisi sumber daya manusia yang menjadi pelaksanaanya.
4. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI ERA OTONOMI DAERAHUU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 5
menyebutkan bahwa Otonomi Daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dankepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Konsep dasar dari Otonomi Daerah adalah memberikan wewenang kepada daerah
untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya masing-masing sesuaidengan apa yang mereka kehendaki dan mereka butuhkan, dan pemerintah pusat akan
membantu dan memelihara kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan didaerah
47seperti masalah moneter, pembangunan jalan antar kota dan provinsi, maupun pemeliharaan sistem pengairan yang melintasi berbagai wilayah.
Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat
hukum dengan batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.Tujuan dari Otonomi Daerah adalah :
a. Memberdayakan masyarakat.
b. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas.c. Meningkatkan peran serta masyarakat.
d. Mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dalam memahami penggunaan istilah perlu dipahami perbedaan pengertian antaraistilah desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan
wewenang ke daerah; sedangkan dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang
pemerintah pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 25/50
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan atau perangkat pusat didaerah.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah disamping itu
penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi,
peran-serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dankeanekaragaman daerah.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua urusan pemerintahan, kecuali urusan48pemerintahan dibidang politk luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan
agama, serta urusan pemerintahan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(PP No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan). Disamping itukeleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian
dan evaluasi. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) merupakan urusan pemerintahan
yang telah diserahkan ke daerah berdasarkan PP No. 38 tahun 2007 tersebut.
Pemanfaatan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan umat manusia sudah berlangsung sejak lama, dan ini adalah sangat manusiawi, yang jadi persoalan adalah
dampak negarif dari kesalahan dalam pengelolaan tersebut. Di Indonesia kerusakan alamdan lingkungan sangat signifikan terjadi sejak orde baru, bahkan sampai era yang disebut
sebagai era reformasi hal ini malah semakin tidak terkendali.
Dalam soal koordinasi pengelolaan sumber daya alam misalnya, kekhawatiranmunculnya ketidakpaduan cukup beralasan. Kekhawatiran ini bukan hanya karena UU
No. 22 Tahun 1999 tidak tegas dalam soal itu tapi juga dikuatkan oleh pengalaman
semenjak UU tersebut efektif diberlakukan sejak 1 Januari 2001. Hingga UU No. 22
Tahun 1999 direvisi pada tahun 2004 telah dikeluarkan berbagai bentuk peraturan perundangan dan kebijakan yang menampilkan aura ego sektoral yang berujung pada
semakin kacaunya regulasi sumber daya alam. Eksesnya mudah untuk dilihat, yakni
pengurasan dan pengrusakan terhadap sumberdaya hutan dan laut terus berlanjut tanpamenunjukan tanda-tanda berkurang, apalagi berhenti.
Pengelolaan sumber daya alam selama ini yang telah mendatangkan berbagai
dampak dan permasalahan berawal dari berbagai produk perundang-undangan yang berkaitan dengan sumber daya alam memberikan legitimasi kepada praktek pemanfaatan
49sumber daya alam yang tidak memperhatikan keseimbangan sumber daya alam dan
kepentingan masyarakat daerah. Berbagai Undang-Undang yang mengatur tentangsumber daya alam mempunyai kelemahan substansial antara lain;
• Berorientasi pada ekspolitasi sumber daya alam untuk mengejar keuntungan
ekonomi semata, sehingga lebih berpihak kepada para pengusaha besar.
• Berpusat pada negara, sehingga menggunakan pendekatan kekuasaan secarasentralisitis.
• Bersifat sektoral, sehingga banyak regulasi, kebijakan, kepentingan maupun
pengelolaan yang tumpang tindih.• Mengabaikan keadilan terhadap masyarakat daerah setempat.
1. Regulasi Peraturan Daerah tentang Sumber Daya Alam.
Desentralisasi adalah salah satu mekanisme untuk mendekatkan pemerintahdengan rakyat. Dari sini ruang partisipasi rakyat demi demokratisasi terbuka. Dengan
dekatnya ‘jarak’ baik politik maupun geografis antara rakyat dengan pembuat peraturan
seharusnya, kontrol terhadap peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintahan daerah
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 26/50
semakin besar. Namun, pengalaman belakangan ini menunjukkan bahwa kontrol baik
dari rakyat maupun organisasi non pemerintah di daerah terhadap peraturan perundangundangan yang
muncul sebagai penjabaran UU diatasnya sangat lemah. Sehingga sangat
mungkin, peraturan-peraturan daerah ini justru malah bertolak belakang dari jiwa UU diatasnya tersebut.
Hal-hal di atas terjadi walaupun advokasi kebijakan dan pengorganisasian serta
pendampingan rakyat telah dilakukan baik bersama ornop maupun oleh rakyat sendiri.Refleksi beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa kapasitas dan kualitas
50pengawalan oleh rakyat beserta ornop dalam memulihkan kerusakan sosial dan ekologis
ini masih relatif lemah1
. Pemahaman tentang pokok permasalahan relatif masih tidak
lengkap. Dalam banyak kasus, metode yang digunakan juga tidak dipahami secara kritis.Akibatnya, seringkali, alih-alih menyelesaikan masalah, justru telah menimbulkan
masalah baru. Bahkan di beberapa wilayah ornop masih sibuk membenahi permasalahan
internal organisasinya. Hal ini diakui memang terjadi, selain faktor tidak seimbangnya
jumlah ornop yang ada (terlalu sedikit) dengan kerusakan-kerusakan yang harus
dipulihkan. Seharusnya, ornop bersama rakyat memperkuat dirinya dengan mendalamisubstansi permasalahan juga metode untuk resolusi konflik. Selain itu pengorganisasian
harus diperkuat dan sikap kritis dipertajam sehingga peraturan-pearatran daerah yangkeluar dari pemerintahan daerah dapat mencerminkan aspirasi rakyat dan ditujukan untuk
memulihkan kerusakan sosial dan ekologis yang selama ini terjadi.
Sumber daya alam memang tidak pernah lepas dari berbagai kepentingan, yaitukepentingan negara, kepentingan modal dan kepentingan rakyat. Konflik antar
kepentingan ini selalu memposisikan rakyat sebagai pihak yang kalah. Agenda
desentralisasi yang dimaksudkan menyerahkan sejumlah kewenangan dari pemerintahan
pusat ke pemerintahan daerah seharusnya memposisikan rakyat sebagai pelaku utama pengelolaan sumber daya alam. Namun, “segala penyakit yang tadinya ada di pemerintah
pusat beralih ke pemerintahan daerah”. Selain landasan undang-undangnya sendiri yang
harus direvisi, political will dari pemerintah daerah dan DPRD belum muncul sertastruktur politik yang ada juga tidak memungkinkan perubahan.
1Zakaria, Yando. 2003. Mewujudkan Otonomi Daerah : Menunggu Godot ?. Makalah yang disajikan
dalam Sarasehan “Pembaruan Desa Sebagai Upaya Penataan Ulang Relasi Negara dan Masyarakat Adat”
51Contoh ;Rekapitulasi Tema Perda di Jawa Tengah 1999-2004 No. Daerah Kategori Jumla
h
Kelembaga
anKeuanga
n
Pajak
Retribu
siKesehat
an
Tenagakerj
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 27/50
a
Lainny
a
1 Provinsi Jateng 12 13 6 17 3 4 17 722 Kota Semarang 7 11 8 9 2 1 8 46
3 Kudus 17 14 2 17 0 1 9 60
4 Pekalongan 17 11 5 12 0 1 5 515 Blora 11 7 2 13 1 2 0 36
6 Surakarta 9 14 1 14 2 0 4 44
7 Sragen 23 11 4 28 3 2 11 828 Purbalingga 27 15 2 15 2 3 5 69
9 Kebumen 20 10 1 25 2 1 29 88
10 Wonosobo 34 19 4 26 0 2 38 12311 Cilacap 10 0 6 20 0 1 16 53
Jumlah 187 125 41 196 15 18 142 724
Sumber: Enny Nurbaningsih et al, Dinamika Implementasi Perda, 2006.
Sejalan dengan penyusunan dan pembahasan suatu Raperda Pengelolaan Sumber
Daya Alam maka dalam proses penyusunan dan pembahasannya memperhatikan aspek demokrasi. Jika selama ini para stakeholders tidak dilibatkan secara optimal maka
sekarang untuk Raperda-PSDA dapat diikutsertakan. Keikutsertaan para stakeholdersyang meliputi antara lain pemerintah daerah, legislatif, kalangan dunia usaha, unsur dari
masyarakat lokal/adat, unsur pencinta lingkungan dan sebagainya akan dapat
memberikan masukan dan pertimbangan yang komprehensif terhadap substansi danmateri Raperda-PSDA.
Dengan demikian proses penyusunan dan pembahasan Raperda secara demokratis
akan melahirkan Raperda yang mampu menampung berbagai kepentingan dari para
stakeholders dan sekaligus akan mengurangi kemungkinan masuknya substansi yang bersifat diskriminatif.
dalam rangka Kongres Masyarakat Adat Nusantara II, 19 – 26 September 2003, di Desa Tanjung,52Melalui proses penyusunan dan pembahasan yang demokratis diharapkan
Raperda-PSDA yang akan mengatur kegiatan pengelolaan sumber daya alam di daerah
ini dapat mengandung muatan nilai keadilan. Dengan demikian tidak akan ada lagimonopoli dari pihak tertentu dalam pengelolaan SDA. Semua kalangan dunia usaha
diberi kesempatan secara fair untuk ikut serta dalam pengelolaan sesuai aturan main yang
berlaku. Demikian juga daerah diberi kesempatan secara adil untuk dapat menikmati hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Selanjutnya aspek keadilan ini hendaknya juga meliputi keadilan dalam
kewenangan menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Jadi disamping
kewenangan yang dimiliki pusat hendaknya daerah juga diberikan kewenangan dalammenetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan aspirasi
masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah lebih mengetahui dan
memahami secara dekat dan langsung tentang kondisi daerah dan masyarakatnya.Desentralisasi kewenangan kepada daerah akan membatasi dominasi berlebihan pusat
terhadap daerah.
Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan merupakan suatu prinsip mutlak yang harus dimiliki oleh Raperda-PSDA yang akan disusun. Pengelolaan sumber daya
alam berkelanjutan yang dimaksudkan disini diadaptasi dari definisi pembangunan
berkelanjutan yang dikeluarkan oleh World Commmision on Environment and
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 28/50
Development (WCED) dalam Our Common Future yaitu ;
“Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pemenuhan
generasi masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang”.
Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
53Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya
alam yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai kesejahteraan dankemakmuran generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi mendatang. Sumber daya
alam yang renewable dikelola seoptimal mungkin secara terencana dengan baik sehingga
dari waktu ke waktu semakin meningkat kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan SDAyang non renewable tidak dieksploitasi habis-habisan hanya demi kepentingan generasi
sekarang.
Melalui prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan ini diharapkan darimasa ke masa seluruh generasi anak bangsa ini akan dapat menikmati kekayaan potensi
sumber daya alam yang dimiliki bangsanya. Melalui prinsip tersebut generasi mendatang
tentu juga akan dapat belajar bagaimana mengelola sumber daya alam yang baik untuk
diwariskan kepada generasi berikutnya.
Di Indonesia, instrumen hukum yang berkaitan dengan pengelolaan SDA danlingkungan hidup pada masa lalu memiliki karakteristik dan kelemahan-kelemahan
substansial seperti berikut:Pertama, berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (resources use-oriented)
sehingga mengabaikan kepentingan konservasi dan keberlanjutan fungsi sumber daya
alam. Hukum semata-mata digunakan sebagai perangkat hukum (legal instrument) untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan peningkatan
pendapatan dan devisa negara;
Kedua, berorientasi dan berpihak pada pemodal-pemodal besar (capital oriented),
sehingga mengabaikan akses dan kepentingan serta mematikan patensi-potensi pekonomian masyarakat daerah;
54Ketiga, menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berpusat
pada negara pemerintah (state-based resource management), sehingga orientasi pengelolaan sumberdaya alam bercorak sentralistik;
Keempat, manajemen pengelolaan sumber daya alam menggunakan pendekatan sektoral,
sehingga sumber daya alam tidak dilihat sebagai sistem ekologi yang terintegrasi(ecosystem);
Kelima, corak sektoral dalam kewenangan dan kelembagaan menyebabkan tidak adanya
koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengelolaan sumber daya alam; danKeenam, tidak diakui dan dilindunginya hak-hak asasi manusia secara utuh, terutama
hak-hak masyarakat daerah/lokal dan kemajemukan hukum dalam penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pemerintah menyadari adanya berbagaikelemahan substansial di atas, maka sejumlah upaya perbaikan dilakukan dengan
membuat undang-undang baru. seperti : (1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; (2) UU No. 24 Tahun 1992 tentangPenataan Ruang yang saat ini telah direvisi, dan (3) UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun demikian, persoalan mendasar dalam
pengelolaan sumberdaya alam masih belum terjawab dalam substansi maupunimplementasi dari undang-undang tersebut, karena masih ditemukan kelemahankelemahan seperti
berikut: Pertama, pemerintah masih mendominasi peran dalam
penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam (state-dominated resource management);
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 29/50
kedua, keterpaduan dan koordinasi antar sektor masih lemah; ketiga, pendekatan dalam
pengelolaan sumber daya alam tidak komprehensif; keempat, hak-hak masyarakat
daerah/local atas penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam belum diakui secara
55utuh; kelima, ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alammasih diatur sacara terbatas; keenam, transparansi dan akuntabilitas pemerintah kepada
publik dalam pengelolaan sumber daya alam belum diatur secara tegas.
Sementara itu, beberapa undang-undang seperti : (1) UU No. 5 Tahun 1994tentang Pengesahaan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati; (2) UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-hak
Asasi Manusia, mengatur prinsip-prinsip penting yang mendukung pengelolaan sumber daya alam yang adil, demokratis, dan berkelanjutan. Tetapi, prinsip-prinsip global
pengelolaan sumber daya alam antara lain seperti: konservasi dan keberlanjutan fungsi
sumberdaya alam, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaansumberdaya alam, desentralisasi, dan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak
masyarakat adat/lokal, belum terakomodasi dan terintegrasi dalam undang-undang yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang telah ada.
Karena itu, persoalan-persoalan mendasar dalam pengaturan mengenai
pengelolaan sumber daya alam yang berpotesi mengancam kebelanjutan fungsisumberdaya alam dan kelangsungan hidup bangsa perlu segera diselesaikan. Salah satu
agenda nasional yang mendesak untuk direalisasikan untuk menjamin kelestarian dankeberlanjutan fungsi sumber daya alam, meningkatkan partisipasi masyarakat,
transparansi dan mendukung proses demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam,
menciptakan koordinasi dan keterpaduan antar sektor, serta mendukung terwujudnyagood environmental governance, adalah membentuk peraturan perundang-undangan
pengelolaan sumber daya alam yang mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, demokratis,
dan berkelanjutan.
56Dengan demikian masalah regulasi peraturan daerah tentang pengelolaan sumber daya alam di daerah sangat berkaitan dengan:
1. Visi dan misi strategi pembangunan daerah tidak terpadu (Political will)
2. Kapasitas Kelembagaan dan Kebijakan “Good Environment Governance” (GEG)Rendah
3. Menguatnya persepsi,sikap dan perilaku Egosentrisme/sektoral
4. Proses pembuatan Kebijakan tidak melibatkan semua elemen masyarakat(stakeholders)
5. Eksploitasi sumber daya alam untuk peningkatan PAD tidak diimbangi upaya
konservasi6. Memaksakan program yang tidak sesuai dengan peruntukan perencanaan tata
ruang dan aspirasi masyarakat.
7. Proses perijinan usaha tidak transparan
8. Munculnya Konflik Kepentingan/antar Daerah9. Lemahnya Penegakan Hukum
10. Alokasi Dana Pengelolaan SDA/LH minim
Dengan memperhatikan aspek demokratis, keadilan dan berkelanjutan dalam penyusunan perda tentang pengelolaan sumber daya alam diharapkan berbagai
permasalahan yang dialami dan hadapi dalam pengelolaan sumber daya alam selama ini
dapat diatasi dengan baik dan juga dapat memenuhi kepentingan para stakeholders.572. Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Penguatan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam, seharusnya dilakukan
secara komprehensif dan terintegrasi serta mengarah kepada perbaikan 6 (enam) hal,
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 30/50
yaitu:
a. Lembaga Perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol yang efektif
(effective representative system);
b. Peradilan yang bebas dari campur tangan eksekutif, bersih (tidak korup), dan professional;
c. Aparatur pemerintah (birokrasi) yang professional dan memiliki integritas yang
kokoh;d. Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi public control
(public watchdog) dan penekanan (pressure);
e. Desentralisasi dan lembaga perwakilan Daerah yang kuat serta didukung olehlocal civil society yang juga kuat (democratic decentralization);
f. Adanya mekanisme resolusi konflik.
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan merupakan komitmen kelembagaan ditingkat global, yang tercantum dalam berbagai konvensi yang merupakan tindak lanjut
dari KTT di Rio de Janeiro. Dalam Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan
Berkelanjutan sebagai hasil WSSD dinyatakan di antaranya, bahwa Majelis Umum PBB
harus mensahkan pembangunan berkelanjutan sebagai satu unsur kunci dalam
menentukan kerangka kegiatan PBB khususnya untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan yang telah disepakati secara internasional, termasuk yang terdapat pada
Deklarasi Millenium dan harus memberikan arahan politik yang menyeluruh terhadap pelaksanaan Agenda 21 dan pengkajiannya. Rencana tersebut menyatakan pula bahwa
58Commission for Sustainable Development (CSD) harus terus menjadi komisi tingkat
tinggi mengenai pembangunan berkelanjutan dalam sistem PBB dan berfungsi sebagaiforum untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan integrasi ketiga dimensi
pembangunan berkelanjutan. CSD harus memberikan penekanan yang lebih pada
tindakan-tindakan yang mendukung pelaksanaan pada semua tingkatan, termasuk
memajukan dan memfasilitasi kemitraan yang melibatkan pemerintah, organisasiinternasional dan para pemangku kepentingan terkait untuk pelaksanaan Agenda 21.
Rencana tersebut di atas menekankan pula perlunya lembaga-lembaga internasional, baik
di dalam maupun di luar sistem PBB, termasuk lembaga keuangan internasional, WTOdan GEF, untuk memperkuat, dalam mandatnya, usaha kerjasama mereka untuk
memajukan dukungan kolektif dan efektif bagi pelaksanaan Agenda 21 pada semua
tingkatan.Pembangunan berkelanjutan merupakan pula komitmen regional. Dalam Rencana
Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan dinyatakan bahwa pelaksanaan Agenda
21 dan hasil-hasil KTT harus secara efektif dilakukan pada tingkatan regional dansubregional, melalui komisi-komisi regional dan badan-badan serta lembaga-lembaga
regional dan sub-regional lainnya. Komitmen regional di antaranya dapat dilihat dalam
Asean Environmental Program (ASEP).
Dalam Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan tercantum bahwasetiap negara mempunyai tanggung-jawab utama terhadap pembangunan
berkelanjutannya, dan peran dari kebijakan nasional dan strategi pembangunan sangatlah
penting. Setiap negara harus memajukan pembangunan berkelanjutan pada tingkatnasional dengan antara lain, memberlakukan dan menegakkan Undang-Undang yang
jelas dan efektif yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Semua negara harus
59memperkuat lembaga-lembaga pemerintah, termasuk melalui penyediaan infrastrukturinfrastruktur yang diperlukan dan dengan memajukan transparansi, akuntabilitas dan
lembaga-lembaga administrative dan lembaga-lembaga peradilan yang adil.
Dengan pencantumannya dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 31/50
dimulai dengan GBHN 1993 yang dipengaruhi oleh hasil UNCED pembangunan
berkelanjutan senantiasa menjadi kebijakan nasional, yang dijabarkan lebih lanjut dalam
berbagai produk legislative pada tingkat nasional dan tingkat daerah, diantaranya dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup, dimasukkannya ketentuan tentang pembangunan berkelanjutan dalam UU No. 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional , serta Peraturanperaturan
daerahnya masing-masing. Penerapan kebijakan tentang pembangunan berkelanjutan ini dalam praktek menimbulkan deviasi yang cukup jauh, yang diakibatkan
oleh kurang singkronnya peraturan satu dengan yang lainnya dan oleh berbedanya
persepsi para aparat penegak hukum tentang suatu peraturan. Cukup banyak peraturanyang ketentuan-ketentuannya dapat diinterpretasikan berbeda-beda (multi interpretable)
yang mempengaruhi pelaksanaan yang sering bertubrukan satu dengan yang lainnya.
Penguatan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam membawa kepadakeharusan adanya sinkronisasi pelaksanaan agar terdapat penanganan terpadu dengan
pendekatan lintas sector dan multi-serta interdisipliner.
Penguatan Kelembagaan Pengolaan sumber daya alam antara lain dilaksanakan
dengan:
a. Mendorong diterapkannya prinsip pembangunan berkelanjutan. b. Meningkatkan “Political Will” dan kapasitas pengelolaan sumber daya
alam.60c. Meningkatkan keterlibatan & tanggung jawab semua pihak (Pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat).
d. Pengembangan berbagai kebijakan, norma, standar, pedoman danmelakukan pembinaan dan supervisi.
e. Memperjelas urusan wajib pemerintahan daerah dalam “pengendalian LH”
berkaitan dengan SPM
f. Pengembangan pendelegasian sebagian kewenangan Pemerintah melaluidekonsentrasi dan tugas pembantuan
g. Pengembangan SDM-LH melalui Diklat.
h. Penataan sarana dan prasarana kerja.i. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi serta data base
kelembagaan sumber daya alam di Daerah.
j. Fasilitasi kerjasama antar Daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.k. Pembinaan pelaksanaan program pengelolaan sumber daya alam.
Sedangkan kendala dalam penguatan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam
antara lain:a. Fragmentaris – ego sektoral
b. Inkonsistensi – disharmoni
c. Political will lemah
d. Sumber daya manusia lemahPilar pilar penguatan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam dapat
digambarkan sebagai berikut:
613. Penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses perijinanUU No 32/2004 meletakkan otonomi atas dasar lima landasan yaitu:
(1) demokrasi,
(2) partisipasi dan pemberdayaan,(3) persamaan dan keadilan,
(4) pengakuan atas potensi daerah dan perbedaannya,
(5) penguatan parlemen lokal
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 32/50
Lima landasan tersebut apabila dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam
maka hal tersebut merupakan landasan dalam proses pemberian ijin pengelolaan sumber
daya alam di era otonomi daerah.
Perijinan pengelolaan sumber daya alam adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, legislatif, dunia usaha, akademisi, masyarakat
lokal dan organisasi masyarakat madani (NGO) untuk mengembangkan ekonomi pada
suatu wilayah.Proses perijinan merupakan suatu tahapan yang harus dilalui untuk keluarnya ijin.
Dalam proses perijinan ini diperlukan beberapa dokumen yang terkait.
62Gambaran sekilas dokumen pengelolaan sumber daya alam:a. Feasibility Study untuk memberikan justifikasi ilmiah dalam perumusan Rancangan
Peraturan Perundangan harus berpijak dari isu dan masalah lingkungan hidup yang
dikaji secara obyektif, metodologis, futuristik yang dapat dipertanggungjawabkansecara ilmiah
b. Menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi penyelenggara kebijakan sesuai
paradigma Good Environment Governance (GEG)
c. Memberikan ruang aspirasi dan partisipasi semua pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam proses perencanaan, perumusan, penetapan dan implementasikebijakan
d. Memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pelakulingkungan dari risiko yang mungkin terjadi akibat kerusakan lingkungan.
21
Pengembangandan Penguatan
Kemitraan
Pengumpulan
DataAnalisis
Data
PemetaanStatus
PEL
PenetapanFaktor
Pengungkit
IdentifikasiStakeholder
Penyusunan
Rencana Tin
PenyusunanPengelolaan
SDA
Monitoring danEvaluasi
Pengelolan SDA
TAHAPI
TAHAP
II
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 33/50
TAHAP
III
TAHAP
IVTAHAP
V
RPJM/DDokumen
Pengelolaan
SDA.LHRKPD
APBD
IJIN PRINSIPIJIN LOKASI
IJIN OPERASI
1.FS
2.AMDAL
RKL/RPL3. AUDIT L
OPERASIONALPENEGAKAN
HUKUM LEMAH
Bagan Proses Perijinan63Kumpulan dokumen yang sangat terkait dengan proses perijinan adalah Analisis
mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Amdal merupakan studi mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
suatu rencana kegiatan atau usaha / studi ilmiah yang memberikan informasi ada/tidaknya dampak negatif yang merupakan suatu kewajiban untuk terbitnya ijin. Amdal ini
berkaitan dengan perizinan/ Amdal merupakan bagian dari proses perizinan persepsinya
amdal itu sama dengan keputusan tata usaha negara.Menurut UU No. 23/ 1997 Amdal adalah : Kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses terbitnya keputusan tentang penyelenggaraan usaha/ kegiatan.Mengenai peraturan pemerintah yang mengatur tentang Amdal tersebut adalah PP No.
29/ 1986. Kemudian dicabut dengan PP No. 51/ 1993 dan terakhir dicabut lagi dan
diganti dengan PP No. 27/ 1999.Amdal berguna untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan layak
lingkungan, melalui pengkajian Amdal, sebuah rencana usaha atau kegiatan
pembangunan diharapkan telah secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak
lingkungan hidup yang negatif, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber dayaalam secara efisien. Agar pelaksanaan Amdal berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran
yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang Amdal secara jelas menegaskan bahwa Amdal adalah salah satusyarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi
Amdal sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.
64Dokumen Amdal terdiri dari :• Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
• Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
• Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 34/50
• Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi
dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan ANDAL.
Dokumen ini dinilai di hadapan Komisi Penilai AMDAL. Setelah disetujui isinya,kegiatan penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL barulah dapat dilaksanakan.
Dokumen ANDAL mengkaji seluruh dampak lingkungan hidup yang
diperkirakan akan terjadi, sesuai dengan lingkup yang telah ditetapkan dalam KAANDAL. Rekomendasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk
mengantisipasi dampak-dampak yang telah dievaluasi dalam dokumen ANDAL disusun
dalam dokumen RKL dan RPL.Ketiga dokumen ini diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai
Amdal. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut layak secara lingkungan atau tidak, dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Dokumen Amdal harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting dan belum memiliki kepastian
pengelolaan lingkungannya. Kewajiban menyusun dokumen Amdal didasarkan atas
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, sehingga tidak semua jenis kegiatan yangmembutuhkan ijin perlu menyusun Amdal.
65Kriteria kewajiban Amdal pada dasarnya mencakup :- potensi kegiatan menimbulkan dampak penting;
- tidak pastinya ketersediaan pengelolaan lingkungan dalam mengontrol dampak
penting tersebut.Dalam penyusunan studi Amdal, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusunkan Amdal. Penyusun dokumen Amdal diharapkan telah memiliki sertifikat
Penyusun Amdal (lulus kursus AMDAL B) dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar
minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000. Berbagai pedoman penyusunan yang lebih rinci dan spesifik menurut
tipe kegiatan maupun ekosistem yang berlaku juga diatur dalam berbagai Keputusan
Kepala Bapedal.Pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan dalam Amdal adalah Komisi
Penilai, pemrakarsa, masyarakat terkena dampak, dan pemberi Ijin.
Komisi Penilai Amdal; Komisi Penilai Amdal adalah komisi yang bertugas menilaidokumen Amdal. Di tingkat pusat berkedudukan di Bapedal, di tingkat Propinsi
berkedudukan di Bapedal/Instansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat
Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedal/Instansi pengelola lingkungan hidupKabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat
yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan
komposisi keanggotaan Komisi Penilai Amdal ini diatur dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai Amdal di propinsidan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa; pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.66Warga Masyarakat yang terkena dampak; yaitu seorang atau kelompok warga
masyarakat yang akibat akan dibangunnya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
akan menjadi kelompok yang banyak diuntungkan (beneficiary groups), dan kelompok yang banyak dirugikan (at-risk groups). Lingkup warga masyarakat yang terkena
dampak ini dibatasi sebagai berada dalam ruang dampak rencana usaha dan atau kegiatan
tersebut.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 35/50
Pemberi Ijin; adalah pejabat yang berwenang membuat keputusan tata usaha negara.
Kegiatan yang tidak wajib menyusun Amdal tetap harus melaksanakan upaya
pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL)
Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan; serangkaiankegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan oleh pemrakarsa suatu
rencana usaha/kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Amdal; yaitu kegiatan yang
diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak penting.Pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan terdiri dari
dua kategori, yaitu :
- harus melewati suatu kajian lingkungan terlebih dulu yang disebut Dokumen UKLUPL;- tidak perlu melewati kajian lingkungan dalam Dokumen UKL-UPL.
Ada beberapa kegiatan yang walaupun tidak akan menimbulkan dampak penting
tetap membutuhkan identifikasi dampak terlebih dulu sebelum dapat dipastikan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungannya. Identifikasi dampak ini
dibutuhkan karena ada kombinasi antara frekuensi kegiatan yang tinggi dengan intensitas
dampak yang tinggi sehingga menyebabkan munculnya ketidakpastian pengelolaan
dampak yang perlu dikomunikasikan kepada pihak terkait lainnya.
67Kajian lingkungan yang dibutuhkan dikenal dengan nama Dokumen UpayaPengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Dokumen ini berisi uraian singkat dari proses identifikasi dampak yang dilakukan secarasistematis, dan program pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang akan
dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan tidak berdampak penting yang frekuensi kegiatan danintensitas dampaknya relatif rendah sehingga tidak ada lagi ketidakpastian masalah
pengelolaan dampaknya tidak perlu menyusun Dokumen UKL - UPL, dan dapat
langsung melakukan berbagai upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan yang
sesuai dengan standar dan norma yang berlaku.Amdal adalah perangkat wajib yang penggunaannya diharapkan komplemen
dengan perangkat-perangkat lainnya.
Kaitannya dengan dokumen lingkungan wajib lainnya; ada beberapa dokumenlingkungan maupun kajian lingkungan yang sifatnya diwajibkan. Pada dasarnya,
dokumen-dokumen lingkungan wajib seperti ini sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang
satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali ada kondisi-kondisikhusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Kepala Bapedal.
Dokumen-dokumen lingkungan wajib tersebut adalah Dokumen UKL-UPL, Audit
Lingkungan Wajib, Revisi RKL-RPL, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang ditetapkanoleh Kepala Bapedal.
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan menyusun UKL-UPL tidak lagi diwajibkan
menyusun Amdal; kegiatan berjalan yang diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak
membutuhkan Amdal baru; pengubahan kegiatan yang hanya membutuhkan penyesuaianRKL-RPL tidak perlu menyusun Amdal lagi.
68Kaitannya dengan dokumen lingkungan sukarela yang dikenal; penyusunan
dokumen lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib Amdal tidak secaraotomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen Amdal. Walau
demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa
karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungansekaligus dapat "menambal" ketidaksempurnaan dokumen Amdal.
Dokumen-dokumen lingkungan yang sifatnya sukarela ini sangat bermacam-macam dan
terbukti amat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 36/50
perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit
Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumendokumen yang
dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan
macam-macam lainnya.Prosedur AMDAL di Indonesia terdiri dari :
• Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
• Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat• Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Proses penapisan; atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL, yaitumenentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat; berdasarkan Keputusan Kepala
BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannyaselama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang
diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum
menyusun KA-ANDAL.
69Proses penilaian KA-ANDAL; setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan
dokumen kepada Komisi Penilai Amdal untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lamawaktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari diluar waktu yang dibutuhkan
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL; penyusunan ANDAL,
RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati
(hasil penilaian Komisi Amdal). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukandokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama
waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari diluar waktu yang dibutuhkan
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Sebagaimana disebutkan diatas, prosedur Amdal pada dasarnya terbagi dalam 4 bagian. Hal-hal yang harus diperhatikan dengan seksama oleh penyusun Amdal adalah:
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat; walaupun tata cara pengumuman dan
konsultasi masyarakat tersebut telah dijelaskan secara rinci dalam Keputusan KepalaBapedal Nomor 08/2000, pemrakarsa/penyusun Amdal bebas mengadopsi berbagai
teknik dan metodologi pengumuman dan konsultasi masyarakat yang telah dikenal,
selama tidak melanggar ketentuan minimal yang telah ditetapkan. Proses pengumumandiharapkan memperhatikan keunikan bahasa dan pola komunikasi setempat yang efektif;
dan proses konsultasi masyarakat harus memperhatikan pola dan struktur sosial budaya
setempat.World Bank, ADB, dan beberapa negara di dunia seperti Kanada menerapkan aturan
khusus pelaksanaan pengumuman dan konsultasi masyarakat dalam proses penyusunan
Environmental Assessment yang bisa dijadikan referensi. Diharapkan dalam waktu dekat
70akan diterbitkan pedoman pelaksanaan konsultasi masyarakat dalam Amdal yang khasIndonesia.
Proses penyusunan dokumen KA-ANDAL; secara garis besar, hal terpenting yang perlu
terangkum dengan baik dalam KA-ANDAL adalah hasil konsultasi masyarakat danmasukan dari masyarakat. Hal-hal tersebut menentukan proses pelingkupan dan
penentuan isu pokok dari potensi dampak di lokasi rencana kegiatan tersebut. Hasil
pelingkupan adalah kunci dari KA-ANDAL, dimana hasil konsultasi dengan masyarakatserta masukan masyarakat yang diberikan selama masa pengumuman menjadi sumber
informasi utama proses pelingkupan tersebut.
Pedoman pelaksanaan pelingkupan diatur dalam Keputusan Menteri Negara
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 37/50
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 1992, walaupun sangat
disarankan untuk menggunakan referensi lain yang ada untuk menyempurnakan dan
melengkapi proses pelaksanaan tersebut.
Proses penilaian KA-ANDAL; tahap pengajuan dokumen KA-ANDAL dapat dilaluidengan cepat selama memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Telah memperhatikan kelengkapan dokumen sesuai aturan yang ditetapkan dalam
lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02/20002. Menyampaikan 1 (satu) paket sampel dokumen kepada sekretariat Komisi Penilai
Amdal yang berwenang untuk dicek apakah telah memenuhi semua persyaratan
3. Mempersiapkan dokumen yang telah dianggap memenuhi syarat sebanyak jumlah yang ditetapkan sekretariat
4. Memastikan kembali jadwal penilaian oleh Komisi Penilai Amdal
Proses penyusunan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL; penyusunan dokumen ANDAL,RKL, dan RPL perlu mencermati kekhasan aspek, teknis kegiatan, dan ekosistem rencana
71kegiatan tersebut. Oleh sebab itu, pedoman penyusunan yang diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02/2000 tidak cukup. Berbagai pedoman
yang secara khusus membahas metodologi penyusunan ANDAL dari aspek sosial,
kesehatan masyarakat, valuasi ekonomi; dari tipe kegiatan seperti pemukiman terpadu;dan dari tipe ekosistem seperti lahan basah dan kepulauan, telah diterbitkan dalam bentuk
Keputusan Kepala Bapedal. Sangat disarankan untuk melihat referensi-referensiinternasional lainnya dalam memperkaya penyusunan dokumen tersebut.
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL; tahap pengajuan dokumen ANDAL, RKL,
dan RPL dapat dilalui dengan cepat selama memperhatikan hal-hal sebagai berikut :1. Telah memperhatikan kelengkapan dokumen sesuai aturan yang ditetapkan dalam
lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02/2000
2. Menyampaikan 1 (satu) paket sampel dokumen kepada sekretariat Komisi Penilai
Amdal yang berwenang untuk dicek apakah telah memenuhi semua persyaratan3. Mempersiapkan dokumen yang telah dianggap memenuhi syarat sebanyak
jumlah yang ditetapkan sekretariat
4. Memastikan waktu pertemuan dengan tim teknis5. Merangkum masukan dari tim teknis sebagai bekal dalam menghadapi Komisi
Penilai Amdal
6. Memastikan kembali jadwal penilaian oleh Komisi Penilai AmdalIstilah revisi RKL dan RPL tidak dikenal dalam prosedur resmi Amdal. Namun
demikian istilah ini sering disebut/dipergunakan untuk situasi perbaikan isi dokumen
RKL dan RPL saja untuk menyesuaikan atas perubahan pola pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari suatu kegiatan yang telah beroperasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai revisi RKL dan RPL adalah :
72• Revisi RKL dan RPL bukan merupakan prosedur umum bagi sebuah kegiatan yang
membutuhkan perubahan atas pola pengelolaan dan pemantauan lingkungannya.Penerapannya bersifat kasuistik.
• Revisi RKL dan RPL tidak selalu harus dinilai di Komisi Penilai AMDAL.
Penilaian dilakukan apabila ada situasi khusus yang menyebabkan perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan kegiatan tersebut wajib dikomunikasikan
kepada seluruh pihak yang terkait.
• Penyempurnaan RKL dan RPL harus selalu dilakukan secara otomatis oleh pemrakarsa sendiri untuk memperbaiki kinerja pengelolaan lingkungannya.
Penyempurnaan yang bersifat sukarela ini tidak usah diproses secara formal apabila
memang tidak ada perubahan detail kegiatan yang berarti.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 38/50
• Perubahan detail kegiatan pada dasarnya berimplikasi pada penyusunan AMDAL
baru. Keputusan untuk hanya mengubah RKL dan RPLnya saja harus diambil
setelah yakin bahwa studi AMDAL yang lama memang dianggap telah
mengantisipasi kemungkinan timbulnya dampak baru akibat perubahan kegiatan.4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders
Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan PeraturanPemerintah Nomor 38 Tahun 2007, maka kewenangan Pemerintahan Daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam sangat beragam. Dengan demikian penyelenggaraan
pengelolaan sumber daya alam pada era otonomi daerah menemui beberapa kendala,khususnya untuk pengelolaan sumber daya alam lintas kabupaten/propinsi, karena
73hambatan koordinasi dan integrasi program dalam pengelolaan sumber daya alam antar
kabupaten/kota propinsi. Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kotadalam pengelolaan sumber daya alam hanya terbatas pada pertimbangan teknis dalam
penyusunan rencana pengelolaan, dan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam
skala provinsi / kabupaten / kota. Penetapan pengelolaan sumber daya alam prioritas dan
penyusunan rencana pengelolaan sumber daya alam terpadu masih ditangani oleh
Pemerintah Pusat. Padahal, pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secaraterpadu dan menyeluruh dan harus dipandang sebagai satu sistem yang utuh dari hulu
sampai hilir, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang ada di daerah pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Mengingat hal tersebut, perlu adanya pembagian peran yang tepat dan selaras baik
antar wilayah kabupaten/kota dalam propinsi (vertikal) maupun antar institusi dalamkabupaten/kota (horisontal) secara harmonis.
Beberapa sektor atau departemen secara kelembagaan terkait dengan pengelolaan
sumber daya alam antara lain adalah kehutanan, pertambangan, pekerjaan umum,
lingkungan hidup, pertanian dan pertanahan. Sampai saat ini konsep yang mapan dan jelas tentang pengelolaan sumber daya alam secara nasional belum dapat diwujudkan,
karena sifatnya masih bersifat sektoral sehingga pengelolaan sumber daya alam belum
merupakan suatu pengelolaan yang terpadu, dimana semua kepentingan sektor dapatterakomodasi dan tidak menimbulkan konflik. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sama sekali tidak mengatur soal koordinasi antar sektor
dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam. Namun, pengaturan mengenai koordinasitersebut dapat ditemukan di sejumlah peraturan perundangan-undangan yang lain.
74Dalam pengelolaan sumber daya alam perlu adanya koordinasi antar sektor
terkait. Koordinasi tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam satu kerjasama yangoperasional sifatnya, tetapi juga koordinasi dalam pembuatan kebijakan. Koordinasi
dalam kerjasama operasional dan kebijakan diharapkan akan menjamin terjadinya
sinkronisasi pengelolaan sumber daya alam, Dengan adanya koordinasi dalam
penyusunan kebijakan diharapkan akan menghasilkan kebijakan yang sistematis dan tidak berbenturan satu dengan yang lain.
Masalah koordinasi dalam pengelolaan sumber daya alam juga tidak hanya
menyangkut kesepakatan dalam suatu kerja sama yang bersifat operasional tetapi jugamasalah koordinasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Dua hal ini
memang tidak menjamin terjadinya koordinasi dan sinkronisasi antar berbagai lembaga
yang memproduksi peraturan dan kebijakan mengenai sumber daya alam, namun berdasarkan aturan yang berlaku maka koordinasi dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan sumber daya alam akan menghasilkan suatu
peraturan yang sistematis dan tidak tumpang tindih satu sama lain. Dalam kaitannya
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 39/50
dengan otonomi daerah, ternyata UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sama sekali tidak mengatur masalah koordinasi antar sektor dalam rangka pengelolaan
sumber daya alam.
Pengaturan mengenai koordinasi tersebut dapat ditemukan dalam sejumlah peraturan dan kebijakan di sektor lain. Sektor dimaksudkan sebagai lingkungan kegiatan
atau dapat juga disebut sebagai ruang lingkup pekerjaan suatu departemen atau
kementerian tertentu.75a. Koordinasi Kelembagaan Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
Mengenai Pengelolaan Sumberdaya Alam
Beberapa departemen maupun sektor yang secara kelembagaan terkait erat dengan pengelolaan sumber daya alam, antara lain adalah kehutanan, lingkungan hidup,
kimpraswil (pemukiman dan prasarana wilayah), kelautan dan pesisir, pertanahan,
pertambangan, pertanian dan perkebunan. Koordinasi pengelolaan sumber daya alamantar departemen/sektor seharusnya dilakukan sejak proses perencanaan, pembahasan
sampai pada penetapan peraturan atau kebijakan.
Kewenangan departemen maupun sektor dalam rangka pengelolaan sumber daya
alam diatur dalam Keputusan Presiden tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen atau tupoksi (Tugas, Pokok dan Fungsi)Departemen, termasuk tupoksi 6 departemen yang berhubungan langsung dengan
pengelolaan sumber daya alam. Keenam departemen tersebut adalah:1. dalam negeri;
2. energi dan sumberdaya mineral (ESDM);
3. pertanian;4. kehutanan;
5. kelautan dan perikanan (DKP), serta
6. kimpraswil.
Selain departemen, terdapat juga Menteri Negara (Menneg) yang diatur dalamKeppres tersendiri. Dari sepuluh Menneg yang diatur dalam Keppres ini ada dua Meneg
yang terkait langsung dengan pengelolaan sumber daya alam yakni Menneg Lingkungan
Hidup (LH) dan Menneg Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.76Pengaturan koordinasi antar departemen/sektor dalam menyusun peraturan perundangundangan dapat
ditemukan dalam UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 18 ayat (1) UU ini mengatakan bahwa rancanganundang undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan
lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung
jawabnya. Lebih jauh dikatakan bahwa pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapankonsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh
menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
Oleh Keppres No. 102 Tahun 2001 tugas koordinasi tersebut dilimpahkan kepada
Menteri Kehakiman dan HAM, yang sekarang berganti nama menjadi Menteri Hukumdan HAM. Tetapi metode, definisi, maksud dan tujuan koordinasi tidak diuraikan secara
jelas dalam Keppres ini.
Sebelum UU No. 10 Tahun 2004 lahir, aturan mengenai proses penyusunan peraturan per-UU-an terdapat dalam Keppres 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara
Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan. Keppres ini juga menyinggung-nyinggung
perihal harmonisasi antar departemen/sektor. Namun, Keppres ini tidak menegaskan bahwa harmonisasi peraturan perundang-undangan merupakan sarana menuju koordinasi.
Dengan begitu, sampai saat ini tak satupun peraturan perundangan yang secara terangterangan mengatur
koordinasi antar departemen/sektor dalam rangka penyusunan
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 40/50
peraturan per-UU-an. Departemen/sektor masih berpegangan pada tupoksi -nya masingmasing. Sehingga
departemen/sektor tidak melakukan inovasi dalam rangka koordinasi
karena takut akan menyalahi peraturan perundang-undangan.
77b. Koordinasi Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sumber Daya AlamUraian berikut ini akan menyajikan koordinasi dalam tingkat yang operasional
dengan memperhatikan dua faktor, yakni kebijakan yang dikeluarkan dan penegakan
hukum. Keduanya dilihat karena mempunyai andil besar dalam membentuk sistem pemerintahan yang terpadu dan terintegrasi.
1. Koordinasi Kelembagaan dalam Merumuskan Kebijakan Operasional
Dalam melakukan koordinasi antar departemen/sektor ada dua hal yang menjadi poin penting yakni lembaga yang melakukan koordinasi dan cara atau metode melakukan
koordinasi.
Untuk menjembatani koordinasi dan sinkronisasi antar sektor dalam pembuatankebijakan serta pelaksanaannya di bidang tertentu ketentuan yang termuat dalam Keppres
No. 100 tahun 2001 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Menteri Koordinator. Menurut
Keppres ini, Menteri Koordinator (Menko) mempunyai tupoksi membantu Presiden
dalam mengkoordinasikan dan menyinkronkan penyiapan dan penyusunan kebijakan
serta pelaksanaannya di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara. Saat initerdapat 3 Menko yakni:
1) Menko Bidang Politik dan Keamanan disingkat Menko Polkam;2) Menko Bidang Perekonomian disingkat Menko Ekuin; dan
3) Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat disingkat Menko Kesra.
Masing-masing Menko membawahi sejumlah departemen/sektor. Menko Polkammempunyai kewenangan mengkoordinasikan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar
Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri
78Negara Komunikasi dan Informasi, Jaksa Agung, Kepala Badan Intelijen Negara,
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, danPimpinan instansi lain yang dianggap perlu. Dari sekian departemen/sektor/lembaga yang
berada di bawah Menko ini, tak satupun yang tupoksinya terkait langsung dengan sumber
daya alam. Menko Perekonomian sendiri mempunyai kewenangan mengkoordinasikanMenteri Keuangan, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri
Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan,
Menakertrans, Menteri Kimpraswil, Menteri Negara Percepatan Pembangunan KawasanTimur Indonesia, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negaradan Pimpinan instansi lain yang dianggap perlu. Dari sekian sektor/lembaga yang
disebutkan di atas, departemen/sektor yang tupoksinya terkait langsung dengan sumber
daya alam adalah Pertanian, ESDM, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Permukiman
dan Prasarana Wilayah, dan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.Sedangkan Menko Kesra mempunyai kewenangan mengkoordinasikan Menteri
Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Sosial, Menteri Agama, Menteri
Negara Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Negara Lingkungan Hidup, MenegPemberdayaan Perempuan dan Pimpinan instansi lain yang dianggap perlu. Departemen/
Sektor yang tupoksi-nya terkait langsung dengan sumber daya alam adalah Kementerian
Negara Lingkungan Hidup. Dengan begitu, secara keseluruhan, departemen/sektor yangterkait dengan pengelolaan sumber daya alam adalah Pertanian, ESDM, Kehutanan,
Kelautan dan Perikanan, Permukiman dan Prasarana Wilayah, Percepatan Pembangunan
Kawasan Timur Indonesia dan Lingkungan Hidup.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 41/50
79Menurut Pasal 30 Keppres No. 100 Tahun 2001 ada empat cara untuk melakukan
koordinasi yakni:
1) rapat koordinasi Menko atau rapat koordinasi gabungan antar Menko,
2) rapat-rapat kelompok kerja yang dibentuk oleh Menko sesuai dengan kebutuhan,3) forum-forum koordinasi yang sudah ada sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
4) konsultasi langsung dengan para Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, dan pimpinan lembaga lain yang terkait.
Khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, tidak semua
kebijakan departemen/sektor dikoordinasikan oleh Menko untuk disinkronkan dengandepartemen/sektor lainnya. Pasal 2 Keppres No 100 Tahun 2001 hanya menyebut
“kebijakan tertentu dalam bidang pemerintahan negara”. Tetapi kebijakan tertentu itu
tidak diuraikan lebih lanjut dalam Keppres ini.Dalam rangka melaksanakan ketentuan UU atau Peraturan Pemerintah,
departemen/sektor menerbitkan Keputusan atau Peraturan Menteri. Karena sifatnya
sebagai kebijakan maka secara formal beberapa dari Keputusan, peraturan menteri
ataupun kebijakan lain yang lebih rendah tidak begitu patuh dengan beberapa kaidah
perundang-undangan seperti lex superior derogat legi inferiori (hukum yangkedudukannya lebih tinggi membatalkan hukum yang kedudukannya lebih rendah), lex
specialis derogat legi generali (hukum yang berlaku khusus membatalkan hukum yang berlaku umum) maupun lex posterior derogat legi inferior (hukum yang berlaku
kemudian membatalkan hukum yang ada sebelumnya). Selain itu, secara material
banyaknya kebijakan yang bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi dan juga bertentangan dengan kebijakan lainnya disebabkan karena masing-masing departemen/
80sektor merasa perlu untuk membuat kebijakan tentang suatu masalah yang sama tetapi
justru tidak saling mendukung. Misalnya, Keputusan Menhutbun No 317/KPTS-II/1999
Tentang Hak Pemungutan Hasil Hutan Masyarakat Hukum Adat pada Areal HutanProduksi dengan Permen Agraria/Kepala BPN No 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman
Penyelesaian Sengketa Hak Ulayat mempunyai pengaturan yang sama tentang
Masyarakat Adat tetapi bertentangan satu sama lain. Dalam Keputusan Menhutbundikatakan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat pada suatu wilayah tertentu
dinyatakan dan ditentukan atas Keputusan Bupati sementara hal yang sama oleh Permen
Agraria dikatakan bahwa keberadaan masyarakat adat ditentukan oleh Peraturan Daerah.Di sini terjadi perbedaan mengenai bentuk formal atas pengaturan mengenai keberadaan
masyarakat adat di daerah. Keputusan Menhutbun menghendaki wadah pengaturannya
dalam bentuk Keputusan Bupati yang umumnya dipakai untuk pengaturan materi yang bersifat konkrit, terikat dengan ruang dan waktu tertentu. Sedangkan peraturan daerah
cenderung merupakan ketentuan yang bersifat lebih umum dan abstrak sehingga perlu
diterjemahkan lebih lanjut lewat ketetapan. Tetapi selain hal itu, perbedaan mendasar
antara Keputusan Bupati dengan Perda adalah pada kekuatannya dalam relasi hierarkhis peraturan perundang-undangan. Keputusan Bupati adalah tindakan hukum bersegi satu
atau sepihak dari pejabat administrasi (Bupati) sehingga pencabutannya merupakan
kewenangan sepihak bupati. Sedangkan peraturan daerah merupakan ketentuan yangdibentuk dengan melibatkan DPRD, Pemda dan masyarakat. Sehingga kelahirannya
melibatkan banyak pihak. Karena itu pencabutannya juga merupakan keputusan yang
harus melibatkan banya pihak. Dengan demikian kedudukan perda jauh lebih kuatdaripada Keputusan Bupati.
81Selain koordinasi antar departemen yang umumnya berbentuk kebijakan,
koordinasi pengelolaan sumber daya alam juga dilakukan di dalam internal departemen.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 42/50
Departemen Kehutanan misalnya, mencanangkan jangka waktu 20 sampai 30 tahun ke
depan sebagai era rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam. Untuk itu Dephut telah
menetapkan lima kebijakan prioritas yaitu:
(1) rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan;(2) pemberantasan illegal logging;
(3) penanggulangan kebakaran hutan;
(4) restrukturisasi sektor kehutanan;(5) penguatan desentralisasi kehutanan.
Tetapi Dephut dan Departemen ESDM baru-baru ini mengajukan Perpu No. 1
Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang pada prinsipnya menambah ketentuan baru pada UU Nomor 41 tahun 1999, yaitu Pasal 83 (a)
dan pasal 83 (b). Pasal 83 (a) mengatakan bahwa semua perizinan atau perjanjian di
bidang pertambangan di kawasan hutan sebelum berlakunya UU Nomor 41 tahun 1999tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian
tersebut. Tetapi, dalam Perpu ini penambangan yang dimaksud bukan berada pada
wilayah hutan produksi atau hutan pemanfaatan lainnya tetapi hutan kawasan lindung
yang secara substantif jelas berseberangan dengan undang-undang yang juga mengatur
soal hutan yakni UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayatidan Ekosistemnya, UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
termasuk UU No 41 Tahun 1999. Selain hal itu, perpu tersebut juga berseberangandengan visi dan misi Dephut sendiri. Menindaklanjuti Perpu ini telah dikeluarkan
Keppres No. 41 Tahun 2004 yang member ijin bagi 13 perusahaan terkait untuk
82melakukan penambangan di kawasan hutan lindung. Isi Keppres ini jelas-jelas bertentangan dengan sejumlah UU yang kedudukannya berada di atasnya.
2. Koordinasi Dalam Penegakan Hukum
Koordinasi dalam hal penegakan hukum umumnya ditemukan pada ketentuan
yang mengatur mengenai penyidikan. Boleh dibilang, seluruh UU yang mengatur mengenai pengelolaan sumber daya alam, memiliki bab mengenai ini. Ambil contoh pada
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya
Air dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Penyidik yang dimaksud oleh berbagai UU tersebut adalah penyidik dari kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS). Pelanggaran terhadap UU Perikanan dapat disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil, Perwira TNI AL dan pejabat polisi.Meskipun dalam penegakan hukum atas pengelolaan sumber daya alam,
kepolisian dapat bekerja sama dengan sektor yang bersangkutan sebagaimana dijabarkan
dalam keempat undang undang di atas, dalam beberapa kasus, polisi justru sering berseberangan dengan sektor terkait. Dalam kasus dugaan pencemaran Teluk Buyat oleh
tailing hasil limbah tambang emas PT Newmont Minahasa Raya telah terjadi perbedaan
pendapat antara Menneg LH dengan Mabes Polri. Kompas mencatat pernyataan Menneg
LH Nabiel Makarim yang menegaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukan TimKementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa air di perairan Teluk Buyat,
Minahasa Sulawesi Utara, maupun ikan yang ada di perairan tersebut tidak tercemar. Hal
ini berseberangan dengan hasil penelitian Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor)Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang secara tegas menyebutkan bahwa
pencemaran Teluk Buyat melebihi baku mutu.
83Dalam penegakan hukum yang menyangkut masalah penebangan liar (illegallogging) juga terjadi miskoordinasi antara Departemen Perindustrian, Departemen
Kehutanan dan Departemen Pertahanan dan Keamanan. Di Kaltim misalnya, Kompas
mencatat bahwa industri kayu Malaysia sangat membutuhkan kayu dari Kalimantan yang
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 43/50
umumnya diperoleh lewat penyelundupan dan pencurian kayu. Tetapi, Departemen
Perindustrian belum melakukan tindakan apapun untuk mencegah mengalirnya kayukayu dari
penebangan liar di Kalimantan ke industri-industri pengolahan kayu di
Malaysia. Bahkan ada dugaan, bahwa maraknya illegal logging tidak terlepas darikebijakan instansi tertentu yang mengizinkan masuknya alat-alat berat seperti traktor dan
buldoser ke daerah perbatasan. Dugaan ini jelas ditujukan ke departemen perindustrian.
Di sisi lain, Dep Kehutanan baru sampai pada rencana mengeluarkan Perpu TentangPemberantasan Tindak Pidana Penebangan Pohon Dalam Hutan Secara Illegal. Disini
tidak terlihat adanya titik temu antara beberapa lembaga tersebut yang diharapkan
menunjang penegakan hukum.Konsep otonomi daerah yang terdapat dalam UU Pemerintahan Daerah sebetulnya
bukan desentralisasi secara total. Dua konsep lain yang juga dilaksanakan bersamaan
dengan desentralisasi tersebut yakni dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Oleh UU No.32 Tahun 2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 angka 7).
Sedangkan dekonsetrasi diartikan sebagai pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu(Pasal 1 angka 8). Adapun tugas pembantuan didefenisikan sebagai penugasan dari
Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dari pemerintah Provinsi kepada84kabupaten/kota dan/atau Desa serta dari kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu (Pasal 1 angka 9). Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada bagian lain dikatakan bahwa pemerintahan daerah adalah pemerintahan daerah
provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan begitu desentralisasi tidak hanya berada dalam ruang lingkup kabupaten/kota tetapi juga provinsi. Dalam soal
pembagian kewenangan pemerintahan, UU No. 32 Tahun 2004 mengatur bahwa
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi:
(a) politik luar negeri,(b) pertahanan,
(c) keamanan,
(d) yustisi,(e) moneter dan fiskal nasional, dan
(f) agama.
Secara tersirat, Undang-Undang ini menyerahkan kewenangan urusan
pengelolaan sumber daya alam kepada daerah sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalamPasal 17 yang mengatur hubungan pemanfaatan sumber daya alam antara pusat-daerah.
Bahkan dalam hal pengelolaan laut, pemerintah pusat menyerahkan urusan pemerintahan
tersebut kepada pemerintah daerah (pemda) secara utuh. Tetapi relasi pusat-daerahtersebut disertai dengan catatan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi
85berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. UU ini juga mengatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar
pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 44/50
pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan harus memperhatikan keserasian
hubungan antara susunan pemerintahan. Terminologi “keserasian” dalam konteks ini
tidak begitu jelas, seperti apa dan bagaimana. Jika diinterpretasikan secara administratif
maka otonomi seluas-luasnya tetap dalam kerangka kewenangan administrasi pusatdaerah, provinsi-kabupaten, dan kabupaten-desa.
Dengan melihat bingkai pembagian penyelenggaran pemerintahan seperti itu UU
ini potensial mengembalikan bandul kewenangan pengelolaan sumber daya alam ke pusat(resentralisasi). Pengaturan pengelolaan sumber daya alam yang berkaitan dengan daerah
dijabarkan dengan mengatakan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah meliputi:(a) pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi
kewenangan daerah;
(b) kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber dayalainnya antar pemerintahan daerah; dan
(c) pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya.
Selain dalam UU No. 32 Tahun 2004, pengaturan desentralisasi juga terdapat
dalam sejumlah Undang-Undang yang mengatur mengenai pengelolaan sumber dayaalam maupun pada sejumlah kebijakan. Instrumen kebijakan seringkali dipakai untuk
86mendesetralisasikan pemberian izin seperti ijin peruntukan sumber daya alam, maupunkewenangan mengurus dan mengatur pengelolaan sumberdaya alam.
c. Kewenangan Mengatur dan Mengurus Pengelolaan Sumberdaya Alam oleh
DaerahSejak berlakunya Otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 hingga
direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004, ada beberapa undang-undang yang berhubungan
dengan pengelolaan sumberdaya alam yang tampil dengan semangat otonomi daerah.
Beberapa diantaranya adalah UU Kehutanan, UU Sumberdaya Air, dan UU Perikanan.Pada ketiga UU ini ada perbedaan yang cukup mendasar mengenai kewenangan daerah
dalam pengelolaan sumberdaya alam. Secara umum, ada dua jenis kewenangan yang
diserahkan kepada pemerintah daerah, yakni:(1) kewenangan teknis pengelolaan sumber daya alam. Kewenangan ini erat kaitannya
dengan kebijakan berupa ijin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan sumber daya alam di daerah; dan(2) kewenangan mengatur dan mengurus sumber daya alam yang merupakan satu
kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan/
pengelolaan, pemulihannya (konservasi), maupun kelembagaan, administrasi dan penegakan hukum.
Dalam UU Sumber Daya Air dua jenis kewenangan ini dinyatakan secara detail
(Pasal 16 sampai 18). UU Sumberdaya Air memberikan kewenangan dan tanggung jawab
daerah atas pengelolaan sumberdaya air yakni dalam hal menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air, menetapkan pola pengelolaan sumber daya air, menetapkan
rencana pengelolaan sumber daya air, menetapkan dan mengelola kawasan lindung
87sumber air, melaksanakan pengelolaan sumber daya air, mengatur, menetapkan danmemberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air, membentuk
dewan sumber daya air, memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air dan
menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Dengan cara seperti itu, UU
Sumber Daya Air secara lengkap menguraikan tentang kewenangan baik yang sifatnya
substantif maupun teknis. Kewenangan teknis terutama menyangkut pengaturan,
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 45/50
penetapan, pemberian izin, penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air
serta pembentukan dewan sumberdaya air sedangkan kewenangan substantif adalah
delapan kewenangan lainnya yang secara singkat dapat dikatakan sebagai kewenangan
otonomi pengelolaan sumber daya alam.Berbeda dengan UU Sumberdaya Air, UU Kehutanan menyerahkan pengaturan
soal penyerahan kewenangan kepada daerah melalui Peraturan Pemerintah (Pasal 66).
Adalah PP No 32 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana PengelolaanHutan, pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan yang mengatur lebih jauh
dan detail soal penyerahan kewenangan tersebut. Oleh PP ini, desentralisasi tersebut
berlaku pada kewenangan dalam bentuk perijinan untuk usaha pemanfaatan kawasan(Pasal 37), pemungutan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu (Pasal 38), dan usaha
pemanfaatan jasa lingkungan (Pasal 39). Ketiga izin di atas bisa diberikan oleh Gubernur,
Bupati dan Walikota. Sekalipun begitu, daerah tidak mempunyai kewenangan mengurusdan mengatur hutan secara otonom. Dengan demikian, kewenangan daerah hanya
merupakan kewenangan perijinan.
Dalam bidang pertanahan, salah satu kebijakan desentralisasi bisa ditemukan pada
Keppres No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Keppres
88ini mengatakan bahwa sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahandilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat 1). Kewenangan dimaksud
meliputi:(a) pemberian ijin lokasi;
(b) penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
(c) penyelesaian sengketa tanah garapan;(d) penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
(e) penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan tanah absentee;
(f) penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;(g) pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
(h) pemberian ijin membuka tanah;
(i) perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.Dari kewenangan-kewenangan yang didesentralisasikan ini beberapa diantaranya
adalah kewenangan yang sifatnya teknis dan operasional yang mengatur soal ijin dan
kebijakan-kebijakan administratif pertanahan. Tetapi di samping kewenangan administratif langkah majudalam Keppres ini adalah kewenangan yang sifatnya mengatur dan
mengurus yakni perencanaan dan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota dan
kewenangan land reform yang menyangkut redistribusi tanah, pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong serta penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi tidak menyebut tentang
desentralisasi pengelolaan Minyak dan Gas Bumi ke daerah. UU ini hanya mengatakan
bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Huluwajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan
89Pajak yang terdiri dari pajak-pajak; bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai;
pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam hal ini daerah hanya mempunyai kewenanganuntuk menarik retribusi dari pengelolaan Minyak dan Gas yang ada di wilayahnya.
Pengelolaan minyak dan gas bumi secara keseluruhan belum didesentralisasikan. Salah
satu alasan karena kedua sumber daya tersebut masih dikontrol ketat dalam kewenanganBUMN Pertamina yang memiliki pengaturan otonom, terlepas dari daerah. Selain hutan,
air dan tanah, pengaturan pengelolaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,
yang secara eksplisit mengatur soal penyerahan kewenangan ke daerah adalah Panas
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 46/50
Bumi. Pengaturan mengenai Panas Bumi ditemukan pada UU No. 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi. UU ini menyebutkan bahwa Kewenangan kabupaten/kota dalam
pengelolaan pertambangan Panas Bumi meliputi:
(a) pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan PanasBumi di kabupaten/kota;
(b) pembinaan dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di kabupaten/kota;
(c) pemberian izin dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di kabupaten/kota;(d) pengelolaan informasi geologi dan potensi Panas Bumi di kabupaten/kota;
(e) inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi di
kabupaten/kota;(f) pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar Wilayah Kerja di
kabupaten/kota.
Dalam ketentuan ini secara tersurat ditegaskan bahwa daerah mempunyaikewenangan untuk membuat peraturan pengelolaan panas bumi sendiri. Perkembangan
ini merupakan langkah maju karena dalam beberapa Undang-Undang lainnya
kewenangan membuat aturan sendiri tidak disebutkan secara tegas.
90Dalam UU Perkebunan, desentralisasi juga diatur dalam beberapa hal, diantaranya
menyangkut perencanaan perkebunan. Perencanaan perkebunan terdiri dari perencanaannasional, provinsi, kabupaten/kota. Perencanaan perkebunan tersebut dilakukan oleh
pemerintah, provinsi, kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.UU ini mengedepankan kepentingan masyararakat dan bukan struktur administrasi
pemerintahan sebagai dasar perencanaan. Sehingga, perkebunan dapat diharapkan
mewakili kepentingan masyarakat daerah ketimbang mengabdi kepada kewenangan pusat. Tetapi segera terlihat bahwa kebutuhan masyarakat kemudian dibatasi oleh
beberapa patokan semisal kepentingan pasar.
UU Perikanan baru yang merevisi UU No. 9 Tahun 1985, juga mengatur soal
desentralisasi tetapi dengan sangat terbatas dan lagipula bertentangan dengan UUPemerintahan Daerah. UU ini menyebutkan bahwa penyerahan sebagian urusan
perikanan maupun penarikan kembali kepada pemerintah daerah ditetapkan dengan PP
(Pasal 65 ayat 1). Selanjutnya dikatakan kemungkinan pemberian urusan tugas pembantuan di bidang perikanan kepada daerah. Tentu saja norma semacam itu
bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang secara tegas mengatakan bahwa
daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber dayadi wilayah laut (Pasal 18). Pembagian kewenangan pengelolaan laut juga diatur sangat
jelas. Kewenangan daerah meliputi:
(a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;(b) pengaturan administratif;
(c) pengaturan tata ruang;
(d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;91(e) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
(f) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Dengan demikian dalam desentralisasi pengelolaan sumber daya alam ada berbagai bentuk dan jenis desentralisasi yang telah dijabarkan. Masing-masing
pengelolaan sumber daya alam diatur tersendiri dan berdiri sendiri yang sekaligus
menentukan jenis desentralisasi dan sejauh mana desentralisasi dalam UU No. 32 Tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah itu direalisasikan. Pengaturan yang sendiri-sendiri
itulah yang seringkali membedakan ukuran desentralisasi antara satu departemen/sektor
dengan departemen/sektor lainnya.
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 47/50
92BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya
alam yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai kesejahteraan
dan kemakmuran generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi mendatang.Sumber daya alam yang renewable dikelola seoptimal mungkin secara terencana
dengan baik sehingga dari waktu ke waktu semakin meningkat kualitas maupun
kuantitasnya. Sedangkan sumber daya alam yang non renewable tidak dieksploitasi habis-habisan hanya demi kepentingan generasi sekarang. Melalui
prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan ini diharapkan dari masa ke
masa seluruh generasi anak bangsa ini akan dapat menikmati kekayaan potensisumber daya alam yang dimiliki bangsanya. Melalui prinsip tersebut generasi
mendatang tentu juga akan dapat belajar bagaimana mengelola sumber daya alam
yang baik untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Dengan memperhatikan
aspek demokratis, keadilan dan berkelanjutan dalam penyusunan Perda tentang
pengelolaan sumber daya alam diharapkan berbagai permasalahan yang dialamidan hadapi dalam pengelolaan sumber daya alam selama ini dapat diatasi dengan
baik dan juga dapat memenuhi kepentingan para stakeholders.2. Di era otonomi daerah saat ini, peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan
sumber daya alam baik yang sudah ada maupun yang sedang disusun belum
93cukup memadai atau masih minim dalam memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
3. Upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam di
daerah sudah cukup memadai walaupun masih ada beberapa kendala yang perlu
dieliminasi.4. Penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses perijinan sudah
cukup baik secara prosedural, walaupun secara substansial masih perlu
peningkatan fungsi dokumen tersebut, yaitu tidak hanya sekedar sebagai syaratkeluarnya ijin.
5. Dalam mengelola sumber daya alam koordinasi antar departemen/sektor tidak
hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu kerja bersama yang operasionalsifatnya tetapi juga koordinasi dalam pembuatan peraturan. Dua hal ini memang
tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai lembaga yang
memproduksi peraturan dan kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya alam,tetapi secara normatif koordinasi dalam penyusunan peraturan perundangan
diharapkan akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sistematis
dan tidak tumpang tindih satu sama lain. Dalam kaitannya dengan otonomi
daerah, UU No. 32 Tahun 2004 sama sekali tidak mengatur soal koordinasi antar departemen/sektor dalam rangka pengelolaan sumber daya alam. Karenanya
diperlukan upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi
terkait dan stakeholders di daerah.94a. Saran
1. Perlunya pendekatan yang tidak fragmentaris dan ego sektoral dalam pengelolaan
sumber daya alam di daerah2. Perlunya konsistensi, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undang
mulai dari UU, PP sampai Perda di bidang pengelolaan sumber daya alam di
daerah
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 48/50
95DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum
Nasional VIII, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum NasionalDepartemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar, 14-18 juli
2003
Absori, Penegakan Hukum Lingkungan dan Antisipasi dalam Era PerdaganganBebas, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2000)
ALW, Lita Tyesta. Proses Penyusunan Perda Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Alam, Bahan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Otonomi Daerahdan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh FH Undip
bekerjasama dengan DPD RI, Semarang 1 Agustus 2009
Ali, Achmad, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta : Yarsif Watampone, 1998)
Anu Lounela dan Yando Zakaria (eds), Berebut Tanah dalam Beberapa Kajian
Berperspektif Kampus dan Kampung, Insist Press, Jurnal Antropologi
Universitas Indonesia dan Karsa, 2002.
Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan I : Umum, (Jakarta : Binacipta, 1985)Hadisoeprapto, Hartono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
1999.Hadi, Sudharto P. Koordinasi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Era
Otonomi Daerah, Bahan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema
Otonomi Daerah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diselenggarakanoleh FH Undip bekerjasama dengan DPD RI, Semarang 1 Agustus 2009
Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Perlindungan Lingkungan (Konservasi Sumber
Daya Hayati dan Ekosistemnya), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1991 ______________________, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1986 ______________________, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1990 Hidayat, Arief. Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Bahan
Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Otonomi Daerah danPengelolaan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh FH Undip
bekerjasama dengan DPD RI, Semarang 1 Agustus 2009
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Jogjakarta, 2003.Husein, M Harun, Lingkungan Hidup, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992)
M. Arief Nurdu’a dan Nursyam B. Sudharsono, Aspek Hukum Penyelesaian Masalah
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, (Semarang : Satya
Wacana,1991)Mahfud, Mohammad, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998.
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan
Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997.Rahardjo, Satjipto, Hukum dalam Perpsektif Sosial, (Bandung : Alumni, 1981)
Rangkuti, Siti Sundari Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
Surabaya, Airlangga University Press, 1996Salim, Emil, Pola Pembangunan Berkelanjutan dalam Hari Depan Kita Bersama,
(Jakarta : PT. Gramedia, 1988 )
Samekto, FX. Aji. Otonomi Daerah Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Upaya
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 49/50
Memformulasikan Pengaturan Sumber Daya Alam, Bahan Focus Group
Discussion (FGD) dengan tema Otonomi Daerah dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam yang diselenggarakan oleh FH Undip bekerjasama dengan DPD
RI, Semarang 1 Agustus 2009Soemantri, Koesnadi Harja, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 1987)
Santoso, Edi, Penerapan Dokumen Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam ProsesPerijinan, Bahan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Otonomi
Daerah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh FH
Undip bekerjasama dengan DPD RI, Semarang 1 Agustus 2009Susanto, I.S, Kejahatan Korporasi, (Semarang : Badan Penerbit Undip, 1995)
Santosa, Mas Achmad, Hak Gugat Organisasi Lingkungan, (Jakarta: ICEL,1997)
_________________ , Good Governance dan Hukum Lingkungan, (Jakarta : ICEL,2001) Setianto, Benny D. Meng-Governance-kan Pengawas, Bahan Focus Group
Discussion (FGD) dengan tema Otonomi Daerah dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam yang diselenggarakan oleh FH Undip bekerjasama dengan DPD
RI, Semarang 1 Agustus 2009
Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta :Djambatan, 1991)
Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan I dalam Penegakan Hukum LingkunganIndonesia, (Bandung, Alumni, 1996)
Suparni, Niniek, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan,
(Jakarta : Sinar Grafika, 1992)Sembiring, Sulaiman, Hukum dan Advokasi Lingkungan, (Jakarta : ICEL, 1998)
Soesilo, R., RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor : Politea, 1995)
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
singkat, (Jakarta : Rajawali Press, 1985)Soemitro, Ronny Hanitijo, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-Masalah
Sosial, (Semarang, Agung Press, 1989)
Steni Bernadinus. Desentralisasi, Koordinasi Dan Partisipasi Masyarakat DalamPengelolaan Sumberdaya Alam Pasca Otonomi Daerah,
http://www.huma.or.id
Tobing, M.L, Ikhtisar Hukum Lingkungan Hidup, (Jakarta : Erlangga, 1985)Turtiantoro. Sosialisasi peraturan dan pengetahuan pengelolaan sumber daya alam
di daerah, Bahan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Otonomi
Daerah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh FHUndip bekerjasama dengan DPD RI, Semarang 1 Agustus 2009
Wijoyo, Suparto, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, (Surabaya : Airlangga
University Press,1999)
Zaidun, M., Pengendalian dampak Lingkungan Melalui Pendekatan Pemberdayaanmasyarakat, (Semarang : Makalah, 1995)
Zakaria, Yando. Mewujudkan Otonomi Daerah : Menunggu Godot ?. Makalah yang
disajikan dalam Sarasehan “Pembaruan Desa Sebagai Upaya Penataan UlangRelasi Negara dan Masyarakat Adat” dalam rangka Kongres Masyarakat Adat
Nusantara II, 19 – 26 September 2003, di Desa Tanjung, Kabupaten Lombok
Barat, Nusa Tenggara Barat.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UU No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
5/14/2018 Imlikasi otonomi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/imlikasi-otonomi 50/50
UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
UU No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
UU No 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi
UU No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan