62
Komplikasi Imobilisasi

Imobilisasi Sda Pneumonia (Merryl)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fs

Citation preview

Komplikasi Imobilisasi

Imobilization

• Keadaan tidak bergerak atau tirah baring selama 3 hari atau lebih dengan gerak anatomik yang hilang akibat perubahan fungsi.

Pasien Imobilisasi

Geriatri Assessment

TABEL MNA

INDEKS ADL BARTHEL (BAI)

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja

012

Tak terkendali/tak terukur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu) Tak terkendali

2 Mengendalikan rangsang berkemih 012

Tak terkendali atau pakai kateterKadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)Mandiri

3 Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi)

01

Butuh pertolongan orang lainMandiri

4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)

01

2

Tergantung pertolongan orang lainPerlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lainMandiri

5 Makan 012

Tidak mampuPerlu pertolongan memotong makananMandiri

6 Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0123

Tidak mampuPerlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)Bantuan minimal 1 orangMandiri

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

7 Berpindah/berjalan 0123

Tidak mampuBisa (pindah) dengan kursi rodaBerjalan dengan bantuan 1 orangMandiri

8 Memakai baju 012

Tergantung orang lainSebagian dibantu (mis mengancing baju)Mandiri

9 Naik turun tangga 012

Tidak mampuButuh pertolonganMandiri

10 Mandi 01

Tergantung orang lainMandiri

TOTAL SKOR 19

INDEKS ADL BARTHEL (BAI) (lanjutan)

Skor BAI20 : Mandiri12-19 : Ketergantungan ringan

9-11 : Ketergantungan sedang 5-8 : Ketergantungan berat 0-4 : Ketergantungan total

Lawton IADL Scale

No

1 Dapatkah menggunakan telephone

2 Mampukah pergi kesuatu tempat

3 Dapatkah berbelanja

4 Dapatkah menyiapkan makanan

5 Dapatkah melakukan pekerjaan rumah tangga

6 Dapatkah melakukan pekerjaan tangan

7 Dapatkah mencuci pakaian

8 Dapatkah mengatur obat-obatan

9 Dapatkah mengatur keuangan

Keterangan :

1 = mandiri

2 = butuh bantuan

3-8 = dikerjakan oleh orang lain

Nilai maksimal = 27

Sindrom Delirium Akut

Sindrom Delirium Akut (1)• Definisi

– Sindrom gangguan kesadaran, ditandai dg penurunan kemampuan utk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian yg tjd akut dan dpt berfluktuasi dlm sehari. 1

• Epidemiologi– Delirium pd pasien demensia 32-86%, pascaoperasi

fraktur pinggul 40-52% 1 – Delirium pd pasien rw ICU 70–87 % 3

– Delirium pd kasus emergency pada geriatri 10-30%

1. Malaz A, Boustani, and Buttar A. Primary Care Geriatrics: Delirium. Elsevier, 2007. p.210-8.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta. Interna Publishing,

2010. p.907-8.3. Inouye S. Delirium in Older Persons. New england journal o f medicine, March 2006

Sindrom Delirium Akut (2)

• Etiologi– Metabolisme : hipoksia, hipo-/hiperglikemia,

azotemia, hipernatremia, hipokalemia, insufisiensi ginjal, dehidrasi.

– Zat: psikotropika dan alkohol– Penyakit : demam, infeksi, stres, putus obat,

malnutrisi, fraktur– Overstimulasi : perawatan ICU, perpindahan ke rw.inap

– Iatrogenik : pembedahan, kateterisasi urin, physical restrain 1

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta. Interna Publishing, 2010. p.907-8.

Sindrom Delirium Akut (3)

Faktor predisposisi• Usia sangat lanjut• Usia lanjut yang rapuh (fragile)• Usia lanjut yg m’gunakan obat

yg m’pengaruhi NT mis: antikolinergik, ranitidin, simetidin, ciprofloxacin, psikotropika

• Mild cognitive impairment s.d. demensia

• Gangguan ADL• Polifarmasi• Komorbiditas 1

Faktor pencetus• Pneumonia• ISK• Kondisi akut lain:

– Hiponatremia– Dehidrasi– Hipoglikemia– CVD– Perubahan lingkungan 1

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta. Interna Publishing, 2010. p.907-8.

Sindrom Delirium Akut (4)

• Patofisiologi– Stress perubahan metabolik availabilitas

as.amino di otak berubah modifikasi neurotransmisi otak sekresi sitokin 1

• Ex: infeksi, hipoksia, hipoperfusi, trauma bedah

– Defisiensi neurotransmiter ACh dan berlebihnya neurotransmiter dopaminergik 1,2

– Korteks prefrontal, thalamus anterior, parietal non-dominan, korteks fusiform terlibat pd delirium

1. Malaz A, Boustani, and Buttar A. Primary Care Geriatrics: Delirium. Elsevier, 2007. p.210-8.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta. Interna Publishing,

2010. p.907-8.

Sindrom Delirium Akut (5)

Gunther M, Morandi A, Ely W. Pathophysiology of Delirium in the Intensive Care Unit. Crit Care Clin 24 (2008) 45–65

Sindrom Delirium Akut (6)

Inouye S. Delirium in Older Persons. New england journal o f medicine, March 2006

• Gejala

Sindrom Delirium Akut (7)• Presentasi Klinis

– Hiperaktif [mood rendah, kelelahan]– Hipoaktif [agitasi, increased vigilance, halusinasi]– Campuran– Penderita sering berfluktuasi antara hiperaktif

dan hipoaktif

Diagnosis

• Sepenuhnya berdasarkan gejala klinis

• Instrumen diagnostik:– Confusion assessment method (CAM)– Delirium rating scale (DRS)– Delirium symptom interview (DSI)– Kelebihan dan kekurangan masing-masing

instrumen

Inouye SK, Fearing MA, Marcantonio ER. Delirium. In: Halter JB, Ouslander Jg, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S. Hazzard’s geriatric medicine and gerontology. 6 th edition. New York: McGraw Hill; 2009

Confusion Assessment Method [CAM]

http://www.healthcare.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/CAM.pdf

Confusion Assessment Method [CAM]

http://www.healthcare.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/CAM.pdf

Confusion Assessment Method [CAM]

http://www.healthcare.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/CAM.pdf

http://www.healthcare.uiowa.edu/igec/tools/cognitive/CAM.pdf

Confusion Assessment Method [CAM]

Interpretasi dan Scoring CAM

• Diagnosis delirium dengan CAM tegak apabila:

1.Onset akut dan fluktuatifDAN

2. Inatensidisertai

3.Pikiran disorganisasiATAU

4.Altered level of consciousness

Diagnosis Banding

• Demensia• Gangguan psikotik akut dan sementara• Gangguan suasana perasaan• Gangguan neurotik dan cemas

• Demensia dan delirium sering tumpang tindih

Penatalaksanaan

• Tujuan utama: temukan pencetus, atasi predisposisi CGA (fisik, psikiatrik, status fungsional, riwayat penggunaan obat, asupan nutrisi dan cairan, serta lainnya)

• Anamnesis• PF• Pemeriksaan Penunjang [lab, radiologi,

EKG]

Soejono CH. Sindroma delirium (acute confusional state). In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

Inouye SK, Fearing MA, Marcantonio ER. Delirium. In: Halter JB, Ouslander Jg, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S. Hazzard’s geriatric medicine and gerontology. 6 th edition. New York: McGraw Hill; 2009

Tatalaksana

• Nonfarmakologi– Reorientasi– Dukungan keluarga dan caregiver– Koreksi gangguan sensori (kacamata, alat

bantu dengar)– Meningkatkan mobilitas dan kemandirian– Menghindari restraints– Pembenahan status gizi dan nutrisi– Kenyamanan beristirahat dan tidur

Inouye SK, Fearing MA, Marcantonio ER. Delirium. In: Halter JB, Ouslander Jg, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S. Hazzard’s geriatric medicine and gerontology. 6 th edition. New York: McGraw Hill; 2009

Tatalaksana

• Hanya pada kondisi agitasi yang mengandung risiko berbahaya bagi pasien.– Haloperidol 0,25-1 mg IM, IV, ulang setiap 20-

30 menit, pantau tanda vital. Maksimal 3-5 mg dalam 24 jam.

– Benzodiazepin tidak direkomendasikan (oversedasi, memperberat perubahan status mental), kecuali pada alcohol withdrawal

Inouye SK, Fearing MA, Marcantonio ER. Delirium. In: Halter JB, Ouslander Jg, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S. Hazzard’s geriatric medicine and gerontology. 6 th edition. New York: McGraw Hill; 2009

Prognosis

• Gejala dan tanda dapat menetap sampai bulan-12• Berhubungan dengan status fungsional rendah• Meningkatkan risiko demensia • Risiko kematian lebih tinggi,jika komorbid tinggi dan jenis kelamin

laki2

PNEUMONIA

• Pneumonia peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri, virus, jamur, protozoa)

DEFINISI

• Populasi geriatri Amerika, pneumonia masuk dalam 5 besar penyebab kematian terkait infeksi. Angka kejadian tahunan pneumonia pada pasien geriatri diperkirakan mencapai 25 – 44 kasus per 1000 penduduk.

• Angka rawat inap pasien geriatri mencapai hampir lima kali lebih besar daripada pasien dewasa muda

• Di RSUP Dr. Kariadi Semarang melaporkan bahwa 16,6% pasien geriatri dirawat dengan diagnosis pneumonia, masih di bawah angka kasus tuberkulosis pada geriatri

EPIDEMIOLOGI

• Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN).

• Pneumonia bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

• Penyebab tersering pada usia muda : Streptokokus (Str) pneumonia

• Penyebab tersering pada Lansia : Str.pneumoniae, H.influenzae, Stafilokokus aureus, batang gram (-)

• mikroorganisme :– Bakteri penyebab tersering– Virus– Jamur– Protozoa– Penyebab tersering pneumonia bakterialis bakteri positif-gram– pneumonia streptokokus Streptococcus pneumonia ,bakteri

staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. – Pneumonia lainnya oleh virus, c/influenza.

ETIOLOGI

Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)

•kapiler melebar dan kongesti•Eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor

Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

•Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara dan perabaan seperti hepar•Warna menjadi merah dan bergranula karena terdapat fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman yang mengisi alveoli

Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

•lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang•permukaan pleura suram karena diliputi fibrin•kapiler tidak kongestif lagi

Stadium akhir (resolusi)

•Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula

PATOFISIOLOGI

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi• Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia=

CAP)• Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia=

HAP)• Pneumonia pada penderita immunocompromised Host • Pneumonia aspirasi

KLASIFIKASI

B. Berdasarkan lokasi infeksi• Pneumonia lobaris• Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)• Pneumonia interstisial

KLASIFIKASI

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

• Gambaran Klinis• Pemeriksaan Laboratorium• Gambaran Radiologis• Pemeriksaan Bakteriologis

DIAGNOSIS

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:

Gejala Mayor: 1.batuk

2.sputum produktif

3.demam (suhu>37,80c)

Gejala Minor: 1. sesak napas

2. nyeri dada

3. konsolidasi paru pada

pemeriksaan fisik

4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran Klinis

Inspeksi• takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung,

distensi abdomen, batuk semula nonproduktif produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.

• Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.

Palpasi• Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus

raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia.

PEMERIKSAAN FISIK

Perkusi• Suara redup pada sisi yang sakit.

Auskultasi• Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara

dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura

• peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul

• hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri • LED meningkat

Pemeriksaan Laboratorium

• Untuk menentukan diagnosis etiologi :

1. pemeriksaan dahak

2. kultur darah

3. serologi.

• Kultur darah dapat (+) pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

• AGD menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Pemeriksaan Laboratorium

1.Pneumonia Lobaris

Gambaran Radiologis

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak

yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

Hasil CT scan dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Pada gambar ini tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

Tampak gambaran

opak/hiperdens pada lobus

tengah kanan, namun tidak

menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

• Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.

PENATALAKSANAAN

Penderita yang tidak dirawat di RS:• Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres• Minum banyak• Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran• Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :

Penatalaksanaan Umum Pemberian Oksigen Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan

pembersihan jalan nafas Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 40

C, takikardi atau kelainan jantung. Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

• Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO (Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya,

• Dengan pengobatan,sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat diobati dalam1 – 2 minggu.

• Pneumonia karena virus mungkin berakhir lama• pneumonia karena mycoplasma memerlukan 4-5 minggu untuk

memutuskan sama sekali.• Hasil akhir dari episode pneumonia tergantung dari bagaimana seseorang

sakit,kapan dia di diagnosa pertama kalinya.• Salah satu cara untuk meramalkan hasil dipakai skor beratnya pneumonia

atau CURB-65 score,dimana memerlukan perhitungan dari beratnya gejala utama,dan umur.

• Skor ini dapat membantu dalam memutuskan orang tersebut dirawat di rumah sakit atau tidak.

PROGNOSIS

A.Tuberculosis Paru (TB)

B. Atelektasis 

C. Efusi Pleura

DIAGNOSIS BANDING