113
INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEMESTER 1 MI AL IMAN SENOBAYAN KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018 S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Disusun oleh AIDA NUR AZIZAH 115-13-023 JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1986/1/skripsi AIDA fix.pdf · Interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

  • Upload
    vodat

  • View
    284

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

INTERFERENSI BAHASA JAWA

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

KELAS 1 SEMESTER 1 MI AL IMAN SENOBAYAN

KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh

AIDA NUR AZIZAH

115-13-023

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

ii

iii

iv

v

vi

vii

MOTTO

Selalu Optimis dalam Menghadapi Kehidupan dan Percaya bahwa

Rencana Allah itu jauh lebih baik

viii

ix

x

xi

xii

xiii

xiv

xv

xvi

ABSTRAK

Nur Azizah, Aida. 2017. Interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia kelas l semester l MI Al Iman Senobayan Kecamatan

Secang Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi.

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan.. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:

Imam Mas Arum, M. Pd.

Kata Kunci: interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab

interfensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI Al

Iman Senobayan yang terdiri dari 25 siswa. Adapun rumusan masalahnya antara

lain: 1) Bagaimana bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten

Magelang. 2) Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa jawa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan

Secang Kabupaten Magelang.

Jenis penelitian ini adalah penilitian kaulitatif. Langkah-langkah dalam

penelitian kualitatif ini adalah pengamatan, pengumpulan data, wawancara dan

analisis. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah hasil pengamatan

secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data dilakukan

dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Bentuk interferensi bahasa

Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah interferensi morfologi dengan

unsur afiks, reduplikasi dan kopositum. 2) Faktor pemyebab terjadinya

interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah faktor

kedwibasaan dan kebiasaan.

17

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii

HALAMAN DEKLARASI ...................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... v

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. vi

MOTTO .................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN .................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .............................................................................. x

ABSTRAK ............................................................................................... xiii

DAFTAR ISI ........ ................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................ 6

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian ..................................................... 7

E. Penegasan Penelitian .................................................... 7

F. Metode Penelitian ......................................................... 9

G. Sistematika penulisan ................................................... 12

18

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Interferensi Bahasa Jawa................................................. 14

1. Pengertian Interferensi .......................................... 14

2. Jenis-jenis Interferensi ........................................... 19

3. Bentuk-bentuk Interferensi……………………… 23

4. Pengaruh interferensi……………………………. 30

5. Pengrtian bahasa jawa…………………………….. 31

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia…………………….. .. .. 33

C. Penelitian yang relevan....................................................... 49

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum MI.................................................... 51

1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Al Iman

Senobayan............................................... 51

2. Profil Sekolah....................................................... 51

3. Visi, Misi …………........................................... 52

4. Tujuan…………………..................................... 53

5. Keaadaan Siswa................................................... 54

6. Sarana Prasarana………………………………….. 56

B. Paparan dan hasil temuan penelitian bentuk interferensi

bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia……… 58

C. Alasan dan penyebab terjadinya Interferensi …………….. 64

19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis bentuk-bentuk interferensi yang terjadi

di kelas 1 MI al Iman Senobayan………………………… 68

B. Analisis hasil wawancara tentang penyebab terjadinya

interferensi bahasa…………………………………… 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................... 78

B. Saran................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siswa pada Sekolah Dasar merupakan siswa atau peserta didik yang

mengalami dua proses penguasaan bahasa, yaitu proses pemerolehan bahasa dan

proses pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan bahasa merupakan proses yang

dialami anak sejak pertama kali anak belajar berbicara menggunakan bahasa

ibunya yaitu bahasa Jawa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang

digunakan di dalam lingkungan sekolah untuk berkomunikasi. Selain itu di

lingkungan tempat tinggalnya siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia melalui

media yang ada di sekitarnya seperti dari media TV, radio, surat kabar, dan

internet. Selain itu siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia secara langsung

yaitu dengan mendengarkan langsung penutur bahasa Indonesia. Hal tersebut

mengakibatkan siswa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa secara

bergantian. Selain bahasa Indonesia, siswa MI Al Iman Senobayan juga

mempelajari bahasa lain yaitu bahasa Inggris. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa siswa di MI Al Iman Senobayanmerupakan dwibahasawan yaitu

menguasai dua bahasa atau lebih.

Siswa MI Al Iman Senobayan merupakan dwibahasawan yang disebabkan

karena siswa mampu menguasai dan menggunakan dua bahasa dengan benar

dalam berkomunikasi. Dari masing-masing siswa yang berdwibahasa akan timbul

21

gejala yang disebut kontak bahasa. Kontak bahasa dapat terjadi karena

dipergunakannya dua bahasa atau lebih oleh penutur yang sama secara bergantian.

Adanya kontak bahasa yang terjadi diantara para siswa menyebabkan terjadinya

interferensi bahasa karena keduanya saling mempengaruhi antara bahasa jawa dan

bahasa Indonesia. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya interferensi

bahasa, karena dapat merusak kaidah-kaidah bahasa keduan bahasa yang dikuasai.

Interferensi merupakan penyimpangan dari norma-norma bahsa yang satu dengan

bahasa yang lainnya. Hal tersebut bisa juga disebut dengan dwibahasaan karena

menguasai dua bahasa. Karena dapat menguasai bahasa satu dan bahasa yang

lainnya.

Selain itu interferensi juga dapat terjadi karena siswa di MI Al Iman

Senobayan dalam berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun di

lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia

sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Dalam pengantar pembelajaran di

sekolah khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru lebih sering

menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya, sehingga perilaku guru

tersebut mempengaruhi siswa dalam berkomunikasi. Kebiasaan menggunakan

bahasa Jawa menyebabkan pemahaman kata-kata dalam bahasa Indonesia siswa

lebih rendah dibandingkan pemahaman kata-kata dalam Bahasa Indonesia.

Interferensi dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis siswa.

Dalam bahasa lisan dan bahasa tulis banyak terdapat interferensi karena dalam

22

bahasa lisan dan bahasa tulis siswa menggunakan bahasa yang dimilikinya sendiri

tanpa ada yang mempengaruhinya. Dalam bahasa tulis siswa banyak ditemukan

interferensi karena melalui bahasa tulis siswa mampu mengekspresikan apa yang

ada dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang

digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap prose

pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas I di MI Al Iman Senobayandi

Kabupaten Magelang sangat meyakinkan adanya interferensi yang terjadi dalam

proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih

penggunaan atau sering disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal

tersebut terjadi karena siswa mencampurkan bahasa jawa dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia.

Dengan demikian, banyak penutur asli bahasa Jawa yang berbahasa

Indonesia sebagai bahasa kedua. Banyak di antara mereka memakai bahasa Jawa

dan bahasa Indonesia secara bergantian. Oleh karena itu, mereka dapat disebut

sebagai penutur dwibahasawan (bililingual). Situasi penggunaan bahasa secara

bergantian itu disebut kedwibahasaan (bilingualism) atau seperti yang dikatakan

Winreich (1970:121) “ the practice of alternately using two languages”

sedangkan menurut Fishman (1966:122) apa yang disebut bililingualism itu aialah

“ demonstrated ability to engage in communication via more than one language”.

23

Alih kode sering terjadi pada penutur bilingual. Demikian juga pada

penutur asli bahasa Jawa bisa terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia atau sebaliknya, atau bahkan alih kode ke bahasa asing baik disengaja

maupun tidak disengaja.

Undang-undang Dasar 1945, pasal 36, menyebutkan bahwa bahasa negara

ialah bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahasa Indonesia harus dipelihara dan

setiap warga negara wajib turut membinanya. Di samping itu, pada daerah

penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bahasa daerah yang

masih dipelihara negara, dan bahasa jawa memang masih dipakai oleh orang-

orang jawa sampai sekarang (Abdulhayi, 1981/1982: 1-3)

Muslich (2010:27) juga mengemukakan bahwa Bahasa, sebagai bagian

kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa

akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai

suatu bangsa. Ikrar berupa “ Soempah Pemoeda” inilah yang menjadi dasar yang

kokoh bagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa

persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan

bahasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kita

seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah karena pertumbuhan bahasa Indonesia

itu banyak dipengarui oleh bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita

berbahasa Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita

gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau

24

kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah

itu telah mendarah daging dalam tubuh kita sehingga sering secara tidak kita

sadari muncul dalam percakapan kita ketika kita menggunakan bahasa Indonesia

(Badudu,1979:9-10)

Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahasa daerah atau dialek

setempat terhadap bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita hindari

hanya jika kita menguasai benar struktur bahasa masing-masing dan tahu benar

makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap bahasa Indonesia itu

mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai, bahasa tutur yang kita gunakan

sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat kepada kaidah-kaidah bahasa yang

berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi tidak mudah. Itu sebabnya bila kita

diletakkan pada suatu situasi resmi yang terjaga, kita akan merasakan bahwa

pekerjaan itu tidaklah mudah. Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan

pidato di depan khalayak ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau

bentuk tulisan lain seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan teratur, dengan menggunakan kata-

kata yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang disangkakan orang.

Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita harus

memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita harus banyak membaca

buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa usaha dengan sengaja

kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap tidak akan baik

(Badudu,1979:9-10).

25

Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang banyak

terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan penelitian dengan

mengambil judul ” Interferensi Bahasa Jawa Dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Kelas 1 Semester 1 MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang

Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2017/2018 “

B. Rumusan Masalah

Dari berbagai uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten

Magelang ?

2. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan

Secang Kabupaten Magelang?

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas I Ml al- Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten

Magelang.

26

b. Mendiskripsikan factor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan

Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai

berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas interferensi

bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri

Salatiga (IAIN Salatiga).

2. Secara Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk para guru

b. Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar mengunakan Bahasa

Indonesia dengan baik dan benar

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan

penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada, istilah-istilah tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Interferensi

27

Istilah interferensi yang dalam Bahasa Inggris disebut interference ‘gangguan’

digunakan dalam sosioliungistik. Lado dalam Abdulhayyi (1981/1982:8)

mengatakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses

penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi. Kata, atau konstruksi sebagai

akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama.

2. Bahasa Indonesia

Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia besrasal dari bahasa

Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah sumatera.

Bahasa melayu-riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada “konggres

pemoeda”,28 Oktober 1928., di solo, menjadi bahasa Indonesia. (Muslich,

2010:26).

Djaenia (1997:19) mengemukakan bahwa bahasa dalam arti luas ialah

alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk kepada sesuatu yang hidup

dijiwanya, sehingga diketahui orang. Jadi di sini termasuk juga mimiek (gerak

muka), patho mimiek (gerak anggota), dan menggambar. Dalam arti umum:

bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang dilaksanakan atau

yang ditulis.

3. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

hidup dan berkembang. Bahasa jawa dipakai oleh sebagian besar masyarakat

Jawa tengah dan jawa Timur. Selain itu karena penyebaran penduduk bahasa

28

jawa dipakai pula dibeberapa tempat diluar kedua daerah itu (Baribin dkk,

1986:1)

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis sosiologis,

pendekatan ini melihat implementasi riel di sekolahan. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian field research yaitu suatu penelitian yang terjun

langsung kelapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang dibahas

(Susanti, 2013: 9).

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini peneliti

bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat berkomunikasi

secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti diketahui statusnya

oleh informan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang,

yang mana disekolahan tersebut terjadi adanya interferensi bahasa dalam

pembelajaran bahasa indonesia.

4. Sumber Data

a. Data Primer

29

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen

tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru kelas 1.

b. Data Sekunder Data yang di dapat dari catatan, buku, majalah, artikel,

buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2004: 73). Data

sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku.

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti

perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran

terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran

tersebut (Sujarweni, 2014: 32). Peneliti menggunakan observasi langsung

di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang. Disini peneliti

mengamati interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia Kelas I Semester I. Untuk mengetahui informasi bentuk

interferensi dan penyebab interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia secara langsung agar menadapat data yang lebih riil.

b. Wawancara

30

Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan

informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, bisa sambil bertatap

muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara

pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (Sujarweni, 2014: 31). Peneliti melakukan

wawancara secara langsung agar mendapatkan data yang riil mengenai

penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia kelas 1.

c. Dokumentasi

Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data

dari berbagai pihak yang terkait. Metode ini digunakan sebagai salah satu

pelengkap dalam memeperoleh data.

6. Analisis Data

Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk

analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode:

a. Deduktif

Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju

suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Susanti, 2013: 11). Artinya

ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai

pedoman untuk menganalisis tentang interferensi Bahasa Jawa dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 semester 1 di MI Al Iman

Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.

31

b. Kualitatif

Merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi

objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penulis

menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin mendeskripsikan

keadaan riel yang terjadi di lapangan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik

triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Saebani,

2008: 189).

8. Tahap-Tahap Penelitian

Disini peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap

masalah-masalah yang ada dalam proses pembelajaran bahasa indonesia, dari

berbagai masalah yang timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi

sebuah judul penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang

diperoleh di lapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data

yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding (Susanti,

2013: 9) dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

32

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika

pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat

dijadikan pijakan dalam memahami pembaasan ini. Adapun perinciannya adalah

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisi uaraian tentang Latar Belakang Masalah,

Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan

Sistematika Penulisan

BAB II : Kajian pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum tentang

pengertian interferensi ,bentuk–bentuk interferensi,penyebab

interferensi dan pembelajaran bahasa indonesia.

BAB III : Paparan Data dan Temuan Peneliti berisi tentang bentuk-bentuk

interferensi, penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman

Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang,

BAB IV : Pembahasan berisi tentang analisis mengenai bentuk-bentuk

interferensi dan penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman

Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang

BAB V : Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian,

saran-saran ataupun rekomendasi tentang bentuk dan penyebab

interferensi Bahasa Jawa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia

di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang.

33

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Interferensi Bahasa Jawa

1. Pengertian Interferensi

Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi

berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan

kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan

pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkup

pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosa kata. Sementara itu, Jendra

(1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek

kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata

bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan

tata makna (semantik) (Suwito, 1985:55).

Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang

terjadi sebab akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau

dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan

Agustina (1995:168) mengemukakan bahwa interferensi adalah

penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Untuk memantapkan

pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan

diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sosiolunguistik yang

telah mendefinisikan peristiwa ini.

34

Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali

digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu

bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan

unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.

Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu

bahasa dengan memasukkan sitem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari

bahasa lain dari suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai

peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair

(1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-

kebiasaan ujaran bahasa ibuk atau dialek ke dalam bahasa atau bahasa

kedua.

Valdman dalam Abdulhayi (1985:8) merumuskan bahwa interferensi

merupakan hambatan sebagai akibat kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa

pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai

konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa

ibu ke dalam bahasa sasaran.

Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah

(1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan

Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang

disebabkan oleh adanya kecenderungan. Membiasakan pengucapan (ujaran)

suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkupi pengucapan satuan bunyi,

tata bahasa dan kosa kata. Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama

35

yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa

sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa

melainkan juga keragaman kosa kata.

Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187) menyatakan

bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa kedalam

bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem

satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua

sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada

sistem fonemik bahasa penerima.

Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan

paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang

kaya kan kosa kata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam

perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosa

kata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan dan alam

lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu ke dalam

bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga

tidak terlepas dari perilaku dari penutur bahasa penerima.

Menurut Bawa (1981:8), ada tiga ciri pokok atau sikap bahasa. Ketiga

ciri pokok bahasa itu adalah:

a. Language loyallity, yaitu sikap loyalitas.

b. Language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa.Anwareness of

the norm, yaitu sikap sadar terhadap adanya norma bahasa.

36

Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang

sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersifat kurang

positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang

sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa,

interferensi pada tingkat apapun (fonologi,morfologi,dan sintaksis)

merupakan penyakit yang merubah bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan

Agustina (1998:165).

Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga

unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang

menyusup unsur-unsur atau sistemnya kedalam bahasa lain;bahasa penerima

atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau bahasa yang disisipi

oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau

unsur serapan.

Dalam komunikasi bahasa menjadi sumber serapan pada saat tertentu

akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan

sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai

bahasa sumber. Dengan demikian, interferensi dapat terjadi secara timbal

balik.

Suwito (1983:52), seperti halnya Jendra juga memandang bahwa

interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech,parole),

hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai

penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi

37

karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanya dalam

bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan

bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling

minim.

Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan

paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari

pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu

mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di

semua komponen kebahasaan, mulai bidang tata bunyi, tata bentuk, tata

kalimat, tata kata, dan tatamakna. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan

bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu:

a. Bahasa sumber atau bahasa donor

b. Bahasa penyerap atau bahasa respien

2. Jenis-Jenis Interferensi

Menurut Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007 : 66-67) interferensi dapat

terjadi pada semua tuturan bahasa dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis.

Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007:67) mengidentifikasikan empat

jenis interferensi sebagai berikut:

a. Pemindahan unsur dari satu bahasa kebahasa lain.

b. Perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan.

c. Penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam

bahasa pertama.

38

d. Pengabdian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya

dalam bahasa pertama.

Sebab-sebab Interferensi

Selain kontak bahasa, menurut Wenrich (1970: 64-65) ada beberapa

faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:

a. Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya

interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari

bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak

bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat

menimbulkan interferensi.

b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima

cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan

pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan

unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasi penutr secara tidak terkontrol.

Sebagai akaibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa

penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun

tertulis.

39

c. Tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima

Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas

pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam

masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang

dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi

kehidupan yang baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru

yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosa kata untuk

mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosa

kata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai

bahasa akan menyerap atau meminjam kosa kata bahasa sumber untuk

mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor tidak kecukupan atau

terbatasnya kosa kata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu

konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan

terjadinya interferensi.

Interferensi yang disebabkan karena kebutuhan kosa kata baru,

cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru

yang diperoleh oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru yang dipeeroleh dari

interferensi ini cenderunga akan lebih cepat terintegrasi karena unsur

tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan

kata bahasa penerima.

40

d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan

Kosa kata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung

akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosa kata bahasa yang

bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut

dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan

kembali kosa kata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan

menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman

kosa kata baru dari bahasa sumber.

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosa kata yang

jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang

disebabkan tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima, yaitu unsur

serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena

unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.

e. Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup

penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari

pemakaian kata yang secara berulang-ulang .Karena adanya sinonim ini

cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam

bentuk penyerapan atau peminjaman kosa kata baru dari bahasa sumber

untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian,

kebutuhan kosa kata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya

interferensi.

41

f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi,

karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat

menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa

sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk

bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu

biasanya berupa pemakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa

penerima yang dipergunakan.

g. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima

yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya

penguasaan bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan

yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa

asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang

kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang

pada saat berbicara tau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang

muncul adalah kosa kata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan

dikuasainy

Suwito,Aslida dan Leny, (2007 : 67) menjelaskan bahwa interferensi

dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi,

tata kalimat, dan tata makna. Disamping itu interferensi dibagi menjadi tiga

42

bagian yaitu interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi

gramatikal yang lebih lengkapnya akan dijabarkan sebagai berikut.

a. Interferensi dalam Bidang Fonologi.

Interferensi fonologi terjadi apabila fonem-fonem yang digunakan

dalam suatu bahasa menyerap dari fonem-fonem bahasa lain. Interferensi

fonologi dapat dilihat dari penutur bahasa Jawa dalam mengucapkan kata-

kata nama tempat yang berawalan bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/ dengan

penasalan didepannya, maka akan terjadi interferensi tata bunyi atau

sering disebut interferensi fonologi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia,

misalnya : /mBanjar/, /nDepok/, /ngGombong/, /nJambi/.

Selain itu juga terdapat cotoh interferensi fonologis bahasa

Indonesia dalam bahasa Jawa, yaitu berupa pengucapan fonem /d/ bahasa

Jawa dan fonem /d/ bahasa Indonesia. Pada kata [ w ǝ d i ] dilafalkan [ w ǝ

ḍ i]. Fonem /d/ pada bahasa Jawa yang merupkan bunyi apiko dental

dilafalkan dengan bunyi apiko palatal. Di dalam bahasa Jawa bunyi apiko

palatal adalah merupakan jenis fonem yang lainnya yaitu fonem /ḍ/.

Akibat dari kesalahan tersebut, lawan tutur akan mengira yang diucapkan

penutur adalah [ w ǝ ḍ i ] yang berarti 'pasir'. Oleh sebab itu terjadi

perusakan makna karena arti yang dimaksudkan berbeda. Di dalam

pelafalan menggunakan bahasa Jawa [ w ǝ d i ] yang dimaksudkan adalah

43

'takut', sedangkan dalam pelafalan bahasa Indonesia [ w ǝ ḍ i ] yang berarti

'pasir'.

b. Interferensi Morfologi

Menurut aslinda dan Leny (2007 : 75) interferensi dalam bidang

morfologi dapat terjadi antara lain pada penggunaan unsur-unsur

pembentukan kata, pola proses morfologi, dan proses penggalan afiks.

Menurut Suwito 91985 : 55) interferensi morfologi terjadi apabila

dalam pembentukan kata sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.

Dalam bahasa Indonesia misalnya sering terjadi penyerapan afiks-afiks

ke-, ke-an, dari bahasa daerah (Jawa, Sunda), misalnya dalam kata-kata :

kelanggan, kepukul, ketabrak, kebesara, kekecilan, kemahalan. Bentuk-

bentuk dengan afiks-afiks seperti itu sebenarnya tidak perlu, sebab untuk

mengungkapkan konsep-konsep demikian telah ada padanannya dalam

bahasa Indonesia. Untuk afiks ke-, ke - an, dan -an telah ada afiks ter-,

kata terlalu, dan afiks ber- misalnya : terlanggar, terpukul, tertabrak,

terlalu besar, terlalu kecil. Sebenarnya bentuk-bentuk dengan afiks-afiks

seperti itu tidak perlu, sebab untuk mengungkapkan konsep-konsep

demikian telah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Menurut Abdulhayi (1985 : 10-11) interferensi pada tingkat

morfologis dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa di antaranya

44

dapat terjadi pada penggunaan unsur-unsur pembentuk kata bahasa

Indonesia pada unsur dasar bahasa Indonesia, pola proses morfologis

bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa dengan penanggalan afiks.

Penggunaan unsur-unsur pembentuk kata di antaranya sebagai berikut.

1. Beberapa afiks bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

dieling seharusnya eling 'diingat'; terpedhot seharusnya pedhot,

kepedhot 'terputus'.

2. Reduplikasi bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

bener-bener seharusnya bener, temenan 'benar-benar'; estu-estu

seharusnya estunipun 'sungguh-sungguh'; ati-ati seharusnya ngati-ati

'(ber) hati-hati'; rupa-rupane seharusnya sajake, ayake 'rupa-rupa'.

3. Kompositum bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :

dalan raya seharusnya dalan gedhe 'jalan raya'; klebu nalar

seharusnya mulih nalar, tinemu nalar 'masuk akal'.

Adanya pola proses morfologis bahasa Indonesia dalam

pemakaian bahasa Jawa dapat berwujud di antaranya pada bermacam-

macam afiksasi, misalnya : pedunung seharusnya sing dumunung

'penghuni'; paladenan seharusnya peladen 'pelayan'; kebeneran

seharusnya kapener, mbeneri 'kebetulan'.

45

Yang berupa afiks dalam bahasa Jawa karena pengaruh pola bentuk

bahasa Indonesia, sebenarnya dapat juga dikategorikan dalam interferensi

morfologis yang berupa penggunaan butir-butir pembentuk kata, misalnya

: sekolah seharusnya sekolahan 'gedung sekolah'.

Dari beberapa contoh diatas dapat terlihat adanya interferensi

morfologis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa yang dapat terjadi pada

penggunaan afiks, reduplikasi, kompositum yang mengakibatkan merusak

tatanan bahasa Jawa yang benar.

c. Interferensi Sintaksis

Menurut Aslinda dan Leni (2007 : 82) interferensi sintaksis antara

lain meliputi penggunaan kata tugas bahasa pertama pada bahasa kedua

atau sebaliknya, pada pola konstruksi frase. Sedangkan Chaer dan

Agustina (2004 : 123) memberikan contoh interferensi dalam bidang

sintaksis seperti dalam kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual

Jawa - Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimatnya adalah "Di

sini toko Laris yang mahal sendiri". Kalimat bahasa indonesia itu

berstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa bunyinya adalah "Ning

kene toko Laris sing larang dhewe." Kata sendiri dalam kalimat bahasa

Indonesia itu merupakan terjemahan dari kata Jawa yaitu dhewe. Kata

dhewe dalam bahasa Jawa, antara lain memang berarti 'sendiri'. Tetapi

kata dhewe yang tepat di antara kata sing dan adjektif adalah berarti

46

'paling'. dengan demikian kalimat tersebut diatas seharusnya berbunyi

"Toko Laris adalah toko yang paling mahal di sini."

Menurut Abdulhayi (1985 : 12-13) interferensi pada tingkat

sintaksis meliputi penggunaan kata tugas bahasa Indonesia, pola

konstruksi frase bahasa Indonesia, pola kalimat bahasa Indonesia dan

sebagainya.

Misalnya pada contoh berikut ini.

1. Penggunaan kata tugas bahasa Indonesia.

Mengkono antara liya dhawuhe Presiden Suharto.

'demikian antara lain perintah presiden Suharto'. Kata tugas yang

seharusnya digunakan di sini Iantarane.

2. Pola konstruksi frasa bahasa Indonesia.

Warna layang iku dudu warna kang dadi kesenengane.

'Warna surat itu bukan warna yang disenanginya.'

Frase warna layang seharusnya warnane layang.

3. Penggunaan pola kalimat bahasa Indonesia.

Dadi cukup akeh jeneng-jeneng tanduran iki kang wis dikenal dening

penduduk Indonesia.

47

'Jadi cukup banyak nama-nama tanaman ini yang sudah dikenal oleh

penduduk Indonesia.'

Seharusnya dadine cukup akeh jeneng-jenenge tanduran kang wis

dititeni denging penduduk Indonesia.

Dari beberapa contoh di atas dapat dilihat adanya

penyimpangan dalam bidang sintaksis, yaitu adanya penggunaan kata

tugas pada bahasa Jawa yang diambil dari bahasa Indonesia.

Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi, karena di dalam Bahasa

Jawa telah ada padanannya, sehingga tidak perlu merusak tata Bahasa

Jawa yang telah ada.

d. Interferensi Leksikal

Menurut Aslinda dan Leni (2007:73) interferensi dalam bidang

leksikal terjadi apabila seorang dwibahasawan dalam peristiwa tutur

memasukkan leksikal bahasa pertama kedalam bahasa kedua atau

sebaliknya. Interferensi leksikal dibagi berdasarkan kelas kata menjadi

lima yaitu : kelas verba, kelas adjektiva, kelas nomina, kelas

pronomina, dan kelas kata numeralia.

Bidang kajian dalam interferensi adalah leksikon. Leksikon

adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang

makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Menurut Adi Sumarto

48

dalam penelitian Nur Laela (Hasanudi, 2011 : 22) merupakan

komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan

pemakaian kata dalam suatu bahasa.

Menurut Abdulhayi (1985 : 10) pada kenyataannya sering

sukar dibedakan apakah satu data masuk dalam sasaran interferensi

leksikal, morfologis, atau sintaksis. Berikut ini adalah contoh

interferensi dalam bidang leksikal : Nanging sebalike, agama Islam

bakal kasilep lan mundur yen mung dianut secara tradisional. Jika

kita periksa unsur sebalike, dapatlah dikatakan sebagai interferensi

leksikal yaitu leksikal dari bahasa Indonesia sebaliknya menjadi

sebalike (dengan variasi jawanisasi morfem Inya- -e/, atau kata balik

(BI) dipakai sebagai dasar pembentuk kata dengan proses afiksasi se- -

e (BJ).

Menurut Sukardi (2000) interferensi leksikal mencakupi kata-

kata pinjaman dan kata yang tidak sesuai dengan bentuknya. Jenis-

jenis interferensi leksikal yang berupa kosa kata pinjaman meliputi

kosa kata 1) kata dasar, 2) berimbuhan, dan 4) frase.

Interferensi leksikal diartikan pengacauan kosa kata antara

bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Di dalam interferensi

49

leksikal terjadi penyerapan kosa kata dari satu bahasa ke bahasa yang

lain.

Dari penjelasan diatas telah dijelaskan tentang jenis-jenis

interferensi yaitu, interferensi morfologi, interferensi fonologi,

interferensi leksikal dan interferensi sintaksis.

3. Pengaruh Interferensi

Bahasa selau mengalami perkembangan dan perubahan.

Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial,

ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik,

ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa

terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling mempengaruhi antar bahasa

yang satu dengan bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai

bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas . saling

mempengaruhi antar bahasa yang satu dengan bahasa yang lain misalnya

kosa kata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosa kata itu memiliki sifat

terbuka. Menurut Wenrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995:159) kontak

bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama

secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan

unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencangkup semua

50

tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling

mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari.

Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih

digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa

bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa

terjadi proses saling mempengaruhi antar bahasa satu dengan bahasa yang

lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun

tertulis.

Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi

bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang

terjadi dalam ujaran kedwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih

dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa.

Selain kontak bahasa, faktor timbulnya interferensi menurut Wenrich

dalam Sukardi (1999:4) adalah tidak cukupnya kosa kata dalam menghadapi

kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang

jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber.

Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa

penerima juga merupakan faktor interferensi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan terjadinya interferensi

karena faktor kedwibahasaan dan kontak bahasa.

51

4. Bahasa Jawa

Bahasa berfungsi sebagai penghubung pribadi dengan pribadi. Bahasa

bersifat personal yang berarti berguna untuk menyatakan pemikiran,

perasaan, dan kemauan individu (Pateda,1991:18).

Purwadi (2005:1) berpendapat bahwa bahasa merupakan alat

komunikasi pergaulan sehari-hari. Ketika seseorang berbicara selain

memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan

siapa orang yang diajak berbicara. Berbicara kepada orang tua berbeda

dengan berbicara pada anak kecil atau yanag seumur. Kata-kata atau bahasa

yang ditujukan pada orang lain itulah disebut; ungguh-ungguhing basa.

Unggah – ungguhing basa pada dasarnya dibagi menjadi tiga: Basa Ngoko,

Basa Madya, dan Basa Krama.

Unggah-ungguhing basa merupakan alat untuk menciptakan jarak

sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan produk

dari kehidupansosial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa struktur masyarakat

merupakan faktor pembentuk dari struktur masyarakat merupakan faktor

pembentuk dari struktur bahasa. Atau dapat juga dikatakan struktur bahasa

merupakan pantulan dari masyarakat. Struktur bahasa yang mengenal

unggah-ungguhing basa merupakan pantulan dari struktur masyarakat yang

mengenal tingkatan-tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit

unggah-ungguhing basa, pasti makin sulit juga stratifikasinya sosialnya.

52

Kedudukan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dijamin keberadaanya

dan kelestariannya seperti dijelaskan pada pasal 36 Bab XV UUD 1945.

Bahasa daerah itu sendiri memiliki tugas sebagai:

1. Lambang kebanggaan daerah

2. Lambang identitas daerah

3. Sarana perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah

4. Sarana pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah

Dengan demikian, berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat dtarik

kesimpulan bahwa interferensi adalah kekeliruan dalam penggunaan

bahasa.. Hal tersebut memicu akan adanya penyebab terjadinya interferensi

seperti, kurangnya kosa kata, kebiasaan penggunaan bahasa ibu dll.

Jadi interferensi bahasa jawa adalah kekeliruan dalam penggunaan

bahasa Jawa dalam penggunan bahasa lain.Dengan demikian interferensi

bahasa jawa dengan penggunaan bahasa lain dapat disebut dengan bilingual

atau penggunaan dua bahasa karena faktor kebiasaan dan masih banyaknya

penggunaaan bahasa ibu.

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Proses pembelajaran tidak akan terlepas dari tugas dan peran pengajar dan

pembelajaran. Masing-masing memiliki posisinya sesuai dengan tugas dan

perannya. Tugas dan peran ini saling mengisi selama proses pembelajaran, tidak

ada salah satu pihak yang lebih besar peranannya, karen keduanya berada dalam

53

satu arah dan tujuan yang sama.perkembangan model pengajaran dari yang

berpusat pada pengajar yang beralih pada peserta didik pada beberapa aspek

telah meningkatkan peran peserta didik di satu sisi, dan peran lain bermunculan

dengan adanya perubahan paradigma yang masih pelu diuji oleh pengalaman dan

kondisi masyarakat.

Dalam sebuah pembelajaran bahasa pada jenjang pendidikan dasar,

menengah, maupun tinggi diperlukan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat

agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Ada kalanya tujuan

pembelajaran tidak tercapai sebagaimana yang diharapkan karena pengajar

kurang pandai dalammemilih strategi pembelajaran untuk anakdidiknya. Hal ini

bila dibiarkan tentu akan berdampak buruk bagi peserta didik dan bagi

pembelajaran itu sendiri. Walaupun kita menyadari ketidak tercapaian tujuan

belajar itu bukan satu-satunya disebabkan oleh faktor pengajar.

Peserta didik sebagai orang yang belajar merupakan subjek yang sangat

penting dalam proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi pembelajaran yang

tepat, pengajar harus memperhatikan karakteristik peserta didik. Karakteristik

peserta didik itu antara lain sebagai berikut:

1. Kematangan Mental dan Kecakapan Intelektual

2. Kondisi Fisik dan Kecakapan Psikomotor

3. Umur

4. Jenis Kelamin

54

Salah satu tujuan utama pembelajaran bahasa adalah mempersiapkan peserta

didik untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah.

Agar interaksi dapat bermakna bagi peserta didik dan dapat mencapai kompetensi

dasar tertentu, pengajar dituntut untuk lebih memiliki kemampuan atau kecakapan

dalam menjalankan profesionalismenya. Disamping memiliki kemampuan

penguasaan memilih dan menerapkan strategi yang di dalamnya terdapat

pendekatan, metode, dan teknik secara baik. Begitu pula dengan metode

merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam

proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka harapan

tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam al-Qur’an dan

beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan metode dalam proses

pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam al-Quran pun memiliki

banyak macam diantaranya:

1. Metode Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125

وجادلهم بالتى هي احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن ادع الى سبيل ربك بلحكمه والموعظة الحسنة

«۵۲۱ :النحل »سبيله وهواعلم بلمهتدين

“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang

ditunjukkan) Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak

sesuai dengan tingkat kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah

mereka dengan (cara) yang terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu,

Dialah yang lebih mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).

55

Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:

a. Metode Hikmah

Kata hikmah (حكمة) dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama

dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun berbuatan”.Dalam bahasa

Arab al-hikmah bermakna kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata

lain al-hikmah adalah mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan

kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses

belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan

pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta

didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan

maksimal. Selain itu dalam penyampaian materi maupun bimbingan terhadap

peserta didik hendaknya dilakakuan dengan cara yang baik yaitu dengan

lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara yang bijak.

Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah dengan “kalimat yang lemah

lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :

وأمره أن يدعو إلى دين هللا وشرعه بتلطف ولين دون مخاشنة وتعنيف

“Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinnullah” dan

syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan.”

56

Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman

pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an

dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :

ر أو يخشى ۶۶: طه)فقول له قولا ليناا لعله يتذك

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah

lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (taha:44)

Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar

manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik.

Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada

para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student

oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan

kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.

b. Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)

Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”.

al-Mauizhah (الموعظة) terambil dari kata (وعظ) wa’azha yang berarti nasihat

sedangkan hasanah (حسنة) yang berarti baik. Maka jika digabungkan

Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:

دور وهدى ورحمة للمؤمنين ياايهاالناس قدجاء تكم مو عظ «۵۱: ۱۵»ة من ربكم وشفاء لما فى الص

“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari

pendidikanmu, penyembuh bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada,

petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 10:57)

57

c. Metode Diskusi (jidal)

Kata jadilhum (جادلهم) berasal dari kata jidal (جدال) yang bermakna

diskusi.Metode diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi

yang dilaksanakan dengan tata cara yang baik dan sopan. Yang mana tujuan

dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan pengertian dan sikap

pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.

Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan,

menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau

menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode

mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang

sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang

dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi

mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa

ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa merasa dihargai

sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.

Dengan demikian para pendidik dapat mengetahui keberhasilan

kreativitas peserta didiknya, atau untuk mengetahui siapa diantara para

peserta didiknya yang berhasil atau gagal. Dalam Allah SWT berfirman:

«٦۵: ۵۲۱»ان ربك هواعلم بمن ضل عن سبيله وهواعلم بالمهتدين

58

“Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalannya dan mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.

16:125).

2. Metode Teladan/Meniru

Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru

kebiasaan atau tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, ia

mulai belajar bahasa dengan berusaha meniru kata-kata yang diucapkan saudaranya

berulang-ulang kali dihadapannya.

Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan tubuh dan

menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan saudara-saudaranya.

Demikianlah manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah laku lewat peniruan

kebiasaan maupun tingkah laku keluarganya.

Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia belajar

melalui metode teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan yang

dilakukan Qabil terhadap saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara

memperlakukan mayat saudaranya itu. Maka Allah memerintahkan seekor burung

gagak untuk menggali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak lain.

Kemudian Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk mengubur mayat

saudaranya Habil.

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:

فبعث هللا غرابايبحث فى الرض ليريه كيف يواري سوءةاخيه قلى

ويلتى اعجزت ان ان اكون قل ي

مثل هذا الغراب فاواري سوءةاخي ج

فاصبح من الندمين

59

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk

memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat

saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat

seperti burung gagak ini. Lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”.

Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.”

Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari

tingkah lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya

dalam pendidikan dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri

tauladan bagi para sahabatnya, dari beliau mereka belajar bagaimana mereka

melaksanakan berbagai ibadah.

Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat

sunnah witir Nabi SAW:

حمن بن عبد هللا ثني مالك عن أبي بكر بن عمر بن عبد الر ثنا إسماعيل قال حد بن عمر بن حد

ة : قال الخطاب عن سعيد بن يسار أنه بن عمر بطريق مك ا كنت أسير مع عبد هللا فقال سعيد فلم

بن عمر أين كنت فقلت خشيت ال بح نزلت فأوترت ثم لحقته فقال عبد هللا بح فنزلت خشيت الص ص

ع صلى هللا أليس لك في رسول هللا قال فأوترت فقال عبد هللا ليه وسلم إسوة حسنة فقلت بلى وهللا

عليه وسلم كان يوتر على البعير صلى هللا فإن رسول هللا

“Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku

Malik dari Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin

Al Khaththab dari Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin

‘Umar pernah berjalan di jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir

60

akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku pun singgah dan melaksanakan shalat

witir. Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar pun bertanya, “Dari

mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku khawatir akan (masuknya waktu)

Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar

berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.”

Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

pernah shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)

Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri

tauladan dan panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:

۲۵» دكرهللا كثيراخرو آل لقد كان لكم فى رسول هللا اسوة حسنة لمن كان يرجوا هللا واليوم ا

:۳۳»

“Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia

banyak dzikrullah.” (QS.al-Ahzab 33:21)

Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan

akhlak yang mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan

terjerumus pada kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.

3. Metode Ceramah

Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan

atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah

sering disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut

61

diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat

dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti

tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.

Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap

pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode

lain. Dalam sebuah Hadist Nabi SAW bersabda :

بلغوا "وعن عبد اهللا بن عمر وبن العاص رضي اهللا عنهما أن النبي صلى اهللا علىه وسلم قال

أ دا فليتبو ثوا عن بني إسرائيل ول حرج، ومن كذب علي متعم )) ده من النار مقع عني ولو آية وحد

((رواه البخاري

"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa

yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa

berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka".

(HR. Bukhori.)

Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :

نآ اليك انآ انزلنه قراٽنا عربيا لعلكم تعقلون ۞ نحن نقض عليك احسن القصص بمآ اوحي

من قبله لمن الغفلين هذاالقراٽن وان كنت

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab,

agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik

dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum

(kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum

mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)

62

Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan

memakai bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan

kepada para sahabat dengan jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih

merupakan metode mengajar yang masih dominan dipakai, khususnya di sekolah-

sekolah tradisional.

4. Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir

Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama problem,

bahkan manusia juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki

pengalaman praktis dari permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum

diketahuinya mengajak manusia berfikir bagaimana menghadapi dan bagaimana

harus bertindak. Dalam situasi demikian, manusia memberikan respons yang

beraneka ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya, tetapi kadang juga

tepat.

Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar dari

mencoba dan membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi baru dan

mencari jalan keluar dari problem yang dihadapinya.

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia

untuk mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di

alam semesta. Dalam Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:

كل قل سيروا فى الر ض فنضروا كيف بدأ الخلق ثم هللا ينشئ النشأة اآلخرة إن هللا على

شيءقدير

63

Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah

menciptakan (manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali

lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan

memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya,

mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk

belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalm

kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta, berbagai

makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini bisa dilakukan dengan metode

pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan metode berfikir.

Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari

pengalaman praktis dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij

oleh Imam Muslim berikut:

ثنا أبو بكر بن أبي شيبة وعمرو الناقد كالهما عن السود بن عامر قال أبو بكر ثنا أسود حد بن حد

اد بن سلمة عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة ثنا حم أن النبي :ثابت عن أنس عن عامر حد

فقال ما تفعلوا لصلح قال فخرج شيصا فمر بهم صلى هللا عليه وسلم مر بقوم يلقحون فقال لو لم

أمر دنياكم لنخلكم قالوا قلت كذا وكذا قال أنتم أعلم ب

Abu Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari

al-Aswad bin Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku,

Hammad bin Salmah bercerita kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari

Aisyah dan dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi shallallahu

‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon

64

kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan

(tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak.

Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan

melihat hal itu beliau bertanya: ‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka

menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu

bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.

Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat respon-

respon baru lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang dihadapinya,

dan berbagai jalan pemecahan dari problem-problem yang dihadapinya.

Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and error” ini, al-

Qur’an mengisyaratkan dalam ayat berikut:

نيا وهم عنا آلخرة هم غا فلون يعلمو نظاهرا منا لحياة الد

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka

tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.

Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang

lahir saja dari kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi

mereka. Kapan mereka harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam

dan membangun rumah.

Sedangkan mengenai hakikat pembelajaran bahasa, hal ini berkenaan

dengan catatan tentang proses sikolinguistik dan kognitif dalam pembelajaran

bahasa dan catatan mengenai kondisi yang memungkinkan keberhasilan

pengunaan proses tersebut (Sunendar, 2009:151-175).

65

Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan,

dan sikap. Belajar berlangsung dalam sepanjang hayat, sejak lahir sejak (bahkan

sejak dalam kandungan, pendidikan dalam kandungan) hingga meninggal. Belajar

terjadi pada masa kecil, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa.

Pada mulanya, orang belajar berdasar pengalaman, tanpa teori belajar.

Orang tua mengajar anak-anak mereka, dan majikan mengajar anak buahnya

berdasar intuisi sera pengalaman untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan

tertentu (kompetensi).

Bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang sudah diperkaya dengan

berbagai unsur bahasa daerah dan bahasa asing sehingga ia menjelma menjadi

suatu bahasa baru, bahasa Indonesia, bahasa suatu bangsa baru yaitu bangsa

Indonesia. Karena itu, tidak mungkin kita berbicara tentang bahasa Indonesia

tanpa menyinggung bahasa daerah dan bahasa asing. Ketigannya merupakan

suatu yang padu, tidak dapat dipisah-pisahkan, dan memiliki hubungan timbal-

balik. Hubungan itu mempunyai dampak positif maupun negatif. Positif dalam

hal sumbangannya untuk memperkaya bahasa Indonesia, dan negatif dalam hal

timbulnya interferensi kedua bahasa (Badudu, 1993:3).

Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Dalam

berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan

gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja,

pada tiap-tiap situasi komunikasi yang dihadapi dipilih salah satu dari sejumlah

66

variasi pemakaian bahasa. Berbahasa dipasar antar pembeli, antara pembeli

dengan penjual, atau antar penjual pasti beda dengan berbahasa di depan orang

yang dihormati, antara atasan dan bawahan, antara pasien dan dokter, antara

murid dan guru, antar anggota rapat dinas, dan sebagainya. Setiap situasi

memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya.

Faktor pembicara, pendengar, pokok pembicaraan, tempat dan suasana

pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa. Istilah

yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi pemakaian bahasa

disebut ragam bahasa.

Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakainnya dan bermacam

ragam penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah

perubahan itu tidak selalu tak ter lelakan karena kita dapat mengubah bahasa

secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula

berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa

yang beraneka macam itu masih tetap disebut ‘bahasa Indonesia’ karena masing-

masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata

bunyi, pembentukan kata, tata makna, umumnya sama. Itulah sebabnya kita

masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun di

samping itu kita dapat mengenali beberapa pebedaan dalam perwujudan bahasa

Indonesianya (Moeliono, 1988b).

Istilah ragam dapat disejajarkan dengan variasi. Seperti halnya jika orang

mengatakan bahwa modelnya sangat beragam, didalamnya terkandung maksud

67

bahwa modelnya sangat bervariasi. Adanya ragam atau variasi itu terdapat satu

model yang menjadi acuannya. Dengan demikian, bagaimanapun model

variasinya pastilah terdapat intisari atau ciri-ciri umum yang sama. Jika variasi

itu sudah menyimpang jauh dari inti yang menjadi acuannya, melainkan

merupakan model lain yang baru sama sekali (Suharsono, 1993).

Sebagai bahasa negara, kedudukan bahasa Indonesia itu didasarkan pada

Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Sebagai mana diketahui, Pasal

36 itu selengkpnya berbunyi, “ Bahasa negara adalah bahasa indonesia”.

Landasan konstitusional ini memberikan kedudukan yang kuat bagi bahasa

Indonesia untuk digunakan dalam berbagai urusan kenegaraan dan dalam

menjalankan tata pemerintahan.

Didalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai:

1. Bahasa resmi kenegaraan,

2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,

3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan

pelaksaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintahan.

4. Alat pengembangan kebudayaan,ilmu pengetahuan, dan teknologi

(Sugihastuti, 2000 : 8-13)

68

C. Penelitian yang Relevan

Pendidikan diperoleh melalui sekolah, sekolah banyak yang berdiri di

Indonesia, baik itu sekolah formal, nonformal, maupun informal. Penelitian

yang membahas tentang sekolah formal telah banyak dilakukan oleh para

peneliti.

1. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Laela pada

tahun 1999 berjudul "Interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa

pada Karangan Siswa Kelas II SD 2 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap."

Penelitian ini membahas tentang pengaruh interferensi yang terjadi pada

siswa SD.

2. Penelitian lain juga dilakukan Oleh Rismiyati pada tahun 2000 yang

berjudul "Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia

Siswa Kelas V SD Bukateja " Penelitian Rismiyati membahas tentang

pengaruh interferensi leksikal.

3. Persamaan dan Perbedaan

Skripsi dengan judul Interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa pada

Karangan Siswa Kelas II SD 2 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap mempunyai

perbedaan dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti, walaupun sama-

sama membahas tentang interferensi tetapi, sekripsi ini cenderung

membahas tentang Bahasa Sunda yang mempengaruhi Bahasa Jawa.

69

Sedangkan peneliti lebih dalam mengkaji tentang sebab-sebab yang

mempengaruhi interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa. Penelitian

yang dilakukan oleh peneliti mempunyai persamaan dengan sekripsi yang

berjudul Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia Siswa

Kelas V SD Bukateja . Yaitu sama-sama meneliti tentang interferensi dan

sebab terjadinya interferensi.

70

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum MI Al-Iman Senobayan Kabupaten Magelang

1. Sejarah Berdirinya MI Al-Iman Senobayan Kabupaten Magelang

Madrasah Ibtidaiyah Al Iman Senobayan merupakan satu-satunya

lembaga pendidikan sekolah tingkat dasar yang berlokasi di Dusun Senobayan

Kelurahan Ngabean, yang berdiri sejak tanggal 24 April tahun 1959.

Lembaga ini di bawah pengelolaan Yayasan AL IMAN yang dipimpin oleh

Bapak H.Abdullah, S. Ag.

Pada tanggal 31 Desember tahun 1977 MI Al Iman Senobayan ini

telah diresmikan oleh Pemerintah c.q. Departemen Agama dengan nama MI

Al Iman Senobayan dengan Nomor Piagam LK/3.c/1491/Pem.MJ/1978.

Dalam perkembangannya MI Al Iman Senobayan telah mengalami beberapa

kemajuan dalam beberapa aspek, tetapi masih banyak persoalan dan tantangan

yang perlu segera disikapi.

Seiring dengan berlakunya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, MI Al Iman Senobayan mulai mengadakan beberapa

pengembangan terutama untuk kebutuhan sarana dan prasarana, sehingga

pada tahun 2009 melalui dana APBN dalam DIPA Kanwil Departemen

Agama Provinsi Jawa tengah tahun anggaran 2009 , Madrasah dapat merehap

gedung madrasah berupa bergantian atap dan genting.

71

Dalam rangka memenuhi peraturan perundangan yang berlaku, dan dalam

rangka memenuhi akuntabilitas publik, maka MI AL IMAN Senobayan.

berusaha untuk menyusun Rencana Program dan Kegiatan selama 4 tahun

dalam RKM sebagaimana tersebut dalam amanat Permendiknas No. 19 tahun

2007. RKM ini akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan

Rencana Kegiatan dan Anggaran Madrasah (RKAM) pada setiap tahun

berjalan.

2. Visi, Misi dan Tujuan

1) Visi Madrasah

Visi MI AL IMAN Senobayan adalah “Terwujudnya Peserta didik

yang berakhlakul karimah, santun dalam bertutur kata dan berperilaku,

unggul dalam berprestasi akademik dan non akademik, serta tekun

melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama islam.

2) Misi Madrasah

Adapun untuk mencapai visi tersebut di atas MI AL IMAN Senobayan

mempunyai misi sebagai berikut :

a. Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari

AL_Qur’an dan menjalankan agama Islam.

b. Mewujudkan pembentukan karakter islami yang mampu

mengaktualisasikan diri dalam masyarakat.

72

c. Menyelenggarakan pengetahuan dan profesionalisme tenaga pendidikan

sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan

d. Menyelengarakan pendidikan yang berkwalitas dalam pencapaian prestasi,

efisien, transparan dan akuntabel.

3) Tujuan Madrasah

Dengan berpedoman pada visi dan misi yang telah dirumuskan serta

kondisi di madrasah dapat dijabarkan tujuan jangka menengah sebagai

berikut :

a. Meningkatkan perolehan nilai rata-rata mata pelajaran UASBN mencapai

7,5 dan nilai rata-rata UM 8,0.

b. Memiliki petugas upacara yang siap pakai.

c. Meningkatkan kegiatan keagamaan di lingkungan madrasah; jamaah

sholat zhuhur, tadarus Al quran, kaligrafi dan tartil Al quran,sholat dhuha

d. Meningkatkan kegiatan sosial di lingkungan madrasah, bhakti masyarakat

e. Membiasakan perilaku Islami di lingkungan madrasah.

Deskripsi tentang Profil MI Al Iman Senobayan berdasarkan analisa

data, situasi, dan kondisi Madrasah selama 2-3 tahun terakhir. Profil ini terdiri

dari kategori Kesiswaan, Kurikulum dan kegiatan pembelajaran, Pendidik dan

Tenaga Kependidikan serta pengembangannya, Sarana dan Prasarana,

73

Keuangan dan pembiayaan, Budaya dan lingkungan Mdrasah, serta Peran

serta Masyarakat dan kemitraan.

3. Keadaan Siswa

Bagian kesiswaan diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk profil kesiswaan MI AL IMAN SENOBAYAN dapat dilihat

sebagai Jumlah siswa 3 tahun terakhir mengalami kenaikan tetapi belum

signifikan, yaitu tahun 2006/2007 sebanyak 88 siswa, tahun 2007/2008

sebanyak 98 siswa dan tahun 2008/2009 sebanyak 101 siswa.

b. Semua anak usia sekolah (AUS) dapat tertampung.

c. Semua Komponen sudah terlibat dalam menerapkan manajemen untuk

mendukung kegiatan peserta didik.

d. Semua siswa kurang mampu telah mendapatkan bantuan dengan adanya

BOS.

e. Sembilan puluh sebilan persen siswa yang mengikuti pembelajaran di

madrasah dalam keadaan normal.

f. Madrasah sudah menyalurkan bakat dan minat anak yang dimiliki siswa,

namun belum ke semua aspek/cabang.

g. Tidak ada siswa yang putus sekolah

h. Sudah ada perlakuan khusus terhadap anak yang tinggal kelas/tidak lulus.

4. Kurikulum dan Kegiatan pembelajaran

74

Bagian kurikulum diuraikan sebagai berikut:

a. Pembelajaran PAIKEM baru terlaksana 70 %, Ketersediaan RPP mulok

madrasah dan TI belum ada.

b. PBM kurang variatif, pembelajaran yang interaktif dan kontekstual belum

maksimal (75 %), Penggunaan alat peraga masih kurang.

c. Nilai UASBN/UAM dua tahun terakhir rata-rata 7,20 tahun 2008 dan 7,00

pada tahun 2009.

d. Nilai rata-rata rapot tiga tahun terakhir tidak stabil 67, 69, 68

e. Semua siswa lulus

f. Semua siswa melanjutkan ke SMP/MTs.

5. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembanganya

Bagian Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembanganya diuraikan

sebagai berikut:

a. Kondisi guru 67% S1 (6 Guru), D2 11% (1 Guru), dan SLTA 22% (2 Guru).

b. Kondisi kompetensi Kepala Madrasah 3 tahun terakhir cukup baik;

merencanakan pengembangan Madrasah, mengelola kurikulum, tenaga

Pendidik dan Kependidikan, kesiswaan, keuangan, dan kelembagaan tetapi

belum maksimal.

c. Kondisi Tenaga Administrasi dan pustakawan masih dirangkap oleh guru, dan

kualifikasi pendidikanya belum sesuai.

75

6. Sarana Prasarana

Pada Sarana Prasarana diuraikan sebagai berikut:

a. Dari tahun ke tahun perabot mengalami kerusakan.

b. Rasio jumlah buku untuk Mapel Umum Tidak mencukupi Dan untuk buku

Mapel Agama masih sangat kurang.

c. Alat peraga dan media pembelajaran masih kurang, perlu ditambah alat

peraga PKn, Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PAI, dan Media

pembelajaran TI.

d. Peralatan Komputer untuk siswa dan Guru belum tersedia.

e. Ruang kelas masih kurang baik dan kurang 1 RKB, ruang UKS dan

perpustakaan sudah tersedia tetapi masih berbentuk sekatan dengan ruang

lain serta kurang sarana dan prasarana penunjangnya, laborat IPA belum ada

ruangannya, dan laborat bahasa belum ada, mushola masih menggunakan

ruang kelas.

f. Kamar mandi/WC belum memadai, 1 untuk guru dan 2 untuk 68 siswa.

Belum memiliki tower air tetapi sudah ada aliran air

76

7. Keuangan dan Pembiayaan

Pada Keuangan dan Pembiayaan diuraikan sebagai berikut:

a. Sumber dana Madrasah berasal dari BOS dan dana Komite.

b. Anggaran masih terbatas dan perlu pemberdayaan Peran Serta Masyarakat

(PSM).

8. Budaya dan Lingkungan Madrasah

Pada Budaya dan Lingkungan diuraikan sebagai berikut:

a. Program Kebersihan dan keindahan belum terlaksanan secara maksimal.

b. Sudah tersedia taman tetapi pelu perawatan dan penataan.

c. Halaman madrasah 80% sudah dipaving tetapi sudah ada kerusakan.

d. Pagar keliling masih berbentuk pagar bambu.

e. Penguatan ciri khas madrasah sudah nampak tetapi perlu ditingkatkan.

9. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan

Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan diuraikan sebagai berikut:

a. AD-ART Komite Madrasah belum tersedia sementara Program Kerja Komite

menyesuaikan rencana kerja madrasah.

b. Keanggotaan komite sudah sesuai dengan petunjuk tetapi perlu diadakan

pembaharuan karena adanya anggota yang non aktif.

c. Pertemuan Komite masih bersifat insidental, perlu direncanakan secara

sistematis.

77

d. Peran dan fungsi komite sudah berjalan dengan baik perlu ditingkatkan dan

dimaksimalkan

e. Dukungan masyarakat sudah baik perlu ditingkatkan dan diperhatikan

terutama dukungan pendanaan.

B. Paparan dan hasil temuan penelitian bentuk interferensi bahasa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di MI Al Iman Senobayan kelas 1

semester 1.

a. Pengamatan Bentuk Interferensi Bahasa Jawa yang dilakukan siswa

kelas 1 dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Tabel Interferensi bahasa

No Bentuk interferensi Indikator

1. Bu saya besok emoh

sekolah

Kata emoh merupakan bahasa

jawa yang artinya dalam bahasa

indonesia tidak mau.maka dari

itu pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

2. Saya tidak mau nek dirimu

berbohong sama saya.

Kata nek merupakan bahasa jawa

yang artinya dalam bahasa

Indonesia jika. Maka dari itu

78

pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

3. Eh kamu jangan nakal

engko dimarahi bu guru.

Kata engko merupakan bahasa

jawa yang artinya dalam bahasa

Indonesia nanti. Maka dari itu

pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

4. Jarene ndak nulis bu? Kata jarene merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah katanya.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

5. Bu besok saya mau liburan

nang jogja.

Kata nang merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adala di. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interfrensi.

6. Bu saya sarapan sego

goreng.

Kata sego merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah nasi.

Maka dari itu pada kalimat

79

tersebut terjadi interferensi.

7. Bu ini patelot siapa? Kata patelot merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah pensil.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

8. Saya njileh penghapusnya Kata njileh merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah pinjam.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interfrensi.

9. Tak kandakke kalau kamu

nakal sama saya.

Kata tak kandakke metrupakan

bahasa jawa sedangkan artinya

dalam bahasa Indonesia adalah

saya adukan. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

10. Bu ini ngesuk-ngesuk

tempat duduk saya.

Kata ngesuk-ngesuk merupakan

bahasa jawa sedangkan artinya

dalam bahasa Indonesia adalah

mendesak. Maka dari itu pada

80

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

11. Bu saya meh nang kamar

mandi.

Kata meh nang merupakan

bahasa jawa sedangkan artinya

dalam bahasa Indonesia adalah

mau ke. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

12. Bu iki piye tidak bisa

dibuka.

Kata iki piye merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah ini

bagaimana. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi .

13. Bu iki gambar apa? Kata iki merupakan bahasa jawa

sedangkan artinya dalam bahasa

Indonesia adalah ini. Maka dari

itu pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

14. Bu wildan nyontek Kata nyontek merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

81

bahasa Indonesia adalah

mencontek. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

15. Ditempel gowo lem to bu? Kata gowo merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia artinya adalah

pakai. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

16. Bu talinya pedhot Kata pedhot merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah putus.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

17. Saya punya buku anyar Kata anyar merupakan bahasa

jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah baru.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

18. Sesok ibu saya meh Kata sesok merupakan bahasa

82

nukokke tas baru. jawa sedangkan artinya dalam

bahasa Indonesia adalah besok.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

19. Bu meja saya disurung-

surung sama Kafi.

Kata disurung-surung merupakan

bahasa jawa sedangkan artinya

dalam bahasa Indonesia adalah

didorong. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

20. Sok mben saya mau jadi

dokter.

Kata sok mben merupakan

bahasa jawa sedang artinya

dalam bahasa Indonesia adalah

besok lusa. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi bahasa.

Dari tabel di atas dapat diketahui bentuk-bentuk interferensi yang

terjadi pada siswa kelas 1 MI Al Iman Senobayan di Kabupaten

Magelang. Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung dalam

proses pembelajaran bahasa Indonesia yang ada di MI Al Iman

Senobayan di Kabupaten Magelang. Bentuk–bentuk interferensi

83

tersebut saya tulis berdasarkan pengamatan ketika peserta didik

berkomunikasi dengan guru serta teman ketika dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.

C. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi bahasa

Interferensi bahasa merupakan penggunaan dua bahasa secara

berlangsungan atau bisa juga disebut dengan bilingual. Interferensi bahasa

masih banyak digunakan oleh peserta didik kelas bawah yaitu kelas satu

karena peserta didik masih kebawa oleh bahasa jawa sebagai bahasa ibu

keseharian dirumah.

Masih banyak faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa

diantaranya faktor kebiasaan dikeluarga, masih kurangnya kosa kata,dan

faktor lingkungan. Sedangkan peserta didik kelas satu adalah kelas

perpindahan dari tk jadi masih bnayak sekali penggunaan bahasa jawa

sebagai bahasa keseharian. Karena masih kekurangan kosa kata yang

dikuasai karena masih banyak menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa

keseharian dan bahasa ibu.

Dalam subbab ini peneliti hanya akan mendeskrisipsikan beberapa

anak yang masih melakukan interferensi bahasa. Data ini diperoleh dari hasil

wawancara 2 versi antara tanggapan guru mengenai siswa melakukan

interferensi Bahasa Jawa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia dan

84

tanggapan guru tentang alasan melakukan interferensi Bahasa jawa dalam

memaparkan pelajaran Bahasa Indonesia. Pengamatan penelitian ini

dilakukan pada bulan Desember 2016.Penelitian ini telah dilaksanakan di MI

Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang pada semester genap tahun ajaran

2017/2018 pada tanggal 29 Mei 2017s.d selesai.

Daftar pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya

interferensi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

1. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa kelas 1?

“ Bahasa yang dikuasi siswa kelas 1 mayoritas adalah Bahasa Jawa “

2. Berapa bahasa yang dikuasai siswa kelas 1?

“ Bahasa yang dikuasai siswa kelas 1 yaitu dua bahasa. Bahasa Indonesia

dan Bahasa Jawa, tetapi siswa kelas 1 lebih menguasai Bahasa Jawa “

3. Bahasa apa yang digunakan siswa kelas 1 ketika berkomunikasi di

lingkungannya?

“ SIswa kelas 1 menggunakan Bahasa Jawa ketika berkomunikasi “

4. Bahasa apa yang gunakan siswa ketika berada di lingkungan sekolah?

“ sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa ketika berkomunikasi do

lingkungan sekolah “

5. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi?

85

“ karena Bahasa Jawa bagi siswa kelas 1 mungkin lebih mendarah

daging mungkin, karena dari lahir sudah menggunakan Bahasa Jawa “

a. Daftar pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam

pengantar pembelajaran bahasa Indonesia.

1. Bahasa pertama apa yang dikuasai guru?

“ Bahasa yang saya kuasi adalah Bahasa Jawa juga karena lingkungan

saya masih orang dusun, jadinya Bahasa Jawa yang saya kuasai “

2. Berapa bahasa yang dikuasai guru?

“ Bahasa yang saya kuasai ada tiga yaitu, Indonesia, Jawa, dan Inggris.

Walaupun hanya dikit-dikit tapi yang lebih dikuasai adalah Bahasa Jawa

karena orang dusun “

3. Bahasa apa yan digunakan guru ketika berkomunikasi di lingkungannya?

“ saya lebih menggunakan Bahasa Jawa karena saya orang dusun “

4. Bahasa apa yang anda gunakan guru ketika berada di lingkungan sekolah?

“ saya kalau di lingkungan sekolah menggunakan Bahasa Indonesia dan

Bahasa Jawa “

5. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Jawa dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?

86

“ karena siswa kelas 1 masih kurang kosa katanya jadi saya juga

menggunakan Bahas Jawa dalam pengantar pembelajaran agar peserta

didik lebih mudah memahami “

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa penyebab interferensi

Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada dua yaitu,

Kedwibahasaan dan kebiasaan. Kedwibahasaan terjadi karena dalam

proses pembelajaran guru terkadang menggunakan dua bahasa. Faktor

kebiasaan terjadi karena dalam lingkungannya masih banyak penggunaan

Bahasa Jawa jadi peserta didik lebih terbiasa menggunakan Bahasa Jawa.

87

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada proses pengamatan dan wawancara dalam

proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas 1 di MI Al Iman Sobayan di kabupaten

Magelang maka pembahasan in akan mebahas tentang analisis bentuk-bentuk

interferensi, alasan terjadinya interferensi dan penyebab terjadinya interferensi.

Adapun pembahasannya sebagai berikut:

A. Analisis terhadap bentuk inerferensi Bahasa Jawa dalam pemebelajaran

Bahasa Indonesia kelas 1 MI Al Iman Senbayan di Kabupaten Magelang.

Interferensi merupakan penggunaan dua bahasa secara bersamaan.

Interferensi juga bias disebut dengan bilingual karena penggunaan dua bahasa

secara bersamaan. Bentuk interferensi yang peneliti temukan dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia antara lain:

1. Bu saya besok emoh sekolah

2. Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya.

3. Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru

4. Jarene ndak nulis bu?

5. Bu besok saya mau liburan nang jogja

6. Bu saya sarapan sego goreng

7. Bu ini pathelot siapa?

88

8. Saya njileh penghapusnya.

9. Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya

10. Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya

11. Bu saya meh nang kamar mandi

12. Bu iki pie tidak bisa dibuka

13. Bu iki gambar apa?

14. Bu, wildan nyontek

15. Ditempel gowo lem to bu?

16. Bu, talinya pedhot

17. Saya punya buku anyar

18. Sesok ibu saya meh nukokke tas baru

19. Bu meja saya disurung-surung sama kafi

20. Sok mben saya mau jadi dokter

Berdasarkan data di atas bentuk-bentuk interferensi yang terdapat dalam

pembelajaran bahasa Indonesia termasuk bentuk interferensi morfologi.

Interferensi morfologi dibagi menjadi 3 unsur meliputi, afiks, reduplikasi dan

kopositum. Dari data yang ditemukan maka akan dibahas berdasarkan usur

morfologis sebagai berikut:

a. Interferensi morfologi berdasarkan unsur afiksnyanya tedapat pada nomor

1-18. Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi morfologi

berdsarkan unsure sintaksisnya:

89

1. Bu saya besok emoh sekolah

Penjelasan dari “Bu, saya besok emoh sekolah” kalimat tersebut

merupakan inerferensi bahasa dikarenan adanya dua bahasa antara

bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharunya

“Bu, saya besok tidak mau sekolah”. Kata emoh dalam bahasa jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak

2. Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya.

Penjelasan dari “ Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya

dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “ Saya tidak mau jika dirimu berbohong sama

saya” kata nek merupakan bahasa jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah jika.

3. Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru

Penjelasan dari “ Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya

dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “ Eh kamu jangan nakal nanti dimarahi bu

Guru” kata engko merupakan bahasa jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah nanti.

4. Jarene ndak nulis bu?

90

Penjelasan dari “ jarene ndak nulis bu?” kalimat tersebut merupakan

ineterferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “

katanya tidak nulis bu?” kata jarene ndak merupakan bahasa jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah katanya tidak.

5. Bu besok saya mau liburan nang jogja

Penjelasan dari “ Bu besok saya mau liburan nang jogja” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu besok saya mau liburan di Jogja” kata nang

merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesianya adalah di.

6. Bu saya sarapan sego goreng

Penjelasan dari kalimat “ Bu saya sarapan sego goreng” merupakan

inerferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu

saya sarapan nasi goreng” kata sego merupakan bahasa jawa

sedangkan bahasa indonesianya adalah nasi.

7. Bu ini patelot siapa?

Penjelasam dari kalimat “ Bu ini pathelot siapa?” merupakan

interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini

91

pensil siapa?” kata pathelot merupakan bahasa jawa sedangkan

bahasa indonesianya adalah pensil.

8. Saya njileh penghapusnya.

Penjelasan dari kalimat “ Saya njileh penghapusnya”merupakan

interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ saya

pinjam penghapusnya” kata njileh merupakan bahasa jawa sedangkan

bahasa indonesianya adalah pinjam.

9. Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya

Penjelasan dari kalimat “ Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya”

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara

bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya

“ saya adukan jika kamu nakal sama saya” kalimat tak kandakke

merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah saya

adukan.

11. Bu saya meh nang kamar mandi

Penjelasan dari kalimat “ Bu saya meh nang kamar mandi”

merupakan kalimat interferensi dikarenakan adanya dua bahasa yaitu

bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya

“ Bu saya mau ke kamar mandi” kata meh nang merupakan bahasa

jawa sedangkan bahasa indonesiannya dalah mau ke.

92

12. Bu iki pie tidak bisa dibuka

Penjelasan dari kalimat “ Bu iki pie tidak bisa dibuka” merupakan

interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa yaitu bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini

bagai mana tidak bisa dibuka” kata iki pie merupakan bahasa jawa

sedangkan bahasa indonesianya adalah ini bagaimana.

13. Bu iki gambar apa?

Penjelasan dari kalimat “ Bu iki gambar apa?” merupakan

interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini

gambar apa?” kata iki merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa

indonesiannya adalah ini.

14. Bu, wildan nyontek

Penjelasan dari kalimat “ Bu, wildan nyontek” merupakan interferensi

bahasa dikarekan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu, wildan

mencontek” kata nyontek merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa

indonesiannya adalah mencontek.

15. Ditempel gowo lem to bu?

Penjelasan dari kalimat “ ditempel gowo lem to bu?” merupakan

interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya

93

“ditempel pakai lem kan bu?” kata gowo lem to merupakan bahasa

jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah pakai lem kan

16. Bu, talinya pedot

Penjelasan dari kalimat “ Bu ,talinya pedot” merupakan interferensi

bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu, talinya putus”

kata pedot merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya

adalah putus.

17. Saya punya buku anyar

Penjelasan dari kalimat “saya punya buku anyar” merupakan

inerferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ saya

punya buku baru” kata anyar merupakan bahasa jawa sedangkan

bahasa indonesiannya adalah baru.

18. Sesok ibu saya meh nukokke tas baru

Penjelasan dari kalimat “ sesok ibu saya meh nukokke tas baru”

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara

bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharunya “

besok ibu saya akan membelikan tas baru” kata sesok meh nukokke

bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah besok ingin

membelikan.

94

b. Interferensi morfologi berdasarkan unsur reduplikasi terdapat pada

nomor 10 dan 19. Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi

morfologi berdsarkan unsure reduplikasi:

10. Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya

Penjelasan dari kalimat “ Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya”

merupakan interferensi dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa

Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu ini

mendesak-ndesak tempat duduk saya” kata ngesuk-ngesuk merupakan

bentuk interferensi morfologi unsur reduplikasi karena adanya

interferensi kata ulang penuh yaitu terdapat pada kata ngesuk-ngesuk

bahasa jawa sedangkan bahasa indonesianya adalah mendesak.

19. Bu meja saya disurung-surung sama kafi

Penjelasan dari kalimat “ Bu meja saya disurung-surung sama kafi”

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara

bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya

“ Bu meja saya didorong-dorong sama kafi” kata disurung-surung

merupakan bentuk interferensi morfologi unsur reduplikasi karena

adanya interferensi kata ulang penuh yaitu terdapat pada kata

disurung-surung bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya

adalag didorong-dorong.

95

c. Interferensi morfologi berdasarkan unsure kopositum terdapat pada

nomor Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi morfologi

berdsarkan unsure kopositum:

21. Sok mben saya mau jadi dokter

Penjelasan dari kalimat ”sok mben saya mau jadi dokter” merupakan

inerferensi bahasa karena ada dua bahasa antara bahasa Indonesia

dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “besok lusa saya

mau jadi dokter” kata sok mben merupakan bahasa jawa sedangkan

bahasa indonesiannya adalah besok lusa. Kalimat tersebut

merupakan interferensi morfologi karena susunan kalimatnya bahasa

jawa.

B. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai

faktor penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

Indonesia antara lain:

1. Faktor kedwibahasaan

Faktor kedwibahasaan ini terjadi karena dalam proses pembelajaran

bahasa Indonesia guru terkadang menggunakan bahasa jawa. Sehingga

peserta didik mengalami kontak bahasa dalam berkomunikasi

2. Faktor kebiasaan

Faktor kebiasaan terjadi karena masih terbiasa penggunaan bahasa jawa

sebagai bahasa ibu. Dengan demikian peserta didik jadi lebih terbiasa

96

menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari. Dan siswa lebih

menguasai bahasa jawa karena bahasa jawa sebagai bahasa ibu sejak ia

lahir hingga tumbuh besar yang dipahami siswa tersebut adalah bahasa

Jawa.

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai interferensi bahasa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia kielas 1 semester 1 di MI Al Iman Senobayan

Kabupaten Magelang. Dapat disimpulkan bahwa interferensi yang terdapat dalam

penelitian ini adalah interferensi morfologi dengan unsur afiks,reduplikasi dan

kopositum.

2. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa Jawa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia,yaitu: 1) faktor kedwibahasaan ini terjadi karena

dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia guru terkadang menggunakan

bahasa jawa. Sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam

berkomunikasi. 2) faktor kebiasaan siswa menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya.

98

B. Saran

Berdasarkan tindak lanjut dari penelitian ini, maka penulis memberikan

beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Sekolah

Hendaknya kepala sekolah memberikan dukungan kepada guru dalam

mengajar dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan guru untuk mengajar,

baik media pembelajaran maupun pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan

keterampilan mengajar guru.

2. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para pendidik untuk dapat

menerapkan tentang penggunaan bahasa dengan baik dan benar.

3. Bagi Siswa

Diharapkan siswa lebih menghargai guru dalam pembelajaran dan bekerja

sama baik dalam kelompok.

99

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhayi dkk. 1995. Interferensi Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa.

Yogyakarta: Warta TVRI.

Muslich,Mansur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Bumi Aksara.

Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Departemen pendidikan dan

Kebudayaan. 1987. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pekalongan.

M.Ngalim Purwanto.1997.Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia disekolah

Dasar. Rosda laya putra.

J.S.Badudu.1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Rina.

Sugihastuti. Bahasa laporan Penelitian. Pustaka Pelajar.

Purwadi. 2008. Bahasa Jawa Krama Inggil. Hanan Pustaka.

Keraf,Gorys. 1990. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Tiara Wacana.

Nazri Syakur. Kognitivisme dalam Metodologi Pembelajaran. PT Pustaka Insan

Mandiri.

Iskandar Wassit. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Rosida.

100

LAMPIRAN

101

102

103

DAFTAR PERTAYAAN WAWANCARA

Daftar pertayaan wawancara dibagi menjadi dua versi yaitu: 1) Versi

pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab siswa melakukan interferensi. 2) versi

pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam pengantar

pembelajaran bahasa Indonesia. Adapun daftar pertayaan sebagai beriku:

A. Daftar pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia.

6. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa kelas 1?

7. Berapa bahasa yang dikuasai siswa kelas 1?

8. Bahasa apa yan digunakan siswa kelas 1 ketika berkomunikasi di lingkungannya?

9. Bahasa apa yang anda gunakan siswa ketika berada di lingkungan sekolah?

10. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi?

B. Daftar pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam pengantar

pembelajaran bahasa Indonesia.

6. Bahasa pertama apa yang dikuasai guru?

7. Berapa bahasa yang dikuasai guru?

8. Bahasa apa yan digunakan guru ketika berkomunikasi di lingkungannya?

9. Bahasa apa yang anda gunakan guru ketika berada di lingkungan sekolah?

104

10. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa

dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?

105

106

107

108

109

110

111

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Aida Nur Azizah

Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 18 Desember 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dusun srawanan,Harjosari RT 05 RW 02, Kecamatan

Secang, Kabupaten Magelang.

Riwayat Pendidikan :

1. RA Madyocondro, lulus 2001

2. MI Ma’arif Harjosari Secang Magelang, lulus tahun

2007

3. SMP N 13 Kota Magelang, lulus tahun 2010

4. MAN 1 Kota Magelang, lulus tahun 2013

Riwayat Organisasi :

1. JQH IAIN Salatiga

2. RACANA IAIN Salatiga

3. FK-WAMA

Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.

112

113

.