37
I. JUDUL PENELITIAN Judul penelitian yang diambil dalam pelaksanaan tugas akhir ini dengan judul: “Studi Geologi dan Kualitas Airtanah Daerah Pagutan dan sekitarnya, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”. II. LATAR BELAKANG PENELITIAN Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi berlangsungnya kehidupan makhluk hidup. Untuk itu Tuhan menciptakan air yang melimpah di bumi agar dapat dimanfaatkan makhluk hidup. Kita mengenal akan adanya siklus hidrologi dimana air mengalami siklus yang saling berhubungan yang akan memenuhi kebutuhan air di bumi. Tetapi saat ini ada banyak hal yang menyebakan siklus tersebut terganggu. Adanya pemanasan global dan pencemaran lingkungan adalah beberapa contohnya. Pemanfaatan air tanah secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan kualitas airtanah itu sendiri dan akan berdampak juga terhadap ekologi didaerah penelitian. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan untuk memahami akan keberadaan airtanah (lokasi, ketinggian, kedalaman muka airtanah dan arah alirannya) serta kualitas airtanah. Kualitas airtanah dapat ditinjau dari aspek fisika, kimia, dan biologis, sebagai pendekatan dalam mengkaji proses dan reaksi yang terjadi karena adanya interaksi antara air tanah dengan batuan pada akuifer. 1

Isi Proposal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

Page 1: Isi Proposal

I. JUDUL PENELITIAN

Judul penelitian yang diambil dalam pelaksanaan tugas akhir ini dengan judul:

“Studi Geologi dan Kualitas Airtanah Daerah Pagutan dan sekitarnya, Kecamatan

Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”.

II. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi berlangsungnya kehidupan

makhluk hidup. Untuk itu Tuhan menciptakan air yang melimpah di bumi agar dapat

dimanfaatkan makhluk hidup. Kita mengenal akan adanya siklus hidrologi dimana

air mengalami siklus yang saling berhubungan yang akan memenuhi kebutuhan air di

bumi. Tetapi saat ini ada banyak hal yang menyebakan siklus tersebut terganggu.

Adanya pemanasan global dan pencemaran lingkungan adalah beberapa contohnya.

Pemanfaatan air tanah secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan

kualitas airtanah itu sendiri dan akan berdampak juga terhadap ekologi didaerah

penelitian. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan untuk memahami akan

keberadaan airtanah (lokasi, ketinggian, kedalaman muka airtanah dan arah

alirannya) serta kualitas airtanah. Kualitas airtanah dapat ditinjau dari aspek fisika,

kimia, dan biologis, sebagai pendekatan dalam mengkaji proses dan reaksi yang

terjadi karena adanya interaksi antara air tanah dengan batuan pada akuifer.

III. RUMUSAN MASALAH

Secara khusus penulis akan membahas mengenai kualitas airtanah di daerah

telitian. Adapun batasan rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui variasi dan sebaran litologi yang menyusun daerah telitian

2. Mengetahui Struktur Geologi yang berkembang di daerah telitian

3. Mengetahui susunan Stratigrafi yang ada didaerah telitian

4. Mengetahui bentukan Geomorfologi didaerah telitian

5. Mengetahui hidrogeologi dan kualitas airtanah dengan batasan analisa kandungan

unsure kimia, fisika, dan biologi.

1

Page 2: Isi Proposal

IV. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah untuk dapat memberikan

informasi keadaan geologi khususnya mengenai hidrogeologi, geomorfologi,

stratigrafi, dan struktur geologi di daerah telitian dan sekitarnya.

Berdasarkan maksud diatas, tujuan dari kegiatan penelitian ini :

a. Pemetaan hidrogeologi

b. Mengetahui kualitas airtanah

c. Mampu menginterpretasikan serta menghubungkan data - data hidrogeologi

yang telah didapat dengan data - data geologi daerah telitian sehingga dapat

mengetahui proses – proses yang terjadi pada saat terbentuknya batuan dan

pengaruhnya terhadap kualitas airtanah yang disajikan dalam bentuk peta –

peta dan laporan.

V. LOKASI PENELITIAN

Lokasi kegiatan pemetaan geologi ini terletak pada koordinat X : 476324 -

482324 dan Y : 9131163 – 9135163 menurut UTM (Universal Transverse

Mercator). Untuk menuju ke lokasi penelitian membutuhkan waktu ± 2 jam dari kota

Yogyakarta dengan menggunakan kendaraan bermotor. Luasan kapling lokasi ini 24

km2 dengan skala 1 : 12.500. Berada pada batas antara lima desa yaitu Daerah

Pagutan, Gunungan, Karanglor, Bero, dan Pijiharjo dan berada di kecamatan

Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

2

Page 3: Isi Proposal

Gambar 1. Lokasi daerah penelitan yang berada di wilayah Desa Pagutan dan sekitarnya,

Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah

VI. HASIL PENELITIAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini berupa peta daerah telitian

mencakup peta lintasan, peta geomorfologi, peta geologi, dan peta hidrogeologi

untuk menentukan kualitas airtanah serta laporan penelitian berdasarkan data-data

yang diperoleh.

VII. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian geologi ini adalah :

1. Bagi keilmuan

Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu yang

didapat secara langsung dilapangan dengan mengetahui mekanismenya.

2. Bagi institusi dan pemerintahan

Data yang diperoleh nantinya, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh institusi

untuk melengkapi data hidrogeologi serta data geologi daerah penelitian.

3

Lokasi Penelitian

Page 4: Isi Proposal

3. Bagi masyarakat

Memberikan pengarahan dan informasi tentang pentingnya menjaga

kualitas airtanah agar layak digunakan untuk kebutuhan sehari – hari.

Mengetahui potensi Geologi dan meminimalisir bencana yang ada di

daerah telitian

VIII. METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menganalisa dan menginterpretasikan data lapangan dalam kegiatan pemetaan

geologi.

Tahapan-tahapan penelitian :

1. Studi Pustaka dan Data Awal

Merupakan tahapan dengan mempelajari geologi daerah Jawa Barat berdasarkan

literatur- literatur dari penelitian para ahli terdahulu.

2. Perijinan, Persiapan Perlengkapan, dan Survei Awal

Tahapan ini dilakukan sebelum melakukan penelitian langsung di lapangan,

yang meliputi; perizinan dan persiapan perlengkapan lapangan, serta penentuan

lokasi yang dibutuhkan. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan geologi

daerah penelitian dan tahap pemetaan awal.

3. Penelitian Lapangan

Terbagi dari beberapa tahapan yaitu :

a. Pemetaan geologi dengan lintasan geologi

Pada tahapan ini dapat diketahui secara umum variasi litologi yang berkembang

pada daerah penelitian. Selanjutnya akan dibagi menjadi beberapa satuan batuan,

pola umum tegasan dan struktur yang berkembang, proses geomorfologi yang

berperan serta perkembangannya. Lintasan yang dilalui sedapat mungkin memotong

jurus lapisan batuan yang ada, baik melalui sungai, jalan maupun lereng perbukitan.

4

Page 5: Isi Proposal

b. Pengambilan foto singkapan dan conto batuan

Pemotretan objek-objek pemetaan di lapangan maupun pengambilan conto

batuan yang dilakukan selama di lapangan. Pemotretan dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek teknik visualisasi yang baik.

c. Pengukuran struktur-struktur geologi

Meliputi pengukuran struktur bidang dan struktur garis meliputi bidang

perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, lipatan dan sebagainya. Hasil pengukuran

akan digunakan untuk menganalisas struktur geologi yang berkembang di daerah

penelitian seperti sesar dan lipatan.

d. Pengukuran lintasan (Measuring Section) untuk penampang stratigrafi

Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan kondisi umum variasi lithologi dan

pelapisannya serta struktur geologi yang ada. Tahapan ini berguna untuk menentukan

variasi lithologi, penentuan satuan batuan dan perhitungan ketebalan.

4. Analisa Laboratorium dan Studio

Pada tahapan ini penyusun melakukan beberapa analisa laboratorium dan

studio pada sampel dan data yang didapat, analisa yang dilakukan antara lain:

a. Analisa petrografis

b. Analisa sedimentologi

c. Analisa data struktur geologi

d. Analisa kualitas airtanah

e. Analisa paleontologi

5. Tahapan Penyelesaian

Merupakan tahapan penyusunan laporan dan konsultasi yang merupakan

bagian akhir dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh peneliti yang dirangkum

dalam sebuah laporan meliputi :

a. Konsultasi data lapangan

b. Konsultasi peta lintasan

c. Konsultasi peta geomorfologi

d. Konsultasi peta geologi

5

Page 6: Isi Proposal

e. Konsultasi peta hidrogeologi

f. Penyusunan laporan akhir

Adapun data-data yang diperlukan dari penelitian berupa data primer dan data

sekunder seperti :

1. Data Primer :

a. Pengamatan Morfologi daerah telitian

b. Pengamatan Stratigrafi daerah telitian

c. Pengukuran data Sruktur Geologi daerah telitian

d. Pengambilan sampel batuan

e. Koordinat dan lintasan lokasi pengamatan

f. Sketsa / foto singkapan

g. Posisi batas kontak satuan batuan

h. Data hidrologi daerah telitian

2. Data Sekunder :

Peta Geologi Lembar Surakarta - Giritontro, Jawa oleh Surono, B. Toha, I.

Sudarno (1992)

Peralatan yang dibutuhkan selama Kegiatan Kuliah Lapangan Pemetaan

Geologi adalah :

1. Lup untuk mengamati mineral pada batuan

2. Palu geologi, digunakan untuk mengambil conto batuan yang ada dititik

pengamatan.

3. Komparator lithologi, ukuran butir, serta klasifikasi serta klasifikasi penamaan

batuan,

4. GPS untuk mengamati koordinat daerah telitian

5. Kompas geologi, digunakan untuk orientasi medan,/pengeplotan titik

pengamatan, mengukur kelerengan morfologi, dan untuk mengukur data struktur

baik struktur primer maupun sekunder.

6. Peta Daerah Penelitian

7. Peralatan Tulis lengkap

8. Clipboard sebagai alas untuk menulis dan alat bantu pengukuran menggunakan

kompas

6

Page 7: Isi Proposal

9. Plastik sampel digunakan untuk tempat sampel batuan

10. Kamera untuk mengambil foto untuk melengkapi data lapangan

11. HCL 0,1 M, digunakan untuk mengetes ada tidaknya kandungan karbonat pada

suatu batuan.

12. Botol sampel airtanah

Gambar 2. Alur pikir penelitian

7

Page 8: Isi Proposal

IX. WAKTU PENELITIAN

Kegiatan Pemetaan Geologi ini berlangsung pada tanggal 16 Mei – 16 Juni

2013 untuk kegiatan di lapangan, sebelum kegiatan pemetaan geologi di lapangan

dilakukan kegiatan pra lapangan dan kegiatan pasca lapangan yang dijabarkan pada

tabel 1.

Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Lapangan

NO KEGIATATANMEI JUNI JULI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan                    

2 Survey Awal                        

3 Pengambilana Data                        

4 Pengolahan Data                        

5 Analisa Studio                        

6 Pembuatan Laporan                        

7 Uji Kompetensi                        

X. KAJIAN PUSTAKA

10.1. Pengertian Airtanah

Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-

ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan.

Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water).

Berdasarkan perlakuan terhadap air tanah, yang utama tergantung pada sifat fisik

tekstur dapat dibedakan menjadi empat jenis (Fetter, 1994) yaitu :

1. Akuifer (aquifer), yaitu suatu tubuh batuan, tanah atau regolith yang berfungsi sebagai

reservoar dan mempunyai harga porositas serta permeabilitas yang baik sehingga mampu

menyimpan dan meluluskan air tanah dalam jumlah cukup besar dan cukup suplesi.

Contoh : batupasir dan batugamping.

8

Page 9: Isi Proposal

2. Akuitar (aquitar), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith dengan harga permeabilitas

kecil tetapi masih mengandung air tanah dalam jumlah yang cukup dan dapat berperan

sebagai media transmisi air yang berasal dari satu akuifer ke akuifer lainnya. Contoh :

batulanau, batulempung pasiran.

3. Akuiklud (aquiclude), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith yang termasuk katagori

kedap air (impermeabel), tetapi masih mampu menyimpan air dalam jumlah yang tidak

banyak dan tidak mampu untuk meluluskannya. Contoh : batulempung.

4. Akuifug (aquifug), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith yang sama sekali kedap air

serta tidak dapat mengandung air dan mempunyai harga permeabilitas nol. Contoh :

granit yang kompak keras.

10.2. Siklus Hidrologi

Siklus atau daur hidrologi perlu dicermati dalam keberadaannya di

permukaan suatu area. Siklus hidrologi dapat bermula penguapan/presifitasi dari

sumber air paling besar di laut, danau, sungai atau dari tumbuhan, yang kemudian

terjadi penguapan berupa titik-titik air yang berkumpul di atmosfer. Titik-titik air ini

biasanya disebut awan, tertransport atau berjalan searah dengan aliran angin, ketika

awan jenuh dengan titik air dan terjadi perbedaan tekanan dengan di dataran, maka

titik-titik air jatuh ke daratan sebagai air hujan, daerah luahan air hujan disebut

dengan recharge area. Air hujan akan mengisi kembali aliran sungai, danau dan

cekungan lain.

9

Page 10: Isi Proposal

Gambar 3. Siklus Hidrologi

10.3. Kualitas Air

Airtanah mempunyai komposisi campuran senyawa H2O, berbagai senyawa

mineral dan organisme, pada temperatur dan tekanan tertentu. Air murni terdiri dari

senyawa H2O, yang biasanya hadir atau terdapat pada air hujan. Mineral yang

terkandung pada airtanah umumnya berasal dari batuan yang di dalamnya terdapat

berbagai mineral yang saling berinteraksi. Airtanah juga banyak ditemukan

organisme dan mikroorganisme, biasanya akibat aktifitas manusia, hewan dan

tumbuhan.

10.2.1. Parameter Kualitas Air

Kualitas air dilihat dari 3 parameter sifat utama, yaitu sifat fisik, sifat kimia

dan sifat biologis. Ketiga aspek kualitas air ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

10

Page 11: Isi Proposal

A. Sifat Fisika

Sifat fisika berupa warna, kekeruhan, bau, rasa dan temperatur.

1. Sifat fisik warna sangat dipengaruhi oleh :

a. Dipengaruhi oleh zat-zat terlarut/tersuspensi

b. Zat terlarut memberikan true color (warna yang ditimbulkan oleh zat-zat bukan

zat organik)

c. Zat tersuspensi memberikan apparent color (ditimbulkan dari zat tersuspensi

dari bahan organik)

d. Secara kuantitatif dinyatakan dalam indeks warna, tanpa satuan

e. Indeks warna air minum < 15

f. Secara kualitatif, air minum: tidak berwarna

2. Sifat fisik kekeruhan sangat dipengaruhi oleh :

a. Dipengaruhi oleh zat padat tersuspensi (yang berukuran lempung, lanau)

b. Untuk mengukur kekeruhan, digunakan turbidimeter

c. Satuan kekeruhan: NTU (Nephelometric Turbidity Unit)

d. Batas toleransi air minum: 5 NTU

3. Sifat fisik bau sangat dipengaruhi oleh :

a. Dipengaruhi oleh zat-zat kimia / organik yang terkandung

b. Adanya pencemaran baik melalui proses alamiah, maupun ulah manusia

c. Dinyatakan secara kualitatif

d. Air minum seharusnya tidak berbau

4. Sifat fisik rasa sangat dipengaruhi oleh :

a. Dipengaruhi oleh zat-zat kimia terlarut,contohnya :

1) Zat besi (Fe) memberikan rasa pahit

2) Mangan, sulfat, memberikan rasa pahit.

3) Asam sulfida (H2S) memberikan rasa seperti telur busuk.

4) Natrium khlorida (NaCl) memberikan rasa asin.

5) Bikarbonat (HCO3) memberikan rasa tawar atau rasa soda

b. Dinyatakan secara kualitatif

c. Air minum seharusnya tidak berasa

11

Page 12: Isi Proposal

B. Sifat kimia

Pada saat air bergerak dalam pori-pori batuan, terjadi pelarutan, pengendapan

hidrolisis, oksidasi-reduksi, dan pertukaran ion. Didalam proses-proses ini banyak ion

yang harus dibebebaskan dari ikatannya dan larutan didalam air. Proses ini pada

akhirnya akan mengubah komposisi kimia dan airtanah menjadi lebih kaya mineral. Hal

ini berdasarkan akan kandungan unsur senyawa anorganik utama seperti besi.

C. Sifat biologi

Kualitas biologis airtanah pada umumnya dinyatakan dengan seberapa besar

kandungan BOD dan bakteri koli (coliforms) yang ada. Keadaan biologis bakteri

didalam air tanah adalah kondisi dimana air tanah, mengandung bakteri jenis Entamoeba

coli seringkali disebarkan melalui kotoran manusia/hewan. Oleh karena itu sering

disebut: koli tinja.

XI. GEOLOGI REGIONAL DAN LOKAL

11.1 GEOLOGI REGIONAL JAWA TENGAH

11.1.1 Fisiografi Regional

Gambar 4.  Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari van Bemmelen,(1949).

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi

kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat

12

Page 13: Isi Proposal

dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen,

1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah

(Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut Gunung

Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran

Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan aluvium

asal Gunung Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta

menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari Pantai Parangtritis

hingga Kali Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah Kali Progo dan Kali

Opak, sedangkan di sebelah timur ialah Kali Dengkeng yang merupakan anak sungai

Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001).

Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.

Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m.

Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah Gunung Jabalkat (± 264 m) di

Perbukitan Jiwo bagian barat dan Gunung Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo

bagian timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran Kali Dengkeng.

Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di

sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara

Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran Kali Opak,

sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini

hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan

mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).

Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona

Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk.,

1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di

bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian Gunung Sudimoro, ± 507 m,

antara Imogiri-Patuk), utara (Gunung Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur

(Gunung Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung

membentuk tinggian agak terpisah, yaitu Gunung Panggung (± 706 m) dan Gunung

13

Page 14: Isi Proposal

Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar

dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir

seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.

Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di

bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya.

Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan

di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran

sungai utama di daerah ini adalah Kali Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu

dengan Kali Opak. Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam

dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.

Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karst,

yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut

dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,

luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran

sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai Parangtritis di

bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.

Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok

yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang

cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan

Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan

Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung

Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara

Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh

batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan

dasit (Van Bemmelen,1949).

11.1.2 Geomorfologi Regional

Satuan Geologi Lingkungan Dataran

Satuan ini merupakan dataran dengan kemiringan lereng < 5 % pada

ketinggian antara 50 - 100 meter dpl, melampar cukup luas di bagian Tengah dan

14

Page 15: Isi Proposal

Utara daerah penyelidikan tersusun oleh lahar, lempung, tufa dan endapan aluvium.

Satuan dataran ini dapat dipisahkan menjadi Dataran Limpah Banjir, Dataran

Lembah gunung, dan Dataran kaki gunung. Dataran Lembah Waduk Gajah Mungkur

pengembangan untuk kawan industri perlu penelitian lebih lanjut terutama buangan

limbahnya yang akan mengalir ke arah waduk; Dataran Limpah Banjir Kali

Tirtomoyo ini dapat dikembangkan untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat

pemukiman; Dataran Limpah Banjir Hulu Bengawan Solo dapat dikembangkan

untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat pemukiman; Dataran Giriselo yang

cukup luas ini merupakan modal dalam pengembangan wilayah untuk pelbagai

peruntukan seperti kawasan pemukiman, pesawahan, dan industri.

Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Landai

Satuan ini merupakan daerah perbukitan rendah atau bergelombang rendah

(undalating) dengan kemiringan lereng 5 - 10 %, pada ketinggian antara 100 - 600

meter dpl, melampar hampir di sekeliling kaki Baratdaya - Selatan Gunung Lawu

(Komplek Gunung Silamuk - Gunung Kukusan), tersusun oleh endapan batuan

vulkanik, breksi, tufa, dan batupasir, dan batuan beku. Daerah ini adalah Perbukitan

Landai Ngadirejo - Slogohimo - Purwantoro dapat dikembangkan sebagai lahan

pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan Landai Gunung Tunggul dapat

dikembangkan sebagai lahan pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan

Landai Gunung Pertapan - Gunung Sindoro dapat dikembangkan sebagai lahan

perkebunan, tegalan, dan setempat pemukiman.

• Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Agak Terjal

Satuan ini membentuk morfologi perbukitan agak terjal dengan kemiringan

lereng 15 - 25 %, tersusun oleh batupasir, batulempung dan sebagian kecil batuan

beku, breksi dan lahar. Satuan ini melampar secara setempat yang berbatasan dengan

perbukitan landai dan perbukitan terjal, terutama di Purwantoro. Secara umum

daerah ini dapat dikembangkan sebagai lahan perkebunan, tanaman keras tahunan,

tegalan, dan setempat pemukiman, seperti Perbukitan Agak Terjal Bulukerto.

15

Page 16: Isi Proposal

Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Terjal

Satuan ini membentuk morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan antara

25 - 40 % pada ketinggian antara 200 – 1.000 meter dpl, tersusun oleh batuan beku,

breksi, tufa, dan konglomerat, satuan ini melampar luas di bagian Barat dan

Tenggara, dan Utara Timurlaut, Peruntukan lahan sebagai kawasan hutan lindung,

hutan, perkebunan tanaman keras cukup cocok mengingat kondisi morfologinya

perbukitan terjal, sehingga tumbuhan penutup ini akan berfungsi mengurangi aliran

permukaan, selain itu akan meresapkan aliran air permukaan tersebut ke dalam tanah

yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan ar tanah atau muncul sebagai

mata air di kaki-kaki perbukitan. Daerah tersebut adalah Perbukitan terjal Gunung

Kukusan, Perbukitan terjal Gunung Gude - Gunung Badud, Perbukitan terjal Gunung

Kambengan - Gunung Kukusan - Gunung Runungan, Perbukitan terjal Gunung

Songterus - Gunung Rohtawu - Gunung Kayulawang.

Satuan Geologi Lingkungan Berlereng Sangat Terjal

Satuan ini merupakan puncak Komplek Gunung Silamuk, Gunung Tejokaton,

dan Gunung Kemukus, membentuk perbukitan berlereng sangat terjal dengan

kemiringan > 40 %, melampar pada ketinggian > 1000 meter dpl, tersusun oleh

breksi, lahar dan batuan beku jenis andesit & basalt. Produktifitas akuifer kecil

setempat berarti, setempat airtanah dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada

daerah lembah atau zona lapukan, muka airtanah > 10 meter, air jernih, setempat

muncul mataair terutama pada lembah antar bukit debit < 5 liter/detik. Batu belah

dari batuan beku, sirtu, dan tras cadangannya cukup berlimpah. Longsoran bahan

rombakan dapat terjadi pada lereng-lereng atau tebing-tebing terjal, terutama pada

musim-musim hujan. Peruntukan lahan satuan ini sangat cocok sebagai kawasan

hutan lindung mengingat kondisi morfologinya berlereng sangat terjal, sehingga

tumbuhan penutup akan berfungsi mengurangi aliran permukaan dan meresapkan

aliran tersebut ke dalam tanah yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan

airtanah atau nantinya akan muncul sebagai mata air di kaki-kaki perbukitan.

16

Page 17: Isi Proposal

Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Karst (Batugamping)

Satuan ini merupakan morfologi yang khas pada batugamping, batugamping

pasiran, yang membentuk morfologi berelief kasar, dan kemiringan lereng curam.

Batugamping adalah batuan yang mudah larut oleh air sehingga pada morfologi ini

akan terbentuk fenomena alam yang khas antara lain gua-gua yang di dalamnya

dapat dijumpai stalaktit atau stalakmit, guagua ini merupakan proses dari alur sungai

di bawah tanah yang akhirnya muncul sebagai mataair di kaki atau lembah morfologi

ini. Morfologi ini melampar cukup luas di bagian Selatan Kabupaten Wonogiri, dan

sebagian di bagian Tengah yaitu di Perbukitan karts antara Pracimantoro - Giribelah

- Paranggupito, Perbukitan karts Mayaran - Wuryantoro - Eromoko, dan Perbukitan

karst Batuwarno.

11.1.3 Stratigrafi Regional

Stratigrafi Pegunungan Selatan Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan

Selatan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu tetapi dalam susunan

stratigrafi tiap – tiap formasi yang ada pada Daerah Pegunungan Selatan khususnya

pada Daerah Wonogiri - Sukoharjo penulis mengacu pada susunan Stratigrafi

Pegunungan Selatan Bagian Timur yang dibuat oleh Surono,dkk pada tahun 1992

karena dirasa sesuai dengan keadaan tiap formasi tersebut pada lokasi penelitian

yang digambarkan pada kolom stratigrafi berikut :

17

Page 18: Isi Proposal

Gambar 5. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan (Surono dkk, 1992 dalam Gendoet 2010).

Dari kolom stratigrafi diatas (Gambar 3.3) dapat dijelaskan urutan serta hubungan

stratigrafi Pegunungan Selatan bagian Timur adalah sebagai berikut :

a. Batuan dasar berupa

batuan malihan.

Basement berupa batuan malihan ini didominasi oleh hadirnya Kelompok

batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, Bayat secara umum terdiri dari filit, sekis dan

marmer .Filit merupakan litologi yang dominan dijumpai, baik di daerah Jiwo Timur

dan Jiwo Barat, di lokasi-lokasi Gunung Konang, Gunung Semangu, Gunung Merak,

Gunung Kebo, Gunung Budo, dan Gunung Sari. Sebagian besar singkapan filit

dalam keadaan lapuk; hanya sedikit singkapan filit yang segar Selain filit batuan

metamorf yang merupakan batuan Pra-Tersier lainnya yaitu sekis.Singkapan sekis

18

Page 19: Isi Proposal

dijumpai setempat-setempat, seperti di Jiwo Timur dijumpai di bagian barat Gunung

Jokotuo, Gunung Konang, Gunung Semangu, dan lereng tenggara Gunung Pendul,

sedangkan di Jiwo Barat lereng selatan Gunung Merak. Di lokasi sekis ini terdapat

sebagai fragmen dalam batulempung Eosen Formasi Wungkal-Gamping. Juga

terdapat marmer sebagai kelompok dari batuan malihan yang singkapannya terdapat

di daerah Jokotuo dan lereng utara Gunung Jabalkat. Terdapat menyisip di dalam

filit, singkapan marmer ini memiliki sebaran tidak terlalu luas dan terpotong oleh

sesar seperti yang terdapat di daerah Jokotuo.

Umur batuan Pra-Tersier di daerah Perbukitan Jiwo, Bayat diinterpretasikan

berdasarkan kontak ketidakselarasan dengan batuan Eosen yang menumpang di

atasnya.

b. Formasi Wungkal dan Formasi Gamping

Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan

batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan batupasir

tufaan. Di Daerah Gamping (sebelah barat Kota Yogyakata, sebagai tipe lokasi),

Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping

terumbu. Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro,

1956 dan Marks, 1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi

tersebut selaras (Bothe, 1929, Sumarso & Ismoyowati, 1975). Surono et al (1989)

menyebutnya sebagai Formasi Gamping Wungkal yang merupakan satu formasi

yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat bahwa

kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas. Di atas Formasi

Gamping Wungkal ditutupi secara tidakselaras oleh Formasi Kebo Butak dan

Formasi Mandalika.

c. Formasi Mandalika

Lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan

antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,

rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik dyke; lava andesitic

basaltic trachytik dasitik dan breksia andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite,

19

Page 20: Isi Proposal

dasit, breksia volkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi dari

batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan darat. Formasi

Mandalika mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit.

Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old

Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi

secara umum Formasi Mandalika tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava

dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Satuan ini beda fasies menjari

dengan Anggota Tuff dari Formasi Kebobutak.

d. Formasi Jaten

Dengan lokasi tipenya Kali Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun

oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosilGastrophoda,

Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan

satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi

pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10).

e. Formasi Wuni

Dengan lokasi tipenya Kali Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan

(Sartono, 1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan

batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –

Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis, Globigerinoides trilobus &

Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas).

Ketebalan Formasi Wuni = 150 -200 m. Satuan ini terletak selaras menutupi Formasi

Jaten, dan selaras di bawah Formasi Nampol.

f. Formasi Nampol

Tersingkap baik di Kali Nampol, Kecamatan Punung, Pacitan (Sartono,1964),

dengann susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat,

batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir tufan,

dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal

(Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer

(1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah. Ketiga formasi

20

Page 21: Isi Proposal

(Jaten, Wuni, Nampol) berhubungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi

Punung.

g. Formasi Punung

Lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies yaitu:

fasies klastika dan fasies karbonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun oleh

batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal, dimana

satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini 200-300

m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika tersusun oleh

perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan

ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan umur Miosen

Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan dengan fasies

karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara tidak selaras

Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979),

Pringgoprawiro (1985), Formasi Punung menutupi secara tidak selaras Formasi

Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.

h. Endapan Permukaan

Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah

endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi seri

endapan Tersier.

11.1.4 Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang dijumpai umumnya sesar (patahan) yang mempunyai

arah umum Barat daya – Timur laut dan sebagian Barat laut – Tenggara, dan

setempat yaitu di sekitar Baturetno dijumpai sayap-sayap antiklin atau sinklin. Secara

umum struktur yang terbentuk di Kabupaten Wonogiri secara langsung di pengaruhi

oleh tektonik dan sejarah geologi yang terjadi di Pulau Jawa.

Di sebelah utara Kota Wonogiri dijumpai Bengawan Solo yang mengalirkan

airya pada suatu lembah yang lebar. Dan lembah ini ke arah selatan-barat gawir-

gawir sesar (fault-scarps) dan zone selatan dapat dilihat. Lembah Bengawan Solo

21

Page 22: Isi Proposal

sudah tennasuk Zone Tengah Pulau Jawa. Dengan jelas tampak balok-balok sesar

turun secara gravitasi-tektonik (gravity tectonics) melalui sesar turun dengan bidang

yang melengkung (concave fault planes). Semua itu adalah reaksi terhadap

pengangkatan Plato Wonosari pada kala Plestosen Tengah, yang berkaitan dengan

pengangkatan-berkubah (updoming/uparching) Zone Tengah sebelum kegiatan

vulkanik regional mulai. Balok-balok sesar yang turun melalui sesar-sesar sering

mengalami rotasi terputar balik (backward rotation along curve slip faults).

Dalam lembah ini balok-balok dan zone selatan masih kelihatan sebagai

pulau di tengah dataran aluvial. Bukit-bukit ini juga terjadi dari bahan vulkanik

berumur Miosen Bawah. Geologinya kelihatan masuk tuff masam (acid tuffs) sampai

ignimbrit dengan kristal besar. Tuff kristal ini juga menunjukkan pengendapan dalam

keadaan panas. Ada suatu sifat yang menarik, yaitu tuff ini mengandung kalsium

karbonat. Tetapi kalsium karbonat harus sekunder, sebab tuff yang masih panas bila

jatuh dalam laut tidak akan membentuk kristal. Barangkali sumber kalsium karbonat

adalah Formasi Wonosari yang secara stratigrafis terletak di atas tuff-tuff ini.

Kalsium karbonat terdapat pula di dalam urat (veins) dan barik-barik (veinlets),

mungkin ini sudah membuktikan, bahwa kalsiurn karbonat adalah sekunder. Di

daerah ini terdapat suatu sisa intrusi diorit bukit ini diberi nama Gunung Tenong

(Tim Fakultas Geografi UGM, 1996 : 96-101).

22

Page 23: Isi Proposal

Gambar 6. Peta Geologi Lembar Surakarta - Giritontro, Jawa oleh Surono, B. Toha, I.

Sudarno (1992)

11.2 Geologi Regional Daerah Telitian

11.2.1 Geomorfologi Daerah Telitian.

Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi yang disebutkan oleh Verstappen

(1985), maka bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3

(tiga) satuan bentuklahan, yaitu perbukitan homoklin (S1), lereng homoklin (S2),

dan tubuh sungai (F1).

A. Bentukan Asal Struktural

1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Homoklin

Satuan perbukitan homoklin terletak di bagian timur laut daerah telitian.

Morfografinya berupa kumpulan dari bukit-bukit yang berderatan, memiliki

kelerangan miring - curam, dan pola pengaliran Subdendritik ( A. Howard, 1967).

23

Page 24: Isi Proposal

2. Satuan Bentuklahan Lereng Homoklin

Satuan lereng homoklin terletak di bagian barat – barat daya daerah telitian.

Morfografinya berupa lereng yang miring, dan pola pengaliran Subdendritik ( A.

Howard, 1967).

B. Bentukan Asal Fluvial

1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai

Satuan bentuklahan ini membentang ke berbagai arah mengisi pada daerah

lembah pada daerah telitian. Morfografinya lembah. Satuan bentuklahan ini

berasosiasi secara langsung dengan aktivitas sungai.

XI.2.2. Stratigrafi Regional Daerah Telitian

Gambar 7. Peta geologi regional daerah telitian (Surono dkk,1992)

Stratigrafi daerah telitian didasarkan pada pengamatan dan interpretasi peta

topografi. Pengamatan dan pengukuran ini meliputi komponen relief, sudut

kelerengan dan beda tinggi. Secara deskriptif stratigrafi daerah telitian terdapat 4

formasi yaitu :

24

Page 25: Isi Proposal

1. Formasi Mandalika

Lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan

antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,

rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik dyke; lava andesitic

basaltic trachytik dasitik dan breksia andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite,

dasit, breksia volkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi dari

batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan darat. Formasi

Mandalika mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit.

Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old

Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi

secara umum Formasi Mandalika tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava

dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Satuan ini beda fasies menjari

dengan Anggota Tuff dari Formasi Kebobutak.

2. Formasi Semilir

Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi

batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit

hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali Opak, Dusun

Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, terdapat andesit

basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral

Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah

Pleret-Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian

tengah pada Gunung Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian

Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460

meter.

Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan

Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian

bawah formasi dan Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian tengah

formasi ditemukan Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER,

Globoquadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS, Globigerina praebulloides

BLOW dan Globorotalia siakensis LEROY. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat

25

Page 26: Isi Proposal

disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian

bawah.

Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun

secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan

Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras

oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).

3. Formasi Punung

Dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies

yaitu: fasies klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun

oleh batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal,

dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini

200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika

tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih.

Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan

umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan

dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara

tidak selaras Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979),

Pringgoprawiro (1985) Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi

Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.

4. Endapan Permukaan

Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah

endapan kuarter, meliputi endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak

selaras menutupi seri endapan Tersier di atasnya.

XII. PEMBIMBING

Untuk pembimbing di lapangan maupun untuk pembimbing di kampus adalah

dari salah satu staf pengajar pada Program Studi Teknik Geologi Universitas

Pembangunan Nasional “VETERAN” Yogyakarta.

26

Page 27: Isi Proposal

XIII. PENUTUP

Kegiatan Pemetaan Geologi dengan studi hidrogeologi ini akan memberikan

pengalaman, pelajaran, dan ilmu dalam memetakan suatu daerah atau lokasi bagi

mahasiswa ilmu kebumian. Pada kesempatan ini mahasiswa akan berusaha untuk

bisa memanfaatkan kegiatan ini semaksimal mungkin dan hasil dari Pemetaan

Geologi ini akan dibuat dalam bentuk peta – peta dan laporan yang nantinya akan

dipresentasikan dan diujikan sebagai bahan Tugas Akhir Program Studi Teknik

Geologi. Semoga menghasilkan informasi yang lebih bermanfaat dan sesuai dengan

apa yang diharapkan.

27