Upload
maya-wulandari
View
59
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
I. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian yang diambil dalam pelaksanaan tugas akhir ini dengan judul:
“Studi Geologi dan Kualitas Airtanah Daerah Pagutan dan sekitarnya, Kecamatan
Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”.
II. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi berlangsungnya kehidupan
makhluk hidup. Untuk itu Tuhan menciptakan air yang melimpah di bumi agar dapat
dimanfaatkan makhluk hidup. Kita mengenal akan adanya siklus hidrologi dimana
air mengalami siklus yang saling berhubungan yang akan memenuhi kebutuhan air di
bumi. Tetapi saat ini ada banyak hal yang menyebakan siklus tersebut terganggu.
Adanya pemanasan global dan pencemaran lingkungan adalah beberapa contohnya.
Pemanfaatan air tanah secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan
kualitas airtanah itu sendiri dan akan berdampak juga terhadap ekologi didaerah
penelitian. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan untuk memahami akan
keberadaan airtanah (lokasi, ketinggian, kedalaman muka airtanah dan arah
alirannya) serta kualitas airtanah. Kualitas airtanah dapat ditinjau dari aspek fisika,
kimia, dan biologis, sebagai pendekatan dalam mengkaji proses dan reaksi yang
terjadi karena adanya interaksi antara air tanah dengan batuan pada akuifer.
III. RUMUSAN MASALAH
Secara khusus penulis akan membahas mengenai kualitas airtanah di daerah
telitian. Adapun batasan rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui variasi dan sebaran litologi yang menyusun daerah telitian
2. Mengetahui Struktur Geologi yang berkembang di daerah telitian
3. Mengetahui susunan Stratigrafi yang ada didaerah telitian
4. Mengetahui bentukan Geomorfologi didaerah telitian
5. Mengetahui hidrogeologi dan kualitas airtanah dengan batasan analisa kandungan
unsure kimia, fisika, dan biologi.
1
IV. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah untuk dapat memberikan
informasi keadaan geologi khususnya mengenai hidrogeologi, geomorfologi,
stratigrafi, dan struktur geologi di daerah telitian dan sekitarnya.
Berdasarkan maksud diatas, tujuan dari kegiatan penelitian ini :
a. Pemetaan hidrogeologi
b. Mengetahui kualitas airtanah
c. Mampu menginterpretasikan serta menghubungkan data - data hidrogeologi
yang telah didapat dengan data - data geologi daerah telitian sehingga dapat
mengetahui proses – proses yang terjadi pada saat terbentuknya batuan dan
pengaruhnya terhadap kualitas airtanah yang disajikan dalam bentuk peta –
peta dan laporan.
V. LOKASI PENELITIAN
Lokasi kegiatan pemetaan geologi ini terletak pada koordinat X : 476324 -
482324 dan Y : 9131163 – 9135163 menurut UTM (Universal Transverse
Mercator). Untuk menuju ke lokasi penelitian membutuhkan waktu ± 2 jam dari kota
Yogyakarta dengan menggunakan kendaraan bermotor. Luasan kapling lokasi ini 24
km2 dengan skala 1 : 12.500. Berada pada batas antara lima desa yaitu Daerah
Pagutan, Gunungan, Karanglor, Bero, dan Pijiharjo dan berada di kecamatan
Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
2
Gambar 1. Lokasi daerah penelitan yang berada di wilayah Desa Pagutan dan sekitarnya,
Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah
VI. HASIL PENELITIAN
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini berupa peta daerah telitian
mencakup peta lintasan, peta geomorfologi, peta geologi, dan peta hidrogeologi
untuk menentukan kualitas airtanah serta laporan penelitian berdasarkan data-data
yang diperoleh.
VII. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian geologi ini adalah :
1. Bagi keilmuan
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu yang
didapat secara langsung dilapangan dengan mengetahui mekanismenya.
2. Bagi institusi dan pemerintahan
Data yang diperoleh nantinya, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh institusi
untuk melengkapi data hidrogeologi serta data geologi daerah penelitian.
3
Lokasi Penelitian
3. Bagi masyarakat
Memberikan pengarahan dan informasi tentang pentingnya menjaga
kualitas airtanah agar layak digunakan untuk kebutuhan sehari – hari.
Mengetahui potensi Geologi dan meminimalisir bencana yang ada di
daerah telitian
VIII. METODE PENELITIAN
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menganalisa dan menginterpretasikan data lapangan dalam kegiatan pemetaan
geologi.
Tahapan-tahapan penelitian :
1. Studi Pustaka dan Data Awal
Merupakan tahapan dengan mempelajari geologi daerah Jawa Barat berdasarkan
literatur- literatur dari penelitian para ahli terdahulu.
2. Perijinan, Persiapan Perlengkapan, dan Survei Awal
Tahapan ini dilakukan sebelum melakukan penelitian langsung di lapangan,
yang meliputi; perizinan dan persiapan perlengkapan lapangan, serta penentuan
lokasi yang dibutuhkan. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan geologi
daerah penelitian dan tahap pemetaan awal.
3. Penelitian Lapangan
Terbagi dari beberapa tahapan yaitu :
a. Pemetaan geologi dengan lintasan geologi
Pada tahapan ini dapat diketahui secara umum variasi litologi yang berkembang
pada daerah penelitian. Selanjutnya akan dibagi menjadi beberapa satuan batuan,
pola umum tegasan dan struktur yang berkembang, proses geomorfologi yang
berperan serta perkembangannya. Lintasan yang dilalui sedapat mungkin memotong
jurus lapisan batuan yang ada, baik melalui sungai, jalan maupun lereng perbukitan.
4
b. Pengambilan foto singkapan dan conto batuan
Pemotretan objek-objek pemetaan di lapangan maupun pengambilan conto
batuan yang dilakukan selama di lapangan. Pemotretan dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek teknik visualisasi yang baik.
c. Pengukuran struktur-struktur geologi
Meliputi pengukuran struktur bidang dan struktur garis meliputi bidang
perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, lipatan dan sebagainya. Hasil pengukuran
akan digunakan untuk menganalisas struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian seperti sesar dan lipatan.
d. Pengukuran lintasan (Measuring Section) untuk penampang stratigrafi
Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan kondisi umum variasi lithologi dan
pelapisannya serta struktur geologi yang ada. Tahapan ini berguna untuk menentukan
variasi lithologi, penentuan satuan batuan dan perhitungan ketebalan.
4. Analisa Laboratorium dan Studio
Pada tahapan ini penyusun melakukan beberapa analisa laboratorium dan
studio pada sampel dan data yang didapat, analisa yang dilakukan antara lain:
a. Analisa petrografis
b. Analisa sedimentologi
c. Analisa data struktur geologi
d. Analisa kualitas airtanah
e. Analisa paleontologi
5. Tahapan Penyelesaian
Merupakan tahapan penyusunan laporan dan konsultasi yang merupakan
bagian akhir dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh peneliti yang dirangkum
dalam sebuah laporan meliputi :
a. Konsultasi data lapangan
b. Konsultasi peta lintasan
c. Konsultasi peta geomorfologi
d. Konsultasi peta geologi
5
e. Konsultasi peta hidrogeologi
f. Penyusunan laporan akhir
Adapun data-data yang diperlukan dari penelitian berupa data primer dan data
sekunder seperti :
1. Data Primer :
a. Pengamatan Morfologi daerah telitian
b. Pengamatan Stratigrafi daerah telitian
c. Pengukuran data Sruktur Geologi daerah telitian
d. Pengambilan sampel batuan
e. Koordinat dan lintasan lokasi pengamatan
f. Sketsa / foto singkapan
g. Posisi batas kontak satuan batuan
h. Data hidrologi daerah telitian
2. Data Sekunder :
Peta Geologi Lembar Surakarta - Giritontro, Jawa oleh Surono, B. Toha, I.
Sudarno (1992)
Peralatan yang dibutuhkan selama Kegiatan Kuliah Lapangan Pemetaan
Geologi adalah :
1. Lup untuk mengamati mineral pada batuan
2. Palu geologi, digunakan untuk mengambil conto batuan yang ada dititik
pengamatan.
3. Komparator lithologi, ukuran butir, serta klasifikasi serta klasifikasi penamaan
batuan,
4. GPS untuk mengamati koordinat daerah telitian
5. Kompas geologi, digunakan untuk orientasi medan,/pengeplotan titik
pengamatan, mengukur kelerengan morfologi, dan untuk mengukur data struktur
baik struktur primer maupun sekunder.
6. Peta Daerah Penelitian
7. Peralatan Tulis lengkap
8. Clipboard sebagai alas untuk menulis dan alat bantu pengukuran menggunakan
kompas
6
9. Plastik sampel digunakan untuk tempat sampel batuan
10. Kamera untuk mengambil foto untuk melengkapi data lapangan
11. HCL 0,1 M, digunakan untuk mengetes ada tidaknya kandungan karbonat pada
suatu batuan.
12. Botol sampel airtanah
Gambar 2. Alur pikir penelitian
7
IX. WAKTU PENELITIAN
Kegiatan Pemetaan Geologi ini berlangsung pada tanggal 16 Mei – 16 Juni
2013 untuk kegiatan di lapangan, sebelum kegiatan pemetaan geologi di lapangan
dilakukan kegiatan pra lapangan dan kegiatan pasca lapangan yang dijabarkan pada
tabel 1.
Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Lapangan
NO KEGIATATANMEI JUNI JULI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Survey Awal
3 Pengambilana Data
4 Pengolahan Data
5 Analisa Studio
6 Pembuatan Laporan
7 Uji Kompetensi
X. KAJIAN PUSTAKA
10.1. Pengertian Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-
ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan.
Yang terdahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water).
Berdasarkan perlakuan terhadap air tanah, yang utama tergantung pada sifat fisik
tekstur dapat dibedakan menjadi empat jenis (Fetter, 1994) yaitu :
1. Akuifer (aquifer), yaitu suatu tubuh batuan, tanah atau regolith yang berfungsi sebagai
reservoar dan mempunyai harga porositas serta permeabilitas yang baik sehingga mampu
menyimpan dan meluluskan air tanah dalam jumlah cukup besar dan cukup suplesi.
Contoh : batupasir dan batugamping.
8
2. Akuitar (aquitar), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith dengan harga permeabilitas
kecil tetapi masih mengandung air tanah dalam jumlah yang cukup dan dapat berperan
sebagai media transmisi air yang berasal dari satu akuifer ke akuifer lainnya. Contoh :
batulanau, batulempung pasiran.
3. Akuiklud (aquiclude), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith yang termasuk katagori
kedap air (impermeabel), tetapi masih mampu menyimpan air dalam jumlah yang tidak
banyak dan tidak mampu untuk meluluskannya. Contoh : batulempung.
4. Akuifug (aquifug), yaitu suatu tubuh batuan atau regolith yang sama sekali kedap air
serta tidak dapat mengandung air dan mempunyai harga permeabilitas nol. Contoh :
granit yang kompak keras.
10.2. Siklus Hidrologi
Siklus atau daur hidrologi perlu dicermati dalam keberadaannya di
permukaan suatu area. Siklus hidrologi dapat bermula penguapan/presifitasi dari
sumber air paling besar di laut, danau, sungai atau dari tumbuhan, yang kemudian
terjadi penguapan berupa titik-titik air yang berkumpul di atmosfer. Titik-titik air ini
biasanya disebut awan, tertransport atau berjalan searah dengan aliran angin, ketika
awan jenuh dengan titik air dan terjadi perbedaan tekanan dengan di dataran, maka
titik-titik air jatuh ke daratan sebagai air hujan, daerah luahan air hujan disebut
dengan recharge area. Air hujan akan mengisi kembali aliran sungai, danau dan
cekungan lain.
9
Gambar 3. Siklus Hidrologi
10.3. Kualitas Air
Airtanah mempunyai komposisi campuran senyawa H2O, berbagai senyawa
mineral dan organisme, pada temperatur dan tekanan tertentu. Air murni terdiri dari
senyawa H2O, yang biasanya hadir atau terdapat pada air hujan. Mineral yang
terkandung pada airtanah umumnya berasal dari batuan yang di dalamnya terdapat
berbagai mineral yang saling berinteraksi. Airtanah juga banyak ditemukan
organisme dan mikroorganisme, biasanya akibat aktifitas manusia, hewan dan
tumbuhan.
10.2.1. Parameter Kualitas Air
Kualitas air dilihat dari 3 parameter sifat utama, yaitu sifat fisik, sifat kimia
dan sifat biologis. Ketiga aspek kualitas air ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
10
A. Sifat Fisika
Sifat fisika berupa warna, kekeruhan, bau, rasa dan temperatur.
1. Sifat fisik warna sangat dipengaruhi oleh :
a. Dipengaruhi oleh zat-zat terlarut/tersuspensi
b. Zat terlarut memberikan true color (warna yang ditimbulkan oleh zat-zat bukan
zat organik)
c. Zat tersuspensi memberikan apparent color (ditimbulkan dari zat tersuspensi
dari bahan organik)
d. Secara kuantitatif dinyatakan dalam indeks warna, tanpa satuan
e. Indeks warna air minum < 15
f. Secara kualitatif, air minum: tidak berwarna
2. Sifat fisik kekeruhan sangat dipengaruhi oleh :
a. Dipengaruhi oleh zat padat tersuspensi (yang berukuran lempung, lanau)
b. Untuk mengukur kekeruhan, digunakan turbidimeter
c. Satuan kekeruhan: NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
d. Batas toleransi air minum: 5 NTU
3. Sifat fisik bau sangat dipengaruhi oleh :
a. Dipengaruhi oleh zat-zat kimia / organik yang terkandung
b. Adanya pencemaran baik melalui proses alamiah, maupun ulah manusia
c. Dinyatakan secara kualitatif
d. Air minum seharusnya tidak berbau
4. Sifat fisik rasa sangat dipengaruhi oleh :
a. Dipengaruhi oleh zat-zat kimia terlarut,contohnya :
1) Zat besi (Fe) memberikan rasa pahit
2) Mangan, sulfat, memberikan rasa pahit.
3) Asam sulfida (H2S) memberikan rasa seperti telur busuk.
4) Natrium khlorida (NaCl) memberikan rasa asin.
5) Bikarbonat (HCO3) memberikan rasa tawar atau rasa soda
b. Dinyatakan secara kualitatif
c. Air minum seharusnya tidak berasa
11
B. Sifat kimia
Pada saat air bergerak dalam pori-pori batuan, terjadi pelarutan, pengendapan
hidrolisis, oksidasi-reduksi, dan pertukaran ion. Didalam proses-proses ini banyak ion
yang harus dibebebaskan dari ikatannya dan larutan didalam air. Proses ini pada
akhirnya akan mengubah komposisi kimia dan airtanah menjadi lebih kaya mineral. Hal
ini berdasarkan akan kandungan unsur senyawa anorganik utama seperti besi.
C. Sifat biologi
Kualitas biologis airtanah pada umumnya dinyatakan dengan seberapa besar
kandungan BOD dan bakteri koli (coliforms) yang ada. Keadaan biologis bakteri
didalam air tanah adalah kondisi dimana air tanah, mengandung bakteri jenis Entamoeba
coli seringkali disebarkan melalui kotoran manusia/hewan. Oleh karena itu sering
disebut: koli tinja.
XI. GEOLOGI REGIONAL DAN LOKAL
11.1 GEOLOGI REGIONAL JAWA TENGAH
11.1.1 Fisiografi Regional
Gambar 4. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari van Bemmelen,(1949).
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi
kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat
12
dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen,
1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah
(Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut Gunung
Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran
Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan aluvium
asal Gunung Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta
menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari Pantai Parangtritis
hingga Kali Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah Kali Progo dan Kali
Opak, sedangkan di sebelah timur ialah Kali Dengkeng yang merupakan anak sungai
Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001).
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.
Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m.
Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah Gunung Jabalkat (± 264 m) di
Perbukitan Jiwo bagian barat dan Gunung Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo
bagian timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran Kali Dengkeng.
Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran Kali Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini
hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan
mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona
Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk.,
1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di
bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian Gunung Sudimoro, ± 507 m,
antara Imogiri-Patuk), utara (Gunung Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur
(Gunung Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung
membentuk tinggian agak terpisah, yaitu Gunung Panggung (± 706 m) dan Gunung
13
Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar
dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir
seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di
bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya.
Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan
di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran
sungai utama di daerah ini adalah Kali Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu
dengan Kali Opak. Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam
dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karst,
yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut
dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,
luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran
sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai Parangtritis di
bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok
yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang
cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan
Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan
Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung
Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara
Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh
batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan
dasit (Van Bemmelen,1949).
11.1.2 Geomorfologi Regional
Satuan Geologi Lingkungan Dataran
Satuan ini merupakan dataran dengan kemiringan lereng < 5 % pada
ketinggian antara 50 - 100 meter dpl, melampar cukup luas di bagian Tengah dan
14
Utara daerah penyelidikan tersusun oleh lahar, lempung, tufa dan endapan aluvium.
Satuan dataran ini dapat dipisahkan menjadi Dataran Limpah Banjir, Dataran
Lembah gunung, dan Dataran kaki gunung. Dataran Lembah Waduk Gajah Mungkur
pengembangan untuk kawan industri perlu penelitian lebih lanjut terutama buangan
limbahnya yang akan mengalir ke arah waduk; Dataran Limpah Banjir Kali
Tirtomoyo ini dapat dikembangkan untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat
pemukiman; Dataran Limpah Banjir Hulu Bengawan Solo dapat dikembangkan
untuk lahan tegalan, pesawahan, dan setempat pemukiman; Dataran Giriselo yang
cukup luas ini merupakan modal dalam pengembangan wilayah untuk pelbagai
peruntukan seperti kawasan pemukiman, pesawahan, dan industri.
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Landai
Satuan ini merupakan daerah perbukitan rendah atau bergelombang rendah
(undalating) dengan kemiringan lereng 5 - 10 %, pada ketinggian antara 100 - 600
meter dpl, melampar hampir di sekeliling kaki Baratdaya - Selatan Gunung Lawu
(Komplek Gunung Silamuk - Gunung Kukusan), tersusun oleh endapan batuan
vulkanik, breksi, tufa, dan batupasir, dan batuan beku. Daerah ini adalah Perbukitan
Landai Ngadirejo - Slogohimo - Purwantoro dapat dikembangkan sebagai lahan
pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan Landai Gunung Tunggul dapat
dikembangkan sebagai lahan pemukiman, tegalan, dan pesawahan; Perbukitan
Landai Gunung Pertapan - Gunung Sindoro dapat dikembangkan sebagai lahan
perkebunan, tegalan, dan setempat pemukiman.
• Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan ini membentuk morfologi perbukitan agak terjal dengan kemiringan
lereng 15 - 25 %, tersusun oleh batupasir, batulempung dan sebagian kecil batuan
beku, breksi dan lahar. Satuan ini melampar secara setempat yang berbatasan dengan
perbukitan landai dan perbukitan terjal, terutama di Purwantoro. Secara umum
daerah ini dapat dikembangkan sebagai lahan perkebunan, tanaman keras tahunan,
tegalan, dan setempat pemukiman, seperti Perbukitan Agak Terjal Bulukerto.
15
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan ini membentuk morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan antara
25 - 40 % pada ketinggian antara 200 – 1.000 meter dpl, tersusun oleh batuan beku,
breksi, tufa, dan konglomerat, satuan ini melampar luas di bagian Barat dan
Tenggara, dan Utara Timurlaut, Peruntukan lahan sebagai kawasan hutan lindung,
hutan, perkebunan tanaman keras cukup cocok mengingat kondisi morfologinya
perbukitan terjal, sehingga tumbuhan penutup ini akan berfungsi mengurangi aliran
permukaan, selain itu akan meresapkan aliran air permukaan tersebut ke dalam tanah
yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan ar tanah atau muncul sebagai
mata air di kaki-kaki perbukitan. Daerah tersebut adalah Perbukitan terjal Gunung
Kukusan, Perbukitan terjal Gunung Gude - Gunung Badud, Perbukitan terjal Gunung
Kambengan - Gunung Kukusan - Gunung Runungan, Perbukitan terjal Gunung
Songterus - Gunung Rohtawu - Gunung Kayulawang.
Satuan Geologi Lingkungan Berlereng Sangat Terjal
Satuan ini merupakan puncak Komplek Gunung Silamuk, Gunung Tejokaton,
dan Gunung Kemukus, membentuk perbukitan berlereng sangat terjal dengan
kemiringan > 40 %, melampar pada ketinggian > 1000 meter dpl, tersusun oleh
breksi, lahar dan batuan beku jenis andesit & basalt. Produktifitas akuifer kecil
setempat berarti, setempat airtanah dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada
daerah lembah atau zona lapukan, muka airtanah > 10 meter, air jernih, setempat
muncul mataair terutama pada lembah antar bukit debit < 5 liter/detik. Batu belah
dari batuan beku, sirtu, dan tras cadangannya cukup berlimpah. Longsoran bahan
rombakan dapat terjadi pada lereng-lereng atau tebing-tebing terjal, terutama pada
musim-musim hujan. Peruntukan lahan satuan ini sangat cocok sebagai kawasan
hutan lindung mengingat kondisi morfologinya berlereng sangat terjal, sehingga
tumbuhan penutup akan berfungsi mengurangi aliran permukaan dan meresapkan
aliran tersebut ke dalam tanah yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan
airtanah atau nantinya akan muncul sebagai mata air di kaki-kaki perbukitan.
16
Satuan Geologi Lingkungan Perbukitan Karst (Batugamping)
Satuan ini merupakan morfologi yang khas pada batugamping, batugamping
pasiran, yang membentuk morfologi berelief kasar, dan kemiringan lereng curam.
Batugamping adalah batuan yang mudah larut oleh air sehingga pada morfologi ini
akan terbentuk fenomena alam yang khas antara lain gua-gua yang di dalamnya
dapat dijumpai stalaktit atau stalakmit, guagua ini merupakan proses dari alur sungai
di bawah tanah yang akhirnya muncul sebagai mataair di kaki atau lembah morfologi
ini. Morfologi ini melampar cukup luas di bagian Selatan Kabupaten Wonogiri, dan
sebagian di bagian Tengah yaitu di Perbukitan karts antara Pracimantoro - Giribelah
- Paranggupito, Perbukitan karts Mayaran - Wuryantoro - Eromoko, dan Perbukitan
karst Batuwarno.
11.1.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi Pegunungan Selatan Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan
Selatan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu tetapi dalam susunan
stratigrafi tiap – tiap formasi yang ada pada Daerah Pegunungan Selatan khususnya
pada Daerah Wonogiri - Sukoharjo penulis mengacu pada susunan Stratigrafi
Pegunungan Selatan Bagian Timur yang dibuat oleh Surono,dkk pada tahun 1992
karena dirasa sesuai dengan keadaan tiap formasi tersebut pada lokasi penelitian
yang digambarkan pada kolom stratigrafi berikut :
17
Gambar 5. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan (Surono dkk, 1992 dalam Gendoet 2010).
Dari kolom stratigrafi diatas (Gambar 3.3) dapat dijelaskan urutan serta hubungan
stratigrafi Pegunungan Selatan bagian Timur adalah sebagai berikut :
a. Batuan dasar berupa
batuan malihan.
Basement berupa batuan malihan ini didominasi oleh hadirnya Kelompok
batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, Bayat secara umum terdiri dari filit, sekis dan
marmer .Filit merupakan litologi yang dominan dijumpai, baik di daerah Jiwo Timur
dan Jiwo Barat, di lokasi-lokasi Gunung Konang, Gunung Semangu, Gunung Merak,
Gunung Kebo, Gunung Budo, dan Gunung Sari. Sebagian besar singkapan filit
dalam keadaan lapuk; hanya sedikit singkapan filit yang segar Selain filit batuan
metamorf yang merupakan batuan Pra-Tersier lainnya yaitu sekis.Singkapan sekis
18
dijumpai setempat-setempat, seperti di Jiwo Timur dijumpai di bagian barat Gunung
Jokotuo, Gunung Konang, Gunung Semangu, dan lereng tenggara Gunung Pendul,
sedangkan di Jiwo Barat lereng selatan Gunung Merak. Di lokasi sekis ini terdapat
sebagai fragmen dalam batulempung Eosen Formasi Wungkal-Gamping. Juga
terdapat marmer sebagai kelompok dari batuan malihan yang singkapannya terdapat
di daerah Jokotuo dan lereng utara Gunung Jabalkat. Terdapat menyisip di dalam
filit, singkapan marmer ini memiliki sebaran tidak terlalu luas dan terpotong oleh
sesar seperti yang terdapat di daerah Jokotuo.
Umur batuan Pra-Tersier di daerah Perbukitan Jiwo, Bayat diinterpretasikan
berdasarkan kontak ketidakselarasan dengan batuan Eosen yang menumpang di
atasnya.
b. Formasi Wungkal dan Formasi Gamping
Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan
batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan batupasir
tufaan. Di Daerah Gamping (sebelah barat Kota Yogyakata, sebagai tipe lokasi),
Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping
terumbu. Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro,
1956 dan Marks, 1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi
tersebut selaras (Bothe, 1929, Sumarso & Ismoyowati, 1975). Surono et al (1989)
menyebutnya sebagai Formasi Gamping Wungkal yang merupakan satu formasi
yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat bahwa
kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas. Di atas Formasi
Gamping Wungkal ditutupi secara tidakselaras oleh Formasi Kebo Butak dan
Formasi Mandalika.
c. Formasi Mandalika
Lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan
antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,
rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik dyke; lava andesitic
basaltic trachytik dasitik dan breksia andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite,
19
dasit, breksia volkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi dari
batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan darat. Formasi
Mandalika mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit.
Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old
Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi
secara umum Formasi Mandalika tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava
dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Satuan ini beda fasies menjari
dengan Anggota Tuff dari Formasi Kebobutak.
d. Formasi Jaten
Dengan lokasi tipenya Kali Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun
oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosilGastrophoda,
Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan
satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi
pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10).
e. Formasi Wuni
Dengan lokasi tipenya Kali Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan
(Sartono, 1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan
batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –
Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis, Globigerinoides trilobus &
Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas).
Ketebalan Formasi Wuni = 150 -200 m. Satuan ini terletak selaras menutupi Formasi
Jaten, dan selaras di bawah Formasi Nampol.
f. Formasi Nampol
Tersingkap baik di Kali Nampol, Kecamatan Punung, Pacitan (Sartono,1964),
dengann susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat,
batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir tufan,
dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal
(Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer
(1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah. Ketiga formasi
20
(Jaten, Wuni, Nampol) berhubungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi
Punung.
g. Formasi Punung
Lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies yaitu:
fasies klastika dan fasies karbonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun oleh
batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal, dimana
satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini 200-300
m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika tersusun oleh
perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan
ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan umur Miosen
Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan dengan fasies
karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara tidak selaras
Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979),
Pringgoprawiro (1985), Formasi Punung menutupi secara tidak selaras Formasi
Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.
h. Endapan Permukaan
Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah
endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi seri
endapan Tersier.
11.1.4 Struktur Geologi Regional
Struktur geologi yang dijumpai umumnya sesar (patahan) yang mempunyai
arah umum Barat daya – Timur laut dan sebagian Barat laut – Tenggara, dan
setempat yaitu di sekitar Baturetno dijumpai sayap-sayap antiklin atau sinklin. Secara
umum struktur yang terbentuk di Kabupaten Wonogiri secara langsung di pengaruhi
oleh tektonik dan sejarah geologi yang terjadi di Pulau Jawa.
Di sebelah utara Kota Wonogiri dijumpai Bengawan Solo yang mengalirkan
airya pada suatu lembah yang lebar. Dan lembah ini ke arah selatan-barat gawir-
gawir sesar (fault-scarps) dan zone selatan dapat dilihat. Lembah Bengawan Solo
21
sudah tennasuk Zone Tengah Pulau Jawa. Dengan jelas tampak balok-balok sesar
turun secara gravitasi-tektonik (gravity tectonics) melalui sesar turun dengan bidang
yang melengkung (concave fault planes). Semua itu adalah reaksi terhadap
pengangkatan Plato Wonosari pada kala Plestosen Tengah, yang berkaitan dengan
pengangkatan-berkubah (updoming/uparching) Zone Tengah sebelum kegiatan
vulkanik regional mulai. Balok-balok sesar yang turun melalui sesar-sesar sering
mengalami rotasi terputar balik (backward rotation along curve slip faults).
Dalam lembah ini balok-balok dan zone selatan masih kelihatan sebagai
pulau di tengah dataran aluvial. Bukit-bukit ini juga terjadi dari bahan vulkanik
berumur Miosen Bawah. Geologinya kelihatan masuk tuff masam (acid tuffs) sampai
ignimbrit dengan kristal besar. Tuff kristal ini juga menunjukkan pengendapan dalam
keadaan panas. Ada suatu sifat yang menarik, yaitu tuff ini mengandung kalsium
karbonat. Tetapi kalsium karbonat harus sekunder, sebab tuff yang masih panas bila
jatuh dalam laut tidak akan membentuk kristal. Barangkali sumber kalsium karbonat
adalah Formasi Wonosari yang secara stratigrafis terletak di atas tuff-tuff ini.
Kalsium karbonat terdapat pula di dalam urat (veins) dan barik-barik (veinlets),
mungkin ini sudah membuktikan, bahwa kalsiurn karbonat adalah sekunder. Di
daerah ini terdapat suatu sisa intrusi diorit bukit ini diberi nama Gunung Tenong
(Tim Fakultas Geografi UGM, 1996 : 96-101).
22
Gambar 6. Peta Geologi Lembar Surakarta - Giritontro, Jawa oleh Surono, B. Toha, I.
Sudarno (1992)
11.2 Geologi Regional Daerah Telitian
11.2.1 Geomorfologi Daerah Telitian.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi yang disebutkan oleh Verstappen
(1985), maka bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3
(tiga) satuan bentuklahan, yaitu perbukitan homoklin (S1), lereng homoklin (S2),
dan tubuh sungai (F1).
A. Bentukan Asal Struktural
1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Homoklin
Satuan perbukitan homoklin terletak di bagian timur laut daerah telitian.
Morfografinya berupa kumpulan dari bukit-bukit yang berderatan, memiliki
kelerangan miring - curam, dan pola pengaliran Subdendritik ( A. Howard, 1967).
23
2. Satuan Bentuklahan Lereng Homoklin
Satuan lereng homoklin terletak di bagian barat – barat daya daerah telitian.
Morfografinya berupa lereng yang miring, dan pola pengaliran Subdendritik ( A.
Howard, 1967).
B. Bentukan Asal Fluvial
1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai
Satuan bentuklahan ini membentang ke berbagai arah mengisi pada daerah
lembah pada daerah telitian. Morfografinya lembah. Satuan bentuklahan ini
berasosiasi secara langsung dengan aktivitas sungai.
XI.2.2. Stratigrafi Regional Daerah Telitian
Gambar 7. Peta geologi regional daerah telitian (Surono dkk,1992)
Stratigrafi daerah telitian didasarkan pada pengamatan dan interpretasi peta
topografi. Pengamatan dan pengukuran ini meliputi komponen relief, sudut
kelerengan dan beda tinggi. Secara deskriptif stratigrafi daerah telitian terdapat 4
formasi yaitu :
24
1. Formasi Mandalika
Lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan
antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,
rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik dyke; lava andesitic
basaltic trachytik dasitik dan breksia andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite,
dasit, breksia volkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi dari
batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan darat. Formasi
Mandalika mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit.
Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old
Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo. Jadi
secara umum Formasi Mandalika tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava
dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Satuan ini beda fasies menjari
dengan Anggota Tuff dari Formasi Kebobutak.
2. Formasi Semilir
Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi
batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit
hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali Opak, Dusun
Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, terdapat andesit
basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah
Pleret-Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian
tengah pada Gunung Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian
Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460
meter.
Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan
Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian
bawah formasi dan Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian tengah
formasi ditemukan Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER,
Globoquadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS, Globigerina praebulloides
BLOW dan Globorotalia siakensis LEROY. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
25
disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian
bawah.
Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras
oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
3. Formasi Punung
Dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies
yaitu: fasies klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun
oleh batu-gamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal,
dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini
200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika
tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih.
Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan
umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan
dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara
tidak selaras Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979),
Pringgoprawiro (1985) Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi
Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.
4. Endapan Permukaan
Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah
endapan kuarter, meliputi endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak
selaras menutupi seri endapan Tersier di atasnya.
XII. PEMBIMBING
Untuk pembimbing di lapangan maupun untuk pembimbing di kampus adalah
dari salah satu staf pengajar pada Program Studi Teknik Geologi Universitas
Pembangunan Nasional “VETERAN” Yogyakarta.
26
XIII. PENUTUP
Kegiatan Pemetaan Geologi dengan studi hidrogeologi ini akan memberikan
pengalaman, pelajaran, dan ilmu dalam memetakan suatu daerah atau lokasi bagi
mahasiswa ilmu kebumian. Pada kesempatan ini mahasiswa akan berusaha untuk
bisa memanfaatkan kegiatan ini semaksimal mungkin dan hasil dari Pemetaan
Geologi ini akan dibuat dalam bentuk peta – peta dan laporan yang nantinya akan
dipresentasikan dan diujikan sebagai bahan Tugas Akhir Program Studi Teknik
Geologi. Semoga menghasilkan informasi yang lebih bermanfaat dan sesuai dengan
apa yang diharapkan.
27