32
31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Desa Bumi Udik, Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah. Secara geografis Kabupaten Lampung Tengah terletak di antara 104 o 35’ - 105 o 50’ bujur timur dan 4 o 30’- 4 o 15’ lintang selatan. Desa Bumi Udik memiliki karakteristik topografi mulai dari dataran alluvial pada ketinggian 25 - 75 mdpl dengan kelerengan 0 - 3 %, dan pada ketinggian 50 - 100 mdpl dengan kelerangan 2 - 15 % merupakan daerah dengan topografi berombak. Bahan induk tanah berasal dari aliran lahar asam batuan gunung berapi yaitu Tuffa Lampung yang hampir meliputi seluruh Lampung Tengah dari endapan Gunung Api (Plistosen). Jenis tanah yang tersebar didominasi oleh ordo Oxisol, Inceptisol dan Ultisol (Dinas PU - Lampung Tengah, 2012). Lokasi penelitian terletak pada DAS Way Seputih. Sungai Way Seputih merupakan sumber air utama untuk irigasi lahan pertanian. Wilayah DAS Way Seputih terbesar berada di Kabupaten Lampung Tengah dengan luas 461.922,201 ha atau 61,65 % dari luas DAS Way Seputih. Berdasarkan karakteristik topografi, lokasi penelitian tergolong sebagai tanah usaha utama IC yaitu, tanah terletak pada ketinggian 50 - 100 mdpl dan merupakan daerah persawahan yang relatif baik, akan tetapi biasanya daerah yang bisa di irigasi relatif berkurang (Dinas PU- Lampung Tengah, 2012). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Program Studi Agroekoteknologi Minat Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Inlet

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitianrepository.ub.ac.id/4631/5/BAB IV.pdf · 2020. 4. 14. · 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 31

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian terletak di Desa Bumi Udik, Kecamatan Anak Tuha,

    Kabupaten Lampung Tengah. Secara geografis Kabupaten Lampung Tengah

    terletak di antara 104o35’ - 105

    o50’ bujur timur dan 4

    o30’- 4

    o15’ lintang selatan.

    Desa Bumi Udik memiliki karakteristik topografi mulai dari dataran alluvial pada

    ketinggian 25 - 75 mdpl dengan kelerengan 0 - 3 %, dan pada ketinggian 50 - 100

    mdpl dengan kelerangan 2 - 15 % merupakan daerah dengan topografi berombak.

    Bahan induk tanah berasal dari aliran lahar asam batuan gunung berapi yaitu

    Tuffa Lampung yang hampir meliputi seluruh Lampung Tengah dari endapan

    Gunung Api (Plistosen). Jenis tanah yang tersebar didominasi oleh ordo Oxisol,

    Inceptisol dan Ultisol (Dinas PU - Lampung Tengah, 2012).

    Lokasi penelitian terletak pada DAS Way Seputih. Sungai Way Seputih

    merupakan sumber air utama untuk irigasi lahan pertanian. Wilayah DAS Way

    Seputih terbesar berada di Kabupaten Lampung Tengah dengan luas 461.922,201

    ha atau 61,65 % dari luas DAS Way Seputih. Berdasarkan karakteristik topografi,

    lokasi penelitian tergolong sebagai tanah usaha utama IC yaitu, tanah terletak

    pada ketinggian 50 - 100 mdpl dan merupakan daerah persawahan yang relatif

    baik, akan tetapi biasanya daerah yang bisa di irigasi relatif berkurang (Dinas PU-

    Lampung Tengah, 2012). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

    Program Studi Agroekoteknologi

    Minat Manajemen Sumberdaya Lahan

    Fakultas Pertanian

    Universitas Brawijaya

    Inlet

  • 32

    4.1.1. Topografi

    Lokasi penelitian merupakan lahan kering yang memiliki topografi berombak

    dengan kemiringan lereng 2 - 8 % pada ketinggian 56 - 70 mdpl . Kondisi tanah

    yang miring memiliki potensi terjadinya erosi, yang berdampak pada

    pengangkutan lapisan solum tanah. Selain itu, aplikasi pupuk organik dapat

    kurang efisien karena terbawa limpasan air permukaan ketika terjadi hujan.

    Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kesuburan tanah, akibat akumulasi pupuk

    organik pada area lahan yang lebih datar.

    Faktor kemiringan lahan menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan teknik

    irigasi yang akan digunakan. Big gun Sprinkler merupakan teknik irigasi yang

    dapat digunakan pada kondisi lahan dengan topografi tidak teratur atau

    bergelombang dan berbukit - bukit (Rejekiningrum dan Kartiwa, 2015). Pemetaan

    kelerengan atau elevasi pada lahan dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana

    pola aliran air dan tindakan konservasi tanah yang tepat. Peta elevasi pada lahan

    penelitian disajikan pada Gambar 5.

    Gambar 5. Peta Elevasi Lokasi Penelitian

  • 33

    4.1.2. Tanah

    4.1.2.1. Morfologi Tanah

    Hasil pengamatan lapangan diperoleh empat titik pewakil kondisi morfologi

    tanah. Kondisi fisiografis lahan memiliki karakteristik relief berombak dengan

    beda tinggi antara 56 - 70 mdpl. Panjang lereng mencapai 100 - 150 meter,

    dengan kemiringan lereng 2 - 8 %. Kedalaman efektif mencapai > 100 cm, dengan

    kondisi drainase yang baik. Penggunaan lahan berupa lahan kering (tegalan), yang

    memanfaatkan hujan sebagai irigasi utama, dengan vegetasi berupa tanaman

    singkong dan jagung. Menurut Djaenuddin et al. (2000) kelas kesesuaian lahan

    kategori sangat sesuai bagi pertumbuhan jagung yaitu, memiliki potensi bahaya

    erosi sangat ringan pada kelerengan < 8 % dengan curah hujan 500 - 1200 mm,

    dan kedalaman solum tanah > 60 cm, serta kondisi drainase baik sampai agak

    terhambat.

    Tanaman jagung memiliki perakaran yang dangkal 30 - 50 cm, sehingga

    kondisi morfologi tanah di sekitar area perkembangan perakaran menghendaki

    persyaratan tumbuh yang optimal. Kondisi morfologi tanah pada lapisan atas

    disajikan pada Tabel 12. Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil

    yang dalam (> 150 cm), strukturnya gembur, pH 6,0 - 6,5, kandungan unsur

    haranya yang tersedia cukup bagi tanaman dan tidak terdapat faktor pembatas

    dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002). Secara umum pada

    penampang profil satu memiliki perkembangan morfologi tanah yang lebih ideal

    untuk pertumbuhan jagung.

    Struktur pada lapisan atas profil satu memiliki kesamaan dengan profil empat

    yaitu remah. Sementara pada profil dua dan tiga memiliki struktur gumpal

    membulat. Selain itu pada profil satu dan empat memiliki konsistensi gembur

    pada dua kedalaman. Sedangkan pada kedalam dua, profil dua dan tiga memiliki

    konsistensi yang teguh. Struktur dan konsistensi tanah sangat menentukan

    jangkauan penjalaran akar dan tingkat kerapatannya. Struktur yang mampat serta

    konsistensi berat menyebabkan kerapatan dan jangkauan penjalaran akar yang

    rendah, akibatnya kemampuan akar dalam menyerap lengas dan unsur hara

    menjadi kecil (Notohadiprawiro et al., 2006). Menurut Rukmana (2010) Tanah

  • 34

    yang paling baik untuk tanaman jagung adalah tanah yang subur dengan struktur

    yang gembur.

    Pada profil satu memiliki tekstur yang sama dengan profil tiga dan empat yaitu

    pasir berlom pada kedalam satu dan lom berpasir pada kedalaman dua. Menurut

    Sudjana et al. (1991) tekstur tanah yang paling sesuai bagi pertumbuhan tanaman

    jagung adalah tekstur yang halus (tanah berlom), lom berdebu atau lom berpasir.

    Sementara pada profil dua memiliki tekstur agak berat, karena mengandung liat

    yang lebih tinggi yaitu lom liat berpasir. Kondisi tekstur tanah pada lapisan atas

    secara umum berkisar antar pasir berlom sampai lom liat berpasir. Kondisi tekstur

    dengan persentase pasir yang relatif besar mengakibatkan kemampuan menahan

    air yang tergolong rendah pada lapisan atas serta dapat menghambat

    perkembangan perakaran. Menurut Djaenuddin et al. (2000) tanah dengan tekstur

    agak kasar sampai kasar merupakan kelas kesesuaian marginal sampai tidak

    sesuai bagi media perakaran untuk pertumbuhan tanaman jagung.

  • 35

    Tabel 12. Perbandingan Data Morfologi Tanah pada Lapisan Atas

    Peubah Profil 1 Profil 2 Profil 3 Profil 4

    Kedalaman

    (cm) 0-15/25 15/25-45 0-7/12 7/12-25 0-12/15 12/15-20/31 0-22/29 22/29-36

    Warna 7,5 YR 3/1 5 YR 2,5/1 7,5 YR 4/3 7,5YR 4/4 7,5YR 4/3 7,5YR 4/4 7,5YR 4/2 7,5YR 4/3

    Tekstur

    %pasir

    %debu

    %liat

    Pasir

    berlom

    80; 11; 9 %

    Lom bepasir

    66; 15; 19 %

    Lom liat

    berpasir

    53; 18; 26 %

    Lom liat

    berpasir

    46; 20; 34 %

    pasir berlom

    81; 9; 10 %

    Lom

    berpasir

    62; 20; 18 %

    pasir

    berlom

    83; 10; 7 %

    lom

    berpasir

    70; 11; 19

    %

    Struktur

    Remah,

    coarse,

    lemah

    Gumpal

    membulat,

    coarse. Cukup

    Gumpal

    membulat,

    coarse,

    lemah

    Gumpal

    membulat,

    coarse

    gumpal

    membulat,

    coarse,

    cukup

    gumpal

    membulat,

    coarse,

    cukup

    remah,

    coarse,

    lemah

    gumpal

    membulat,

    coarse,

    lemah

    Konsistensi

    Gembur,

    agak lekat,

    plastis

    Gembur, lekat,

    agak plastis

    Gembur,

    lekat, plastis

    Teguh, lekat,

    plastis

    gembur,

    agak lekat

    dan agak

    plastis

    teguh, agak

    lekat dan

    agak plastis

    sangat

    gembur,

    agak lekat

    dan agak

    plastis

    gembur,

    agak lekat

    dan agak

    plastis

    Bebatuan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

    pH 3,8 3,8 3,8 4,0

    Bobot isi

    (g cm-3

    ) 1,31 1,35 1,32 1,36 1,38 1,40 1,40 1,41

  • 36

    4.1.2.2. Fisika Tanah

    Karakteristik fisika tanah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

    aspek operasional irigasi, selain dari faktor klimatologi. Hal ini karena, faktor

    tanah sangat menentukan dalam penetapan volume air dan waktu irigasi

    diberikan. Selain itu, kondisi fisika tanah menjadi faktor penting dalam

    pertumbuhan tanaman jagung. Analisis fisika tanah yang menjadi dasar

    perhitungan kebutuhan air irigasi adalah kondisi air tersedia di sekitar area

    perakaran tanaman jagung. Hasil analisis fisika tanah disajikan pada Tabel 13.

    Tabel 13. Hasil Analisis Dasar Fisika Tanah

    Jenis analisis

    Kedalaman

    (0 - 20 cm)

    Kedalaman

    (20 - 40 cm)

    Nilai Kategori Nilai Kategori

    BI (g cm-3

    ) 1,36 Tinggi 1,4 Tinggi

    RPT (% Vol) 46,0 Sedang 40,00 Sedang

    Kadar Air (% Vol)

    pF 1.00 35,48 - 37,16 -

    pF 2.00 28,94 - 27,56 -

    pF 2,54 15,77 - 24,4 -

    pF 4,20 8,01 - 15,8 -

    Pori Drainase (% Vol)

    Cepat 6,54 Tinggi 9,6 Tinggi

    Lambat 13,17 Tinggi 3,16 Sangat rendah

    Air Tersedia (% Vol) 7,76 Rendah 8,6 Rendah

    Keterangan: Analisis di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah

    Bogor. BI= bobot isi; RPT = ruang pori total.

    Nilai bobot isi sangat mempengaruhi porositas dalam tanah. Hasil pengukuran

    menunjukkan nilai bobot isi pada dua kedalaman tergolong tinggi, sedangkan

    ruang pori total dalam kategori sedang. Menurut Kurnia (2006) bobot isi tanah

    yang ideal berkisar antara 1,3 - 1,35 g cm-3

    .

    Air yang berada dalam pori pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman,

    berada diantara kapasitas lapangan (pF 2,54) dan titik layu permanen (pF 4,2).

    Sehingga, kondisi kadar air dalam tanah harus dijaga pada kisaran air tersedia.

    Hasil pengukuran menunjukkan air tersedia dalam kategori rendah pada kedua

    Kedalaman. Untuk pertumbuhan jagung yang baik, tanaman memerlukan oksigen

    dan aerasi yang cukup, sehingga pori drainase cepat dan pori drainase lambat

    jangan terlalu lama diisi oleh air.

  • 37

    4.1.2.3. Kimia Tanah

    Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa tingkat kesuburan lahan

    tergolong rendah. Rendahnya kesuburan tanah mengakibatkan pertumbuhan dan

    produksi jagung menjadi kurang optimal. Data analisis kimia tanah pada lahan

    penelitian disajikan pada Tabel 14.

    Tabel 14. Hasil Analisis Dasar Kimia

    Jenis analisis Kedalaman 0 - 20 cm Kedalaman 20 - 40 cm

    Nilai Kategori Nilai Kategori

    pH 3,6 Sangat Masam 3,7 Sangat Masam

    C-organik (%) 0,82 Sangat Rendah 0,67 Sangat Rendah

    Nitrogen (%) 0,08 Sangat Rendah 0,05 Sangat Rendah

    C/N ratio 9,95 Rendah 13,41 Sedang

    P2O5 (ppm) 12,28 Rendah 9,96 Sangat Rendah

    Ca (me 100g-1

    ) 2,12 Rendah 2,05 Rendah

    Mg (me 100g-1

    ) 0,67 Rendah 0,85 Rendah

    K (me 100g-1

    ) 0,02 Sangat Rendah 0 Sangat Rendah

    Na (me 100g-1

    ) 0,37 Rendah 0,34 Rendah

    KTK (me 100g-1

    ) 6,72 Rendah 5,01 Rendah

    KB (%) 51,81 Sedang 74,46 Tinggi

    Keterangan: Analisis di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas

    Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

    a. Derajat Keasaman Tanah (pH)

    Nilai derajat keasaman tanah (pH) pada kedua kedalam tergolong sangat

    masam, yaitu dibawah 4,0. Kendala Ultisol adalah pH rata - rata < 4,5 (Prasetyo

    dan Suriadikarta, 2006). Selain itu, petani terbiasa menggunakan pupuk nitrogen

    anorganik yang berlebihan selama kegiatan budidaya, sehingga tanah semakin

    masam. Hal ini sesuai dengan pendapat Utami dan Handayani (2003) yang

    menyebutkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan

    memasamkan tanah, sedangkan bahan organik memiliki daya sangga yang besar

    untuk menstabilkan pH tanah. Nilai pH yang sangat rendah dapat berdampak pada

    ketersedian unsur hara makro dan mikro yang tidak berimbang. Tanaman jagung

    dapat menghasilkan produksi yang optimal pada kisaran pH 5,0 - 7,5 (Rukmana,

    2010).

  • 38

    b. Phosfor (P)

    Nilai unsur hara P tergolong rendah sampai sangat rendah. Unsur hara P yang

    tidak tersedia bagi tanaman, dapat diakibatkan karena tanah yang masam atau

    kandungan P dari bahan induk yang sudah rendah. Pada pH di bawah 6,5

    mengakibatkan terjadinya defisiensi P, Ca dan Mg (Hanafiah, 2012).

    c. Kejenuhan Basa (KB)

    Kandungan basa - basa Ca, Mg, Na tergolong rendah, sedangkan unsur K

    tergolong sangat rendah. Hal ini, akibat laju pencucian hara yang tinggi pada

    lahan kering. Nilai persentase KB tergolong cukup tinggi, nilai KB tersebut

    berkaitan dengan ion - ion basa yang dapat dipertukarkan dan tersedia bagi

    tanaman jagung. Tanah yang subur memiliki nilai KB > 80 %, sehingga kation

    basa dapat dipertukarkan lebih mudah (Dikti, 1991).

    d. Nitrogen (N)

    Kandungan N-total tanah sebelum diberikan perlakuan tergolong sangat

    rendah, yaitu 0,08 % pada kedalam 0 - 20 cm dan 0,05 % pada kedalam 20 - 40

    cm. Rendahnya kandungan N karena pencucian dan penguapan pada lahan kering

    yang tinggi. Syafruddin et al. (2006) menyatakan bahwa gejala awal kekurangan

    unsur hara nitrogen dalam tanah yaitu pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan

    kerdil serta perkembangan daun tidak sempurna.

    e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

    Nilai KTK pada kedalaman 0 - 20 cm dan 20 - 40 cm tergolong rendah. Hal

    tersebut dapat berdampak pada ketersedian unsur hara bagi tanaman jagung.

    Besarnya nilai KTK sangat dipengaruhi oleh kadar liat dan bahan organik tanah.

    Menurut Djaenuddin et a.l (2000) nilai KTK untuk kelas kesesuaian lahan sangat

    sesuai bagi pertumbuhan jagung sebesar > 16 (cmol).

    f. C-organik

    Nilai %C-organik masih tergolong sangat rendah pada dua kedalaman yaitu

    0,67 % dan 0,82 %. Namun nilai tersebut sudah cukup untuk mendukung

    pertumbuhan tanaman jagung. Menurut Djaenuddin et al. (2000) tanaman jagung

    dapat tumbuh optimum apabila kandungan C-organik dalam tanah > 0,4 %.

  • 39

    Kesuburan tanah yang rendah pada lahan kering masam, dapat diperbaiki

    melalui pemberian bahan organik berupa pupuk organik kotoran ayam. Hasil

    analisis kandungan kimia pupuk organik kotoran ayam, disajikan pada Tabel 15.

    Tabel 15. Kandungan Kimia Pupuk Organik (kotoran ayam dengan sekam)

    Jenis Analisis Nilai

    pH H2O 5,9

    C-organik (%) 5,11

    N (%) 0,50

    C/N (%) 10,29

    Hasil analisis menunjukkan bahwa, pupuk organik kotoran ayam sudah dalam

    kategori cukup matang, karena nisbah C/N ratio sebesar 10,29 harkat. Nisbah C/N

    ratio yang rendah, mengakibatkan proses mineralisasi berjalan sangat cepat,

    sehingga unsur hara banyak tersedia bagi tanaman. Kandungan C-organik dan

    nitrogen dalam pupuk organik yang tidak begitu tinggi, sehingga lebih

    difungsikan sebagai pembenah tanah bukan sebagai pupuk. Aplikasi bahan

    organik bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serapan hara oleh tanaman jagung

    yang akan diberikan pupuk anorganik serta meningkatkan kesuburan tanah.

    4.1.3. Iklim

    Lokasi penelitian berada pada ketinggian 56 - 70 mdpl. Suhu udara rata - rata

    berada pada kisaran 20 - 28 oC. Kecepatan angin rata - rata 5,83 km jam

    -1 dengan

    curah hujan yang tergolong rendah. Menurut Djaenuddin et al. (2000) suhu yang

    paling optimum untuk pertumbuhan jagung antara 20 - 26 oC dengan curah hujan

    500 - 1200 mm tahun-1

    .

    Penelitian berlangsung dari awal tanam sampai panen (Agustus - November

    2016). Total curah hujan selama pertumbuhan sebesar 434,8 mm. Curah hujan

    pada Bulan Agustus dan September dengan intensitas dan periode yang rendah,

    sedangkan pada Bulan Oktober dan November, curah hujan semakin rutin dengan

    intensitas lebih tinggi. Total curah hujan terbesar terjadi pada fase pembungaan

    (Gambar 6). Selama pertumbuhan tanaman jagung membutuhkan curah hujan

    optimum antara 100 - 125 mm bulan-1

    dan merata sepanjang musim tanam

    (Rukmana, 2010).

  • 40

    Temperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi perkembangan profil tanah,

    sehingga dapat mempengaruhi kondisi sifat fisika dan kimia di dalam tanah. Suhu

    dan curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan pelapukan bahan organik.

    Gambar 6. Curah Hujan Selama Pertumbuhan Jagung

    4.1.3.1. Analisis Dosis dan Interval Irigasi Tanaman

    Irigasi Big Gun Sprinkler dilakukan sesuai kondisi kebutuhan air tanaman

    berdasarkan penjadwalan. Pada Tabel 16 disajikan data kebutuhan irigasi selama

    pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan hasil analisis, kebutuhan air irigasi

    pada lokasi penelitian dari fase vegetatif sampai pembentukan biji berkisar

    sebesar 1,13 - 4,40 mm hari-1

    . Kebutuhan irigasi tanaman jagung cenderung

    meningkat seiring dengan meningkatnya fase pertumbuhan tanaman. Hal ini

    dikarenakan, setiap fase pertumbuhan memiliki nilai koefisian tanaman (Kc) dan

    panjang perakaran yang berbeda. Besarnya nilai kebutuhan air irigasi tersebut,

    diistilahkan dengan net irigation depth (NID).

    Penentuan kebutuhan air irigasi sesuai taraf perlakuan yakni, dosis air 100, 85,

    dan 70% kebutuhan air tanaman (KAT), berdasarkan nilai NID. Kemudian dalam

    pengaplikasian irigasi di lapangan, besarnya nilai volume NID dikonversikan

    dalam waktu (jam ke menit) dengan volume debit irigasi sesuai dari kinerja alat

    Big Gun Sprinkler (Tabel 17). Sehingga, dalam pemberian air irigasi dengan

    menggunakan sistem irigasi, perlunya memahami spesifikasi alat yang digunakan

    dan luas efektif area yang perlu diirigasi. Hal ini agar pemberian air dapat sesuai

    dengan kebutuhan air pada tanaman.

    39,5 38,1

    237,3

    119,9

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    vegetatif 1 vegetatif 2 pembungaan pembentukan biji

    Cura

    h H

    uja

    n (

    mm

    )

    Fase Pertumbuhan

  • 41

    Tabel 16. Kebutuhan Irigasi Selama Pertumbuhan Tanaman Jagung

    Fase

    pertumbuhan

    %KA

    pF

    2,54

    %KA

    pF

    4,2

    BI

    (g cm-3)

    Kedalaman

    akar

    maksimum

    (m)

    Air

    tersedia

    (mm m-1)

    Kebutuhan

    irigasi neto

    (mm)

    Kebutuhan

    irigasi

    neto (mm)

    Kebutuhan

    irigasi

    harian

    (mm hari-1)

    Vegetatif 1

    (1-3 MST) 15,8 8,0 1,36 0,15 105,5 7,9 7 1,13

    Vegetatif 2

    (4-7 MST) 15,8 8,0 1,36 0,20 105,5 10,6 3 3,52

    Pembungaan

    (8-10 MST) 15,8 8,0 1,36 0,25 105.5 13,2 3 4,40

    Pembentukan

    Bijji (11-15

    MST)

    15,8 8,0 1,36 0,30 105,5 15,8 7 2,26

    Keterangan: KA = Kandungan air tanah

    Lahan yang akan di irigasi pada setiap petak adalah seluas 1.444 m2, dengan

    debit Big Gun Sprinkler sebesar 4,65 l s-1

    . Berdasarkan analisis volume dan

    interval irigasi diperoleh hasil bahwa, total irigasi yang diberikan selama

    pertumbuhan pada setiap perlakuannya berbeda-beda. Secara rinci sebagai

    berikut: a) perlakuan dosis air 100 %, total irigasi 282,7 mm; b) perlakuan dosis

    air 85 %, total irigasi 240,3 mm; c) perlakuan dosis air 70 %, total irigasi 197,9

    mm.

    Kegiatan pemberian air irigasi dilakukan tujuh hari sekali pada fase vegetatif

    pertama, dan dua hari sekali pada fase vegetatif dua sampai fase pembentukan

    biji. Penentuan interval irigasi di dasarkan atas lamanya durasi per sesi irigasi,

    kapasitas kinerja alat dan tenaga kerja. Namun, ketika terjadi hujan irigasi tidak

    dilakukan sampai kebutuhan air tanaman sudah terpenuhi oleh volume air hujan.

    Tabel 17. Pemberian Dosis Air Irigasi yang di Konversi dalam Satuan Waktu

    Periode

    Pertumbuhan

    Interval

    Pemeberian

    Irigasi

    (Hari)

    Dosis

    Irigasi

    (mm)

    Volume

    Irigasi

    (m3)

    Perlakuan Dosis Air Irigasi

    100 % 85 % 70 %

    Lama

    Irigasi/Petak

    Lama

    Irigasi/Petak

    Lama

    Irigasi/Petak

    Jam Menit Jam Menit Jam Menit

    Tanam

    (0 MST) 1 1,13 14,6692 1 26 1 13 1 0

    Vegetatif 1

    (1-3 MST) 7 1,13 14,6692 1 16 1 4 0 53

    Vegetatif 2

    (4-7 MST) 2 4,01 52,1573 1 7 0 57 0 47

    Pembungaan

    (8-10 MST) 2 3,76 48,8975 1 23 1 10 0 58

    Pembentukan

    Bijji (11-15

    MST)

    2 2,26 29,3385 0 43 0 37 0 30

  • 42

    4.2. Variabel Pengamatan

    4.2.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah

    Hasil analisis anova menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk organik tidak

    berbeda nyata terhadap kandungan residu kimia dalam tanah (Tabel 18). Hal ini

    diduga terdapatnya perbedaan kandungan kimia tanah pada awal sebelum

    diberikannya perlakuan. Kondisi tersebut dapat dimungkinkan karena terdapatnya

    perbedaan kelerengan dan arah lereng, sehingga terdapat perbedaan kesuburan

    karena erosi. Hasil penelitian Tarigan dan Mardianto (2012) menyatakan bahwa

    topografi memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap kehilangan tanah dari

    faktor erosivitas. Selain itu, diduga perbedaan dosis pupuk organik yang terlalu

    kecil mengakibatkan pengaruh pupuk organik terhadap kandungan kimia tanah

    menjadi tidak berbeda nyata. Secara umum, terdapat peningkatan kandungan

    kimia tanah sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan.

    Tabel 18. Rata-rata Kandungan Residu Kimia Tanah

    Perlakuan

    Rata-rata Residu Peubah Sifat Kimia Tanah Perlakuan Dosis Pupuk

    Organik Kotoran Ayam

    pH % C-

    organik

    %

    N-total

    P-

    tersedia

    (ppm)

    K

    (me 100g-1

    )

    KTK

    (me 100g-1

    )

    Awal 3,6 SM 0,82 SR 0,08 SR 12 R 0,02 SR 7 R

    ---------------------------------Pupuk Organik Kotoran Ayam--------------------------------

    3 t ha-1

    (b1) 3,7 SM 1,3 R 0,10 R 42 ST 0,024 SR 11 R

    4 t ha-1

    (b2) 3,8 SM 1,4 R 0,11 R 34 T 0,023 SR 11 R

    5 t ha-1

    (b3) 3,7 SM 1,3 R 0,11 R 29 T 0,025 SR 14 R

    BNT 5% tn tn tn tn tn tn

    Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; SM = sangat masam; SR= sangat rendah; R= rendah; ST=

    sangat tinggi; T = tinggi.

    a. Derajat Keasaman Tanah (pH)

    Secara umum, tidak terjadi peningkatan pH yang signifikan setelah

    diberikannya perlakuan pupuk organik. Kondisi pH masih tergolong sangat

    masam pada semua perlakuan. Hal ini diduga, masih terjadinya proses

    dekomposisi bahan organik di dalam tanah yang melepas asam - asam organik,

    serta pupuk organik yang diberikan masih tergolong agak masam (pH 5,9).

    Peningkatan pH akan terjadi jika bahan organik yang ditambahkan telah

  • 43

    terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi

    akan melepaskan mineralnya, berupa kation - kation basa (Atmojo, 2003).

    Daya pengaruh pH atas kesuburan tanah umunya tidak langsung, yaitu melalui

    daya pengaruhnya atas ketersediaan ion - ion hara. Menurut Notohadiprawiro et

    al. (2006) ketersedian unsur hara N, P, K dan S akan rendah ketika berada pada

    kisaran pH 4 atau kurang.

    b. Kalium (K)

    Kandung K dalam tanah tergolong sangat rendah, baik sebelum maupun

    sesudah diberikan perlakuan. Pemberian pupuk organik dengan dosis 3 - 5 t ha-1

    belum mampu meningkatkan kandungan unsur hara kalium pada kondisi yang

    cukup unuk pertumbuhan jagung. Hasil penelitian Agusnun (2015) diperoleh

    bahwa batas kritis unsur hara kalium pada status hara rendah sebesar 0,50 me

    100g-1

    . Sehingga, tanaman jagung akan sangat respon terhadap pemupukan bila

    kadar unsur hara kalium berada di bawah perolehan nilai kritis.

    Hal ini diduga, kalium diserap tanaman jagung dalam jumlah yang cukup

    besar. Kondisi tanah pada lokasi penelitian yang dominan partikel pasir,

    mengakibatkan laju pencucian kalium yang tinggi pada tanah masam. Pencucian

    unsur hara meningkat pada tanah bertekstur kasar karena daya tambat (retentive

    capacity) lengas dan haranya kecil (Notohadiprawiro et al., 2006).

    c. C-organik

    Terjadi peningkatan kandungan %C-organik tanah setelah diberikan pupuk

    organik. Peningkatan kandungan %C-organik hingga mencapai 60 - 75 %.

    Namun, kandungan carbon tanah tersebut masih tergolong rendah, jika

    dikonversikan dalam % bahan organik tanah, rata - rata hanya sebesar 2,4 % .

    Sehingga, penambahan bahan organik masih sangat diperlukan. Tanah yang

    memiliki produktivitas yang baik menghendaki kadar bahan organik berkisar

    antara 8 sampai 16 % atau kadar karbon organik 4,56 sampai 9,12 % (Lal, 1994

    dalam Nurida dan Jubaedah, 2014).

    d. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

    Terjadi peningkatan nilai KTK setelah diberikannya perlakuan pupuk organik.

    Nila KTK tersebut masih tergolong rendah, sehingga penambahan dosis pupuk

  • 44

    organik perlu ditingkatkan. KTK yang rendah dapat ditingkatkan melalui

    penambahan bahan organik seperti kompos atau pupuk organik secara signifikan

    juga dapat meningkatkan KTK tanah (Novizan, 2005).

    Nilai KTK yang rendah diakibatkan oleh nilai pH yang sangat masam, serta

    rendahnya bahan organik dalam tanah. Pengapuran dapat meningkatan pH pada

    tanah masah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan lewat

    peningkatan daya tambat tanah terhadap kation hara (Notohadiprawiro et al.,

    2006). Selain itu, kondisi tekstur tanah yang dominan partikel pasir

    mengakibatkan jumlah koloid liat relatif kecil, sehingga KTK semakin rendah.

    KTK memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesuburan tanah. Karena unsur-

    unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid, maka unsur - unsur hara

    tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air. Sehingga, kondisi tersebut diduga

    mengakibatkan rendahnya kandungan unsur hara N dan K yang sifatnya mobile di

    lokasi penelitian, selain dari faktor keberadaannya yang memang sudah rendah.

    e. Phospor (P)

    Terjadi peningkatan unsur hara P tersedia dalam tanah. Peningkatan P tersedia

    hingga mencapai 2 - 4 kali lipat. Hal ini karena, kotoran ayam memilik kandungan

    unsur hara P yang cukup besar, sehingga pelepasan P dari bahan organik dapat

    meningkatkan kandungan P tersedia. Menurut Lingga (2001) pupuk organik ayam

    mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dan kandungan air yang lebih

    rendah dibandingkan pukan lainnya. Selain itu, peningkatan P tersedia dapat

    terjadi karena pengaruh tidak langsung bahan organik terhadap P yang ada dalam

    kompleks jerapan tanah.

    f. Nitrogen (N)

    Terjadi peningkatan kandungan N-total dalam tanah hingga mencapai 25 - 37

    % setelah diberikannya perlakuan. Namun, kandungan N dalam tanah masih

    tergolong rendah dan dibawah kisaran batas kritis unsur hara N bagi tanaman

    jagung. Sehingga, peningkatan dosis pupuk organik masih perlu ditingkatkan.

    Menurut Sirappa (2002) batas nilai kritis nitrogen untuk pertumbuhan dan

    produksi tanaman jagung adalah 0,15 %. Pada kondisi tersebut tanaman akan

  • 45

    sangat responsif terhadap pemupukan nitrogen. Hal ini karena, nitrogen memiliki

    fungsi yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung.

    4.2.2. Komponen Pertumbuhan Jagung

    Hasil analisis anova, menunjukkan perbedaan nyata saat 7 dan 42 hari setelah

    tanam (hst) terhadap komponen tinggi tanaman. Perbedaan tersebut karena

    pengaruh perlakuan dosis air saat 42 hst dan dosis pupuk organik saat 7 hst. Tidak

    terdapat perbedaan interaksi yang nyata antar perlakuan terhadap pertumbuhan

    tanaman jagung.

    Tabel 19. Rata - rata Tinggi Tanaman Jagung

    Perlakuan

    Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) pada Berbagai

    Umur Pengamatan

    7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst

    Dosis Air

    100 % KAT (A1) 5.017 18.09 40.08 60.29 85.60 107.7 a 127.0

    85 % KAT (A2) 4.962 18.81 45.61 76.24 107.7 136.7 b 154.5

    70 % KAT (A3) 5.059 18.45 39.85 65.57 93.61 118.0 ab 138.8

    BNT 5% tn tn tn tn tn 7,90* tn

    Dosis Pupuk Organik

    3 ton/ha (B1) 4.873 a 18.38 41.51 65.92 93.70 118.3 136.8

    4 ton/ha (B2) 5.106 b 18.53 42.65 67.94 96.72 121.3 139.9

    5 ton/ha (B3) 5.059 ab 18.44 41.37 68.23 96.54 122.8 143.5

    BNT 5% 3,94* tn tn tn tn tn tn

    Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata, hst = hari setelah tanam

    a. Perlakuan Pemberian Dosis Air

    Pemberian dosis air 85 % KAT menunjukkan pengaruh yang nyata pada

    peubah tinggi tanaman saat pengamatan 42 hst. Grafik pertumbuhan jagung pada

    perlakuan dosis air (Gambar 7), juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis air 85

    % KAT memberikan respon pertumbuhan yang paling baik. Sedangkan,

    pemberian air 100 % KAT memberikan respon terendah.

    Hal ini menunjukkan bahwa, tanaman jagung tidak terlalu membutuhkan air

    yang terlalu banyak pada fase vegetatif. Fase kritis kebutuhan air bagi tanaman

    jagung terjadi ketika tanaman mulai memasuki fase generatif. Menurut Aqil

    (2008) kekurangan air pada fase pemasakan atau pematangan dan fase vegetatif

    sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman. Selain itu, saat awal tanam

    sampai 7 hst, dilakukan penyiraman secara intensif, sehingga perlakuan dosis

    pemberian air belum diterapkan. Hal ini dilakukan agar pemecahan dormansi

  • 46

    benih jagung dapat serempak dan menghindari kegagalan benih yang

    berkecambah akibat kekurangan air. Benih jagung akan berkecambah jika kadar

    air benih pada saat di dalam tanah meningkat > 30 % (Mc Williams et al., 1999).

    Gambar 7. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Perlakuan Dosis Air

    b. Perlakuan Pemberian Dosis Pupuk Organik

    Perlakuan pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman jagung

    menunjukkan pengaruh yang nyata pada pengamatan 7 hst. Perbedaan terlihat

    pada pemberian pupuk organik 4 t ha-1

    yang tidak berbeda nyata dengan

    pemberian 5 t ha-1

    terhadap hasil pertumbuhan yang terbaik. Hal ini diduga,

    pemberian pupuk organik saat umur 7 hst, memberikan asupan unsur hara yang

    diperlukan dalam pemecahan sel. Sedangkan pada pengamtan 14 sampai 49 hst,

    tinggi tanaman jagung tidak nyata (Gambar 8). Hal ini diduga, kebutuhan hara

    untuk pertumbuhan sudah tercukupi oleh pemberian pupuk anorganik. Pemberian

    pupuk anorganik yaitu urea dan phonska dengan dosis yang sama pada setiap

    perlakuan, dilakukan saat umur tanam 16 dan 29 hst. Pemberian pupuk anorganik

    diberikan pada umur tersebut, untuk menyediakan unsur hara agar cepat tersedia.

    Pada fase 18 - 35 hari setelah berkecambah, tanaman mulai menyerap hara dalam

    jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu, pemupukan pada fase ini diperlukan

    untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (Mc Williams et al., 1999).

    Menurut Lee (2007) pada fase tersebut bunga jantan (tassel) dan perkembangan

    tongkol dimulai.

    0,0

    20,0

    40,0

    60,0

    80,0

    100,0

    120,0

    140,0

    160,0

    7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST

    Tin

    ggi

    Tan

    aman

    (cm

    )

    Umur Pengamatan

    100% 85% 70%

    KAT KAT KAT

    hst hst hst hst hst hst hst

  • 47

    Gambar 8. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Organik

    c. Interaksi Perlakuan Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik

    Terdapat interaksi kombinasi perlakuan terbaik pada pemberian dosis air 85 %

    KAT dengan penambahan pupuk organik 5 t ha-1

    (Gambar 9). Hal tersebut

    menandakan bahwa, pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan jagung

    dipengaruhi oleh pelarutan unsur hara oleh air. Kandungan air tanah yang terlalu

    banyak dapat berdampak pada pencucian hara, sementara air yang terlalu sedikit

    mempengaruhi tingkat kelarutan unsur hara. Jumlah hara yang mencapai akar

    melalui mekanisme serapan dipengaruhi oleh konsentrasi hara yang terkandung

    dalam larutan tanah dan laju gerak air ke permukaan akar, atau laju transpirasi.

    Gambar 9. Perbedaan Pertumbuhan Jagung pada Interaksi Dosis Air dan Dosis

    Pupuk Organik

    0,0

    20,0

    40,0

    60,0

    80,0

    100,0

    120,0

    140,0

    160,0

    7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST

    Tin

    ggi

    Tan

    aman

    (cm

    )

    Umur Pengamatan

    3 ton/ha

    4 ton/ha

    5 ton/ha

    0,0

    20,0

    40,0

    60,0

    80,0

    100,0

    120,0

    140,0

    160,0

    180,0

    7 HST 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST

    Tin

    ggi

    Tan

    aman

    (cm

    )

    Umur Pengamatan

    a1b1 a1b2 a1b3 a2b1 a2b2 a2b3 a3b1 a3b2 a3b3

    t ha-1

    t ha-1

    t ha-1

    hst hst hst hst hst hst hst

    hst hst hst hst hst hst hst

  • 48

    4.2.3. Komponen Hasil Jagung

    Komponen hasil berupa bahan hijau, kelobot dan tongkol. Hasil analisis anova

    menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah kelobot dan bahan hijau serta

    sangat nyata peubah tongkol pada perlakuan dosis air. Sedangkan, pada perlakuan

    pupuk organik maupun interaksi antar perlakuan tidak menunjukkan pengaruh

    yang nyata (Tabel 20).

    Tabel 20. Rata - rata Berat Komponen Hasil Jagung

    Perlakuan Berat Basah Komponen Hasil Jagung (t ha

    -1)

    Bahan Hijau Tongkol Kelobot

    Dosis air

    100 % KAT (A1) 4.637 a 5.724 a 0.8065 a

    85 % KAT (A2) 6.479 b 7.198 c 1.0941 b

    70 % KAT (A3) 5.719 b 6.389 b 0.9113 a

    BNT 5% 13,86* 20,06** 10,11*

    Dosis pupuk organik

    3 ton/ha (B1) 5.117 6.177 0.9016

    4 ton/ha (B2) 5.914 6.706 0.9600

    5 ton/ha (B3) 5.804 6.428 0.9503

    BNT 5% tn tn tn

    Keterangan: tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata, ** = sangat berbeda nyata. Nilai dengan

    notasi yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan, sedangkan

    jika diikuti notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan perlakuan pada

    BNT taraf 5%.

    Komponen hasil tongkol, pemberian dosis air 85% KAT memberikan respon

    yang paling baik, dan pada dosis 70% KAT lebih baik dari pada dosis air 100%

    KAT. Sedangkan pada komponen hasil bahan hijau, pemberian air dosis 85%

    KAT menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan dosis air 70% KAT dan

    berbeda nyata pada dosis 100 % KAT. Kemudian pada komponen kelobot,

    pemberian air 85% KAT menunjukkan hasil yang paling baik, sedangkan dosis

    70% KAT tidak berbeda nyata dengan 100% KAT.

    a. Perlakuan Pemberian Dosis Air

    Perlakuan dosis air menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua

    komponen hasil. Pemberian dosis air yang memberikan respon terbaik yaitu dosis

    85% KAT, pada semua komponen hasil (Gambar 10).

  • 49

    Gambar 10. Perbedaan Komponen Hasil Jagung terhadap Perlakuan Pemberian

    Air

    Hal tersebut sejalan dengan penelitian Koesmaryono (2012) menyatakan

    bahwa pemberian dosis air 80 % menunjukkan komponen hasil tanaman jagung

    yang paling baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung merupakan tanaman tipe

    C4 yang adaptif terhadap kekeringan dan membutuhkan air tidak terlalu banyak.

    Namun pemberian air harus tepat tersedia pada fase - fase kritis. Menurut Aqil

    (2008) penurunan hasil terbesar terjadi ketika tanaman mengalami kekurangan air

    pada fase pembungaan dan proses penyerbukan, kekurangan air pada fase

    pengisian atau pembentukan biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat

    mengecilnya ukuran biji.

    b. Perlakuan Pemberian Dosis Pupuk Organik

    Perlakuan dosis pupuk Organik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata

    terhadap semua komponen hasil jagung. Hal tersebut sejalan dengan kandungan

    residu unsur hara yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 18). Sehingga,

    diduga unsur hara yang tersedia bagi tanaman jagung relatif pada kisaran yang

    sama. Selain itu diduga kebutuhan unsur hara sudah tercukupi oleh pemberian

    pupuk anorganik. Namun, terdapat hubungan positif semakin tinggi dosis pupuk

    organik yang diberikan, dapat memberikan hasil yang terbaik (Gambar 11). Hal

    ini karena, pemberian pupuk organik memiliki pengaruh terhadap peningkatan

    efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman yang diberikan pupuk anorganik.

    Pemakaian pupuk organik dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang serta

    serta membantu penyediaan unsur hara. Efisiensi pupuk NPK meningkat dengan

    5,7

    0,8

    4,6

    7,2

    1,1

    6,5 6,4

    0,9

    5,7

    0,0

    1,0

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,0

    8,0

    tongkol+biji klobot bahan hijau

    Ber

    at (

    t ha-

    1)

    Komponen Hasil Jagung

    100% KL

    85% KL

    70% KL

    KAT

    KAT

    KAT

  • 50

    adanya penambahan pupuk organik (Widowati, 2009). Hal ini didukung oleh

    pendapat Rukmana (1995) bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal,

    pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk buatan supaya

    keduanya saling melengkapi. Salah satu pupuk yang mengandung N tinggi adalah

    urea (46%N).

    Gambar 11. Perbedaan Komponen Hasil Jagung terhadap Perlakuan Pemberian

    Pupuk Organik

    c. Interaksi Perlakuan Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik

    Pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan interaksi yang

    paling baik pada perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pemberian pupuk organik

    4 t ha-1

    , pada komponen berat bahan hijau (Gambar 12). Sedangkan pada dosis air

    100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk organik 5 t ha-1

    ,

    dan dosis air 85 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk

    organik 5 t ha-1

    (Gambar 12). Terdapat hubungan positif peningkatan dosis pupuk

    organik terhadap peningkatan berat bahan hijau. Pemberian dosis air 85 % secara

    umum memberikan interaksi terbaik pada berbagai dosis pupuk organik.

    6,2

    0,9

    5,1

    6,7

    1,0

    5,9 6,4

    1,0

    5,8

    0,0

    1,0

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,0

    8,0

    tongkol + biji klobot bahan hijau

    Ber

    at (

    t ha-

    1)

    Komponen Hasil Jagung

    3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha

    t ha-1

    t ha-1

    t ha-1

  • 51

    Gambar 12. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk organik

    terhadap Komponen Bahan Hijau

    Interaksi pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan,

    interaksi yang paling baik pada perlakuan dosis air 85 % KAT dengan pemberian

    pupuk organik 5 t ha-1

    , pada komponen berat kelobot (Gambar 13). Sedangkan

    pada dosis air 100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk

    organik 5 t ha-1

    , dan pada dosis air 70 % KAT interaksi yang paling baik terhadap

    pemberian pupuk organik 4 t ha-1

    . Terdapat juga hubungan positif peningkatan

    dosis pupuk organik terhadap peningkatan berat kelobot. Pemberian dosis air 85

    % KAT secara umum memberikan interaksi yang terbaik dengan pemberian

    berbagai dosis pupuk organik terhadap berat kelobot.

    Gambar 13. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk Organik

    terhadap Komponen Kelobot

    4,23

    6,35

    4,78

    4,41

    6,24

    7,09

    5,28

    6,85

    5,29

    4,00

    4,50

    5,00

    5,50

    6,00

    6,50

    7,00

    7,50

    100% 85% 70%

    Ber

    at B

    ahan

    Hij

    au (

    t ha-

    1)

    Perlakuan Dosis Air

    3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha

    0,76

    1,10

    0,84

    0,78

    1,04 1,06

    0,88

    1,14

    0,83

    0,70

    0,75

    0,80

    0,85

    0,90

    0,95

    1,00

    1,05

    1,10

    1,15

    100% 85% 70%

    Ber

    at K

    elo

    bo

    t (t

    ha-

    1)

    Perlakuan Dosis Air

    3 ton/ha 4 ton/ha 5 ton/ha

    t ha-1

    t ha-1

    t ha

    -1

    Dosis Pupuk Organik

    Dosis Pupuk Organik

    t ha-1

    t ha

    -1

    t ha-1

  • 52

    Interaksi pemberian dosis air terhadap dosis pupuk organik menunjukkan,

    interaksi yang paling baik pada perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pemberian

    pupuk organik 4 t ha-1

    , pada komponen berat tongkol (Gambar 15). Sedangkan

    pada dosis air 100 % KAT interaksi yang paling baik terhadap pemberian pupuk

    organik 5 t ha-1

    , dan dosis air 85 % KAT interaksi yang paling baik pada

    pemberian pupuk organik 5 t ha-1

    . Terdapat hubungan positif peningkatan dosis

    pupuk organik terhadap peningkatan produksi tongkol jagung. Dosis air 85 %

    KAT, secara umum memberikan respon yang terbaik terhadap interaksi pada

    berbagai dosis pupuk organik yang diberikan.

    Gambar 14. Perbedaan Interaksi Perlakuan Pemberian Air dan Pupuk Organik

    terhadap Komponen Tongkol

    5,32

    7,23

    5,98

    5,69

    6,89

    7,54

    6,16

    7,48

    5,64

    5,00

    5,50

    6,00

    6,50

    7,00

    7,50

    8,00

    100% 85% 70%

    Ber

    at T

    ongko

    l (t

    ha-

    1)

    Perlakuan Dosis Air

    3 ton/ha

    4 ton/ha

    5 ton/ha

    Dosis Pupuk Organik

    t ha-1

    t ha-1

    t ha-1

  • 53

    4.3 Pembahasan Umum

    4.3.1. Pengaruh Pemberian Dosis Air dan Pupuk Organik terhadap

    Petumbuhan dan Hasil Jagung

    a. Pengaruh Dosis Pemberian Air

    Produksi secara umum meningkat hampir 100 %, dibandingkan sebelum

    diberikan perlakuan pemberian air irigasi oleh petani. Sebelumnya, produksi

    jagung pada musim kemarau maupun produksi optimal pada musim penghujan

    hanya mencapai 3 sampai 4 t ha-1

    . Sedangkan pada penelitian ini produksi total

    mencapai 6,1 t ha-1

    , dengan rata - rata populasi saat panen sebesar 67 %.

    Secara umum, tidak ada kaitan peningkatan dosis air yang diberikan dengan

    peningkatkan produksi jagung. Namun, pemberian air harus tepat dan sesuai

    dengan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhan. Selain itu, pemberian air

    berhubungan dengan tingkat pelarutan unsur hara dan kelembaban. Kondisi

    lingkungan yang terlalu lembab dapat menyebabkan peningkatan serangan

    penyakit pada tanaman. Hal ini terbukti, pada peneltian ini tejadi serangan

    penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) dan gosong buah (Ustilago maydis),

    sehingga mengakibatkan persentase populasi tanaman saat panen yang berbeda

    pada setiap petak perlakuan.

    Pemberian dosis air berkaitan dengan dinamika lengas tanah serta efisiensi

    pemupukan. Pertumbuhan jagung yang optimum menghendaki kadar lengas tanah

    harus dijaga pada kisaran air tersedia. Pada titik jenuh, semua pori (makro dan

    mikro) terisi penuh oleh air. Sehingga, kondisi tersebut menggangu sistem aerasi.

    Sedangkan kondisi lengas pada titik layu permanen, aliran air dalam tanah ke akar

    menjadi lambat. Sehingga, tidak mampu mengimbangi laju transpirasi normal.

    Hal tersebut mengakibatkan tanaman menjadi layu (Notohadiprawiro et al., 2006).

    Pemberian dosis air 85 - 70 % masih mampu mempertahankan kadar lengas

    pada kisaran air tersedia. Berdasarkan analisis anova, pemberian dosis air 85 %

    memberikan respon terbaik terhadap komponen hasil berat tongkol dan kelobot,

    serta tidak berbeda nyata dengan dosis 70 % pada komponen hasil bahan hijau.

    Sehingga, untuk efisiensi penggunaan air, tanaman jagung cukup diberikan irigasi

    dengan dosis 85 % KAT, pada lokasi yang memiliki karakteristik lahan dan iklim

    yang sama dengan lokasi penelitian.

  • 54

    b. Pengaruh Dosis Pemberian Pupuk Organik

    Pupuk organik (kotoran ayam dengan sekam) merupakan jenis bahan organik

    yang memiliki kandungan Nitrogen dan phospor yang lebih besar dibandingkan

    pupuk organik lainnya. Pupuk organik (kotoran ayam dengan sekam) yang

    diaplikasikan sudah tergolong cukup matang, dengan C/N ratio sebesar 10,2.

    Selain itu, pemberian pupuk baik organik maupun anorganik dapat meningkatkan

    performa pertumbuhan jagung.

    Berdasarkan hasil analisis anova, hanya pada komponen tinggi tanaman saat 7

    hst yang memiliki pengaruh berbeda nyata antar perlakuan dosis pupuk organik.

    Namun, secara keseluruhan terdapat pertumbuhan dan hasil yang optimum sejalan

    dengan peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan. Secara umum terjadi

    peningkatan kandungan residu kimia tanah yang berbanding lurus dengan

    peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan (Tabel 20). Penambahan dosis

    pupuk kadang memiliki keeratan hubungan yang sedang sampai sangat kuat

    terhadap kandungan residu kimia dalam tanah.

    Tabel 21. Korelasi Pemberian Pupuk Organik terhadap Kandungan Kimia Tanah

    Peubah Korelasi (r) Kategori

    pH 0,63 Kuat

    C-organik 0,76 Sangat kuat

    N-total 0,91 Sangat kuat

    P-tersedia 0,43 Sedang

    K tersedia 0,84 Sangat kuat

    KTK 0,94 Sangat kuat

    Keterangan: 0 = tidak ada korelasi; 0,00 - 0,25 = korelasi lemah ; 0,25 - 0,55 = korelasi sedang; 0,55 - 0,75 = korelasi kuat; 0,75 - 0,99 = korelasi sangat kuat; 1 = korelasi

    sempurna , nilai +/- menunjukkaan korelasi positif atau negatif (Suwarno, 2006)

    Hal tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap performa pertumbuhan

    dan hasil produksi jagung pada masa tanaman berikutnya. Hasil penelitian Atmojo

    (2001) melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik dengan dosis 9,5 t ha-1

    ,

    mampu meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13 t ha-1

    ,

    dan efek residunya untuk musim tanam berikutnya, mampu memberikan hasil

    lebih tinggi yaitu sebesar 2,6 t ha-1.

  • 55

    c. Pengaruh Interaksi Pemberian Air dan Pupuk Organik

    Interaksi terbaik pertumbuhan jagung terlihat pada perlakuan dosis air 85 %

    KAT, dengan pemberian pupuk organik 5 t ha-1

    . Sedangkan secara umum,

    terdapat peningkatan komponen hasil jagung terhadap pemberian dosis air 85 %

    KAT, pada berbagi taraf dosis pupuk organik. Artinya, jumlah dosis air selain

    mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi jagung secara langsung, namun

    juga mempengaruhi kelarutan unsur hara yang selanjutnya akan diserap oleh

    tanaman. Menurut Notohadiprawiro et al. (2006) kekurangan air dalam tanah

    menghambat pelarutan pupuk dan pelepasan ion hara, serta aliran massa dan

    difusi larutan hara dari tanah ke akar menjadi terhambat. Selain itu, kekeringan

    dapat berdampak terhadap memekatkan larutan pupuk yang dapat merusak

    jaringan tanaman karena plasmolisis (Notohadiprawiro et al., 2006).

    Hara diserap tanaman lewat aliran masa, difusi atau serapan langsung oleh

    akar. Dalam aliran massa, air menjadi pembawa hara, sedangkan dalam

    mekanisme difusi, air menjadi medium gerakan hara terlarut. Oleh karena itu,

    ketepatan pemberian dosis air menjadi faktor penentu efisiensi pemupukan dan

    efisiensi pemanfaatan hara oleh tanaman. Penyerapan hara N, P dan K terserap

    lebih banyak pada lengas antara KL (kapsitas lapangan) dan TKc pada tanaman

    jagung (seperempat bawah antara titik jenuh dan KL) (Notohadiprawiro et al.,

    2006).

    Data rekapitulasi produksi setiap satuan percobaan menunjukkan, pada

    perlakuan dosis air 70 % KAT dengan pupuk organik 4 t ha-1

    memberikan nilai

    produksi terbesar yaitu 6,98 t ha-1

    . Hal ini karena, pada lokasi petak tersebut

    memiliki tingkat kesuburan tanah yang lebih baik. Lokasi berada pada lereng

    bagian paling bawah, dengan kemiringan 0 - 2 % dan merupakan lokasi

    terakumulasinya endapan solum tanah, ataupun pupuk organik yang terangkut

    ketika terjadi erosi. Selain itu, kondisi morfologi tanah memiliki karakteristik

    lebih baik dibandingkan penampang profil lainnya, yaitu pada profil satu (Tabel

    12). Sedangkan, berdasarkan analisis sifat kimia tanah, pada petak tersebut

    memiliki nilai kandungan residu kimia tanah yang lebih besar dibandingkan petak

    yang lainnya.

  • 56

    4.3.2. Hubungan Kandungan Residu Sifat Kimia Tanah terhadap Produksi

    Jagung

    Keeratan hubungan masing - masing parameter dengan produksi jagung

    mempunyai kelas korelasi yang berbeda - beda. Faktor unsur hara K dan pH

    termasuk dalam kelas korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (r)

    sebesar 0,85 dan 0,75. Koefisien korelasi % N-total sebesar 0,60 termasuk dalam

    kategori korelasi kuat dan sementara % C-organik hanya memiliki kategori

    korelasi yang sedang, dengan (r) sebesar 0,46. Sedangkan faktor unsur hara P dan

    KTK hanya memiliki kelas korelasi yang lemah, namun nilai KTK memiliki

    hubungan yang negatif (Tabel 22).

    Tabel 22. Korelasi Peubah Sifat Kimia Tanah terhadap Produksi

    Peubah Korelasi (R) R square

    (R2)

    Sig. Persamaan

    pH 0,85** 0,73 0,000 Y= 11,071 (x) - 35,024

    C-organik 0,46* 0,208 0,019 Y= 2,50 + 2,90 (x)

    N 0,60** 0,36 0,001 Y= 60,6 (x) – 0,089

    P 0,20 0,041 0,324 Y= 5,813 + 0,015 (x)

    K 0,75** 0,56 0,000 Y= 3,35 + 109,8 (x)

    KTK -0,11 0,13 0,577 Y= 6,503 – 0,017(x)

    Keterangan: **= sangat nyata

  • 57

    Nilai pH yang pertama kali masuk dalam model menandakan bahwa peubah

    tersebut mempunyai korelasi tertinggi dan signifikan terhadap jumlah produksi

    jagung yang dapat dihasilkan, selanjutnya diikuti oleh faktor unsur K dan N.

    Keragaman yang bisa dijelaskan oleh kesemua variabel x terhadap y sebesar 82 %

    (R2). Kesemua faktor x dalam model persamaan regresi memiliki pengaruh

    hubungan yang sangat nyata terhadap produksi jagung.

    Unsur K, N dan pH berpengaruh positif terhadap produksi jagung. Sehingga,

    setiap terjadi kenaikan nilai pH, N dan K maka persentase produksi jagung akan

    mengalami kenaikan. Nilai pH berpengaruh 6,65 % terhadap kenaikan produksi

    jagung setiap peningkatan nilai pH sebesar 1 drajat keasaman. Setiap kenaikan 1

    % unsur hara N, maka produksi meningkat sebesar 24,34 %. Sedangkan setiap

    kenaikan 1 (me 100g-1

    ) dari unsur hara K, maka produksi akan meningkat 46,75

    %.

    Hasil pemodelan kemudian dilakukan uji T dua variabel berpasangan untuk

    mengetahui seberapa besar keakuratan data produksi hasil estimasi dengan data

    produksi jagung hasil penelitian di lapangan. Gambar 13, disajikan peta

    perbandingan produksi jagung hasil pemodelan dan produksi hasil penelitian di

    lapangan. Hasil uji T-test disajikan pada Tabel 23.

    Gambar 15. (A) Peta Produksi Hasil Estimasi Pemodelan

    (B) Peta Produksi Hasil Penelitian di Lapangan

    (A) (B)

    Produksi t ha-1

    Produksi t ha-1

  • 58

    Tabel 23. Hasil Uji T-test Antara Hasil Produksi Jagung di Lapangan dengan

    Produksi Estimasi

    Faktor Uji Korelasi (R) Uji T-test

    T-hitung Sig. (2-tailed)

    Produksi lapangan dengan estimasi 0,924** -0,244 0,809 tn

    Keterangan: ** = sangat signifikan < 0,01; tn= tidak signifikan > 0,05

    Hasil uji paired sample T-test menunjukkan bahwa nilai produksi estimasi

    berdasarkan pemodelan dengan data produksi di lapangan, memiliki korelasi (r) =

    0,924 dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil uji T-hitung menunjukkan nilai

    yang lebih kecil dari T-tabel (df 25 = 2,059). Serta nilai signifikan lebih besar dari

    > 0,05, sehingga, antara nilai produksi estimasi dengan produksi di lapangan tidak

    berbeda nyata. Hasil uji statistik tersebut menandakan bahwa pemodelan dapat

    diterima dalam memprediksi produksi jagung yang memiliki karakteristik yang

    sama dengan lokasi penelitian.

    a. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

    Terdapat korelasi positif antara pH dengan produksi jagung dengan hubungan

    yang sangat nyata dan termasuk kelas korelasi sangat kuat. Hasil analisis simple

    linear regresi menunjukkan bahwa, faktor pH mempengaruhi keragaman produksi

    jagung sebesar 73 % (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk berdasarkan

    persamaan regresi yaitu, Y= 11,071 (x) - 35,024 (Gambar 16). Produksi jagung

    akan meningkat 11,07 % setiap terjadi peningkatan 1 drajat keasaman. Pada

    Gambar 17 disajikan peta sebaran nilai pH tanah di lokasi penelitian setelah

    diberikan pupuk organik.

    Gambar 16. Hubungan pH Tanah terhadap Produksi Jagung

    y = 11,071x - 35,024

    R² = 0,7319

    0,0

    1,0

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,0

    8,0

    9,0

    10,0

    3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0

    pro

    du

    ksi

    jag

    un

    g (

    t h

    a-1)

    pH tanah

  • 59

    Produksi jagung meningkat seiring dengan peningkatan nilai pH sampai

    kisaran netral. Tanaman jagung umumnya tidak toleran terhadap kemasaman

    tanah yang tinggi, kemasaman tanah yang baik antara 5,6 - 7,5 (Indrasari dan

    Syukur, 2006). Hal tersebut karena, tanah yang terlalu masam dapat

    mengakibatkan perkembangan perakaran dan serapan unsur hara menjadi

    terhambat, serta beberapa unsur hara makro menjadi tidak tersedia. pH tanah yang

    rendah berkaitan juga dengan kadar Al tinggi, menyebabkan fiksasi P tinggi

    sehingga menjadi tidak tersedia untuk tanaman, kandungan basa-basa dapat

    ditukar dan KTK juga rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas

    meracuni, peka erosi dan miskin elemen biotik (Adiningsih dan Sujadi, 1993)

    Penyebab tingginya kemasaman pada lokasi penelitian dikarenakan Provinsi

    Lampung merupakan wilayah beriklim basah. Sehingga proses pembentukan

    tanah karena proses hancuran pelapukan berjalan sangat intensif, serta curah hujan

    yang tinggi menyebabkan pencucian hara termasuk basa-basa menjadi tinggi.

    Gambar 17. Peta Sebaran Nilai pH Tanah

  • 60

    b. Kalium (K)

    Terdapat korelasi yang positif antara unsur hara K dengan produksi jagung.

    Tingkat keeratan yang sangat kuat dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil

    analisis simple linear regresi menunjukkan bahwa, unusr K mempengaruhi

    keragaman produksi jagung sebesar 56 % (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk

    berdasarkan persamaan regresi yaitu, y = 109,79 (K) + 3,3452 (Gambar 18).

    Produksi jagung akan meningkat 109,79 %, setiap terjadi peningkatan 1 (me 100

    g-1

    ) unsur kalium. Pada Gambar 19 disajikan peta sebaran kandungan unsur K di

    lokasi penelitian setelah diberikan pupuk organik.

    Gambar 18. Hubungan Kalium terhadap Produksi Jagung.

    Hal ini menandakan bahwa unsur hara K merupakan unsur hara yang sangat

    dibutuhkan, selain N dan P terhadap pertumbuhan dan produksi jagung. Kalium

    dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan

    dengan N dan P.

    Hara kalium berbeda dengan N dan P, mempunyai konsentrasi tinggi di dalam

    batang dan daun serta terendah pada biji. Kalium merupakan unsur terpenting

    untuk memperkuat batang dan ketahanan terhadap serangan penyakit. Kekurangan

    K pada tanaman jagung sering terlihat gejala pada fase sebelum berbunga.

    Pemupukan K disamping pupuk N dan P secara berimbang pada jagung, membuat

    pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik, tahan kerebahan, tahan terhadap

    hama dan penyakit serta kualitasnya dapat meningkat (Alfon dan Aryantoro,

    1993).

    y = 109,79x + 3,3452

    R² = 0,56

    0,0

    1,0

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,0

    8,0

    9,0

    10,0

    0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050

    pro

    du

    ksi

    jag

    un

    g (

    t h

    a-1)

    Kalium (me/100g)

  • 61

    Gambar 19. Peta Sebaran Kandungan Unsur Hara Kalium

    c. Nitrogen (N)

    Terdapat korelasi positif antara unsur N dengan produksi jagung. Tingkat

    keeratan tergolong kuat dengan hubungan yang sangat nyata. Hasil analisis simple

    linear regresi menunjukkan bahwa, unsur N mempengaruhi keragaman produksi

    jagung sebesar 36% (R2). Bentuk hubungan yang terbentuk berdasarkan

    persamaan regresi yaitu, y = 60,649(x) – 0,0891 (Gambar 20). Produksi jagung

    akan meningkat 60,65 %, setiap terjadi peningkatan N-total sebesar 1 %. Pada

    Gambar 21 disajikan peta sebaran kandungan unsur N di lokasi penelitian setelah

    diberikan pupuk organik kotoran ayam.

    Gambar 20. Hubungan Nitrogen terhadap Produksi Jagung

    Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi tanaman jagung pada setiap fase

    pertumbuhan. Kekurangan nitrogen berdampakan pada hasil produksi yang

    y = 60,649x - 0,0891

    R² = 0,3625

    0,0

    1,0

    2,0

    3,0

    4,0

    5,0

    6,0

    7,0

    8,0

    9,0

    10,0

    0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13

    pro

    du

    ksi

    jag

    un

    g (

    t h

    a-1)

    Nitrogen (%)

  • 62

    menurun. Hal tersebut karena, nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa

    penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa tersebut dibutuhkan

    dalam proses metabolisme. Ardi (2010) mengemukakan bahwa kekurangan

    nitrogen menurunkan jumlah klorofil, sehingga kecepatan atau laju fotosintesis

    berkurang dan fotosintat yang dihasilkan juga berkurang yang pada akhirnya

    pertumbuhan akan terhambat dan hasil tanaman juga berkurang. Hal tersebut

    sesuai dengan hasil penelitian Sonbai et al. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan

    dosis N berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, dan hasil biji kering

    per hektar.

    Gambar 21. Peta Sebaran Unsur Hara Nitrogen