2
JATHILAN DI WONOSARI Memet Sudaryanto K1209042 Kesenian Jathilan atau sering disebut sebagai Jaran Kepang atau Kuda Lumping masih membumi di daerah Wonosari, Gunungkidul. Kesenian yang memamerkan rancaknya permainan penari dengan anyaman bambu berbentuk kuda itu diiringi alunan tabuhan gamelan sederhana. Kesenian ini selalu menggiring penonton untuk merasakan hawa magis dan seram dengan berbagai aksi lapangan yang heboh. Pada jaman dahulu, keberadaan seni ini adalah untuk memanggil roh kuda agar merasuk ke dalam anyaman bambu tersebut. Dimaksudkan untuk meminta perlindungan dan keamanan serta bantuan dari masayrakat desa agar dipermudah di berbagai hal. Kuda memiliki folosofi jawa, yakni tangguh, kuat dan setia. Oleh karena itu, dalam memerankan diri sebagai penari kuda, seseorang haruslah orang yang kuat bukan berarti harus seorang lelaki. Selain adanya pemeran kuda, dalam kesenian ini juga familiar bunyi pecut/cemeti yang dilibaskan tak beraturan. Libasan tersebut untuk mengarahkan penonton agar merasa adanya tekanan dari pertunjukkan. Pada intinya, kesenian ini terdiri dari dua komponen penari yaitu penari kuda dan pembawa cemeti. Pada awal kisahnya, seorang penari kuda akan menggambarkan adanya kerusuhan dan problematika kehidupan yang dialaminya. Datanglah empu yang akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengundang roh kuda. Dengan bantuan roh kuda tersebutlah semua permasalahan dapat teratasi dengan mudah. Pria dengan cemeti menggambarkan seorang penguasa dengan wibawanya untuk memerintah dan penguasa. Adanya bunyi-bunyian dari Saron, kendang, gong dan kempul akan menumbuhkan kesan yang lebih magis dan horor.

Jathilan Di Wonosari

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yahaya

Citation preview

Page 1: Jathilan Di Wonosari

JATHILAN DI WONOSARI

Memet Sudaryanto

K1209042

Kesenian Jathilan atau sering disebut sebagai Jaran Kepang atau Kuda Lumping masih membumi di daerah Wonosari, Gunungkidul. Kesenian yang memamerkan rancaknya permainan penari dengan anyaman bambu berbentuk kuda itu diiringi alunan tabuhan gamelan sederhana.

Kesenian ini selalu menggiring penonton untuk merasakan hawa magis dan seram dengan berbagai aksi lapangan yang heboh. Pada jaman dahulu, keberadaan seni ini adalah untuk memanggil roh kuda agar merasuk ke dalam anyaman bambu tersebut. Dimaksudkan untuk meminta perlindungan dan keamanan serta bantuan dari masayrakat desa agar dipermudah di berbagai hal.

Kuda memiliki folosofi jawa, yakni tangguh, kuat dan setia. Oleh karena itu, dalam memerankan diri sebagai penari kuda, seseorang haruslah orang yang kuat bukan berarti harus seorang lelaki. Selain adanya pemeran kuda, dalam kesenian ini juga familiar bunyi pecut/cemeti yang dilibaskan tak beraturan. Libasan tersebut untuk mengarahkan penonton agar merasa adanya tekanan dari pertunjukkan.

Pada intinya, kesenian ini terdiri dari dua komponen penari yaitu penari kuda dan pembawa cemeti. Pada awal kisahnya, seorang penari kuda akan menggambarkan adanya kerusuhan dan problematika kehidupan yang dialaminya. Datanglah empu yang akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengundang roh kuda. Dengan bantuan roh kuda tersebutlah semua permasalahan dapat teratasi dengan mudah.

Pria dengan cemeti menggambarkan seorang penguasa dengan wibawanya untuk memerintah dan penguasa. Adanya bunyi-bunyian dari Saron, kendang, gong dan kempul akan menumbuhkan kesan yang lebih magis dan horor.

Pada puncak permainannya, para penari kuda akan menggelonjak dengan gila. Selain itu, penari kuda akan memakan pecahan kaca, memakan kelapa utuh kemudian meminum air mentah dan melakukan hal-hal ekstrim lainnya. Ini adalah puncak pertunjukkan, penonton akan merasa takut dan terheran-heran, apakah benar para penari tersebut kesurupan.

Semakin berirama pemain gamelan memainkan alat musiknya, itu menggambarkan ekspresi yang semakin kuat dari pemain tarinya. Di akhir pertunjukkan alunan gamelan kembali ke tempo semula. Seiring pemegang cemeti memainkan perannya untuk menyembuhkan pemainnya dari kerasukan roh kuda.

Pertunjukan jathilan saat ini masih digemari oleh masyarakat. Permintaan pentas juga masih tinggi, di berbagai acara seperti bersih desa atau rasulan, kegiatan hajatan, syukuran dan berbagai acara kecil pun sering mengundang kesenian ini. Diyakini, tanpa memainkan kesenian ini, acara yang sedang digelar tidak akan berjalan dengan lancar.