Upload
deap27
View
9
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jiwa
Citation preview
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini tanggal Februari 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama Peserta : dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman
Dengan judul/topik : Jiwa – Gangguan Cemas Menyeluruh
Nama Pendamping : dr. Endah Sri Puji H, MKes
Nama Wahana : RSUD dr. Soeratno Gemolong Sragen
No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan
1 dr. Esti Rahmawati Suryaningrum 1
2 dr. Irkania Pasangka 2
3 dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman 3
4 dr. Lili Dwiyani 4
5 dr. Muhammad Syaifullah 5
6 dr. Vania Petrina 6
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
(dr. Endah Sri Puji H, MKes)
Nama Peserta : dr. Khrist Gafriela Josefa SulaemanNama Wahana : RSUD dr. Soeratno GemolongTopik : Jiwa – Gangguan Cemas MenyeluruhTanggal (kasus) : 26 Agustus 2014Nama Pasien : Ny. S No. RM : 000361Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Endah Sri Puji H, MkesTempat Presentasi : RSUD dr. Soeratno GemolongObjektif Presentasi:o Keilmuan o Keterampilan O Penyegaran √ Tinjauan Pustaka√ Diagnostik √ Manajemen O Masalah o Istimewao Neonatus o Bayi o Anak O Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumilo Deskripsi :Perempuan 54 tahun datang dengan berdebar-debar, keringat dingin, mual, nyeri kepala tipe tegang dan kadang merasa sesak.o Tujuan:
1. Mengetahui penegakan diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh2. Mengetahui penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh
Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o AuditCara Membahas o Diskusi √Presentasi dan
Diskusio E-mail o Pos
Data Pasien Nama : Ny. S No Registrasi : 000361Nama klinik : RSUD dr. Soeratno Gemolong
Telp : - Terdaftar sejak : 26 Agustus 2014
Data utama untuk bahan diskusi:1. Diagnosis : Gangguan Cemas Menyeluruh2. Gambaran Klinis :
a. Keluhan utama: berdebar-debarb. Riwayat Penyakit Sekarang :
Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis terhadap pasien.Pasien datang pukul 14.00 WIB di IGD RSUD dr. Soeratno Gemolong dengan
keluhan berdebar-debar.± 1 bulan ini pasien merasakan jantungnya berdebar-debar, berdebar-debar sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari dan hampir sepanjang hari dirasakan. Berdebar-debar tidak berkurang dengan istirahat dan semakin bertambah bila pasien memikirkan anaknya. Sudah sering berobat ke dokter praktik pribadi, keluhan hanya berkurang bila minum obat dan timbul kembali bila obat habis. Sulit tidur malam hari (+), nyeri kepala (+) cekot-cekot, tegang pada leher (+), mual (+), muntah (-), perut terasa penuh (+),
1
nafsu makan menurun (-), merasa lemas (+), keringat dingin (+), kadang terasa sesak (+), pegal di seluruh tubuh (+), nyeri dada seperti tertindih/terbakar/menjalar (-), batuk (-), pilek (-), demam (-), bengkak (-).
3. Riwayat Pengobatan : pasien sudah sering berobat baik ke dokter praktik dan RSUD dr. Soeratno Gemolong tetapi keluhan muncul kembali bila obat habis.
4. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit asma disangkal. Riwayat penyakit tiroid disangkal. Riwayat pengobatan paru 6 bulan, penyakit flek paru, kontak dengan orang flek paru disangkal.
5. Riwayat Keluarga :Riwayat penyakit jantung/kencing manis/darah tinggi/asma/tiroid/flek paru : disangkal
6. Riwayat Pekerjaan : pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal seorang diri. Pasien sudah
bercerai dengan suaminya, kedua anak pasien sudah mandiri, anak pertama merantau di Jakarta sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan dan anak kedua tinggal di Gemolong bersama suaminya.
8. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sesak (-)b. Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6c. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 90x/menit, regular, isi dan tegangan cukup RR : 22x/menit t : 37,3°Cd. Berat badan : 62 kge. Kulit : sianosis (-), ikterik (-)f. Kepala : bentuk mesocephalg. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), eksoftalmus (-/-)h. Leher : peningkatan JVP (-), hipertrofi m. sternocleidomastoideus (-)i. Thorax : bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal
(-), retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-)j. Cor : I : IC tidak tampak P : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
2
P : konfigurasi jantung normal A : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-), HR = 90x/menit, regulerk. Pulmo : I : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-) P : stem fremitus kanan = kiri P : sonor seluruh lapangan paru A : SDV (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)l. Abdomen : I : datar A : bising usus (+) normal P : timpani P : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak terabam. Ekstremitas:
Akral dingin -/- -/-Oedem -/- -/-
9. Pemeriksaan PenunjangEKG Kesan : normo sinus rhytm
DAFTAR PUSTAKA:1. Rusdi M. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT Nuh Jaya.2. Rusdi M. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.
Jakarta: PT Nuh Jaya.3. Kaplan H, Sadock B. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 1-15.
4. Asnawi HE. c2011. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. Available at: www.idijakbar.com
5. Mansjoer A. Gangguan Cemas Menyeluruh - Kapita Selekta Kedoteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; p. 207 – 11.
6. Kaplan HI. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika, 1998; p. 145-54.7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993; p.171 - 95.HASIL PEMBELAJARAN:
1. Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh.2. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Cemas Menyeluruh.3. Manifestasi Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh.4. Penegakan diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh.5. Diagnosis Banding Gangguan Cemas Menyeluruh.6. Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh.7. Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh.
3
Rangkuman hasil pembelajaran Portofolio
1. SUBYEKTIF± 1 bulan ini pasien merasakan jantungnya berdebar-debar, berdebar-debar sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari dan hampir sepanjang hari dirasakan. Berdebar-debar tidak
berkurang dengan istirahat dan semakin bertambah bila pasien memikirkan anaknya. Sudah
sering berobat ke dokter praktik pribadi, keluhan hanya berkurang bila minum obat dan timbul
kembali bila obat habis. Sulit tidur malam hari (+), nyeri kepala (+) cekot-cekot, tegang pada
leher (+), mual (+), perut terasa penuh (+), merasa lemas (+), keringat dingin (+), kadang terasa
sesak (+), pegal di seluruh tubuh (+). Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD dr. Soeratno
Gemolong.
Pasien tinggal seorang diri. Pasien sudah bercerai dengan suaminya, kedua anak pasien
sudah mandiri, anak pertama merantau di Jakarta sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan
dan anak kedua tinggal di Gemolong bersama suaminya.
2. OBYEKTIFDari hasil pemeriksaan didapatkan abnormalitas dan temuan yang menunjang diagnosis,
yaitu sebagai berikut:a. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sesak (-)b. Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6c. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 90x/menit, regular, isi dan tegangan cukup RR : 22x/menit t : 37,3°Cd. Mata : eksoftalmus (-/-)e. Leher : peningkatan JVP (-), hipertrofi m. sternocleidomastoideus (-)f. Thorax : bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-)g. Cor : I : IC tidak tampak P : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
P : konfigurasi jantung normal A : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-), HR = 90x/menit, regulerh. Pulmo : I : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
4
P : stem fremitus kanan = kiri P : sonor seluruh lapangan paru A : SDV (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)i. Abdomen : I : datar P : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak terabaj. Ekstremitas:
Oedem -/- -/-
3. ASSESMENT Axis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1) Axis II : tidak ada diagnosis Axis III : Dyspepsia, Myalgia, TTH Axis IV : masalah dengan primary support group / keluarga Axis V : GAF 70
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
1. DefinisiGangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak
rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala
somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan.
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang
peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan
ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas
sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan
ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga.
Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.
5
2. EpidemiologiAngka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada
wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit
biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi
pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan
pada usia tua.
3. Faktor-Faktor PenyebabTerdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :
Berdasarkan Psikis
Tiga teori utama yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan
kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan baik
konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.
1. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis
libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah
sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah
pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif
psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk
meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami kecemasan dan
menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah
menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus
hidup.
Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau
persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat
kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik
pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.
2. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu.
6
Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar,
misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model
pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru
kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.
3. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak
ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran
eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.
Teori Kognitif-Perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh
perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi pada
pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk
menghadapi ancaman.
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan
gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama
penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Berdasarkan Medis
1. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem
kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya,
diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).
2. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi
hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-
ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk mempelajari kecemasan adalah tes
konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya
makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin)
cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya,
7
amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.
3. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan
panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik fungsi
noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan
kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk.
Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral,
dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan
sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus
seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama
atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon
ketakutan.
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan panik, agonis
reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik antagonis reseptor
(misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang sering dan cukup parah.
Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan
dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah
bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan
serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG).
4. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran serotonin
dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres akut menunjukkan omset
5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus
lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa
antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya,
clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A
agonis reseptor, dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan
adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan
terletak di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik
8
(khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan
bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin),
yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien
dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen
dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan
akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.
5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan
benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA),
dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,
benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan
umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan
clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin,
flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan
gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien
dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun
hubungan ini belum terbukti secara langsung.
6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis meningkatkan
sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi
penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus,
dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan
dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek
samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,
dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.
7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH mengkoordinasikan
perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus
meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan
9
pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi
neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk
pertumbuhan dan reproduksi.
8. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan berdasarkan pada studi
Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Eric Kandel. Aplysia adalah
siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam
cangkangnya. Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus
netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak,
sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata. Aplysia klasik
dikondisikan menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi
peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana,
karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang
berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.
9. Neuropeptida Y
Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah satu peptida
yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti yang menunjukkan keterlibatan
amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1.
NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting
dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi.
10. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30 asam amino.
Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar
dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi
kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang
berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus,
hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal.
4. PatofisiologiGangguan anxietas menyeluruh memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua
faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
10
tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan
sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno-
Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan
peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap
katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf
otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi
sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada
anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis
sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada
kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap
rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan
anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini
telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-
HT3. Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan
reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan
mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.
5. Menifestasi KlinisGambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1. Gejala somatik
• Gemetar
• Nyeri punggung dan nyeri kepala
• Ketegangan otot
• Napas pendek, hiperventilasi
• Mudah lelah, sering kaget
• Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa
dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
• Parestesia
11
• Sulit menelan
2. Gejala psikologik
• Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
• Sulit konsentrasi
• Insomnia
• Libido menurun
• Rasa mual di perut
• Hipervigilance (siaga berlebih)
6. DiagnosisPenegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut:
• Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari
untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi,
dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak
napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance)
serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi,
tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik
(F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
7. Diagnosis BandingGangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan
12
medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus
menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau
obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan
panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh.
Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia,
gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-
trauma.
• Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar individu itu
sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat, obyek atau situasi
tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.
• Gangguan obsesif kompulsif
Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran secara
berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk menghentikannya. Pikiran
yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan atau
membahayakan. Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-
ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya.
• Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius
ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke dokter
untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.
• Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu peristiwa ataupun
trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan
berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
8. Penatalaksanaan1. Farmakoterapi
13
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan
dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang
tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa
tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-
anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun
obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain:
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv),
broadspectrum
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia.
Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance
paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap
aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru
terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron
kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
Buspiron sudah mencapai maksimal.
14
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi
akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa
dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus
pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif
menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang
bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan
perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada
pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana
pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
9. PrognosisGangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan
perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya beberapa peristiwa negatif
dalam kehidupan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan cemas menyeluruh.
15
Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor. Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut
mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan
kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka
prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam
pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan
kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan,
pengendalian diri dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan masyarakat,
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian premorbidnya,
maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan
kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi
tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya
akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum
gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya
untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika
gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka
kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres
yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis
akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan
hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap
yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan
meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya
kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan
memperjelek prognosisnya.
4. PLANa. Diagnosis : diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh dapat ditegakkan karena telah
memenuhi kriteria:
16
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”)
Adanya gejala:
Kecemasan (khawatir akan anaknya yang belum mendapatkan pekerjaan);
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala); dan
Overaktivitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan
lambung-mual).
Diagnosis banding berupa penyakit infeksi paru dan penyakit hipertiroid dapat
disingkirkan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi maupun tanda-tanda penyakit tiroid. Sedangkan penyakit jantung dapat
disingkirkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
EKG.
b. Penatalaksanaan :
Diazepam 2 x 2,5mg
Na Diklofenak 3 x 1
Antasid 3 x 1
Neurodex 2 x 1
Pro/ rujuk Spesialis Kejiwaan
c. Pendidikan
Perlu dijelaskan kepada kepada pasien bahwa penyakit pasien ini merupakan gangguan
pada kejiwaannya dan pasien membutuhkan tidak hanya terapi berupa obat tetapi juga
psikoterapi. Selama ini pasien tidak pernah merasakan baikan karena penyebab
utamanya, yaitu gangguan kecemasan belum teratasi. Pasien dianjurkan untuk
memeriksakan dirinya kepada ahli jiwa untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
17
18