11
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CISAGA KABUPATEN CIAMIS Pene;iti : Deden Andrianto Pembimbing I : Aa Ahmad Suhendar, S.Kp.,M.Kep Pembinmbing II : Nina Rosdiana, S.Kp ABSTRAK World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%- 20% pertahun pada golongan usia balita. Berdasarkan profil Puskesmas Cisaga (2010), angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga sebanyak 1232 orang, yang di dominasi golongan umur 0 sampai 5 tahun (balita) yaitu sebanyak 483 orang. Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA. Di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupten Ciamis pada Bulan Desember tahun 2010, dari sebanyak 12.927 rumah yang berstrata I sebnyak 87 rumah, strata II sebanyak 123 rumah, strata III sebanyak 168 rumah, dan strata IV sebanyak 129 rumah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis. Metode penelitian adalah jenis penelitian survey. Populasi pada penelitian sebanyak 3543 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling dan didapat 107 sampel. Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < α 0,05, ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA dengan p- value sebesar 0,000 < α 0,05, ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < α 0,05,ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < α 0,05, ada hubungan antara lingkungan fisik 1

Journal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal skripsi

Citation preview

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CISAGA KABUPATEN CIAMIS

Pene;iti: Deden AndriantoPembimbing I: Aa Ahmad Suhendar, S.Kp.,M.KepPembinmbing II: Nina Rosdiana, S.Kp

ABSTRAKWorld Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Berdasarkan profil Puskesmas Cisaga (2010), angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga sebanyak 1232 orang, yang di dominasi golongan umur 0 sampai 5 tahun (balita) yaitu sebanyak 483 orang. Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA. Di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupten Ciamis pada Bulan Desember tahun 2010, dari sebanyak 12.927 rumah yang berstrata I sebnyak 87 rumah, strata II sebanyak 123 rumah, strata III sebanyak 168 rumah, dan strata IV sebanyak 129 rumah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis.Metode penelitian adalah jenis penelitian survey. Populasi pada penelitian sebanyak 3543 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling dan didapat 107 sampel. Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05, ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05, ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05,ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05, ada hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan p-value < alpha 0,05Saran bagi Puskesmas Sebaiknya meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya keluarga yang mempunyai balita tentang rumah sehat dan kesehatan lingkungan, dengan menggunakan media yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat oleh bidang pengelola program kesehatan lingkungan.

1

Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan serta bawaan (congenital). Hidup sehat merupakan hak yang dimilki oleh setiap manusia yang ada didunia ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk mendapatkannya (Anonim, 2007).World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita.Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2008).Sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, terutama ISPA (Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu juga faktor kepadatan penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2007).

MasalahBerdasarkan profil Puskesmas Cisaga (2010), angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga sebanyak 1232 orang, yang di dominasi golongan umur 0 sampai 5 tahun (balita) yaitu sebanyak 483 orang, yang terdiri dari ISPA acut tidak spesifik sebanyak 4 (11,4%)dari golongan umur 0 sampai 29 hari. Golongan umur 29 hari sampai 1 tahun terdiri dari ISPA acut tidak spesifik sebanyak 96 (16,7%), ISPA bawah acut tidak spesifik sebanyak 68 (21,1%). Dan dari golongan umur 1 sampai 4 tahun yaitu terdiri dari ISPA tidak spesifik sebanyak 153(13,1%), ISPA bawah akut tidak spesifik sebanyak 96(18,2%). Berdasarkan hasil uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis.

TujuanUntuk mengetahui hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis.

KepustakaanISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006).Menurut notoatmodjo (2003), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.Likngkungan fisik rumah terdiri dari:a. VentilasiMenurut Sukar (2001), ventilasi adalah proses pergantian udara segar kedalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).b. Dinding Dinding merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk mendirikan sebuah rumah (Anonim, 2003).Jenis dinding mempengaruhi terjadinya SIPA, karena dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi perkembangan bateri atau virus penyebab ISPA.c. AtapSalah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi palfon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007).d. LantaiLantai merupakan salah satu bangunan rumah untuk melengkapi sebuah rumah (Dinata, 2007). Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA krena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri atau virus penyebab ISPA.

Hasil Penelitian1. Hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamisada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ventilasi rumah yang sesuai standar sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya ISPA.Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnyaoksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman ISPA dan TB (Prabu, 2008).Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian dimana dari 42 responden yang ventilasi rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA yaitu 30 orang (71,4%) dan yang tidak hanya 12 orang (28,6%). Sedangkan responden yang mempunyai ventilasi rumah standar paling banyak tidak mengalami ISPA yaitu 63 orang (96,9%) dan yang mengalami ISPA hanya 2 orang (3,1%). Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 78,750 yang menunjukkan bahwa ventilasi rumah yang tidak standar mempunyai resiko 78,750 kali terkena ISPA daripada yang ventilasi rumahnya standar.2. Hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten CiamisAda hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa risiko balita terkena ISPA akan meningkat jika tinggal di rumah yang kondisi dinding rumahnya tidak memenuhi syarat. Kondisi dinding rumah yang tidak memenuhi syarat ini disebabkan karena status sosio ekonomi yang rendah, sehingga keluarga hanya mampu membuat rumah dari dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau belum seluruhnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Dinding rumah yang yang terbuat dari anyaman bambu maupun dari kayu umumnya banyak berdebu yang dapat menjadi media bagi virus atau bakteri untuk terhirup penghuni rumah yang terbawa oleh angin.Hal ini terlhat juga dari hasil penelitian yaitu dari 26 responden yang dinding rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA yaitu 23 orang (88,5%) dan yang tidak hanya 3 orang (11,5%). Sedangkan responden yang mempunyai dinding rumah standar paling banyak tidak mengalami ISPA yaitu 72 orang (88,9%) dan yang mengalami ISPA hanya 9 orang (11,1%). Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 61,333 yang menunjukkan bahwa dinding rumah yang tidak standar mempunyai resiko 61,333 kali terkena ISPA daripada yang dinding rumahnya standar.3. Hubungan antara atap rmah dengan kejadian ISPA pada balita di wilaya kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten CiamisAda hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa atap rumah merupakan bagian yang paling penting dan berguna untuk mencegah terjadinya ISPA.Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi palfon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007). Menurut Suryanto (2003), atap juga berfungsi sebagai cahaya alamiah dengan menggunakan genting kaca. Genting kacapun dapat dibuat secara sederhana, yaitu denggan melubangi genting, bisanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang pada genting ditutup oleh kaca.Hasil penelitian ini ada kesamaan dengan hasil penelitian Nurhidayah (2007) bahwa ada hubungan atap rumah (p=0,026) dengan kejadian ISPA, sedangkan kelembaban rumah (p=0,883) tidak ada hubungandengan kejadian ISPA (Nurhidayah, 2007). Pada penelitian ini ditemukan dari 24 responden yang atap rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA yaitu 22 orang (91,7%) dan yang tidak hanya 2 orang (8,3%). Sedangkan responden yang mempunyai atap rumah standar paling banyak tidak mengalami ISPA yaitu 73 orang (889%) dan yang mengalami ISPA hanya 10 orang (12%). Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 80,300 yang menunjukkan bahwa atap rumah yang tidak standar mempunyai resiko 80,300 kali terkena ISPA dari pada yang atap rumahnya standar. 4. Hubungan antara lantai rumah dengan kejaian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten CiamisAda hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini dikarenakan lantai rumah yang terbuat dari tanah yang tidak dipadatkan, pada musim kemarau lantai tersebut berdebu, hal tersebut dapat menjadi sarang dan berkembangbiaknya penyakit. Jenis lantai rumah tidak permanen (misalnya lantai dari tanah) cenderung mengakibatkan balita yang tinggal di rumah tersebut akan menderita ISPA. Karena lantai rumah yang terbuat dari tanah akan menyebabkan kondisi dalam rumah menjadi berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk terjadinya polusi udara dalam rumah (indoor airpoolution). Debu dalam udara apabila terhirup akan menempel pada saluran nafas bagian bawah. Akumulasi penempelan debu tersebut akan menyebabkan balita sulit bernafas ataupun sesak nafas. Seperti dalam penelitian ini dari 29 responden yang lantai rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA yaitu 22 orang (75,9%) dan yang tidak hanya 7 orang (24,1%). Sedangkan responden yang mempunyai lantai rumah standar paling banyak tidak mengalami ISPA yaitu 68 orang (87,2%) dan yang mengalami ISPA hanya 10 orang (12,8%). Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 21,371 yang menunjukkan bahwa lantai rumah yang tidak standar mempunyai resiko 21,371 kali terkena ISPA daripada yang lantaii rumahnya standar.

Kesimpulan 1. Ventilasi rumah responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih banyak yang standar yaitu 65 orang (60,7%), 2. Dinding rumah responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih banyak yang standar yaitu 81 orang (75,7%), 3. Atap rumah responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih banyak yang standar yaitu 83 orang (77,6%),4. Lantai rumah responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih banyak yang standar yaitu 78 orang (72,9%)5. Kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis sebanyak 32 orang (29,9%)6. Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,057. Ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,058. Ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,059. Ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,0510. Ada hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis dengan p-value < alpha 0,05

Saran1. Bagi Kepala Puskesmas CisagaSebaiknya meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya keluarga yang mempunyai balita tentang rumah sehat dan kesehatan lingkungan, dengan menggunakan media yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat oleh bidang pengelola program kesehatan lingkungan.2. Bagi PerawatDiharapkan perawat memberikan konseling tentang lingkungan fisik rumah yang memenuhi syarat kesehatan. 3. Bagi STIKes Bina PuteraAgar hasil penelitian ini dijadikan tambahan referensi di perpustakaan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang memerlukan data khususnya tentang ISPA.Daftar fustakaAmbarwati dan Dina, 2007. Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah Susun dengan Kejadian Penyakit ISPA. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s12008ambarwatid6250Anonim, 2001. Program pemberantasan penyakit ISPA untuk penanggulangan Pneumonia pada Balita Dalam Pelita VI. Jakarta., 2002. Pedoman peberantasan penyakit ISPA untuk penanganan Balita, Jakarta., 2003. Waspada ISPA, Indosia.com., 2007. Profil kesehatan di Indonesia. Depkes R.I. Jakarta, 2008. Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. http://www.benih.net/lifestyle/gayahidup/ispainfeksisaluranpernapasanakut-penanggulangan-dan-pengobatannya.htmlArikunto, 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Rineka Cipta. Jakarta. Azwar, 2003. Penngaruh Pencemaran Udara Indor Pembakaran Biomossa Terhadap Kesehatan: Majalah Kesehatan Masyarakat. Jakarta.Budiarto, E., 2001. Biostatistika untuk Kedookteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.Depkes RI, 2000. Informasi tentang ISPA pada Balita. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta., 2002. Pedoman Pemberntasa ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Ditjen PPM. PLP. Jakrta.Dinkes, 2005. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/04/infeksi-saluran-pernapasan-akut-ispa.htmlDinata, 2007. Aspek Teknis dan Penyehatan Rumah. http://miqrasehat.blogspot.com/2007/07/aspek-teknis-dalam-penyehatan-rumah.htmlIswarni dan Wayu, 2006.Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan Rumah, Kepadatan Penghuni, dan Pencemaran Udara dalam Rumah dengan Keluhan Penyakit ISPA pada Balita. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-s1-2006-iswarindi-2501 Justin, 2007. Hubungan Snitasi Rumah Tinggal dengan Kejadian Pneumonia. Kendari.Murti, 2001. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, UGM. Yogyakarta.Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Rineka Cipta. Jakarta.Notoatmodjo, 2010. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.Nurhidayah, 2007. Hubbungan Antara Karakteristik Rumah dengan Kejadiian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. UNPAD. Bandung.Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.2008. surabaya.Profil Puskesmas Cisaga, 2010. Ranuh, 2001. Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya.Sukar, 2001. Pengaruh Kualitas Lingkungan dalam Ruang terhadap ISPA. Buletin penelitian Kesehatan. Bandung.Supraptini, 2006. Gambaran Rumah Sehat di Indonesia. http://lib.atmajaya.ac.id/defalut.aspx?tabID=52&prang=supraptini.Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2004. Modul Kesehatan Rumah Tangga. Badan Pusat Statistik. Jakarta.World Healt Organizaton. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. http://www.who.int/csr/resources/publication/AMpandemicbahasa.pdf Suryanto, 2003. Hubungan Sanitasi Rumah dan Faktor Intern Anak Balita dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya.Taylor, 2002. Hubungan Hardware for Housingn for Runal and Remote Indigenous Comunities. Central Australian Devision of General Practice. Australia.Yusuf, N. A. dan Sulistyorini L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. htp://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-02.pdf