18
Perbandingan teknik ablasi radiofrekuensi, laser, dan coblator pada pengurangan ukuran tonsil. Mehmet Ali Babademez, Müge Fethiye Yurekli, Baran Acar & Emra Günbey Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorok,Rumah Sakit Pelatihan dan Penelitian Kecioren, Ankara, Turki Abstrak Kesimpulan: Coblasi dilihat sebagai metode yang lebih aman untuk operasi reduksi tonsil dengan morbiditas yang lebih rendah dan keberhasilan yang lebih tinggil pada tindak lanjut dini dan jangka panjang. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan keberhasilan, morbiditas, dan keamanan dari tiga teknik untuk mereduksi ukuran tonsil pada hipertrofi tonsil pada anak. Metode: Penelitian ini adalah penelitian prospektif dan acak. Tujuh puluh sembilan anak usia 4 – 13 tahun dengan gejala hipertrofi tonsil dimasukkan pada penelitian ini. Secara acak dilakukan teknik coblator (kelompok A), laser tonsillotomy (kelompok B), dan radiofrekuensi (kelompok C) untuk mereduksi ukuran tonsil. Keberhasilan dievaluasi dengan pengukuran ukuran tonsil setelah operasi. Morbiditas dievaluasi dengan penilaian nyeri postoperasi dan kembalinya ke diet dan aktifitas normal. Hasil: nyeri pada hari

Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal bagian telinga hidung tenggorok

Citation preview

Page 1: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Perbandingan teknik ablasi radiofrekuensi, laser,

dan coblator pada pengurangan ukuran tonsil.

Mehmet Ali Babademez, Müge Fethiye Yurekli, Baran Acar & Emra Günbey

Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorok,Rumah Sakit Pelatihan dan

Penelitian Kecioren, Ankara, Turki

Abstrak

Kesimpulan: Coblasi dilihat sebagai metode yang lebih aman untuk operasi

reduksi tonsil dengan morbiditas yang lebih rendah dan keberhasilan yang lebih

tinggil pada tindak lanjut dini dan jangka panjang. Tujuan: Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk membandingkan keberhasilan, morbiditas, dan keamanan dari

tiga teknik untuk mereduksi ukuran tonsil pada hipertrofi tonsil pada anak.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian prospektif dan acak. Tujuh puluh

sembilan anak usia 4 – 13 tahun dengan gejala hipertrofi tonsil dimasukkan pada

penelitian ini. Secara acak dilakukan teknik coblator (kelompok A), laser

tonsillotomy (kelompok B), dan radiofrekuensi (kelompok C) untuk mereduksi

ukuran tonsil. Keberhasilan dievaluasi dengan pengukuran ukuran tonsil setelah

operasi. Morbiditas dievaluasi dengan penilaian nyeri postoperasi dan kembalinya

ke diet dan aktifitas normal. Hasil: nyeri pada hari pertama secara signifikan lebih

tinggi pada anak pada kelompok B (p= 0.0001). Nilai rata-rata penggunaan

analgesik dan lamanya hari sampai kembali ke diet normal dan aktifitas normal

lebih rendah pada kelompok A. pada penindaklanjutan 1 tahun setelah operasi,

rata-rata ukuran tonsil lebih tinggi pada kelompok C (p<0.05). tidak ada anak

pada kelompok A, dua orang anak (8.3%) pada kelompok B, dan enam orang anak

(21.4%) pada kelompok C membutuhkan operasi kembali untuk hipertrofi tonsil.

Kata kunci: hipertrofi tonsil, tonsilektomi laser, coblasi tonsil, radiofrekuensi.

Pendahuluan

Sebagai jenis operasi yang umum, tonsilektomi telah dilakukan bertahun-tahun.

Maka dari itu, banyak perbedaan teknik operasi telah digunakan untuk

menurunkan komplikasi dan morbiditas postoperasi. Lebih jauh lagi, pentingnya

Page 2: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

sisa jaringan pada sistem limfoid telah ditarik peningkatan perhatian pada

tonsilotomi. Teknik tonsilotomi berdasarkan pada bedah elektro seperti

monopolar dan bipolar diatermi, gunting bipolar, laser KTP-532, laser CO2,

diatermi bipolar mikroskopik, dan ablasi tonsil dengan radiofrekuensi (RF) dan

coblasi digunakan untuk menurunkan morbiditas. Salah satu morbiditas

postoperasi adalah nyeri, dan untuk meringankan nyeri, etiologi dari nyeri harus

diketahui terlebih dahulu. Akhir dari syaraf dimiliki oleh nervus vagus dan nervus

glosofaringeal mendasari serat otot yang terpajan setelah operasi dan menjadi

radang. Dengan sebab getaran sepanjang kegiatan menelan, otot yang meradang

menyebabkan spasme dan hal ini menyebabkan nyeri. Oleh karena itu, teknik

yang dilakukan harus melindungi jaringan yang berhubungan sehingga dapat

mengurangi rasa nyeri. Morbiditas postoperasi yang lebih rendah dapat dijumpai

jika dilakukan bedah intrakapsular. Kapsul menutup otot faring dan melindungi

dari peradangan dan infeksi. Pada cara ini, penyembuhan yang lebih cepat, nyeri

postoperasi yang lebih rendah, dan complikasi yang lebih rendah dapat dipastikan.

Investigasi ini dilakukan untuk membandingkan efek jangka pendek dan jangka

panjang dari tiga teknik popular mereduksi tonsil intrakapsular subtotal yang tidak

menyebabkan cedera pada otot konstritor. Salah satu teknik adalah reduksi tonsil

RF dengan temperatur terkontrol, yang menyebabkan penyusutan dan

pengurangan ukuran menggunakan aplikasi yang disisipkan didalam tonsil dengan

membuat saluran kecil dan menyebarkan energi ionisasi. Ini juga disebut sebagai

ablasi RF. Penatalaksanaan lain adalah coblasi tonsil, dengan mengurangi jaringan

tonsil dan menyelamatkan otot kapsul pokok. Dan teknik operasi yang ketiga

adalah laser CO2, yang menghilangkan bagian yang menonjol dari tonsil tanpa

perdarahan dengan vaporisasi. Tujuan lebih lanjut dari penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi teknik mana yang memberikan efek paling baik pada reduksi

tonsil – metode penyusutan atau metode pelelehan.

Bahan dan Metode

Penelitian ini adalah penelitian prospektif membandingkan anak yang mengalami

mendengkur, kesulitan makan, dan episode berulang dari apnue saat tidur karena

hipertrofi adenoidtonsil tanpa perulangan tonsillitis, yang terjadi pada Departemen

Page 3: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

THT antara april 2005 dan Maret 2008. Persetujuan etik didapatkan dari Komite

Etik Penelitian Klinis Rumah Sakit Pelatihan dan Penelitian Kecioren, No:1.

Keputusan untuk melakukan operasi dilakukan dengan menggunakan determinasi

dari American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. Selama

observasi, ukuran tonsil dicatat dari 0 sampai 5, dan pasien dengan ukuran tonsil

yang jelas (3 atau lebih) dimasukkan kedalam penelitian. Ukuran tonsil

diklasifikasikan berdasarkan lokalisasi tonsil: grade 0, lateral sampai anterior

pillar tidak dapat dilihat; 1, lateral sampai anterior pillar dapat terlihat; 2, setingkat

anterior pillar; 3, antara anterior pillar dan garis tengah, dan dekat dengan anterior

pillar; 4, antara anterior pillar dan garis tengah, dan dekat dengan garis tengah; 5,

kissing tonsil (gambar. 1)

Operasi direncanakan pada 79 anak-anak dengan hipertrofi tonsil dan hipertrofi

adenoid. Mereka secara acak dibagi menjadi tiga kelompok (A, B, dan C) dan

dilakukan operasi Pengacakkan dilakukan berdasarkan modifikasi dari metode

Zelen. Keluarga telah diberitahu melalui surat tentang teknik operasi dan

memberikan mereka persetujuan tertulis untuk pemilihan acak yang telah dibuat.

Kelompok A terdiri dari 27 anak yang dioperasi dengan coblator, 24 anak pada

kelompok B menjalani operasi dengan laser CO2, dan 28 anak pada kelompok C

diterapi dengan reduksi tonsil RF dengan temperatur terkontrol. Berdasarkan

hipertrofi adenoid, adenoidektomi dilakukan pada semua kelompok dan data

Page 4: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

dicatat. Seluruh teknik operasi dilakukan sepanjang April 2005 sampai Maret

2008. Ahli bedah yang sama melakukan seluruh prosedur dan dokter lain yang

berpengalaman dalam klinik THT mencatat ukuran tonsil sebelum dan sesudah

operasi.

Pasien dengan kejadian infeksi tonsil akut berulang, infeksi tonsil kronik, riwayat

operasi tonsilotomi dan mereka penyakit perdarahan tidak dimasukkan pada

penelitian ini. Salah satu pasien pada kelompok A mengalami perdarahan 12 jam

setelah operasi, dan melakukan operasi kedua; tonsilektomi dibutuhkan karena

adanya perdarahan tidak terkontrol. Oleh karena itu, kelompok A terdiri dari 26

anak dan jumlah anak yang diteliti pada penelitian ini berjumlah 78.

Sebelum operasi, ukuran tonsil dicatat sebagaimana yang biasa idlakukan di

departemen kami. Seluruh subjek penelitian diminta untuk melengkapi survey,

yang mencakup nyeri, kebutuhan akan analgesik, dan kelanjutan diet normal dan

aktifitas sehari-hari., ketika mereka masih di rumah sakit dan setelah pulang ke

rumah seminggu setelah operasi, dan dicatat segala perdarahan postoperasi. Untuk

memastikan keberhasilan, kunjungan setelah satu tahun postoperasi

diintepretasikana dengan mendata ukuran tonsi postoperasi.

Pasien dan orang tua mereka menyelesaikan survey untuk tingkat nyeri

postoperasi/ hari pertama pada jam ke 1, 3, 5, 7, 9, 12, dan 24. Selain itu, juga

awal hari kedua (jam ke 48), konsultasi melalui telefon dilakukan pada keluarga

pasien setiap 24 jam hingga hari ke 7, dan untuk tingkat nyeri setiap hari dinilai

dengan skala nyeri verbal numeric 0 sampai 6 (gambar 2).

Pasien dimonitor untuk nyeri dan komplikasi pada 24 jam pertama postoperasi,

dan dipanggil untuk kunjungan penindaklanjutan setelah satu minggu. Diet cairan

dingin dan es krim digunakan pada jam postoperative kedua, dan diet padat

dimulai ketika mereka dapat menelan tanpa nyeri. Berdasarkan percakapan telfon

Page 5: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

tiap hari dengan orang tua, hari pertama bebas nyeri, akhir dari kebutuhan

analgesik, dan kembalinya ke diet normal dan aktifitas normal dapat dicatat.

Anastesi dan pengobatan postoperasi

Sebelum subjek pene;itian dibawa ke ruang operasi, seluruh anak diberikan

ketamine dan midazolam inntramuskular (IM) sebagai kombinasi untuk sedasi.

Seluruh pasien dilakukan operasi dalam general anaesthesia, menggunakan

propofol pada 2-3 g/kg atau thiopentone pada 5 mg/kg dikombinasikan dengan

fentanyl pada 0.001μg/kg sebagain induksi intravena (IV). Terapi selanjutnya

mencakup 0.6 mg/kg rocornium bromida dan inhalasi campuran sevorane/ udara/

oksigen. Tabung spiral digunakan pada seluruh anak untuk intubasi oral. Karena

desain penelitian, analgesik tidak diberikan preoperasi maupun sebelum ekstubasi.

Teknik operasi

Coblasi tonsil dilakukan dengan EVAC-70 handpiece (THT). Tidak dibutuhkan

injeksi elektrolit, karena ini telah memiliki larutan irigasi dan bekerja melalui

perpisahan jaringan dengan permukaannya. Coblasi diaplikasikan pada

permukaan tonsil secara langsung, yang akan melelehkan jaringan. Perlindungan

untuk menghindari kapsul tonsil, ukuran tonsil direduksi hingga lateral ke anterior

pillar dan tonsil dapat terlihat.

Operasi dengan tonsilotomi laser membutuhkan alat khusus untuk mencegah

kerusakan yang ditimbulkan oleh laser. Dengan melekatkan dan menarik tonsil ke

medial, bagian yang menonjol dihilangkan sampai lateral ke anterior pillar dan

tonsil dapat terlihat, dengan menggunakan laser Coherent UltraPulse 5000C CO2

w/CPG mengirimkan 175 mJ, 200 pulse/s dalam model ultrakapsul.

Pada departemen kami, peralatan Somnus Medical Technology (Sunnyvale, CA,

USA) digunakan untuk teknik somnoplasty untuk reduksi tonsil RF dengan

pengontrolan suhu. Pertama, injeksi elektrolit dibutuhkan sebelum memulai

prosedur. Dua buah sisipan digunakan didalam jaringan, diulang tiga atau empat

kali untuk total enam atau delapan lesi (6000-8000 J) untuk tiap jaringan tonsil.

Selama operasi yang sama, diseksi dingin adenoidektomi juga dilakukan pada

pasien dengan hipertrofi adenoid pada tiap kelompok.

Page 6: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Analisis Statistik

Program SPSS 15.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) digunakan untuk analisis

statistik. Seluruh tingkat signifikan diatur pada 0.05. rata-rata, standar deviasi

(SD), dan nilai maksimum dan minimum digunakan untuk merangkum variabel

kontinu; hitungan dan presentasi digunakan untuk variabel kategorik. Analisis

variasi atau analisis variasi Kruskal-Wallis digunakan untuk membandingkan

variabel kontinu menghubungkan kelompok-kelompok. Uji Wilcoxon signed-rank

digunakan untuk perbandingan intrakelompok. Uji post-hoc digunakan, dan uji

HSD Turki atau Mann-Whitney U dilakukan dengan menghubungkan dengan

distribusi data normal. Variasi pengukuran berulang digunakan untuk

menganalisis perubahan sehubungan dengan waktu pengukuran. Analysis of

covariance (ANCOVA) digunakan untuk membandingkan ukuran tonsil

postoperasi di dalam kemompok, dan ukuran tonsil preoperasi diatur sebagai

kovariat.

Hasil

Rata-rata usia dari 79 anak dengan hipertropi tonsil dan adenoid (laki-laki 45 dan

perempuan 34) adalah 6,2 tahun (rentang umur 4 – 13 tahun).

Kehilangan darah untuk seluruh prosedur tonsillotomi adalah minimal dan tidak

didapatkan data kehilangan darah signifikan (>1000 ml) atau penurunan drastis

hemoglobin. Perdarahan postoperasi dari sisa jarinagn tonsil didapatkan pada

pasien yang menjalani operasi dengan coblasi. Dia menjalani operasi kedua untuk

hemostasis dan tonsilektomi komplit dilakukan pada operasi kedua; pasien ini

diekslusikan dari penelitian. Salah satu pasien dari kelompok yang melakukan

ronsil reduksi RF denga suhu terkontrol mengalami demam tinggi dan harus

tinggal di rumah sakit untuk lebih dari 24 jam. Seluruh anak lainnya dipulangkan

24 jam postoperasi. Pada seluruh pasien pada kelompok C, edema dan hiperemi

terjadi pada hari pertama postoperasi, namun edema tidak menyebabkan sumbatan

jalan napas bagian atas.

Kelompok B memiliki rata-rata nilai nyeri yang lebih tinggi pada hari pertama

dibandingkan kelompok A dan C (p= 0.0001). Kelompok dibandingkan untuk rasa

Page 7: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

nyeri, diantara mereka sendiri dan nilai rata-rata pada jam 1, 3, 5, dan 7 secara

signifikan lebih rendah pada kelompok C (p= 0.0001). Rata-rata nilai nyeri pada

jam 9, 12 , dan 24 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok B (p= 0.001)

(Gambar 3).

Pada kelompok A, pada hari ke 2, 3, 4, dan 5 postoperasi, rata-rata nilai nyerinya

secara signifikan lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok B dan C,

untuk tiap harinya (p= 0.0001) (Tabel I). Perubahan tingkat nyeri postoperasi

pada jam 1, 3, 5, 7, 9, 12, dan 24 ditunjukkan pada gambar 3.

Walaupun pada hari pertama rata-rata nilai nyeri hari pertama secara signifikan

lebih tinggi dibandingkan pada hari lainnya pada kelompok A dab B (p= 0.001),

mereka tidak secara signifikan berbeda antara hari pertama dan hari kedua

kelompok C (p= 0.09).

Page 8: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Rata-rata nilai dalam perekaman 7 hari adalah 0.7±0.2 untuk kelompok A,

1.3±0.2 untuk kelompok B dan 1.3±0.6 untuk kelompok C. Pada kelompok A,

rata-rata nilai untuk 7 hari perekaman lebih rendah, dan signifikan secara statistik

(p= 0.05).

Nilai rata-rata dari hari sampai pasien merasakan periode tidak nyeri adalah

4.2±0.9 untuk kelompok A, 5.5±0.5 untuk kelompok B, dan 5.2±1.4 untuk

kelompok C. Nilai ini signifikan secara statistik antara kelompok A dan B dan

antara kelompok A dan C (p< 0.001), namun tidak signifikan antara kelompok B

dan C ((p< 0.05).

Durasi terapi analgetik juga dicatat. Rata-rata nilai untuk penggunaan analgesik

(AU) lebih rendah pada kelompok A dan temuan serupa didemonstrasikan pada

hari hingga mereka kembali ke diet normal (ND) dan aktifitas normal (NA). Pada

kelompok A, perubahan ke diet normal lebih dahulu dibandingkan kelompok B

dan C. kembali ke aktifitas normal terlihat lebih cepat pada kelompok A. Hasil ini

dirangkum pada tabel II.

Page 9: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Ukuran tonsil preoperasi dapat mempengaruhi ukuran tonsil postoperasi (P

sebagai kovariat = 0.038); oleh karena itu, ini di predefinisikan sebagai kovariat.

Terdapat perbedaan ukuran tonsil postoperasi signifikan dengan hubungan

kelompok tanpa efek perancu dari ukuran tonsi preoperasi (p< 0.0001). ukuran

tonsil perkiraan (rata-rata ± SEM) adalah 1.47±0.15, 1.95±0.15, dan 2.64±0.15

pada kelompok A, B, dan C secara respektif. Pada analisis post=hoc, ukuran tonsil

postoperasi pada kelompok A dan B lebih rendah dari kelompok C (perbedaan,

1.17±0.21, 0.69±0.21; p< 0.0001, p=0.005, secara respektif). Perbedaan antara

kelompok A dan B tidak signifikan (-0.47±0.21, p=0.088).

Rata-rata ukuran tonsil preoperasi adalah 4.5 (±0.5), 4.4 (±0.1), dan 4.1 (±0.1)

untuk kelompok A, B, dan C, secara respektif. Tidak didapatkan perbedaan

signifikan antara ketiga kelompok untuk ukuran tonsi preoperasi (p> 0.05). Rata-

rata ukuran tonsil postoperasi adalah 1.5 (±0.9) untuk kelompok A, 1.9 (±0.1)

untuk kelompok B, dan 2.5 (±0.1) untuk kelompok C. Rata-rata ukuran tonsil

postoperasi secara signifikan lebih tinggi pada kelompok C (p< 0.05), walaupun

tidak didapatkan perbedaan signifikan antara kelompok A dan B (p> 0.05)

(gambar 4).

Page 10: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Pada penindaklanjutan setelah 1 tahun, beberapa anak harus menjalani operasi

kembali karena gejala obstruksi jalan napas bagian atas. Tidak ada anak pada

kelompok koblasi memerlukan operasi kembali untuk hipertrofi tonsil (0%). Pada

kelompok B, dua anak (8.3%) harus menjalani operasi kedua untuk hipertrofi

tonsil. Pada kelompok C, 6 anak (21.4%) membutuhkan operasi kembali karena

adanya pembesaran tonsil. Dari delapan pasien yang menjalani operasi kembali

karena pembesaran tonsil, tonsilektomi dilakukan pada tiga orang diantara mereka

dan tonsilotomi coblasi dilakukan pada lima orang lainnya.

Diskusi

Pada reduksi tonsil RF dengan suhu terkontrol, tanpa memperhatikan ukuran

tonsil, seluruh pasien diberikan terapi berulang tiga atau empat kali untuk total

enam atau delapan lesi (6000-8000 J) untuk tiap jaringan tonsil, sebagai dosis

standar). Metode ini tidak dipertimbangkan sebagai tonsilotomi pada literature.

Page 11: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

Penggunaan laser dan coblator dianggap sebagai tonsilotomi, dan dengan kedua

teknik ini tonsil menyusut hingga grade 1 selama operasi, tanpa memerhatikan

ukuran tonsil. Pada akhir tahun pertama, penilaian pada penelitian kami

menunjukkan bebeapa pertumbuhan pada ukuran tonsil dengan kedua teknik.

Walaupun pertumbuhan pada kelompok koblasi lebih rendah, hal ini tidak

signifikan antara kedua teknik. Ketiga teknik dibandingkan untuk penilaian akhir

dan dari ini terlihat bahawa teknik RF tidak menghasilkan penyusutan ukuran

tonsil yang cukup, ini merupakan hal yang tidak adekuat untuk mengontrol gejala

dan kebutuhan untuk operasi kembali lebih tinggi dibandingkan kedua teknik lain.

Dua hari setelah operasi menggunakan teknik RF, durasi penggunaan analgesik

dan kembali ke diet normal (padat) dan aktifitas normal serupa dengan

tonsilotomi laser; bagaimanapun keefektifankontrol gejalanya lebih rendah.

Penelitian ini mengevaluasi keuntungan dan morbiditas dari teknik untuk

mengurangi ukuran tonsil, pada penindaklanjutan jangka pendek dan jangka

panjang. Beberapa penelitian telah mengevaluasi keberhasilan dan morbiditas dari

teknik ini. Friedman et al. membandingkan penggunaan ablasi tonsil, RF dengan

suhu terkontrol, dan coblasi tonsil, dan hasilnya serupa dengan yang kami

dapatkan. Mereka mengindikasi pasien yang melakukan coblasi bebas nyeri pada

hari kedua postoperasi. Walaupun pada penelitian kami, kami mendapatkan

periode bebas nyeri pada hari keempat postoperasi pada kelompok coblasi dan

pada hari kelima pada kelompok ablasi RF, perbedaan ini mungkin terjadi karena

alat yang kami gunakan menimbulkan edema yang lebih.

Reduksi tonsil memberikan risiko untuk tumbuh kembali, namun risiko ini sama

dengan risiko pada adenoidektomi. Hyperplasia tonsil kembali dapat terlihat

setelah tonsilektomi dengan insidensi yang rendah. Unkel et el. Melaporkan

bahwa 5 dari 75 anak (7%) membutuhkan tonsilektomi setelah tonsilotomi laser

CO2 kerena hyperplasia kembali dari tonsil terjadi, yang juga serupa dengan yang

diindikasikan oleh Reichel et al. (2 dari 40). Celenk et al. menyarankan orang usia

muda dan mengalami tonsillitis akut dapat berhubungan dengan hiperplasia

kembali setelah dilakukan tonsilotomi RF. Pada investigasi mereka, 16.6% anak

yang menjalani tonsilotomi RF mengalami pertumbuhan kembali tonsil. Operasi

Page 12: Journal Reading-Perbandingan Teknik Ablasi Radiofrekuensi

kembal dilakukan pada 8.3% pada kelompok tonsilotomi laser dan 21.4%

kelompok reduksi tonsil RF dengan prevalensi tertinggi.

Perdarahan postoperasi dan nyeri serius memperpanjang durasi rawat inap. Pada

seluruh teknik tonsilotomi hampir tidak ada perdarahan selama operasi. Untuk

kriteria utama operasi, nyeri dianalisa pada banyak penelitian. Unkel et al.

mendeklarasikan bahwa dibutuhkan rata-rata 1.5 hari untuk rasa nyeri pada

tonsilotomi laser untuk menghilang. Hal ini berbeda dengan hasil kami dan

perbedaan ini dikarenakam usia. Pada penelitian ini, rata-rata usia pada populasi

lebih tinggi; oleh karena itu, mereka merasakan nyeri lebih lama.

Pada 24 jam pertama, nilai nyeri lebih tinggi pada kelompok laser CO2 karena

kerusakan peritonsil yang disebabkan oleh sinar yang dipantulkan oleh laser.

Keparahan nyeri tidak berbeda secara signifikan pada kelompok coblasi dan RF

pada penindaklanjutan jangka pendek, walaupun hari ketika bebas nyeri berbeda.

Alasan untuk hal ini mungkin karena edema dan hiperemis dievaluasi pada hari

ketiga atau keempat disebabkan oleh reduksi tonsi RF.

Secara posoperasi, pasien dilihat setelah satu minggu dan didapatkan pasien yang

menjalani RF sisa jaringan tonsilnya leboh besar dari sebelum operasi dan kondisi

ini berlangsung selama 5 hari. Walau begitu, postoperative coblasi memiliki

tampilan yang sama pada saat terakhir operasi.

Banyak penelitian telah dirancang untuk membandingkan tonsilotomi dan

tonsilektomi. Pengetahuan tentang tonsil sebagai jaringan limfoid mengarahkan

ke tonsilotomi, namun penelitian penindaklanjutan lebih jauh untuk jangka

panjang membandingkan teknik harus direncanakan untuk menentukan hasil dari

tonsilotomi.

Kesimpulannya, diantara teknik untuk mereduksi tonsil, coblasi memiliki

keberhasilan lebih tinggi, beserts jumlsh reduksi tonsil terkontrol dan mengurangi

morbiditas dengan menghindari diseksi ke kapsul tonsil.

Deklarasi keuntungan: tidak didapatkan konflik pada penelitian ini, termasuk

pendanaan, konsultan, institusional, dan hubungan lainnya.