53
Edisi : No.4 Tahun VI / Januari 2013 ISSN : 2086-0692 JURNAL ILMIAH Perbedaan Persepsi Akuntan Publik dan Non Publik Terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia (studi kasus pada auditor KAP dan Dosen Maksi PTS Jakarta) Oleh :Bertha Elvy Napitupulu Pengaruh Kebijakan Strategi Penjualan Terhadap Rentabilitas Oleh : Tiur N W Tobing Peran Pemimpin Dalam Menciptakan Visi dan Misi Serta Petunjuk Akan Strategi Oleh : Jefri Lukito Tanggung Jawab Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqulified Opinion) Oleh : Rifki Gunawan

JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Edisi : No.4 Tahun VI / Januari 2013 ISSN : 2086-0692

JURNAL ILMIAH

Perbedaan Persepsi Akuntan Publik dan Non Publik Terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia (studi kasus pada auditor KAP dan Dosen Maksi PTS Jakarta)

Oleh :Bertha Elvy Napitupulu

Pengaruh Kebijakan Strategi Penjualan Terhadap Rentabilitas

Oleh : Tiur N W Tobing

Peran Pemimpin Dalam Menciptakan Visi dan Misi Serta Petunjuk Akan Strategi

Oleh : Jefri Lukito

Tanggung Jawab Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqulified Opinion)

Oleh : Rifki Gunawan

Page 2: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Rasio Ketergantungan Analisa Untuk Indonesia Oleh : Sita Dewi

SUSUNAN REDAKSI

JURNAL ILMIAH JAYAKARTA

Pelindung : Ketua Yayasan Dharma Pendidikan Jakarta

Pembina : Ketua dan Puket I Bidang Akademik

Penanggung Jawab : Drs. Sofar Silaen, MM

Pemimpin Redaksi : Drs. Zachris Nurzain, MM

Anggota Redaksi : - Tiur Nurlini Wenang Tobing, SE

- Loeky Rono Pradopo, SE

- Tumpal Sinaga, SE., MM

- Rudy Saragih, SE, Ak., MM

Administrasi dan Sirkulasi : Zulkarnaen

Alamat Redaksi : Pusat Penelitian STIE Jayakarta

Jl. Salemba Raya No.24

Jakarta Pusat

Telp. (021) 3906060, 3905050

Fax. (021) 3907070

http://www.jayakarta.ac.id

Page 3: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

PERBEDAAN PERSEPSI

AKUNTAN PUBLIK DAN NON

PUBLIK TERHADAP KODE ETIK

AKUNTAN INDONESIA (Studi

Kasus pada Auditor KAP dan Dosen

Maksi PTS Jakarta) Bertha Elvy Napitupulu

Abstraksi

Kajian penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan

persepsi antara akuntan publik non publik

terhadap kode etik akuntan Indonesia.

Sampel yang digunakan sebanyak 110

terdiri dari 55 responden Akuntan Publik

dan 55 responden Akuntan Non Publik di

Jakarta. Metode analisa data menggunakan

uji statistic t dan uji paired pada signifikansi

0,05

Hasil analisa dan pengujian hipotesa

yang telah dilakukan diperoleh hasil

terdapat perbedaan persepsi positif antara

Akunan Publik dengan Akuntan Non Publik

terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia

dilihat dari hasil t-test. Selain itu, dari hasil

uji hipotesis kedua terdapat perbedaan

persepsi antara Akuntan Publik dan Non

Publik. Hal ini disebabkan karena Akuntan

Non Publik yang berprofesi sebagai Dosen

Magister Akuntansi lebih banyak memiliki

pengalaman yang lebih lama dilihat dari

lamanya bekerja dan juga dapat dilihat

secara umur yang relatif lebih matang,

sedangkan responden Akuntan Publik yang

bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan

Publik dengan usia yang relatif lebih muda

dengan lamanya bekerja dibanding lebih

sedikit dengan Akuntan Non Publik

Sebagai suatu hasil kajian penelitian

ini , maka dapat dijadikan sebagai bahan

informasi atau masukan khusus Kode Etik

Akuntan Indonesia guna penyempurnaan

serta pelaksanaan Kode Etik Akuntan

Indonesia bagi akuntan guna meningkatkan

pengetahuan, menambah pengalaman

sertamelakukan tugas profesionalnya. Agar

masyarakat menjadi lebih percaya terhadap

profesi akuntan di masa yang akan datang

Kata kunci: Perbedaan Persepsi, Akuntan

Publik, Akuntan Non Publik, Kode Etik

Akuntan Indonesia

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan meningkatnya

kompetensi dan globalisasi setiap profesi

dituntut untuk bekerja secara professional.

Kemampuan dan keahlian khusus dimiliki

oleh suatu profesi adalah suatu keharusan

agar profesi terebut mampu bersaing didunia

usaha sekarang ini. Selain keahlian dan

kemampuan khusus yang dimiliki oleh suatu

profesi , dalam menjalankan suatu profesi

juga memiliki kode etik profesi. Dengan

adanya kode etik profesi maka setiap profesi

memiliki aturan main yang harus ditaati oleh

pihak yang menjalankan profesi.

Permintaan terhadap Jasa akuntansi

dan auditing timbul bila terjadi kondisi

kompleksitas yang volume transaksi

bisnisnya telah sedemikian besar dan

kompleksnya. Sampai saat ini kredibilitas

akuntan public masih banyak yang

mempertanyakan dengan banyaknya kasus-

kasus yang muncul seiring perkembangan

bisnis yang menglobal dan seiring

banyaknya perusahaan yang membutuhkan

jasa akuntan.

Kepercayaan yang telah diberikan

masyarakat kepada profesi akuntan publik

harus dipelhara dan ditingkatkan agar

keberadaan profesi tersebut tidak terancam.

Krisis kepercayaan masyarakat terhadap jasa

profesi jelas paling mutlak harus

dihindarkan. Permasalahannya adalah

apakah semua anggota profesi betul-betul

melaksanakan tugasnya sesuai dengan

norma dan aturan yang berlaku? Denga kata

Page 4: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

lain , para anggota profesi seharusnya

mematuhi standar teknis dan etika tersebut.

Khusus kode etik , hal yang paling utama

adaah bagaimana menjadikan kode etik

terebut menjadikan sebagai suatu realitas

dan bukan hanya merupakan suatu cita-cita

guna memenuhi formalitas profesi.

Berdasarkan alasan tersebut, menurut

penulis menimbulkan dugaan perlunya

dilakukan peneliti terhadap kode etik

akuntan bagi pihak-pihak yang

melaksanakan etika tersubut, disini penulis

menelitinya pada akuntan public dan non

publik studi kasus pada auditor KAP dan

Dosen MAKSI PTS di Jakarta.

Penegakan etika profesi Akuntan

harus dimulai sedini mungkin sejak

dibangku kuliah , apabila tidak dlaksanakan

sejak sedini mungkin maka akan menguangi

kualitas audit yang dia laksanakan.

Berdasarkan hal terebut di atas, maka

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah persepsi akuntan public

dan non public di wilayah Jakarta

terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia?

2. Bagimana pengaruh variable

representasi dari persepsi akunta public

dan non public dari tanggung jawab

profesi, kepentingan public atas

kerahasiaan terhadap opini yang

diberikan?

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi

antara Akuntan Publik dengan akuntan

Non Publik terhadap Kode Etik Akuntan

di wilayah Jakarta?

Tujuan Penelitian ini adalah untuk

menguji secara empiris apakah akuntan

public dan non public memiliki

persepsiyang positif terhadap kode etik

akuntanpublik dan untuk mengukur variable

atas representasi dari persepsi akuntan

public dan non public dari tanggung jawab

profesi, kepentingan pubik dan kerahasiaan

apakah pengaruh terhadap opini yang

diberikan serta untuk menguji secara empiris

apakah terdapat perbedaan persepsi terhadap

kode etik akuntan antara kelopok akuntan

public dan non publik

Penelitin ini diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam memberikan

bukti deskriftif tentang persepsi akuntan

terhadap kode etik , Disamping itu juga akan

memberikan masukan dalam pelaksanaan

Kode Etik Akuntan Indonesia. Pelaksanaan

kode etik diharapkan dapat mencerminkan

citra profesi yang tinggi dalam pelaksanaan

tugas-tugas profesi sehingga mendorong

perkembangan profesi dimasa yang akan

datang.

II. KAJIAN TEORITIS DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESA

Akuntan Publik adalah suatu profesi

yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam melakukan penugasan umum, auditor

ditugasi memberikan opini dari hasil

pekerjaannya. Dalam memberikan opini

yang tepat ada beberapa hal yang bisa

dilakukanan seorang auditor agar dapat

memberikan opini yang nantinya berguna

dan nantinya dapat dipertanggungjawabkan

kewajarannya. Untuk itu auditor diharapkan

dapat selalu meningkatkan dan menjaga

kualitas dalam memberikan opini.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

memuat delapan prinsip etika (SPAP,

2001:001.14) yaitu: Tanggung Jawab

Profesi, Kepentingan Publik, Integritas,

Objektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian

Profesional, Kerahasiaan, Prilaku

Profesional dan Standar Teknis. Etika

Profesi bagi praktik akuntan di Indonsia

disebut dengan istilah Kode Etik Akuntan

Indonesia yang dikeluarkan oleh IAI sebagai

organisasi profesi akuntan yang mulai diakui

dan disahkan di Indonesia pada tahun 1954

dengan disahkan melalui UU no 34 thn

1954. Profesi Akuntan public merupakan

profesi yang menyediakan jasa kepercayaan

yang penting bagi masyarakat. Oleh karena

itu, tindakan profesi yang tidak

Page 5: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

bertanggungjawab dapat merusak

kepercayaan masyarakat terhadap profesi

tersebut. Dalam hal ini akuntan public

berfungsi sebagai pihak ketiga yang

menghubungkan pihak perusahaan dengan

pihak luar perusahaan dan berkepentingan

memberikan keyakinan bahwa laporan

keuangan yang disajikan dapat memberikan

keyakinan bahwa laporan keuangan yang

disajikan dapat dipercaya sebagai dasar

dalam membuat keputusan bisnis

Tanpa menggunakan jasa Akuntan

Publik pihak manajemen perusahaan tidak

akan dapat meyakinkan pihak luar bahwa

laporan keuangan yang disajikan manajemen

perusahaan berisi informasi yang dapat

dipercaya. Laporan auditor pentingsekali

dalamsuatu audit karena laporan audit dapat

menginformasikan tentang apa yang

dilakukan auditor dan kesimpulan yang

diperolehnya , sebagai opini. Auditor

mempunyai tanggung jawab untuk menilai

apakah terdapat kesangsian besar terhadap

kemampuan dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya selama periode

waktu tertentu dan membuktikan kewajaran

atas laporan keuangan yang disajikan oleh

klien. Adapun hipotesa yang diteliti adalah:

H I : Terdapat persepsi positif antara

akuntan public dan non public

terhadap kode etik akuntan

indonesia

H II : Terdapat perbedaan persepsi antara

akuntan public dengan Akuntan

non public terhadap Kode Etik

Akuntan Indonesia

III. METODELOGI PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah

jenis penelitian kuantitatif, tipe penelitian ini

adalah penelitian deskriftif. Penelitian ini

bertujuan memberikan gambaran

phenomena yang terjadi dalam masyarakat

atau suatu kelompok orang tertentu, dalam

penelitian ini yaitu kelompok Akuntan

Publik dan Non Akuntan Publik yang berada

di wilayah Jakarta, kaitannya dengan

persepsi terhadap kode etik dan

pengaruhnya terhadap opini yang diberikan.

Page 6: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Ringkasa Dimensi penelitian

Disain penelitian Keterangan

Tingkat kristalisasi Eksploratif

Sifat HUbungan antara Variabel Deskritif

Sifat Peneltian Survey (Questionnaires)

Modus Komunikasi Mail survey, e-mail & personanlly adm.

Dimensi Waktu Cross sectional

Kemmpuan mempengaruhi Variabel Ex post facto

Lingkungan Penelitian Lapangan Riil

Penentuan Jumlah Populasi KAP

No KAP Jumlah Populasi

Terpilih

1. Gani, Sigiro & Handayani (Grant Thronton Intrnasional) 12

2. Osman Ramli Satrio & Rekan (Deloitte Touch Thomatsu) 25

3 Sarwoko& Sandjaja ( Ernst & Young Globl) 13

4. Shidarta Shidarta & Widjaja(KPG) 14

5. Tanubrata Yogi Sibarani Hananta (BDO Global Coordination) 11

Jumlah 75

Sedangkan untuk Akuntan Non Publik Penulis

memilih profesi Dosen yang memilikiprogram

studi MAKSI yaitu: STIE YAI 15, Universitas

Mercubuana 15, Universitas Tri Sakti 15,

Universitas Muhammadiah 15,Universitas Budi

Luhur 15, sehingga jumlah responden sebanyak

150 orang. Setelah diketahui jumlah populasi,

selanjutnya ditentukan jmlah besarnya ukuran

sampel dengan perhitungan rumus Solvin dalam

Bungin yang memperoleh hasil menjadi 110

responden.

Rencana analisa data dan pengujian

Hipotesa menggunakan ujia validitas dan

reabilitas, asumsi klasik, normalitas regresi,

multikolinearitas dan uji autokolerasi

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN

DATA

Data statistic untuk menghitung

frekwensi menggunakan Demografi Identitas

Responden untuk mendeskripsikan penelitian

ini atas jenis kelamin,umur dan lamanya bekerja

atas responden. Dari hasil uji yang telah dilakukan di peroleh hasil sebagai berikut:

Hasil uji validitas Instrumen Persepsi Akuntan

Publik adalah nilai r hitung > dari nilai t tabel

kesimpulan bahwa instrument penelitian adalah

valid. Uji Reliablitas instrument dengan melihat

besarnya nilaiA Cronbach dengan hasil sebesar

0,955 lebih besar dari nilai r tabel 0,272.

Hasil uji validitas Instrumen Persepsi Akuntan

Non Publik adalah nilai r hitung > dari nilai t

tabel kesimpulan bahwa instrument penelitian

adalah valid. Uji Reliablitas instrument dengan

melihat besarnya nilaiA Cronbach dengan hasil

sebesar 0,955 lebih besar dari nilai r tabel

0,272.> Maka dapat dinyatakn instrument

penelitian adalah valid dan reliable

Uji Validitas dan Reliabilitas Persepsi Akuntan

Publik Terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia

besarnya nilai Correct Item Total Correlation

untuk masing-masing item pertanyaan yaitu r

hitung > r tabel, dimyatakan kelompok

responden Akuntan Publik dinyatakan sah

Uji Validitas dan Reliabilitas Persepsi Akuntan

Non Publik Terhadap Kode Etik Akuntan

Indonesia besarnya nilai Correct Item Total

Correlation untuk masing-masing item

pertanyaan yaitu r hitung > r tabel, dinyatakan

kelompok responden Akuntan non Publik

dinyatakan valid dan reliabilitas, dan dapat

dijadikan sebagai instrumern penelitian.

Hasil pengujian Asumsi Klasik, maka keempat

data dari Instrumen Kode Etik Akuntan

Indonesia dinyatakn memiliki sampel yan g

memiliki distribusi normal.

Uji hipotesa Persepsi antara Akuntan Public dan non Public terhadap Kode Etik Akuntan

Indonesia untuk kedua kelompok sampel

diketahui bahwa seluruh nilai t hitung memiliki

nilai positif dan memiliki nilai yang signifikan

yang lebih kecil dari 0,05 (pada Sig.2 tailed),

menunjukan kedua kelompok memiliki persepsi

yang positif terhadap Kode Etik Akuntan

Indonesia.

Uji hipotesa Perbedaan Persepsi antara Akuntan

Public dan non Public terhadap Kode Etik

Akuntan Indonesia untuk kedua kelompok

sampel diketahui b`ahwa hasil perbedaan mean

Page 7: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

antara kedua kelompokdibuktikan dengan uji

paired test diperoleh nilai t hitung sebesar -

4,454 pada df sebesar 54 dengan nilai

signifikansi (sig.,2-tailed sebesar 0,000 dengan

mean sebesra -8,600.

Dengan melihat hasil hipotesa yang telah

diuraikan di atas ntara akuntan public dan non

public adalah tredapat perbedaan persepsi antara

Akuntan Publik dan Non Publik, walaupun

sedikit perbedaan dilihat dari mean sebesarntan

Non Publik dengn Aku 110,78 dengn mea lebih

tinggi sebesar 119,38. Hal ini dikarenakan

Akuntan Non Publik berprofesi sebagi dosen

banyak memiliki pengalaman yanglebih lama

dilihat dari lamnya kerja dan dari umur relative

lebih matang, sedangkan Akuntan Publikdengan

usia yangrelatif muda dan lamnya kerja yang

relative sedikit.

V. PENUTUP

Dari hasil pengujian yang telah

dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

terdapat perbedaan persepsi positif antara

Akuntan Publik dan Non Publik terhadap Kode

Etik yang memiliki penghayatan dan

pemahamna yang baik terhadap Kode Etik

akuntan

Dari hasil penelitian dapat menjadi masukan

dalam kode etik untuk menyempurnakan serta

pelaksanan kode etik bagi para akuntan untuk

lebih meningkatkanpengetahuan menambah

pengalaman serta melakukan tugas secara

professional yang berguna bagi peningkatan

kepercayaan masyarakat terhadap profesi

akuntan

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno , 2004, Pemeriksaan Akuntan

(Auditing), Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi , Universitas Indonesia

Agoes, Sukrisno , Ardana I Cenik, 2009 “Etika

Bisnis dan

Profesi”(tantangan

membangun manusia

seutuhnya), Salemba Empat,

Arens, A.A dan AAJ.2006. “ Jasa Audit dan

Assurance Pendekatan

Terpadu (Adaptasi

Indonesia), Salemba Empat,

Jakarta

Bourke J. Vernon 1958 “Ethic A text book in

Moral philosophy”. New

York The Macmillan

Company, fifth printing .

Chusing. B.E.1999. Economic Analysis of

Accountant’s Ethical

Standards: The Case of

Audit Opinion Shopping.

Jurnal of Accounting and

public Policy. P.. 339-363

Harahap, Sofyan, S. 2011, Etika Bisnis dalam

Perspektif Islam, Salemba

Empat Jakarta

Page 8: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

PENGARUH KEBIJAKAN STRATEGI PENJUALAN TERHADAP RENTABILITAS

Oleh :Tiur N.W. Tobing

ABSTRAK

Pengaruh perusahaan dengan adanya perkembangan ekonomi secara global,

mendorong timbulnya serangkaian perubahan yang berlangsung dalam pengelolaan

perekonomian di seluruh negara, termasuk Indonesia. Keadaan dunia yang akhir-akhir ini

tidak menentu karena faktor politik dapat pula memengaruhi manajemen perusahaan. Oleh

karena itu, setiap perusahaan berusaha untuk mempertahankan hidupnya dengan cara

mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menetapkan kebijakan perusahaannya untuk

mengatasi persaingan dari usaha sejenis.

Salah satu kemampuan manajemen yang terpenting dan perlu didukung adalah

bagaimana manajemen tersebut mengelolah keuangannya. Pengelolaan dana keuangan di sini

ditujukan untuk mendapatkan sumber dana dan menggunakan dana secara efektif dan efisien.

Secara efektif berarti dengan menunjang kelancaran pekerjaan untuk memperoleh pendapatan

usaha dalam rangka menghasilkan laba. Secara efisien berarti penggunaan dana dengan baik

dan serendah-rendahnya.

Strategi penjualan merupakan pegangan bagi perusahaan agar mempunyai keunggulan

bersaing sekaligus merupakan suatu rencana keseluruhan untuk mencapai tujuan, salah satu

tujuan yang diterapkannya yaitu strategi penjualan untuk meningkatkan penjualan. Kebijakan

strategi penjualan yang baik dan dapat diharapkan dapat membantu perusahaan untuk

mencapai tingkat penjualan yang telah ditetapkan. Penjualan yang dilakukan perusahaan

bertujuan untuk menjual barang/jasa yang diperlukan sebagai sumber pendapatan untuk

menutup semua ongkos guna memperoleh rentabilitas/laba.

Kebijaksanaan strategi penjualan tersebut dapat dilakukan dengan melihat kondisi

yang ada salah satunya adalah kebijaksanaan yang dapat berubah bahkan sering kali kebijakan

tersebut dilakukan tanpa adanya perubahan strategi, karena strategi sifatnya jangka panjang.

Untuk menetapkan suatu strategi penjualan tersebut, perusahaan perlu mengamati lingkungan

internal dan lingkungan eksternal. Dengan demikian perusahaan dapat melihat apa yang

menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan.

Perubahan dalam kebijaksanaan terhadap penjualan ini untuk mengimbangi beberapa

perubahan yang terjadi dalam pasar. Kebijaksanaan perusahaan yang dimaksud di sini adalah

segala keputusan tentang kegiatan yang akan ditempuh dalam mencapai atau menunjang

terlaksananya penjualan produk.

Rentabilitas atau profitabilitas perusahaan ialah perbandingan antara laba usaha dengan

modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan

dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas sering digunakan sebagai penilaian kinerja

manajemen dalam mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dalam

menghasilkan laba. Sehingga semakin tinggi tingkat efisiensi dan efektivitas, pada akhirnya

akan membawa perusahaan pada pencapaian profitabilitas yang tinggi. Masalah profitabilitas

lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar belum merupakan ukuran bahwa perusahaan dapat bekerja efisien. Efisien baru dapat diketahui dari cara perusahaan

Page 9: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

menghasilkan laba dengan kekayaan atau modal yang dimiliki, baik modal asing maupun

modal sendiri (equity). Sehingga yang diperhatikan perusahaan ialah tidak hanya bagaimana

usaha untuk memperbesar laba, tetapi juga usaha untuk mempertinggi profitabilitas.

Salah satu cara yang paling umum digunakan, yaitu dengan meningkatkan penjualan.

Keberhasilan usaha penjualan dapat dilihat dari penjualan yang didapat. Dengan kata lain,

apakah usaha itu dapat laba atau tidak, sangat tergantung kepada keberhasilan penjualan itu.

A. Manajemen Penjualan

"Manajemen penjualan" awalnya disebut

secara eksklusif ke arah personil tenaga

penjualan. "sales management" adalah

manajemen yang mencakup seluruh kegiatan

penjualan seperti promosi, pengiklanan,

penelitian pasar. Namun sekarang pengertian

manajemen penjualan adalah pencapaian

yang dicapai oleh suatu organisasi atau

perusahaan pejualannya dengan cara yang

efisien melalui "planning, staffing, training,

leading & controlling". Manajemen

Penjualan berkaitan dengan semua kegiatan,

proses dan keputusan yang terlibat dalam

mengelola penjualan fungsi dalam suatu

organisasi. Manajemen penjualan harus

cerdas dan gesit dan menyediakan solusi

teknologi yang terpusat untuk mendukung

upaya penjualan.

Dalam manajemen penjualan dibutuhkan

perencanaan penjualan dimana melibatkan

perkiraan permintaan yang berhubungan

langsung dengan produksi barang suatu

perusahaan dan harus seakurat mungkin

karena melibatkan perencanaan program

penjualan dan pelaksanaan dan pengendalian

upaya personal selling perusahaan.

B. Penjualan

Penjualan merupakan tujuan utama

dilakukannya kegiatan perusahaan.

Perusahaan dalam menghasilkan barang/jasa,

mempunyai tujuan akhir yaitu menjual

barang/jasa tersebut kepada masyarakat. Oleh

karena itu, penjualan memegang peranan

penting bagi perusahaan agar produk yang

dihasilkan oleh perusahaan dapat terjual dan

memberikan penghasilan bagi perusahaan.

Pengertian penjualan menurut Philip Kotler

(2006: 457): “Penjualan merupakan sebuah

proses dimana kebutuhan pembeli dan

kebutuhan penjualan dipenuhi, melalui antara

pertukaran informasi dan kepentingan”. Jadi,

penjualan merupakan hal yang sangat

penting. Penjualan adalah kunci

kelangsungan hidup sebuah perusahaan, apa

pun usahanya.

C. Tujuan Penjualan

Umumnya tujuan penjualan dinyatakan

dalam volume penjualan. Tujuan ini dapat

dipecah berdasarkan penentuan apakah

volume penjualan yang ingin dicapai itu

berdasarkan per wilayah operasi atau sales

person di dalam suatu wilayah operasi.

Tujuan operasi juga biasanya dinyatakan

dalam target gross margin, tingkat

pengeluaran maksimum, atau pencapaian

tujuan tertentu seperti merebut pelanggan dari

pesaing.

D. Konsep Penjualan

Konsep penjualan menyatakan bahwa

konsumen dan bisnis, jika ditinggalkan

sendiri, biasanya tidak akan membeli cukup

banyak produk-produk organisasi. Oleh

karena itu, organisasi harus melakukan usaha

penjualan dan promosi agresif. Konsep

penjualan itu dicontohkan dalam pemikiran

Sergio Zyman, mantan Wakil Dirut

Pemasaran Coca-Cola.

Page 10: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Tujuan pemasaran adalah menjual lebih

banyak barang kepada lebih banyak orang

lebih sering untuk mendapatkan lebih banyak

uang supaya menghasilkan lebih banyak laba.

Menurut Philip Kotler (2007: 18), bahwa

konsep penjualan dipraktikkan paling agresif

pada barang-barang yang tidak dicari,

barang-barang yang biasanya tidak dipikirkan

oleh pembeli untuk dibeli seperti asuransi,

dan ensiklopedia. Kebanyakan perusahaan

mempraktikkan konsep penjualan ketika

mereka memiliki kapasitas berlebih. Tujuan

mereka adalah menjual apa yang mereka buat

dan bukannya membuat apa yang diinginkan

pasar. Akan tetapi, pemasaran yang berbasis

pada penjualan agresif membawa risiko yang

tinggi. Ia mengandaikan bahwa pelanggan

yang dibujuk untuk membeli sebuah produk

akan menyukainya, dan jika mereka tidak

suka, mereka tidak akan mengembalikannya

atau menjelek jelekannya atau mengadu ke

organisasi konsumen, atau bahkan mungkin

membelinya lagi.

E. Strategi Penjualan

Strategi penjualan adalah memindahkan

posisi pelanggan ke tahap pembelian (dalam

proses pengambilan keputusan) melalui

penjualan tatap muka.

Adapun beberapa strategi penjualan yang

sering digunakan antara lain sebagai berikut

(Ali Arifin, 2005: 97-99):

1. Penjualan Konvensional

Penjualan konvensional merupakan

penjualan yang terjadi di mana setiap

penjual akan meraih untung dari produk

yang mereka jual. Di samping itu,

dikatakan konvensional adalah karena

belum menggunakan fasilitas komunikasi

lainnya secara efektif dalam menjual

misalnya telepon dan internet. Jadi

hampir dapat dikatakan bahwa dari dulu

tetap begitu-begitu saja proses

penjualannya. Penjualan konvensional

mempunyai dua pengertian, yaitu terdiri

dari:

Pertama, para pembeli mengambil produk

kepada penjual yang lebih besar (misalnya:

pengecer yang lebih tinggi) untuk mendapat

potongan harga lalu dijual kembali kepada

pengecer di bawahnya. Jadi setiap tangan

meraih keuntungan sedikit demisedikit.

Dengan kata lain konsumen paling akhir

tentu membeli produk dengan harga yang

lebih mahal. Memang kelihatan semua

penjual juga berusaha mengambil untung dari

produk yang mereka jual dan itu sudah pasti.

Tetapi dalam penjualan konvensional,

produsen tidak melakukan apa-apa terhadap

penjualan produk mereka. Mereka hanya

mengantar pesanan yang ada. Urusan

selanjutnya kepada yang menjual. Begitu

juga untuk sasaran berikutnya, dan penjualan

seperti ini biasanya sasaran akhirnya bersifat

korporat (agen) bukan konsumen individual.

Kedua, perusahaan memilih karyawan baru,

menugaskannya menawarkan produk/jasa

kepada konsumen secara langsung. Ini

biasanya dikenal dengan istilah sales. Sasaran

tetap korporat (reseller) dan bukan konsumen

individual (user). Pasti banyak perusahaan

yang melakukan sales seperti ini. Sebagian

besar iklan lowongan kerja di koran-koran

yang menawarkan posisi salesman atau

marketing excecutive sudah dipastikan itulah

penjualan konvensional.

Contoh: produk-produk yang dipasarkan

dengan penjualan konvensional misalnya

produk-produk yang ada di toko-toko atau

supermarket. Hampir boleh dikatakan bahwa

80 % produk-produk tersebut adalah produk

yang dipasarkan dengan penjualan

konvensional. Toko atau supermarket sudah

merupakan reseller (menjual) terakhir.

2. Konsinyasi

Konsinyasi juga sering dipergunakan banyak

penjual atau perusahaan yaitu dikenal dengan

Page 11: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

istilah titip jual. Perusahaan menitip produk

mereka kepada reseller. Kalau dalam

penjualan konvensional perusahaan

memaksimalkan sales sebagai ujung

tombaknya, tidak demikian dengan

konsinyasi. Memang dalam konsinyasi

perusahaan memiliki armada sales tetapi

produk yang mereka pasarkan menggunakan

sistem titip jual. Sedikit berbeda dengan

penjualan konvensional. Memang agak sulit

menjelaskannya tetapi mudah di pahami.

Buku-buku di toko buku, misalnya toko buku

Gramedia atau Gunung Agung sudah pasti

memakai strategi penjualan konsinyasi. Ada

yang menitip jual atas produk tersebut.

Keuntungan atau beberapa yang laku terjual

akan dihitung esok hari atau menurut jangka

waktu tertentu.

Konsinyasi menguntungkan kedua belah

pihak. Produsen merasa ada tempat

menampung (place) bagi produk mereka

untuk dipasarkan bagi konsumen. Sedangkan

penjual (reseller) merasa untung karena ada

supplier. Mereka mengambil untung dari

margin harga tertentu. Tentu pembayaran

hasil penjualan tergantung kepada

kesepakatan bersama.

3. Pemesanan Melalui Short Message

Service (SMS) dan E-mail

Memberikan kemudahan kepada konsumen

atau pelanggan (distributor), untuk memesan

produk-produk yang akan mereka jual kepada

pelanggan akhir dengan cara mengirim daftar

pesanaan melalui SMS atau E-mail kepada

perusahaan.

4. Sistem Distribusi

Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan

penjualan ke depan, perusahaan senantiasa

memperbaiki sistem pendistribusian barang

agar penyebarannya dapat merata ke seluruh

pelosok daerah baik melalui cabang-cabang

perseroan yang dibantu dengan depo-

deponya/pusat grosir maupun dari distributor-

distributor yang tersebar di berbagai kota

besar di seluruh Indonesia. Perseroan juga

terus meningkatkan pasar di mancanegara

yang mengalami pertumbuhan penjualan

cukup besar pada setiap tahunnya.

Strategi lain dalam penjualan yang sering

digunakan oleh perusahaan antara lain

sebagai berikut (Ali Arifin, 2005: 134-141):

1. Memberikan Diskon

Tidak ada praktik penjualan yang lebih cepat

mencapai sasarannya selain pemberian

diskon dan praktik penjualan seperti ini

merupakan yang paling banyak dan paling

mudah diterapkan semua pelaku bisnis dalam

berbagai bidang usaha.

Diskon bisa kita jumpai di banyak toko atau

outlet, terutama menjelang momen-momen

tertentu misalnya hari raya, akhir tahun,

ulang tahun toko tersebut, peluncuran produk

baru, atau waktu pameran perkenalan produk.

Ada yang menggunakan banner bertuliskan

“discount 10 %” atau yang nekat sampai 70

%, tulisan “big sale”, “cuci gudang”, dan

sebagainya. Jelasnya, akan ada tulisan atau

pemberitahuan yang mengatakan toko

tersebut sedang memberikan diskon alias

potongan harga terhadap produk yang mereka

jual, dan faktanya semua orang suka membeli

barang-barang yang memberikan diskon.

Jadi, jika perusahaan ingin menaikkan omset

penjualan, perusahaan bisa menggunakan trik

pemberian diskon ini. Sebab semua orang

suka membeli produk yang diberi diskon.

2. Beli Satu Dapat Satu (Buy One Get One)

Ini bukan strategi pemberian diskon

melainkan benar-benar penjualan yang

memberikan produk yang sama jika

konsumen membeli produk tersebut lebih

dari satu. Jadi bisa beli satu dapat dua, beli

dua dapat satu, beli lima gratis satu, dan

sebagainya. Strategi ini tidak terlihat seperti

Page 12: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

trik amatiran. Banyak juga perusahaan besar

yang menerapkan trik ini.

Orang-orang yang sebelumnya tidak tertarik

membeli meski membutuhkan, terpaksa akan

membeli dan tidak akan berpindah ke produk

lainnya karena perusahaan menawarkan

kepada konsumen dengan cara dua buah

produk hanya satu kali bayar. Jadi konsumen

dibuat seolah-olah sebagai orang yang sedang

beruntung.

3. Undian Berhadiah

Undian berhadiah adalah strategi/trik

penjualan. Harapannya agar orang-orang

akan tertarik untuk membelanjakan uangnya.

Perusahaan-perusahaan pemula biasanya

sering menggunakan trik ini. Contoh

majalah-majalah baru yang ingin menarik

pembaca baru akan mengadakan undian

berhadiah di setiap edisinya. Selain itu bisa

juga hadiah yang akan diberikan merupakan

hadiah sponsor dari produsen produk

tersebut. Dengan begitu mereka saling

bekerja sama.

Strategi/trik ini bisa di-setting sedemikian

rupa, seperti trik undian yang diadakan

beberapa perusahaan untuk mempromosikan

produknya di pasar tradisional, setiap

pembelian produk senilai tertentu, pembeli

berhak mengambil gulungan kertas yang

berisi hadiah. Ketika ramai mungkin

hadiahnya kecil atau bertuliskan “maaf Anda

belum beruntung”. Tetapi siapa menjamin

bahwa memang ada hadiahnya, malah tak

tertutup kemungkinan ketika sepi gulungan

kertas yang berhadiah besar baru dimasukkan

ke dalam toples pengundian. Ketika seorang

konsumen berhasil memenangkan, menjadi

ramai kembali dan pengunjung kembali

datang.

4. Voucher Belanja

Trik voucher belanja juga sering juga paling

banyak di praktikkan oleh sejumlah

perusahaan terutama perusahaan retail besar

seperti supermarket, hypermart, dan

department strore. Tetapi akhir-akhir ini,

beberapa produk kecantikan juga

mempraktikkannya, dengan belanja sekian

rupiah maka konsumen akan mendapatkan

voucher yang bisa dibelanjakan kembali ke

perusahaan tersebut.

Dengan demikian konsumen akan tergoda

untuk membeli lagi sebab di tangannya telah

tersedia voucher belanja. Voucher belanja ini

ada yang bisa dibelanjakan sesuai nilai yang

tercantum di voucher, atau bisa juga hanya

merupakan voucher diskon sekian persen atau

yang nilainya sudah ditentukan. Yang paling

menarik tentu nilai voucher yang bisa

langsung dibelanjakan sesuai nilainya dan

perusahaan tersebut menyediakan produk

senilai vouchernya. Voucher belanja bisa

menjadi trik yang amat menarik jika

distrategikan sedemikian rupa dan untuk

menerapkan trik ini mungkin diberikan

tenggang masa berlaku.

5. Hadiah Langsung

Pemberian hadiah langsung juga banyak

dipergunakan para penjual. Hadiah langsung

ini rata-rata berupa cinderamata yang

harganya tidak seberapa. Tentu ada juga

cinderamata yang nilainya besar. Misalnya

hadiah langsung yang diselenggarakan bank-

bank dalam menarik nasabah. Semakin besar

nilai tabungan atau deposito yang dibuka

maka semakin besar nilai hadiah

langsungnya.

Merupakan bonus bagi konsumen ketika

mengetahui bahwa hanya membeli produk

tertentu atau sekian harganya di sebuah

tempat bisa mendapatkan hadiah langsung

tanpa di undi. Perusahaan bisa menerapkan

trik ini karena banyak yang menerapkannya.

Sungguh jika trik sederhana dan minimnya

biaya ini tidak bisa perusahaan jalankan

untuk membuat konsumen atau pelanggan

anda menjadi loyal. Lakukan itu minimal

menjelang akhir tahun misalnya memberikan

Page 13: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

kalender cantik yang sudah dicetakkan nama

perusahaan anda. Dengan trik itu bisa

dijadikan sebagai alat untuk berpromosi.

F. Tantangan yang Dihadapi dalam

Strategi Penjualan

Tantangan yang dihadapi perusahaan dalam

strategi penjualan dapat dilihat dari:

1. Internal Perusahaan

Tantangan yang dihadapi perusahaan, dapat

dilihat dari internal perusahaan antara lain

sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia

Dalam mengelola sumber daya manusia,

perusahaan senantiasa mengacu kepada

ketentuan yang tercantum pada standar

kualitas kerja karyawan. Setiap tahunya

perusahaan mengadakan training untuk

meningkatkan motivasi dan kemampuan

kerja para karyawan tersebut.

b. Distribusi

Perusahaan harus memiliki jaringan

distribusi yang luas, di beberapa

cabang di kota-kota besar dengan

puluhan distributor di seluruh

Indonesia dan mancanegara,

menjadikan produk-produknya

tersebar hampir setiap jenis outlet

baik pasar tradisional maupun pasar

modern.

c. Produksi

Perusahaan selalu berupaya

meningkatkan kinerja perusahaan

dengan mengadopsi ISO 9001 versi

2000 untuk meningkatkan mutu

produk demi peningkatan kepuasan

pelanggan.

2. Eksternal Perusahaan

Tantangan yang dihadapi perusahaan, dapat

dilihat dari eksternal perusahaan antara lain

sebagai berikut:

a. Promosi

Perusahaan harus membuat strategi

promosi yang baik, untuk

memperkenalkan produk barunya dan

membangun brand image dikalangan

masyarakat luas. Apa saja yang bisa

dilakukan agar orang lain mengetahui

produk atau perusahaan itu bisa

dikategorikan sebagai unsur promosi.

Promosi dapat dilakukan dengan cara

menyebarkan katalog, kunjungan

sales, pameran dan sebagainya.

Sehingga dengan cara itu, dapat

meningkatkan volume penjualan.

b. Teknologi

Dalam proses produksi, perusahaan

harus menyediakan teknologi dengan

kualitas yang baik. Sehingga dapat

mempercepat dalam proses produksi

dan mendapatkan hasil produk yang

baik.

c. Customer Service Centre

Dengan adanya customer service

centre ini, diharapkan perusahaan

dapat berinteraksi langsung dengan

konsumen, pelanggan maupun mitra

usaha dan pada akhirnya menciptakan

hubungan yang harmonis di antara

mereka.

d. Keadaan Ekonomi

Melihat kondisi ekonomi yang

sekarang ini mulai membaik,

sehingga kemampuan daya beli

masyarakat mengalami peningkatan.

Khususnya industri kosmetik,

masyarakat dapat memenuhi

kebutuhan sekundernya.

G. Rentabilitas

Keberhasilan suatu perusahaan tergantung

dari manajemen perusahaan itu sendiri dalam

usahanya memperoleh keuntungan dan

menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Keuntungan yang berasal dari operasi

perusahaan yang dijalankan berdasarkan

Page 14: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

modal yang diinvestasikan dalam modal

perusahaan tersebut.

Dengan demikian perlu adanya pengukuran

efisiensi penggunaan modal agar

pengembaliannya sesuai dengan modal yang

telah diinvestasikan. Yang dimaksud dengan

rentabilitas suatu perusahaan menurut

Lukman Syamsuddin (2009: 59), merupakan

“Dimana masing-masing pengukuran

dihubungkan dengan volume penjualan, total

aktiva, dan modal sendiri”. Sedangkan

menurut Bambang Riyanto (2009: 35):

“Rentabilitas adalah kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan laba selama

periode tertentu”.

Rentabilitas = Laba

x 100% Modal

L = Jumlah laba yang diperoleh selama

periode tertentu.

M = Modal atau aktiva yang digunakan

untuk menghasilkan laba tersebut.

Ada bermacam-macam alat untuk menilai

rentabilitas suatu perusahaan, tergantung

pada laba dan modal atau aktiva yang akan

diperbandingkan satu dengan yang lainnya.

Hal ini disebabkan karena laba yang

diperbandingkan tersebut mungkin laba yang

berasal dari operasi perusahaan atau laba

bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

Dengan adanya bermacam-macam cara

dalam menilai rentabilitas, maka tidak

mengherankan jika ada perusahaan yang

menghitung rentabilitasnya dengan cara yang

berbeda-beda. Dengan demikian terdapat

banyak alternatif yang dapat dipilih dalam

mengukur rentabilitas melalui berbagai alat

pengukur efisiensi penggunaan modal. Ada

dua cara penilaian rentabilitas, yaitu:

1. Rentabilitas Ekonomi

Pada umumnya beberapa literatur

menggunakan istilah Earning Power

untuk pengertian rentabilitas ekonomi, sementara beberapa literatur lain

menggunakan istilah Profitabilitas. Untuk

mendapatkan gambaran yang jelas

mengenai Rentabilitas Ekonomi, berikut

ini dikemukakan beberapa pendapat dari

para ahli.

Pengertian Rentabilitas Ekonomi

menurut Bambang Riyanto (2009: 36):

“Rentabilitas Ekonomi adalah

perbandingan antara laba usaha dengan

modal sendiri dan modal asing yang

dipergunakan untuk menghasilkan laba

tersebut dan dinyatakan dalam

persentase.”

Oleh karena itu, pengertian rentabilitas

sering digunakan untuk mengukur

efisiensi penggunaan modal di dalam

suatu perusahaan, maka rentabilitas

ekonomi sering pula dimaksudkan

sebagai kemampuan perusahaan dengan

seluruh modal yang bekerja di dalamnya

untuk menghasilkan laba.

Tinggi rendahnya earning power

ditentukan oleh dua faktor menurut

Bambang Riyanto (2009: 37-38), yaitu:

1) Profit Margin

Profit Margin, yaitu besarnya

keuntungan operasi yang dinyatakan

dalam persentase dari jumlah

penjualan bersih. Profit margin ini

mengukur tingkat keuntungan yang

dapat dicapai oleh perusahaan

dihubungkan dengan penjualannya. Net Profit

Margin =

Net Operating Income x 100%

Net Sales

2) Turnover of Operating Assets

Turnover of Operating Assets, yaitu

rasio dari jumlah aktiva yang

digunakan dalam operasi terhadap

jumlah penjualan yang diperoleh

selama periode tertentu. Rasio ini

merupakan ukuran tentang sejauh

mana aktiva ini telah digunakan

dalam kegiatan perusahaan atau

menunjukkan beberapa kali operating

assets berputar dalam suatu periode tertentu, atau dalam waktu satu tahun.

Operating Assets = Net Sales

Page 15: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Turnover Total Asset

Besarnya rentabilitas ekonomi dapat

diketahui dengan mengalihkan antara

operating assets turnover dengan

profit marginnya, atau dengan rumus:

Earning

Powe =

Net Operating

Income x

Net Sales

Net SalesNet Operating

Assets

Earning Power = Profit Margin x Operating Assets Turnover

Dengan demikian, bahwa profit

margin dimaksudkan untuk

mengetahui efisiensi perusahaan

dengan melihat ukuran laba usaha

dalam hubungannya dengan

penjualan, sedangkan operating sales

turnover dimaksudkan untuk

mengetahui efisiensi perusahaan

dengan melihat kecepatan perputaran

operating assets dalam suatu periode

tertentu.

Hasil akhir dari percampuran kedua

efisiensi yaitu Profit Margin dan

Operating Assets Turnover

menentukan ukuran rentabilitas

ekonomi. Oleh karena itu, besarnya

rentabilitas ekonomi dalam suatu

periode tertentu dapat ditingkatkan

dengan memperbesar profit margin

ataupun operating assets turnover,

masing-masing atau keduanya, maka

kita perlu mengetahui cara-cara

memperbesar profit margin ataupun

operating assets turnover adalah

sebagai berikut:

3) Usaha untuk memperbesar profit

margin

Besar kecilnya profit margin pada

setiap transaksi penjualan ditentukan

oleh dua faktor, yaitu penjualan bersih

(net sales) dan laba usaha. Besar

kecilnya laba usaha tergantung pada

pendapatan dari penjualan dan

besarnya biaya usaha (Operating

Expenses).

Dengan demikian ada dua alternatif

dalam usaha memperbesar profit

margin, yaitu (Bambang Riyanto,

2009: 39):

a) Menambah biaya usaha sampai

tingkat tertentu diusahakan

tercapainya tambahan sales yang

sebesar-besarnya, atau dengan

kata lain tambahan sales harus

lebih besar dari pada tambahan

operating expenses. Memperbesar

pendapatan penjualan dapat

dilakukan dengan jalan:

(1) Memperbesar volume penjualan dalam unit pada

tingkat harga penjualan

tertentu.

(2) Meningkatkan harga jual

perunit produk pada volume

penjualan tertentu.

b) Mengurangi pendapatan penjualan

sampai tingkat tertentu diusahakan

adanya pengurangan operating

expenses sebesar-besarnya, atau

dengan kata lain mengurangi

biaya usaha lebih besar daripada

berkurangnya pendapatan dari

penjualan.

4) Usaha untuk mempertinggi operating

assets turnover

Tinggi rendahnya operating assets

turnover selama periode tertentu

ditentukan oleh dua faktor yaitu

penjualan bersih dan operating assets

turnover dapat dipertinggi dengan

cara yaitu:

a) Menambahnya modal usaha

(operating assets) sampai tingkat

tertentu diusahakan tercapainya

tambahan sales yang sebesar-

besarnya.

b) Mengurangi sales sampai tingkat

tertentu diusahakan penurunan

operating assets sebesar-besarnya.

Page 16: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

2. Rentabilitas Modal Sendiri

Sering disebut juga rentabilitas usaha,

yaitu kemampuan perusahaan dengan

modal sendiri yang bekerja di dalamnya

untuk menghasilkan keuntungan. Laba

yang diperhitungkan adalah laba usaha

setelah dikurangi dengan bunga modal

asing dan pajak perseroan yang dikenal

dengan Earning After Tax (EAT).

Sedangkan modal diperhitungkan hanya

modal sendiri yang bekerja dalam

perusahaan. Rentabilitas modal sendiri

dikenal dengan istilah Return on Equity

(ROE). adapun rumus ROE adalah

sebagai berikut

ROE = Net profit after taxes

x 100% Stock holder equity

ROE adalah kemampuan perusahaan dari

modal sendiri untuk menghasilkan

keuntungan bagi para pemegang saham.

Baik bagi pemegang saham preferen

maupun pemegang saham biasa. Ratio ini

merupakan perbandingan antara laba

bersih sesudah pajak dengan jumlah

modal sendiri.

Berikut ini beberapa Rasio Rentabilitas

adalah sebagai berikut (Lukman

Syamsuddin, 2009: 61) antara lain:

a. Gross Profit Margin

Rasio ini menggambarkan laba kotor

yang dapat dicapai dalam setiap

rupiah penjualan, sehingga rasio ini

dapat digunakan sebagai indikator

efektivitas dan efisiensi dari operasi

perusahaan dalam hubungan antara

biaya produksi dengan harga jual.

Rumusnya sebagai berikut:

Gross Profit Margin = Gross Profit

x 100% Sales

b. Operating Profit Margin

Rasio ini menunjukkan dan

merupakan indikator rentabilitas dari

usaha pokok perusahaan, yaitu

membandingkan laba operasi dengan

penghasilan sewa pada periode yang

sama. Rumusnya adalah sebagai

berikut: Operating

Profit Margin =

Operating Profit x 100%

Sales

c. Net Profit Margin

Rasio ini membandingkan laba bersih

setelah pajak dengan tingkat

penjualan pada periode yang sama,

laba bersih dapat mengalami

perubahan dengan faktor-faktor

perubahan antara lain: Perubahan

tingkat penjualan, tingkat biaya

produksi/operasi dan sebagainya.

Rumusnya sebagai berikut: Net

Profit

Margin

=

Net Profit

After Tax x 100%

Sales

d. Total Assets Turnover

Rasio ini mengukur kemampuan

perusahaan menghasilkan laba bersih

berdasarkan tingkat assets yang

tertentu. Rasio ini dapat dihitung

sebagai berikut: Total Assets

Turnover =

Sales x 100%

Total Assets

H. Hubungan Strategi Penjualan dengan

Rentabilitas

Strategi penjualan dengan rentabilitas

perusahaan mempunyai hubungan yang

sangat jelas dan saling berkaitan satu sama

lain, karena jika terdapat peningkatan pada

penjualan barang yang dijual, maka semakin

besar kemungkinan laba yang akan dihasilkan

perusahaan, akan sangat berpengaruh dengan

rasio rentabilitas perusahaan. Begitu juga

sebaliknya, maka dari itu strategi penjualan

yang diterapkan harus dapat disesuaikan

dengan keadaan yang ada di lapangan secara

keseluruhan.

Untuk melihat pengaruh strategi penjualan

terhadap earning power digunakan metode

regresi sederhana yang biasanya digunakan

untuk menggambarkan hubungan linier

antara dua variabel (M. Iqbal Hasan, 2003: 219).

Page 17: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Dalam perhitungan ini perbandingan antara

penjualan dianggap sebagai variabel X

(variabel bebas) dan earning power dianggap

sebagai variabel Y (variabel tidak bebas).

Hal ini didasarkan bahwa besarnya earning

power dipengaruhi oleh besarnya penjualan.

I. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran di bawah ini merupakan

skema strategi penjualan dengan rentabilitas

perusahaan, yang menggambarkan suatu

strategi penjualan yang dibuat perusahaan

untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi

penjualan itu, terdiri dari: penjualan, tujuan

penjualan, konsep penjualan dan penjualan

yang mempunyai pengaruh besar terhadap

laba/pendapatan yang diperoleh perusahaan.

Jika strategi ini diterapkan oleh perusahaan,

yaitu dengan cara meningkatkan penjualan

barang terhadap barang yang dijualnya, maka

perusahaan memperoleh laba/rentabilitas

yang diharapkan oleh perusahaan.

Perusahaan memperoleh keuntungan dengan

caranya masing-masing, Pengukuran itu

dapat dihubungkan dengan volume penjualan,

total aktiva, dan modal sendiri”. Dengan kata

lain, rentabilitas adalah kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan laba selama

periode tertentu.

J. Definisi Operasional

Definisi operasional ini bertujuan untuk

menjelaskan arti masing-masing variabel

yang terdiri dari dua variabel yaitu:

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah strategi penjualan. merupakan

memindahkan posisi pelanggan ke tahap

pembelian (dalam proses pengambilan

keputusan) melalui penjualan tatap muka.

Strategi penjualan meliputi beberapa

tahapan yaitu: penjualan merupakan

kunci kelangsungan hidup sebuah

perusahaan, apa pun usahanya. Tujuan

penjualan tersebut untuk mengetahui

tingkat volume penjualan berdasarkan

per wilayah operasi.

Selanjutnya perusahaan membuat konsep

penjualan dengan melakukan penjualan

secara agresif, dengan tujuan menjual apa

yang mereka buat, bukan menjual produk

yang diinginkan pasar.

Jika strategi penjualan tersebut

dilaksanakan oleh perusahaan dengan

baik. Maka akan berpengaruh terhadap

tingkat penjualan barang yang dijual.

2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah rentabilitas perusahaan.

Rentabilitas adalah kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan laba

selama periode tertentu. Rentabilitas

perusahaan terdiri dari: rentabilitas

ekonomi adalah kemampuan perusahaan

dengan seluruh modal yang bekerja di

dalamnya untuk menghasilkan laba.

Sedangkan rentabilitas modal sendiri,

yaitu kemampuan perusahaan dengan

modal sendiri yang bekerja di dalamnya

untuk menghasilkan keuntungan. Laba

yang diperhitungkan adalah laba usaha

setelah dikurangi dengan bunga modal

asing dan pajak perseroan yang dikenal

dengan Earning After Tax (EAT).

Jika terdapat peningkatan pada penjualan

barang yang dijual, maka semakin besar

laba yang akan dihasilkan perusahaan.

Perusahaan memperoleh keuntungan

dengan caranya masing-masing.

Pengukuran itu dapat dihubungkan

dengan total aktiva, dan modal sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Arah, Margareth. 2006. Manajemen

Keuangan Investasi dan Sumber

Page 18: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Dana Jangka Pendek & Panjang.

Jakarta: PT Grasindo.

Arifin, Ali. 2009. Seni Menjual Perspektif

Bisnis Ide-ide Penjualan Serta

Strategi Pemasaran. Yogyakarta: CV

Andi Offset.

Ashari dan Darsono. 2005. Memahami

Laporan Keuangan. Yogyakarta: CV

Andi.

Astuti, Dewi. 2004. Manajemen Keuangan

Perusahaan. Jakarta: PT Ghalia

Indonesia.

Brigham, Eugene F. 2010. Dasar-Dasar

Manajemen Keuangan. Jakarta:

Salemba Empat.

Han Vorne, Jame C and Jhon M. Wachowicz,

JR. 2005. Fundamental of Financial

Management (Prinsip-Prinsip

Manajemen Keuangan). Jakarta:

Salemba Empat.

Iqbal hasan, M. 2005. Pokok-pokok Materi

Statistik 2. Edisi kedua. Cetakan

ketiga. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2007.

Manajemen Pemasaran. Edisi ke-12.

Jilid I. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT

Indeks.

Kotler, Philip and Kevin Lane Keller. 2007.

Manajemen Pemasaran. Edisi ke-12.

Jilid 2. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT

Indeks.

Rangkuti, Ferdhy. 2009. Strategy Promosi

yang Kreatif dan Analisis. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Riyanto, Bambang. 2009. Dasar-Dasar

Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Setia Atmaja, Lukas. 2008. Teori dan

Praktek Manajemen Keuangan.

Yogyakarta: CV Andi.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis.

Edisi kelima. Bandung: CV Alfabeta.

Syahrial, Darmawan. 2008. Manajemen

Keuangan. Edisi kedua. Jakarta: Mitra

Wacana Media.

Syamsuddin, Lukman. 2009. Manajemen

Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Page 19: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

PERAN PEMIMPIN DALAM MENCIPTAKAN VISI DAN

MISI SERTA PETUNJUK AKAN STRATEGI

Jefri Lukito

Email : [email protected]

Abstract

increasingly competitive rivalry will require seriousness in managing the organization and not

only that also takes a leading role in realizing the value of organizational excellence and efforts

in the form of strategies in order to adapt to changes in the environment and will realize the

dream of the organization in the form of goals, vision and mission . based on this it is very

important leadership role in formulating, giving guidance and direction to the strategy that will

be applied to the organization.

Key word : Leader, Vision, Mission, strategy.

Pendahulan

Salah satu yang utama fungsi penting

kepemimpinan adalah untuk mengartikulasi

dan mengkomunikasikan secara menyeluruh

suatu visi hal ini sebagai motivasi dan

kekuatan orang untuk mencapai masa depan.

(Draft, 2008:350) . pemimpin yang baik

selalu melihat masa depan, mensetting suatu

program untuk masa depan dan

mendapatkan setiap orang bergerak kedalam

tujuan yang sama. Berdasarkan hal terebut

maka dirasakan perlu untuk menghadirkan

secara menyeluruh peran pemimpin dalam

mengkreasikan masa depan organisasi.

Kemudian, kita mengerjakan visi tersebut,

dengan penekanan yang biasa dilakukan

untuk mengefektifkan visi dan bagaimana

visi dapat bekerja atas berbagai tahapan.

Perbedaan antara visi dan misi organisasi

akan diuraikan juga. Menjelaskan

bagaimana pemimpin memformulasikan

visi dan strategi dan pemimpin

mengkontribusikan untuk pencapaian visi

dan misi.

Strategi pemimpin

Kehebatan kinerja organisasi bukan menjadi

suatu keberuntungan. Ini merupakan

penentuan yang besar dari pilihan yang

diputuskan oleh pemimpin. pemimpin di

level atas bertanggung jawab dari

pemahaman akan suatu lingkungan

organisasi, mempertimbangkan apakah

memungkinkan selama 5 atau 10 tahun

untuk mencapai apa yang diharapakan

pemimpin dalam perusahaan dan mendesain

tujuan dari setiap orang akan masa depan

yang dapat diyakininya. Strategi pemimpin

merupakan salah satu isu yang sangat krusial

yang dihadapi organisasi. Strategi pemimpin

memberikan arti kemampuan untuk

mengantisipasi dan membayangkan masa

depan, menjaga fleksibilitas, berpikir

strategi, dan bekerja dengan orang-orang

yang berinisiatif akan perubahan serta

mengkreasikan menjadi keunggulan daya

saing untuk masa depan organisasi. Dalam

perubahan dunia yang begitu cepat, para

pemimpin menghadapi situasi yang begitu

Page 20: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

komples dan ambigu dalam informasi dan

tidak hal lain bahwa pemimpin akan melihat

hal ini dengan cara pemikiran yang sama

atau membuat pilihan yang sama. (Robbins,

2004).

Kompleksitas lingkungan dan ketidakpastian

masa depan dapat membingungkan

pemimpin. dengan demikian, beberapa

berfokus pada isu internal organisasi

dibandingkan dengan aktivitas strategi. Hal

ini mudah dan lebih nyaman dari

kesepakatan pemimpin dengan rutinitas , isu

operasional yang dapat melihat hasilnya

dengan cepat dan merasakan pengawasan.

Selain itu , beberapa pemimpin dibanjiri

dengan informasi dan menguasai secara rinci

.

Berikut akan menjelaskan dalam bentuk

ilustrasi akan tahapan-tahapan membuat

strategi pemimpin yang utama. Strategi

pemimpin bertanggung jawab atas hubungan

lingkungan eksternal,internal untuk memilih

tentang visi, misi, strategi dan memutuskan

hal tersebut. (Draft 2008: 350)

Visi bertugas di dalam hal akan berfokus

dengan misi perushaaan- yang merupakan

nilai utama, tujuan dan alasan untuk eksis.

Misi menjawab pertanyaan “seperti apa

organisasi kita? Selanjutnya tahapan dalam

tingkatan yang dijelaskan pada ilustrasi

diatas bahwa strategi, respon untuk

menjawab pertanyaan: “ seperti apa

pencapaian visi kita?” strategi menghadirkan

tujuan untuk mengartikan visi kedalam

tindakan dan sebagai dasar untuk

pengembangan mekanisme yang spesifik

untuk membantu organisasi mencapai

tujuan. Keputusan yang khusus “ apakah

yang kita lakukan sekrang sudah benar?”

strategi bertujuan , kapan keputusan

dilakukan melalui kerangka dasar organisasi

(struktur, insentif). (Draft 2008: 380).

Visi pemimpin.

Visi merupakan suatu daya penarik, atas

masa depan ideal yang dipercaya namun

tidak mudah mencapainya. Melihat dengan

ambisi masa depan yang melibatkan setiap

orang yang dapat diyakini, salah satunya

dapat merealisasikan menjadi pencapaian

masa depan yang penting dibandingkan

apakah tetap eksis sekarang?. Berdasarkan

penjelasan tersebut maka akan diberikan

contoh bahwa Sebelum tahun 1950an

perusahaan Sony menginginkan untuk

menjadi perusahaan yang dapat melakukan

perubahan akan dunia yang luas image akan

kualitas produk yang rendah akan produk

Jepang. Sejak saat itu perusahaan Jepang

memiliki pemahaman akan kualitas tetapi

pada tahun 1950an memiliki ambisi yang

besar akan tujuan dengan membangkitkan

imajinasi orang-orang dn memiliki

kebanggaan nasional.

Mengerjakan visi merupakan sejumlah cara

yang penting. Mengefektifkan visi

menghadirkan suatu jaringan antara hari ini

dan akan datang, bertindak untuk

mengenergikan dan memotivasi para pekerja

menuju masa depan, memberikan arti untuk

orang bekerja dan mensetting suatu standar

yang unggul dan mengintegrasikan kedalam

organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka

pemimpin harus dapat menanamkan nilai

visi yang baik dan benar, beberapa nilai visi

yang dapat ditanamkan dengan memiliki

makna sebagai berikut :

Visi akan terhubung dengan bertindak dengan benar dengan

menginspirasikan apa yang

diinginkan organisasi untuk hal

tersebut. Suatu visi selalu berbicara

Page 21: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

mengenai masa depan tetapi untuk

memulainya dengan saat ini dan

sekarang ini. contoh Perusahaan

Google, para pekerja bertindak atas

suatu visi dengan menyatukan data

dan informasi yang berada disekitar

dunia , suatu hari keseluruhannya

menghilangkan hambatan bahasa

akan melalui internet. Mereka

menciptakan pelayanan dengan

mempertemukan kebutuhan secara

langsung, tetapi mereka juga secara

tegas membayangkan dan membuat

produk-produk dan melayani dengan

menekanan yang lain, pengaplikasian

yang luas. Dalam organisasi ,

tekanan untuk mempertemukan garis

kesepakatan , membuat penjualan

menjadi besar, segera mendesak

untuk menemukan solusi atas

permasalahan-permasalahan, dan

merealisasikan secara menyeluruh

program yang spesifik . beberapa

memiliki pendapat bahwa pemimpin

membutuhkan “titik point pada visi”

akan kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan saat ini dan melakukan

kewajiban yang berjalan juga

bertujuan akan pencapaian impian

menuju masa depan.

Orang menginginkan untuk merasakan semangat mengenai

pekerjaan mereka atas visi yang

dibentuk. Seperti, Beberapa orang

berkomitmen atas waktu dan tenaga

secara suka rela untuk proyek yang

diyakini, seperti – kampanye politik,

even komunitas, yang

menyebabkannya orang bertindak

seperti contohnya.hal ini sering kali

orang meninggalkan kekuatan dan

semangat yang berada dirumah

ketika mereka pergi untuk bekerja,

karena mereka tidak memiliki apaun

yang menginspirasi mereka.

Orang juga membutuhkan untuk menemukan tujuan dan arti dalam

pekerjaan mereka. Setiap

pelaksanaan tugas yang rutin dapat

menemukan keberanian dalam

pekerjaan mereka. Pada saat mereka

memiliki suatu tujuan yang besar

dari apa yang mereka lakukan.

Sebagai contoh, suatu perusahaan

asurnsi yang bekerja sebagai juru

tulis dapat berpikir untuk membantu

korban atas kebakaran atau

pencurian yang menempatkan

kehidupan mereka kembali kedalam

permintaan akan yang dirasakan

sering kali berbeda dengan salah satu

yang dipikirkan atas pekerjaan “

suatu proses klaim asuransi”. “orang

menginginkan pencapaian sesuatu

yang besar yang dipikirkan”, nasihat

salah satu CEO UPS Michael L.

Eskew.” Mereka menginginkan

membuat perbedaan”. Para

pemimpin salah satu CEO UPS

Michael L. Eskew.” Mereka

menginginkan membuat perbedaan”.

Para pemimpin membutuhkan untuk

mengatakan “inilah saatnya

melakukan sesuatu” dan kemudian ,

“ mengapa dalam hal ini

membutuhkan ”.

Suatu kekuatan visi membebaskan dari kebiasaan dengan suatu

tantangan sebagai syarat mereka

untuk memberikan yang terbaik.

Yang kemudian , visi menghadirkan

suatu ukuran yang mana pekerja

dapat mengukur kontirbusi untuk

organisasi. Umumnya pekerja datang

melakukan perubahan untuk melihat

bagaimana menyesuaikan kerja

kedalam keseluruhan hal.

Menganalisa tekanan yang

mempelihatkan penugasan yang

keluar secara terfokus. Suatu visi

terfokus pada penekanannya. Yang

Page 22: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

menjelaskan akan citra masa depan

dan membiarkan orang melihat

bagaimana mereka dapat bertindak

sebelumnya.

Hal ini menekankan akan kekuatan, mengefektifkan visi, mereka

memiliki batasan, secara luas

disharingkan untuk membantu

kesepahaman dengan perubahan,

menekankan keyakinan dan harapan

untuk masa depan, merefleksikan

cita-cita yang tinggi; dan

mengartikan antara tujuan organisasi

dan aturan dasar, kebijakan, sasaran

untuk meraihnya.

Walaupun terlihat memungkinkan

untuk diraih bahwa visi dapat

dijadikan sebagai pencapaian saja

melalui orang atau personal ,

beberapa visi yang memadai dapat gagal tanpa melibatkan pekerja. Para

pemimpin terisolasi yang akan

mendatangkan ide yang besar bahwa

para pekerja yang lain menemukan

bahwa ini merupakan hal yang tidak

mungkin, atau mereka mungkin lupa

bahwa pencapaian suatu visi

merupakan upaya yang disyaratkan

untuk dipahami dan adanya

komitmen melalui organisasi.

Vision yang efektif membantu

pencapian prestasi organisasi yang

berani menghadapi tantangan.

Sebagai contoh Institut nasional

selama 25 tahun mempelajari orang

cacat, menghadirkan pelayanan

untuk segmentasi yang dibatasi pada

pasar pendidikan. Kemudian, para

pemimpin memformulasikan dengan

jelas visi untuk melebarkan cakupan

organisasi dan pelayanan kepada satu

juta pelajar pada tahun 2020. Hal ini

juga disebut sebagai “visi 2020”

yang menghadirkan hal yang luar

biasa sebagai tantangan yang harus

dilaksanakan oleh pemimpin dan

pekerja untuk memperluas

pemikirkan mereka dan melakukan

perubahan akan bagaimana mereka

memberikan pelayanan.

Keberadaan visi hanyalah dalam imajinasi-hal ini merupakan gambar

yang tidak dapat mengobservasikan

dunia atau memverifikasikan dalam

keunggulan . masa depan bagian atas

orang yang percaya akan hal

tersebut, dan kekuatan visi

membantu orang percaya mereka

dapat menjadi efektif, menjadikan

masa depan lebih baik yang mereka

gerakan melalui komitmen diri dan

tindakan. Visi merupakan daya tarik

emosional untuk kebutuhan dasar

manusia dan hasrat atau keinginan

untuk merasakan hal yang penting

dan melakukan dengan sepenuhnya

dalam dunia ini.

Visi yang baik untuk masa depan meliputi hasil yang spesifik terhadap

pencapaian organisasi yang

diinginkan. Hal ini juga menyertakan

pokok nilai yang dapat membantu

organisasi mendapatkannya.

Vision yang idealis adalah yang baik.

Vision mengambarkan akan

kekuatan masa depan untuk

menginsipriasikan dan memberikan

energi orang.

Umumnya visi memiliki pembicaraan mengenai sejauh mana

perusahaan mencapai

keseluruhannya. Bagaimanapun,

divisi, departemen dan individu juga

memiliki visi, yang mana hal ini

penting dan berkekuatan dan

individu-individu biasanya memiliki

mental yang jelas sebagai gambar

visi mereka dan bagaimana untuk

mencapai hal tersebut. Orang yang

tidak melakukan visi yang jelas akan

kehilangan perubahan untuk sukses.

Page 23: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Misi pemimpin Misi tidak hanya berpikir sama mengenai

visi perusahaan, walaupun memperkerjakan

dua hal secara bersama. Misi adalah hakekat

inti tujuan dan alasan untuk tetap eksis.

(Siagian, 2010: 84). Hal ini mendefiniskan

nilai dasar perusahaan dan alasan untuk

menjadi seperti apa, dan menyediakan

secara mendasar untuk membuat visi.

Sedangkan visi merupakan ambisi mencapai

masa depan, misi apa yang menjadikan

organisasi tetap berdiri dan memiliki

keinginan untuk besar.

Sedangkan pertumbuhan visi dan perubahan,

misi tetap berlangsung dalam menghadapi

perubahan teknologi, kondisi ekonomi, atau

perubahan lain atas lingkungan. Bertindak

seperti perekat dengan memegang organisasi

secara bersama dalam perubahan waktu dan

petunjuk pilihan strategi dan keputusan

tentang masa depan. Misi memberikan arti

karakter yang kuat-spiritual DNA-

organnisasi dapat mengunakan pemimpin

sebagai alat untuk membantu para pekerja

menemukan tujuan mereka dalam bekerja.

(Soekarso, dkk: 2010).

Bentuk tujuan mulia akan misi

Efektifitas akan pernyataan misi tidak hanya

menjelaskan product atau jasa; menangkap

motivasi yang idealis atas orang-orang

terhadap eksistensi organisasi. Sebagian

besar keberhasilan perusahan memiliki visi

yang diproklamasika pada sebuah tujuan

yang nulia beberapa contoh , seperti Mary

Kay “ untuk menjadi wanita kaya sepanjang

hidup”, atau Wal-Mart ‘misi’ memberikan

kebanggan pada masyarakat akan perubahan

untuk membeli dengan berpikir sama

sebagaimana seperti orang kaya”. Pemimpin

bertanggung jawab untuk bentuk tujuan

mulia yang menginspirasi dan memimpin

orang untuk mencapai prestasi yang tinggi

dan membantu organisasi mencapai

keunggulan daya saing. Beberapa bentuk

akan tujuan mulia dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Discovery, Beberapa orang menginspirasikan atas

peluang/kesempatan untuk

menemukan atau menciptakan

pemikiran yang baru. Discovery

berasal atas diri sendiri yang dapat

membantu pencapaian tujuan mulia,

seperti halnya pekerja Google, yang

berenergi atas kepuasan batin yang

mereka dapatkan dari pekerjaan atas

menstimulasi intelektual dan

tantangan permasalahan secara

teknik.

Excellence, Dengan pendekatan ini,

lebih baik dibandingkan penekanan

discovery, pemimpin berfokus atas

orang yang menjadikan terbaik, atas

keduanya secara individual dan tingkatan organisasi. Misalnya

Apple, tidak hanya menciptakan

MP3 player atau Smartphone namun

bukan hanya berfokus membuat yang

terbaik yang kemungkinan atas

berbagai versi produk. Yang

kemudian unggul dalam

mendefiniskan pekerjaan sendiri

dibandingkan dengan konsumen.

Beberapa organisasi sosial

berdasarkan atas tujuan yang mulia

yang mementingkan kepentingan

bersama. Karena mereka

menekankan melayani yang lain

tetapi bisnis dapat digunakan hal ini

untuk pendekatan yang baik. Sebagai

contoh, pemimpin Dollar Strees

bertujuan memberikan penghasilan

rendah atas orang dengan

kesepakatan yang baik, yang tidak

hanya melakukan penjualan dan

keuntungan. Setiap industri mobil

dapat memiliki tujuan mulai, seperi

para pemimpin Honda telah

menunjukkannya dengan menghasil

Page 24: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

produk mobil yang ramah terhadap

lingkungan.

Altruism, Beberapa organisasi sosial berdasarkan atas tujuan yang mulia

yang mementingkan kepentingan

bersama. Karena mereka

menekankan melayani yang lain

tetapi bisnis dapat digunakan hal ini

untuk pendekatan yang baik. Sebagai

contoh, Setiap industri mobil dapat

memiliki tujuan mulia, seperi para

pemimpin Honda telah

menunjukkannya dengan menghasil

produk mobil yang ramah terhadap

lingkungan.

Heroism ,Kategori yang terakhir,

kepahlawanan memberikan arti

tujuan perusahaan sebagai dasar

untuk menjadi kuat, agresif, dan

efektif. Perusahaan dengan dasar tujuan yang mulia seringkali

merefleksikan secara menyeluruh

suatu obesesi dengan kemenangan.

contoh Bill Gates mengilhami

Microsoft dengan suatu tujuan yang

meletakkan operasi sistem window

kedalam setiap personal.individy di

dunia akan satu computer pribadi

(PC).

Strategi akan tindakkan

Kekuatan misi merefleksikan tujuan mulia

dan mengarahkan visi yang keduanya hal

tersebut sangat penting, tapi mereka tidaklah

cukup sendiri untuk menciptakan kekuatan,

tenaga penuh organisasi. Untuk mencapai

organisasi yang berhasil, mereka

membutuhkan cara untuk menerjemahkan

visi, misi, nilai, sasaran dan tujuan kedalam

tindakkan, yang mana dengan peranan

strategi. Strategi manajemen strategi yang

akan mengacu pada seperangkat keputusan

dan tindakan yang digunakan untuk

memformulasikan dan

mengimplementasikan strategi secara

sepsifik akan pencapian keunggulan

superiror yang sesuai antara organisasi dan

lingkungan juga untuk mencapai tujuan

organisasi. (David, 2010; 200).

Mencapai visi

Strategi dapat difenisikan sebagai

perencanaan umum atas tindakan yang

menjelaskan pengalokasian sumber daya dan

aktivitas lain dari kesepakatan dengan

lingkungan dan membantu organisasi

mencapai tujuan dan mencapai visi. Dalam

memformulasikan strategi , pemimpin

menanyakan pertanyaan seperti dimana

organisasi sekarang?, apakha perubahan dan

trend yang muncul dalam lingkungan yang

kompetitif?, (David, 2010: 350).

Inti kompetensi organisasi terkadang

mengorganisasikan secara ekstrim baik

dalam hal ini dilakukan perbandingan

dengan pesaing. Pemimpim mencoba untuk

mendefinisikan kekuatan organisasi secara

unik-memuat apakah organisasi teampil

berebda dari yang lain dalam insustri.

Sehingga dalam hal ini perlu Munculnya

sinergi organisasi saat bagian untuk

menghasilkan bekerja sama secara efektif

yang menjadi besar dengan sejumlah bagian

yang bertindak sendiri. Hasil organisasi

mungkin mencapai keunggulan khusus

dengan peduli terhadao biaya, kekuatan

pasar, teknologi atau keahlian pekerja.

Selain itu perlu Memfokuskan atas inti

kompetensi dan mengusahakan sinergi

membantu organisasi menciptakan nilai dari

konsumen. Nilai dapat didefiniskan sebagai

kombinasi keunggulan yang diterima dan

biaya yang dibayar oleh konsumen.

(Robbins, 2010)

Memformulasikan strategi

Mengintegrasikan pengetahuan mengenai

lingkungan, visi dan misi dan inti

kompetensi perusahaan kedalam suatu cara

untuk mencapai sinergi dan menciptakan

nilai bagi konsumen. Saat elemen ini

membawa secara bersama, perusahaan telah

memiliki keunggulan akan perubahan untuk

keberhasilan dalam lingkungan persaingan.

Tetapi harus dilakukan juga, pemimpin

Page 25: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

harus dapat menentukan akan keputusan

strategi yang diputuskan – yang secara

aktual perilaku dengan gambaran organisasi

akan arah yang ingin dicapai.

Strategi eksekusi diartikan penggunaan

secara spesifik mekanisme, teknik atau alat

untuk secara langsung sumber daya

organisasi untuk menyelesaikan tujuan

strategi. Ini merupakan daar arsitektur untuk

bagaimana memikirkan dengan

melakukannya kedalam organisasi. Strategi

eksekusi biasanya disebut sebagai

impelmentasi, hak ini penting disebabkan

bagian tersukit manajemen strategi dan para

pemimpin harus berhati-hati dan

berkesinambungan mengelola proses

keputusan untuk mencapai hasilnya.

Memutuskan akan strategi

Strategi eksekusi diartikan penggunaan

secara spesifik mekanisme, teknik atau alat

untuk secara langsung sumber daya

organisasi untuk menyelesaikan tujuan

strategi. Ini merupakan dasar akan arsitektur

untuk bagaimana memikirkan dengan

melakukannya kedalam organisasi. Strategi

eksekusi biasanya disebut sebagai

impelmentasi, hal ini penting disebabkan

bagian tersulit manajemen strategi dan para

pemimpin harus berhati-hati dan

berkesinambungan mengelola proses

keputusan untuk mencapai hasilnya.

Pemimpin membuat keputusan setiap hari-

terkadang besar dan terkadang kecil- hal ini

mendukung strategi perusahaan. Hal ini

akan menghadirkan secara sederhana model

dari bagaimana pemimpin membuat

keputusan strategi ?. Model ini

menghadirkan akan secara sederhana untuk

bagaimana pemimpin membuat keputusan

akan strategi. Ada dua dimensi yang

mempertimbangkan saat tertentu akan

pilihan yang memiliki dampak yang besar

atau kecil akan bisnis dan pengambilan

keputusan yang mudah dan sulit sehingga

pemimpin harus pertama memilih untuk

menempatkan strategi kedalam tindakkan.

Beberapa keputusan strategi, bagaimanapun

sulitnya akan sejumlah keputusan. Sebagai

contoh mengupayakan pertumbuhan melalui

merger dan akuisisi dapat menimbulkan

terjadi kesulitan menyatukan atau

memadukan proses, prosedur akuntansi,

budaya perusahaan dan hal yang lain akan

organisasi kedalam funngsi efektifitas secara

keseluruhan. Melakukan disain kembali

akan strukturisasi , seperti membentuk tim-

tim pada suatu bentuk horizontal atau

memecahkan divisi perusahaan kedalam

berbagai bentuk, hal ini sebagai contoh high

risk decision. Para pemimpin kerap kali

melakukan perubahan yang utama walaupun

menghadapi resiko dan kesulitan yang

sangat tinggi hal ini dikarenakan strategi

tersebut sangat berpotensi. Pemimpin juga

terkadang melakukan strategi dengan

dampak akan strateginya yang rendah tetapi

secara relative mudah untuk diputuskan.

Peningkatan secara bertahap dalam produk,

proses kerja atau teknik sebagai contohnya :

lembur, secara bertahap peningkatan yang

dapat memiliki dampak penting atas

organisasi. Dalam hal lain perubahan yang

kecil dapat bersimbol peningkatan dan

keberhasilan untuk orang dengan organisasi.

Mungkin menjadi penting bagi pemimpin

untuk memproduksi cepat, nyata

peningkatannya untuk mendorong moral,

mendorong komitmen orang untuk

perubahan yang besar atau mendorong

pekerja tetap berfokus atas visi. Sebagai

contoh manajer departemen penjualan

menginginkan untuk perekayasaan ulang

akan proses penjualan untk meningkatkan

efisiensi dan meningkatkan hubungan

dengan para pemasok. Menginginkan dan

melakukan penagihan untuk dijadikan

proses dengan tiap harinya dibandingkan

beberapa minggu yang akan diambilnya.

(Draft, 2008: 366-369).

Page 26: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Kontribusi pemimpin

Walaupun pemimpin yang baik dikatakan

dari aktivitas yang melibatkan setiap orang,

pemimpin pada akhirnya bertanggung jawab

untuk membangun petunjuk melalui visi dan

strategi. Saat pemimpin melakukan kesalhan

untuk memberikan petunjuk, pencapaian

organisasi. Untuk menjaga persaingan

organisasi, pemimpin berupaya beradaptasi

yang terfokus pada visi dan strategi dan

memastikan setiap aktivitas bergerak kearah

organisasi dalam petunjuk yang benar.

Melakukan stimulus visi dan tindakkan

Pengharapan dan impian untuk masa depan

akan apakah tetap mengerjakan orang

menuju hal tersebut. . bagaimana pun peran

pemimpin menjelaskan berdasarkan atas

perhatian mereka terhadap visi dan perhatian

terhadap tindakan. Visi telah diterjemahkan

kedalam tujuan yang spesifik , objektif dan

perencanaan-perencanaan juga para pekerja

memahami bagaimana untuk mengerakkan

mereka mencapai masa depan. Sebuah

filosofi tua di Inggris yang bisa dikatakan

sebagai organisasi harus mengatakan bahwa

:

Hidup tanpa visi merupakan pekerjaan yang

membosankan

Visi tanpa tindakan seperti layaknya impian

yang kosong

Petunjuk atas tindakan merupakan visi

mendatangkan kesukaan dan harapan di

bumi.

Bagan ini akan mengilustrasikan empat

bentuk tanggung jawab pemimpin dalam

memberikan petunjuk. Empat tipe

kepemimpinan sebagai dasar atas penjelasan

visi dan perhatian atau fokus pada tindakan.

Seseorang yang lamban dalam

menghadirkan visi dan mendorong

tindakkan dinamakan uninvolved, secara

nyata tidak semua pemimpin seperti ini.

Seorang pemimpin yang kesemuanya

berfokus pada perhatian dan sedikit

perhatian terhadap visi dinamakan Doer.

yang mungkin pekerja keras dan berdedikasi

untuk pekerjaaan dan organisasi, tetapi

pekerja yang buta. Tanpa arah tujuan dan

petunjuk, aktivitas atau tindakkan tidak

memiliki arti yang sesungguhnya dan tidak

sungguh-sungguh melayani organisasi,

pekerja atau komunitas. The dreamer

didasarkan atas meletakkan tangan orang

lain, menyediakan ide yang besar dengan

memberikan arti untuk dirinya dan orang

lain. pemimpin ini dapat menginspirasi

efektifitas yang lain dengan visi, sebelum

visi dia lemah atas keputusan tindakan

strategi, visi dalam kasus ini hanya suatu

impian, fantasi , karena memiliki sedikit

perubahan yang jarang dijadikan

realisasi.Untuk menjadi pemimpin efektif

(the effective leader) , salah satu kedua hal

impian yang besar dan tranformasi impian

kedalam tindakan strategi yang nyata.

(Draft, 2008: 370-372)

Page 27: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Upaya pemimpin memutuskan

Untuk memastikan petunjuk strategi bagi

masa depan, pemimpin harus melihat ke

dalam , keluar dan pencapaian. Para

pemimpin menganalisa keduanya internal

dan lingkungan eksternal organsiasi untuk

identitas trend, ancamanan, dan peluang

untuk organisasi. Organisasi membutuhkan

kedua hal tersebut akan luasnya dan

inspirasi visi dan didasarkan perencanaan

untuk bagaimana pencapain tersebut. Untuk

mendedikasikan dan memetakan arah

strategi, pemimpin harus tegas untuk

membangun industri berdasarkan sudut

pandangan yang lain atas dasar trend dalam

teknologi, demografi, peraturan pemerintah,

nilai dan gaya hidup yang dapat membantu

mereka mengidentifikasikan keunggulan

daya saing. Salah pendekatan pemimpin

melakukan desain program untuk masa

depan melalui analisis yang sulit, analisis

situasi, sebagai contoh SWOT-kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang

mempengaruhi kinerja organisasi. Pemimpin

menggunakan analisis situasi memperoleh

informasi eskternal yang berasal dari

berbagai sumber daya, seperti konsumen,

laporan pemerintah , pemasok, konsultan

atau rapat asosiasi. Mereka mengumpulkan

informasi mengenai internal kekuatan dan

kelemahan dari sumber daya seperti

anggaran, ratio keuangan, laba dan rugi dan

survey pekerja. Selain itu menggunakan

formula yang sering digunakan pemimpin

yang disebut Five Forces analysis

development yang dikembangkan Michael

Porter.

Kesimpulan

Kemampuan organisasi dalam menciptakan

akan daya saing dimulai dari visi dan misi ,

hal inilah yang akan mengerakkan organisasi

dalam upaya menciptakan daya saing

melalui strategi yang digunakan dalam

perusahaan atau organisasi , agar srategi

yang digunakan dapat efektif dan

menciptakan nilai keunggulan bagi

organisasi. Maka diperlukanlah peran

seorang pemimpin dalam memwujudkan

strategi dengan membuat langkah akan

petunjuk berupa melakukan analisa serta

formulasi yang benar untuk dapat bersaing

sekaligus menciptakan nilai, keunggulan

serta kemampuan daya saing dalam

menghadapi setiap perubahan faktor

lingkungan.

Daftar Pustaka

David Fred, 2010. Management Strategy“

Pearson Education, New Jersey, 10 th.

Page 28: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

Kaloh J, 2006. “Pemimpin Antara Keberhasilan

Dan Kegagalan”. Penerbit Kata Hasta Pustaka,

Jakarta, Edisi Pertama.

L Draft Richard, 2008. “Leadership”, South

Western, International Edition, Cengage

Learning International Offies, 5th Edition.

Luthans Fred. 2005. “ Organization Behavior”.

The Mcgraw-Hill Companies, Inc, English, 10th

Edition.

Robbins, A. Judge Timothy, 2010.

“Organizational Behaviour”, New Jersey,

Pearson Editon, 12th Editon.

Robbins, A. Judge Timothy, 2003.

“Organizational Behaviour”, New Jersey,

Pearson Editon, 7th Editon.

Ridwansyah Ardhi, dan lain-lain, 2012.

“Leadership 3.0”, Penerbit Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Soekarso, Sosro Agus, Putong iskandar, Hidayat

Cecep . 2010 “ Teori Kepemimpinan”. Mitra

Wacana Media.

Sashkin Marshall dan Sashkin Molly G, 2011.

“Prinsip-Prinsip Kepemimpinan”. Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Siagian Sondang P, 2010. “Teori dan Praktek

Kepemimpinan”, Penerbit Rhineka, Jakarta,

Edisi 6.

Thoha Miftah, 2010. “Kepemimpinan dalam

Manajemen”. PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, Edisi 15.

Majer Kenneth, 2004. “ A Revolution Approach

to Business Success and Personal Prosperity”, A

Division Of Majer Strategies, Inc, San Diego,

California.

Page 29: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

29

TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK DALAM MENDETEKSI KECURANGAN PADA

AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN DAN PEMBERIAN OPINI WAJAR TANPA

PENGECUALIAN (UNQUALIFIED OPINION)

(Sebuah Studi Literatur)

(Karya Tulis Ilmiah ini masuk dalam Pemakalah Top 20 The Second Academic Conference 2013 dalam

acara The Second Academic Conference yang diselenggarakan oleh Ikanas Keuangan-STAN dan

dikompilasikan dalam buku proceeding yang didistribusikan ke berbagai instansi pemerintah,

akademisi, dan praktisi)

Rifki Gunawan

ABSTRACT

Occurrence of accounting fraud can not be detected by a public accountant who audited the

financial statements lead to disappointment of the people who use financial statement information.

Public accounting as a profession trusted public are required to detect the fraud by both the employee

and the management on the field audit. It certainly is a concern to the auditor to be able to plan the audit

to detect fraud that have an impact on financial statement presentation. Auditing standards has made it

clear that the auditor's responsibility is not only to assess the fairness of presentation of financial

statements that by mistake error but rather it should be able to detect fraudulent contained in the

financial statements that having the character of material.

Auditor should have the highest level of assurance that the financial statements are not contain of

material misstatement, including fraud so unqualified opinion has considered fraud in order to provide

an overview of the actual financial condition of the company and not mislead the users of financial

statements for decision making. This paper descnbes how auditor’s responsibility to detect fraudulent

financial reporting.

Keywords: auditor responsibility, fraud, fraud detection, unqualified opinion,

PENDAHULUAN

Dalam dunia bisnis, kehadiran Akuntan

Publik merupakan suatu hal yang sangat

diharapkan dan penting untuk menciptakan

kondisi ekonomi yang kondusif khususnya

dalam iklim investasi. Hasil audit dari Akuntan

Publik terhadap suatu laporan keuangan

perusahaan akan menjadi pertimbangan bagi

seluruh pihak yang menggunakan informasi

tersebut dalam pengambilan keputusan.

Banyaknya pihak yang mengandalkan informasi

yang dihasilkan dari suatu audit yang dilakukan

Akuntan Publik menjadikan kualitas hasil audit

menjadi syarat mutlak atas produk yang

dihasilkan. Namun terjadinya beberapa skandal

Akuntansi yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan mengakibatkan masyarakat

cenderung sanksi terhadap kualitas hasil audit

yang dilakukan oleh Akuntan Publik karena

ketidakmampuannya dalam mendeteksi

kecurangan yang terjadi. Terlepas dari

keterlibatan Akuntan Publik dalam skandal

Akuntansi tersebut atau tidak, nampaknya

masyarakat beranggapan bahwa Akuntan Publik

harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya

skandal Akuntansi di suatu perusahaan setelah

audit dilakukan dan opini Wajar Tanpa

Pengecualian (Unqualified Opinion) diterbitkan.

Sebenarnya kasus skandal akuntansi

bukanlah hal yang baru. Lihat saja kasus

berjatuhannya bank-bank di Indonesia yang

tadinya tumbuh dengan pesat dan subur

kemudian setelah terjadinya krisis ekonomi

tahun 1997 yang melanda dunia khususnya di

Indonesia, bank-bank tersebut bankrut karena

kinerja keuangannya buruk padahal umumnya

bank tersebut telah dinyatakan sehat setelah

diaudit oleh KAP dengan opini Wajar Tanpa

Pengecualian. Akmal (2002:68) menyatakan hal

ini tentu menimbulkan pertanyaan mengapa

dapat terjadi demikian? Apakah audit yang

dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik tersebut

mutunya rendah, sehingga tidak dapat

memberikan informasi mengenai kurang

sehatnya posisi keuangan kliennya yang begitu

rapuh. Mungkin pertanyaan Akmal tersebut

relevan ketika yang terjadi adalah kegagalan

audit, namun jika yang terjadi ternyata

kegagalan bisnis klien, apakah Akuntan Publik

Page 30: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

30

tetap harus bertanggung jawab atas

kebangkrutan suatu perusahaan?

Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun

1997, di Indonesia masih terjadi beberapa kali

kasus skandal Akuntansi namun kali ini

dilakukan oleh manajemen perusahaan. Kondisi

tersebut ternyata tetap membawa Akuntan

Publik sebagai pihak yang turut bersalah dan

bertanggung jawab sehingga dikenakan sanksi

oleh Kementerian Keuangan (dhi. PPAJP) atau

IAPI (dulu masih bergabung dengan IAI). Lihat

saja kasus Kimia Farma, Bank Global, Great

River, Bank Lippo, KAI, dll yang menyeret

sejumlah Akuntan Publik dalam pelanggaran

standar auditing atau kode etik profesi. Sanksi

yang dikenakan kepada Akuntan Publik

disesuaikan dengan tingkat keterlibatan dan

kesalahannya, mulai dari sanksi administrasi,

pembekuan ijin praktek, pengenaan denda,

hingga pencabutan ijin prakteknya.

Melihat kondisi di atas maka dapat

diketahui bahwa terjadinya skandal akuntansi

bisa disebabkan adanya konspirasi

(persekongkolan) yang dilakukan antara

Akuntan Publik dengan manajemen perusahaan

dan bisa juga disebabkan karena kegagalan

audit karena Akuntan Publik tidak dapat

mendeteksi adanya penyimpangan dan

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen

meskipun Akuntan Publik telah menjalankan

auditnya secara independen dan tidak adanya

konflik kepentingan (conflict of interest) yang

terjadi. Terlepas dari adanya pelanggaran yang

dikarenakan adanya konspirasi

(persekongkolan) antara Akuntan Publik dengan

manajemen perusahaan nampaknya masyarakat

menganggap hal tersebut merupakan suatu

kegagalan audit yang dilakukan oleh Akuntan

Publik dan penghianatan terhadap kepercayaan

masyarakat serta tidak terpenuhinya harapan

masyarakat.

Banyaknya tuntutan dan harapan

masayarakat terhadap hasil audit yang dilakukan

oleh Akuntan Publik memaksa Akuntan Publik

harus dapat lebih berhati-hati dalam

melaksanakan auditnya (due care). Oleh karena

itu sudah seharusnya hasil kerja dari Akuntan

Publik dapat memberikan perlindungan bagi

seluruh pihak yang menggunakan laporan

keuangan untuk proses pengambilan

keputusannya. Dengan latar belakang tersebut

maka tulisan ini mencoba mengidentifikasi

seberapa jauh tanggung jawab auditor dalam

memberikan tingkat keyakinan yang memadai

atas kewajaran informasi laporan keuangan

yang disajikan oleh manajemen terhadap

kecurangan yang mempengaruhi penyajian

informasi secara material. Tulisan ini juga

mencoba untuk menjawab pertanyaan “apakah

opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified

opinion) berarti suatu entitas terbebas dari

kecurangan penyajian keuangan yang material?”

BATASAN PEMBAHASAN

Sebelum saya mulai membahas masalah

kegagalan Akuntan Publik dalam mendeteksi

kecurangan akuntansi, saya akan membatasi

permasalahan untuk menyamakan persepsi

dengan para pembaca terlebih dahulu.

Batasan pembahasan dalam tulisan ini adalah:

a Akuntan Publik yang saya maksud adalah

eksternal auditor (auditor independen) yang

melakukan audit atas laporan keuangan

perusahaan, bukan jasa lainnya atau auditor

di sini adalah Akuntan Publik yang

memberikan jasa audit atas laporan

keuangan.

b Kegagalan auditor dalam mendeteksi

kecurangan akuntansi yang dimaksud tidak

memasukkan adanya unsur konspirasi

(persekongkolan) antara Auditor dengan

manajemen perusahaan.

c Kegagalan Auditor dalam mendeteksi

kecurangan akuntansi yang dimaksud adalah

ketika opini Wajar Tanpa Pengecualian

diterbitkan namun ternyata masih ditemukan

kecurangan yang material pada saat periode

audit. Dalam hal ini, kecurangan yang tidak

material bukan menjadi permasalahan.

d Kecurangan yang dimaksud adalah salah saji

material yang disebabkan karena

kecurangan yang berbentuk kecurangan

pelaporan keuangan (fraudulent statement)

dan penyalahgunaan aset (misappropriation

of assets), baik yang dilakukan oleh

pegawai maupun oleh manajemen namun

tidak termasuk korupsi (corruption). Oleh

karena itu, kecurangan yang tidak

mempengaruhi penyajian keuangan baik

secara material maupun tidak material bukan

termasuk dalam permasalahan. Hal tersebut

sesuai dengan SA seksi 316 yang

menyatakan bahwa terdapat dua bentuk tipe

salah saji yang relevan dengan kecurangan

dalam audit atas laporan keuangan, salah

saji yang timbul sebagai akibat dari

kecurangan dalam laporan keuangan dan

kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak

semestinya terhadap aktiva. Selain itu,

klasifikasi pelaku kecurangan juga sesuai

dengan Schulze dan Daviel L. Black (2000)

dalam Sugiyono (2006) yang

Page 31: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

31

menggolongkan jenis kecurangan ke dalam

dua kelompok yaitu kecurangan manajemen

dan kecurangan karyawan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kecurangan

Istilah fraud yang dikemukakan oleh

ACFE dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai

kecurangan. Menurut ACFE, kecurangan

terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu:

penyalahgunaan aset (misappropriation of

assets), korupsi (corruption), dan kecurangan

laporan keuangan (fraudulent statement).

Umumnya kecurangan bentuk penyalahgunaan

aset (misappropriation of assets) dan korupsi

(corruption) dilakukan oleh individu pegawai

perusahaan sedangkan bentuk kecurangan

laporan keuangan (fraudulent statement)

dilakukan oleh manajemen perusahaan. Namun

hal tersebut tidak bersifat mutlak karena

mungkin saja terjadi penyalahgunaan aset

(misappropriation of assets) yang direstui oleh

manajemen atau kecurangan laporan keuangan

(fraudulent statement) yang dilakukan oleh

manajer keuangan dan akuntansi dalam rangka

memperoleh bonus dari perusahaan (bonus

scheme).

Namun coba perhatikan kata kecurangan

yang saya tulis. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kecurangan berarti perbuatan yang

curang, ketidakjujuran; keculasan. Artinya

kecurangan memiliki karakteristik yaitu

dilakukan secara sengaja (dengan maksud

tertentu) dan dilakukan secara tersembunyi

(tidak jujur: menipu, manipulasi, mengelabui,

memalsu, dsb). Hal tersebut tentunya sangat

menyulitkan bagi siapa saja untuk mengetahui

bahwa kecurangan telah terjadi baik yang

dilakukan oleh pegawai perusahaan maupun

oleh manajemen. Terlepas dari apakah

kecurangan dilakukan oleh pegawai perusahaan

atau dilakukan oleh manajemen perusahaan,

nampaknya masyarakat berharap kecurangan

tersebut dapat dideteksi oleh Akuntan Publik

pada saat pelaksanaan pekerjaan auditnya

sehingga opini Wajar Tanpa Pengecualian yang

diberikan tidak hanya mencakup pertimbangan

atas aspek materialitas pada salah saji yang

disebabkan karena kesalahan (error) saja namun

juga termasuk kecurangan (fraud).

Apapun bentuk kecurangan yang terjadi

di perusahaan tentunya menimbulkan kerugian

yang besar bagi para pihak yang menggunakan

dan mengandalkan informasi laporan keuangan

untuk pengambilan keputusannya. Lihat saja

kasus pemberian kredit yang dilakukan oleh

bank kepada perusahaan yang telah dinyatakan

sehat oleh Akuntan Publik yang tercermin dari

hasil opininya yang menyatakan Wajar Tanpa

Pengecualian namun ternyata di kemudian hari

terjadi gagal bayar (kredit macet) akibat Auditor

tidak memberikan informasi kondisi keuangan

perusahaan secara nyata dan benar (lihat kasus

Bank Global). Kasus lainnya yang pernah

terjadi adalah para pemegang saham dan

investor yang merasa tertipu oleh hasil audit

yang dilakukan oleh Akuntan Publik karena

opininya yang menyatakan Wajar Tanpa

Pengecualian (Unqualified Opinion) dan

laporan keuangan audited-nya menyajikan

informasi laporan keuangan yang sehat untuk

menjadi dasar mereka dalam pengambilan

keputusan namun ternyata terjadi manipulasi

informasi keuangan sehingga mereka merasa

dirugikan (lihat kasus Bank Lippo).

Dalam sejumlah kasus lain, kegagalan

merger dan akuisisi, leverage buyouts,

corporate raider, rekayasa akuntansi, dan

manipulasi keuangan, dapat menimbulkan

persepsi masyarakat yang selalu menggiring

posisi Akuntan terutama Akuntan Publik dan

Auditor pada titik tertuduh. Penyebab utamanya

adalah pelanggaran etika profesi dan standar

audit oleh KAP (Agoes, 2003: 315).

Dalam Laporan ACFE yang berjudul

“Report to the Nation on Occupational Fraud

and Abuse 2012” disebutkan bahwa bentuk

kecurangan yang paling sering terjadi di

Amerika Serikat pada tahun 2012 adalah

penyalahgunaan aset, dengan persentase sebagai

berikut:

a Penyalahgunaan aset : 86,7%

b Korupsi : 33,4%

c Manipulasi laporan keuangan : 7,6%

Namun jangan pernah beranggapan

bahwa jika frekuensi terjadinya kasus sering

maka akan menimbulkan kerugian yang paling

besar juga. Meskipun penyalahgunaan aset

merupakan bentuk kecurangan yang paling

sering terjadi namun kerugian yang ditimbulkan

ternyata paling kecil. Ironisnya, kerugian

terbesar yang ditimbulkan akibat dari

kecurangan berasal dari kecurangan akuntansi

yang frekuensi terjadinya kasus bisa dikatakan

jarang terjadi. Lihat saja jumlah kerugian rata-

rata yang ditimbulkan dari kecurangan berikut

ini:

a Manipulasi laporan keuangan : US$

1.000.000

b Korupsi : US$

250.000

Page 32: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

32

c Penyalahgunaan aset : US$

120.000

Fenomena tersebut tentu saja menjadi

perhatian banyak masyarakat khususnya

pengguna laporan keuangan perusahaan. Lihat

saja kecurangan akuntansi yang berada pada

peringkat pertama, hal ini tentu saja terkait

dengan peran manajemen dalam menyajikan

informasi laporan keuangan yang benar dan

akurat. Kata “benar” di sini berarti dicatat sesuai

dengan terjadinya transaksi atau tidak mencatat

transaksi yang tidak terjadi, dan kata “akurat”

berarti dicatat sesuai dengan nilai yang

sebenarnya.

Sebenarnya, masyarakat sadar akan

adanya information asymetry, dimana

manajemen perusahaan mengetahui apakah

informasi keuangan yang disampaikan kepada

pengguna informasi telah benar atau tidak.

Sebaliknya pengguna laporan keuangan sadar

akan menghadapi risiko dimana informasi yang

disampaikan oleh manajemen adalah bukan

yang sebenarnya dan penuh kecurangan. Oleh

karena itu, di sinilah peran Akuntan Publik yang

ditugaskan melakukan audit atas kewajaran

informasi keuangan yang disampaikan oleh

manajemen agar jangan sampai memberikan

informasi yang menyesatkan bagi para

pengguna laporan keuangan termasuk informasi

yang masih mengandung kecurangan secara

material.

Kegagalan Akuntan Publik dalam

Mendeteksi Kecurangan

Terjadinya skandal akuntansi dan

pelanggaran yang dilakukan oleh profesi

Akuntan Publik dalam praktek auditnya antara

lain dikarenakan kegagalan atau

ketidakmampuan dari Akuntan Publik dalam

mendeteksi adanya penyimpangan dan

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen

serta tidak dilaksanakannya standar auditing dan

kode etik profesinya sebagai panduan yang

wajib dipatuhi oleh setiap Akuntan Publik

dalam memberikan jasa auditnya.

Pertanyaan besar yang ada dalam benak

masyarakat adalah apakah Akuntan Publik yang

mengaudit laporan keuangan tidak mampu

mendeteksi adanya kecurangan akuntansi yang

terjadi pada saat pelaksanaan auditnya sehingga

setelah opini Wajar Tanpa Pengecualian

diterbitkan masih ditemukan adanya kecurangan

akuntansi yang material pada periode yang

diaudit.

Jika terdapat unsur adanya pelanggaran

terhadap kode etik profesi dan atau standar

auditingnya tentu saja dapat dengan mudah

dijawab bahwa hal tersebut merupakan

kesalahan Akuntan Publik. Hal tersebut

tentunya memunculkan pertanyaan baru jika

kondisinya tidak seperti itu. Bagaimana jika

Akuntan Publik telah mengaudit sesuai dengan

standar auditing dan kode etik profesi namun

tetap gagal dalam mendeteksi adanya

kecurangan akuntansi yang terjadi di suatu

perusahaan? Apakah penerapan kode etik

profesi dan standar auditing dalam pekerjaan

auditnya akan dapat mendeteksi kecurangan

akuntansi yang terjadi di perusahaan? Kedua

pertanyaan tersebut tentu saja menimbulkan

polemik di kalangan profesi Akuntan Publik dan

masyarakat selaku pengguna laporan hasil audit.

Dalam kasus skandal akuntansi yang

terjadi di beberapa perusahaan di Indonesia,

Akuntan Publik ikut bertanggung jawab

terhadap terjadinya skandal akuntansi tersebut.

Ternyata opini Wajar Tanpa Pengecualian yang

diterbitkan oleh Akuntan Publik belum mampu

memberikan keyakinan yang memadai atas

kewajaran informasi laporan keuangan

perusahaan karena masih ditemukan adanya

kecurangan akuntansi yang material namun

lolos dari deteksinya. Akibatnya, Akuntan

Publik ikut merasakan dampaknya yaitu

dikenakan sanksi oleh regulator atau organisasi

profesi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Hal

tersebut dapat diperkirakan bahwa akibat

Akuntan Publik yang mengaudit tidak

melaksanakan standar auditingnya dengan benar

maka mengakibatkan dia tidak dapat mendeteksi

adanya kecurangan material yang terjadi.

Mungkin anda akan bertanya, bagaimana

mungkin ini dapat terjadi? Lihat saja kasus bank

Global, Akuntan Publik yang mengaudit Bank

Global melakukan pengujian secara sampling

yang tidak mencukupi secara kuantitas terhadap

jumlah surat berharga yang diterbitkan oleh

Bank Global sehingga surat berharga fiktif tidak

dapat terdeteksi. Seharusnya dengan standar,

teknik, dan prosedur audit, auditor harus bisa

secara cermat, objektif dan benar menguji

transaksi yang material dalam laporan keuangan

sehingga nilai saldo dalam akun laporan

keuangan secara material dapat dianggap wajar.

Berdasarkan beberapa kasus yang terjadi

diketahui bahwa Akuntan Publik memiliki andil

terhadap terjadinya skandal akuntansi di suatu

perusahaan. Andil di sini bisa berarti

mengetahui atau memang tidak mengetahui

sama sekali. Jika mengetahui namun tidak

mengkoreksi dan mengungkapkannya maka

Akuntan Publik dapat dianggap berkonspirasi

Page 33: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

33

(bersekongkol) dengan manajemen perusahaan

(lihat kasus Enron). Jika tidak mengetahui,

maka akan muncul pertanyaan susulan,

mengapa tidak bisa mengetahui adanya

kecurangan? Apakah prosedur audit yang

dilakukan tidak dapat mendeteksi adanya

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen?

Beberapa kasus di atas, diketahui bahwa tidak

ditemukan adanya konspirasi (persekongkolan)

yang dilakukan antara Akuntan Publik dengan

manajemen perusahaan sehingga skandal

akuntansi yang terjadi memang akibat dari

kegagalan audit yang dilakukan oleh Akuntan

Publik dalam memberikan jasanya. Meskipun

Akuntan Publik telah melaksanakan auditnya

sesuai dengan standar auditing dan kode etik

profesi nya namun dianggap gagal karena tidak

dapat mendeteksi adanya penyimpangan dan

kecurangan yang material yang dilakukan oleh

manajemen perusahaan yang berakibat pada

pengenaan sanksi oleh regulator atau organisasi

profesi.

Perhatikan kata “mendeteksi” yang saya

gunakan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, deteksi artinya usaha menemukan

dan menentukan keberadaan, anggapan, atau

kenyataan sesuatu; melacak. Deteksi yang saya

maksud di sini bukan berarti mengungkap

adanya kecurangan seperti yang dilakukan oleh

Investigator atau Akuntan Forensic yang lebih

ke arah pembuktian tindakan kecurangan.

Cerita tersebut tentu saja merupakan

suatu bentuk kegagalan audit yang dilakukan

oleh Akuntan Publik. Perhatikan di sini bahwa

yang saya maksud kegagalan audit adalah

kegagalan yang dilakukan oleh Akuntan Publik

dalam memenuhi persyaratan standar auditing

dan kode etik profesinya sehingga gagal

mendeteksi salah saji atau kecurangan material

yang terjadi di perusahaan dan salah dalam

penentuan opini, atau meskipun Akuntan Publik

telah memenuhi persyaratan standar auditing

dan kode etik profesinya namun gagal

mendeteksi salah saji material atau kecurangan

yang terjadi di manajemen dan salah dalam

penentuan opininya. Jadi kegagalan audit di sini

bukan merupakan kegagalan bisnis perusahaan

yang disebabkan karena kesalahan dari strategi

dan keputusan manajemen dalam menjalankan

kegiatan usahanya sehingga perusahaan harus

mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan

di kemudian hari.

Menurut Toruan (2001: 28), kegagalan

audit yang dilakukan dapat dikelompokkam

menjadi ordinary negligence, gross negligence,

dan fraud. Ordinary negligence merupakan

kesalah yang dilakukan Akuntan Publik, ketika

menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti

pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata

lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada

kalanya auditor menghadapi situasi yang belum

diatur standar. Dalam hal ini auditor harus

menggunakan “common sense” dan mengambil

keputusan yang sama seperti seorang (typical)

Akuntan Publik bertindak. Sedangkan gross

negligence merupakan kegagalan Akuntan

Publik mematuhi standar profesional dan

standar etika. Standar ini minimal yang harus

dipenuhi. Bila Akuntan Publik gagal mematuhi

standar minimal (gross negligence) dan pikiran

sehat dalam situasi tertentu (ordinary

negligence), yang dilakukan dengan sengaja

demi motif tertentu maka Akuntan Publik

dianggap telah melakukan fraud yang

mengakibatkan Akuntan Publik dapat dituntut

baik secara perdata maupun pidana.

Sebenarnya Akuntan Publik menyadari

bahwa setiap penugasan audit, mereka dihadapi

oleh risiko yang disebut detection risk, sehingga

jika suatu audit gagal mengungkapkan salah saji

yang material dan mendeteksi kecurangan yang

terjadi sedangkan opini Wajar Tanpa

Pengecualian telah diterbitkan, maka Akuntan

Publik harus membuktikan kualitas auditnya.

Jika Akuntan Publik tidak dapat membuktikan

pekerjaan auditnya telah memenuhi standar

auditingnya dan dilakukan menggunakan

kemahiran profesionalnya maka dapat

dipastikan hal tersebut merupakan kegagalan

audit yang merupakan detection risk. Jika yang

terjadi adalah kegagalan audit maka Akuntan

Publik harus siap menghadapi sanksi dari

Pemerintah atau organisasi profesi dan litigasi

(gugatan) hukum dari masyarakat yang merasa

dirugikan. Bahkan jika Akuntan Publik telah

memenuhi standar auditingnya sekalipun namun

ternyata perusahaan yang diaudit dengan opini

Wajar Tanpa Pengecualian di kemudian hari

ditemukan kecurangan atau mengalami

kegagalan bisnis, maka pengguna laporan

keuangan akan tetap menyalahkan Akuntan

Publik yang dianggap gagal mendeteksi adanya

kecurangan dan kesalahan strategi bisnis

perusahaan.

Memang seharusnya masyarakat dapat

membedakan antara kegagalan audit dengan

kegagalan bisnis perusahaan. Terlepas dari

keterlibatan Akuntan Publik dalam skandal

akuntansi perusahaan, maka seharusnya risiko

kegagalan bisnis yang dilakukan oleh

manajemen tidak dibebankan kepada Akuntan

Publik sehingga kegagalan bisnis memang

Page 34: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

34

murni kesalahan dari pihak manajemen yang

tidak tepat dalam menetapkan strategi

perusahaan. Hal tersebut tentunya di luar

kewenangan Akuntan Publik, sehingga Akuntan

Publik tidak dapat disalahkan ketika suatu

perusahaan mengalami kebangkrutan yang

dikarenakan kegagalan bisnisnya selama

Akuntan Publik dapat membuktikan telah

memberikan jasanya sesuai dengan standar

auditing dan kode etik profesi serta kemahiran

profesionalnya.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian

(Unqualified Opinion)

Opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion

artinya laporan keuangan telah disajikan secara

wajar dalam semua hal yang material,

posisi keuangan (Neraca), hasil usaha (Laporan

Laba Rugi), Laporan Arus Kas, sesuai dengan

prinsip akuntansi yg berlaku umum di

Indonesia.

Dalam opini Wajar Tanpa Pengecualian

tersebut, titik kritisnya terletak pada kata

“wajar”, “material”, dan “prinsip akuntansi”.

Saya akan membahas satu persatu kata tersebut

sebagai berikut:

a Wajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

wajar berarti: 1 biasa sebagaimana adanya

tanpa tambahan apapun; 2 menurut keadaan

yang ada; sebagaimana mestinya. Dari

definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

wajar di sini maksudnya adalah laporan

keuangan telah memberikan informasi

sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan

yang sebenarnya sehingga seharusnya nilai

saldo memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi, bebas dari keraguan, dan

ketidakjujuran dan tidak terbatas hanya pada

ketepatan dan keakuratan nilai saldo saja

namun catatan atas laporan keuangan juga

telah mengungkapkan informasi secara

lengkap.

b Materialitas

Materialitas terkait dengan seberapa besar

nilai salah saji yang terkandung dalam

laporan keuangan dapat ditolerir oleh

Auditor sehingga akan mempengaruhi

pengguna laporan keuangan dalam

pengambilan keputusan. Indikator suatu

salah saji dianggap dapat mempengaruhi

pengambilan keputusan ditentukan oleh

batas nilai materialitas yang telah ditetapkan

oleh Auditor terhadap suatu laporan

keuangan secara keseluruhan.

c Prinsip Akuntansi

Masih dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, prinsip berarti asas (kebenaran

yang menjadi pokok dasar berpikir,

bertindak, dsb); dasar. Dalam opini tersebut,

prinsip akuntansi yang berlaku umum

mengandung suatu urutan/hirarki ketentuan

yang mengatur mengenai perlakuan

akuntansi sebagai dasar/pedoman dalam

melakukan pencatatan dan pelaporan suatu

transaksi.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian

(Unqualified Opinion) hanya dapat diberikan

oleh Akuntan Publik apabila memenuhi kondisi

sebagai berikut:

Tidak ada pembatasan lingkup audit sehingga pemeriksa dapat

menerapkan semua prosedur audit yang

dianggap perlu untuk memberikan

keyakinan yang memadai terhadap

kewajaran laporan keuangan; atau meskipun

terdapat pembatasan lingkup audit namun

nilainya tidak material dan dapat diatasi

dengan prosedur audit alternatif;

Akuntan Publik yang mengaudit berada

pada kondisi yang independen, tanpa ada

tekanan dari pihak lain manapun terhadap

pekerjaan auditnya.

Entitas yang diaudit memiliki Sistem Pengendalian Internal yang efektif dalam

proses penyusunan dan pelaporan informasi

keuangannya.

Penyusunan dan penyajian informasi keuangan telah sesuai dengan standar

akuntansi yang berlaku atau meskipun

terdapat penyimpangan dari standar

akuntansi tetapi nilainya tidak material.

Entitas yang diaudit dalam menjalankan

kegiatan operasinya telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan sehingga

tidak ada pelanggaran hokum yang

dilakukannya

Entitas yang diaudit diprediksi tidak terganggu kelangsungan hidupnya di

kemudian hari.

Laporan keuangan telah mengungkapkan informasi keuangan yang lengkap (full

disclosure) dan tidak menimbulkan bias

Sebelum Akuntan Publik menyimpulkan

bahwa laporan keuangan telah disajikan secara

wajar dalam semua hal yang material melalui

opini Wajar Tanpa Pengecualian, seharusnya

Akuntan Publik telah mempertimbangkan risiko

kecurangan yang mungkin terjadi. Jika laporan

keuangan sengaja disusun dengan itikad tidak

Page 35: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

35

baik oleh manajemen maka kecurangan dalam

penyusunan laporan keuangan mungkin terjadi

sehingga dapat dipastikan laporan keuangan

disajikan tidak wajar. Oleh karena itu, dalam

kondisi tersebut Akuntan Publik tidak boleh

memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Hal tersebut sesuai dengan Suprajadi (2009)

yang menyatakan bahwa jika faktor kecurangan

terjadi dalam penyusunan laporan keuangan

dapat dipastikan laporan keuangan disajikan

tidak wajar.

Jika laporan keuangan diberikan opini

Wajar Tanpa Pengecualian, artinya auditor telah

memiliki keyakinan yang memadai (reasonable

assurance) berdasarkan bukti-bukti audit yang

diperoleh dan dianalisa bahwa entitas yang

diperiksa dianggap telah menerapkan standar

akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan

kalaupun terdapat kesalahan, maka dianggap

nilainya tidak material sehingga tidak

berpengaruh signifikan terhadap informasi

laporan keuangan secara keseluruhan dan tidak

mempengaruhi pengguna laporan keuangan

dalam pengambilan keputusan.

PEMBAHASAN

Seringnya kita mendengar terjadinya

kasus kecurangan akuntansi di suatu perusahaan

yang tidak terdeteksi oleh Akuntan Publik yang

mengauditnya menjadikan pengguna laporan

keuangan dibuat “galau” dan penuh tanda tanya.

Sepertinya expectation gap tidak akan pernah

hilang dan tuntutan terhadap profesi Akuntan

Publik juga tidak akan pernah berkurang.

Masyarakat tetap menganggap bahwa Auditor

seperti sekelompok pasukan anti ranjau yang

harus menyisir dahulu ke suatu lahan sebelum

prajurit yang lain melewatinya. Penyisiran

dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa di

lahan tersebut sudah tidak terdapat ranjau yang

berbahaya lagi, dan kalaupun masih terdapat

ranjau mungkin daya ledaknya kecil sehingga

tidak sampai melukai prajurit yang melewati

lahan tersebut untuk bertempur. Penyisiran yang

dilakukan oleh pasukan anti ranjau tersebut

sangat berguna untuk pengambilan keputusan

bagi prajurit lain apakah akan melewati lahan

tersebut atau tidak. Prajurit tersebut tampaknya

tidak perduli apakah ranjau yang terdapat di

lahan tersebut berada di permukaan atau berada

di dalam tanah yang sulit ditemukan oleh

pasukan anti ranjau. Prajurit hanya tahu bahwa

jika lahan tersebut telah dinyatakan aman oleh

pasukan anti ranjau untuk dilewati maka

pernyataan tersebut yang akan menjadi dasar

pertimbangan bagi prajurit tempur untuk

melewatinya. Padahal pasukan anti ranjau

tersebut karena keterbatasan sumber daya

(personil, waktu, anggaran, peralatan) hanya

dapat mendeteksi ranjau yang terlihat di

permukaan tanah dan daya sisirnyapun tidak

dapat mencakup seluruh lahan tersebut

(penyisiran dilakukan secara sampling dengan

memperhatikan risiko). Risiko yang dihadapi

oleh pasukan anti ranjau tersebut adalah mereka

tidak menemukan ranjau yang berada di dalam

tanah dan masih terdapat ranjau di titik yang

belum dilakukan penyisiran. Namun dengan

kemahiran profesionalnya, maka pasukan

tersebut memilih area titik penyisiran yang

dianggap besar kemungkinan akan dilalui oleh

prajurit untuk bertempur dan berupaya

menjinakkan bom sebanyak mungkin meskipun

mustahil untuk menjinakkan seluruhnya. Jika

saja pasukan anti ranjau tersebut memiliki

kepedulian terhadap keamanan lahan yang akan

dilewati prajurit, meskipun daya jangkaunya

hanya mampu mendeteksi ranjau yang terlihat

di permukaan tanah, sepertinya mereka akan

mulai memperhatikan kejanggalan-kejanggalan

kontur dan permukaan tanah untuk menemukan

dan menentukan keberadaan ranjau yang berada

di bawah permukaan tanah. Ciri permukaan

tanah yang dapat diidentifikasi terdapat ranjau

di bawahnya yang dapat dikenali oleh pasukan

anti ranjau antara lain adalah bentuk permukaan

tanah yang tidak rata, bekas galian tanah,

terdapat sedikit atau bahkan tidak ada vegetasi

tumbuhan di atasnya, dll. Dengan begitu maka

kemungkinan terdapat prajurit yang terluka

karena terkena ranjau pada saat melewati lahan

tersebut dapat diminimalisasi sampai pada

tingkat yang paling rendah dan risiko pasukan

anti ranjau dipersalahkan atau terkena sanksi

militer juga dapat dihindari.

Kira-kira seperti itulah profesi Akuntan

Publik dalam melakukan pekerjaan auditnya dan

dalam audit kira-kira ranjau yang berada di

bawah permukaan tanah tersebut yang disebut

sebagai kecurangan, sengaja ditaruh untuk

maksud tertentu, sifatnya yang tersembunyi, dan

sulit diketahui. Melihat cerita di atas, kalau

pasukan anti ranjau tersebut saja tidak menutup

mata terhadap apa yang terjadi di bawah

permukaan tanah yang dapat membahayakan

prajurit yang melewatinya, apakah Akuntan

Publik akan menutup mata terhadap kecurangan

yang terjadi di perusahaan. Istilah pribahasa,

“sebaik-baiknya bangkai disimpan maka akan

tercium juga baunya”. Itulah peran yang

diharapkan dari profesi Akuntan Publik, tidak

perlu mengungkap kecurangannya namun hanya

Page 36: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

36

perlu mendeteksi keberadaannya saja melalui

kejanggalan-kejanggalan transaksi dan kegiatan

yang dapat diidentifikasi dan dikenali oleh

Akuntan Publik selama melakukan pekerjaan

auditnya.

Namun seringkali kita mendengar

doktrin dan pembelaan yang sengaja dibuat oleh

kalangan profesi Akuntan Publik untuk

meminimalisir risiko yang dihadapi oleh

profesinya, yaitu dengan dalih bahwa:

Akuntan Publik hanya menilai kewajaran penyajian informasi dalam laporan

keuangan terhadap semua hal yang material

berdasarkan tingkat keyakinannya sehingga

tanggung jawabnya hanya terletak pada

opini yang diberikan, sedangkan laporan

keuangan merupakan tanggung jawab

manajemen.

Audit hanya dilakukan secara sampling

sehingga laporan keuangan dimungkinkan

masih mengandung salah saji yang nilainya

tidak material atau bahkan mungkin masih

mengandung salah saji material yang tidak

terkena sampling pengujian.

Prosedur audit tidak dirancang secara khusus untuk mendeteksi adanya

kecurangan yang terjadi sehingga laporan

keuangan dimungkinkan masih mengandung

kecurangan akuntansi yang tidak dapat

dideteksi dengan prosedur audit biasa

(maksudnya diperlukan audit khusus yaitu

audit investigatif untuk mengungkapkannya)

Padahal kita semua tahu bahwa

keyakinan yang memadai yang diberikan oleh

Akuntan Publik juga merupakan judgement

profesionalnya sehingga memungkinkan antara

satu Akuntan Publik dengan Akuntan Publik

yang lain memiliki perbedaan indikator/ukuran

dalam menentukan keyakinan yang memadai

tersebut. Terhadap salah saji yang tidak material

yang masih terkandung dalam laporan keuangan

perusahaan setelah diaudit karena auditor tidak

dapat menemukan salah saji tersebut sepertinya

masih dapat diterima dan dimaklumi oleh para

pengguna laporan keuangan namun bagaimana

dengan kecurangan material yang tidak dapat

terdeteksi oleh Akuntan Publik yang

mengauditnya. Tentu saja timbul expectation

gap dalam kondisi tersebut.

Bagian ini akan mendeskripsikan

tanggung jawab Akuntan Publik yang terkesan

cenderung menghindari dari tanggung jawabnya

mendeteksi kecurangan dalam audit laporan

keuangan suatu perusahaan dengan

menggunakan beberapa informasi yang terkait

dengan pekerjaan audit yang dilakukan oleh

Akuntan Publik. Informasi tersebut berupa Surat

Perikatan Audit, Laporan Auditor Independen,

dan Standar Auditing yang digunakan, serta

informasi lainnya yang relevan dengan

tanggung jawab Akuntan Publik.

Keterbatasan Pekerjaan Audit dalam

Mendeteksi Kecurangan

Jika kita memahami proses bisnis dari

pekerjaan audit maka setidaknya terdapat

beberapa keterbatasan yang dapat diidentifikasi

dan berpotensi menjadi kelemahan bagi

Akuntan Publik dalam memberikan jasa

auditnya. Beberapa keterbatasan yang dihadapi

oleh Akuntan Publik adalah sebagai berikut:

a Batas biaya

b Batas waktu

c Batas pengujian

d Batas moral

Keterbatasan audit yang dialami oleh

Akuntan Publik nampaknya sudah tidak dapat

dianggap sebagai suatu keterbatasan dan tidak

dapat ditolerir lagi oleh masyarakat selaku pihak

yang berkepentingan terhadap hasil auditnya.

Hal tersebut merupakan hal yang wajar dan

dapat dimaklumi mengingat pihak yang

berkepentingan tersebut sangat mengandalkan

hasil audit dari Akuntan Publik untuk

pengambilan keputusannya. Berikut ini saya

akan coba membahas satu persatu keterbatasan

yang dihadapi oleh Akuntan Publik dalam

memberikan jasa auditnya.

a Batas biaya

Dalam memberikan jasa auditnya, Akuntan

Publik memiliki keterbatasan biaya karena

kesepakatan tarif yang telah ditetapkan

dalam setiap perikatan auditnya. Dalam hal

keterbatasan biaya, Akuntan Publik dapat

mengatasinya dengan menetapkan biaya

minimal yang harus dibayarkan dalam

melakukan pekerjaan auditnya sehingga

Akuntan Publik tidak mengurangi kualitas

auditnya hanya karena biaya yang diterima

pas-pasan untuk melaksanakan seluruh

prosedur audit minimal yang telah

ditetapkan.. Hal tersebut tentunya terkait

dengan penetapan tarif atau harga yang

ditawarkan oleh Akuntan Publik untuk

memberikan jasanya. Jika Akuntan Publik

merasa perlu menambah prosedur

pemeriksaan dalam pelaksaan auditnya guna

memberikan tingkat keyakinan yang lebih

tinggi maka seharusnya Akuntan Publik

mengajukan penambahan biaya auditnya ke

klien. Jika klien berkeberatan maka

Page 37: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

37

pertimbangkan risiko dan materialitasnya

sehingga opini WTP tidak dapat diberikan.

Oleh karena itu tidak ada lagi tawar

menawar harga yang dilakukan oleh klien

terhadap jasa Akuntan Publik yang pada

akhirnya Akuntan Publik harus menurunkan

kualitas pekerjaan auditnya dengan

mengurangi waktu pelaksanaan audit,

personil yang ditugaskan, atau bahkan

mengurangi prosedur audit minimal yang

harus dilakukan karena dibayar di bawah

tarif yang telah ditetapkan. Isu yang lebih

parahnya lagi adalah adanya perang tarif

yang dilakukan oleh antar Akuntan Publik

sehingga nampaknya kualitas audit dapat

diperdagangkan. Sangat mengherankan jika

ada Akuntan Publik yang berani memasang

tarif sangat rendah dibandingkan dengan

tarif Akuntan Publik yang lainnya terhadap

klien yang sama.

b Batas waktu

Dalam hal keterbatasan waktu, tentu saja ini

terkait dengan waktu perikatan audit yang

dilakukan antara Akuntan Publik dengan

klien. Keterbatasan waktu dapat diatasi

dengan melakukan pemeriksaan interim

(semesteran) sebelum pelaksanaan audit

tahunan untuk mencicil pekerjaan nantinya.

Selain itu, Akuntan Publik juga dapat

menambah jumlah personil (auditor atau

asisten) yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan audit agar

dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih

cepat. Akuntan Publik harus dapat

merencanakan berapa waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan auditnya dengan

mempertimbangkan sumber daya yang ada

dan risiko yang ada (pengendalian, inheren,

dan deteksi) sehingga kualitas auditnya

dapat terjaga. Yang perlu dicermati, jangan

sampai keterbatasan waktu menjadi

pembelaan Akuntan Publik untuk dapat

mengurangi prosedur audit minimal yang

harus dilakukan, yang pada akhirnya

kembali ke masalah kualitas audit yang

dihasilkan. Ketika klien menawarkan

perikatan auditnya sudah mendekati tanggal

pelaporan pajak, maka Akuntan Publik perlu

menambah jumlah personil yang dibutuhkan

sehingga berdampak pada naiknya tarif jasa

audit yang ditawarkan.

c Batas pengujian

Keterbatasan pengujian merupakan hal yang

sering dianggap sebagai keterbatasan audit

atau pembelaan Akuntan Publik dalam

mendeteksi kecurangan yang terjadi di

perusahaan. Dengan dalih pengujian audit

dilakukan secara sampling bukan populasi

sehingga memungkinkan kecurangan terjadi

pada transaksi yang tidak terkena sampling

audit. Hal ini tentunya dapat diantisipasi

oleh Akuntan Publik dengan menerapkan

risk based audit dan skeptisisme

professional yang tinggi dalam memberikan

jasa auditnya. Dengan konsep risk based

audit, Akuntan Publik dapat memilih area

potensial dan area kunci yang akan menjadi

fokus pemeriksaan dengan

mempertimbangkan risiko pengendalian

(control risk), risiko bawaan (inherent risk),

dan risiko deteksi (detection risk). Selain itu,

meskipun pengujian dilakukan secara

sampling, namun Akuntan Publik dapat

memilih teknik, waktu, dan luas sampling

yang paling tepat sehingga sesuai dengan

konsep sampling yang dimaksudkan dalam

ilmu statistik yaitu sampling yang dapat

mewakili jumlah populasi sehingga dapat

mencerminkan apa yang terjadi dalam

populasi. Dengan pertimbangan skeptisisme

profesional maka Akuntan Publik akan

menjadi aware terhadap risiko kecurangan

yang mungkin terjadi pada suatu akun atau

transaksi tertentu sehingga memungkinkan

Akuntan Publik untuk dapat menambah

jumlah sampel transaksi yang akan diuji.

Dalam perencanaan audit, Akuntan Publik

harus merancang prosedur auditnya

sedemikian rupa untuk mendeteksi adanya

kecurangan akuntansi dan dalam

pelaksanaan auditnya Akuntan Publik

dimungkinkan dapat menambah atau

mengubah prosedur audit yang diperlukan

untuk mengantisipasi dan mendeteksi

adanya kecurangan yang terjadi.

d Batas moral

Meskipun dalam standar auditing dan kode

etik profesi telah menerapkan pertimbangan

independensi dalam setiap penugasan audit,

namun jangan sampai arti independensi

diartikan secara sempit dan sederhana.

Independensi Akuntan Publik dapat saja

terpengaruh bukan hanya dari segi hubungan

kekeluargaan dan hubungan kepemilikan

atau transaksi bisnis dengan manajemen

perusahaan namun perkembangannya bisa

saja dipengaruhi oleh budaya dan adat

istiadat yang berlaku mengingat Indonesia

memiliki karakteristik budaya dan perilaku

yang khas. Coba saja perhatikan kedekatan

Akuntan Publik dengan kliennya yang bisa

Page 38: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

38

saja karena faktor kesamaan marga, asal

usul, almamater, organisasi sebelumnya,

atau bahkan kesamaan kepentingan. Tentu

saja semua itu tidak jadi masalah selama

Akuntan Publik dapat tetap menjaga

independensinya namun hal tersebut tentu

saja jadi malapetaka bagi pengguna laporan

keuangan ketika Akuntan Publik yang

dipercaya oleh masyarakat sudah mulai

tergoda dengan rayuan dan bujukan

manajemen untuk mengesampingkan faktor

etika dan profesionalismenya sehingga

kembali lagi akan berakibat pada kualitas

audit yang dihasilkan. Masalah

independensi erat kaitannya dengan

kejujuran (integritas). Integritas akan

menentukan kualitas dari laporan audit yang

dihasilkan.

Dalam hal moral inilah tidak ada siapapun

juga yang dapat menjamin Akuntan Publik

akan bertindak independen dan berintegritas

dalam memberikan jasanya secara nyata (in

fact) meskipun secara penampilan (in

appearence) telah independen. Hal ini

sangat terkait dengan diri dari masing-

masing individu Akuntan Publik apakah

akan tergoda dengan rayuan manajemen

untuk “merestui” adanya tindakan

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen

(lihat kasus Enron) atau bersikukuh menjaga

independensi dan integritasnya terhadap

manajemen dalam menjaga kepercayaan

masyarakat meskipun konsekuensinya dapat

terjadi konflik dengan manajemen.

Evolusi Tanggung Jawab Auditor terhadap

Kecurangan

Melihat tuntutan masyarakat yang begitu

antusias terhadap hasil audit dari Akuntan

Publik, maka opini Akuntan Publik dan laporan

keuangan hasil auditnya harus mencerminkan

kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya

dan memberikan informasi keuangan yang

akurat. Opini Wajar Tanpa Pengecualian

dituntut tidak lagi hanya sebatas penilaian atas

kewajaran saldo dalam penyajian laporan

keuangan perusahaan tanpa memperhatikan

potensi risiko dan kejadian kecurangan yang

mungkin terjadi di suatu perusahaan.

Tanggung jawab Akuntan Publik dalam

mendeteksi kecurangan yang sesuai dengan

harapan masyarakat sudah diakomodir oleh

pakar audit dalam buku literature yang

dibuatnya dan dalam standar auditing yang

berlaku yaitu dengan menyatakan secara jelas

bahwa Akuntan Publik ikut bertanggung jawab

terhadap kecurangan Akuntansi yang tidak

terdeteksi pada saat pekerjaan auditnya.

Boynton (2003: 68) mengatakan bahwa selama

melakukan audit, auditor juga

bertanggungjawab dalam mendeteksi

kecurangan bahkan tindakan pelanggaran

hukum oleh klien dan melaporkannya.

Tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan

ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak

disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan

pelaksanaan audit untuk mendapatkan

keyakinan yang memadai tentang apakah

laporan keuangan bebas dari salah saji material

yang disebabkan oleh kesalahan ataupun

kecurangan.

Kalau kita melihat jauh ke belakang,

sebenarnya tahun 1961 Mautz dan Sharaf telah

mengemukakan delapan tentatif postulat

auditing yang salah satunya telah menyinggung

masalah kecurangan Akuntansi, yaitu dalam

postulate ke-3 dinyatakan bahwa laporan dan

informasi keuangan tidak mengandung (bebas)

dari kolusi dan ketidakteraturan lainnya. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kolusi berarti

kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji;

persekongkolan. Dari definisi tersebut

menunjukkan bahwa dalam melaksanakan

auditnya, Akuntan Publik perlu melakukan

pengujian terhadap tindakan manajemen yang

bersifat tidak jujur dan tersembunyi untuk

tujuan manipulasi atau rekayasa informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan.

Selain itu, Mautz dan Sharaf (1961) juga

mengembangkan konsep utama dalam auditing

yang merupakan bagian dari struktur teori

auditing sebagai dasar pengembangan disiplin

auditing. Konsep utama dalam auditing tersebut

antara lain adalah prinsip kehati-hatian (due

audit care). Prinsip kehati-hatian dalam audit

diperlukan dalam menggunakan pertimbangan

profesionalnya jangan sampai dalam

pelaksanaan audit dianggap gagal karena tidak

dapat menemukan penyimpangan yang terjadi

dalam perusahaan

Jika kita perhatikan konsep “kehati-

hatian (due audit care)” yang dikemukan oleh

Mautz dan Sharaf tersebut diketahui bahwa

pelaksanaan audit harus dapat menemukan

penyimpangan yang terjadi di perusahaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

disebutkan bahwa penyimpangan merupakan: 1

suatu proses, cara, perbuatan menyimpang atau

menyimpangkan; 2 sikap tindak di luar ukuran

(kaidah) yang berlaku. Dengan begitu, sudah

seharusnya Akuntan Publik dapat mendeteksi

kecurangan dalam pelaksanaan auditnya

Page 39: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

39

sehingga suatu entitas yang mendapat opini

WTP artinya selain informasi dalam laporan

keuangan telah disajikan secara wajar namun

juga Akuntan Publik memberikan keyakinan

yang memadai (reasonable assurance) bahwa

tindakan kecurangan telah dideteksi dan

diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan dalam

penetapan opini audit.

Menurut Tuanakotta (2013: 110),

pemikiran tentang tanggung jawab Akuntan

Publik dalam mendeteksi kecurangan sering

ditamsilkan dengan dua jenis anjing yang

mempunyai ciri-ciri yang berbeda, yakni

watchdog (anjing penjaga) dan bloodhound

(anjing pelacak). Ciri dari dua jenis anjing yang

sangat kontras digunakan untuk menjelaskan

apakah tanggung jawab auditor sekadar sebagai

alarm (menggonggong kemudian mengusir apa

yang dilihatnya sebagai ancaman), atau melacak

(tahap awal) sampai kemudian menangkap

objeknya. Pandangan tersebut menjadi

pegangan bagi profesi Akuntan Publik hingga

sampai saat ini.

Jika kita uraikan berdasarkan

kepentingannya, setidaknya Akuntan Publik

memiliki 7 tanggung jawab yang harus

dilaksanakan, yaitu:

a Tanggung jawab terhadap opini hasil audit

Dalam hal ini, Akuntan Publik bertanggung

jawab terhadap opini yang diterbitkan

terhadap kewajaran laporan keuangan dalam

semua aspek yang material. Sedangkan

laporan keuangan merupakan tanggung

jawab manajemen sebagai pihak yang

memproduksinya.

b Tanggung jawab terhadap pekerjaannya

Dalam hal ini, Akuntan Publik bertanggung

jawab untuk melaksanakan pekerjaan

auditnya secara independen dan professional

dengan mematuhi standar auditing dan kode

etik profesi yang telah ditetapkan oleh IAI.

Selain itu, KAP bertanggung jawab terhadap

seluruh hasil kertas kerja pemeriksaannya

termasuk penyimpanannya

c Tanggung jawab terhadap profesi dan

organisasi profesi

Dalam hal ini Akuntan Publik bertanggung

jawab menjaga citra dan etika profesi

Akuntan Publik dari perbuatan yang dapat

merendahkan reputasi profesi Akuntan.

KAP juga bertanggung jawab untuk

menyampaikan kertas kerja hasil

pemeriksaannya jika akan dilakukan reviu

mutu oleh organisasi profesi (dhi. Dewan

Review Mutu). Selain itu, Akuntan Publik

bertanggung jawab menjaga pengetahuan

dan keahliannya di bidang audit melalui

Pendidikan Profesional Berkelanjutan yang

diselenggarakan oleh IAI.

d Tanggung jawab terhadap klien

Klien yang dimaksud dalam hal ini adalah

pihak yang mempekerjakan Akuntan Publik,

yaitu Dewan Komisaris. Dalam hal ini,

Akuntan Publik bertanggung jawab

melaksanakan pekerjaan auditnya sesuai

dengan perikatan dengan klien, seperti

terkait dengan tarif yang dibayarkan, waktu

penyelesaian audit, personil yang

ditugaskan, dan menjaga kerahasiaan

informasi perusahaan. Selain itu juga

Akuntan Publik bertanggung jawab terhadap

informasi hasil auditnya yang disampaikan

kepada klien termasuk komite audit.

e Tanggung jawab terhadap manajemen

Dalam hal ini, Akuntan Publik bertanggung

jawab terhadap informasi hasil auditnya

yang disampaikan kepada Dewan Direksi

termasuk terhadap management letter yang

disampaikan kepada pihak manajemen atas

kelemahan pengendalian internal yang

ditemukan pada saat pelaksanaan auditnya.

f Tanggung jawab terhadap masyarakat

(stakeholders)

Dalam hal ini, Akuntan Publik bertanggung

jawab memberikan informasi yang jelas dan

sebenarnya mengenai kondisi keuangan

klien sehingga tidak memberikan informasi

yang menyesatkan bagi para pengguna

laporan keuangan, termasuk informasi

kecurangan dan pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan yang

ditemukan saat pelaksanaan audit.

g Tanggung jawab terhadap regulator

(BAPEPAM)

Dalam hal ini, Akuntan Publik bertanggung

jawab untuk menyampaikan informasi

penting terkait kondisi keuangan klien dan

perubahannya kepada BAPEPAM dalam

batas waktu yang telah ditetapkan.

Pemikiran tentang tanggung jawab

Akuntan Publik dalam mendeteksi kecurangan

nampaknya masih menjadi harapan masyarakat

saja. Mindset “auditor sebagai watchdog” masih

terasa sampai saat ini. Hal tersebut terbukti dari

beberapa bukti berikut ini:

a Surat Perikatan Audit (Engagement

Letter)

Surat perikatan audit adalah surat

penerimaan Akuntan Publik untuk

melakukan perikatan audit dengan klien

yang mencakup tujuan dan lingkup audit,

jangka waktu, hak dan kewajiban para

Page 40: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

40

pihak, dan jenis laporan yang dihasilkan.

Dalam Surat Perikatan Audit yang dibuat

antara Akuntan Publik dengan klien

menyebutkan keterbatasan tanggung jawab

audit terhadap salah saji dan kecurangan.

Hal tersebut terlihat dari pernyataan yang

tertulis dalam Surat Perikatan yang

menyatakan sebagai berikut:

1) Pihak Kedua (Akuntan Publik)

bertanggungjawab atas opini yang

diberikan atas laporan keuangan yang

diaudit sesuai dengan hasil auditnya

berdasarkan SPAP

2) Pihak Kedua (Akuntan Publik)

melaksanakan penugasan dalam bentuk

audit umum atas laporan keuangan, sifat

penugasan audit mengandung risiko

bawaan dan juga adanya keterbatasan

bawaan pengendalian intern,

menyebabkan adanya resiko yang tidak

dapat dihindari tentang kemungkinan

beberapa salah saji material tidak dapat

terdeteksi.

b Surat Pernyataan (Representasi)

Manajemen (Client Representation Letter)

Surat representasi manajemen adalah surat

yang dibuat klien ditujukan kepada KAP,

yang berisi pernyataan bertanggung jawab

atas penyajian wajar posisi keuangan, hasil

usaha, dan arus kas dalam laporan keuangan

konsolidasian sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Terkait dengan kecurangan, manajemen

menyatakan bahwa tidak terdapat

kecurangan yang melibatkan manajemen

atau karyawan yang memiliki peran penting

dalam pengendalian intern dan kecurangan

yang melibatkan karyawan lain yang dapat

berdampak material terhadap laporan

keuangan.

Dalam surat representasi manajemen

tersebut menjelaskan bahwa kebenaran

penyajian laporan keuangan yang

disampaikan ke Akuntan Publik merupakan

tanggung jawab manajemen sebagai pihak

yang membuatnya. Hal tersebut memberikan

batasan bahwa tanggung jawab Akuntan

Publik hanya sebatas opini yang diberikan

terhadap laporan keuangan yang diaudit.

Namun pertanyaan yang muncul adalah

bagaimana dengan kebenaran penyajian

laporan keuangan yang telah diaudit

(audited) oleh Akuntan Publik, apakah

masih tanggung jawab manajemen atau

beralih menjadi tanggung jawab Akuntan

Publik selaku pihak yang mengauditnya?

Dengan begitu, tanggung jawab Akuntan

Publik tidak hanya sebatas opini yang

diterbitkan namun juga termasuk laporan

keuangan yang telah diauditnya.

c Laporan Auditor Independen Bentuk

Wajar Tanpa Pengecualian

Laporan Auditor Independen adalah laporan

yang diterbitkan oleh Akuntan Publik yang

berisi opini atas laporan keuangan yang

diaudit. Dalam Laporan Auditor Independen

yang berbentuk Wajar Tanpa Pengecualian

menyatakan bahwa:

“Menurut pendapat kami, laporan keuangan

yang kami sebut di atas menyajikan secara

wajar dalam semua hal yang material,

posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas

untuk tahun yang berakhir pada tanggal

tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum di Indonesia”

Meskipun dalam opini tersebut tidak

menyebutkan sama sekali mengenai

kecurangan namun secara tersirat kewajaran

yang dinilai tidak hanya sebatas salah saji

material saja namun mencakup semua hal

yang material termasuk kecurangan yang

nilainya material. Menurut Tuanakotta

(2013:88), menyatakan bahwa salah saji

material dapat berupa:

Salah saji yang tidak dikoreksi oleh manajemen

Pengungkapan yang menyesatkan atau

tidak dicantumkan dalam laporan

keuangan

Kesalahan atau kecurangan Hal tersebut menunjukkan bahwa salah saji

yang dimaksud dalam opini auditor

termasuk kecurangan.

Standar Auditing

Standar auditing adalah standar yang

ditetapkan dan disahkan oleh Institute Akuntan

Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari

standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan

standar pelaporan beserta interpretasinya.

Standar auditing merupakan pedoman audit

atas laporan keuangan historis yang wajib

diikuti oleh Akuntan Publik yang memberikan

jasa audit. Standar auditing terdiri atas sepuluh

standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan

Standar Auditing (PSA). Standar auditing ini

merupakan bagian dari Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh

Dewan Standar Profesional Akuntan Publik

Institute Akuntan Publik Indonesia (DSPAP

IAPI).

Page 41: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

41

Di Amerika Serikat, standar auditing

yang digunakan adalah Statement of Auditing

Standard (SAS) yang merupakan bagian dari

Generally Accepted Auditing

Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh

AICPA.

Dalam rangka penyeragaman standar

akuntansi dan auditing di seluruh dunia, maka

diterbitkanlah International Standard of

Auditing (ISA) oleh suatu organisasi

internasional bagi profesi akuntan yaitu

International Federation of Accountants (IFAC)

melalui the International Auditing and

Assurance Standards Board (IAASB) yang

anggotanya terdiri dari 153 organisasi yang

tersebar di 113 negara. Sejak tahun 2013,

organisasi profesi akuntan seluruh dunia sepakat

diberlakukannya ISA per 1 Januari 2013 sebagai

standar auditing yang berlaku di seluruh dunia.

Penjelasan terhadap masing-masing

standar terkait upaya pendeteksian kecurangan

yang dilakukan oleh Akuntan Publik adalah

sebagai berikut:

a Pernyataan Standar Auditing (PSA)

dalam Standar Profesional Akuntan

Publik (SPAP) – IAPI, Berlaku di

Indonesia

PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari

masing-masing standar yang tercantum

dalam standar auditing yang berisi

ketentuan-ketentuan dan pedoman utama

yang harus diikuti oleh Akuntan Publik

dalam melaksanakan penugasan audit.

Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi

Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang

merupakan interpretasi resmi yang

dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-

ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam

PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan

jawaban atas pernyataan atau keraguan

dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang

dimuat dalam PSA sehingga merupakan

perluasan lebih lanjut dari berbagai

ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini

bersifat mengikat bagi seluruh anggota

IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat

wajib. (http://id.wikipedia.org)

PSA No.1 (SA Seksi 110) menyatakan

bahwa “auditor bertanggung jawab untuk

merencanakan dan melaksanakan audit

untuk memperoleh keyakinan memadai

tentang apakah laporan keuangan bebas dari

salah saji material, baik yang disebabkan

oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh

karena sifat bukti audit dan karakteristik

kecurangan, auditor dapat memperoleh

keyakinan memadai, namun bukan mutlak,

bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor

tidak bertanggung jawab untuk

merencanakan dan melaksanakan audit guna

memperoleh keyakinan bahwa salah saji

terdeteksi, baik yang disebabkan oleh

kekeliruan atau kecurangan, yang tidak

material terhadap laporan keuangan”. Seksi

ini memberikan panduan bagi auditor untuk

memenuhi tanggung jawab tersebut, yang

berkaitan dengan kecurangan, dalam audit

terhadap laporan keuangan yang

dilaksanakan berdasarkan standar auditing

yang ditetapkan oleh Institute Akuntan Publik

Indonesia (IAPI).

Dalam standar audit tersebut secara eksplisit

menuntut auditor untuk dapat memberikan

tingkat keyakinan tertinggi yang masuk akal

bahwa kekeliruan (error), ketidakberesan

(irregularities), dan kecurangan (fraud),

dalam laporan keuangan yang material dapat

terdeteksi

b Statement of Auditing Standard (SAS)

dalam Generally Accepted Auditing

Standards (GAAS) – AICPA, Berlaku di

Amerika Serikat

Sejak kasus skandal akuntansi yang terjadi

di Amerika, seperti kasus Enron, regulator

dan organisasi profesi memberikan

perhatian lebih terhadap Akuntan Publik

untuk mendeteksi kecurangan akuntansi

melalui aturan dan ketentuan yang

diterbitkannya. Tahun 1997 AICPA

menerbitkan Statement of Auditing Standard

(SAS) yang merupakan standar auditing

yang berlaku di Amerika Serikat.

Sejalan dengan hal tersebut SAS No. 82

mengenai consideration on fraud afinancial

statement audit (1997) menyebutkan bahwa

auditor mempunyai tanggung jwab untuk

mendeteksi kecurangan, merencanakan dan

melaksanakan audit untuk memperoleh

kepastian mengenai apakah laporan

keuangan bebas dari salah saji secara

material baik yang disebabkan oleh

kesalahan maupun kecurangan. Seperti yang

dijelaskan pada SAS No. 53 mengenai the

auditor responsibility to detect and report

error and irregularities. Auditor harus

secara khusus menaksir risiko salah saji

material dalam laporan keuangan sebagai

akibat dari kecurangan. Dalam penaksiran

tersebut auditor harus mempertimbangkan

faktor risiko kecurangan dalam pelaporan

baik karena salah saji akibat kecurangan

Page 42: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

42

maupun salah saji yang timbul dari

perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.

Selain itu, SAS 99, yang mensyaratkan

auditor untuk “gather information needed to

identify risks of material misstatement due

to fraud; assessing these risks after taking

into account evaluation of the entity’s

programs and controls; respond to the

results…”. SAS No.99 menjelaskan sebuah

proses dimana auditor harus mengumpulkan

informasi yang dibutuhkan untuk

mengidentifikasi risiko salah saji material

yang disebabkan oleh kecurangan sehingga

auditor dituntut untuk lebih

mempertimbangkan dan mengumpulkan

lebih banyak informasi untuk menilai risiko

kecurangan dari standar audit sebelumnya.

SAS No.99 memperkenalkan sebuah

tanggung jawab baru bagi auditor dalam

pekerjaan auditnya yaitu tanggung jawab

dalam mendeteksi kecurangan yang terjadi.

Penerapan SAS No.99 akan menuntut

auditor untuk memperluas prosedur auditnya

agar dapat mendeteksi adanya kecurangan di

perusahaan. Standar ini bertujuan untuk

menjadi pertimbangan bagi auditor terhadap

kecurangan ke dalam pekerjaan auditnya.

SAS No.99 mengajak auditor untuk dapat

mengenali beberapa kejanggalan dalam

penyajian laporan keuangan perusahaan

menggunakan professional skeptism.

Auditor perlu menciptakan pola pikir yang

berasumsi bahwa tidak semua klien jujur

sehingga auditor dapat lebih kritis dalam

merencanakan auditnya dan mengevaluasi

bukti audit yang diperolehnya.

Dalam memperluas jumlah informasi yang

diperoleh untuk mengidentifikasi risiko

kecurangan. SAS No.99 memberikan

pedoman pengumpulan informasi dari

berbagai sumber sebagai berikut:

Manajemen dan pihak lain di dalam perusahaan seperti komite audit, internal

audit, atau pegawai yang mengetahui

keberadaan atau dugaan kecurangan

yang terjadi dalam penyusunan laporan

keuangan.

Prosedur analitis

Ramos (2007) menyatakan bahwa salah

satu alasan auditor gagal untuk

mendeteksi salah saji material yang

disebabkan oleh kecurangan adalah

karena auditor cenderung hanya melihat

nilai saldo tahun berjalan yang terpisah

dari tahun sebelumnya atau informasi

lain yang terkait. SAS No.99

menyatakan auditor harus

mempertimbangkan hasil dari prosedur

analitis dalam mengidentifikasi salah

saji material yang disebabkan karena

kecurangan dan SAS menyediakan

daftar prosedur yang dapat dilakukan

oleh auditor yang mungkin

mengindikasikan adanya risiko

kecurangan

Pertimbangan dari faktor risiko kecurangan

Faktor risiko kecurangan berguna untuk

melacak tanda-tanda dari tiga kondisi

dalam fraud triangle. Seperti dalam SAS

No.82 yang memberikan ilustrasi

bagaimana faktor risiko kecurangan

membantu auditor dalam

mempertimbangkan keberadaan risiko

kecurangan yang mungkin terjadi.

Sumber informasi lainnya

SAS No.99 mengharuskan auditor untuk

mempertimbangkan informasi lain yang

mungkin dapat membantu/berguna

untuk mengidentifikasi risiko salah saji

material yang disebabkan karena

kecurangan. Informasi lain dapat berasal

dari diskusi dalam tim, prosedur

penerimaan klien, reviu informasi

laporan keuangan interim, pertimbangan

inherent risk pada tingkat akun atau

transaksi, dan sumber lainnya yang

relevan dan terkait.

c International Standards on Auditing

(ISA) – IFAC, Berlaku di Seluruh Negara

Sejak diberlakukannya ISA per 1 Januari

2013 sebagai standar audit yang berlaku di

seluruh dunia nampaknya beban Akuntan

Publik akan semakin berat. ISA secara jelas

mengakomodir harapan masyarakat terhadap

Akuntan Publik untuk dapat mendeteksi

kecurangan dalam pekerjaan auditnya.

Dalam bukunya Tuanakotta (2013:10-11)

yang berjudul Audit Berbasis ISA,

disebutkan bahwa ciri yang paling menonjol

dari auditing berbasis ISA ialah penekanan

terhadap aspek risiko (audit berbasis risiko)

sejak auditor mempertimbangkan menerima

atau menolak suatu entitas dalam penugasan

auditnya sampai sesudah laporan yang berisi

opininya diterbitkan.

Dalam ISA 200.2 menjelaskan bahwa tujuan

menyeluruh dari auditor dalam pelaksanaan

audit laporan keuangan adalah memperoleh

Page 43: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

43

asurans yang layak bahwa laporan keuangan

secara keseluruhan bebas dari salah saji

yang material, yang disebabkan oleh

kecurangan maupun kesalahan, untuk

memungkinkan auditor memberikan

pendapat mengenai apakah laporan

keuangan dibuat, dalam segala hal yang

material, sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku (Tuanakotta,

2013:84). Hal tersebut berguna untuk

memungkinkan auditor memberikan

pendapat mengenai apakah laporan

keuangan dibuat, dalam segala hal yang

material, sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku. ISA menjelaskan

asurans yang layak adalah asurans pada

tingkat tinggi yang dapat dicapai oleh

auditor berdasarkan perolehan bukti yang

cukup dan tepat untuk menekan risiko audit

ke tingkat rendah yang dapat diterima.

Dalam hal terjadinya kecurangan, ISA 240

secara khusus menegaskan tanggung jawab

auditor terkait dengan kecurangan ketika

mengaudit laporan keuangan. Menurut

Tuanakotta (2013:135-136), terdapat tiga

tujuan dari ISA 240 terkait tanggung jawab

auditor terhadap kecurangan, yaitu:

a Mengidentifikasi dan menilai risiko

salah saji yang material dalam laporan

keuangan yang disebabkan oleh

kecurangan

b Mengumpulkan bukti audit yang cukup

dan tepat mengenai risiko yang dinilai

tentang salah saji yang material oleh

karena kecurangan, dengan merancang

dan melaksanakan tanggapan yang tepat,

dan

c Menanggapi secara tepat kecurangan

atau dugaan kecurangan yang

diidentifikasi selama audit

Untuk menanggapi hal tersebut, setidaknya

terdapat beberapa kewajiban yang harus

dilakukan oleh auditor, yaitu:

a Penerapan professional skeptism

b Pembahasan di antara anggota tim audit

c Melakukan prosedur penilaian risiko dan

kegiatan terkait

d Mengidentifikasi dan menilai risiko

salah saji yang material karena

kecurangan

e Menanggapi risiko yang dinilai tentang

salah saji yang material karena

kecurangan

f Mengevaluasi bukti audit

g Mendokumentasikan seluruh prosedur

audit

Hal tersebut menunjukkan bahwa ISA 240

secara tegas menyatakan bahwa auditor

yang melaksanakan auditnya berdasarkan

ISA memiliki tanggung jawab untuk

memperoleh asurans yang memadai bahwa

laporan keuangan secara keseluruhan bebas

dari salah saji yang material, yang

disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan.

Penerapan ISA 240 dikenal dengan istilah

audit berbasis risiko (risk based audit) yang

lebih memberikan porsi besar pada penilaian

risiko khususnya detection risk. Berdasarkan

ISA 315.3 tentang Penilaian Risiko

disebutkan bahwa tujuan auditor adalah

mengidentifikasi dan menilai salah saji yang

material, karena kecurangan atau kesalahan,

pada tingkat laporan keuangan dan asersi,

melalui pemahaman terhadap entitas dan

lingkungannya, termasuk pengendalian

intern entitas, yang memberikan dasar untuk

merancang dan mengimplementasikan

tanggapan terhadap risiko (salah saji

material) yang dinilai.

Dalam hal menanggapi risiko yang mungkin

terjadi, ISA 330.3 menyatakan bahwa tujuan

auditor adalah memperoleh bukti audit yang

cukup dan tepat tentang risiko (salah saji

material) yang dinilai, dengan merancang

dan mengimplementasikan tanggapan yang

tepat terhadap risiko tersebut.

Upaya Akuntan Publik Mendeteksi

Kecurangan Akuntansi

Sungguh ironis memang jika suatu

perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan

Publik dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian

(Unqualified Opinion) namun di kemudian hari

ditemukan kecurangan dalam laporan keuangan

yang diaudit. Bagaimana bisa kecurangan

Akuntansi terjadi di bawah pengawasan

Akuntan Publik yang merupakan kepercayaan

masyarakat? Nampaknya pertanyaan tersebut

tidak mudah dijawab tanpa kita memahami

tanggung jawab Akuntan Publik secara luas.

Pertanyaan yang muncul kemudian

adalah mengapa kecurangan akuntansi bisa lolos

dari deteksi Akuntan Publik yang

mengauditnya? Setidaknya, ada tiga alasan

untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama,

tingkat kecurangan (fraudulent) yang begitu

kompleks dan rapi sehingga sulit untuk

dideteksi. Kedua, tingkat profesionalisme dan

etika yang dimiliki oleh Akuntan Publik. Ketiga

terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan

audit sehingga mempengaruhi lingkup, sifat

Page 44: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

44

ketepatan, dan keterbatasan pekerjaan audit

yang dilakukan.

Setelah itu, pertanyaan yang akan

muncul kemudian adalah apakah prosedur audit

biasa (audit atas laporan keuangan) dapat

mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan

oleh manajemen? Bukankah karakteristik

kecurangan bersifat tersembunyi? Tentu saja

benar kecurangan bersifat tersembunyi namun

tentu saja Akuntan Publik bisa mendeteksi

kecurangan yang terjadi. Sekali lagi saya

ingatkan bahwa Akuntan Publik hanya perlu

mendeteksi bukan mengungkap. Istilah

sederhananya paling tidak Akuntan Publik dapat

mengendus (mencium) adanya praktek

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen.

Terlepas apakah kecurangan tersebut terkait

dengan tindakan kriminal seperti penipuan,

pemalsuan, penyuapan, namun hasil dari

tindakan tersebut tentunya menghasilkan suatu

informasi atau dokumen yang tidak lazim atau

janggal. Ketidaklaziman atau kejanggalan itulah

yang perlu dideteksi oleh Akuntan Publik,

bukan tindak pidananya. Sebagai contoh dalam

akun aset tetap, apakah prosedur audit yang

akan dilakukan oleh Akuntan Publik hanya

sebatas menguji keberadaan fisik, kepemilikan,

kelengkapan, dan keakuratan nilai dokumen

sumber ke pencatatan dan pelaporannya.

Apakah Akuntan Publik akan menutup mata

jika ditemukan adanya mark up harga

pembelian aset tetap yang dilakukan oleh

manajemen? Akuntan Publik cukup mendeteksi

adanya ketidakwajaran harga perolehan aset

tetap tanpa harus membuktikan adanya tindakan

suap, sogok, atau penyalahgunaan uang

perusahaan untuk kepentingan pribadi sebagai

tindak pidana yang menyertainya. Dalam hal

ditemukan adanya piutang yang tidak dapat

ditagih apakah Akuntan Publik hanya sebatas

akan melakukan konfirmasi atas keakuratan

nilainya, pencatatan dan pelaporannya? Apakah

Akuntan Publik akan menutup mata adanya

unsur kesengajaan yang dilakukan oleh

manajemen dengan menciptakan piutang fiktif

sehingga diperlakukan sebagai piutang yang

tidak dapat ditagih yang nantinya akan

dihapusbukukan sebagai beban piutang tak

tertagih pada periode selanjutnya.

Dalam kasus kecurangan, pihak yang

paling tahu adanya praktik kecurangan adalah

pelaku itu sendiri. Namun dengan strategi dan

kemahiran profesionalnya, Akuntan Publik

dapat berusaha untuk mendeteksi terjadinya

kecurangan tersebut. Hal tersebut tentunya tidak

mudah dilakukan oleh Akuntan Publik. Ada

konsekuensi yang harus ditanggung oleh

Akuntan Publik, yaitu perancangan prosedur

audit yang berbasis risiko (risk based audit),

durasi waktu pelaksanaan audit yang lebih lama,

dan tentunya biaya audit yang relatif lebih

tinggi. Oleh karena itu, sangat mengherankan

jika ada Akuntan Publik yang berani

mengurangi waktu pemeriksaan yang telah

direncanakan atau menurunkan biaya auditnya

dengan memotong waktu pemeriksaan atau

bahkan mengurangi prosedur audit minimal

yang harus dilaksanakan oleh Akuntan Publik.

Mui (2010) dalam Nasution dan Fitriany

(2012) menyatakan bahwa tugas pendeteksian

kecurangan merupakan tugas yang tidak

terstruktur yang menghendaki auditor untuk

menghasilkan metode-metode alternatif dan

mencari informasi-informasi tambahan dari

berbagai sumber. Dalam melakukan

pendeteksian kecurangan, auditor diharuskan

memiliki beberapa kemampuan/keterampilan

yang dapat mendukungnya dalam melakukan

pekerjaannya, seperti (1) keterampilan teknis

(technical skills) yang meliputi kompetensi

audit, teknologi informasi dan keahlian

investigasi, (2) keahlian/kemampuan untuk

dapat bekerja dalam sebuah tim, auditor harus

dapat menerima ide-ide, pengetahuan dan

keahlian orang lain dengan komunikasi dan

berpandangan terbuka, dan (3) kemampuan

menasehati (mentoring skill).

Tanggung jawab auditor untuk

mendeteksi kecurangan yang material dapat

diwujudkan dalam perencanaan dan

pelaksanaan audit. Auditor harus menilai risiko

terjadinya kecurangan pada saat perencanaan

audit untuk dapat merancang prosedur audit

yang dapat memberikan keyakinan pada tingkat

yang lebih tinggi terhadap penyajian informasi

laporan keuangan apakah terbebas dari salah

saji material yang disebabkan oleh kesalahan

dan kecurangan. Dalam hal pelaksanaan audit,

auditor harus menggunakan kemahiran

profesionalnya dengan menerapkan sikap

professional skeptism, dengan menerapkan

sikap yang selalu kritis menanyakan dan menilai

bukti-bukti yang diperoleh dan kondisi yang

terjadi selama pelaksanaan audit. Dengan

begitu, auditor dapat memodifikasi prosedur

auditnya dan memilih pendekatan audit yang

dapat digunakan untuk mencapai tingkat

keyakinan yang tertinggi terhadap suatu

transaksi dan bukti yang diperolehnya sehingga

dapat mendeteksi salah saji material yang

disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.

Menurut Subagiyo (2006), auditor harus

Page 45: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

45

melakukan perluasan terhadap risiko audit, jika

ditemukan salah saji secara material sebagai

akibat kecurangan dengan memeperbesar

sampel atau prosedur analitis yang lebih luas

Menurut Panduan/Pedoman Penerapan

SAS No.99 yang diadaptasi dari Fraud

Detection dalam GAAS yang ditulis oleh

Ramos (2007), setidaknya ada beberapa hal

yang dapat dilakukan oleh Akuntan Publik

dalam mendeteksi adanya kecurangan dalam

suatu perusahaan, yaitu:

a Merancang prosedur audit sedemikian rupa

untuk mengidentifikasi risiko kecurangan

b Mengidentifikasi dan menilai risiko

kecurangan

c Mengaitkan prosedur audit untuk

mengidentifikasi risiko atas salah saji

material yang disebabkan kecurangan

d Mempertimbangkan program dan

pengendalian anti kecurangan entitas

e Menanggapi risiko yang telah dinilai dan

mempertimbangkan pengaruhnya terhadap

pelaksanaan audit

f Melakukan analytical review pada saat reviu

menyeluruh dan saat prosedur substantif

g Mengevaluasi bukti audit

Dalam hal kecurangan akuntansi yang

dilakukan oleh manajemen, Akuntan Publik

perlu mewaspadai transaksi sebagai berikut:

a Pengakuan pendapatan yang tidak benar

jumlah dan waktu pencatatannya

b Perlakuan penjualan yang tidak umum

c Pencatatan piutang yang tidak sesuai dengan

penjualannya

d Penundaan pengakuan biaya dan beban yang

terjadi

e Pencatatan kewajiban yang tidak sesuai

f Pengungkapan yang tidak informatif

g Pengeluaran kas (pembayaran uang muka)

yang belum dipertanggungjawabkan

h Dokumentasi transaksi yang terlihat palsu,

rusak, hilang, hancur, atau yang disimpan di

luar perusahaan.

i Transaksi pengeluaran kas yang nilainya

signifikan dan tidak biasa

j Penangguhan biaya dan pengkapitalisasian

biaya sebagai asset dalam neraca

k Pembelian barang yang harganya jauh

melebihi harga wajar

l Mutasi transaksi akun yang terlihat tidak

normal terhadap akun lain atau terhadap

periode sebelumnya

Dalam hal penerapan ISA, konsekuensi

yang harus ditanggung oleh Akuntan Publik

yaitu perancangan prosedur audit yang berbasis

risiko (risk based audit). Berdasarkan ISA 200

yang juga disebutkan oleh Tuanakotta (2013:

94-95) dalam bukunya Audit Berbasis ISA,

menyebutkan pelaksaan Audit Berbasis Risiko

terdiri dari skeptisisme profesional, kearifan

profesional, asurans yang layak, dan gunakan

tujuan sesuai ISA yang relevan.

Dalam ISA memang telah dijelaskan

bahwa sebagus apapun rancangan prosedur

audit, tetap tidak akan mampu mendeteksi setiap

salah saji, dikarenakan:

Setiap pengujian dilakukan secara sampling bukan populasi

Manajemen mungkin tidak memberikan

seluruh informasi yang dibutuhkan auditor

Kecurangan sifatnya tersembunyi dan rapi serta canggih

Prosedur audit mungkin tidak dapat mendeteksi adanya informasi yang hilang

Namun, Auditor harus merencanakan

prosedur audit yang tepat dan

mempertimbangkan kombinasi prosedur audit

untuk dapat mendeteksi adanya kecurangan

yang terjadi dalam laporan keuangan yang

disusun oleh manajemen sehingga auditor

memiliki reasonable assurance untuk

menyatakan kecurangan yang material tidak

terjadi dalam suatu laporan keuangan

perusahaan yang diauditnya sehingga opini

WTP yang diterbitkan dapat mencerminkan

kondisi dan kewajaran informasi dalam laporan

keuangan yang sebenarnya.

PENUTUP

Semakin meningkatnya tuntutan dari

masyarakat terhadap hasil pekerjaan Akuntan

Publik dalam audit atas laporan keuangan

menjadikan tugas Akuntan Publik semakin

berat. Sesuai dengan harapan masyarakat,

Akuntan Publik bertanggung jawab untuk

mendeteksi terjadinya kecurangan dalam

mengaudit laporan keuangan. Namun dalam

praktek audit, Akuntan Publik pada beberapa

hal terlihat membatasi tanggung jawabnya

dalam mendeteksi kecurangan pada laporan

keuangan sehingga memberikan perlindungan

terhadap hasil pekerjaan dan profesinya.

Fenomena tersebut terlihat dari beberapa

dokumen yang menunjukkan auditor membatasi

tanggung jawabnya dalam hal pendeteksian

kecurangan, antara lain; 1) Surat Perikatan

Audit (Engagement Letter); 2) Surat Pernyataan

(Representasi) Manajemen (Client

Representation Letter); 3) Laporan Auditor

Independen Bentuk Wajar Tanpa Pengecualian

Page 46: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

46

Standar mengharuskan auditor

melaksanakan auditnya melalui kepedulian

terhadap kecurangan (fraud awareness),

mengenali sinyal kecurangan (red flags),

menilai risiko terjadinya kecurangan dengan

pendekatan audit berpeduli risiko (risk based

audit), menerapkan skeptisisme profesional

(professional skeptism) dan merencanakan dan

mendesain prosedur audit untuk dapat

mendeteksi adanya kecurangan dalam

penyusunan laporan keuangan dan

mempertimbangkannya dalam penentuan

opininya dalam Laporan Auditor Independen.

Dalam hal pemberian opini Wajar Tanpa

Pengecualian (Unqualified Opinion) auditor

harus memiliki tingkat keyakinan yang tertinggi

bahwa laporan keuangan telah terbebas dari

salah saji baik disebabkan karena kekeliruan

(error) maupun kecurangan (fraud) yang

material baik yang dilakukan oleh pegawai

maupun manajemen perusahaan. Dengan begitu,

opini Wajar Tanpa Pengecualian yang

diterbitkan oleh auditor tidak memberikan

informasi yang menyesatkan bagi para

pengguna laporan keuangan dalam pengambilan

keputusannya.

REFERENSI

ACFE, Report to the Nation on Occupational

Fraud and Abuse 2012, ACFE

Agoes, Sukrisno, 2003, Disertasi: Pengaruh

Penerapan Standar Auditing, Penerapan

Standar Pengendalian Mutu dan Kualitas

Jasa Audit Terhadap Tingkat Kepercayaan

Pengguna Laporan Akuntan Publik

(Survai pada KAP Anggota FAPM di

Indonesia), Bandung: Program

Pascasarjana Universitas Padjajaran.

Akmal (2002). Peer Review Apakah Sama

dengan Quality Review, Jurnal

Akuntansi/Th.VI/01, Mei 2002, hal 68 –

72.S

Arens Alvin A. et al, 2010, Auditing and

Assurance Services: An Integrated

Approach, Thirteenth Edition, Pearson

Fullerton, Rosemary R., and Durtschi, Cindy.

(2004). The Effect of Professional

Skepticism on The Fraud Detection Skills

of Internal Auditors. Working Paper

Series. March 5, 2012.

IAI, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik,

Salemba Empat, Jakarta

IAPI, 2011, Standar Profesional Akuntan

Publik, Institute Akuntan Publik Indonesia,

Jakarta

Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi 1.1, 2010,

Pusat Bahasa Diknas.

Mautz, R. K and Hussein A. Sharaf, 1961, The

Philosophy of Auditing, American

Accounting Association, Florida

Nasution, Hafifah dan Fitriany, 2012, Pengaruh

Beban Kerja, Pengalaman Audit Dan Tipe

Kepribadian Terhadap Skeptisme

Profesional Dan Kemampuan Auditor

Dalam Mendeteksi Kecurangan,

Universitas Indonesia

Ramos, Michael, 2007, Auditors’ Responsibility

for Fraud Detection, Journal of

Accountancy

Subagiyo, Lilik, 2006, Pengalaman dan

Tanggung Jawab Auditor Sebagai Dasar

Mendeteksi Kekeliruan dan Kecurangan,

Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi

Informasi Vol.5 No.1 April 2006: 100-

110,

Supajadi, Lusy, 2009, Teori Kecurangan, Fraud

Awareness, dan Metodologi untuk

Mendeteksi Kecurangan Pelaporan

Keuangan, Bina Ekonomi Majalah Ilmiah

Fakultas Ekonomi Unpar Volume 13,

Nomor 2, Agustus 2009

Toruan, L Henry, 2001. Tanggung Jawab

Akuntan Publik, Media Akuntansi,

No.18/Juni/2001, Penerbit Intama Artha

Indonusa, Jakarta

Tuanakotta, Theodorus M, 2013, Mendeteksi

Manipulasi Laporan Keuangan, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta

Tuanakotta, Theodorus M, 2013, Audit Berbasis

ISA, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Widarsono, Agus, (tanpa tahun), Audit

Berpeduli Risiko (Risk Based Audit)

Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan

Audit (Perubahan paradigm dalam

melakukan audit dari pengendalian ke

risiko menuju audit yang efektif dan

efisien), Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung

http://id.wikipedia.org

Page 47: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

47

RASIO KETERGANTUNGAN

ANALISA UNTUK INDONESIA

Oleh : Sita Dewi

ABSTRAK

Penduduk usia produktif adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64

tahun. Mereka berpotensi bekerja yaitu melakukan kegiatan atau membantu melakukan

kegiatan yang dapat menghasilkan uang atau keuntungan. Penduduk usia < 15 tahun atau

> 65 tahun adalah penduduk usia tak produktif dimana mereka tidak berpotensi bekerja,

sehingga mereka bergantung kepada penduduk usia produktif. Perbandingan antara usia

non produktif dengan usia produktif disebut dengan angka beban tanggungan atau rasio

ketergantungan. Berdasarkan data SENSUS dipaparkan rasio ketergantungan di

Indonesia.

I. TEORI PENDUDUK

Penduduk adalah orang yang

tinggal/menetap pada suatu tempat/

daerah/Negara minimal selama 6 bulan.

Menurut Badan Pusat Statistik penduduk

Indonesia adalah semua orang yang

berdomisili (tinggal) di wilayah

geografis Republik Indonesia selama 6

bulan atau lebih atau mereka yang

berdomisili tinggal kurang dari 6 bulan

tetapi bertujuan untuk menetap.

Penduduk dapat bertambah dan juga

dapat berkurang jumlahnya.

Bertambahnya jumlah penduduk

dipengaruhi oleh kelahiran dan imigran,

sedangkan berkurangnya jumlah

penduduk dipengaruhi oleh kematian

dan emigrant. Proses bertambahnya

atau berkurangnya jumlah penduduk

disebut pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan penduduk

diakibatkan oleh 4 komponen, yaitu

fertilitas (kelahiran), mortalitas

(kematian), migrasi yaitu inmigration

(migrasi masuk) dan outmigration

(migrasi keluar). Pertumbuhan penduduk

akan positif apabila fertilitas dan

immigration lebih tinggi dari mortalitas

dan outmigration. Sebaliknya

pertumbuhan penduduk akan negative

bila fertilitas dan immigration lebih

rendah disbanding mortalitas dan

outmigration.

Sejak 2 juta tahun lalu manusia

telah mendiami bumi, berarti sejak

zaman itu telah ada penduduk. Sampai

sebelum abad ke 17 pertumbuhan

penduduk berkembang lambat, banyak

kelahiran tetapi banyak pula kematian.

Setelah ditemukannya penicillin yang

dikenal sebagai reformasi kesehatan di

abad ke 17, kematian mulai menurun

tetapi kelahirannya besar, sehingga

pertumbuhan penduduk menjadi cepat.

Pada abad ke 17 ini diperkirakan jumlah

penduduk dunia sekitar setengah milyar.

Kemudian dalam jangka waktu 200

tahun, yaitu abad ke 19 penduduk dunia

telah menjadi 1 milyar. Pertumbuhan

penduduk dunia semakin cepat. Dalam

jangka waktu kurang dari 1 abad (80

tahun) penduduk dunia telah mencapai 2

milyar (1930) dan 45 tahun kemudian

telah menjadi 4 milyar. Dan sekarang

(2011) penduduk dunia telah mencapai 7

milyar. Petumbuhan penduduk yang

cepat ini tentu membawa masalah

tersendiri.

Page 48: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

48

II. KOMPOSISI PENDUDUK

Besar penduduk dicerminkan dari

jumlahnya. Biasanya besar penduduk ini

dikaitkan dengan income per kapita,

yang mencerminkan kemajuan

perekonomian. Banyak yang

berpendapat bahwa jumlah penduduk

yang besar menguntungkan karena

merupakan modal pembangunan,

Komposisi penduduk adalah

pemilahan penduduk. Komposisi

penduduk secara demografi adalah

pemilahan penduduk menurut umur dan

jenis kelamin. Komposisi penduduk

biasanya digambarkan dalam piramida

penduduk yang mencerminkan apakah

suatu tempat (Negara) mempunyai ciri

penduduk muda atau penduduk tua.

Bentuk-bentuk piramida

penduduk:

1. L P

Dasar lebar dengan slope datar.

Piramida dengan bentuk ini

menunjukkan tingkat kelahiran dan

tingkat kematian tinggi. Umur median

rendah dan rasio ketergantungan atau

angka beban tanggungan tinggi.

2. L P

Dasar piramida lebih lebar dengan

slope lebih curam. Piramida dengan

bentuk ini menunjukkan pertumbuhan

penduduk tinggi penurunan tingkat

kematian bayi dan balita tetapi belum

ada penurunan fertilitas. Umur median

sangat rendah dan rasio ketergantungan

atau angka beban tanggungan yang

tertinggi.

3. L P

Bentuk sarang tawon/ old fashioned

beehive. Tingkat kelahiran dan kematian

rendah. Umur median sangat tinggi dan

rasio ketergantungan atau angka beban

tanggungan sangat rendah (terutama

pada kelompok usia tua).

4. L P

Bentuk lonceng/the bellshaped

pyramid. Paling tidak sudah 100 tahun

mengalami penurunan tingkat kelahiran

dan kematian. Umur median cenderung

Page 49: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

49

menurun dan rasio ketergantungan atau angka

beban tanggungan meninggi.

5. L P

Terjadi penurunan drastis pada tingkat

kelahiran dan tingkat kematian sangat rendah,

menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk.

Umur median menurun dan rasio

ketergantungan atau angka beban tanggungan

rendah.

Dari ke lima bentuk piramida penduduk

ini, Indonesia masih memiliki bentuk piramida

jenis pertama, di mana tingkat kelahiran dan

kematian masih tinggi. Sebagian besar

penduduk Indonesia dalam kelompok usia

muda. Rasio ketergantungan tinggi. Diharapkan

bentuk piramida penduduk Indonesia akan

menjadi bentuk piramida jenis ke tiga.

III.RASIO KETERGANTUNGAN (DE-

PENDENCY RATIO)

Menurut Badan Pusat Statistik, orang

yang bekerja adalah selama 1 minggu sebelum

sensus melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh

penghasilan atau keuntungan paling sedikit 1

jam dalam seminggu yang lalu tidak boleh

terputus. Penduduk yang berpotensi bekerja

adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai

dengan 55 tahun. Usia 55 tahun dipakai sebagai

batasan akhir usia penduduk yang berpotensi

bekerja karena di samakan dengan usia pensiun

pegawai negeri sipil. Sedangkan untuk Negara-

negara yang sudah maju, batasan akhir usia

penduduk yang berpotensi bekerja adalah 65

tahun, disamakan dengan batasan penduduk usia

lanjut di Negara-negara tersebut. United Nation

atau Perserikatan Bangsa-bangsa memberi

batasan penduduk yang berpotensi bekerja

adalah mereka yang berusia 15 tahun hingga 64

tahun.

Penduduk usia 15 tahun hingga 64 tahun

disebut dengan penduduk usia produktif.

Mereka yang berusia kurang dari 15 tahun atau

mereka yang berusia lebih dari 55 tahun

(menurut BPS) atau yang lebih dari 64 tahun

(menurut PBB) disebut penduduk yang tidak

produktif atau tidak berpotensi untuk bekerja.

Penduduk produktif diharapkan dapat

menghasilkan atau mempunyai penghasilan

sehingga dapt memenuhi konsumsi hidupnya

dan konsumsi penduduk yang tidak produktif.

Misalnya seorang yang berusia 38 tahun

mempunyai keluarga dengan 2 anak berusia 5

tahun dan 10 tahun serta orang tuanya masih

hidup berusia 67 tahun. Orang ini mempunyai

penghasilan yang digunakan untuk memenuhi

konsumsi dirinya sendiri anak-anaknya serta

orang tuanya. Berarti orang ini akan

menanggung hidup anak-anaknya dan juga

orang tuanya. Penduduk usia produktif

menanggung hidup (konsumsi) penduduk usia

tidak produktif.

Besar tanggungan penduduk usia

produktif terhadap penduduk usia tidak

produktif diukur dengan rasio ketergantungan

(dependency ratio = DR) yang disebut juga

sebagai angka beban tanggungan. Dependency

ratio adalah angka yang menyatakan

perbandingan antara banyaknya orang yang

tidak produktif yaitu yang berusia kurang dari

15 tahun (< 15 tahun) dan yang berusia sama

atau lebih dari 65 tahun (> 65 tahun) terhadap

orang yang berusia

produktif yaitu yang berusia 15 hingga 64 tahun

(15-64 tahun).

P0-14 + P65+

DR = ____________ x 100

P15 – 64

DR = dependency ratio atau rasio ke-

tergantungan

P0-14 = jumlah penduduk usia 0 sampai 14

tahun

P65+ = jumlah penduduk usia 65 tahun dan

lebih

P15-64 = jumlah penduduk usia 15 sampai 64

tahun

Secara kasar angka ini dapat digunakan

sebagai indicator ekonomi suatu Negara, apakah

termasuk Negara maju yaitu bila DR nya kecil,

atau termasuk Negara yang belum maju yaitu

bila DR nya besar.

IV. RASIO KETERGANTUNGAN

INDONESIA

Page 50: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

50

Untuk melihat Indoensia sebagai Negara

yang maju atau belum maju akan dilihat rasio

ketergantungan di Indonesia. Rasio

ketergantungan Indonesia akan dihitung

berdasarkan data sensus, yaitu sensus tahun

1971, sensus tahun 1980, sensus tahun 1990,

dan sensus tahun 2000. Karena data sensus

tahun 2010 belum ada maka selanjutnya akan

digunakan data SUPAS tahun 2005.

Berdasarkan beberapa data ini akan

dilihat pula bagaimana kecenderungan rasio

ketergantungan di Indonesia.

SENSUS Penduduk 1971 Kelompok umur Jumlah penduduk

0 – 4 19.098.693

5 – 9 18.762.081

10 -14 14.179.537

Jumlah 0 – 14 52.040.311

15- 19 11.325.493

20 -24 12.211.271

25 – 29 8.924.886

30 – 34 7.903.558

35 - 39 7.979.114

40 – 44 6.101.789

45 – 49 4.649.626

50 – 54 3.863.832

55 – 59 2.226.037

60 – 64 2.338.497

Jumlah 15 – 64 67.524.103

65 – 69 1.142.956

70 – 74 1.038.563

75 + 786.858

Tidak menjawab 15.059

Jumlah 65+ 2.983.436

52.040.311 + 2.983.436

DR = ------------------------------ x 100 = 81,487

1971 67.524.103

SENSUS Penduduk 1980 Kelompok umur Jumlah penduduk

0 – 4 21.190.672

5 – 9 21.231.927

10 -14 17.619.034

Jumlah 0 – 14 60.041.633

15- 19 15.283.235

20 -24 13,001.545

25 – 29 11.343.546

30 – 34 8.167.081

35 - 39 8.549.871

40 – 44 7.419.963

45 – 49 6.150.237

50 – 54 5.410.142

55 – 59 3.390.279

60 – 64 3.228.627

Jumlah 15 – 64 81.944.526

65 – 69 1.713.885

70 – 74 1.530658

75 + 1.525.373

Tidak menjawab 20.398

Jumlah 65+ 4.790.314

60.041.633 + 4.790.314 DR = --------------------------------- x 100 = 79,117

1980 81.944.526

SENSUS Penduduk 1990 Kelompok umur Jumlah penduduk

0 – 4 20.985.144

5 – 9 23.223.058

10 -14 21.482.141

Jumlah 0 – 14 65.690.343

15- 19 18.926.983

20 -24 16.128.362

25 – 29 15.626.530

30 – 34 13.245.794

35 - 39 11.184.217

40 – 44 8.081.635

45 – 49 7.565.664

50 – 54 6.687.586

55 – 59 4.831.697

60 – 64 4.526.451

Jumlah 15 – 64 106.804.919

65 – 69 2.749.724

70 – 74 2.029.026

75 + 1.972.356

Tidak menjawab 4.415

Jumlah 65+ 6.755.539

65.690.343 + 6.755.539

DR = --------------------------------- x 100 = 67.830

1990 106.804.919

SENSUS Penduduk 2000 Kelompok umur Jumlah penduduk

0 – 4 20.302.376

5 – 9 20.494.091

10 -14 20.453.732

Jumlah 0 – 14 61.250.199

15- 19 21.149.517

20 -24 19.258.101

25 – 29 18.640.937

30 – 34 16.399.720

35 - 39 14.904.226

40 – 44 12.467.848

45 – 49 9.656.005

50 – 54 7.384.968

55 – 59 5.678.664

60 – 64 5.321.019

Jumlah 15 – 64 130.861.005

65 – 69 3.564.926

70 – 74 2.837.037

75 + 2.716.985

Tidak menjawab 11.847

Jumlah 65+ 9.130.795

61.250.199 + 9.130.795

DR = --------------------------------- x 100 = 53,783 2000 130.861.005

SUPAS 2005 Kelompok umur Jumlah penduduk

Page 51: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

51

0 – 4 19.095.151

5 – 9 21.563.945

10 -14 21.306.096

Jumlah 0 – 14 61.965.192

15- 19 19.796.921

20 -24 19.445.179

25 – 29 18.640.093

30 – 34 17.420.029

35 - 39 16.454.100

40 – 44 14.489.902

45 – 49 12.382.818

50 – 54 9.941.064

55 – 59 7.262.179

60 – 64 5.611.827

Jumlah 15 – 64 141.484.112

65 – 69 4.112.165

70 – 74 2.989.927

75 + 2.823.831

Tidak menjawab -

Jumlah 65+ 9.925.923

61.965.192 + 9.925.923

DR = --------------------------------- x 100 = 50,812

2005 141.484.112

Dari SENSUS 1971 Dependency ratio sebesar

81,487, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 81 orang usia tidak produktif.

Rasio ketergantungan pada sensus 1971 tinggi,

menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia

tahun 1970 an belum baik. Indonesia belum

merupakan Negara maju.

SENSUS 1980 dependency rationya sebesar

79,117, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 79 orang usia tidak produktif.

Ratio ketergantungan pada sensus 1980 masih

tinggi, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi

Indonesia tahun 1980 an belum juga baik.

Indonnesia masih belum maju. Tetapi

dibandingkan dengan dependency ratio tahun

1971 tahun 1980 lebih baik, walaupun

perbedaannya tidak terlalu besar.

SENSUS 1990 dependency rationya sebesar

67,830, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 68 orang usia tidak produktif.

Ratio ketergantungan pada sensus 1990 tidak

tinggi lagi tetapi belum rendah (menengah).

Dibanding tahun 1971 dan 1980 rasio

ketergantungan turun. Kondisi ekonomi

Indonesia tahun 1990 an sudah jauh lebih baik.

Walaupun belum merupakan Negara maju,

tetapi Indonesia menuju ke Negara maju.

SENSUS 2000 dependency rationya sebesar

53,783, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 54 orang usia tidak produktif.

Ratio ketergantungan pada sensus 2000 masih

diposisi menengah, tidak tinggi lagi tetapi

belum rendah. Dibanding tahun 1990 sudah

turun, yang berarti kondisi ekonomi Indonesia

tahun 2000 sudah lebih baik dari tahun 1990.

Apalagi bila disbanding tahun 1971 dan 1980

kondisi ekonomi Indonesia jauh lebih baik.

Dependency rationya sebesar, artinya setiap 100

orang usia produktig menanggung orang usia

tidak produktif

SUPAS 2005 dependency rationya sebesar

50,812, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 51 orang usia tidak produktif.

Diharapkan untuk tahun-tahun

selanjutnya dependency ratio semakin kecil,

karena komposisi penduduk usia produktif

semakin banyak dan komposisi penduduk usia

tidak produktif semakin menurun.

Diprediksikan bahwa dependency ratio

Indonesia tahun 2020-2030 disekitar 43 (sudah

rendah). Hal ini merupakan hasil perbaikan di

sector kesehatan dimana kelahiran dapat

ditekan, kematian bayi menurun. Tetapi hal ini

juga dibarengi dengan banyaknya orang dapat

mencapai usia tua (65 tahun +). Jadi nantinya

dependency ratio akan semakin kecil dengan

tanggungan terbesar untuk kelompok usia 65

tahun+.

Gambaran ini merupakan hasil dari

bonus demografi, yaitu kelompok usia produktif

besar, yang seharusnya dapat dimanfaatkan

dengan baik. Sedangkan kelompok usia muda (0

– 15 tahun) menurun dan usia tua (65 tahun+)

bertambah, sehingga bentuk piramida penduduk

akan berubah menjadi bentuk ke 3 (sarang

tawon).

Karena jumlah kelompok usia produktif

semakin meningkat maka harus dipikirkan

bagaimana mem-berdayakan mereka supaya

mereka mempunyai pekerjaan sehingga benar-

benar dapat menanggung kelompok usia yang

tidak produktif.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. Penduduk Indonesia :

Hasil Sensus Penduduk tahun 1971. Biro Pusat

statistic 1973.

Biro Pusat Statistik. Penduduk Indonesia :

Hasil Sensus Penduduk tahun 1980. Biro Pusat

statistic 1983.

Biro Pusat Statistik. Penduduk Indonesia :

Hasil Sensus Penduduk tahun 1990. Biro Pusat

statistic 1992.

Badan Pusat Statistik. Penduduk Indonesia :

Hasil Sensus Penduduk tahun 2000. Badan

Pusat statistic 2001.

Page 52: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

52

Badan Pusat Statistik. Penduduk Indonesia :

Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2005

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Dasar-dasar Demografi.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 1981

Page 53: JURNAL ILMIAH - jayakarta.ac.idjayakarta.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/edisi6-2015-stie.pdfKecurangan Pada Audit Atas Laporan Keuangan dan ... sedangkan responden Akuntan Publik

53