15
Hubungan Paparan Zat Kimia Padat Berupa Debu jalan Dengan Konjungtivitis Alergi Pada pekerja sapu-sapu jalanan Saaluddin arsyad Kedokteran Okupasi , Kedokteran Komunitas , Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia ABSTRAK LATAR BELAKANG Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia menurut BPS sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sektor informal merupakan upaya kelima dari 15 upaya kesehatan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Salah satu permasalahan kesehatan kerja di Indonesia adalah 70-80% angkatan kerja bergerak di sektor informal. Sektor informal memiliki pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan

jurnal konjungtivitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jornal konjitivitis

Citation preview

Page 1: jurnal konjungtivitis

Hubungan Paparan Zat Kimia Padat Berupa Debu jalan Dengan

Konjungtivitis Alergi Pada pekerja sapu-sapu jalananSaaluddin arsyad

Kedokteran Okupasi , Kedokteran Komunitas , Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat

dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang

perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia menurut

BPS sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke

sektor informal. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sektor informal

merupakan upaya kelima dari 15 upaya kesehatan yang tercantum dalam

Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Salah satu

permasalahan kesehatan kerja di

Indonesia adalah 70-80% angkatan kerja bergerak di sektor informal.

Sektor informal memiliki pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu,

permodalan maupun penerimaannya serta pada umumnya tidak tersentuh oleh

peraturan dan ketentuan yang ditetapkan. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah

setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. PAK

sering dianggap sebagai “The Silent Killer”, tidak saja merugikan pekerja yang

tanpa sadar telah mengidap penyakit akibat pekerjaan/lingkungan kerja,

melainkan juga mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi serta menurunnya

produktivitas. Dalam pelaksanaan pekerjaan seharihari, pekerja di berbagai sektor

akan terpajan dengan risiko PAK. Risiko ini bervariasi mulai dari yang paling

ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.

Page 2: jurnal konjungtivitis

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional melalui proses walk through survey. Data yang digunakan berupa kebiasaan

responden , data faktor-faktor pencetus konjungtivitis alergi seperti faktor kimia yaitu

debu. Data pengukuran adanya kecenderungan gejala mata merah dengan menggunakan

check list. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis konjungtivitis

alergi pada pekerja sapu-sapu jalanan.

Hasil

Prevalensi mata merah sebesar 90%. faktor yang dominan berpengaruh dalam mata

merah adalah faktor kimia berupa zat padat yaitu debu. Faktor lainnya yang signifikan

berhubungan dengan mata merah adalah tidak adanya kesadaran menggunakan alat

pelindung diri (APD) berupa goggle dan masker saat bekerja dan hyegene pekerja

Kesimpulan

Faktor kimia zat padat berupa debu di lingkungan kerja di jalan yang dilakukan setiap

hari selama 7 jam, mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya keluhan

mata merah

Latar belakang

Debu yang pada umumnya berupa partikel berukuran 0,1 sampai 25 mikron

berpotensi mengganggu kesehatan para pekerja. Bahaya yang dapat ditimbulkan berupa

gangguan pernapasan, iritasi mata yang dapat mengganggu penglihatan, iritasi kulit

sampai pada kadar tinggi, debu juga dapat mengganggu sistem pencernaan (Atmaja dan

Ardyanto 2007).

Debu dapat dikategorikan ke dalam beberapa bagian, diantaranya debu lingkungan yang

bersumber dari alam dan juga debu hasil proses produksi. Debu hasil proses produksi

tergantung pada bahan dasar yang digunakan. 1

Penelitian oleh Meo, persentase penurunan Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)

pada pekerja terkait dengan periode paparan. Paling menonjol adalah lebih dari 50%

penurunan PEFR pada pekerja yang terpapar debu untuk jangka waktu lebih dari 8 tahun.

Paparan debu telah lama dikaitkan dengan berbagai efek kesehatan yang merugikan,

termasuk batuk kering, malaise, kronis bronkitis, sesak napas, nyeri dada, konjungtivitis,

rhinitis, dermatitis, asma, alergi, sakit kepala, sinus hidungkarsinoma, dan defisit fungsi

paru.

Page 3: jurnal konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian

putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan

timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan

benda asing, misalnya kontak lensa. 1, 3

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,

mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis

bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata

dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga

mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan

terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga

berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah

konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak.

Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata

berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus

biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen

agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi

dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

Metode penelitian

Jenis penelitian Observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional

(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2016. Tempat

pelaksanaan penelitian ini dipuskesmas tamalate. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional melalui proses walk through

survey. Data yang digunakan berupa kebiasaan responden , data faktor-faktor pencetus

konjungtivitis alergi seperti faktor kimia yaitu debu. Data pengukuran adanya

kecenderungan gejala mata merah dengan menggunakan check list. Sampel dalam

penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis konjungtivitis alergi yang masih berlanjut.

Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan didapatkan.

Page 4: jurnal konjungtivitis

Akan tetapi penelitian pada study cross sectionel terdapat beberapa kekurangan

seperti kurangnya jumlah kasus, waktu yang diberikan singkat dan keterbatasan alat yang

digunakan dalam pemeriksaan kesehatan.

Bahan

Bahan yang digunakan pada survei ini adalah checklist yang di buat.

Checklist ini dibuat berdasarkan informasi yang diperlukan daripada tujuan survei ini

dilakukan. Pada survei ini, informasi yang diperlukan adalah ada tidaknya faktor

hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat pelindung diri yang digunakan,

ketersediaan obat p3k di tempat kerja, keluhan atau penyakit yang dialami pekerja dan

upaya pengetahuan mengenai K3 kepada para penyapu jalan.

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara lain:

- Alat tulis menulis: Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan

sepintas.

- Kamera digital: Berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan dan lingkungan

penyapu jalan

- Check List: Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer

mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

Cara

Cara survey yang dilakukan adalah dengan menggunakan Walk Through

Survey. Teknik Walk Through Survey juga dikenali sebagai Occupational Health

Hazards. Untuk melakukan survei ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang

manejemen perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan survey, dan

menerima keluhan-keluhan baru yang releven. Bahaya apa dan dalam situasi yang

bagaimana bahaya dapat timbul, merupakan sebagai hasil dari penyelenggaraan

kegiatan Walk Through Survey. Mengenal bahaya, sumber bahaya dan lamanya

paparan bahaya terhadap pekerja.

Pihak okupasi kesehatan dapat kemudian merekomendasikan monitoring

Page 5: jurnal konjungtivitis

survey untuk memperoleh kadar kuantitas eksposur atau kesehatan okupasi mengenai

risk assessment. Walk Through Survey ini adalah bertujuan untuk memahami proses

produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara umum. Selain itu,

mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3, memahami pekerjaan

dan tugas-tugas pekerja, mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya yang ada dan

mungkin akan timbul di tempat kerja atau pada petugas dan menginventarisir upaya-

upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan K3, upaya pengendalian,

pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya.

No. Tanggal Kegiatan

1. 25 April 2016- Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina- Pengarahan kegiatan

2. 26 April 2016- Pembuatan proposal walk through survey- Walk through survey

3. 27 April 2016- Walk through survey

4. 28 April 2016- Walk through survey- Pembuatan laporan walk through survey

5. 29 April 2016- Presentasi laporan walk through survey

Lokasi Survei Penyapu jalanan di jalan tamalate

Jadwal survey (Survei akan dilaksanakan selama 1 minggu ( 25 April 2016 – 29 April

2016)

Page 6: jurnal konjungtivitis

HASIL

Pada penelitian ini diambil sampel pada pekerja penyapu jalanan pemerinta

kota makasar. Dari rencana waktu yang telah ditetapkan, terkumpul data yang

didapatkan dari check list yang dibuat. Dari hasil check list diperoleh 2 pekerja

mengeluh mata merah selama ± 1 hari. Dan sisanya mengeluh penyakit yang

berbeda, yang juga berhubungan dengan tempat kerja yaitu di penyapu jalanan.

Prevalensi mata merah sebesar 90%. faktor yang dominan berpengaruh dalam mata

merah adalah faktor kimia berupa zat padat yaitu debu jalanan.

Seperti yang dijelaskan pada bagian pendahuluan, bahwa faktor kimia yang

berpengaruh paling besar (80-85%) untuk terjadi konjungtivitis alergi. Berdasarkan

hasil observasi lapangan. Paparan yang berulang-ulang dalam jumlah yang banyak

dan dalam jangka waktu yang lama dapat memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas

tipe I yang diperantarai IgE. Allergen yang masuk ke tear film dan berkontak dengan

sel mast konjungtiva yang menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan

histamine dan mediator inlamasi lain. Mata akan merah dan gatal dan berair. Dari

hasil observasi tidak ada yang menggunakan APD dalam hal ini kacamata / goggle

sebagai bagian dari perlindungan diri sebagai pembatas kontak langsung pada mata

dan personal hygiene pekerja yang buruk. Faktor personal hygiene juga mendukung

seperti setelah bekerja tidak mencuci tangan dan membersihkan mata dengan

tangan yang koto. Karena menurut Penelitian Chirdan etal. tahun 2004 di Nigeria,

dari 120 pekerja pada saat penelitian Paparan debu telah lama dikaitkan dengan

berbagai efek kesehatan yang merugikan, termasuk batuk kering, malaise,

kronisbronkitis,s esaknapas, nyeri dada, konjungtivitis, rhinitis, dermatitis, asma,

alergi, sakit kepala, sinus hidungkarsinoma,dan defisit fungsi

Recovery time atau waktu pulih antara aktivitas pekerjaan yang dilakukan

yang berlangsung lebih dari 5 menit, merupakan faktor yang mungkin turut berperan

penting dalam meminimalisasi terjadinya mata merah . Hal inilah yang penting untuk

Page 7: jurnal konjungtivitis

diperhatikan, mengingat angka kejadian keluhan mata merah yang terus meningkat,

karena kurangnya waktu istirihat yang diberikan bagi para pekerja , kurangnya

kepatuhan dalm menggunakan Alat pelindung Diri (APD) serta kurangya sosialisasi

tentang APD .

KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan, adapun keterbatasan

dari penelitian ini adalah checklist yang dibuat hanya menentukan hubungan penyakit

akibat kerja, tapi tidak dapat menentukan insidens, berat ringannya penyakit, dan

prognosis penyakit. Demikian pula untuk survey menilai faktor psikososial akibat

kerja, diagnosisnya hanya bersifat subjektif, tidak dapat diketahui kapan stressor

muncul.

Keterbatasan lainnya adalah tidak dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh

terhadap seluruh responden, karena keterbatasan sarana pemeriksaan, dan

keterbatasaan waktu penelitian, karena untuk menganalisa faktor terjadinya kasus

penyakit mata merah perlu diketahui riwayat penyakit terdahulu dan riwayat

pekerjaan di tempat lain yang mungkin berhubungan dengan keluhan yang dirasakan

sekarang.

Selain itu checklist yang hanya terfokus pada faktor penyebab penyakit akibat

kerja, tidak memenuhi semua poin-poin yang diperlukan untuk mendiagnosis

penyakit dari keluhan yang dirasakan. Perlu penelitian yang lebih mendalam dan

pemeriksaan yang lebih lengkap untuk dapat menilai secara keseluruhan penyebab

dari keluhan yang dirasakan oleh pekerja.

Akhirnya kami berasumsi bahwa adanya hubungan antara paparan zat kimia

padat berupa debu kayu dalam jumlah yang banyak dan berlangsung secara terus

menerus dengan konjungtiviti alergi yang diderita oleh pekerja sapu-sapu jalan di

jalan tamalate Dan tidak menutup kemungkinan keluhan yang dirasakan pasien juga

karena kontrribusi dari faktor individu dan faktor lingkungan lain, selain lingkungan

tempat kerja.

Page 8: jurnal konjungtivitis

Penelitian ini juga tidak mengklasifikan berat ringannya penyakit ,

berdasarkan keluhan dari pekerja, juga tidak dapat menentukan penatalaksanaan yang

tepat untuk mencegah atau mengurangi keluhan yang dirasakan atau akan dirasakan

nanti di masa yang akan datang.

KESIMPULAN

Faktor kimia zat padat berupa debu di lingkungan kerja pembersihan sapu-

sapu jalanan yang dilakukan setiap hari selama 7 jam, mempunyai hubungan

yang signifikan dengan terjadinya keluhan mata merah.

Lamanya waktu kerja serta kurangnya hygene dan kesadaran diri untuk

menggunakan APD saat bekerja meningkatkan keluhan berupa mata merah

serta keluhan lainnya di tempat kerja

melalui metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional

melalui proses walk through survey. Masih banyak memiliki dan kekurangan

dalam penelitian.

Page 9: jurnal konjungtivitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrianto. Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Zat Kimia (Buku Ajar

Kesehatan Kerja).Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. 2008.

2. Azari A., Barney N. (2013). “Conjunctivitis: A Systematic Review of

Diagnosis and Treatment.” The Journal of American Medical Association.

3. Ward T., Reddy A. (2015). “Fundus autofluorescence in the diagnosis and

monitoring of acute retinal necrosis.” Journal of Ophthalmic Inflammation

and Infection Depkes RI. Upaya Kesehatan Kerja Bagi Perajin Kulit, Meubel,

Aki Bekas, Tahu dan Tempe, Batik. Puskesja Sekjen Depkes RI, Jakarta. 2002.

4. Yunus, Muhammad. Pengaruh Keadaan Lingkungan Kerja, Karakteristik

Pekerjadan Kadar Debu Kayu (PM 10) terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja

Industri Kecil Meubel di Kota Banda Aceh Tahun 2010. Universitas Sumatera

Utara. 2010.

5. Occupational Hygiene,Great Britain. Vol. 45, No. 7, p: 597-601. Okuno, T.,

Ojima, J., Saito, H. 2010. Blue-Light Hazard from CO2 Arc Welding of Mild

Steel. Ann. Occupational Hygiene, Great Britain. Vol. 54, No. 3, p: 293-298

6. Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja. Jakarta:

Penerbit PPM. Suhardjo dan Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

7. Wahyuni, T. 2013. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian

Konjungtivitis pada Pekerja Pengelasan di Kecamatan Cilacap Tengah

Kabupaten Cilacap. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP, Semarang, Vol.

2, No, 1.

8. Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan Implementasi K3

di Tempat Kerja.Surakarta: Penerbit Harapan Press; 2008.

9. International Labour Organization. Safety and Health At Work. ILO; 2011. [cited

2011 1 December]; Available from:http://www.ilo.org/global/topics/safety-and-

health-at-work/lang--en/index.htm

Page 10: jurnal konjungtivitis